40
SILABUS, SAP DAN MATERI MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS PENGAMPU: Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika Nama Mahasiswa: dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S(K) NIM:1790211008 PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

SILABUS, SAP DAN MATERI

MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS

STREPTOCOCCUS SUIS

PENGAMPU: Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Nama Mahasiswa: dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S(K)

NIM:1790211008

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 2: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

KONTRAK PERKULIAHAN

MATA KULIAH : MKPD Biologi molekular Meningitis Streptococcus suis KODE MK : - PRASYARAT MK : Ujian Kualifikasi SEMESTER : III (Ganjil 2018) BOBOT SKS : 2 SKS DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika A. MANFAAT KULIAH

Mata kuliah ini memberikan manfaat bagi peserta didik agar mampu memahami dan menelaah tentang Biologi Molekular Meningitis Streptococcus suis (S. suis)

B. DESKRIPSI PERKULIAHAN Mata kuliah ini membahas tentang genetika bakteri, aplikasi diagnostik molekular, Bakteri Streptoccus suis, Spesifik PCR Assay S. suis, Model hewan coba meningitis S. suis, Induksi Meningitis S. suis pada hewan coba

C. TUJUAN INSTRUKSIONAL Mahasiswa mampu menelaah dan memahami tentang Biologi Molekular Meningitis Streptococcus suis (S. suis) setelah mengikuti proses pembelajaran ini

D. STRATEGI PERKULIAHAN Metode pembelajaran pada perkuliahan ini adalah ceramah, diskusi, presentasi, pemecahan masalah. Perkuliahan dilaksanakan di kelas dan materi kuliah serta bahan bacaan diinformasikan pada awal perkuliahan. Mahasiswa diberikan tugas terstruktur dan tugas mandiri untuk menambah pemahaman materi kuliah

E. MATERI KULIAH 1 Genetika Bakteri 2 Aplikasi diagnostik Molekular 3 Bakteri Streptococcus suis 4 PCR Spesifik untuk S. suis 5 Model hewan coba meningitis S. suis 6 Induksi Meningitis S. suis pada hewan coba 7 Skor Klinis dan penilaian luaran hewan coba 8 Pengobatan eksperimental meningitis 9 Manuskrip Epidemiology,clinical sign and microbiology study of meningitis

patients caused by Streptocccus suis infection in Bali, Indonesia 10 Manuskrip Cluster Human infection of Streptoccus suis in Bali, Indonesia.

F. TUGAS 1. Tugas penelusuran melalui teknologi informasi

Mahasiswa diberikan tugas untuk menemukan marker neurospesifik sel glia pada meningitis

2. Tugas paper Mahasiswa diberikan tugas menyusun makalah tentang marker neurospesifik sel glia pada meningitis

G. KRITERIA PENILAIAN/EVALUASI

Penilaian meliputi ujian tulis dan tugas (presentasi dan paper). Pembobotan nilai sebgai berikut: UTS 20 %; UAS 20 %; Tugas-tugas 60 %. Standar Penilaian menggunakan Sistem Penilaian Acuan Patokan (PAP). Hasil evaluasi dikategorikan sebagai berikut:

Page 3: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Angka Mutu (skala 0-10)

Huruf Mutu (skala kualitatif)

85-100 A 70-84 B 55-69 C 40-45 D 0-39 E

H. JADWAL PERKULIAHAN/PENILAIAN

Pertemuan ke-

Pokok Bahasan Sub pokok bahasan Bacaan/Bab

1 Genetika Bakteri 1. Anatomi molekul DNA dan RNA

2. Terminologi 3. Elemen Genetik

dan Perubahannya

4. Mekanisme Transfer Gene

1. Mahon CR, Lehman DC. Manuselis G. 2015. Textbook of Diagnostic Microbiology. 5th edition. Elsevier. Missouri

2 Aplikasi diagnostik Molekular

1. Teknik hibridisasi Asam nukleat

2. Prosedur amplifikasi Asam nukleat

3. Strain typing dan identifikasi

4. Diagnostik molekular

1. Mahon CR, Lehman DC. Manuselis G. 2015. Textbook of Diagnostic Microbiology. 5th edition. Elsevier. Missouri

3 Bakteri Streptococcus suis

1. Penyakit Infeksi emerging

2. Pathogen zoonosis

3. Serotyping dan sequence typing

1. Goyette-Dejardins G, Auger JP, Xu J, Segura M, Gottschalk M. 2014. Streptococcus suis, an important pig pathogen and emerging zoonotic agent- an update on the worldwide distribution based on serotyping and sequence typing. Emerging Microbe and infections; 3, e45; doi:10.1038/emi.2014.45

2. Dutkiewicz J, Sroka J, Zajac V, Wasinski B, Cisak E, Sawczyn A, Kloc A, Wojcik-

Page 4: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Fatla A. 2017. Streptococcus suis: a re-emerging pathogen associated with occupational exposure to pigs or pork products. Part I – Epidemiology. Ann Agric Environ Med; 24(4): 683–695

3. Dutkiewicz J, Zajac V, Sroka J, Wasinski B, Cisak E, Sawczyn A, Kloc A, Wojcik- Fatla A. 2018. Streptococcus suis: a re-emerging pathogen associated with occupational exposure to pigs or pork products. Part II – Pathogenesis. Ann Agric Environ Med; 25(1):186-203.

4 Spesifik PCR Assay untuk S. suis

1. Berdasarkan gen GDH

2. Deteksi faktor virulensi S. suis dengan PCR

1. Okwumabua O, O’Connor M, Shull E. 2003. A polymerase chain reaction (PCR) assay speci¢c for Streptococcus suis based on the gene encoding the glutamate dehydrogenase. FEMS Microbiology Letters ;218: 79-84

2. Rui P, Zhang Z, Ma ZJ, Fang H, Yang WJ, Zhang X, Chen J, Jia QH. 2012. Detection of virulence-associated factors of Streptococcus suis serotype 2 by PCR assay in Hebei, Province of China. African Journal of Microbiology Research; 6(5) : 1061-1064

3. Ishida S, Tien L, Osawa R, Tohya M, Nomoto R, Kawamura Y, Takahashi T, Kikuchi N, Kikuchi K, Sekizaki T. 2014. Development of an appropriate PCR system for the reclassification of Streptococcus suis. Journal of Microbiological Methods; 107: 66-70

Page 5: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

5 Model Hewan Coba Meningitis S. suis

1. Kelinci 2. Mencit 3. Tikus Wistar

1. Brandt CT. 2010. Experimental studies of pneumococcal meningitis. Dan Med Bull,57: B4119

2. Chiavolini D, Pozzi G, Ricci S. 2008. Animal Model of Streptococcus pneumoniae Disease. Clinical Microbiology Reviews, 21 (4); 666-685

6 Induksi Meningitis S.suis pada hewan coba

1. Inhalasi 2. Intraperitoneal 3. Intracerebral

1. Brandt CT. 2010. Experimental studies of pneumococcal meningitis. Dan Med Bull,57: B4119

2. Chiavolini D, Pozzi G, Ricci S. 2008. Animal Model of Streptococcus pneumoniae Disease. Clinical Microbiology Reviews, 21 (4); 666-685

7 Skor klinis,

Motorik dan Penilaian luaran

1. Skor klinis meningitis pada hewan coba

2. Penilaian luaran klinis hewan coba

1. Brandt CT. 2010. Experimental studies of pneumococcal meningitis. Dan Med Bull,57: B4119

2. Chiavolini D, Pozzi G, Ricci S. 2008. Animal Model of Streptococcus pneumoniae Disease. Clinical Microbiology Reviews, 21 (4); 666-685

8. Pengobatan ekserimental hewan coba meningitis

1. Terapi ceftriakson

2. Terapi deksamethason

1. Brandt CT. 2010. Experimental studies of pneumococcal

Page 6: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

meningitis. Dan Med Bull,57: B4119

2. Chiavolini D, Pozzi G, Ricci S. 2008. Animal Model of Streptococcus pneumoniae Disease. Clinical Microbiology Reviews, 21 (4); 666-685

9 Epidemiology, clinical signs and microbiological study of meningitis patients caused by Streptococcus suis infection in Bali, Indonesia

Epidemiology, clinical signs and microbiological study of meningitis patients caused by Streptococcus suis infection in Bali, Indonesia

Manuskrip

10 Cluster human infection of Streptococcus suis in Bali, Indonesia

Cluster human infection of Streptococcus suis in Bali, Indonesia

Manuskrip

Pihak I Dosen Pengampu (Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika)

Pihak II a.n. Mahasiswa yang menempuh Korti (dr. Ni Made Susilawathi, Sp.S(K)

Mengetahui Koordinator PS Doktor Ilmu Kedokteran

Prof. Dr.dr. I Made Jawi, M.Kes NIP:195812311998601 1 006

Page 7: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

SILABUS

Nama Mata Kuliah : Biologi Molekular Meningitis Streptococus suis Semester : III Mata Kuliah Prasyarat : MKDU Nama Dosen:

Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika Standar Kompetensi

11 Pengetahuan dan pemahaman tentang Genetika Bakteri

12 Pengetahuan dan pemahaman tentang Aplikasi diagnostik Molekular

13 Pengetahuan dan pemahaman tentang Bakteri Streptococcus suis

14 Pengetahuan dan pemahaman tentang PCR Spesifik untuk S. suis

15 Pengetahuan dan pemahaman tentang Model hewan coba meningitis S. suis

16 Pengetahuan dan pemahaman tentang Induksi Meningitis S. suis pada hewan

coba

17 Pengetahuan dan pemahaman tentang Skor Klinis dan penilaian luaran hewan

coba

18 Pengetahuan dan pemahaman tentang Pengobatan eksperimental meningitis

19 Pembuatan manuskrip Epidemiology,clinical sign and microbiology study of

meningitis patients caused by Streptocccus suis infection in Bali, Indonesia

20 Pembuatan manuskrip Cluster Human infection of Streptoccus suis in Bali,

Indonesia

Page 8: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

No

Kompetensi Dasar

Materi Pokok Pengalaman Belajar

Indikator Pencapaian

Penilaian Alokasi Waktu

Sumber /Bahan/ Alat T U

K US

TM

P L

1 Genetika Bakteri

5. Anatomi molekul DNA dan RNA

6. Terminologi 7. Elemen

Genetik dan Perubahannya

1. Mekanisme Transfer Gene

Memperdalam, mediskusikan materi

Membuat referat dari beberapa junral terkait

√ √ √ 50 50

50

Artikel/ review jurnal Presentasi ppt

2 Aplikasi diagnostik Molekular

1. Teknik hibridisasi Asam nukleat

2. Prosedur amplifikasi Asam nukleat

3. Strain typing dan identifikasi

4. Diagnostik molekular

Memperdalam, mediskusikan materi

Membuat referat dari beberapa junral terkait

√ √ √ 50 50

50

Artikel/ review jurnal Presentasi ppt

3 Bakteri Streptococcus suis

4. Penyakit Infeksi emerging

5. Pathogen zoonosis

6. Serotyping dan sequence typing

Memperdalam, mediskusikan materi

Membuat referat dari beberapa junral terkait

√ √ √ 50 50

50

Artikel/ review jurnal Presentasi ppt

4 PCR spesifik untuk S.suis

3. Berdasarkan gen GDH

4. Deteksi faktor virulensi S. suis dengan PCR

Memperdalam, mediskusikan materi

Membuat referat dari beberapa junral terkait

√ √ √ 50 50

50

Artikel/ review jurnal Presentasi ppt

5 Model Hewan Coba Meningitis S. suis

1. Kelinci 2. Mencit 3. Tikus

Wistar

Memperdalam, mediskusikan materi

Membuat referat dari beberapa junral terkait

√ √ √ 50 50

50

Artikel/ review jurnal Presentasi ppt

Page 9: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

6 Induksi Meningitis S.suis pada hewan coba

4. Inhalasi 5. Intraperitone

a 6. Intracerebral

Memperdalam, mediskusikan materi

Membuat referat dari beberapa junral terkait

√ √ √ 50 50

50

Artikel/ review jurnal Presentasi ppt

7 Skor klinis, Motorik dan Penilaian luaran

1. Skor klinis meningitis pada hewan coba

2. Penilaian luaran klinis hewan coba

Memperdalam, mediskusikan materi

Membuat referat dari beberapa junral terkait

√ √ √ 50 50

50

Artikel/ review jurnal Presentasi ppt

8 Pengobatan ekserimental hewan coba meningitis

1. Terapi ceftriakson

2. Terapi deksamethason

Memperdalam, mediskusikan materi

Membuat referat dari beberapa junral terkait

√ √ √ 50 50

50

Artikel/ review jurnal Presentasi ppt

9 Epidemiology, clinical signs and microbiological study of meningitis patients caused by Streptococcus suis infection in Bali, Indonesia

1. Epidemiology, clinical signs and microbiological study of meningitis patients caused by Streptococcus suis infection in Bali, Indonesia

Memperdalam, mediskusikan materi

Membuat referat dari beberapa junral terkait

√ √ √ 50 50

50

Artikel/ review jurnal Presentasi ppt

10 Cluster human infection of Streptococcus suis in Bali, Indonesia

1. Cluster human infection of Streptococcus suis in Bali, Indonesia

Memperdalam, mediskusikan materi

Membuat referat dari beberapa junral terkait

√ √ √ 50 50

50

Artikel/ review jurnal Presentasi ppt

Keterangan: T: tertulis, UK: unjuk kerja, US: unjuk sikap, TM: tatap muka, P: praktikum, L: Latihan

Page 10: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Pustaka: Coimbra R, Voisin V, Saizieu A, Lindberg R, Wittwer M, Leppert D, Leib S. 2006. Gene expression in cortex and hippocampus during acute pneumococcal meningitis. BMC Biology; 4:15. Dominguez-Punaro M., Segura M., Plante M., Lacouture S., RIvest S., Gottschalk M. 2007. Streptococcus suis Serotype 2, an Important Swine and Human Pathogen, Induces Strong Systemic and Cerebral Inflamatory Response in a Mouse Model of Infection. J. Immunol, 179:1842-1854. Dutkiewicz J, Sroka J, Zajac V, Wasinski B, Cisak E, Sawczyn A, Kloc A, Wojcik-Fatla A. 2017. Streptococcus suis: a re-emerging pathogen associated with occupational exposure to pigs or pork products. Part I – Epidemiology. Ann Agric Environ Med; 24(4): 683–695. Dutkiewicz J, Zajac V, Sroka J, Wasinski B, Cisak E, Sawczyn A, Kloc A, Wojcik-Fatla A. 2018. Streptococcus suis: a re-emerging pathogen associated with occupational exposure to pigs or pork products. Part II – Pathogenesis. Ann Agric Environ Med; 25(1):186-203. Goyette-Desjardins G, Auger JP, Xu J, Segura M, Gottschalk M. 2014. Streptococcus susi, an important pig pathogen and emerging zoonotic agent-unpdate on the worldwide distribution based on serotyping and sequence typing. Emerging Microbe and Infections,3,e45;doi:10.1038/emi.2014. Ishida S, Thuy Tien L.H., Osawa R, Tohya M, Nomoto R, Kawamura Y, Takahashi T, Kikuchi N, Kikuchi K, Sekizaki T. 2014. Development of an appropriate PCR system for the reclassification of Streptococcus suis. Journal of Microbiological Methods 107:66-70. Lill M, Somets U, Schalkwyk L, Fernandes C, Lutsar I, Tab P. 2013. Pheripheral bool RNA gen expression profiling in patients bacterial meningitis. Frontiers in Neuroscience; 7(33):1-14. Marois C, Bougeard S, Gottschalk M, Kobisch M. 2004. Multiplex PCR Assay for Detection of Streptococcus suis Species and Serotypes 2 and 1/2 in Tonsils of Live and Dead Pigs. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY; 42(7): 3169-3175 Nutravong T, Angkititrakul S, Panomai N, Jiwakanon N, Wongchanthong W, Dejsirilert S, Nawa Y. Identification of Major Streptococcus suis Serotype 2,7,8 and 9 Isolated from Pigs and Humans in Upper Northeastern Thailand, Southeast Asian J Trop Med Public Health, 2014. 45(5): p. 1173-1181 Okwumabua O, O’connor M, Shull E. 2003. A polymerase chain reaction (PCR) assay specific for Streptococcus suis based on the gene encoding the glutamate dehydrogenase. FEMS Microbiology Letters,218: 79-84. Paul R, Koedel U, Pfister H. 2003. Using Knockout Mice to Study Experimental Meningitis. Archivum Immunologiae et Therapiae Experimentalis; 51:315-326. Rui P, Zhang Z, Ma Z, Fang H, Yang W, Zhang X, Chen J, Jia Q. 2012. Detection of virulence-associated factors of Streptococcus suis serotype 2 by PCR assay in Hebei, Province of China. African Journal of Microbiology Reasearch; 6(5): 1061-1064. Silva LMG, Baums CG, Rehm T, Wisselink HJ, Goethe R, Weigand PV. 2006. Virulence-associated profiling of Streptococcus suis isolates by PCR. Veterinary Microbiology; 115:117-127.

Page 11: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Smith HE, Veenbergen V, Velde J, Damman M, Wisselink H, Smits M. 1999. The cps gene of Streptococcus suis Serotype 1, 2, and 9: Development of Rapid Serotype-Specific PCR Assays Wertheim HF, Nghia HD, Taylor W, Schultsz C. Streptococcus suis: an emerging human pathogen. Clin Infect Dis. 2009; 48:617-625.

Denpasar, Dosen Pengampu Mata Kuliah

Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Page 12: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

1 MATA KULIAH Biologi Molekular Meningitis Streptococcus suis 2 KODE MATA KULIAH - 3 WAKTU PERTEMUAN 60 menit 4 PERTEMUAN KE- 1 5 INDIKATOR PENCAPAIAN Mahasiswa mampu memahami, menelaah dan

merangkum tentang Genetika Bakteri 6 MATERI POKOK Genetika Bakteri 7 SUB POKOK BAHASAN 1. Anatomi molekul DNA dan RNA

2. Terminologi 3. Elemen Genetik dan Perubahannya 4. Mekanisme Transfer Gene

STRATEGI PEMBELAJARAN

TAHAPAN KEGIATAN

DOSEN KEGIATAN

MAHASISWA MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN

(1) (2) (3) (4) Pembukaan Memberikan

ulasan umum isi mata kuliah

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

SAP, Silabus, Rencana dan jadwal perkuliahan, buku ajar, diktat, tugas terstruktur, slide presentasi

Penyajian Mengulas tentang genetika bakteri

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

idem

Penutup Merangkum uraian tentang genetika bakteri

Menyimak, mengajukan pertanyaan dan pendapat dalam diskusi, merangkum dan melaporkan kegiatan selama kuliah

idem

Evaluasi Ujian tulis, lisan, penelaian/ evaluasi terhadap proses pembelajaran dan unjuk sikap

Referensi 1. Mahon CR, Lehman DC. Manuselis G. 2015. Textbook of Diagnostic Microbiology. 5th edition. Elsevier. Missouri

Dosen: Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Page 13: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

1 MATA KULIAH Biologi Molekular Meningitis Streptococcus suis 2 KODE MATA KULIAH - 3 WAKTU PERTEMUAN 60 menit 4 PERTEMUAN KE- 2 5 INDIKATOR PENCAPAIAN Mahasiswa mampu memahami, menelaah dan

merangkum tentang Aplikasi diagnostik Molekular

6 MATERI POKOK Aplikasi diagnostik Molekular 7 SUB POKOK BAHASAN 5. Teknik hibridisasi Asam nukleat

6. Prosedur amplifikasi Asam nukleat 7. Strain typing dan identifikasi 8. Diagnostik molekular

STRATEGI PEMBELAJARAN

TAHAPAN KEGIATAN

DOSEN KEGIATAN

MAHASISWA MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN

(1) (2) (3) (4) Pembukaan Memberikan

ulasan umum isi mata kuliah

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

SAP, Silabus, Rencana dan jadwal perkuliahan, buku ajar, diktat, tugas terstruktur, slide presentasi

Penyajian Mengulas tentang Aplikasi diagnostik Molekular

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

idem

Penutup Merangkum uraian tentang Aplikasi diagnostik Molekular

Menyimak, mengajukan pertanyaan dan pendapat dalam diskusi, merangkum dan melaporkan kegiatan selama kuliah

idem

Evaluasi Ujian tulis, lisan, penelaian/ evaluasi terhadap proses pembelajaran dan unjuk sikap

Referensi 2. Mahon CR, Lehman DC. Manuselis G. 2015. Textbook of Diagnostic Microbiology. 5th edition. Elsevier. Missouri

Dosen: Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Page 14: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

1 MATA KULIAH Biologi Molekular Meningitis Streptococcus suis 2 KODE MATA KULIAH - 3 WAKTU PERTEMUAN 60 menit 4 PERTEMUAN KE- 3 5 INDIKATOR PENCAPAIAN Mahasiswa mampu memahami, menelaah dan

merangkum tentang Bakteri Streptococcus suis 6 MATERI POKOK Bakteri Streptococcus suis 7 SUB POKOK BAHASAN 9. Penyakit Infeksi emerging

10. Pathogen zoonosis 11. Serotyping dan sequence typing

STRATEGI PEMBELAJARAN

TAHAPAN KEGIATAN DOSEN

KEGIATAN MAHASISWA

MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN

(1) (2) (3) (4) Pembukaan Memberikan

ulasan umum isi mata kuliah

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

SAP, Silabus, Rencana dan jadwal perkuliahan, buku ajar, diktat, tugas terstruktur, slide presentasi

Penyajian Mengulas tentang Bakteri Streptococcus suis

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

idem

Penutup Merangkum uraian tentang Bakteri Streptococcus suis

Menyimak, mengajukan pertanyaan dan pendapat dalam diskusi, merangkum dan melaporkan kegiatan selama kuliah

idem

Evaluasi Ujian tulis, lisan, penelaian/ evaluasi terhadap proses pembelajaran dan unjuk sikap

Referensi 3. Goyette-Dejardins G, Auger JP, Xu J, Segura M, Gottschalk M. 2014. Streptococcus suis, an important pig pathogen and emerging zoonotic agent- an update on the worldwide distribution based on serotyping and sequence typing. Emerging Microbe and infections; 3, e45; doi:10.1038/emi.2014.45

4. Dutkiewicz J, Sroka J, Zajac V, Wasinski B, Cisak E, Sawczyn A, Kloc A, Wojcik-Fatla A. 2017. Streptococcus suis: a re-emerging pathogen associated with occupational exposure Part I – Epidemiology. Ann Agric Environ Med; 24(4): 683–695

5. Dutkiewicz J, Zajac V, Sroka J, Wasinski B, Cisak E, Sawczyn A, Kloc A, Wojcik-Fatla A. 2018. Streptococcus suis: a re-emerging pathogen associated with occupational exposure to pigs or pork products. Part II – Pathogenesis. Ann Agric Environ Med; 25(1):186-203

Dosen: Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Page 15: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

1 MATA KULIAH Biologi Molekular Meningitis Streptococcus 2 KODE MATA KULIAH - 3 WAKTU PERTEMUAN 60 menit 4 PERTEMUAN KE- 4 5 INDIKATOR PENCAPAIAN Mahasiswa mampu memahami, menelaah dan

merangkum tentang Spesifik PCR Assay untuk S. suis

6 MATERI POKOK Spesifik PCR Assay untuk S. suis 7 SUB POKOK BAHASAN 12. Berdasarkan gen GDH

13. Deteksi faktor virulensi S. suis dengan PCR

STRATEGI PEMBELAJARAN

TAHAPAN KEGIATAN DOSEN

KEGIATAN MAHASISWA

MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN

(1) (2) (3) (4) Pembukaan Memberikan ulasan

umum isi mata kuliah

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

SAP, Silabus, Rencana dan jadwal perkuliahan, buku ajar, diktat, tugas terstruktur, slide presentasi

Penyajian Mengulas tentang Spesifik PCR Assay untuk S. suis

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

idem

Penutup Merangkum uraian tentang Spesifik PCR Assay untuk S. suis

Menyimak, mengajukan pertanyaan dan pendapat dalam diskusi, merangkum dan melaporkan kegiatan selama kuliah

idem

Evaluasi Ujian tulis, lisan, penelaian/ evaluasi terhadap proses pembelajaran dan unjuk sikap

Referensi 4. Okwumabua O, O’Connor M, Shull E. 2003. A polymerase chain reaction (PCR) assay speci¢c for Streptococcus suis based on the gene encoding the glutamate dehydrogenase. FEMS Microbiology Letters ;218: 79-84

5. Rui P, Zhang Z, Ma ZJ, Fang H, Yang WJ, Zhang X, Chen J, Jia QH. 2012. Detection of virulence-associated factors of Streptococcus suis serotype 2 by PCR assay in Hebei, Province of China. African Journal of Microbiology Research; 6(5) : 1061-1064 Ishida S, Tien L, Osawa R, Tohya M, Nomoto R, Kawamura Y, Takahashi T, Kikuchi N, Kikuchi K, Sekizaki T. 2014. Development of an appropriate PCR system for the reclassification of Streptococcus suis. Journal of Microbiological Methods; 107: 66-70

6. Ishida S, Tien L, Osawa R, Tohya M, Nomoto R, Kawamura Y, Takahashi T, Kikuchi N, Kikuchi K, Sekizaki T. 2014. Development of an appropriate PCR system for the reclassification of Streptococcus suis. Journal of Microbiological Methods; 107: 66-70

Dosen: Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Page 16: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

1 MATA KULIAH Biologi Molekular Meningitis Streptococcus suis 2 KODE MATA KULIAH - 3 WAKTU PERTEMUAN 60 menit 4 PERTEMUAN KE- 5 5 INDIKATOR PENCAPAIAN Mahasiswa mampu memahami, menelaah dan

merangkum tentang Model Hewan Coba Meningitis S. suis

6 MATERI POKOK Model Hewan Coba Meningitis S. suis 7 SUB POKOK BAHASAN 14. Kelinci

15. Tikus 16. Mencit

STRATEGI PEMBELAJARAN

TAHAPAN KEGIATAN DOSEN

KEGIATAN MAHASISWA

MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN

(1) (2) (3) (4) Pembukaan Memberikan

ulasan umum isi mata kuliah

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

SAP, Silabus, Rencana dan jadwal perkuliahan, buku ajar, diktat, tugas terstruktur, slide presentasi

Penyajian Mengulas tentang Model Hewan Coba Meningitis S. suis

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

idem

Penutup Merangkum uraian tentang Model Hewan Coba Meningitis S. suis

Menyimak, mengajukan pertanyaan dan pendapat dalam diskusi, merangkum dan melaporkan kegiatan selama kuliah

idem

Evaluasi Ujian tulis, lisan, penelaian/ evaluasi terhadap proses pembelajaran dan unjuk sikap

Referensi 7. Brandt CT. 2010. Experimental studies of pneumococcal meningitis. Dan Med Bull,57: B4119

8. Chiavolini D, Pozzi G, Ricci S. 2008. Animal Model of Streptococcus pneumoniae Disease. Clinical Microbiology Reviews, 21 (4); 666-685

Dosen: Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Page 17: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

1 MATA KULIAH Biologi Molekular Meningitis Streptococcus suis 2 KODE MATA KULIAH - 3 WAKTU PERTEMUAN 60 menit 4 PERTEMUAN KE- 6 5 INDIKATOR PENCAPAIAN Mahasiswa mampu memahami, menelaah dan

merangkum tentang Induksi Meningitis S.suis pada hewan coba

6 MATERI POKOK Induksi Meningitis S.suis pada hewan coba 7 SUB POKOK BAHASAN 17. Inhalasi

18. Intraperitoneal 19. Intraserebral

STRATEGI PEMBELAJARAN

TAHAPAN KEGIATAN DOSEN

KEGIATAN MAHASISWA

MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN

(1) (2) (3) (4) Pembukaan Memberikan

ulasan umum isi mata kuliah

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

SAP, Silabus, Rencana dan jadwal perkuliahan, buku ajar, diktat, tugas terstruktur, slide presentasi

Penyajian Mengulas tentang Induksi Meningitis S.suis pada hewan coba

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

idem

Penutup Merangkum uraian tentang Induksi Meningitis S.suis pada hewan coba

Menyimak, mengajukan pertanyaan dan pendapat dalam diskusi, merangkum dan melaporkan kegiatan selama kuliah

idem

Evaluasi Ujian tulis, lisan, penelaian/ evaluasi terhadap proses pembelajaran dan unjuk sikap

Referensi 9. Brandt CT. 2010. Experimental studies of pneumococcal meningitis. Dan Med Bull,57: B4119

10. Chiavolini D, Pozzi G, Ricci S. 2008. Animal Model of Streptococcus pneumoniae Disease. Clinical Microbiology Reviews, 21 (4); 666-685

Dosen: Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Page 18: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

1 MATA KULIAH Biologi Molekular Meningitis Streptococcus suis 2 KODE MATA KULIAH - 3 WAKTU PERTEMUAN 60 menit 4 PERTEMUAN KE- 7 5 INDIKATOR PENCAPAIAN Mahasiswa mampu memahami, menelaah dan

merangkum tentang Skor klinis, Motorik dan Penilaian luaran Hewan coba

6 MATERI POKOK Skor klinis, Motorik dan Penilaian luaran hewan coba 7 SUB POKOK BAHASAN 20. Skor klinis

21. Penilaian luaran hewan coba

STRATEGI PEMBELAJARAN

TAHAPAN KEGIATAN

DOSEN KEGIATAN

MAHASISWA MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN

(1) (2) (3) (4) Pembukaan Memberikan

ulasan umum isi mata kuliah

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

SAP, Silabus, Rencana dan jadwal perkuliahan, buku ajar, diktat, tugas terstruktur, slide presentasi

Penyajian Mengulas tentang Skor klinis, Motorik dan Penilaian luaran hewan coba

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

idem

Penutup Merangkum uraian tentang Skor klinis, Motorik dan Penilaian luaran hewan coba

Menyimak, mengajukan pertanyaan dan pendapat dalam diskusi, merangkum dan melaporkan kegiatan selama kuliah

idem

Evaluasi Ujian tulis, lisan, penelaian/ evaluasi terhadap proses pembelajaran dan unjuk sikap

Referensi 11. Brandt CT. 2010. Experimental studies of pneumococcal meningitis. Dan Med Bull,57: B4119

12. Chiavolini D, Pozzi G, Ricci S. 2008. Animal Model of Streptococcus pneumoniae Disease. Clinical Microbiology Reviews, 21 (4); 666-685

Dosen: Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Page 19: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

1 MATA KULIAH Biologi Molekular Meningitis Streptococcus suis 2 KODE MATA KULIAH - 3 WAKTU PERTEMUAN 60 menit 4 PERTEMUAN KE- 8 5 INDIKATOR PENCAPAIAN Mahasiswa mampu memahami, menelaah dan

merangkum tentang Pengobatan ekserimental hewan coba meningitis

6 MATERI POKOK Pengobatan ekserimental hewan coba meningitis 7 SUB POKOK BAHASAN 22. Terapi ceftriakson

23. Terapi deksametason

STRATEGI PEMBELAJARAN

TAHAPAN KEGIATAN DOSEN

KEGIATAN MAHASISWA

MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN

(1) (2) (3) (4) Pembukaan Memberikan

ulasan umum isi mata kuliah

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

SAP, Silabus, Rencana dan jadwal perkuliahan, buku ajar, diktat, tugas terstruktur, slide presentasi

Penyajian Mengulas tentang Pengobatan ekserimental hewan coba meningitis

Melihat, medengarkan penjelasan serta mencatat

idem

Penutup Merangkum uraian tentang Pengobatan ekserimental hewan coba meningitis

Menyimak, mengajukan pertanyaan dan pendapat dalam diskusi, merangkum dan melaporkan kegiatan selama kuliah

idem

Evaluasi Ujian tulis, lisan, penelaian/ evaluasi terhadap proses pembelajaran dan unjuk sikap

Referensi 13. Brandt CT. 2010. Experimental studies of pneumococcal meningitis. Dan Med Bull,57: B4119

14. Chiavolini D, Pozzi G, Ricci S. 2008. Animal Model of Streptococcus pneumoniae Disease. Clinical Microbiology Reviews, 21 (4); 666-685Ishida S, Tien L, Osawa R, Tohya M, Nomoto R, Kawamura Y, Takahashi T, Kikuchi N, Kikuchi K, Sekizaki T. 2014. Development of an appropriate PCR system for the reclassification of Streptococcus suis. Journal of Microbiological Methods; 107: 66-70

Dosen: Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika

Page 20: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

MATERI

Biologi Molekular Meningitis Streptococcus suis

Ni Made Susilawathi

Pendahuluan

Streptococcus suis (S. suis) merupakan patogen penting yang menimbulkan

kerugian ekonomi pada peternakan babi. S. suis sebagai bakteri zoonosis menyebabkan

infeksi yang berat pada manusia akibat kontak langsung dengan babi atau produk olahan

yang terinfeksi. Infeksi S. suis pada manusia telah terjadi sejak 45 tahun yang lalu dan

kejadiannya semakin meningkat dewasa ini (Goyette-Desjardins et al., 2014).

Diagnosis infeksi S. suis secara rutin berdasarkan hasil kultur dan serotyping,

namun memerlukan banyak tenaga kerja dan waktu dengan hasil yang tidak konsisten,

sehingga diperlukan metode yang cepat dan lebih akurat dalam deteksi S. suis. Teknik

polymerase chain reaction (PCR) telah dikembangkan untuk S.suis dengan target gen

yang spesifik (Okwumabua et al., 2003). Perkembangan teknik molekular dengan PCR

dengan target gen 16S rRNA atau gen cps serotipe spesifik meningkatkan sensitivitas dan

spesifisitas identifikasi S. suis pada cairan serebrospinalis (CSS), darah dan spesimen

klinis lainnya (Dutkiewicz et al. 2017).

Identifikasi S. suis dengan Metode PCR

Pengembangan metode diagnosis dan vaksin S. suis sering mengalami kendala

karena bakteri ini memiliki variasi genetik yang sangat luas (Okwumabua et al., 2003).

Teknik bakteriologi rutin digunakan untuk mendeteksi S. suis disertai pengembangan

teknik PCR. Teknik PCR monopleks dikembangkan mendeteksi serotipe S. suis

berdasarkan urutan gen kapsul spesifik kemudian metode ini berubah menjadi PCR

multipleks (Marois et al., 2004). Metode identifikasi S. suis dengan teknik PCR dilakukan

dengan menggunakan primer 16s RNA (Marois et al., 2004), gen GDH (Okwumabua et

al., 2003) dan gen recN (Ishida et al., 2014).

Metode identifikasi S. suis dengan teknik hibridisasi in situ dengan target gen 16s

rRNA diperkenalkan pada tahun 2000 oleh Boye et al. dan dikembangkan dengan

sekuens primer sesuai Marois et al. (tabel 1) dengan penghasilkan produk PCR sebesar

294 pasang basa (bp). Identifikasi S. suis dengan target gen GDH dimulai pada saat

Page 21: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Okwumabua et al. berhasil mengkloning gen glutamate dehydrogenase (GDH) S. suis

stipe 2 yang relatif stabil seperti gen GDH bakteri lainnya. Target pada gen GDH biasanya

digunakan untuk mendiagnosis berbagai infeksi bakteri karena relatif stabil dan tingkat

mutasi yang rendah. Gen GDH S. suis ditemukan pada seluruh tipe kapsul S. suis pada

berbagai lokasi geografis. Primer yang berasal dari gen yang spesies spesifik memiliki

sifat diagnostik yang penting. Primer yang digunakan untuk gen GDH sesuai tabel 1yang

menghasilkan menghasilkan fragmen ampifikasi sebesar 688 bp (Okwumabua et al.,

2003). Identifikasi S. suis berdasarkan 16s rRNA dan gen GDH tidak dapat mendeteksi

35 serotipe S. suis sehingga dikembangkan metode PCR dengan menggunakan gen recN

yang memiliki nilai divergensi yang lebih tinggi pada tingkat subsepsies. Primer untuk

gen recN dapat dilihat pada tabel 1 (Ishida et al., 2014).

Tabel 1. Sekuens Primer untuk identifikasi S. suis (Marois et.al., 2004;

Okwunaba et al., 2003; Ishida et al., 2014)

Target gen

Primer Sequence (5’ - 3’) Produk PCR (bp)

16S rRNA

16S-195 (s) 16S-489 (as)

CAGTATTTACCGCATGGTAGATAT 294 GTAAGATACCGTCAAGTGAGAA

gdh JP4 JP5

GCAGCGTATTCTGTCAAACG 688 CCATGGACAGATAAAGATGG

recN SSrecN-F SSrecN-R

CTACAAACAGCTCTCTTCT 336 ACAACAGCCAATTCATGGCGTGATT

Identifikasi tipe kapsul menggunakan primer seperti tabel 2 (Silva et al. 2006;

Nutravong et al., 2014). S. suis adalah bakteri berkapsul dengan komponen polisakarida

(CPS) memiliki peranan yang penting (Dutkiewicz et al., 2018). Biositesis komponen

CPS menggunakan jalur yang kompleks dengan keterlibatan beberapa gen (Smith et al.

1999).

Tabel. 2 Sekuens Primer Kapsul S.suis (Silva et al., 2006; Nutravong et al., 2014)

Primer Sequence (5’ - 3’) Amplicon size (bp)

cps1J (s) cps1J (as)

GGCGGTCTAGCAGATGCTCG 675 GCGAACTGTTAGCCATGAC

cps2J (s) cps2J (as)

GTTGAGTCCTTATACACCTGTT 459 CAGAAAATTCATATTGTCCACC

cps5N(s) cps5N (as)

TGATGGCGGAGTTTGGGTCGC 166 CGTAACAACCGCCCCAGCCG

cps7H (s) AGCTCTAACACGAAATAAGGC 251

Page 22: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

cps 7H (as) GTCAAACACCCTGGATAGCCG cps8H (s) cps8H (as)

ATGGGCGTTGGCGGGAGTTT 320 TTACGGCCCCCATCACGCTG

cps9H (s) cps9H (as)

GGCTACATATAATGGAAGCCC 390 CCGAAGTATCTGGGCTACTG

cps16K (s) cps16K (as)

TGGAGGAGCATCTACAGCTCGGAAT 202 TTTGTTTGCTGGAATCTCAGGCACC

Patogenesis S.suis serotipe 2 berhubungan faktor virulensi yang dimiliki.

Beberapa faktor virulensi telah diidentifikasi seperti glutamate dehydrogenase (gdh),

extracellular factor (ef), capsular polysaccharide (cps), murimidase- released protein

(mrp) dan suilysin (sly). Faktor virulensi sly, ef dan mrp memiliki peranan penting dalam

infeksi S. suis (Rui et al., 2012). EF berukuran 110 kDa dan MRP 136 kDa diekspresikann

oleh berbagai strain S. suis yang virulen sedangkan suilysin merupakan thiol-activated

hemolysin memiiki sifat sitotoksik dan memiliki kemampuan untuk menembus jaringan

yang lebih dalam (Silva et al., 2006).

Rui et al. melaporkan strain S. suis serotipe 2 yang sangat patogenik memiliki

enam faktor virulensi yaitu cps2+/ gdh+/ef+/ mrp+/ sly+/ orf2+. mrp dan ef yang lebih

terdeteksi pada strain S. suis yang virulen sehingga sering dipakai sebagai petanda

patogenesitas yang tinggi pada S. suis serotipe 2. Primer yang digunakan pada penelitian

ini dengan gen target sesuai gambar 1 (Rui et al., 2012).

Tabel 3. Primer PCR untuk target gen faktor virulensi S. suis (Rui et.al., 2012).

Teknik PCR multipleks dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi S. suis lebih cepat dan

Page 23: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

akurat dibandingkan teknik molekular lainnya (Okwumabua et al., 2003; Silva et al.,

2006).

Metode Serotyping S. suis

Serotyping merupakan identifikasi rutin yang dikerjakan untuk menentukan strain

S. suis. S. suis memiliki 35 serotipe berdasarkan atas antigenisiti dari komponen kapsular

polisakaridase (CPS). Analisa sekuensing pada gen 16S rRNA dan cpsJ menunjukkan

adanya variasi genetik S. suis yang tinggi (Goyette-Desjardins et al., 2014).

Metode serotyping dapat dikerjakan dengan dengan dua cara yaitu: metode

serologi dan PCR. Metode serologi menggunakan uji koagulasi, presipitasi kapiler atau

dengan reaksi kapiler Neufeld dengan antisera referensi. Penggunaan metode ini sering

mengalami reaksi silang (Goyette-Desjardins et al., 2014). Metode serologi yang

berkembang dewasa ini untuk mendiagnosis infeksi S.suis berupa metode

immunocapture, teknik flouresecent antibody dan purified capsular polysaccharide

antigen-based indirect ELISA (Dutkiewicz et al. 2017).

Teknik PCR untuk serotyping menggunakan gen cps serotipe spesifik lebih

menjanjikan dalam kemudahan pengembangan dan efektifitas (Goyette-Desjardins et al.,

2014). Sudi yang dikerjakan Wertheim et al. menggunakan PCR dengan target gen cps2J

S. suis serotipe 2 meningkatkan diagnosis kasus S. suis di Asia (Dutkiewicz et al. 2017;

Wertheim et.al., 2009).

Ekspresi Gen pada Meningitis Bakteri

Studi eksperimental meningitis bakteri pada hewan coba telah memberikan

wawasan baru dalam patofisiologi meningitis. Adanya tikus rekayasa genetika

memungkinkan penelitian tentang peranan gen tertentu terhadap patofisiologi meningitis

(Paul et al., 2003).

Invasi bakteri ke dalam CSS akan menginduksi dengan cepat respon inflamasi

yang dimediasi oleh sistem imun alamiah. Sel mikroglia dan astrosit meniliki reseptor

yang mampu mengenal pola antigen yang dikenal dengan istilah pattern-recognition

receptors (PRR) sedangkan pola amtigennya disebut PAMPs (pathogen-associated

molecular patterns). PRR untuk bakteri gram positif adalah TLR2 sedangkan TLR4

untuk bakteri gram negatif. Aktivasi TLR2 dan TLR4 merupakan langkah awal respon

Page 24: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

imun pada meningitis bakteri yang akan memicu kaskade inflamasi oleh sitokin (Lill et

al., 2013; Paul et al., 2003).

Aktivasi respon imun pada meningitis bakteri terjadi pada tingkat traskriptom

dengan peningkatan ekspresi gen berasal dari kelompok sel mast yang menunjukkan

adanya hiperaktivasi dari sistem imun. Peningkatan aktivasi gen terjadi pada jalur

presentasi antigen, pensinyalan sel, respon imun selular dan respon imun humoral (Lill et

al., 2013).

Gambar 1. Target gen pada Eksperimental Meningitis (Paul et al., 2003)

Meningitis bakteri sering menimbulkan kecacatan neurologi akibat dari kerusakan

otak (gambar 2) yang terjadi termasuk nekrosis neuronal pada korteks serebri dan

apoptosis neuronal pada hipokampus. Kerusakan otak pada meningitis bakteri akibat

interaksi bakteri dan sel host. Produk bakteri pada CSS memicu respons inflamasi di

ruang subaranoid dengan menginduksi produksi dan pelepasan sitokin inflamasi,

kemokin, dan mediator inflamasi serta meningkatkan molekul adhesi dalam sel endotel

pembuluh darah otak d rekrutmen granulosit ke dalam CSS. Regulasi gen pada meningitis

bakteri secara umum meningkat pada gen yang berhubungan dengan neuroplastisiti,

sinyal tranduksi, kematian sel, sitoskeleton, respon imun alamiah dan adaptif dan

menurun pada gen yang berhubungan dengan neurotransmisi dan metabolism lipid

(Coimbra et al., 2006).

Page 25: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Gambar 2. Mekanisme Kerusakan Otak pada Experimental Meningitis (Paul et

al., 2003)

Studi eksperimental meningitis S.suis pada mencit menghasilkan peningkatan ekspresi

berbagai gen proinflamasi antara lain TLR-2, CD14, IkBα, IL-1β, TNF-α dan MCP-1.

Peningkatan ekspresi gen ini lebih banyak dihubungkan dengan aktivasi mikroglia

dibandingkan astrosit. Mikroglia merupakan sel makrofag residen otak yang berperanan

dalam pertahanan awal melawan patogen dan memiliki fungsi sebagai efektor

proinflamasi (Dominguez- Punaro et.al., 2007).

Daftar Pustaka

Coimbra R, Voisin V, Saizieu A, Lindberg R, Wittwer M, Leppert D, Leib S. 2006. Gene expression in cortex and hippocampus during acute pneumococcal meningitis. BMC Biology; 4:15. Dominguez-Punaro M., Segura M., Plante M., Lacouture S., RIvest S., Gottschalk M. 2007. Streptococcus suis Serotype 2, an Important Swine and Human Pathogen, Induces Strong Systemic and Cerebral Inflamatory Response in a Mouse Model of Infection. J. Immunol, 179:1842-1854.

Page 26: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Dutkiewicz J, Sroka J, Zajac V, Wasinski B, Cisak E, Sawczyn A, Kloc A, Wojcik-Fatla A. 2017. Streptococcus suis: a re-emerging pathogen associated with occupational exposure to pigs or pork products. Part I – Epidemiology. Ann Agric Environ Med; 24(4): 683–695. Dutkiewicz J, Zajac V, Sroka J, Wasinski B, Cisak E, Sawczyn A, Kloc A, Wojcik-Fatla A. 2018. Streptococcus suis: a re-emerging pathogen associated with occupational exposure to pigs or pork products. Part II – Pathogenesis. Ann Agric Environ Med; 25(1):186-203. Goyette-Desjardins G, Auger JP, Xu J, Segura M, Gottschalk M. 2014. Streptococcus susi, an important pig pathogen and emerging zoonotic agent-unpdate on the worldwide distribution based on serotyping and sequence typing. Emerging Microbe and Infections,3,e45;doi:10.1038/emi.2014. Ishida S, Thuy Tien L.H., Osawa R, Tohya M, Nomoto R, Kawamura Y, Takahashi T, Kikuchi N, Kikuchi K, Sekizaki T. 2014. Development of an appropriate PCR system for the reclassification of Streptococcus suis. Journal of Microbiological Methods 107:66-70. Lill M, SOomets U, Schalkwyk L, Fernandes C, Lutsar I, Tab P. 2013. Pheripheral bool RNA gen expression profiling in patients bacterial meningitis. Frontiers in Neuroscience; 7(33):1-14. Marois C, Bougeard S, Gottschalk M, Kobisch M. 2004. Multiplex PCR Assay for Detection of Streptococcus suis Species and Serotypes 2 and 1/2 in Tonsils of Live and Dead Pigs. JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY; 42(7): 3169-3175 Nutravong T, Angkititrakul S, Panomai N, Jiwakanon N, Wongchanthong W, Dejsirilert S, Nawa Y. Identification of Major Streptococcus suis Serotype 2,7,8 and 9 Isolated from Pigs and Humans in Upper Northeastern Thailand, Southeast Asian J Trop Med Public Health, 2014. 45(5): p. 1173-1181 Okwumabua O, O’connor M, Shull E. 2003. A polymerase chain reaction (PCR) assay specific for Streptococcus suis based on the gene encoding the glutamate dehydrogenase. FEMS Microbiology Letters,218: 79-84. Paul R, Koedel U, Pfister H. 2003. Using Knockout Mice to Study Experimental Meningitis. Archivum Immunologiae et Therapiae Experimentalis; 51:315-326.

Page 27: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Rui P, Zhang Z, Ma Z, Fang H, Yang W, Zhang X, Chen J, Jia Q. 2012. Detection of virulence-associated factors of Streptococcus suis serotype 2 by PCR assay in Hebei, Province of China. African Journal of Microbiology Reasearch; 6(5): 1061-1064. Silva LMG, Baums CG, Rehm T, Wisselink HJ, Goethe R, Weigand PV. 2006. Virulence-associated profiling of Streptococcus suis isolates by PCR. Veterinary Microbiology; 115:117-127. Smith HE, Veenbergen V, Velde J, Damman M, Wisselink H, Smits M. 1999. The cps gene of Streptococcus suis Serotype 1, 2, and 9: Development of Rapid Serotype-Specific PCR Assays Wertheim HF, Nghia HD, Taylor W, Schultsz C. Streptococcus suis: an emerging human pathogen. Clin Infect Dis. 2009; 48:617-625.

Page 28: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

MATERI

MODEL HEWAN COBA MENINGITIS BAKTERI NI MADE SUSILAWATHI

Pendahuluan

Meningitis bakteri masih merupakan infeksi berat sebagai penyebab kematian

meskipun telah ditemukan antibiotika yang efektif. Problem penanganan meningitis

bakteri menjadi semakin kompleks dewasa ini dengan ditemukannya patogen yang multi

resisten (Obermaier et al., 2006).

Mekanisme penyakit yang mendasari terkait perburukan klinis dan prognosis

yang buruk pada meningitis bakteri belum jelas. Penelitian klinis sering mengalami

kendala karena pasien datang ke rumah sakit dengan stadium yang berbeda-beda dan

jumlah pasien meningitis yang sesuai dengan studi sangat sedikit. Studi klinis yang ada

hanya menjelaskan parameter yang berhubungan dengan kondisi kedatangan pasien pada

stadium lanjut sehingga perkembangan studi klinis tentang pengembangan terapi

meningitis sangat terbatas (Brandt, 2010).

Perkembangan model eksperimental dimulai pada awal abad ke-20 akibat

prognosis pasien meningitis yang masih buruk dan belum ditemukannya antisera efektif

untuk mengurangi angka kematian sehingga kebutuhan untuk mempelajari meningitis

bakteri dan menemukan obat yang efektif sangat mendesak. Penemuan penisilin pada

pertengahan tahun 1940 membawa kemajuan pada penanganan meningitis bakteri dengan

tingkat kematian berkurang hingga 50 % (Liechti et al., 2015).

Keterbatasan studi klinis dan invitro dalam penelitian meningitis bakteri

menyebabkan model hewan coba sangat penting dan diperlukan untuk mempelajari

mekanisme patofisiologi yang kompleks dan menemukan strategi terapi yang efektif

(Obermaier et al., 2006; Koedel, 1999).

Perkembangan Hewan Coba

Penelitian eksperimental secara invivo dan invitro telah berkembang secara

signifikan terutama berfokus pada pemahaman patologi dan patofisiologi meningitis

terkait dengan gangguan pendengaran frekuensi tinggi, kerusakan saraf dan kematian

(Brandt, 2010). Model hewan coba telah berkontribusi untuk mengungkapkan mekanisme

Page 29: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

patofisiologi dan efikasi obat meskipun memiliki kekurangan dalam hal sensitivitas

patogen dan dosis infeksi serta modalitasnya (Brandt, 2010; Chiavolini et al., 2008).

Obyek penelitian meningitis bakteri pada awalnya menggunakan anjing dan

kucing dengan inokulasi bakteri secara intravena. Moxon et al memperkenalkan model

meningitis bakteri dengan tikus neonatus pada tahun 1970 dengan inokulasi intranasal,

selanjutnya Qugliarello, Long dan Scheld pada tahun 1986 menggunakan model

eksperimen meningitis pneumokokus pada tikus dewasa dengan menyuntikkan secara

intrasisternal, yang kemudian disesuaikan dengan model tikus neonatus pada infeksi GBS

(Liechti et al., 2015). Pada tahun 1970-1990 percobaan meningitis lebih banyak

menggunakan tikus dan kelinci, namun akhir-akhir ini studi meningitis banyak

menggunakan model hewan mencit (Chiavolini et al., 2008).

Model hewan coba yang digunakan dewasa ini lebih bervariasi, tergantung dari

strain bakteri, rute inokulasi yang digunakan (intrasisternal, intraserebral, intranasal,

intraperitoneal/hematogen atau otogenik) dan spesies yang digunakan (mencit, tikus,

kelinci bahkan zebra fish). Model hewan coba merupakan sarana penting untuk

mempelajari patogenesis meningitis bakteri dan mengevaluasi strategi terapi sedangkan

aspek patofisiologi yang spesifik dari meningitis bakteri dapat dipelajari secara invitro

dengan kultur sel seperti kultur organotipik dari potongan otak (Liechti et al., 2015,

Koedel, 1999).

Penegakan kasus meningitis pada hewan coba berdasarkan analisa histologi otak,

kelangsungan hidup hewan coba (survival rate), jumlah bakteri di otak atau disertai organ

yang lainnya (Chiavolini et al., 2008).

Teknik Inokulasi

Teknik inokulasi pada hewan model meningitis dapat melalui infeksi langsung

secara intraserebral/intrasisterna dan menginduksi infeksi melalui intranasal atau

intraperitoneal (Chiavolini et al., 2008, Koedel, 1999).

Sistem model hewan coba dengan teknik intranasal, intraperitoneal atau

intravenous sangat mirip dengan mekanisme alamiah infeksi bakteri (gambar 1) melalui

tahapan kolonisasi bakteri di nasofaring, bakteri masuk dan bertahan di aliran darah dan

kemampuan melewati sawar darah otak. Model ini hanya mampu menimbulkan

meningitis pada hewan coba sekitar kurang dari 50%. Waktu yang diperlukan untuk

menjadi meningitis juga sangat bervariasi dan sebagian besar hewan coba mati karena

Page 30: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

syok septik sehingga tidak cocok untuk mempelajari patofisiologi meningitis (Obermaier

et al., 2006; Chiavolini et al., 2008, Koedel, 1999).

Model infeksi secara langsung intraserebral sangat baik untuk mempelajari

interaksi host-pathogen yang menimbulkan inflamasi meningen, komplikasi sekunder

dari proses inflamasi dan menilai respon terapi. Model ini tidak bisa untuk mempelajari

perjalanan patogenesis meningitis bakteri (Obermaier et al., 2006; Chiavolini et al.,

2008).

Gambar 1 Proses Patogensesis Meningitis Bakteri (Koedel, 1999)

Intranasal

Zwijnenburg et al. mengembangkan model mencit dewasa dengan infeksi

intranasal dengan berbagai konsentrasi S. pneumoniae (5x104 dan 10x104 cfu) dan

konsentrasi hyaluronidase 180 IU, hanya 30 % menunjukkan gejala sistemik, tidak ada

hewan coba yang menunjukkan gejala neurologis (Obermaier et al., 2006).

Intraperitoneal

Tsao et al (2002) melakukan inokulasi S. pneumoniae secara intraperitoneal pada

mencit dewasa, bakteri tumbuh dengan cepat di dalam darah dari 65 cfu/ml pada 3 jam

menjadi 109 cfu pada 24 jam setalah infeksi dan dapat menginfeksi otak setelah 6 jam

infeksi. Semua hewan coba mati setelah 36 jam akibat syok septik sebelum berkembang

menjadi meningitis. Terapi dengan antibiotika cefazolin (yang tidak dapat berpenetrasi

ke otak) mampu menpertahankan kadar bakteri 104-106 cfu/ml dan semua hewan coba

hidup pada pengamatan selama 5 hari. Infiltrasi lekosit ke otak dimulai 84 jam setelah

infeksi (Obermaier et al., 2006).

Model ini baik untuk mempelajari mekanisme awal patogen masuk ke susunan

saraf pusat (SSP), namun kekurangan model ini adalah hewan coba yang berkembang

Page 31: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

menjadi meningitis sangat sedikit (< 50 %). Adanya rentang waktu untuk berkembang

menjadi meningitis dan kematian terutama akibat sepsis (Obermaier et al., 2006).

Intraserebral/Intrasisternal

Inokulasi secara intraserebral sangat baik untuk mempelajari patofisiologi dan

imunoreaksi meningitis pneumokokus pada hewan coba. Inokulasi secara langsung

intraserebral banyak dipilih karena lebih praktis dan seluruh bakteri terinokulasi diotak

dan semua hewan dapat berkembang menjadi meningitis dengan waktu yang pasti.

Gambaran klinis yang diamati sangat mirip dengan pasien meningitis sehingga tepat

digunakan untuk mempelajari patofisiologi meningitis. Inokulasi intraserebral mirip

dengan mekanisme penyebaran infeksi secara perkontinuitatum seperti infeksi paranasal

rute yang khas untuk infeksi pneumokokus (Obermaier et al., 2006; Liechti et al., 2015).

Model ini tidak dapat digunakan untuk pengamatan infeksi melalui proses bacteremia

(Liechti et al., 2015).

Model intraserebral pertama dengan menggunakan kelinci oleh Dacey & Sande

pada tahun 1974. Saat ini, model hewan yang paling sering digunakan dalam penelitian

meningitis adalah mencit dan tikus (Obermaier et al., 2006).

Pemilihan Hewan Coba

Model invivo secara umum dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu 1) model untuk

mempelajari mekanisme patogen hingga menjadi meningitis bakteri dan 2) model untuk

mempelajari mekanisme respon imun dan perkembangan meningitis hingga komplikasi

yang timbul terkait dengan prognostik (Obermaier et al., 2006).

Model yang memberikan pemahaman tentang mekanisme awal meningitis

pneumokokus memerlukan tempat inokulasi yang tepat. Rute sistemik seperti inokulasi

intranasal, intraperitoneal atau intravena memungkinkan untuk mempelajari kemampuan

patogen menyebabkan meningitis (Obermaier et al., 2006).

Mencit adalah hewan coba yang baik digunakan untuk menginduksi model

pneumonia dan sepsis sedangkan tikus dan kelinci digunakan untuk studi eksperimental

meningitis (Chiavolini et al., 2008). Kelinci masih sebagai hewan coba pilihan dalam

studi farmakokinetik/farmakodinamik karena memungkinkan pengambilan sampel CSS

berulang. Jenis hewan pengerat seperti tikus memungkinkan dapat mengambil CSS dalam

volume yang lebih besar dibandingkan mencit bahkan pada tikus neonatus dengan usia

berkisar 6-12 hari dan berat 15-30 mg. Volume CSS yang dapat diambil dari tikus

Page 32: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

neonatus sekitar 30 μl sedangkan pada mencit dengan usia sama dapat diperoleh CSF <5

μl (Liechti et al., 2015). Kelemahan menggunakan mencit adalah kesulitan dalam

memperoleh sampel CSS ( hanya sekitar 10 μL kerena ukuran mencit yang kecil)

(Chiavolini et al., 2008).

Parameter dapat dianalisa pada hewan model antara lain: kelangsungan hidup

hewan coba (survival rate), penilain skor klinis, jumlah bakteri di otak dan CSS, analisa

histopatologi jaringan otak dan jumlah lekosit dan sitokin dalam CSS dan serum

(Chiavolini et al., 2008).

Model Kelinci

Model kelinci terutama digunakan pada studi meningitis jangka pendek (24-36

jam setelah inokulasi) untuk mempelajari kinetika inflamasi dan uji coba invivo

antibiotika. Model ini juga digunakan untuk mempelajari gangguan pedengaran dan

patogenesis gangguan koklear, edema otak dan perubahan CBF (Brandt, 2010).

Penggunaan model kelinci harus memerlukan anestesi total dan kelinci sangat

rentan terhadap respiratory distress syndrome (Brandt, 2010). Keuntungan dengan model

kelinci adalah memudahkan pengambilan darah dan CSS secara berulang dengan volume

yang lebih banyak. Volume CSS yang lebih banyak memungkinkan untuk analisa CSS

yang lebih lengkap seperti jumlah bakteri dan lekosit, konsentrasi glukosa, protein dan

metabolit lainnya. Keterbatasan model kelinci adalah jumlah sampel yang terbatas karena

ukuran tubuhnya dan metode infeksi intraserebral merupakan metode yang tidak alamiah

(Chiavolini et al., 2008).

Model Tikus

Model tikus digunakan untuk menilai gejala klinis neurologis karena sifat alamiah

tikus yang tenang sehingga mudah penanganannya. Model ini juga dapat digunakan untuk

pelatihan dan kemampuan belajar tikus pasca meningitis, studi gangguan pendengaran

sensorineural, patologi koklea terkait meningitis, perubahan CBF dan autoregulasi,

tekanan intrakranial dan edema otak (Brandt, 2010).

Quagliarello et al. mengembangkan model meningitis pneumokokus pada tikus

dan Leib et al. mengembangkan pada tikus neonatus. Tikus Sprague-Dawley diinfeksi

pada hari ke-11 postnatal dengan 104 sampai 107 cfu S. pneumoniae sebanyak 10 μl

melalui pungsi perkunateus pada sisterna magna. Semua hewan coba berkembang

menjadi meningitis bakteri setelah 18 jam post infeksi yang dikonfirmasi dengan kultur

Page 33: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

CSF positif. Pemberian ceftriakson diperlukan untuk pengamatan hewan setelah 18 jam.

Kadar bakteri secara bertahap turun sampai CSF steril pada pemberian seftriakson 30 jam

post infeksi. Pada waktu yang berbeda, tikus yang terinfeksi di terminasi dan dilakukan

pemeriksaan histopatologi dan hemogenat otak digunakan untuk pemeriksaan ekspresi

mediator imun. Kemampuan belajar pada tikus dinilai pada usia 32 hari dengan tes Water

Maze (Obermaier et al., 2006).

Tikus bayi berumur umur 6-12 hari lebih rentan terhadap infeksi pneumokokus

dibandingkan dewasa. Meskipun tikus bayi memiliki ukuran yg lebih kecil, pengambilan

sampel CSS dan darah ulangan masih bisa dikerjakan. Kerusakan otak akibat infeksi pada

hipokampus (apoptosis) dan nekrosis korteks lebih terlihat nyata pada tikus bayi

dibandingkan tikus dewasa. Tikus bayi diinduksi dengan suspensi bakteri 10 μl dengan

menggunakan jarum 32 G dan dimonitor adanya kejang akibat injeksi. Meningitis

dibuktikan dengan kultur bakteri pada CSS. Studi ini banyak digunakan untuk meneliti

keterlibatan MMPs, endothelin, kerusakan saraf dan menilai efikasi terapi pada

meningitis, terapi antimokroba, terapi ajuvan termasuk antioksidan (Chiavolini et al.,

2008).

Model tikus dewasa digunakan untuk meneliti tentang perubahan mikrovaskular

pada meningitis dengan melakukan kraniotomi dan memasang probe untuk mengukur

CBF dan tekanan intra kranial (Chiavolini et al., 2008).

Brandt et al. menggunakan tikus dewasa untuk model meningitis pneumokokus

secara transdermal intrasisternal 30 μl suspensi bakteri dengan kadar 105 cfu/ml.

Pemberian ceftriakson dimulai setelah 28 jam infeksi. Klinis neurologi dinilai setiap 24

jam setelah inokulasi. Penilaian derajat luaran klinis yang dibagi menjadi: 1) stadium

terminal; 2) kecacatan motorik; 3) tanpa cacat. Kadar bakteri dan jumlah lekosit diperiksa

pada cairan sererbrospinalis (CSS) dan darah. Tikus akan dieutanasia apabila terjadi

stadium terminal dan dilakukan pemeriksaan otak (Obermaier et al., 2006).

Page 34: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Gambar 2. Model Meningitis dengan Tikus dan Kelinci (Chiavolini et al., 2008).

Model Mencit Intrasisternal

Model mencit semakin popular pada beberapa tahun terakhir karena

menggunakan teknologi transgenik dan knockout. Meningitis pada mencit dewasa

diinduksi dengan S. pneumaniae dengan titer 107 sebanyak 15 μl secara intrasisternal

dengan anestesia kerja cepat halothan. Terapi Ceftriakson diberikan setelah 24 jam post

infeksi. Pada akhir studi dinilai skor klinisnya. Mencit dipasang kateter pada sisterna

magna dibawah anestesi ketamin/xylazine untuk pemeriksaan tekanan intrakranial dan

pemeriksaan jumlah lekosit CSF. Sampel darah diambil dengan pungsi intrakardial

setelah dilakukan anestesi dalam. Kemudian diperfusi transkardial dengan bufer fosfat

salin dingin (Obermaier et al., 2006).

Serebelum diambil untuk pemeriksaan kadar bakteri sedangkan serebrum

diproses untuk pemeriksaan histopatologi dan sitokin dengan ELISA atau pada tingkat

protein/ gen. Semua hewan berkembang menjadi meningitis pada inokulasi secara

intrasisternal dan terapi antibiotika pada mencit yang terinfeksi padat menyembuhkan

sekitar 80-90% tikus sakit (Obermaier et al., 2006).

Model Mencit intraserebral

Inokulasi langsung intraserebral S. pneumoniae dikerjakan pada otak depan

mencit dewasa, kemudian diamati kadar bakteri dalam darah dan CSS, jumlah lekosit

Page 35: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

CSS dan peradangan meningen yang terjadi secara bertahap. Mencit mati dalam waktu

45 jam setelah inokulasi. Pengobatan ceftriakson harus dimulai sampai 21 jam setelah

infeksi karena pemberian antibiotika setelah itu dikaitkan dengan angka mortalitas yang

tinggi. Pemeriksaan otak ditemukan adanya infiltrat purulen yang dikelilingi oleh astrosit

yang reaktif dan mikroglia yang berkembang dalam 36 jam di tempat infeksi dan

berhubungan dengan serebritis stadium awal (Obermaier et al., 2006).

Gambar 3. Model Mencit Meningitis (Chiavolini et al., 2008).

Teknik Inokulasi

Inokulum infeksius harus mampu menginduksi secara hematogen dan

menimbulkan meningitis secara klinis dalam waktu tertentu. Pada suspensi pneumokokus

dengan konsentrasi 105 –106 CFU/ ml mampu menginduksi meningitis (Brandt, 2010).

Bakteri ditumbuhkan pada plat agar darah dan kultur selama 1 malam pada kaldu

Todd Hewitt kemudian diencerkan pada media segar dan ditumbuhkan selama 4 jam

pada fase logaritmik. Pellet di suspensikan kembali dengan normal saline sesuai dengan

densitas yang diinginkan kemudian diinjeksi ke tikus bayi 10 μl suspensi bakteri

disuntikkan secara intrasisternal menggunakan jarum ukuran 32 gauge(G) (Kim et al.,

1995).

Teknik injeksi intrasisternal berdasarkan Tauber et al. 1991 dengan menarik

sebagian kecil CSS kemudian diikuti penyuntikan 30 μl suspensi pneumokokus.

Pengambilan sampel CSS sebanyak 40-50 μl (Brandt, 2010).

Teknik Pengambilan cairan serebrospinalis pada Tikus

Page 36: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Cairan serebrospinal (CSS) diproduksi oleh pleksus koroid yang berfungsi

sebagai pelindung otak dan medulla spinalis di dalam tulang tengkorak dan kolumna

vertebra. CSS berperanan sebagai media transportasi neuropeptide, neurotransmitter,

asam amino dan signal horman untuk aktivitas biologi dan prilaku. Pemeriksaan berbagai

substansi pada CSS berguna untuk mendiagnosis berbagai kelainan neurologi (Pegg et

al., 2010)

Metode pengambilan cairan serebrospinal (CSS) melalui sisterna magna melalui 3

cara yaitu (Mahat et al., 2012):

1. Pada hewan yang sadar melalui kanula yang sebelumnya telah diimplantasi

2. Melalui kanula yang dimasukkan dekat duramater diatas sisterna magna

3. Pungsi langsung pada sisterna magna melalui kulit pada permukaan dorsal leher

pada hewan yang dibius.

Teknik yang sederhana dalam pengambilan sampel CSS dengan mengangkat otot

yang menutupi membran atlantooccipital sehingga terekspos sisterna magna, kemudian

dengan jarum aspirasi CSS dapat diambil (Mahat et al., 2012).

Teknik dengan prosedur bedah implantasi kanula memungkinkan pengambilan

CSS pada tikus yang sadar dan tidak terikat, namun memiliki kelemahan yaitu: 1) Waktu

patensi yang terbatas dan seringkali mendapatkan volume CSS yang sedikit; 2) Sampel

CSS yang diperoleh sering bercampur dengan darah yang dapat membingungkan saat

interpretasi; 3) Adanya implantasi permanen ini dapat menyebabkan kerusakan otak dan

sawar darah otak; 4) Dapat berpotensi terjadinya infeksi dan penyumbatan kateter (Mahat

et al., 2012).

Teknik pengambilan CSS dari pungsi sisterna magna pada hewan yang dibius

merupakan metode yang efektif (90-100 % sampel berhasil) dan dapat memperoleh CSS

sekitra 60-100 µL. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada teknik ini antara lain:

1). Keberhasilannya sangat tergantung dari ketrampilan peneliti untuk mnegidentifikasi

lokasi pungsi yang tepat; 2) Sulit untuk mengontrol kedalaman pungsi yang dapat

menimbulkan kerusakan pembuluh darah dan memperoleh CSS yang terkontaminasi; 3)

Posisi kepala dan moncong ke bawah pada sehingga area sisterna magna dapat terlihat

jelas cenderung menghalangi jalan nafas yang dapat mengakibatkan kematian (Mahat et

al., 2012).

Page 37: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Untuk mengatasi kekurangan teknik yang telah dipaparkan diatas maka dilakukan

metode pungsi sisterna magna dengan menggunakan alat stereotaksis. Pengambilan CSS

lebih cepat (sekitar 2 menit), minimal invasif dengan menghasilkan volume CSS lebih

banyak dan bebas darah dan memudahkan pengambilan CSS berulang pada hewan coba

yang sama. Teknik ini memenuhi prinsip 3 R (reduce, refine dan reuse) penelitian hewan

coba pada riset susunan saraf pusat (SSP) yaitu mampu mengurangi jumlah, memperbaiki

dan menggunakan kembali hewan coba (Mahat et al., 2012).

Cisterna Magna merupakan ruangan paling besar yang mengandung CSS, terletak

diantara serebelum dan medulla spinalis bagian atas. Perkiraan volume tikus sekitar 400

µL dengan kecepatan produksi 2.2 µL /min. Volume yang dapat diaspirasi pada tikus

berkisar antara 70-100 µL yang akan diproduksi kembali dalam 1 jam. Berdasarkan

proses penyembuhan membran atlantooccipital maka pengambilan ulang dapat

dikerjakan dalam interval 24 jam (Takasugi et al., 2005). Total volume CSS pada sisterna

magna tikus adalah 190 µL, rata rata 150 µL dan pada SSP sekitar 500 µL (Mahat et al.,

2012).

Parameter klinis dan Penilaian luaran Hewan Coba

Penilaian klinis mencit dilakukan setiap 8 jam dengan menggunakan skor klinis

yang terdiri dari: berat badan, gejala klinis umum penyakit (bulu kasar, pernafasan cepat

dan dehidrasi), gejala klinis meningitis (apatis dan apraxia) atau gejala septisemia (mata

bengkak, depresi). Gejala penyakit ringan bila skor kumulatif 3-4, sedang skor 5-6, berat

skor >6. Apabila tikus mengalami penurunan berat badan yang berat (> 20 %) dana atau

mengalami gejala klinis yang berat maka dilakukan euthanasia dengan alasan

kesejahteraan hewan menggunakan inhalasi CO2 atau cervical dislokasi (Seitz et al.,

2012)

Gambar 4. Skor Gejala Klinis pada Tikus (Seitz et al., 2012)

Page 38: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Gejala umum meningitis pada tikus berupa hilangnya aktivitas ambulasi, pilo

ereksi dan bulu yang berantakan, mata dan kelopak mata kotor, berair dan ada perdarahan

akibat garukan serta malaise (kelemahan umum). Gejala spesifik yang diamati berupa

penurunan ambulasi dilihat dari gangguan fungsi motorik berupa:twiching (kedutan)

otot pada keempat ekstremitas, kontraksi spastik, hemiparesis, kehilangan respon

auditori, gangguan fungsi keseimbangan: tikus berputar-putar dengan posisi kepala

miring (Brandt, 2010). Skor klinis dinilai berdasarkan Leib et al (2001) yang dinilai 18

jam pasca infeksi dengan sistem skoring sebagai berikut:

1. = koma

2. = does not turn upright when positioned on the back

3. = turn upright within 30 s

4. = Minimal ambulory activity, turns upright in < 5 s

5. = normal

Penggunaan skor klinis memerlukan penilaian rutin dan mungkin lebih dari satu

evaluator. Penilaian klinis dilakukan 3 kai sehari selama 3 hari selanjutnya 1kali sehari

(Brandt, 2010).

Stadium terminal akibat infeksi pada tikus ditandai dengan adanya distress nafas,

nistagmus, kehilangan kemampuan untuk berbalik bila diletakkan miring/terlentang,

badan tikus dingin, kaku dan uung jari sianotik, tampak kedutan pada ekstremitas dan

opistotonik berat (Brandt, 2010).

Pengobatan eksperimental pada Hewan Coba

Terapi dengan antibiotika sangat penting untuk bertahan hidup dalam model

eksperimental meningitis pneumokokus. Meningitis diijinkan untuk berkembang selama

26-28 jam tergantung dosis infeksi sebelum pengobatan dengan ceftriakson. Terapi

ceftriakson berdasarkan Tauber et al. 1992 dengan dosis 100 mg/kg IM setiap 12 jam 1

hari, 3 hari dan 5 hari. Dehidrasi harus diatasi dengan injeksi salin subkutan selama

periode dimana tikus mengalami kondisi paling parah yang biasanya pada hari pertama

dan kedua setelah terapi antibiotika (Brandt, 2010). Pemberian deksamethasone 1

mg/kgBB setiap 12 jam secara subkutan (Kim et al., 1995).

Daftar Pustaka

Brandt CT. 2010. Experimental studies of pneumococcal meningitis. Dan Med Bull,57: B4119

Page 39: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS

Chiavolini D, Pozzi G, Ricci S. 2008. Animal Model of Streptococcus pneumoniae Disease. Clinical Microbiology Reviews, 21 (4); 666-685 Kim YS, Sheldon RA, Elliot BR, Liu Q, Ferriero DM, Tauber MG. 1995. Brain Injury in Experimental Neonatal Meningitis Due to Group B Streptococcus. Journal of Neuropathology and Experimental Neurology; 54 (4): 531-539 Koedel U, Pfister HW. 1999. Model of Experimental Bacterial Meningitis Role and Limitation. Infectious Diseases Clinic of North America, 13; 3:549-577 Leib SL, Clement JM, Linderg RL, Heimgartner C, Loeffler JM, Pfister LA, Tauber MG, Leppert D. 2001. Inhibiton of Matrix metalloproteinases and tumor necrosis factor α converting enzyme as adjuvant therapy in pneumococcal meningitis. 2001. Brain, 124; 1734-1742 Liechti FD, Grandgirard D, Leib SL. 2015. Bacterial Meningitis: insights into pathogenesis and evaluation of new treatment options: a perspective from experimental studies. Future Microbiol; 10.2217/FMB.15. Mahat MYA, Ahamed NFA, Chandrasekaran S, Rajagopa S, Narayanan S, Surendran N. 2012. An impoved method of transcutaneous cisterna magna puncture for cerebrospinali fluid sampling in rats. Journal of Neuroscience Methods, 211: 272-279. Obermaier B, Klein M, Koedel U, Pfister H. 2006. Disease model of acute bacterial meningitis. Drug Discovery Today: Disease Model, 3; 1; 1-8 Pegg C, He C, Stroink A, Kattner K, Wang C. 2010. Technique for collection of

cerebrospinal fluid from the cisterna magna in rat. Journal of Neuroscience Methods,

187:8-12.

Seitz M, Beineke A, Seele J, Fulde M, Weigand P,Baums C. 2012. A novel intranasal mouse model for mucosal colonization by Streptococcus suis serotype 2. Journal of Medical Microbiology, 62: 1311-1318.

Page 40: MKPD BIOLOGI MOLEKULAR MENINGITIS STREPTOCOCCUS SUIS