21
TUGAS MONITORING RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Disusun oleh : Fiqih Nurkholis 12/341527/FA/09514 PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Monitoring CKD Dan DM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cara monitor CKD dan DM

Citation preview

Page 1: Monitoring CKD Dan DM

TUGAS MONITORING

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun oleh :

Fiqih Nurkholis 12/341527/FA/09514

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2013

Page 2: Monitoring CKD Dan DM

CHRONIC KIDNEY DISEASE( GAGAL GINJAL KRONIK)

1. DASAR TEORI

A. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai keabnormalan pada struktur ginjal maupun

fungsi yang yang telah berlangsung lebih dari 3 bulanm, dengan implikasi pada kesehatan.

( tidak termasuk grade). (KDIGO,2013)

Kriteria pada CKD (dengan di ikuti selama lebih dari 3 bulan

Penanda kerusakan ginjal

( satu atau lebih)

Albuminuria (ABR≥30mg/24 jam

Terjadinya sedimen yang abnormal pada urin

Abnormalitas elektrolit dan gangguan tubular

Terdeteksi adanya struktur abnormal dari imaging

Riwayat transplantasi ginjal

Penurunan GFR GFR<60ml/min/1,73m2(GFR kategori G3a-G5)

(KDIGO,2013)

B. Etiologi

Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain:

1. Infeksi

2. Penyakit peradangan

3. Penyakit vaskuler hipersensitif

4. Gangguan jaringan penyambung

5. Gangguan congenital dan herediter

6. Gangguan metabolisme

7. Nefropatik toksik

8. Nefropatik obstruksi

C. Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronis dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Page 3: Monitoring CKD Dan DM

(KDIGO,2013)

D. Patofisiologi

1) KONDISI NORMAL

Organ vital yang mempertahankan kestabilan lingkungan interna tubuh

Ginjal mengatur keseimbangan: cairan tubuh, elektrolit, asam basa dengan cara

filtrasi darah

Ginjal mensekresi (fungsi endokrin):

(1).Renin (penting untuk pengaturan tekanan darah)

(2).1,25 dihidroksi vit D3 (penting untuk mengatur kalsium)

(3).Eritropoietin (penting untuk sintesis eritrosit)

2) KONDISI TIDAK NORMAL

Waktu kejadian : Minimal 3 bulan

Bentuk kerusakan : Fibrosis (jaringan parut)

Sifat : Irreversibel

Ukuran : kecil

Kreatinin : tinggi stabil

PO4 : meningkat (gfr <30)

Page 4: Monitoring CKD Dan DM

KASUS

Tn S dengan berat badan 56kg dan tinggi badan 163 cm masuk rumah sakit pada tanggal 26

mei 2013 dengan kondisi lemas, pucat, udem, muntah, tekanan darah 120/80mmHg, RR

22x/menit, Suhu 36, Nadi 88x/menit, pasien menggunakan novorapid 3x7 unit. dan di beri

obat

Jenis obat Dosis

NaCl 12tpm

furosemid 3x1

Anemolat 3x1

bicnat 3x1

data lab sebagai berikut(26 mei 2013)

pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Ureum darah 123,9mg/dl 14,98-38,52

Kreatinin darah 10,33 0,8-1,3

Glukosa sewaktu 214 Kurang dari 200

Natrium 123 136-145

Hb 7,8 14-18

Page 5: Monitoring CKD Dan DM

Tanggal 27 mei 2013

Pasien merasa lemas dan tidak mengeluhkan muntah .

Objektif :

: 84x/menit

RR: 24x/menit

Suhu: 36 celcius

Terapi obat yang diberikan

IV FD NaCl 12 tpm

Tekanan darah :160/80mmHG

Nadi

Injeksi furosemid 3x1 ampul IV

Anemolat po 3x sehari 1 tab

Bicnat po 3x1 tab

Transfusi PRC 2 kolf

Novorapid 3x 6 unit

Analisa Kasus

tanggal Subjek Objektif Assesment Care Plan Konseling

24mei

2013

Lemas

Muntah

Pucat

Udem

TD 120/80mmHg,

RR 22x/menit,

T 36

N 88x/menit

CKD grade V

DM

IV FD NaCl 12

tpm

Inj furosemid

3x1 aampul

Po anemolat

3x1 tab

Po bicnat

3x1tab

Lemas T: 36oC

RR: 24

N : 84x/menit

TD; 160/80mmHg

CKD Grade

V

DM

IV FD NaCl 12

tpm

Inj furosemid

3x1 aampul

Po anemolat

3x1 tab

Po bicnat

3x1tab

Page 6: Monitoring CKD Dan DM

Transfusi prc 2

kalf

Novorapid 3x6

unit

Lemas

F. Terapi

1) Sasaran dan Strategi Terapi :

Gagal ginjal kronik tidak dapat disembuhkan. Jadi tujuan terapi pada pasien

dengan gagal ginjal kronik adalah:

a) Memperlambat kerusakan ginjal yang terjadi

b) Mengatasi faktor yang mendasari gagal ginjal kronis (misalnya: kencing manis,

hipertensi, dll)

c) Mengobati komplikasi dari penyakit

d) Menggantikan fungsi ginjal yang sudah tidak dapat bekerja

Untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang lebih parah dan mengatasi faktor

yang memperburuk fungsi ginjal, maka diperlukan kontrol gula darah yang baik pada

pasien diabetes mellitus, kontrol tekanan darah pada pasien hipertensi (usahakan tekanan

darah di bawah 130/80 mmHg), dan pengaturan pola makan yang sesuai dengan kondisi

ginjalnya. Komplikasi dari gagal ginjal juga harus ditangani.Penumpukan cairan diatasi

dengan pemberian obat, anemia diatasi dengan pemberian obat yang menstimulasi

pembentukan sel darah merah dan kadang-kadang ditambah suplemen zat besi.Penyakit

tulang dapat terjadi karena kegagalan ginjal untuk menghasilkan vitamin D bentuk aktif dan

ketidakmampuan ginjal untuk membuang zat fosfor.Oleh karena itu dapat diberikan vitamin

D bentuk aktif dan obat yang mengikat fosfor ke usus. Pada gagal ginjal stadium akhir, fungsi

ginjal dapat digantikan hanya dengan dialisis (cuci darah) atau transplantasi ginjal.

Perencanaan dialisis atau transplantasi ginjal biasanya dimulai pada gagal ginjal kronik

stadium IV (Anonim, 2012)

2) Terapi Gagal Ginjal Kronik

- Terapi spesifik, didasarkan pada diagnosis

- Evaluasi dan manajemen keadaan yang menyertai

- Memperlambat penurunan fungsi ginjal

Page 7: Monitoring CKD Dan DM

- Mencegah dan terapi penyakit kardiovaskuler

- Mencegah dan terapi komplikasi dari penurunan fungsi ginjal

- Persiapan jika GGT dan terapi dengan dialisis

- Terapi sulih fungsi ginjal dengan dialisis dan transplantasi, jika muncul tanda dan

gejala uremia

- Review terapi pada setiap kunjungan:

Penyesuaian dosis didasarkan pada derajat fungsi ginjal

Deteksi efek samping potensial pada fungsi ginjal atau komplikasiGGK

Deteksi interaksi obat

TDM jika memungkinkan

3) Tujuan Terapi

Optimasi dari kualitas hidup pasien dan meminimalisasi resiko dari perkembangan

penyakit.

Tatalaksana terapi pada pasien non diabetik:

a. Farmakologi

o Antihipertensi dengan target 130/80 mmHg.

o Intervensi lain untuk membatasi progresifitas penyakit, dengan terapi

hiperlipidemia dan terapi anemia.

b. Non farmakologi

o Diet rendah protein (0,4-0,8 gram/kg BB) bisa memperlambat perkembangan

gagal ginjal kronis.

o Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet ketat atau

menjalani dialisa.

o Kadang asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya kadar garam

(natrium) dalam darah. Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika

terjadi edema (penimbunan cairan di dalam jaringan) atau hipertensi.

o Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia (tingginya kadar kalium

dalam darah) sangat berbahaya karena meningkatkan resiko terjadinya

gangguan irama jantung dan cardiac arrest. Jika kadar kalium terlalu tinggi,

maka diberikan natrium polisteren sulfonat untuk mengikat kalium, sehingga

kalium dapat dibuang bersama tinja.

Page 8: Monitoring CKD Dan DM

o Kadar fosfat dalam darah dikendalikan dengan membatasi asupan makanan

kaya fosfat (misalnya produk olahan susu, hati, polong, kacang-kacangan dan

minuman ringan). Bisa diberikan obat-obatan yang bisa mengikat fosfat,

seperti kalsium karbonat, kalsium asetat, dan alumunium hidroksida.

o Anemia terjadi karena ginjal gagal menghasilkan eritropoeitin dalam jumlah

yang mencukupi. Eritropoietin adalah hormon yang merangsang pembentukan

sel darah merah. Respon terhadap penyuntikan poietin sangat lambat.

Transfusi darah hanya diberikan jika anemianya berat atau menimbulkan

gejala.

o Kecenderungan mudahnya terjadi perdarahan untuk sementara waktu bisa

diatasi dengan transfusi sel darah merah atau platelet atau dengan obat-obatan

(misalnya desmopresin atau estrogen). Tindakan tersebut mungkin perlu

dilakukan setelah penderita mengalami cedera atau sebelum menjalani

prosedur pembedahan maupun pencabutan gigi.

o Gejala gagal jantung biasanya terjadi akibat penimbunan cairan dan natrium.

Pada keadaan ini dilakukan pembatasan asupan natrium atau diberikan

diuretik (misalnya furosemid, bumetanid, dan torsemid).

o Hipertensi sedang maupun hipertensi berat diatasi dengan obat hipertensi

standar.

o Hiperlipidemia diatasi dengan diet rendah lemak dan obat golongan statin,

fibrat, maupun obat antilipemika yang lain.

o Jika pengobatan awal untuk gagal ginjal tersebut tidak lagi efektif, maka

dilakukan dialisa jangka panjang atau pencangkokan ginjal.

(a) Anemia pada Gagal Ginjal Kronik

Tujuan terapi dari terapi anemia ini adalah untuk menigkatkan kapasitas pengikat

oksigen, menurunkan kejadian dyspnea, orthopnea, lemah, pencegahan terhadap Left

Ventricular Hypertrophy (LVH), dan kematian kardiovaskular.Sehingga untuk mencapai

tujuan diatas makan komponen-komponen yang perlu dilengkapi adalah besi, folat vitamin

B12, dan Erytropoietin Stimulating Agen (ESAs). Di bawah ini adalah beberapa parameter

target dalam terapi anemia pasien gagal ginjal kronik :

Page 9: Monitoring CKD Dan DM

1. Terapi Nonfarmakologi

Menambah asupan besi 1-2 mg (atau rata-rata 10%) perhari.

2. Terapi Farmakologi

Terapi besi (Fe) adalah lini pertaman dalam terapi pasien anemia dengan gagal ginjal

kronik.Pemberian besi dan ESA secara bersamaan diharapkan dapat mengefektifkan stimulasi

eritropoiesis dan mencegah anemia mikrositik.

Banyak terjadi pada sebagian besar keluhan pasien gagal ginjal kronis dan dapat

diatasi dengan pemberian erythropoetin manusia yang diperoleh dari rekombinasi genetik.

Dosis permulaan 50 IU/kg secara subkutan 2x seminggu (Mardjono, 2007 : 802).

Di bawah ini adalah penggunaan terapi besi pasien anemia dengan gagal ginjal kronik

:

Page 10: Monitoring CKD Dan DM

Mekanisme aksi dari besi adalah menyediakan senyawa besi yang dapat

mempengaruhi dalam produksi hemoglobin, menggabungkan sel darahmerah, dan

menigkatkan transport oksigen ke jaringan. Suplemen besi yang dikonsumsi melalui oral

akan diabsorbsi di deudenum dan jejunum bagian atas. Absorbsi besi menurun jika

bersamaan dengan makanan dan Achlorhydria. Di bawah ini ada beberapa jenis dan bentuk

sediaan suplemen besi :

\\\\\

Page 11: Monitoring CKD Dan DM

G. Monitoring

(1).Pengukuran harian terhadap jumlah urin yang dikeluarkan, asupan cairan, dan berat

badan pasien harus dilakukan.

(2).Tanda-tanda vital juga harus dimonitor setidaknya setiap hari, (lebih sering jika

penyakit pasien dalam tahap kritis).

(3). Tes harian lainnya berupa : urinalisis, tes darah untuk mengukur elektrolit serum

(seperti kalium, fosfor, dan kalsium), BUN, kreatinin dan jumlah sel darah lengkap.

(4).Monitor keseimbangan asam basa tubuh untuk mencegah kejadian komplikasi

penyakit lain.

(5).Monitoring terapi obat harus dilakukan untuk obat-obat yang memiliki kisaran terapi

sempit.

Page 12: Monitoring CKD Dan DM

2. ANALISIS KASUS

A. SOAP

Subyektif Obyektif Assesment Care Plan KonselingPasien mengalami bengkak di kaki, sesak nafas, lemas, batuk berdahak serta susah BAK.

Diagnosa: CKD stage 5Hasil Lab:

ParameterTanggal19-4-13 20-4-13

Hemoglobin 9,1 10,0Hematokrit 28 29Ureum darah 213,1 106,4Kreatinin 8,13 4,64HbsAg (+) (-)

Clcr = (140−age ) xBB

Scrx 72

= (140−64 ) x 50

8,13 x72 = 6,49 mL/menit

(<15 mL/menit) Dengan nilai klirens kreatinin tersebut, pasien perlu melalukan hemodialisa.

Terapi:1) Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr2) Injeksi Ranitidin 2 x 50mg3) Injeksi Impugan 3x40 mg4) Prorenal p.o 3x 1 tablet

a) Indikasi belum diterapi:Pasien mengalami anemia tetapi belum mendapatkan terapi untuk mengatasi anemia. Pasien CKD cenderung mengalami anemia.

b) Dosis berlebihan (Overdose) :Ranitidin injeksi (2x 50mg / hari)

a) Perlu dilakukan pengecekan serum besi dan TIBC untuk menghitung dosis erithropoetin jika dokter merekomendasikan pemberian erithropoetinDirekomendasikan pemberian asam folat , vitamin B12 dan vitamin B6 untuk membantu mengatasi anemia pasien.

b) Pada pasien dengan Clcr < 50mL/menit maka dosis ranitidin iv adalah 50 mg tiap 18-24 jam ( DIH). Namun tetap dimonitoring jika pasien membutuhkan injeksi Ranitidin dosis tinggi.

1) Pembatasan sodium (<2,4 g/hari)

2) Pembatasan konsumsi air ( sekitar 1-2 L/hari)

3) Dimonitoring atau dilithat output urin

4) Dilakukan pengecekan kadar Hb jika pasien sudah merasa lemas karena anemia sehingga memerlukan terapi erithripoetin.

Page 13: Monitoring CKD Dan DM

5) Hemodialisa mulai tanggal 20 April 2013, selanjutkan dilakukan secara rutin seminggu 2 kali.

c) Disamping melakukan hemodialisa, rekomendasi CKD stage 5 adalah transplantasi ginjal.

Page 14: Monitoring CKD Dan DM

B. Review Penggunaan Obat

1) Injeksi

(a) Impugan

Impugan 2x1 ampul (40mg) digunakan dari tanggal 19 April 2013- 22 April 2013.

Diuretik digunakan untuk mengatasi udem pada pasien CKD stage akhir (Dipiro).

(b) Ceftriaxone

Ceftriaxone 2x1 ampul (1gr) digunakan daritanggal 19 April 2013- 22 April 2013.

Ceftriaxone digunakan sebagai terapi preventif infeksi pada CKD karena resiko

infeksi pada ESRD meningkat (Ceftriaxone Is an Efficient Component of

Antimicrobial Regimens in the Prevention and Initial Management of Infections in

End-Stage Renal Disease , Trimarchi H. · Lafuente P. · Suki W.N. Am J Nephrol

2000;20:391–395 (DOI: 10.1159/000013624).

Menurut Medscape, ceftriaxone dapat meningkatkan BUN (1-10%), sehingga perlu

dilakukan monitoring, jika terjadi peningkatan nilai BUN maka perlu

mempertimbangkan penghentian ceftriaxone.

(c) Ranitidin

Ranitidin 2x1 ampul(50mg) digunakan dari tanggal 19 April 2013- 22 April 2013.

Pasien memiliki kadar ureum darah yang tinggi, hal ini dapat memicu gejala

uremia seperi mual dan muntah. Untuk mengatasi hal tersebut maka diberikan

ranitidin.

2) Obat Oral

(a) Prorenal

Prorenal 3x 1 tablet digunakan dari tanggal 19 April 2013 hingga akhir

monitoring. Prorenal digunakan sebagai terapi insufisiensi ginjal kronik bersama

dengan diet tinggi kalori-rendah protein pada retensi terkompensasi atau

dekompensasi.

C. Konseling dan KIE

Disarankan pasien untuk merubah gaya hidup dengan membatasi asupan garam,

asupan protein, dan asupan lemak. Disarankan pula untuk menjauhi rokok, makanan, maupun

obat – obatan yang dapat memperburuk kondisi ginjal. Support dari keluarga dibutuhkan

untuk memberbaiki kualitas hidup dari pasien.

Page 15: Monitoring CKD Dan DM

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Diagnosis and Management of chronic kidney disease, Scottish

Intercollegiete guidlines network ellott house, Edinburgh.

Anonim, 2008, Pedoman Diagnosis dan Terapi Edisi III Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam,

Rumah sakit Umum Dokter Soetomo, Surabaya.

Dipiro, Joseph T., Barbara G.Wells., Terry L.Schwinghammer., Cynthia W.Hamilton. 2006.

Pharmacotherapy Handbook 6th edition. The Mc Graw.USA : Hill Companies Inc.

Dipiro, J.T., Robert, L. T., Gary, C. Y., Gary, R. M., Barbara, G. W., & Michael, P. 2008.

Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach Seventh Edition.The McGraw Hill

Companies. New York.

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi II.Jakarta : EGC

Gupta, R, 2010, Acute renal failure, Baylor college of Medicine, texas.

Hadi, S, 1996, Penatalaksanaan Gagal ginjal Akut, Dexa Media, Malang, (4) volume 9.

http://reference.medscape.com/drug/rocephin-ceftriaxone-342510#4

Lacy. dkk. 2010-2011. Drug Information Handbook 19th ed, Ohio : Lexi-Comp.

Mansjoer, A., K. Triyanti, R. Savitri, W.I. Wardhani & W. Setiowulan. 2001. Kapita Selekta

Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Media Aesculapius FKUI. Jakarta.

Mardjono, Mahar. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Gaya Baru

Markum, H.M.S. 2008.BukuAjarPenyakitDalam: GinjalHipertensi. Jilid 4.GadjahMada

University Press.Yogyakarta.

Needham, Eddie, 2005, Management of Acute Renal Failure, Am Fam Physician :72,

American Academy of Family Physicians.

Price, Sylvia A., Lorraine Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Edisi 6 Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Sudoyo, Aru W , Bambang Setiyo Hadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, Siti Setiati.

2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam Fak. Kedokteran UI

Trimarchi H. · Lafuente P. · Suki W.N., Ceftriaxone Is an Efficient Component of

Antimicrobial Regimens in the Prevention and Initial Management of Infections in End-

Stage Renal Disease ,Am J Nephrol 2000;20:391–395 (DOI: 10.1159/000013624)