22
Modul 1 KELAINAN RONGGA MULUT KARENA INFEKSI VIRUS Skenario 2 Seorang laki-laki 40 tahun datang ke RSGM Unhas dengan keluhan adanya sariawan yang besar di daerah langit-langit sebelah kanan. Pasien merasa sangat nyeri sejak 3 hari yang lalu, dan sudah meminum obat anti nyeri tapi tidak ada perubahan. I. Kata Kunci: 1. Jenis Kelamin 2. Nyeri sejak 3 hari yang lalu 3. Usia 4. Obat anti nyeri 5. Sariawan yang besar 6. Tidak ada perubahan 7. Langit-langit sebelah kanan II. Pertanyaan Penting: 1. Jelaskan kelainan rongga mulut yang disebabkan oleh virus! 2. Sebutkan macam-macam virus yang mempengaruhi terjadinya kelainan rongga mulut! 3. Jelaskan tahapan penegakan diagnosis: a. Pemeriksaan subjektif b. Pemeriksaan objektif

Modul 1 Kelainan Rongga Mulut Karena Infeksi Virus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fkg

Citation preview

Modul 1 KELAINAN RONGGA MULUT KARENA INFEKSI VIRUS

Skenario 2

Seorang laki-laki 40 tahun datang ke RSGM Unhas dengan keluhan adanya

sariawan yang besar di daerah langit-langit sebelah kanan. Pasien merasa sangat nyeri

sejak 3 hari yang lalu, dan sudah meminum obat anti nyeri tapi tidak ada perubahan.

I. Kata Kunci:

1. Jenis Kelamin

2. Nyeri sejak 3 hari yang lalu

3. Usia

4. Obat anti nyeri

5. Sariawan yang besar

6. Tidak ada perubahan

7. Langit-langit sebelah kanan

II. Pertanyaan Penting:

1. Jelaskan kelainan rongga mulut yang disebabkan oleh virus!

2. Sebutkan macam-macam virus yang mempengaruhi terjadinya kelainan

rongga mulut!

3. Jelaskan tahapan penegakan diagnosis:

a. Pemeriksaan subjektif

b. Pemeriksaan objektif

c. Pemeriksaan tambahan

4. Jelaskan tanda dan gejala klinis pada kasus!

5. Jelaskan etiologi utama kelainan pada kasus!

6. Jelaskan faktor predisposisi kelainan pada kasus!

7. Jelaskan patomekanisme kelainan pada kasus!

8. Bagaimana prevalensi terjadinya kelainan pada kasus?

9. Apa diagnosis kelainan pada kasus?

10. Apa diagnosis banding kelainan pada kasus?

11. Mengapa obat anti nyeri tidak berpengaruh pada kasus?

12. Bagaimana penatalaksanaan kelainan pada kasus?

13. Bagaimana pencegahan pada kasus?

14. Apa dampak apabila kelainan pada kasus tidak ditangani?

III. Jawaban Pertanyaan:

1. Kelainan rongga mulut yang diakibatkan karena virus antara lain:

Primary Herpetic Gingivostomatitis

Kelainan ini disebabkan oleh virus herpes tipe 1 (HSV-1).

Karakteristik dari penyakit ini adalah pada intraoral terdapat gingivitis

marginal merah terang yang menyerang seluruh rongga mulut. Banyak

lesi hasil vesikuler pada gingiva, bibir, lidah, mukosa oral, dan kadang

pada kulit. Vesikel dapat pecah dan terlihat sebagai ulserasi yang

dikelilingi eritema.

Secondary/ Recurrent Herpes Simplex Infection

Kelainan ini disebbakan oleh reaktivasi virus laten herpes simplex

(HSV). Pada infeksi sekunder HSV, awalnya lesi tampak sebagai

kumpulan vesikel pada batas vermilion, kulit perioral, atau permukaan

intraoral. Jika terjadi pada bibir, maka dinamakan herpes labialis. Lesi

intraoral mulai muncul secara unilateral dalam bentuk vesikel kecil pada

palatal atau attached gingiva. Vesikel tersebut cepat pecah lalu sembuh

dalam waktu 7-10 hari.

Primary Varicella Zoster

Disebabkan oleh virus varicella zoster, pada anak-anak menyebabkan

cacar air, dan jika direaktivasi kembali maka menyebabkan herpes zoster.

Lesi dapat terbentuk pada seluruh bagian tubuh. Pada intraoral lesi dapat

terbentuk pada bibir, palatum durum, dan mukosa bukal.

Secondary Varicella Zoster

Disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster. Pada keadaan

intraoral, terdapat lesi pada permukaan mukosa atau palatal, berbentuk

vesikel kecil terletak unilateral.

Hand Foot And Mouth Disease

Disebabkan oleh virus coxsackie A-16 dan coxaskie strain A dan B

lainnya. Lesi intraoral bentuknya berupa vesikel yang dapat pecah dan

adanya rasa nyeri.

Paramyxoviridae Virus Infection : Rubeola

Disebabkan oleh virus dari family paramyxoviridae. Karakteristik

dari kelainan ini yaitu mempunyai lesi bernama koplik’s spot pada

mukosa bukal dan labial. Pada kasus yang parah, tedapat hypoplasia

enamel pada gigi dalam perkembangan.

Herpangina

Herpangina dapat terbentuk karena sekumpulan bentuk dari virus

coxsackie strain A. Pasien akan mengeluhkan radang tenggorokan

disertai virus, kekurangan nafsu makan, abdominal pain (rasa nyeri pada

dada), dan muntah. Tampakan intraoralnya terdapat lesi vesikuler

sepanjang 1-2 mm.

German Measles

Disebabkan oleh togavirus. Pada intraoral terdapat papula berwarna

merah gelap, kecil, pada palatum durum dan molle.

2. Macam-macam virus yang menyebabkan kelainan rongga mulut

Jenis Virus Infeksi Primer Infeksi Sekunder Immunocompromiss

ed host

Herpes

Simplex Virus

1

Gingivostomatitis,

Keratoconjunctivitis,

lesi genital dan kulit.

Herpes labialis,

intraoral ulcer,

Ketatoconjunctivit

is, Lesi pada

genital dan kulit.

Ulkus yang tidak

biasa pada daerah

mucocutaneous,

biasanya besar dan

persisten.

Herpes

Simplex Virus

2

Lesi genital dan

kulit,.Gingivostomatit

is,

Keratoconjunctivitis,

Infeksi neonatal,

Aseptic meningitis

Lesi pada genital

dan kulit,

Gingivostomatitis,

Aseptic

meningitis.

Ulkus yang tidak

biasa pada daerah

mucocutaneous,

biasanya besar dan

persisten. Infeksi

menyebar.

Varicella

Zoster Virus

Varicella (chicken

pox)

Zoster (shingles) Infeksi menyebar.

Cytomegalovir

us

Infectious

mononucleosis,

Hepatitis, Congenital

disease.

Retinitis,

gastroenteritis

hepatitis, severe oral

ulcers

Epstein-Barr

Virus

Infectious

mononucleosis,

Hepatitis

Encephalitis

Hairy leukoplakia;

lymphoproliferative

disorders

Human

Herpesvirus 6

Roseola infantum,

Otitis media,

Encephalitis

Demam; bone

marrow suppression

Human

Herpesvirus 7

Roseola infantum.

Human

Herpesvirus 8

Infectious

mononucleosis,

Febrile exanthema

Kaposi’s sarcoma,

lymphoproliferative

disorder, bone

marrow suppression

Simmian

Herpesvirus B

Mucocutaneous

lesions, Encephalitis

3. Langkah-langkah dalam penegakan diagnose:

a. Pemeriksaan Subjektif (Anamnesa)

Yaitu dengan menanyakan pasien untuk mencari informasi sebanyak

mungkin. Pada saat anamnesa, kondisi mental dan emosional pasien

juga harus diperhatikan. Selain itu, ada pentingnya juga menanyakan

umur, etnik, dan pekerjaan pasien. Sebagai operator, harus juga

menanyakan keluhan utama pasien. Operator juga perlu memperoleh

informasi mengenai:

Nama pasien: membantu mempermudah komunikasi

Usia pasien: dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan

pasien, management yang berbeda antara anak dan orang dewasa

Jenis Kelamin: berhubungan dengan emosional pasien, faktor

hormonal, kehamilan, dan estetik

Alamat: memudahkan untuk komunikasi lebih lanjut dan ada

beberapa penyakit yang berhubungan dengan letak geografis

Pekerjaan : berhubungan dengan status sosial ekonomi pasien

Agama: biasanya memiliki infeksi yang berbeda

Riwayat medis pasien: ada tidaknya penyakit sistemik, apakah

pasien sedang menjalani perawatan medis lainnya, ada tidaknya

alergi, riwayat obat-obatan yang dikonsumsi, apakah pasien

merokok, hamil, dsb.

Riwayat dental: riwayat perawatan dental yang telah dijalani.

Riwayat keluarga dan social: misalnya penyakit keturunan, atau

riwayat lingkungan yang dapat menyebabkan penyakit.

Informed consent

b. Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan tanda vital (suhu, respirasi, tingkat sakit, tekanan

darah, dan ukur nadi). Frekuensi nadi terbagi menjadi tachycardia

(lebih dari 100 /menit) dan Bradycardi (kurang dari 60 /menit).

Tekanan darah yang normal adalah 120/80, systole lebih dari 140

diindikaskan hipertensi. Suhu normal yaitu 36-37oC, demam febris

>37oC, suhu febris 37-38oC.

Pemeriksaan ekstraoral: ada tidaknya pembengkakan, palpasi pada

kelenjar paratiroid, kelenjar limfa, kelenjar tiroid, penekanan pada

daerah maksila atau tulang frontal untuk pemeriksaan ada tidaknya

dugaan sinusitis. Pemeriksaan kulit apakah ada perbuhan warna,

texture, dan rasa gatal. Pemeriksaan TMJ: Adakah rasa sakit yang

dirasakan? Adakah bunyi kliking saat membuka dan menutup

mulut? Adakah keterbatasan saat menggerakkan mandibula?

Pernahkan terkunci atau dislokasi? Lakukan palpasi pada pasien.

Pemeriksaan otot pengunyahan dan kelenjar getah bening.

Pemeriksaan intraoral: pemeriksaan jaringan lunak meliputi lidah,

mukosa mulut, gingiva, dan juga pemeriksaan jaringan keras yakni

gigi geligi. Lidah : volume, papilla, warna, fissure, bengkak dan

ulser, dan pergerakan lidah. Palatum: congenital clect, perforasi,

ulcer, pembengkakan, vfistula, papillary hyperplasia, dan

hyperkeratinisasi. Bibir: warna, texture, vertical fissure,

abnormalitas permukaan, cleft lip. Pipi: permukaan dalam pipi,

aphthous ulcer, leukoplakia, muous cyst, tumor, papilloma,

carcinoma. Tonsil dan faring : warna, ukuran dan permukaan

abnormal dari tonsil. Periksa dinding postpharyngeal adakah

pembengkakan, nodul, lymphoid hyperplasia, hyperplastic

adenoid, dan postnasal discharge. Kelenjar saliva: periksa adanya

pembengkakan. Muccobuccal fold: periksa warna, texture,

pembengkakan, dan fistula. Gigi: nomenklatur, karies, restorasi,

missing teeth, supernumerary teeth. Gingiva: warna, ukuran,

kontur, dan bentuk.

c. Pemeriksaan Tambahan / Penunjang

Untuk lesi-lesi jaringan lunak mulut, pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan antara lain pemeriksaan radiologi, biopsy, pemeriksaan

sitology, pemeriksaan mikrobiologi, dan pemeriksaan darah.

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk melihat

gambaran rongga mulut tergantung pada jenis lesi yang ditemukan.

Pemeriksaan biopsy. Biopsy eksisi adalah pengambilan jaringan

yang dibutuhkan untuk pemeriksaan histopatologi lebih lanjut.

Biopsy dilakukan bila ditenukan lesi yang mencurigakan atau bila

diagnosis belum dapat dilakukan. Biopsy insisi, dilakukan untuk

lesi yang besar atau bila diduga ada keganasan. Pada biopsy insisi,

ini hanya sebagian kecil dari lesi yang diambil beserta jaringan

sehat didekatnya. Pengambilan lesi dapat dilakukan dengan

menggunakan scalpel, punch biopsy, jarum suntik, dan biopsy

aspirasi.

4. Tanda dan gejala klinis:

Dimulai dari gejala prodromal yakni sakit atau nyeri yang dalam dan

rasa terbakar.

Biasanya sedikit atau tidak terjadi demam atau limfadenopati dalam 2-4

hari yang diikuti dengan munculnya vesikel pada dermatomal atau

pola zosteriform (unilateral, linier, dan distribusi bergerombol dari

vesikel, ulser, dan scrabs pada dermatomal yang disebabkan oleh salah

satu nervus).

Tampakan oral terdapat lesi pada bagian palatum di salah satu sisi.

(diameter 1-5 mm) yang mengalami keterlibatan dari nervus V 2 atau

N. Trigeminus cabang maxillaris.

Terdapat lepuhan dan ulser pada gingiva mandibula dan lidah sebagai

akibat dari keterlibatan N. trigemnus cabang mandibularis (N. V. 3)

5. Etiologi Utama dari kelainan pada kasus yakni:

Adanya virus hepes zoster atau juga disebabkan oleh reaktivasi dari virus

Varicella zoster yang laten di dalam ganglion posterior atau ganglion

intracranial.

6. Faktor Predisposisi, meliputi:

Trauma – pada beberapa kasus, trauma pada N. Trigeminus dapat

menyebabkan atau memicu infeksi virus herpes zoster.

Malignancy – perkembangan keganasan atau tumor pada region dorsal

ganglion dapat juga menyebabkan herpes zoster.

Radiasi – radiasi local X-ray dapat juga menjadi faktor predisposisi.

Immumosuppresive therapy – hal ini akan memicu reaktivasi dari virus

dan perkembangan dari lesi.

Adanya penyakit sistemik; infeksi HIV.

7. Patomekanisme dari kelainan pada kasus:

Infeksi primer dari Varicella zoster (VZV) ini pertama kali terjadi di

nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehinigga

terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan

ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endhotelial System (RES) yang

kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan

simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus

juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ke ganglion

sensoris dan berdiam diri atau laten di dalam neuron. Selama antibody yang

beredar di dalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini masih

dapat dinetralisir., tetapi pada saat tertentu (setelah dijelaskan sebelumnya)

saat dimana antibody tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah

reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.

8. Prevalensi Herpes Zoster:

Penyakit ini umum terjadi pada dewasa usia 55 tahun keatas. Insiden

terjadinya herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia. Peran penting

usia sebagai faktor usia sebagai resiko terjadinya herpes zoster diduga terkait

dengan hilangnya komponen VZV-spesifik CMI (cell mediated immunity)

disebabkan faktor penuaan (menurunnya kekebalan tubuh) dikombinasikan

dengan turunnya imun tubuh yang terjadi dari waktu ke waktu setelah infeksi

awal Varicella zoster. Kehilangan kekebalan tubuh spesifik memungkinkan

VZV untuk menyelesaikan proses reaktivasi dan menyebar ke epidermis

untuk menghasilkan penyakit klinis. Namun, herpes zoster juga dapat terjadi

pada anak-anak tertentu yang system imun atau kekebalan tubuhnya menurun

atau pada anak yang diturunkan pada ibunya pada saat ibunya hamil memiliki

virus Varicella zoster dalam tubuhnya.

Dari hasil penelitian, Fleming, Cross, Cobb, dan Chapman dalam Geder

Difference in the Incidence in Shingles, dibuktikan bahwa wanita lebih

banyak terkena herpes zoster dibandingkan daripada pria.

9. Diagnosis

Pada scenario, diagnosisnya yakni herpes zoster. Hal ini ditandai pasien

dengan herpes zoster akan mengeluhkan terjadi gejala prodromal seperti

demam, malaise, nyeri dan limfadenopati. Dari tampakan intraoralnya juga

terdapat vesicular pada permukaan mukosa atau pada palatum yang lokasinya

unilateral.

10. Diagnosa banding herpes zoster yaitu herpes simplex. Yang dijabarkan pada

tabel dibawah ini.

Herpes Zoster Reccurent Herpes Simplex

Infection

Gejala prodromal: pusing,

hyperesthesia, dan nyeri.

Gejala prodromal: tension, burning,

dan itching (gatal).

Rasa nyeri yang parah. Rasa nyerinya sedang atau tidak

sebesar nyeri pasa herpes zoster.

Lesi terbatas pada lokasi nervus

sensoris.

Tidak ada lesi pada kulit

Bentuk infeksi sekunder dari

Varicella zoster virus (VZV).

Bentuk infeksi sekunder dari Herpes

simplex virus (HSV).

11. Obat anti nyeri tidak berpengaruh pada kasus herpes zoster disebabkan karena

virus Varicella zoster telah mengenai ujung saraf terbuka. Hal ini ditandai

dengan ulcer pada pallatum sebelah kanan (unilateral) yang merupakan infeksi

virus pada N. V. 2 atau N. Trigeminus cabang 2 yakni N. Maxillaris. Apabila

virus telah mengenai ujung saraf maka obat anti nyeri yang diberikan tidak

dapat bekerja dengan baik.

12. Penatalaksanaan Herpes Zoster:

Antiviral drug – acyclovir 800 mg lima kali sehari dapat

mempercepat proses penyembuhan lesi dalam waktu 48 jam.

Symptomatic treatment – antipyretic medication dengan

antipruritics diphenhydramine dapat digunakan untuk megatasi

rasa gatal yang dirasakan oleh pasien.

Prevention of postherpetic neuralgia – steroid intralesi dan

anestesi local dapat digunakan untuk menurunkan waktu

penyembuhan dan untuk mencegah post herpetic neuralgia.

Namun hal ini memiliki banyak efek samping dan beberapa

peneliti yang berbeda pendapat mengenai efisiensi steroid dalam

mengontol post herpetic neuralgia.

Capsaicin – topical capsaicin 0.025% empat kali sehari telah

menjadi pilihan dalam mengatasi sementara neuralgia yang dapat

terjadi setelah infeksi herpes zoster. Capsaicin merupakan derivate

dari red peppers. Mekanisme kerjanya meliputi penipisan substansi

P dalam neuron sensori perifer menyebabkan kulit kurang

sensitive. Setelah perawatan, pasien harus membasuh tangan

setelah penggunaannya dan untuk mencegah kontak dengan

permukaan mukosa.

Tetracycline rinse – obat kumur yang mengandung tetracycline 3-5

kali sehari, dapat mengurangi nyeri.

13. Pencegahan pada herpes zoster dapat dilakukan dengan pemberian vaksin

strain Vaeicella zoster virus (VZV) hal ini direkomendasikan oleh Advisory

Committee in Immunization Practice di USA. Pemberian vaksin dapat

meningkatkan respon cytotoxic lymphocyte spesifik pada virus Varicella

Zoster.

14. Dampak apabila kasus herpes zoster tidak ditangani dapat menyebabkan

komplikasi pada infeksi herpes zoster yang dikenal dengan istilah Post

Herpetic Neuralgia.