9
MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN “BANYAKNYA ANAK PUTUS SEKOLAH DI INDONESIA” Oleh: KELOMPOK 8 DEWI WULAN SARI 13297 OKTRI ANDRA M. 1106752 DESEP PRIANDS 1206541 RONI CENDRA 55520 MARDHA ZIKRA 1106703 SYAFMAWANDI .I 1102094 ANGGI PUSPITA SARI 1102684

MAKALAH Wajah Buruk Pendidikan Di Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MAKALAH Wajah Buruk Pendidikan Di Indonesia

MAKALAH PENGANTAR PENDIDIKAN

“BANYAKNYA ANAK PUTUS SEKOLAH DI INDONESIA”

Oleh:KELOMPOK 8

DEWI WULAN SARI 13297OKTRI ANDRA M. 1106752DESEP PRIANDS 1206541RONI CENDRA 55520MARDHA ZIKRA 1106703SYAFMAWANDI .I 1102094ANGGI PUSPITA SARI 1102684

UNIVERSITAS NEGERI PADANG2013

Page 2: MAKALAH Wajah Buruk Pendidikan Di Indonesia

Guru dan Orangtua Belum Harmonis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pendidikan anak di sekolah masih terkendala belum adanya hubungan yang harmonis antara guru dan orangtua. Dukungan orangtua dirasakan masih kurang untuk membantu sekolah menyukseskan pendidikan anak.

Sikap serba salah pun berkembang di kalangan guru yang kurang berani lagi bersikap tegas pada siswa karena khawatir terhadap intervensi orangtua. Sebaliknya, orangtua menuntut tinggi terhadap sekolah, tetapi kurang memberikan dukungan yang sama di rumah supaya hasil pendidikan anak di sekolah bisa optimal.

Persoalan tersebut mengemuka dalam seminar Mindfull Parenting yang membahas peran orangtua di sekolah di Jakarta, Selasa (26/3/2013). Acara yang dihadiri puluhan guru dan kepala sekolah di daerah Jakarta dan sekitarnya itu dilaksanakan majalah anak Creativity in Action dan Menata Keluarga (eMKa) Manajemen.

Melly Kiong, praktisi pendidikan keluarga sekaligus pendiri komunitas eMKa mengatakan, orangtua harus disadarkan bahwa pendidikan bukan semata-mata menjadi tugas guru dan sekolah. "Sekarang ini kita perlu kembali menguatkan pendidikan rumah. Kita harus bantu supaya orangtua juga bisa kreatif mendidik anak di rumah," kata Melly.

Menurut Melly, dari pengamatannya, peran guru juga mulai dikebiri orangtua. Sebab, orangtua sering kali tidak bisa sejalan dalam mendidik anak. Akibatnya anak jadi kebingungan karena mendapatkan pendidikan yang baik di sekolah, tetapi tidak mendapat pendidikan serupa di rumah atau keluarga. Orangtua menilai, guru saat ini kurang kreatif, kurang peduli, tidak mengajar dengan hati, tidak memberi teladan, galak, atau tidak komunikatif. Sebaliknya, guru menilai orangtua siswa saat ini protektif terhadap anak, sibuk bekerja, mendikte sekolah, menuntut lebih, dan cuek.

"Dalam situasi pendidikan sekarang ini, kita perlu menjembatani hubungan orangtua dan sekolah. Untuk itu, guru harus mau berubah untuk berempati ke orangtua, demikian juga sebaliknya. Dengan hubungan sekolah dan orangtua yang harmonis, siswalah yang akan merasakan dampaknya untuk pembentukan karakter yang baik dan pengembangan diri yang sesuai potensinya," ujar Melly yang rutin berbagi tulisan soal pola asuh berkesadaran lewat www.emkaland.blogspot.com.

Guru yang memiliki peran sebagai pendidik sekaligus orangtua kedua anak di sekolah. Guru perlu berempati bahwa banyak orangtua yang tidak mengerti menjalankan pola asuh yang baik dalam pendidikan di rumah. "Karena itu, sekolah dan guru perlu berempati lebih pada siswa dan orangtua. Selain itu, perlu dibangun kegiatan bersama yang memberikan pemahaman yang benar soal pengasuhan orangtua yang baik, seperti dalam Mindfull Parenting atau pengasuhan orangtua yang berkesadaran," kata Melly.

Page 3: MAKALAH Wajah Buruk Pendidikan Di Indonesia

Marni, guru di salah satu SD swasta di Jakarta, mengatakan, sekolah berusaha untuk bisa konsisten dengan aturan yang ada untuk semua anak. Namun, sering kali ada saja orangtua yang tidak mau mengikuti aturan yang sudah disepakati bersama.Soleha, guru lainnya, mengatakan, dalam menghadapi anak yang perilakunya bermasalah di sekolah, orangtua sering kali tidak bisa kooperatif, justru menyalahkan sekolah. Berkomunikasi dengan orangtua seringkali terkendala karena tidak adanya keterbukaan terhadap kondisi di keluarga atau lingkungan yang menyebabkan anak berperilaku negatif.

http://edukasi.kompas.com/read/2013/03/26/19501472/Guru.dan.Orangtua.Belum.Harmonis

Page 4: MAKALAH Wajah Buruk Pendidikan Di Indonesia

Judul : Wajah Buruk Pendidikan Indonesia

Fokus : Banyaknya Anak putus sekolah di Indonesia

A. Latar Belakang

Pada masa sekarang ini pendidikan merupakan suatu kebutuhan primer, pendidikan memegang peranan penting. Pada saat orang–orang berlomba untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin, tetapi disisi lain ada sebagian masyarakat yang tidak dapat mengenyam pendidikan secara layak, baik dari tingkat dasar maupun sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu ada juga anggota masyarakat yang sudah dapat mengenyam pendidikan dasar namun pada akhirnya putus sekolah juga. Ada banyak faktor yang menyebabkan putus sekolah seperti keterbatasan dana pendidikan karena kesulitan ekonomi,kurangnya fasilitas pendidikan dan karena adanya faktor lingkungan (pergaulan).

1. Kemiskinan karena tingkat pendidikan orang tua rendah merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan keterlantaran pemenuhan hak anak dalam bidang pendidikan formal sehingga anak mengalami putus sekolah.Ketidak mampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah psikologi anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam pergaulan dengan teman sekolahnya selain itu adalah karena pengaruh teman sehingga ikut-ikutan diajak bermain seperti play stasion sampai akhirnya sering membolos dan tidak naik kelas, prestasi di sekolah menurun dan malu pergi kembali ke sekolah. Anak yang kena sanksi karena mangkir sekolah sehingga kena Droup Out.

2. Orang tua mempunyai peranan dan dasar terhadap keberhasilan perkembangan anak, sedangkan tugas dan tanggung jawab untuk hal tersebut adalah tugas bersama antara orang tua, masyarakat, dan pemerintah serta anak itu sendiri.Secara alami anak lahir dan dibesarkan dalam keluarga , sejak lahir anak sudah dipengaruhi oleh lingkungan yang terdekat yaitu keluarga, akibat ketidak mampuan ekonomi keluarga dalam membiayai sekolah menimbulkan masalah pendidikan seperti masalah anak putus sekolah.

3. Kurangnya perhatian orang tua cenderung akan menimbulkan berbagai masalah. Makin besar anak maka perhatian orang tua makin diperlukan, dengan cara dan variasi dan sesuai kemampuan. Kenakalan anak adalah salah satu penyebabnya adalah kurangnya perhatian orang tua. Hubungan keluarga tidak harmonis dapat berupa perceraian orang tua, hubungan antar keluarga tidak saling peduli, keadaan ini merupakan dasar anak mengalami permasalahan yang serius dan hambatan dalam pendidikannya sehingga mengakibatkan anak mengalami putus sekolah.

4. Pendanaan pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, sampai saat ini kenyataannya ditanggung oleh orang tua siswa akibatnya sekolah memungut berbagai iuran dan sumbangan kepada orang tua siswa, sehingga pendidikan menjadi mahal dan hanya menyentuh kelompok

Page 5: MAKALAH Wajah Buruk Pendidikan Di Indonesia

masyarakat menengah ke atas.Anak–anak dari kelompok keluarga tidak mampu tidak sanggup membiayai sekolah anaknya, Oleh karena itu langkah pemerintah dengan membebankan pembiayaan pendidikan kepada orang tua siswa tidaklah tepat mereka yang tidak mampu lebih memilih untuk tidak meneruskan sekolah anaknya dan lebih diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari –hari.

Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,berhak mendapat pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan tehnologi seni dan budaya, untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Angka partisipasi Sekolah (APS), ratio penduduk yang bersekolah berdasarkan kelompok usia sekolah masih belum sesuai yang diharapkan. Susenas 2010 menunjukan bahwa APS untuk penduduk usia 7–12 tahun sudah mencapai 96,4% , namun APS penduduk usia 13-15 tahun baru mencapai 81%, Angka tersebut mengindikasikan bahwa masih terdapat sekitar 19% anak usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah maupun karena putus sekolah atau tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Data Susenas mengungkapkan bahwa faktor ekonomi merupakan alasan utama anak putus sekolah tidak melanjutkan pendidikan (75,7%), karena kebutuhan siswa jauh lebih besar dibandingkan dengan iuran sekolah.

Banyak tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani anak putus sekolah, tindakan tersebut antara lain:

1. Sekolah Memberikan Beasiswa kepada Siswa tidak Mampu

Sekolah haruslah memberikan kebijakan yang adil terhadap siswa tidak mampu. Misalnya memprioritaskan beasiswa kepada siswa yang tidak mampu. Meski biaya pendidikan telah gratis, namun beban pendidikan tidaklah sedikit. Diharapkan beasiswa yang diberikan dapat dipergunakan untuk melengkapi sarana belajar sehingga dapat menunjang prestasi belajar siswa.

Saat ini banyak beasiswa yang diberikan oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta. Oleh karena itu, pihak sekolah harus benar-benar dapat memilah dan memilih dengan baik siapa saja siswa yang layak untuk menerima beasiswa tersebut.

2. Melakukan Pendekatan Pribadi bagi Siswa yang Terancam Putus Sekolah

Pendekatan ini lebih baik dilakukan oleh mereka yang sangat dekat terhadap anak yang terancam putus sekolah. Misalnya dilakukan oleh guru atau rekan sekelasnya. Pendekatan dilakukan untuk memberikan motivasi dan pencerahan agar siswa tersebut terus melanjutkan pendidikan. Selain dari itu, pendekatan juga diharapkan dengan memberikan solusi yang nyata bagi permasalahan yang dihadapi.

Page 6: MAKALAH Wajah Buruk Pendidikan Di Indonesia

3. Mendatangi Orang Tua

Sama halnya dengan hal di atas, mendatangi orang tua dilakukan agar orang tua mengerti akan resiko yang diambil apabila anaknya sampai putus sekolah. Diharapkan orang tua dapat memberikan nasihat atau bimbingan kepada anaknya agar mereka terus melanjutkan pendidikannya.

4. Bekerjasama dengan LSM

Banyak sekali LSM yang peduli akan pendidikan. Mereka mempunyai links dan relasi yang cukup banyak sehingga dapat menjadi alternative bagi masalah yang dihadapi siswa. LSM biasanya mempunyai program-program bantuan pendidikan, baik itu berupa beasiswa, pendampingan, penyediaan buku pelajaran, program orang tua asuh dan lain sebagainya.