Management Aphasia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Management Aphasia

Citation preview

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    1/14

    MANAJEMEN APHASIA

    Disusun Oleh: Kelompok 3

    1.Dian Kasihsa Sondi

    2.Evita Pratiwi

    3.Felisima Ganut

    4.Fransiska Ero Kia5.Gasparani Fany Bili

    6.Marlinda Parirak

    7.Onavia Laura Ala

    8.Reno Manibui

    9.Yoan Muliana Trilianso

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

    STELLA MARIS MAKASSAR

    TAHUN AJARAN 2013-2014

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    2/14

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

    rahmat, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan MANAJEMEN

    APHASIA.

    Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa makalah ini sangatlah

    jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik saran

    yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah

    ini dan untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang keperawatan.

    Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

    yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.

    Kiranya segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan oleh semua pihak selama

    penyusunan makalah ini dapat diterima bagi kita sekalian.

    Akhir kata penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

    semua pihak.

    Makassar, 27 April 2014

    Penulis

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    3/14

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Gangguan bicara dan bahasa yaitu terjadinya gangguan atau keterlambatan

    pada seseorang dalam berbicara atau menggunakan bahasa di dalam kehidupan

    sehari-harinya. Gangguan bicara dan bahasa berhubungan erat dengan area lain

    yang mendukung proses tersebut, seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran.

    Keterlambatan ini bisa dimulai dari bentuk yang paling sederhana, seperti bunyi

    suara yang tidak normal (sengau atau serak) sampai dengan ketidakmampuan

    untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme oral-

    motor dalam fungsinya untuk berbicara dan makan. Yang termasuk dalam gangguan

    wicara dan bahasa antara lain: gangguan perkembangan artikulasi, gangguan

    kelancaran berbicara (gagap), terlambat bicara dan bahasa,

    gangguan DysphasiadanAphasia(ketidakmampuan membentuk kata dan

    menangkap arti kata), gangguan disintegratif pada kseseorang-kseseorang,

    gangguan Multisystem Development Disorder (seseorang yang mengalami

    gangguan komunikasi, sosial, dan sensoris)

    Faktor yang diduga menyebabkan disfasia adalah disfungsi minimal otak,anoksia saat lahir dan gen dominan tunggal. Bila gangguan bicara dan bahasa tidak

    diterapi dengan tepat, akan terjadi gangguan kemampuan membaca, kemampuan

    verbal, perilaku, penyesuaian psikososial dan kemampuan akademis yang buruk.

    Seseorang yang mengalami kelainan berbahasa pada masa pra-sekolah, 40%

    hingga 60% akan mengalami kesulitan dalam bahasa tulisan dan mata pelajaran

    akademik. Itulah sebabnya pencegahan dan deteksi dini gangguan perkembangan

    berbahasa pada seseorang sangat penting.

    B. Tujuan

    Untuk mengetahui manajemen dysphasia ( speech terapi/ terapi wicara)

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    4/14

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. DEFINISI

    1. Afasia adalah gangguan berbahasa dan pengetahuan tentang afasia disebut

    sebagai afasiologi.

    2. Afasia merupakan gangguan bahasa perolehan yang disebabkan oleh cedera otak

    dan ditandai oleh gangguan pemahaman serta gangguan pengutaraan bahasa

    lisan maupun tertulis. Afasia merupakan gangguan bahasa, hal ini

    mengimplikasikan bahwa daya ingat non verbal dan pemikiran pada dasarnya

    masih tetap utuh. Seseorang dapat berpikir, tetapi pengungkapan pemikirannya

    melalui bahasa terganggu. (Dharmaperwira, 1993).

    3. Afasia adalah gangguan kemampuan bahasa seseorang yang disebabkan oleh

    kerusakan otak akibat suatu stroke (gangguan peredaran darah di otak) atau

    cedera kepala yang menyebabkan cedera otak yang ditandai dengan kehilangan

    kemampuan membuat formulasi, menyatakan dan membuat kata-kata ujaran,

    gangguan dalam membaca dan menulis (Kusumoputro, 1992).

    4. Afasia adalah suatu gangguan kemampuan berbahasa, penderita afasia

    menggunakan bahasa secara tidak tepat atau mengalami gangguan pemahamansuatu kata atau kalimat. Afasia harus dikenal secara klinis, karena hal ini

    menunjukan lokasi lesi pada korteks serebri. (Levit & Wainer, 1994)

    5. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa afasia adalah masalah

    yang berkaitan dengan kehilangan dan ganguan bahasa yang disebabkan oleh

    kerusakan otak. Dari definisi tersebut menyebutkan mengenai adanya masalah

    (luka dan cedera) pada otak yang nantinya letak, jenis dan besarnya luka pada

    otak inilah yang menentukan jenis afasia yang dialami serta derajat keparahannya.

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    5/14

    B. ETIOLOGI

    1. Stroke

    Stroke menyebabkan darah tidak mampu mencapai bagian tertentu otak yang

    antara lain dipicu oleh kematian sel otak karena tidak mendapatkan cukup

    oksigen.

    2. Benturan pada kepala

    Benturan keras ke kepala juga dapat merusak otak.

    3. Infeksi dan tumor

    Infeksi dan tumor pada otak bisa menyebabkan afasia. Kerusakan ini dapat

    mempengaruhi pemahaman bahasa serta kemampuan membaca dan menulis.

    C. JENIS-JENIS AFASIA

    1. Wernicke Aphasia

    Wernicke Aphasia juga dikenal sebagai Receptive Aphasia atau Fluent Aphasia

    atau Sensory Aphasia. Dalam kasus ini, sisi kiri tengah otak (bagian kendali

    bahasa) mengalami kerusakan sehingga mengarah ke afasia. Orang yang

    mengalami kondisi ini masih bisa membentuk kalimat panjang, tetapi dengan

    tingkat kesulitan tertentu. Kalimat yang terbentuk bisa saja tidak masuk akal yang

    berupa rangkaian kata-kata tanpa arti tanpa mereka sendiri menyadarinya. Selainitu, penderita juga menghadapi kesulitan memahami apa yang dikatakan orang

    lain. Terjadi pula penurunan kemampuan membaca sekaligus menulis.

    2. Brocas Aphasia

    Jenis Afasia ini juga dikenal sebagai Non Fluent Aphasia atau Expressive

    Aphasia atau Motor Aphasia. Kondisi ini terjadi akibat kerusakan di bagian depan

    otak yang merupakan daerah yang dominan untuk kemampuan bahasa.

    Seseorang yang menderita jenis afasia ini akan mengalami kesulitan membentuk

    kalimat lengkap. Mereka juga kesulitan dalam menentukan arah apakah kiri atau

    kanan. Namun, penderita umumnya masih bisa memahami apa yang dikatakan

    orang lain tanpa kesulitan berarti. Berbeda dengan Wernicke aphasia, orang yang

    mengalami Brocas aphasia masih sadar ketika mengatakan hal yang salah (tidak

    masuk akal).

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    6/14

    3. Global Aphasia

    Ini adalah kasus parah yang merupakan gabungan dari dua afasia sebelumnya.

    Orang yang mengalami kondisi ini kehilangan kemampuan total untuk berbicara

    atau menulis atau membaca. Global afasia akan membuat seseorang sama sekali

    tidak mampu berkomunikasi.

    4. Anomia Aphasia

    Jenis afasia ini juga dikenal sebagai Nominal Aphasia atau Anomic Aphasia atau

    Amnesic Aphasia. Segala macam trauma yang mempengaruhi otak bisa memicu

    masalah ini. Anomia aphasia membuat penderitanya mengalami kesulitan

    mengingat kata untuk menyusun kalimat saat berbicara atau menulis.

    D. PATOFISIOLOGI

    Stroke atau gangguan neurologis yang lain menimbulkan berbagai macam

    kerusakan pada system persyarafan, diketahui bahwa sistem persyarafan

    mempunyai beberapa area sesuai dengan jalur persyarafannya. Otak merupakan

    pusat dari sistem saraf, karena didalam otak terdapat berbagai pusat-pusat saraf

    yang mengkoordinasi semua bentuk aktifitas dan persepsi seseorang. Pusat

    bahasa/wicara dalam otak terdapat pada area broca yang terdapat dibagian frontal

    yang bertanggung jawab sebagai kontrol verbal, berbicara expresive. Pada bagianwernikes area, dibagian lobus temporal bagian posterior dan ini bertanggung jawab

    dalam persepsi sehingga mengerti arti bicara, persepsi bahasa, menulis kata-kata

    dan beberapa saraf cranial yang membantu proses wicara yaitu N.Glosofaringius,

    N.Vagus, dan bila beberapa saraf ini mengalami gangguan atau kerusakan oleh

    sebab apapun baik trauma, penyakit, keganasan dan lainnya, maka akan

    menyebabkan gangguan dalam wicara.

    E. TERAPI PADA PASIEN AFASIA

    1. Terapi kognitif linguistic

    Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional bahasa.

    Contohnya, beberapa latihan akan mengharuskan pasien untuk

    menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan nada emosi yang berbeda-

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    7/14

    beda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan arti kata seperti kata

    gembira. Latihan-latihan seperti ini akan membantu pasien mempraktekkan

    kemampuan komprehensif sementara tetap fokus pada pemahaman komponen

    emosi dari bahasa.

    2. Program stimulus

    Jenis terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensori. Termasuk gambar-

    gambar dan musik. Program ini diperkenalkan denngan tingkat kesukaran yang

    meningkat dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit.

    3. Stimulation-Fascilitation Therapy:

    Jenis terapi afasia ini lebih fokus pada semantik (arti) dan sintaksis (sususan

    kalimat) dari bahasa. Stimulus utama yang digunakan selama terapi adalah

    stimulus audio. Prinsip terapi ini yaitu, peningkatan kemampuan berbahasa akan

    lebih baik jika dilakukan dengan pengulangan.

    4. Terapi kelompok (group therapy)

    Dalam terapi ini, pasien disediakan konteks sosial untuk mempraktekkan

    kemampuan berkomunikasi yang telah mereka pelajari selama sesi pribadi. Selain

    itu, mereka juga akan mendapatkan umpan balik dari para terapis dan pasien

    lainnya. Hal ini bisa juga dilakukan dengan anggota keluarga. Efeknya akan sama

    sekaligus juga mempererat komunikasi pasien dengan orang-orang tercintamereka.

    5. PACE (PromotingAphasics Communicative Effectiveness)

    Ini merupakan bentuk terapi pragmatik yang paling terkenal. Jenis terapi afasia ini

    bertujuan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan

    percakapan sebagai alatnya. Dalam terapi ini, pasien akan terlibat percakapan

    dengan terapis. Untuk menstimulus komunikasi yang spontan, jenis terapi ini akan

    menggunakan lukisan-lukisan, gambar, serta benda-benda visual. Benda-benda

    ini akan digunakan oleh pasien sebagai sumber ide untuk dikomunikasikan dalam

    percakapan. Pasien dan terapi secara bergiliran akan menyampaikan ide-ide

    mereka.

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    8/14

    6. Transcranial Magnetic Stimulation (TMS)

    Terapi ini dilakukan dengan mendekatkan magnet langsung ke area otak yang

    diduga menghambat pemulihan kemampuan berbahasa setelah stroke. Dengan

    menekan fungsi dari bagian otak tersebut, maka pemulihan diharapakan akan

    semakin cepat. Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.

    Tetapi, masih diperlukan studi yang lebih besar untuk membuktikan efektivitas

    terapi ini.

    F. ASUHAN KEPERAWATAN

    Sebelum memberikan terapi wicara pada pasien, penting dalam melakukan

    pengkajian dan menentukan jenis/macam gangguan wicara. Dalam proses

    pengkajian ini peran perawat sangatlah penting, walaupun dalam pelaksanaan terapi

    wicara merupakan tindakan kolaborasi, perawat tetap dituntut dapat melakukan

    pengkajian yang tepat, cepat dan cermat sehingga dapat didentifikasi jenis gangguan

    wicara dengan tepat.

    1. Pengkajian

    Pengkajian yang dilakukan sebelum, selama dan sesudah dilakukan terapi wicara,

    meliputi:

    a. Prinsip-prinsip dalam pengkajian:1) Gunakan istilah yang sederhana dalam intruksi

    2) Petunjuk sederhanan secara tertulis dan lisan

    3) Gunakan kalimat dengan jawaban ya/tidak/geleng kepala/ngangguk

    4) Pengkajian dapat diperoleh dengan cara mendengarkan & mengobservasi

    pasien secara lagsung

    5) Bila perlu kolaborasi langsung dengan speech terapi

    b. Pengkajian umum:

    1) Riwayat penyakit, latar belakang bahasa, eknis, pendidikan,minat Termasuk

    pengkajian tingkah laku, kebingungan pasien dan kehilangkan daya ingat

    perlu dikaji

    2) Kaji dengan komprehensif dengan dilakukan oleh satu tim dibawah pinpinan

    speech terapi

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    9/14

    3) Termasuk masalah penglihatan, pendengaran selain kemampuan berbicara

    c. Pengkajian khusus, yang bertujuan untuk menentukan jenis/bentuk gangguan

    wicara dengan pasti

    1) Kemampuan berbicara

    2) Dapat dilakukan pembicaraan spontan dan menjadi tanggung jawab perawat

    dalam memcatat kemampuan dan ketidakmampuan pasien dalam

    berkomunikasi dengan pasien

    3) Pengkajian kemampuan pasien untuk mengerti bahasa tulisan

    4) Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gangguan syaraf

    d. Pengkajian penunjang:

    1) Test menentukan kemampuan berbahasa tertentu yang telah hilang.

    2) Communication Abolition Record (CAR) menurut Bartz dan Norman:

    Behavior, Comprehension dan expression, penilaian normal dan abnormal

    diberikan setelah pengumpulan data.

    Pada hasil pengkajian ini perawat dapat membuat diagnosa perawatan tentang

    gangguan komunikasi dengan tipe dan derajat ganggguannya. Dengan kolaborasi

    dengan speech terapi, perawat dapat membuat tujuan dan intervensi keperawatan yang

    sesuai masalah.\

    G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

    Masalah masalah yang dapat muncul pada pasien dengan gangguan wicara,

    diantaranya:

    1. Komunikasi, kerusakan, verbal, berhubungan dengan: Defisit anatomi ,Hambatan

    fisik (selang trakeostomi atau lainnya), Membutuhkan istirahat bersuara.

    Kemungkinan dibuktikan dengan: Ketidakmampuan berbicara, Perubahan

    pada karakteristik suara

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    10/14

    H. INTERVENSI KEPERAWATAN

    Tujuan :

    untuk dapat merangsang komunikasi tanpa tekanan yang menimbulkan frustasi dan

    berangsur-angsur membinbing pasien untuk memberikan respon dan permohonan

    (hal ini dapat dicapai beberapa minggubulan).

    Prinsip:

    1. Hindari bicara seolah-olah pasien menderita cacat mental, jangan berteriak pada

    pasien, bicara jelas dan perlahan, beri kesempatan/waktu pasien untu berespon

    2. Perhatikan reaksi pasien terhadap masalah bahasa berbeda-beda.

    3. Hal penting diperhatikan dalam rehabilitasi bicara: Keinginan pasien untuk

    berkomunikasi, Usaha yang terus menerus, sikap orang-orang yang berhubungan

    dengan pasien.

    4. Lakukan usaha-usaha untuk mengurangi ketegangan agar pasien dapat membuat

    penyesuaian terhadap kehilangannya (Lingkungan, komunikasi seperti hal orang

    normal, aktifitas, dll).

    5. Tentukan cara yang paling efektif untuk berkomunikasi.

    6. Lakukan tehnik-tehnik untuk menstimulasi komunikasi dan membantu pasien

    mengatasi masalah aphasia pasien. Berikan intervensi yang khusus berdasarkan

    pada tipe masalah wicara apakah, aphasia comprehention atau eksprestion.7. Berikan petunjuk dasar dalam berkomunikasi dengan pasien.

    8. Kolaborasi dengan speech terapi (Speech patologist) dan dapat dimulai dengan

    fase akut, dan program yang diusulkan harus dikomunikasikan kepada sesama

    profesi kesehatan , sehingga pasien tidak menjadi bingung.

    I. PROGNOSA

    1. Sedikit pasien memperoleh kembali kemampuan yang normal untuk membaca,

    menulis dan bicara.

    2. Beberapa pasien memperoleh kembali kemampuannya berkomunikasi hampir

    normal.

    3. Pencapaian diatas memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    11/14

    4. Derajat terbesar untuk kembalinya fungsi berbicara secara spontan ialah pada

    periode 36 bulan pertama.

    5. Umumnya bahasa dimonopoli oleh hemisfer kiri, 99% orang yang righ-handed

    mempunyai fungsi bahasa terutama pada hemisfer kiri, untuk orang yang left-

    handed baik hemisfer kiri maupun kanan dapat berfungsi yang kompleks. Orang

    yang left-handed setelah menderita kerusakan hemisfer kiri dan kanan, keadaan

    aphasia mereka lebih berat daripada yang righ handed, tetapi merekapun dapat

    memperoleh kesembuhan yang lebih pesat dan lebih baik dari pada orang yang

    righ-handed.

    J. RENCANA APLIKASI DIKLINIK (Dukungan & Hambatan)

    1. Pendampingan dan pembelajaran terapi wicara

    Perawat merupakan anggota tim dalam pendampingan dan pembelajaran terapi

    wicara bersama otolaryngologist, neurologist, psikoatrik, psikologist. Perawat

    menerapkan tindakan keperawatan sesuai dengan diagnosis keperawatan yang

    berhubungan dengan variasi gangguan berbicara, bahasa, dan suara.

    Berdasarkan kapasitas intelektual yang dimiliki perawat dan tim serta kemampuan

    dalam menangani gangguan wicara, hal ini akan mempengaruhi pasien dalam

    pencapaian hasil. Selain itu perawat membuatkan jadwal untuk latihanberbicara dalam meningkakan kemampuan. Dan jika diperlukan dapat

    berkolaborasi/bekerja sama dengan tim kesehatan lain untuk menurunkan

    kecemasan, dan keputusasaan pasien dalam program. Berdasarkan peran dan

    fungsi perawat maka aplikasi di klinik dapat diterapkan dengan segala dukungan

    dan hambatan yang ada:

    a. Speech terapi dapat diberikan oleh perawat setelah melakukan pengkajian

    secara komprehensif, maka diklinik yang perlu dilakukan adalah dengan

    melakukan pengkajian dan mengidentifikasi tipe dan derajat gangguan wicara.

    b. Perawat melakukan koordinasi dan komunikasi yang efektif dengan tim tenaga

    kesehatan lain yang memang kompeten di bidangnya dalam melakukan speech

    terapi..

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    12/14

    c. Perawat dapat mempersiapkan sebelum, selama dan sesudah melakukan

    speech terapi dengan memberi penjelasan dan pendidikan yang sesuai dengan

    kondisi pasien.

    d. Mensosialisasikan dan mengembangkan keilmuan yang berhubungan dengan

    speech terapi sehingga perawat dapat mengerti dan memahami penanganan

    pada masalah gangguan wicara.

    e. Bersama ruangan dan tim keperawatan mengatur dan menfasilitasi pasien

    untuk dapat mendapat penangan speech terapi yang sebaiknya dengan

    membuat SOP yang terstandar dan mengatur system managemen penanganan

    speech terapi.

    f. perawat dapat menjadi konsulen dalam pelaksanaan speech terapi.

    2. Hambatan yang muncul didapat diklinik, diantaranya:

    a. Belum jelasnya standarisasi kewenangan keperawatan dalam penanganan

    speech terapi.

    b. Belum ada atau masih terbatasnya pusat rujukan pelayanan speech terapi dan

    tenaga ahli yang kompeten.

    c. Koordinasi, fasilitas dan kondisi social masyarakat Indonesia yang belum

    banyak terinformasi tentang speech terapi.

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    13/14

    BAB III

    PENUTUP

    A. KESIMPULAN

    Terapi wicara merupakan tindakan yang diberikan kepada individu yang

    mengalami gangguan komunikasi, gangguan berbahasa bicara dan gangguan

    menelan. dan terapi wicara yang dibahas berfokus pada terapi wicara pada pasien

    dengan masalah-masalah gangguan neurologist, diantaranya, pasca stroke.

    Wicara/speech yang merupakan kumpulan suara Vocal articulation kata yang

    meruakan hasil dari ekpresi pikiran atau ide dan komunikasi artinya mengucapkan

    kata-kata. Intensitas suara yang dihasilkan, normal bagi pendengaran manusia rata-

    rata intensitas 4065 db, frekwensi (anak-remaja) 20 20 ribu Hz dan dewasa 20

    ribu Hz. Speech Dysfungtion suatu kondisi dimana abnormalitas wicara, termasuk

    Aphasia, alexia, stammering, sturring, aphonia, sluring dan lain-lain, dan maslah-

    masalah wicara merupakan pengembangan dari beberapa penyebab, seperti

    gangguan persyarafan kortex cerebre, paralysis otot-otot pada struktur organ wicara

    dll.

    B. SARANBerdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyampaikan saran

    pertimbangan dengan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang ditujukan

    kepada pembaca sehingga lebih banyak membaca untuk menambah pengetahuan

    mengenai Management dysphasia..

  • 5/20/2018 Management Aphasia

    14/14

    Daftar referensi

    Daniel H Jcobs (2006). Aphasia. Diambil pada tanggal 20 Februari 2006 dari

    http://www.emedicine.com/NEURO/topic437.htm

    Gary Sells (2005). Speech recovery kits; Stroke family recovery of year. Diambil pada

    tanggal 20 Februari 2006 dari www.poststrokehelp.com/stroke/articles/article_stroke-

    recovery.asp -mednews.wustl.edu/tips/page/normal/975.html - 31k

    George Jacob. (2006). Rehabilitation Therapy. Diambil pada tanggal 20 Februari 2006

    dari http://www.holistic-online.com/Remedies/Heart/stroke_conv_rehab.htm

    Hearing Speech & Deafness Center (2006). Speech & Language therapy; Stuttering.

    Diambil pada tanggal 20 Februari 2006 dari

    www.hsdc.org/You/Speech/speechtherapy.htm

    PT. Sarana Daya Autisma (2006).Terapi wicara. Diambil pada tanggal 20 Februari

    2006, dari http://www.saranaku.com/wicara.php