156
MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA Monalisa Rizal

MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

  • Upload
    tirzah

  • View
    187

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA. Monalisa Rizal . Definisi Kebutaan. WHO. *In the better eye with correction. Definisi Kebutaan. WHO Hanya mampu melihat < 3 meter, Pada mata terbaik (yang melihat lebih jelas), Walaupun sudah menggunakan koreksi (alat bantu) terbaik ATAU… - PowerPoint PPT Presentation

Citation preview

Page 1: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

MASALAH KEBUTAANDI INDONESIA

Monalisa Rizal

Page 2: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Definisi KebutaanWHO

Snellen Visual Acuity*Normal 6/6 – 6/18Visual Impairement < 6/18 – 6/60Severe Visual Impairement

< 6/60 – 3/60

Blind < 3/60 – NLP ( No Light Perception )*In the better eye with correction

Page 3: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Definisi KebutaanWHO

Hanya mampu melihat < 3 meter,Pada mata terbaik (yang melihat lebih jelas),Walaupun sudah menggunakan koreksi (alat bantu)

terbaik

ATAU…Luas lapang pandangan (field of view) < 10° dari

penglihatan sentral

Page 4: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Prevalensi KebutaanDunia

45 juta orang buta110 juta orang dengan gangguan penglihatan beratSetiap menit 12 orang menjadi buta90% berada di negara berkembang

Indonesia3 juta orang buta (1.5% dari populasi)Setiap menit 1 orang menjadi butaTertinggi di Asia Tenggara

Page 5: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Etiologi Kebutaan di IndonesiaPenyebab utama kebutaan

Katarak 0.78%Glaukoma 0.20%Kelainan refraksi 0.14%Gangguan retina 0.13%

Diabetik retinopatiKelainan kornea 0.10%

Defisiensi Vitamin A Trakoma

Page 6: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Katarak Adalah penyakit degenerasi yang ditandai oleh

kekeruhan pada lensa mataData Indonesia

Insiden 0.1% kebutaan tiap tahun (210.000 orang)Sebagian besar berada di daerah dengan ekonomi

rendahKemampuan operasi 80.000 mata/tahunBacklog (penumpukan) 130.000 kasus/tahunPenduduk Indonesia menderita katarak 15 tahun

lebih awal dibandingkan penduduk negara maju

Kebutaan akibat katarak dapat diatasi OPERASI

Page 7: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Glaukoma Adalah penyakit degenerasi yang ditandai oleh

kerusakan nervus optikus akibat tekanan bola mata yang lebih tinggi dari normal

Data Indonesia500.000 penderita glaukoma mengalami kebutaanDisebut juga “pencuri penglihatan” karena penderita

tidak mengalami keluhan buram sampai akhirnya penglihatan hilang secara total

Umumnya penderita berusia 40 tahun ke atasMemerlukan upaya DETEKSI DINI

Page 8: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Kelainan RefraksiDisebut juga kelainan “kacamata”Data Indonesia

10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi

Hanya 12.5% yang telah menggunakan kacamata

Memerlukan upaya DETEKSI DINI

Page 9: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Diabetik Retinopati Adalah kerusakan retina akibat kebocoran pembuluh darah yang

terjadi pada diabetes mellitus Data Indonesia

Secara resmi belum ada 3.9% dari seluruh jumlah kunjungan (poli mata RSCM)

DM tipe 1 13% kasus pada pasien yang menderita < 5 tahun 90% kasus pada pasien yang menderita > 10 tahun

DM tipe 2 25% kasus pada pasien yang menderita < 5 tahun 75% kasus pada pasien yang menderita > 10 tahun

Memerlukan upaya PREVENTIF dan DETEKSI DINI

Page 10: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Defisiensi Vit A (Xerophthalmia)Adalah gangguan pada struktur bola mata dan

fungsi retina akibat defisiensi vitamin AData Indonesia

Prevalensi 0.3% (tahun 1992)50.2% balita mengalami kadar serum retinol rendah

(<20µg/dL)60.000 anak balita menderita xerophthalmia yang

terancam buta (HKI-1998)

Memerlukan upaya PREVENTIF dan DETEKSI DINI

Page 11: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Trakoma Adalah peradangan pada mata akibat infeksi bakteri

Chlamydia Trachomatis.Dikenal sebagai “penyakit kemiskinan”

Tersebar di daerah kering dan kurang sanitasi

Data dunia 41 juta orang mengalami infeksi aktif 8.2 juta orang mengalami trakoma berat dan terancam buta

Data Indonesia Belum ada data resmi

Memerlukan upaya PREVENTIF dan DETEKSI DINI

Page 12: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Program Pemerintah1967

Program pemberantasan trakoma dan defisiensi vitamin A

1984Upaya Kesehatan Mata/Pencegahan Kebutaan

(UKM/PK) sebagai kegiatan pokok Puskesmas1987

Program Penanggulangan Kebutaan Katarak Paripurna (PPKP) oleh BKMM dan Rumah Sakit daerah

Page 13: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Program Pemerintah2005

Rencana Strategi Nasional untuk Penanggulangan Gangguan Penglihatan & Kebutaan (PGPK) untuk mencapai “Mata Sehat 2020”

Kepmenkes No 1473/Menkes/SK/X/2005Visi

“Setiap penduduk Indonesia pada tahun 2020 memperoleh kesempatan/hak untuk melihat secara optimal”

Strategi Meningkatkan jumlah dokter dan perawat puskesmas

yang telah dibina oleh dokter spesialis mata RS kabupaten/kota/BKMM

Page 14: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Program PemerintahPeranan Puskesmas

Promotif Peningkatan gizi (xerophthalmia, katarak) Peningkatan higiene (trakoma)

Preventif Pemberian vitamin A (xerophthalmia)

Deteksi dini Skrining anak usia sekolah (kelainan refraksi) Skrining penduduk usia > 40 tahun (katarak, glaukoma,

DR)Terapi dini

Pemberian vitamin A (xerophthalmia) Pemberian antibiotika topikal dan oral (trakoma)

Page 15: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

TERIMA KASIH

Page 16: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi dan Fisiologi Mata

Monalisa S Rizal Z

Page 17: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Fungsi Organ penglihatan

Mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang dipersepsikan sebagai “image” oleh otak

Organ keseimbanganBekerjasama dengan telinga

Page 18: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Mata, tampak depan

Page 19: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi Palpebra

Terdiri atas: Kulit di permukaan anterior Otot dan jaringan tulang rawan (tarsus) di bagian

medial Membran mukosa (konjungtiva tarsalis) di permukaan

posterior Kelenjar sebasea (Zeis),kelenjar keringat (Moll), &

Meibom Cilia (bulu mata)

Fungsi Melindungi mata dengan refleks mengedip Distribusi air mata ke seluruh permukaan anterior bola

mata Mengatur jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata

Page 20: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Palpebra

Page 21: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi Konjungtiva

Membran mukosa, tipis, dan transparan, Melapisi bagian anterior sklera dan bagian dalam

palpebraMelekat longgar dengan sklera bola mata bebas

bergerakMengandung banyak sel goblet yang berfungsi

sebagai kelenjarDibagi 2 :

Bulbar melapisi anterior bola mata (selain kornea) Tarsal melapisi dinding dalam palpebra Perbatasan antara konjungtiva bulbar dan tarsal adalah

forniks

Page 22: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Konjungtiva

Page 23: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi Sistem lakrimal

Terdiri atas: Glandula lakrimal Duktus nasolakrimal

Fungsi: Sebagai komponen air mata (tears) bersama-sama

dengan kelenjar Meibom, Zeis, Moll, dan Goblet Drainase , melalui pungtum lakrimal superior dan

inferior, menuju duktus nasolakrimal

Page 24: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Sistem lakrimal

Page 25: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi Sklera

Jaringan ikat padat terdiri dari serat-serat kolagenSebagai dinding luar pembentuk 5/6 bagian bola mata

Iris “Diafragma mata”, terletak di atas lensa, dan memisahkan

antara bilik mata depan dengan bilik mata belakangTerdiri atas otot sphincter pupillae dan dilatator pupillae

Pupil Area sentral iris yang terbukaBerfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke dalam

mata dengan cara mengecil (miosis) saat cahaya terang, dan melebar (midriasis) saat gelap

Page 26: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Potongan melintang bola mata

Page 27: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Iris dan pupil

Page 28: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi Kornea

Jaringan avaskular, transparan, berbentuk kubah, dan membentuk 1/6 bagian anterior bola mata

Sebagai media refraksi (pembiasan) cahayaCilliary body (badan siliar)

Produksi akuos humor yg mengisi bilik mata depanMenggantung lensa melalui zonula Zinn

Page 29: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Kornea, tampak dari samping

Page 30: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi Lensa

Berbentuk bikonveks (cembung) dan transparanSebagai media refraksi (pembiasan) cahayaMemiliki kemampuan akomodasi (menebal/menipis)

Page 31: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Lensa

Page 32: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi Vitreus humor (badan kaca)

Berbentuk gel transparanMengisi rongga belakang bola mata (sebagai tampon

internal)Sebagai media refraksi (pembiasan) cahaya

KoroidTerdiri atas kapiler-kapiler pembuluh darah sebagai sumber

vaskularisasi organ2 di dalam bola mata

Optic nerve (nervus optikus)Merupakan kumpulan (bundle) dari akson-akson sel-sel

fotoreseptor yang meneruskan impuls listrik dari retina ke otak

Page 33: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Page 34: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi Retina

Lapisan tipis transparan yang berfungsi sebagai fotoreseptor (menyerap dan mengubah cahaya menjadi impuls listrik yang diteruskan ke otak)

Terdiri atas sel-sel fotoreseptor Sel cone (kerucut), berfungsi pada kondisi terang Sel rod (batang), berfungsi pada kondisi minim cahaya

Makula Bagian sentral retina yang berfungsi pada penglihatan

sentralRetina perifer

Seluruh retina diluar makula yang berfungsi pada penglihatan perifer

Page 35: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Retina

Page 36: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi Otot-otot ekstraokular

Setiap mata terdiri dari 6 buah otot: Musculus rectus superior Musculus rectus inferior Musculus rectus lateral Musculus rectus medial Musculus oblique superior Musculus oblique inferior

Page 37: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi

Otot-otot mata dan rongga orbita

Page 38: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Fisiologi Proses penglihatan

Mata berfungsi sebagai “penangkap cahaya”Cahaya yang masuk akan dibiaskan oleh media

refraksi: Kornea Lensa Badan vitreus

Difokuskan (dibiaskan) ke retina (makula)Fotoreseptor mengubah energi cahaya menjadi

impuls listrik Impuls diteruskan melalui akson-akson (nervus

optikus) menuju otak di daerah oksipital Impuls dipersepsikan oleh otak sebagai benda

(image)

Page 39: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Fisiologi Proses penglihatan

Page 40: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Fisiologi Penglihatan sentral

Penglihatan paling tajam yang fungsinya dilakukan oleh makula

Penglihatan periferPenglihatan yang fungsinya dilakukan oleh bagian

retina selain makula Temporal : 90 derajat Inferior : 70 derajat Medial : 60 derajat Superior : 60 derajat

Penglihatan sentral dan perifer membentuk lapang pandangan (field of view)

Page 41: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Fisiologi

Visual pathway

Page 42: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

TERIMA KASIH

Page 43: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

PEMERIKSAAN MATAdr. Monalisa Rizal, SpM

Page 44: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Pemeriksaan rutinTajam penglihatan (visus/refraksi)TonometriPosisi dan pergerakan bola mataRefleks pupil/refleks cahaya Lapang pandangan (field of view)Slit lamp biomikroskopifunduskopi

Page 45: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tajam penglihatan (visus/refraksi)• Pemeriksaan untuk menilai tajam penglihatan

sentral• Dibagi 2:

• Jauh • Untuk mendeteksi miopia (rabun jauh), hipermetropia

(rabun dekat), dan astigmatisme (kelainan silindris)• Dekat

• Untuk mendeteksi gangguan akomodasi (gangguan baca)

Page 46: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Visus jauh– Visus normal (emetropia) : 6/6– Jarak periksa

• 6 meter• 3 meter (menggunakan cermin)

– Alat-alat• Snellen chart (Tumbling E bila pasien buta huruf)• Trial lens set (untuk skrining cukup memakai pin

hole)• Trial frame

Page 47: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Snellen chart

Trial lens & trial frame

Pin hole tes

Page 48: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Pemeriksaan visusTeknik pemeriksaan (untuk skrining)

Pasien duduk 6 meter dari chart (3 meter bila menghadap cermin dan chart ada di atas kepala pasien)

Minta pasien menutup mata kiri untuk memeriksa mata kanan

Minta pasien untuk membaca huruf terbesar pada chart

Bila terbaca, teruskan sampai huruf terkecil yang mampu dibaca pasien

Tajam penglihatan/visus pasien adalah 6/….. (…..sesuai notasi yang terdapat disamping huruf terkecil yang masih terbaca, contoh: 6/20), artinya adalah pasien dapat membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang normal dapat terbaca pada jarak 20 meter

Page 49: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Pemeriksaan visusTeknik pemeriksaan

Bila pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada chart,

Lanjutkan dengan meminta pasien menyebutkan jumlah jari (hitung jari) pemeriksa yang ditunjukkan dari jarak 1, 2, atau 3 meter di depan pasien.

Bila pasien dapat menyebutkan dengan benar pada jarak 2 meter, maka visus pasien adalah 2/60, artinya pasien dapat menghitung jari dari jarak 2 meter yang oleh orang normal dapat dilakukan dari jarak 60 meter.

Bila pasien tidak dapat menghitung jari dengan benar, lanjutkan dengan lambaian tangan dari jarak 1 meter

Page 50: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Pemeriksaan visusTeknik pemeriksaan

Bila pasien dapat melihat arah lambaian tangan (atas-bawah atau kiri-kanan) maka visus pasien adalah 1/300, artinya pasien dapat melihat lambaian tangan dari jarak 1 meter yang oleh orang normal dapat dilihat dari jarak 300 meter.

Bila pasien tidak dapat melihat lambaian tangan dari jarak 1 meter, lanjutkan dengan memberikan cahaya dari jarak 1 meter (persepsi cahaya)

Bila pasien dapat melihat cahaya, maka visus pasien adalah 1/~ atau LP (+), artinya pasien hanya dapat melihat sinar dari jarak 1 meter yang oleh orang normal dapat dilakukan pada jarak tak terhingga

Page 51: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Pemeriksaan visusTeknik pemeriksaan

Jika pasien tidak dapat melihat sinar dari jarak 1 meter maka visus pasien adalah NLP atau LP(-), yang artinya No Light Perception

Ulangi hal yang sama pada mata kiri (mata kanan ditutup)

Teknik dengan pin holeDilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

kelainan refraksi dan mencari kemungkingan adanya kelainan organik

Dilakukan pada pasien dengan visus hitung jari (1/60) atau lebih baik, dan belum mencapai emetropia (6/6)

Page 52: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Pemeriksaan visusTeknik pemeriksaan pin hole

Setelah didapatkan visus pasien belum mencapai 6/6 maka pasien diminta untuk mengintip lewat lubang kecil pada pin hole, lalu kembali membaca chart dari atas ke bawah

Bila dengan pin hole visus mencapai 6/6, maka pasien PASTI memiliki kelainan refraksi saja

Bila dengan pin hole visus pasien tidak menjadi lebih baik, maka PASTI memiliki kelainan organik pada mata (kelainan pada kornea, bilik mata depan, pupil, lensa, badan vitreus, retina, atau pada korteks serebri)

Page 53: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tonometri • Menilai tekanan intraokular (TIO)• Nilai normal 10-21 mmHg• Tujuan pemeriksaan terutama untuk skrining

glaukoma• Jenis-jenis

– Tonometer schiotz– Tonometer applanation– Tonopen– Non-contact tonometer

Page 54: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Schiotz Aplanasi

Tonopen Non contact tonometer

Page 55: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tonometri Schiotz

Page 56: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tonometri SchiotzAlat dan bahan

Tonometer schiotzAnestesi topikal (pantocain®)Kapas alkohol

Teknik pemeriksaanPasien berbaring setelah mata yang akan diukur

diberikan anestesi topikalSiapkan tonometer Schiotz dengan menggunakan

beban 7.5 lalu kalibrasi pada lempeng kalibrasi dan pastikan jarum menunjukkan skala 0

Bersihkan “footplate” dengan kapas alkohol

Page 57: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tonometri SchiotzTeknik pemeriksaan

Minta pasien mengangkat salah satu tangan di atas mata (berfungsi sebagai titik fiksasi pasien) hingga kornea terekspos seluruhnya

Letakkan tonometer secara tegak lurus di atas kornea tanpa memberikan tekanan pada bola mata

Untuk memastikan manuver dilakukan tanpa tekanan, pastikan bagian “handle” terletak di tengah-tengah “sleeve”

Baca skala angka yang ditunjukkan jarum pada bagian atas tonometer.

Page 58: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tonometri SchiotzTeknik pemeriksaan

Bila jarum menunjukkan skala 8, maka konversikan skala 8 dengan beban 7.5 pada lembar konversi. Didapatkan hasil konversi 15.6 mmHg

Sebaiknya pengukuran dilakukan beberapa kali (3 kali) kemudian hasil yang didapat dirata-ratakan agar hasil pengukuran lebih akurat

Lakukan hal yang sama pada mata berikutnya

Page 59: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

SELAMAT MENCOBA

Page 60: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Kelainan RefraksiMonalisa S Rizal Ziaulhak

Page 61: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Kelainan RefraksiDefinisi

Kelainan yang timbul akibat ketidakseimbangan antara kekuatan refraktif (daya bias) mata dengan panjang aksial (antero-posterior) bola mata

Daya bias mataDimiliki oleh media refraksi mata

Kornea : 42 dioptri (40 D) Lensa : 17 dioptri (17 D)

Daya bias total mata ± 60 D

Panjang aksial bola mataDiukur dari anterior kornea – makula, ± 22 mm

Page 62: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Kelainan refraksiTipe-tipe kelainan refraksi

Rabun jauh (miopia)Rabun dekat (hipermetropia)Astigmatisme (kelainan silindris)

Keluhan pasienPenglihatan semakin kabur secara perlahan-lahan

Saat menonton tivi Saat mengendarai kendaraan Penglihatan berbayang

“Ocular discomfort” (mata cepat pegal, gampang berair)

Page 63: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Kelainan refraksiPemeriksaan

Tajam penglihatan (refraksi/visus)Miopia

Benda yang lebih jauh terlihat lebih jelas dibandingkan benda yang terletak lebih dekat

Timbul akibat titik fokus sinar yang masuk ke dalam mata jatuh di depan makula

Terapi dengan kacamata minus Bertujuan memundurkan titik fokus agar jatuh tepat di

makula

Page 64: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Kelainan refraksiRabun jauh (miopia)

Page 65: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Kelainan refraksiHipermetropia

Benda yang terletak lebih dekat terlihat lebih kabur dibandingkan benda yang terletak lebih dekat

Timbul akibat titik fokus sinar yang masuk ke dalam mata jatuh di belakang makula

Terapi dengan kacamata plus Bertujuan untuk memajukan titik fokus agar jatuh tepat

di makula

Page 66: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Keluhan ggn penglihatanRabun dekat (hipermetropia/hiperopia)

Page 67: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Kelainan refraksiAstigmatisme (silindris)

Benda yang dilihat pasien tampak tidak lurus (melengkung) dan berbayang

Terjadi akibat daya bias mata tidak sama di seluruh meridian sehingga terdapat 2 titik fokus dari sinar yang masuk ke dalam mata

Terapi dengan kacamata silindris minus atau silindris plus Bertujuan untuk menyatukan 2 titik fokus di atas agar

keduanya jatuh tepat di makula

Page 68: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Keluhan ggn penglihatanSilindris (astigmatisme)

Page 69: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Kelainan refraksiPilihan terapi lainnya

Lensa kontakLaser

Skrining kelainan refraksiDiutamakan pada anak usia sekolah (6-18 tahun)Alat-alat

Snellen chart/tumbling E Pin hole

Setiap siswa/i yang visus tidak mencapai 6/6, dirujuk ke spesialis mata terdekat

Page 70: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

TERIMA KASIH

Page 71: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

KatarakMonalisa Samsul Rizal Z

Page 72: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Definisi Kekeruhan pada lensa

Page 73: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi lensa Jaringan avaskular dan

transparanNutrisi terutama dari cairan

akuos dan vitreusTerdiri dari 3 bagian

Kapsul Korteks Nukleus

Page 74: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Fisiologi Lapisan sel epitel lensa

Tipe A Tipe E (aktif bermitosis)

Sel epitel berkembang membentuk serat lensa (lens fiber) dan membentuk korteks

Lens fiber menumpuk/ memadat di bagian sentral membentuk nukleus

Page 75: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tipe-tipe katarakBerdasarkan usia

Kongenital ( < 1 tahun) Juvenile ( 1-40 th) Senilis ( > 40 th)

Page 76: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Etiologi Usia tua (senilis)Trauma (tumpul, tajam, elektrik)Toksik (steroid, anti psikosis)Inflamasi intraokular (uveitis)Radiasi Penyakit sistemik

Diabetes melitusHipokalsemia

Page 77: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Katarak senilis Prevalensi

50% pada usia 65-74 tahun 75% pada usia > 75 tahun

Patogenesis Bersifat multifaktorial Reaksi oksidasi yang tidak terkompensasi pada

lensa akan diikuti oleh denaturasi protein pada serat-serat lensa

Serat-serat lensa akan berikatan satu sama lain menimbulkan sklerosis pada nukleus

Lensa kehilangan sifat jernihnya katarak

Page 78: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tipe katarakBerdasarkan morfologi

Imatur Kortikalis Nuklearis Sub kapsularis posterior

Matur (advance) Melibatkan seluruh lapisan lensa

Page 79: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tipe katarak

Page 80: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tipe katarak

Page 81: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Faktor resiko Usia (40 tahun ke atas) Gizi kurang Merokok Penyakit sistemik

Diabetes melitus Hiperkalsemia

Penggunaan obat-obatan jangka panjang Steroid Anti psikosis

Page 82: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Gambaran klinisGejala

Visus turun perlahan terutama saat siang hariSeperti melihat asapMata tidak merahUkuran kacamata cepat berubah

TandaLeukokoria

Pupil tampak berwarna putih

Page 83: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Gambaran klinis

Page 84: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Gambaran klinis

Page 85: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Pemeriksaan tambahan Bertujuan untuk persiapan operasi

Darah perifer Gula darah Bleeding time Clotting time Biometri

Mengukur kelengkungan kornea Mengukur panjang bola mata Mengukur ketebalan lensa mata Tujuan untuk menentukan kekuatan lensa tanam yang

akan digunakan

Page 86: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Terapi Medikamentosa

Untuk menghambat progresifitas kekeruhan lensaAnti oksidan (vitamin C dan E)

Operasi Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Implantasi Intra Ocular Lens (IOL)Teknik

Manual (insisi luka 8-10 mm) Mesin / fakoemulsifikasi (insisi luka 3 mm)

Page 87: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Indikasi operasiMedis

Katarak maturVisus < 3/60 dengan koreksi terbaikTerdapat komplikasi

Glaukoma Uveitis

SosialAktivitas sehari-hari sudah terganggu

KosmetikPada mata dengan visus NLP

Page 88: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Intra ocular lens (IOL)

Page 89: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Operasi katarak

Page 90: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Terapi pasca operasiMedikamentosa

Antibiotik topikalAnti inflamasi topikalDiberikan selama 1 bulan sesuai masa

penyembuhan lukaHindari sumber infeksi (air, debu dll)

Kaca mataMelihat jauhMembaca

Page 91: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Prognosis Visual

Baik Terkadang memerlukan kaca mata

Page 92: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Skrining katarakTarget populasi

Penduduk usia 40 tahun ke atasMemiliki faktor resiko penyakit metabolik

Diabetes Mellitus Hipertensi

Alat-alatSnellen chart/tumbling EPin holeSenter dan loupe binokular

Untuk melakukan “shadow test”

Page 93: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Skrining katarakShadow test

Dilakukan untuk menilai derajat kekeruhan lensaAlat

Senter Loupe binokular

dasar-dasar Semakin tipis kekeruhan di bagian posterior lensa, maka

makin besar bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut. Semakin tebal kekeruhan lensa, maka semakin kecil bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut

Page 94: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Skrining katarakShadow test

Teknik pemeriksaan Senter diarahkan ke pupil dengan membentuk sudut 45°

dengan dataran iris Dengan menggunakan loupe, dilihat bayangan iris pada

lensa Penilaian

Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil, berarti lensa belum keruh seluruhnya (katarak imatur), keadaan ini disebut shadow test (+)

Bila bayangan pada lensa kecil dan dekat terhadap pupil, berarti lensa sudah keruh seluruhnya (katarak matur), keadaan ini disebut shadow test (-)

Page 95: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

TERIMA KASIH

Page 96: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

GLAUKOMAMonalisa Samsul Rizal Ziaulhak

Page 97: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Definisi Glaukoma adalah kelainan mata yang ditandai

oleh:Peningkatan Tekanan Intra Okular (TIO) yg

menyebabkanKerusakan nervus optikus, disertai denganGangguan lapang pandanganDikenal juga sebagai “Trias Glaukoma”

Page 98: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Tekanan Intra Okular (TIO)Tekanan yang terbentuk di dalam bola mata

akibat adanya proses produksi dan ekskresi akuos humor

Akuos humorCairan yang diproduksi oleh badan siliarMengisi bilik mata depan Jumlah produksi dan ekskresi harus seimbang agar

TIO normal

TIO normal : 10-21 mmHg diukur dengan tonometri

Kenaikan TIO umumnya terjadi akibat hambatan pada aliran pengeluaran (outflow) akuos humor

Page 99: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Aliran Akuos Humor

Page 100: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Nervus OptikusKumpulan akson-akson dari sel-sel fotoreseptor

(sel batang dan kerucut) yang tersebar di seluruh retina

berfungsi mengalirkan impuls-impuls listrik ke otak

Pemeriksaan dilakukan menggunakan oftalmoskop

Page 101: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Nervus Optikus

Page 102: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Lapang PandanganAdalah seluruh area penglihatan yang dapat

dilihat oleh mataGabungan antara:

Penglihatan sentral oleh makulaPenglihatan perifer oleh bagian retina selain makula

Temporal : 90 derajat Inferior : 70 derajat Nasal : 60 derajat Superior : 60 derajat

Pemeriksaan dengan perimetri/kampimetri

Page 103: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Lapang Pandangan

Page 104: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Patogenesis GlaukomaHambatan

outflow akuos humor

Peningkatan TIO secara

kronis

Penekanan pada nervus

optikus

Kerusakan akson-akson

Defek (gangguan) lapang

pandangan

Page 105: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Gambaran klinisKeluhan pasien

Tahap awal Tanpa keluhan, terkadang hanya pegal di mata karena

TIO mulai meningkat Mulai terasa defek lapang pandangan perifer (seringkali

tidak disadari pasien)Tahap akhir

Defek lapang pandangan mulai mendekati penglihatan sentral (pasien seperti melihat dari lubang/ “tunnel vision” )

Bila berjalan pasien mulai sering menabrak-nabrak Visus mulai turun sampai akhirnya menjadi buta

Page 106: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Gambaran klinisPada pemeriksaan didapatkan

Visus Normal pada tahap awal penyakit Turun pada tahap akhir penyakit

TIO meningkat pada tonometriPapil glaukomatosa pada oftalmoskopiDefek lapang pandangan pada perimetri

Page 107: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Gambaran klinis

Page 108: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Terapi Prinsip

Mengontrol TIO dalam batas normalKerusakan Nervus Optikus yang sudah terjadi

bersifat permanenDETEKSI DINI untuk mencegah kebutaan

Pilihan terapiMedikamentosa

Menurunkan produksi akuos humor Meningkatkan outflow akuos humor Neuroproteksi

Bedah

Page 109: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Terapi Medikamentosa

Beta bloker (timolol, betaxolol)Parasimpatomimetik/miotikum (pilokarpin,

carbachol)Carbonic anhydrase inhibitor (acetazolamide)Alpha-2 adrenergic agonist (brimonidine)

Neuroprotektif

BedahLaser trabekuloplastiTrabekulektomi Siklodestruksi

Page 110: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Terapi

Page 111: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Faktor resiko glaukomaUsia di atas 40 tahunRas kulit hitam dan melayuRiwayat glaukoma dalam keluargaDiabetes mellitusHipertensi Miopia

Page 112: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Skrining glaukomaDilakukan pada populasi dengan resiko glaukomaPemeriksaan

Tajam penglihatan Snellen chart/tumbling E Pin hole

Tonometri schiotz

Page 113: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

TERIMA KASIH

Page 114: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Retinopati DiabetikMonalisa Samsul Rizal Ziaulhak

Page 115: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Definisi Adalah kelainan retina berupa kebocoran

pembuluh darah yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus

EpidemiologiBelum ada data resmi di IndonesiaAmerika

7% penderita yang telah menderita DM < 10 tahun 26% penderita yang telah menderita DM antara 10-14

tahun 63% penderita yang telah menderita DM > 15 tahun

Retinopati Diabetik lebih terkait durasi penyakit DM dibandingkan kadar gula darah penderitanya

Page 116: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi retinaRetina terutama terdiri atas sel-sel fotoreseptor

Sel kerucut (cone) Untuk penglihatan sentral dan warna Terutama terletak di bagian makula Berfungsi pada kondisi terang

Sel batang (rod) Untuk penglihatan perifer dan kontras hitam-putih Terutama terletak di bagian perifer retina Berfungsi pada kondisi minim cahaya

Page 117: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi retina Vaskularisasi retina

1/3 bagian dalam : arteri & vena retina sentral2/3 bagian luar : koroid

Makula adalah bagian sentral retina yang AVASKULAR

Page 118: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Anatomi retina

Page 119: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Patogenesis Kadar glukosa

serum meningkat (hiperglikemia)

Kerusakan endotel pembuluh darah (mikroangiopati)

Kebocoran pembuluh darah

(eksudasi)

Iskemia jaringan retina

Release Vascular Endothelial Growth

Factors (VEGF)

Pembentukan pembuluh darah

baru (neovaskularisasi)

Kebocoran tambahan berasal

dari neovaskularisasi

Page 120: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Patogenesis

Page 121: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Gambaran klinis Keluhan

Visus turun jika makula sudah terlibatDefek lapang pandangan (skotoma)

Page 122: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Gambaran klinisTipe-tipe diabetik retinopati

Non proliferatif diabetik retinopati (NPDR) Kelainan terbatas di lapisan retina Eksudat Perdarahan Neovaskularisasi

Proliferatif diabetik retinopati (PDR) Kelainan sudah melibatkan vitreus Perdarahan vitreus Robekan retina Neovaskularisasi mencapai iris (rubeosis iridis)

Page 123: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Gambaran klinis

Page 124: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Pemeriksaan penunjangOftalmoskopi/funduskopiFoto fundus

Sebagai dokumentasi

Fundus angiografi Menilai pembuluh darah

yang bocor dan daerah retina yang iskemia

Page 125: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Terapi Medikamentosa

Kontrol kadar gula darah konsultasi SpPDUntuk retinopatinya tidak ada obat-obatan khusus

LaserDiberikan pada bagian retina yang mengalami kebocoran

pembuluh darah dan iskemiaTujuan untuk mengurangi release VEGF menghambat

neovaskularisasi

OperasiVitrektomiPada PDR (vitreus telah terlibat)

Page 126: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Terapi

Page 127: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Skrining Prinsip tatalaksana diabetik retinopati adalah

PENCEGAHANSkrining dilakukan pada semua penderita diabetes

melitus, yang baru terdiagnosis maupun yang telah lama

Kontrol gula darah secara ketat dapat mencegah progresifitas retinopati diabetik

Page 128: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

TERIMA KASIH

Page 129: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Kelainan Mata pada Defisiensi Vitamin A

Monalisa Samsul Rizal Ziaulhak

Page 130: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Definisi Adalah kelainan mata yang timbul akibat

defisiensi vitamin A, disebut juga XerophthalmiaEpidemiologi

Dunia 1-5% anak pra-sekolah menderita xerophthalmia

Indonesia 50.2% balita mengalami kadar serum retinol rendah

(<20µg/dL) 60.000 anak balita menderita xerophthalmia yang

terancam buta (HKI-1998)

Page 131: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Vitamin A (Retinol)Vitamin larut lemakFungsi

Proses penglihatan (fototransduksi)Diferensiasi sel epitelPertumbuhan Imunitas selularAnti oksidanPembentukan sel darah (hemopoiesis)

Page 132: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Vitamin A (Retinol)

Page 133: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Vitamin A Deficiency Disorders (VADD)Kadar serum retinol < 20 µg/dLGambaran klinis

Growth retardationAnemia Infeksi berulangXEROPHTHALMIA

Prevalensi (dunia)140 juta anak pra sekolah & > 7 juta wanita

Page 134: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

XEROPHTHALMIAPatogenesis

Fungsi normal sel fotoreseptor batang tergangguKerusakan sel-sel goblet pada konjungtiva

Gambaran klinisNight blindness (rabun senja/rabun ayam)Xerosis konjungtivaBitot’s spotsXerosis korneaKeratomalasia/ulkus korneaCorneal scar (jaringan parut kornea)

Page 135: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Xerosis konjungtiva

Page 136: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Bitot’s spots

Page 137: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Xerosis kornea

Page 138: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

keratomalasia

Page 139: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Corneal scar

Page 140: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Faktor resikoAnak-anakWanita hamil/menyusuiGizi buruk

MarasmusKwasiorkor

Diare kronisPasca infeksi campak

Page 141: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Terapi Asupan Vitamin A

100.000 – 400.000 IU tergantung usiaAnak-anak diberikan 200.000 IU selama 1-4 mingguResponsif (kesembuhan dalam 1-3 minggu, kecuali

telah timbul jaringan parut) Night blindness respon dalam 48 jam Xerosis kornea respon dalam 1 minggu Bitot’s spot respon dalam 2 minggu

Transplantasi korneaPada penderita dengan jaringan parut kornea

Page 142: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Skrining Dilakukan pada populasi beresiko

Anak-anak Ibu hamil/menyusuiGizi burukDiare kronisPasca infeksi campak

Alat-alatSnellen chart/tumbling EPin holeSenterBinokular loupe

Page 143: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

TERIMA KASIH

Page 144: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Trakoma Monalisa Samsul Rizal Ziaulhak

Page 145: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Definisi Kelainan pada mata akibat infeksi oleh Chlamydia

TrachomatisEpidemiologi

Dunia 150 juta orang terinfeksi aktif 8 juta orang buta 2/3 wanita

Indonesia Jumlah pasti tidak diketahui krn kasus trakoma termasuk

dalam kategori kebutaan kornea pada survey kesehatan indera

Diperkirakan jumlah infeksi aktif akan meningkat akibat krisis ekonomi yang terjadi

Page 146: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Peta global infeksi aktif trakoma

Page 147: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Chlamydia TrachomatisBakteri obligat intraselularMenyerang epitel mukosa manusia

Mata : trakomaSaluran genital : uretritis non GO

Transmisi antar manusiakontak langsung

Berjabatan tangan Penggunaan handuk, sapu tangan, tisu secara bersama

Tidak langsung Serangga (lalat)

Page 148: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Chlamydia Trachomatis

Page 149: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Chlamydia trachomatis

Page 150: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Gambaran klinisKeluhan pasien

Mata merahGatalMata belekan

Tanda Folikel di konjungtiva tarsalisSikatrik konjungtiva tarsalisTrikiasis cilia mengarah ke bola mataSikatrik kornea menyebabkan kebutaan

Page 151: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Trachoma grading (WHO)

Page 152: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Trachoma grading (WHO)

Page 153: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Trachoma grading (WHO)

Page 154: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Trachoma grading (WHO)

Page 155: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Trachoma grading (WHO)

Page 156: MASALAH KEBUTAAN DI INDONESIA

Trachoma grading (WHO)