Upload
prayoga-hadi-p
View
34
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
A. PENGERTIAN MENAJEMEN KEAMANAN PANGAN
Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang
pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar
kriteria keamanan pangan, kandungan gisi (gizi) dan standar
perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan
minuman. Berdasarkan pengertian tersebut, mutu pangan
tidak hanya mengenai kandungan gisi, tetapi mencakup
keamanan pangan dan kesesuaian dengan standar
perdagangan yang berlaku.
Berdasarkan peraturan kepala badan pengawas obat
dan makanan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013 pasal
1, "Pangan" adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak
diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan Pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan
makanan atau minuman.
Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja,
yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok
orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau
maksud-maksud yang nyata (Robbins dan Coulter ,2002)
Undang-undang republik Indonesia nomor 7 tahun 1996
tentang pangan pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa keamanan
pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan
dan membahayakan kesehatan manusia.
Manajemen keamanan pangan adalah kerangka kerja
dalam mengatur atau mengarahkan keamanan pangan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan
dan membahayakan kesehatan manusia.
Keamanan pangan dikaitkan dengan adanya bahaya asal
pangan (food-borne hazard) saat dikonsumsi oleh konsumen.
Mengingat bahaya keamanan pangan dapat terjadi pada
setiap tahapan rantai pangan, maka pengendalian yang
cukup di seluruh rantai pangan menjadi sangat penting.
Dengan demikian keamanan pangan dijamin melalui berbagai
upaya yang terpadu oleh seluruh pihak dalam rantai pangan.
B. TIPE-TIPE MAKANAN BERACUN
Mikroorganisme-mikroorganisme menggambarkan atas
penyebab yang tak diharapkan dalam kualitas pangan.
Kadang-kadang mereka juga menyebabkan banyak gangguan
kesehatan yang diketahui dari pangan yang beracun. Food
Poisioning adalah istilah yang setiap hari digunakan untuk
mendeskripsikan sebuah keanekaragaman yang luas dari
pangan yang menimbulkan gangguan kesehatan. Ada
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh memakan
makanan yang terkontaminasi oleh :
- Bahan kimia beracun
- Racun-racun yang diproduksi dari mikroorganisme
- Mikroorganisme patogen
- Parasit hewan atau dari telur-telurnya, sebuah parasit
adalah organisme yang tumbuh dan dan makan di
organisme lain.
a. Makanan Intoxication (memabukkan)
Salah satu tipe dari makanan yang menimbulkan
gangguan kesehatan adalah makanan yang mengandung
racun. Ini disebabkan oleh racun yang dihasikan oleh
makanan. Ada racun bisa dari bahan kimia atau bakteri.
Bahan kimia yang paling berbahaya dalam makanan
ada karena kontaminasi yang tidak disengaja. Contohnya
beberapa bahan kimia racun digunakan oleh petani dalam
mempercepat pertumbuhan pangan yang mungkin tetap
aktif atau tidak selama proses pertumbuhan tersebut.
Disisi lain beberapa bahan kimia yang dimasukkan atas
tujuan tertentu mungkin beracun dalam beberapa
keadaan. MSG sebagai penyedap rasa bisa menyebabkan
reaksi alergi pada beberapa orang.
Beberapa macam dari bakteria bisa memproduksi
toksin. Sekitar 20 bakteria bisa menyebabkan makanan
yang menimbulkan gangguan kesehatan, tetapi tidak
semua memproduksi toksin. Empat bakteria
memperoduksi toksin yang bisa menyebabkan
Intoxication adalah Clostridium perfringens,
Staphylococcus aureus dan Escheria coli.
b. Makanan Terinfeksi
Jenis lain dari penyakit bawaan makanan adalah
infeksi makanan. Ini terjadi ketika organisme patogen
masuk ke dalam tubuh dengan makanan yang dimakan.
Organisme ini mungkin ada dalam makanan tetapi tidak
benar-benar tumbuh di sana. Namun, begitu mereka
memasuki tubuh, mereka dapat tumbuh dan
menyebabkan penyakit. Salmonella, animal parasites,
C. MENCEGAH KERACUNAN MAKANAN
a. Penanganan makanan
Setelah dipanaskan, makanan harus dimakan selagi
panas. Makanan akan disajikan panas harus disimpan di
atas suhu diatas 60C sebelum disajikan. Makanan yang
tidak dimakan panas harus cepat dingin dan
didinginkan di 4c atau di bawah.
c. SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN
(SMKP)
Sistem manajemen keamanan pangan (SMKP) adalah
sistem dengan fungsi utama memastikan terpenuhinya
keamanan pangan sepanjang jalur rantai pangan, dimulai
dari pengadaan bahan baku hingga tahap konsumsi sehingga
dihasilkan produk pangan yang tidak membahayakan
kesehatan konsumen. SMKP merupakan kombinasi dari
komunikasi interaktif, sistem manajemen, program kelayakan
dasar dan prinsip-prinsip HACCP1.
Alat dalam manajemen keamanan pangan yang umum
digunakan adalah Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP).
HACCP dapat diterapkan di industri pangan yang telah
menjalankan proses pengolahan dengan cara produksi
makanan yang baik.
Standar HACCP yang diterapkan di Indonesia diambil dari
Codex Committee on Food Hygiene yang diperkenalkan pada
Oktober 1991, kemudian diterjemahkan ke dalam Standar
Nasional Indonesia (SNI 01-4852- 1998). HACCP merupakan
salah satu alat manajemen bahaya yang dikembangkan
untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan
pencegahan (preventive). HACCP dibuat berdasarkan kesadaran
bahwa bahaya (hazard) akan timbul pada berbagai titik atau
tahap produksi namun terdapat upaya pengendalian untuk
mengontrol bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah
antisipasi bahaya dan tindakan pencegahan timbulnya
1 Chindarwani, Skripsi Kajian Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berbasis ISO 22000 di PT Nestle Indonesia, (Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2007), hal 37
bahaya, dan bukan pengendalian bahaya dengan
mengandalkan pengujian produk akhir. Dengan demikian,
perusahaan dapat menekan jumlah kerusakan produk dan
kerugian ekonomi akibat kerusakan produk yang diuji
(Thaheer, 2005).
Konsep ini pertama kali dikembangkan oleh perusahaan
Pillsbury di Amerika Serikat, yang bekerja sama dengan US
Army Nautics Research and Development Laboratories, The National
Aeronautics and Space Administration (NASA) serta US Air Force Space
Laboratory Project Group pada tahun 1959. Mereka
mengembangkan makanan bagi para astronot. Makanan
tersebut berukuran kecil dan dilapisi dengan pelapis edible.
Sehingga tidak mudah rusak dan terkontaminasi udara.
Produk harus memenuhi aspek keamanan sehingga para
astronot tidak jatuh sakit. Mereka akhirnya menyimpulkan
cara terbaik untuk menghasilkan produk dengan jaminan
keamanan mendekati 100 % adalah dengan sistem
pencegahan dan penyimpanan rekaman data yang baik
(Dept. ITP, 2005).
Pillsbury menerbitkan dokumen lengkap HACCP pertama
pada tahun 1973 dan sukses diterapkan pada makanan
kaleng berasam rendah. NAS kemudian membentuk National
Advisory Committee on Konsep HACCP diadopsi oleh berbagai
badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC)
(Dept. ITP, 2006).
Tujuan penerapan HACCP di industri pangan adalah
untuk mencegah terjadinya bahaya pada rantai pasokan
pangan dan proses produksi, berupa kontaminasi bahaya
mikrobiologis, kimia maupun fisik. HACCP dapat diterapkan
dalam rantai produksi pangan, dimulai dari produksi bahan
baku pangan, penanganan, pengolahan, distribusi,
pemasaran dan konsumsi oleh konsumen selaku pengguna
produk akhir. Meskipun demikian, HACCP bukanlah sistem
jaminan keamanan pangan yang bersifat tanpa resiko (zero
risk). HACCP dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya
keamanan pangan.
Penerapan HACCP pada industri pangan di beberapa
negara hanya bersifat sukarela. Banyak industri pangan di
Indonesia yang telah menerapkan HACCP karena dokumen
HACCP menjadi salah satu persyaratan dalam dokumen
pengiriman produk impor. Dua persyaratan utama penerapan
HACCP di industri pangan adalah penerapan Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Standar Sanitation Operation Procedure (SSOP).
Publikasi sistem HACCP yang telah diperkenalkan Codex
Alimentarius Commission tentang tujuh prinsip HACCP dan dua
belas langkah pedoman penerapannya yang didopasi oleh
Badan Standardisasi Nasional.
a. Good Manufacturing Practices (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara
Produksi Makanan yang Baik (CPMB) merupakan pedoman
cara produksi makanan yang bertujuan agar produsen
memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan
untuk menghasilkan produk bermutu sesuai tuntutan
konsumen.
Di Indonesia pedoman pelaksanaan GMP dalam
indutri berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No.
23/MENKES/SK/I/1978 tanggal 24 Januari 1978 tentang
Pedoman Cara produksi yang Baik untuk Makanan. Badan
obat dan makanan Amerika Serikat atau Food and Drug
Administration (FDA) membuat panduan GMP dalam
bentuk regulasi CFR 21 part 110 (FDA, 1996). Persyratan
GMP juga dapat ditemukan dalam peraturan European
Commission (EC) No. 852/2004 dan EC No. 853/2004.
Merurut peraturan FDA. Empat aspek yang tercakup
dalam GMP adalah
Perlengkapan umum.
a. Operasi sanitasi
i. Pemeliharaan umum
Bangunan, peralatan dan fasilitas fisik lainnya
harus dipelihara dan dirawat sehingga selalu
dalam kondisi saniter. Dengan demikian
peralatan tidak menjadi sumber pencemaran.
ii. Bahan pembersih dan sanitasi
Sanitasi alat dan bahan yang digunakan dalam
pembersihan atau sanitasi harus bebas dari
mikroorganisme yang tidak diinginkan dan harus
aman jika digunakan. Bahan pembersih harus
dilengkapi dengan jaminan supplier atau tes
laboratorium. Bahan sanitasi dan pestisida yang
bersifat toksik harus diberi tanda pengenal,
disimpan di tempat yang baik sehingga tidak
menyebabkan kontaminasi terhadap produk
maupun permukaan yang bersentuhan dengan
produk.
iii.Pengendalian hama
Pengendalian hama harus dilakukan dengan baik
agar mencegah kontaminasi silang ke dalam
produk.
iv. Penyimpanan dan penanganan alat-alat
pembersih yang dapat dipindahkan (portable)
Peralatan portable harus disimpan di tempat
yang terlindung dari kontaminasi.
b. Sanitasi Pekerja
i. Pemeriksaan kesehatan.
Setiap pekerja harus menjalani tes kesehatan,
karena pekerja dengan luka terbuka, infeksi
maupun penyakit dapat menyebabkan
kontaminasi mikrobiologi. Pekerja yang sakit
juga harus melaporkan kondisi kesehatannya
kepada pengawas (supervisor).
ii. Kebersihan
Setiap pekerja yang bersentuhan dengan produk
pangan dan bahan pengemas harus memakai
pakaian pelindung sehingga tidak menyebabkan
kontaminasi.
iii.Pelatihan dan pembinaan
Pekerja yang bersentuhan dengan produk
pangan harus memiliki tanggung jawab dan
kesadaran akan kebersihan, kesehatan, kondisi
saniter dan keamanan produk pangan. Mereka
harus mendapatkan pelatihan dan pembinaan
tentang prinsip sanitasi pekerja.
Bangunan dan Fasillitas
a. Lingkungan pabrik
Peralatan di pabrik harus didesain dengan rapih.
Kotoran dan sampah harus dibuang. Rumput liar di
sekitar bangunan harus dipotong karena dapat
menjadi sarang hama. Jalan, pekarangan dan area
parkir harus dipelihara sehingga tidak menjadi
sumber pencemaran di dalam area pengolahan.
Pabrik harus memiliki fasilitas saluran pembuangan
yang cukup untuk mengaliran sampah. Sistem
penanganan sampah dan limbah harus
dilaksanakan dengan baik sehingga tidak terjadi
kontaminasi dari sampah.
b. Konstruksi dan desain lokasi
Kontruksi dan rancang bangun diperlukan untuk
membatasi masuk, berkembang biak, dan
menyebarnya bahan pencemar di lingkungan
sekitar makanan yang diproduksi. Lantai, dinding
dan langit-langit dibangun sedemikian rupa
sehingga mudah dibersihkan dan dirawat. Sumber
penerangan harus cukup tersedia di area mencuci
tangan, ruang ganti, toilet, area pengolahan
produk, area pengujian produk dan tempat
pembersihan peralatan. Lampu harus memiliki
penutup yang tidak mudah pecah. Fasilitas
pertukaran udara yang cukup (lubang ventilai,
kipas angin, blower) untuk mencegah kondensasi
uap air dan bau yang dapat mencemari produk
pangan.
c. Fasilitas toilet
Toilet harus dibersihkan dan selalu dalam kondisi
saniter. Toilet harus diperbaiki jika mengalami
kerusakan. Pintu toilet harus dapat menutup
sendiri. Pintu toilet tidak boleh membuka ke area
pengolahan pangan
d. Fasilitas ruang ganti karyawan
Ruang ganti karyawan adalah ruang yang
memisahkan area pengolahan pangan dengan
lingkungan di luar area pengolahan pangan. Ruang
ganti berfungsi sebagai filter atau penyaring setiap
jenis bahaya yang terbawa oleh karyawan, seperti
bakteri patogen, spora bakteri, serangga, tikus dan
sebagainya. Oleh karena itu, kondisi ruang ganti
harus selalu bersih, terang, tidak lembab,
dilengkapi dengan perangkap tikus dan alat
pembunuh serangga.
e. Fasilitas mencuci tangan
Fasilitas cuci tangan terdiri dari air, sabun,
sanitizer, dan pengering tangan yang dapat
digunakan setiap saat. Setiap karyawan harus
dapat mencuci tangan dengan baik. Untuk
mencapai tujuan tersebut, diperlukan petunjuk
tertulis cara mencuci tangan yang mudah
dipahami pekerja. Kran air didesain sedemikian
rupa sehingga tidak mengkontaminasi tangan yang
sudah bersih. Pekerja harus mencuci tangan
sebelum bekerja, setelah keluar dari area lain dan
melanjutkan produksi, maupun saat tangan
terkontaminasi.
f. Sampah dan pembuangan limbah
Sampah dan kotoran limbah harus dialirkan,
dikumpulkan dan dibuang sebelum menimbulkan
bau dan berpotensi menjadi penyebab kontaminasi
silang.
g. Penyediaan air
Air yang digunakan untuk pengolahan harus
tersedia dalam jumlah yang cukup dan diperoleh
dari sumber yang bersih. Air harus aman dan
saniter.
h. Pipa-pipa saluran air
Pipa air harus memiliki ukuran dan desain yang
baik dan dipasang dengan baik sehingga dapat
mengalirkan air dengan jumlah yang cukup untuk
seluruh keperluan pengolahan dan sanitasi. Pipa
limbah harus dapat dilewati oleh limbah dari
seluruh pabrik. Saluran limbah tidak mencemarkan
produk, saluran air bersih dan peralatan. Tidak
terjadi aliran silang antara pipa yang mengalirkan
air bersih dan pipa yang mengalirkan air limbah.
Peralatan dan Perlengkapan
Peralatan dan perlengkapan harus didesain sesuai
dengan proses produksi dan kondisi pekerja. Peralatan
harus mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan
kontaminasi bahan berbahaya. Peralatan sebaiknya
terbuat dari bahan yang tidak beracun dan tahan
korosi. Sambungan pada permukaan yang
bersentuhan dengan produk harus rapat dan halus,
bersih dan bebas dari akumulasi sisa produk maupun
kotoran yang memungkinkan tumbuhnya
mikroorganisme.
Pengendalian proses
a. Bahan baku dan bahan lainnya
Bahan baku maupun bahan tambahan harus
diperiksa dan ditangani dengan baik. Bahan baku
harus bersih dan disimpan di tempat yang baik
sehingga tidak rusak dan terkontaminasi kotoran.
Bahan harus bebas dari mikroorganisme pada
tingkat yang aman, tidak bersifat toksik dan tidak
menimbulkan penyakit. Bahan harus bebas dari
aflatoksin dan senyawa toksik berbahaya sesuai
ketentuan FDA. Bahan baku cair dan kering
diterima dan disimpan dengan baik sehingga tidak
terjadi kontaminasi.
b. Proses produksi
Peralatan produksi harus selalu bersih dan saniter.
Semua tahap produksi, termasuk pengemasan dan
penyimpanan harus dilakukan dengan pengawasan
petugas. Pengawasan proses sterilisasi, iradiasi,
pasteurisasi, pembekuan, refrigerasi, pengendalian
pH dan aw harus cukup dilakukan. Proses
diharapkan dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak diinginkan maupun
mikroba patogen. Kontaminasi tidak boleh terjadi
sepanjang proses produksi mekanik seperti
pencucian, pengupasan, pemotongan, sortasi dan
sebagainya. Pengujian suhu produk harus
dilakukan selama proses berlangsung. Pengujian
pH pada produk dengan kadar asam rendah (pH <
4.6) harus dilakukan untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme patogen. Area dan
peralatan produksi tidak boleh digunakan untuk
kegiatan produksi bahan nonpangan
(nonfoodgrade) untuk mencegah timbulnya
kontaminasi.
c. Penyimpanan dan distribusi
Kontaminasi produk oleh benda fisik, senyawa
kimia maupun mikrobiologi tidak boleh terjadi
selama proses penyimpanan dan distribusi.
b. Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
merupakan prosedur yang dibuat untuk membantu
industri pangan dalam mengembangan dan menerapkan
kondisi sanitasi, pengawasan, serta melakukan monitoring
terhadap penerapan sanitasi (Thaheer, 2003). Menurut
FDA (1996), SSOP adalah prosedur tertulis yang dibuat
dan diterapkan untuk mencegah kontaminasi silang atau
pencemaran produk. SSOP dibagi ke dalam delapan
aspek, yaitu keamanan air, kebersihan permukaan benda
yang bersentuhan dengan pangan, pencegahan
kontaminasi silang, sanitasi karyawan, pencemaran,
komponen toksik, kesehatan karyawan dan pengendalian
hama.
Air yang digunakan dalam proses pengolahan di
industri harus aman bagi kesehatan. Permukaan benda
yang bersentuhan dengan pangan terdiri dari tangan
pekerja, sarung tangan, peralatan dan perlengkapan
pengolahan. Kontaminasi silang dapat berasal dari sarung
tangan, pakaian pekerja, bahan pengemas, benda asing,
bahan baku mentah dan sebagainya. Sanitasi pekerja
mencakup cara mencuci tangan dan kondisi toilet.
Pencemaran produk pangan dapat disebabkan oleh
pelumas, bahan bakar, pestisida, bahan pembersih,
kotoran yang terakumulasi, maupun kontaminan
mikrobiologi. Pekerja yang tidak sehat dapat
menyebabkan kontaminasi silang terhadap produk
pangan. Hama yang tidak terkendali juga dapat
menyebabkan kontaminasi silang pada produk pangan.
Penerapan SSOP dan GMP yang tepat dapat
menjamin penerapan HACCP lebih mudah. Produk yang
baik, aman, dan bersih dapat dicapai melalui berbagai
prosedur yang diterapkan.
d. STANDAR SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN
1. International Organization for Standardization (ISO)
Kata ”iso” bukanlah singkatan atau akronim. Dalam
bahasa Yunani, ”iso” berarti sama atau equal (Newslow,
2001). ISO adalah International Organization for Standardization
atau organisasi standar internasional yang secara
sukarela berperan dalam pengembangan standar
internasional. Organisasi ini dididirikan tahun 1946 dan
berpusat di Genewa, Swiss. ISO memiliki anggota
sebanyak 146 negara dan 110 negara diantaranya adalah
negara berkembang. Salah satu tujuan ISO adalah
memberikan kesempatan bagi negara berkembang untuk
mempelajari dan menerapkan berbagai teknologi yang
sudah diterapkan oleh negara maju, sehingga industri
dapat bersaing dalam perdagangan global (ISO, 2004).
ISO 22000 adalah standar internasional yang
dikeluarkan oleh komite teknis organisasi standar
international (ISO). Standar ini merupakan standar
penunjuk yang menggambarkan persyaratan sebuah
sistem manajemen keamanan pangan. Standar ini
bertujuan:
1. Mengharmoniskan persyaratan sistem manajemen
keamanan pangan untuk usaha yang terkait dalam
rantai pangan.
2. Memudahkan kerja badan usaha karena hanya
menggunakan satu standar, sekaligus memudahkan
tugas badan sertifikasi.
3. Memastikan standar dapat diperoleh dengan mudah
di seluruh dunia, tanpa adanya monopoli oleh satu
badan sertifikasi khusus.
Komitmen yang terjalin dari pihak industri dan
lembaga atau asosiasi terkait diharapkan dapat membuat
ISO 22000 menggantikan standar BRC dan International Food
Standar (IFS) dalam kurun waktu lima tahun. Saat ini,
standar BRC dan IFS sangat berpengaruh terhadap
perdagangan di negara Prancis, Denmark dan Inggris
(Dietz, 2006).
Industri perlu melakukan langkah awal yang baik
sehingga nantinya siap menghadapi perdagangan bebas,
lebih awal dibandingkan industri lainnya.
ISO 9001 adalah standar internasional untuk sistem
manajemen mutu pada suatu industri. Standar ini dapat
diaplikasikan oleh tiap industri yang menghasilkan produk
maupun jasa, dan tidak hanya berlaku bagi industri
pangan. ISO 9001 berfokus pada keinginan dan harapan
konsumen. Salah satu harapan konsumen adalah
mendapatkan produk pangan yang aman. Standar ini
meliputi: Cakupan, Referensi normatif, Definisi-definisi,
Persyaratan sistem mutu, Komitmen manajemen,
Manajemen sumber daya, Realisasi produk, Pengukuran,
analisis, dan pengembangan
Standar-standar ISO 9000 pertama kali dikeluarkan
pada tahun 1987, di mana ISO Technical Committee menetapkan
siklus peninjauan ulang setiap lima tahun, guna menjamin
bahwa standar-standar ISO 9000 akan menjadi up to date dan
relevan untuk organisasi. Revisi terhadap standar ISO 9000
telah dilakukan pada tahun 1994 dan tahun2000 (Gaspersz,
2006). Keuntungan penerapan ISO 9001 bagi industri
adalah:
1. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen
melalui jaminan mutu yang terorganisir dengan baik
dan sistematis.
2. Mendapat citra baik dan mampu bersaing.
3. Mencegah audit manajemen mutu ganda oleh
konsumen.
4. Setelah terdaftar pada badan internasional, industri
dapat membidik target perdagangan baru.
5. Meningkatkan kesadaran mutu organisasi.
2. British Retail Consortium (BRC)
Standar BRC ditetapkan untuk proses penyimpanan
dan distribusi, standar produk pangan, standar produk
non pangan dan standar bahan pengemas. Standar
produk non pangan dapat diterapkan untuk peralatan
rumah tangga, produk elektronik audio dan visual, produk
kesehatan dan produk yang tersedia hanya pada musim
tertentu.
Menurut Undang-undang Keamanan Pangan Inggris
tahun 1990, pedagang atau distributor, seperti halnya
semua pihak yang terlibat dalam rantai pasokan pangan,
memiliki hak untuk melakukan pencegahan yang tepat
atas kesalahan dalam pengembangan, produksi,
distribusi, promosi dan penjualan produk pangan ke
konsumen. BRC adalah suatu organisasi perdagangan
Inggris yang didirikan atas prakarsa beberapa pemilik
usaha supermarket atau swalayan di Inggris, yaitu Tesco,
Mark & Spencer dan Sainsbury’s. Tidak semua pemilik
supermarket atau swalayan menjadikan standar BRC
sebagai persyaratan dagang. Organisasi ini menetapkan
berbagai persyaratan bagi produsen atau pemasok
produk pangan yang ingin menjual produknya di
supermarket Inggris (BRC, 2006).
Persyaratan harus dipenuhi oleh produsen dalam
negeri, produsen luar negeri atau eksportir. Meskipun
standar BRC bukanlah peraturan yang dibuat oleh
pemerintah Inggris, sertifikat standar BRC tetap menjadi
salah satu persyaratan kelengkapan izin resmi pengiriman
produk pangan ekspor (BRC, 2001).
Aspek yang dinilai dalam standar proses
penyimpanan dan distribusi mencakup pemeriksaan atau
seleksi produk, pengemasan, inspeksi pengendalian mutu
dan proses pembekuan. Kriteria yang wajib dipenuhi
dalam standar produk non pangan berupa sistem
manajemen mutu, standar lingkungan pabrik,
pengendalian produk, pengendalian proses, sumber daya
manusia, prosedur evaluasi, penilaian produk dan laporan
evaluasi. Kriteria dalam standar pengemas berupa
cakupan atau lingkup, jenis organisasi, sistem manajemen
bahaya dan resiko, sistem manajemen teknis, standar
pabrik, pengendalian kontaminasi, sumber daya manusia,
penentuan kategori resiko dan prosedur evaluasi (BRC,
2006). Kriteria yang harus dipenuhi dalam standar pangan
adalah deteksi logam, penarikan produk dari distributor,
validasi proses pengolahan untuk produk berkadar asam
rendah, validasi proses pasteurisasi, pengendalian hama,
audit internal, traceability, penilaian mutu, penanganan
atas keluhan konsumen dan penentuan umur simpan
(BRC, 2006).
3. Rapid Alert System (RAS)
Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) adalah
sistem yang dikembangkan di kawasan Eropa untuk
menyediakan informasi secepat mungkin mengenai
bahaya keamanan dan kesehatan pangan serta pakan
ternak. Sistem tersebut menyediakan lembaga yang
berwenang dalam pertukaran informasi pada masing-
masing negara di Eropa. Program RASFF mulai dicetuskan
pada tahun 1992 namun baru dibentuk pada tanggal 21
Februari 2002 dan bersifat mandatory (keharusan) bagi
semua komoditi pangan dan pakan yang masuk ke
kawasan Eropa (Thaheer, 2003)
Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF)
disepakati menerapkan dua macam Notifikasi, yaitu
notifikasi alert dan informasi. Notifikasi alert adalah
berkaitan dengan produk yang ada di pasar kawasan
Eropa, dimana ditemukannya resiko bagi pengguna.
Notifikasi informasi berhubungan dengan produk yang
beresiko bagi pengguna, namun diasumikan tidak beredar
di pasaran karena tertahan di perbatasan atau produk
terlanjur kadaluarsa.
Notifikasi alert mengharuskan langkah penahanan,
pelepasan, atau pengendalian sesegera mungkin.
Sedangakan notifikasi informasi tidak mengharuskan
adanya langkah aksi secara cepat. Kontaminan tertinggi
berasal dari residu obat hewan.
China adalah negara yang memperoleh peringatan
paling banyak sampai tahun 2002, kemudian Thailand,
Turki, dan Brazil. Indonesia berada pada urutan ke-13
dengan 39 kasus.
4. Standar Nasional Indonesia
Pemerintah dan Keamanan Pangan
Di Amerika Pemerintah bertanggung jawab untuk keamanan dari
suplai pangan. Departemen Agrikultur Amerika memonitor
produk daging dan unggas. Dan Food and Drag Administration
(FDA) memonitor suplay makanan pada umumnya.
1. Proses Pangan
FDA dalam hal ini mengawasi dan mendirikan
pedoman dan aturan. Ketika FDA mengatakan bahwa
makanan itu aman itu berarti makanan itu bebas dari
bahaya. FDA juga mengetes adanya lingkungan yang
terkontaminasi. Ini bisa logam beracun seperti
mercury dan timah atau ynag lainnya dalam industry
kimia. Di suatu waktu contohnya, ikan cucut dibuang
dari pasaran karena jumlah mercury yang tidak bisa
diterima ditemukan didalam sample.
2. Additives
Bagian lain dari tanggung jawab FDA adalah aditif
makanan. Sebuah aditif adalah zat yang dimasukkan
dalam jumlah sedikit kedalam sesuatu untuk
memperbaiki, memperkuat atau mengubahnya. Oleh
karena itu FDA mengumpulkan list lebih dari 600
bahan-bahan dipertimbangkan aman atau tidak.
3. Pelabelan Pangan
FDA juga memonitor pelabelan makanan. Di akhir
tahun 1800-an banyak makanan di palsukan. Ini berarti
mereka dibuat tidak asli oleh penambahan bahan-bahan
yang tidak tepat. Sejak tidak adanya aturan pelabelan
konsumen tidak tahu jika mereka membeli yang asli atau
palsu.
Yang SNI coba liat pdf yang punya rohim yang SNI itu aja
yang prakatanya aja vi yang dimasukin, tangan gua ga
bisa ngetik tapi kalo bikin ppt mah gua bisa ntar..
Chindarwani. 2007. Skripsi Kajian Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berbasis ISO 22000 di PT Nestle Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Departemen Imu dan Teknologi Pangan. 2006. Panduan Penyusunan Rencana Hazard Analysis Critical Control point (HACCP) Bagi Industri Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor
Robbins dan Coulter. 2002. Management, 7th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: PT Bumi Aksara.