41
1 STRATEGI PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING DAN PROBLEM POSING MAKALAH Untuk memenuhi tugas matakuliah Pendekatan Pembelajaran Kimia yang dibina oleh Dr. EndangBudiasih, MS Oleh: Dyah Purwaningtyas (140331808580) Hanie Vidya Ch. (140331808584) Rima Dhian Pratiwi (140331808596) Taufan Hadi Susanto (140331808599) UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Makalah Reciprokal Teaching dan problem Posing

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pendidikan

Citation preview

1

STRATEGI PEMBELAJARAN

RECIPROCAL TEACHING DAN PROBLEM POSING

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah Pendekatan Pembelajaran Kimia

yang dibina oleh Dr. EndangBudiasih, MS

Oleh:

Dyah Purwaningtyas (140331808580)

Hanie Vidya Ch. (140331808584)

Rima Dhian Pratiwi (140331808596)

Taufan Hadi Susanto (140331808599)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

September 2015

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang

mempelajari struktur, susunan, sifat, perubahan materi, serta energi yang

menyertainya. Ilmu kimia sebagai bagian dari sains berkaitan dengan cara mencari

tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja,

tetapi juga melibatkan suatu proses penemuan. Dari pengertian tersebut dapat

ditarik dua garis besar tentang materi kimia, yaitu kimia sebagai suatu produk

temuan ilmuan yang dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori.

Kedua, kimia sebagai suatu proses kerja ilmiah dengan menggunakan metode

ilmiah. Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus

memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk (Depdiknas,

2003a:6-7). Selain itu, materi ilmu kimia sebagian besar merupakan materi yang

bersifat abstrak dan harus diajarkan dalam waktu yang terbatas (William et. al.

dalam Effendy, 2013). Effendy (2013: 2) menyebutkan ”hal ini memungkinkan

untuk dipahaminya materi ilmu kimia, khususnya konsep-konsep kimia secara

tidak tepat oleh pembelajar. Pemahaman yang tidak tepat ini dapat berlangsung

secara sporadis atau konsisten”. Oleh sebab itu, proses pembelajaran yang

dilaksanakan harus menggunakan pendekatan yang mampu memfasilitasi

pembelajar untuk dapat mengkonstruk pengetahuan, keterampilan, dan sikap

melalui serangkaian aktivitas yang bermakna salah satunya melalui pendekatan

kontrukstivistik.

Teori konstruktivistik memandang bahwa pengetahuan yang bermakna

harus dibangun secara aktif oleh pembelajar melalui serangkaian kegiatan

eksplorasi, diskusi, menafsirkan, memprediksi, bertanya, investigasi atau

menggunakan pengetahuan awal mereka untuk membangun struktur kognitif yang

baru tentang suatu fakta atau pengetahuan baru. Menurut Piaget (Iskandar, 2015)

pembelajaran konstruktivistik menekankan pada kegiatan internal individu

3

terhadap objek yang dihadapi dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang

individu. Sedangkan Vygotsky menekankan pembentukan pengetahuan secara

konstruktivistik melalui interaksi sosial (Iskandar, 2015). Dalam hal ini

pandangan konstruktivisme Piaget dan Vygotsky dapat berjalan berdampingan

dalam proses pembelajaran konstruktivisme. Model pembelajaran yang dapat

membantu pembelajar membangun konstruksi kognitifnya tentang suatu fakta

atau pengetahuan baru secara mandiri dengan melibatkan interaksi sosial

diantaranya adalah Strategi Pengajaran Timbal Balik (Reciprocal teqaching) dan

pembentukan soal (Problem Posing).

Strategi pembelajaran resiprokal teaching merupakan variasi dari

pembelajaran kooperatif sebab melibatkan empat orang yang belajar bersama

dalam satu kelompok (Iskandar,2015:91). Reciprocal teaching merupakan strategi

pengajaran konstruktivis yang dirancang untuk mengajarkan pembelajar strategi-

strategi kognitif serta membantu pembelajar untuk memahami dan memaknai

bacaan dengan baik melalui dialog dan berbagi peran. Melalui reciprocal teaching

pembelajar diajarkan empat strategi pemahaman dan pengaturan diri spesifik,

yaitu merangkum bacaan (summarising), mengajukan/menyusun pertanyaan

(questioning), memprediksi materi lanjutan (predicting), dan mengklarifikasi

istilah-istilah yang sulit dipahami (clarifying) (Mahardika,2013:3). Sedangkan

problem posing merupakan salah satu teknik dalam metode pemberian tugas pada

pembelajar untuk merumuskan, membuat atau mengajukan soal sesuai kriteria

tertentu berdasarkan yang diberikan pengajar. Penerapan problem posing dalam

kegiatan pembelajaran dapat dilakukan secara individu maupun kelompok

(Rifqiawati. 2011:13). Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan lingkungan

belajar yang baik dalam pembelajaran problem posing. Salah satunya dengan cara

pengajar menyelenggarakan pengajaran dengan reciprocal teaching , yaitu

pembelajaran yang berbentuk dialog antara guru-pembelajar dan pembelajar-

pembelajar mengenai isi buku teks yang dilakukan dengan menggilir pembelajar

berperan sebagaiguru (Rifqiawati. 2011:13). Berdasarkan uraian diatas, penulis

memandang implementasi Strategi pembelajaran Resiprokal Teaching dan

Problem Posing perlu untuk dikembangkan.

4

1.2 Topik Pembahasan

Pembahasan dalam makalah ini dibatasi pada model pembelajaran

kooperatif tipe reciprocal teaching dan Problem Possing. Adapun

permasalahannya sebagai berikut:

1) Apakah yang dimaksud dengan strategi pengajaran Timbal

Balik(reciprocal teaching)?

2) Teori belajar apakah yang mendasari strategi pengajaran Timbal

Balik(reciprocal teaching)?

3) Bagaimanakah sintaks atau implementasi dari strategi pengajaran Timbal

Balik(reciprocal teaching)?

4) Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran problem posing?

5) Apa saja teori belajar yang mendasari pembelajaran problem posing?

6) Apa saja unsure-unsur yang terdapat dalam pembelajaran problem posing?

7) Bagaimanakah sintaks atau implementasi dari strategi pengajaran problem

posing?

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang:

1) Penjelasan strategi pengajaran reciprocal teaching sebagai variasi dari

pembelajaran kooperatif

2) Teori-teori belajar yang mendasari strategi pengajaran Timbal

Balik(reciprocal teaching)?

3) Sintaks atau implementasi dari strategi pengajaran Timbal

Balik(reciprocal teaching).

4) Penjelasan tentang problem posing

5) Teori-teori belajar yang mendasari pembelajaran problem posing

6) Sintaks atau implementasi dari pembelajaran problem posing

5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Model Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Pengajaran Timbal

Balik(Reciprocal Teaching)

Proses pembelajaran Kimia yang dilaksanakan haruslah menggunakan

pendekatan yang mampu memfasilitasi pebelajar memperoleh pengetahuan,

keterampilan, dan sikap melalui serangkaian aktivitas yang bermakna.

Aktivitas bermakna tersebut harus diusahakan sebanyak mungkin berpusat

pada peserta didik, sehingga mereka secara aktif mengkonstruk konsep,

hukum, atau prinsip ilmiah melalui dialog-dialog belajar yang bersifat kerja

sama untuk memahami bacaan-bacaan atau wacana secara mandiri di kelas.

Strategi pengajaran Timbal Balik ini merupakan salah satu cara untuk

membelajarkan pembelajar memaknai wacana secara mandiri, berikut

ulasannya:

2.1.1 Pengertian Strategi Pengajaran Timbal balik(Reciprocal Teaching)

Reciprocal teaching dipadankan dengan kata pembelajaran timbal

balik (Iskandar, 2015: 91). Dikembangkan pertama kali oleh Annemarie

Sullivan Palincsar dan Ann L. Brown pada tahun 1984. Strategi ini

merupakan variasi dari pembelajaran kooperatif yang utamanya adalah

pembelajaran berkelompok. Oleh karena itu unsur dalam pembelajaran

kooperatif berlaku pada pengajaran timbal balik,antara lain yaitu: 1) interaksi

langsung antar pembelajar dalam kelompok, 2) ketergantungan positif dan

saling kerjasama untuk mencapai tujuan, 3) keterandalan individu menguasai

kajian, 4) keterampilan personal dan kelompok kecil secara efektif agar

tujuan kelompok tercapai.

Pada dasarnya tujuan Reciprocal Teaching adalah untuk

meningkatkan pemahaman mambaca (reading comprehension). Strategi ini

dipandang berhasil apabila memenuhi 7 peraturan yang ditaati dalam

kelompok, yaitu:

6

1. Bersikap kritis terhadap pendapat, bukan terhadap pribadi

2. Ingat bahwa semua dalam mengerjakan tugas

3. Setiap anggota berperan aktif

4. Sikap saling menghargai pendapat setiap anggota

5. Mengulangi pernyataan yang kurang jelas dari pendapat anggota lain

6. Menyimpulkan pendapat yang telah dikemukakan secara bersama-sama

7. Mencoba memahami isu-isu dari berbagai sudut pandang

Pada pelaksanaannya, strategi ini mendorong pebelajar

mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki secara efektif

antara lain melakukan prediksi (predicting), bertanya (questioning),

mengklarifikasi (clarifying) dan merangkum (summarizing) (Palincsar, 1984).

Setiap anggota dalam kelompok mendapatkan tugas berlainan untuk wacana

yang berbeda sehingga memungkinkan setiap anggota mampu dan mahir

dalam melakukan 4 tugas secara mandiri.

Palincsar (1984) menunjukkan bahwa melakukan prediksi (predicting)

terjadi ketika pebelajar berhipotesis dengan topik yang akan dibahas dalam

teks. Prediksi mengacu pada asumsi pebelajar yang terjadi saat membaca.

Pebelajar harus mengaktifkan latar belakang pengetahuan mereka terkait

dengan topik tersebut. Mereka juga perlu mengevaluasi prediksi mereka

sebelumnya, dan merevisi jika perlu (Teele, 2004). Jika ditemukan

ketidakcocokan maka pebelajar perlu merevisi prediksi sebelumnya dan terus

membuat prediksi berikutnya. Dengan demikian kemampuan pebelajar untuk

memonitor pemahaman bacaan meningkat.

Dalam keterampilan bertanya (questioning), pebelajar didorong untuk

menghasilkan pertanyaan dengan fokus pada gagasan utama dari teks

(Palincsar & Brown, 1984) dan untuk melihat perspektif pebelajar yang lain

pada masalah yang sama. El-Komy & Abdel (1996) menyatakan bahwa

pebelajar membutuhkan penguasaan informasi pendukung, sedangkan King

(1993) dan Millis & Cottell (1998) mengharuskan pebelajar untuk

menyimpulkan informasi baru dari teks. Owens (1976) berpendapat bahwa

pertanyaan adalah salah satu pendekatan yang paling efektif untuk

meningkatkan pemahaman dalam membaca suatu teks. Palincsar dan Brown

7

(1984) menyatakan lebih lanjut bahwa dengan mengajukan pertanyaan

mengenai inti dari teks, pebelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka

dalam wilayah subjek.

Melakukan klarifikasi (clarifying) didefinisikan sebagai

mengklarifikasi kesalahpahaman mengenai teks (Palincsar & Brown, 1984).

Pebelajar diminta untuk mengklarifikasi pemahaman mereka sendiri dan

untuk mengidentifikasi apakah teks sulit untuk dipahami (misalnya kosa kata

baru, kata tidak jelas referensi, asing, dan mungkin konsep yang sulit). Ketika

pebelajar mengidentifikasi informasi yang menghambat mereka dalam

memahami teks, maka mereka harus mengambil tindakan perbaikan untuk

menemukan makna teks (misalnya, membaca ulang atau meminta bantuan).

Tujuan klarifikasi adalah untuk memastikan pemahaman pebelajar dalam

membaca teks.

Keterampilan akhir dalam pembelajaran timbal balik adalah

summarizing yaitu membuat ringkasan hasil pemahaman membaca. Irwin

(1991) menyatakan bahwa summarizing adalah proses yang melibatkan

penghapusan informasi yang tidak penting, dan mengidentifikasi atau

membangun pernyataan ide umum atau utama yang meringkas banyak

rincian. Duffy (2003) mendefinisikan summarizing sebagai strategi yang

digunakan untuk menceritakan kembali dengan singkat dari seluruh teks.

Konstruksi ringkasan sering dianggap sebagai tugas yang sulit bagi pebelajar

karena mereka tidak tahu informasi apa yang harus disimpan dan apa yang

harus ditinggalkan (Duffy, 2003; Jones, 1999).

Dengan demikian strategi pembalajaran timbal balik memberikan

pebelajar instruksi eksplisit, pemodelan yang luas, dan praktek berulang dari

empat kemampuan membaca efektif (Palincsar & Brown , 1984; Rosenshine

& Meister , 1994).

2.1.2 Teori Belajar yang Mendasari Strategi Reciprocal Teaching

Iskandar (2011: 91-92) menyatakan bahwa secara umum teori belajar

yang mendasari strategi reciprocal teaching adalah teori konstruktivisme dan

merupakan variasi dari pembelajaran kooperatif khususnya pembelajaran

berkelompok (learning together), sehingga unsur-unsur pada pembelajaran

8

berkelompok juga berlaku untuk pembelajaran timbal balik. Slavin (dalam

Trianto, 2007: 13) menyatakan teori konstruktivisme berkembang dari teori

belajar Bruner, Piaget, dan Vygotsky. Sedangkan Slavin (dalam Iskandar,

2011: 92), menyatakan teori yang menjadi acuan dalam pembelajaran

kooperatif yang juga berlaku untuk strategi pembalajaran timbal balik yaitu

teori motivasi dan teori kognitif.

2.1.2.1 Teori Belajar Bruner

Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat

hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975).

Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia

menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif

dalam proses penemuan, pembelajar akan memperoleh sensasi dan kepuasan

intelektual yang merupakan suatau penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-

satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam

melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan

penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat

retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif

yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan strategi reciprocal

teaching.

2.1.2.2 Teori Belajar Piaget

Berdasarkan teori Piaget belajar berkaitan dengan pembentukan dan

perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental

atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual

beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967).

Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan

berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan

terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya

adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang

mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, prinsip,

hukum ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada didalam

pikirannya. Asimilasi terjadi jika ciri-ciri stimulus tersebut cocok dengan ciri-

9

ciri skema yang telah ada. Apabila ciri-ciri stimulus tidak cocok dengan ciri-

ciri skema yang telah ada maka seseorang akan melakukan akomodasi.

Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan

ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada

sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran

diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan

akomodasi. Bila pada seseorang akomodasi lebih dominan dibandingkan

asimilasi maka ia akan memiliki skemata yang banyak tetapi kualitasnya

cenderung rendah. Sebaliknya, bila asimilasi lebih dominan dibandingkan

akomodasi maka seseorang akan memiliki skemata yang tidak banyak tapi

cenderung memiliki kualitas yang tinggi. Keseimbangan atau ekuilibrasi

antara asimilasi dan akomodasi diperlukan untuk perkembangan intelek

seseorang menuju ke tingkat yang lebih tinggi.

Piaget (dalam Carin & Sund, 1975) menyatakan bahwa pembelajaran

yang bermakna tidak akan terjadi kecuali pebelajar dapat beraksi secara

mental dalam bentuk asimilasi dan akomodasi terhadap informasi atau

stimulus yang ada di sekitarnya. Bila hal ini tidak terjadi maka guru dan

pebelajar hanya akan terlibat dalam belajar semu (pseudo-learning) dan

informasi yang dipelajari cenderung mudah terlupakan.

Proses-proses kognitif yang dibutuhkan dalam rangka mengkonstruk

konsep, hukum atau prinsip dalam skema sesorang melalui tahapan-tahapan

prediksi (predicting), bertanya (questioning), mengklarifikasi (clarifying) dan

merangkum (summarizing) yang terdapat dalam pembelajaran dengan strategi

reciprocal teaching selalu melibatkan asimilasi dan akomodasi. Oleh karena

itu teori belajar Piaget adalah relevan untuk dijadikan sebagai dasar dari

strategi reciprocal teaching.

2.1.2.3 Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila pebelajar

bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun

tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu

berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat

perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan

10

pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya

yang lebih mampu. (Nur dan Wikandari,2000:4).

Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran juga dikenal apa yang

dikatakan scaffolding (perancahan), dimana perancahan mengacu kepada

bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih

kompeten, yang berarti bahwa memberikan sejumlah besar dukungan kepada

anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi

bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil

tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya

sendiri. (Nur, 1998:32).

2.1.2.4 Teori Motivasi

Teori-teori motivasi yang umum dijadikan acuan dalam

pengembangan teori motivasi adalah Abraham Maslow, Herzberg, Dauglas

McGregor, Vroom, Achievement Theory McClelland dan teori motivasi ERG

dari Clayton Alderfer. Abraham Maslow mengemukakan bahwa pada

dasarnya manusia mempunyai kebutuhan pokok yang ditunjukkan dalam 5

tingkatan berbentuk pyramid dengan urutan kebutuhan faal, keamanan, sosial,

penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri pada puncak piramid. Kebutuhan

pada satu tingkat paling tidak harus terpenuhi sebelum kebutuhan pada

tingkat berikutnya. Teori motivasi dari Maslow juga dikenal sebagai Hirarki

Kebutuhan Maslow.

Herzberg menyimpulan ada 2 faktor yang mendorong seseorang

untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhi ketidakpuasan yakni faktor

hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor instrinsik). Faktor

hygiene atau pemeliharaan mencakup status dalam organisasi dan hubungan

individu dengan pihak lain. Sedangkan faktor motivator meliputi kegiatan

rutin, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan karier dan

pengakuan orang lain. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan Model

Dua Faktor.

Victor H. Vroom menjelaskan teori yang disebutnya sebagai Teori

Harapan. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang

ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa

11

tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya tersebut.

Artinya apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan tampak

terbuka untuk memperolahnya, maka yang bersangkutan akan

memperolehnya. Seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini

tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil usaha dari pekerjaan itu sangat

diinginkan.

Komponen yang menentukan tinggi rendahnya motivasi seseorang

yaitu: (1) ekspektasi atau harapan keberhasilan pada suatu tugas, (2)

instrumentalis, merupakan penilaian tentang apa yang akan terjadi jika

berhasil dalam mendapatkan sesuatu (keberhasilan tugas untuk mendapatkan

outcome tertentu), (3) valensi, merupakan respon terhadap outcome seperti

perasaan positif, netral atau negatif. Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan

sesutau yang melebihi harapan, sedangkan motivasi rendah jika usahanya

menghasilkan kurang dari harapannya.

Teori McClelland dikenal dengan teori kebutuhan untuk mencapai

prestasi atau Need for Achievement yang menyatakan bahwa motivasi

berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan seseorang akan prestasi. Karakteristik

orang yang memiliki motivasi tinggi yaitu: (1) preferensi untuk mengerjakan

tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat, (2) menyukai situasi dimana

kinerja timbul karena upaya mandiri dan bukan karena faktor lain, (3)

menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan.

Clayton Alderfer mengemukakan teori motivasi ERG yang

didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan (existence), hubungan

(relatdness) dan pertumbuhan (growth). Jika kebutuhan yang lebih tinggi

tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerak

fleksibel dari pemenuhan dari waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi.

Dari beberapa teori diatas dapat dinyatakan secara umum bahwa

motivasi merupakan energi aktif yang menyebabkan terjadinya suatu

perubahan pada diri seseorang yang tampak pada gejala kejiwaan, perasaan,

dan juga emosi sehingga mendorong individu untuk bertindak atau

melakukan sesuatu karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan yang

harus terpuaskan.

12

Dalam pembelajaran kooperatif, adanya reward yang dapat diperoleh

anggota kelompok menjadi motivasi untuk berperan serta secara aktif.

Kontribusi setiap anggota kelompok mampu menciptakan susasana yang

mengahasilkan pemikiran bahwa satu-satunya cara agar anggota dapat

mencapai tujuan individual adalah melalui keberhasilan kelompok. Dalam

kondisi ini adanya reward berupa penguatan atau pujian antar anggota

kelompok menjadi penyemangat keberhasilan.

2.1.3 Sintaks atau Implementasi Pembelajaran dengan Strategi Reciprocal

Teaching

Palincsar dan Brown (1984: 1-2) menyebutkan bahwa strategi

reciprocal teaching didasari atas empat prinsip kegiatan yang fleksibel

dalam pelaksanaannya, yaitu menyusun pertanyaan (question generating),

memprediksi (predicting), mengklarifikasi (clarifying), dan merangkum

(summarizing). Hal ini menyebabkan dalam setiap kelompok

beranggotakan empat orang dengan tugas yang berbeda, yaitu

memprediksi, mengklarifikasi, menyusun pertanyaan dan membuat

ringkasan. Pada pelaksanaannya setiap anggota harus mendapat tugas yang

berlainan untuk wacana yang berbeda, sehingga diharapkan yang

bersangkutan mampu dan mahir melakukan keempat tugas di atas secara

mandiri. Berikut Sintak dalam pelaksanaan strategi pembelajaran

reciprocal teaching disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Sintak dalam Strategi Pembelajaran Reciprocal Teaching

TahapKegiatan

KeteranganPengajar Pebelajar

Pendahulua

n

Mengkomunikasi

pelaksanaan

strategi

pembelajaran

reciprocal

teaching

Memahami

pelaksanaan

strategi

pembelajaran

reciprocal

teaching

Pengajar sudah

menyiapkan

perangkat

pembelajaran dan

bahan bacaan

untuk pebelajar.

13

Mengelompokkan

pebelajar menjadi

kelompok-

kelompok yang

beranggotan 4

orang dan

memberikan satu

peran pada

masing-masing

anggota kelompok

(sebagai penduga,

penanya,

pengklarifikasi dan

sebagai

perangkum)

Membentuk

kelompok-

kelompok yang

beranggotan 4

orang dan

mengambil satu

peran pada

masing-masing

anggota

kelompok

(sebagai

penduga,

penanya,

pengklarifikasi

dan sebagai

perangkum)

Pengajar akan

memberikan hasil

yang lebih baik

jika pada

pertemuan

sebelumnya

pengajar sudah

mengkomunikasika

n kompetensi dasar

(judul materi),

penugasan

membaca mandiri

dan melatih

pebelajar

melakukan

kegiatan

memprediksi,

menyusun

pertanyaan,

mengkalrifikasi

dan, meringkas.

Pembelajaran akan

lebih efektif

apabila kelompok

sudah terbentuk

pada pertemuan

sebelumnya.

14

Lanjutan Tabel 2.1

TahapKegiatan

KeteranganPengajar Pebelajar

Kegiatan

Inti

Membagi bahan

bacaan pada setiap

kelompok

Melakukan

observasi dan

pendampingan

Setiap anggota

kelompok

melaksanakan

perannya.

Penduga:

memprediksi apa

yang akan dibahas

oleh pengarangnya

dengan membaca

judul atau sub judul

bacaan

Pengklarifikasi:

mencari kata-kata dan

konsep sulit yang

membuat bacaan sulit

dipahami

Penanya:

mengidentifikasi

informasi penting

dalam bacaan dan

mengajukan

pertanyaan tersebut

dalam kalimat bentuk

kalimat tanya.

Perangkum:

mengdentifikasi

informasi-informasi

penting,

mengintegrasikan

Menyediakan

lembar kerja

untuk pebelajar

sesuai dengan

tugasnya dan

memberikan

catatan penting

(bila

diperlukan atau

diduga

pebelajar

belum

memahami

rincian

tugasnya)

15

Mempersilahkan

pebelajar untuk

mempresentasikan

hasil kerja sesuai

dengan tugasnya,

memberi evaluasi

pada miskonsep dan

penguatan pada

konsep yang sudah

benar

informasi-informasi

dalam kaitan yang

jelas dan

menjadikannya suatu

pengertian yang utuh

dalam sebuh

ringkasan

Mempresentasikan,

mendiskusikan dan

menyimpulkan hasil

bacaan sesuai dengan

tugas.

Penutup Memberikan

evaluasi terhadap

pelaksanaan strategi

pembelajaran timbal

balik dan pencapain

tujuan pembelajaran

Memberikan reward

Memberikan tugas

tidak terstruktur

(dimodifikasi dari Iskandar, 2011)

2.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Strategi Reciprocal Teaching

Kelebihan pembelajaran dengan Reciprocal Teaching menurut Mahardika

(2013:3), antara lain:

1. Melatih kemampuan pembelajar untuk belajar mandiri

2. Dengan merangkum pembelajar dapat berlatih menemukan hal-hal penting

dari apa yang dipelajari

3. Dengan bertanya, dapat meningkatkan kemampuan pembelajar dalam

memecahkan masalah

16

4. Adanya pembagian tugas membuat diskusi lebih efektif

5. Mengajarkan teknik-teknik belajar efektif dengan metakognisi pada

pembelajar, dan

6. Siklusnya fleksibel atau dapat dibolak balik sesuai karakteristik materi

Masih menurut mahardika (2013:3), Reciprokal Teaching memiliki kelemahan

antara lain:

1. Memerlukan waktu lebih banyak dalam pelaksanaannya

2. Siswa yang memiliki kemampuan dekoding atau merangkai kata rendah

umumnya merasa tidak nyaman atau malu ketika bekerja dalam kelompok.

2.2 Strategi Pembelajaran Problem Posing

Berbagai penelitian menemukan bahwa masalah yang dihadapi oleh

pebelajar pada jenjang sekolah menengah adalah kesulitan mereka dalam

memahami ilmu kimia. Ilmu kimia adalah ilmu pengetahuan yang unik, sarat

akan konsep tetapi semua konsepnya merupakan sesuatu yang bersifat abstrak,

sehingga sukar untuk dipahami. Ilmu kimia tidak seperti biologi yang

mempelajari kehidupan makhluk hidup, sehingga obyek yang dipelajari bisa

mudah ditemui dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari. Bagi sebagian

orang, ada yang beranggapan bahwa ilmu kimia tidaklah nyata karena

prosesnya tidak dapat dilihat langsung oleh panca indra.

Keunikan ilmu kimia tidak berhenti pada hal tersebut. Ilmu kimia juga

merupakan pelajaran yang bersifat runtut, materi yang dipelajari lebih dahulu

merupakan dasar untuk memahami materi berikutnya. Banyak pebelajar tidak

memahami konsep dasar kimia sehingga mereka kesulitan untuk memahami

konsep kimia di tingkat lanjutan.

Sifat unik ilmu kimia selanjutnya adalah pada jenis materinya.

Biasanya karakteristik suatu mata pelajaran terletak pada jenis materi yang

dipelajari. Ada bidang-bidang pelajaran terstentu yang mempelajari konsep –

konsep dalam ilmu pengetahuannya seperti sejarah atau biologi, sebaliknya

ada bidang lain yang hanya mempelajari angka-angka seperti matematika. Di

sini sifat unik ilmu kimia terletak pada jenis materi yang dipelajarinya, dimana

tidak melulu berupa pemahaman konsep saja tetapi juga melibatkan angka-

17

angka dalam pembahasannya. Melihat hal tersebut sangat mungkin bila ada

pebelajar yang mampu menguasai konsep atau memahami konsep yang

dipelajari tetapi kesulitan dalam bekerja dengan angka-angka.

Banyak penelitian lanjutan dilakukan untuk menyikapi berbagai

kesulitan yang dihadapi oleh pebelajar dalam mempelajari ilmu kimia. Salah

satu cara yang diupayakan adalah dengan mengembangkan berbagai

pendekatan, strategi ataupun metode pembelajaran kimia. Slah satu strategi

yang akan kita bahas disini adalah strategi pembelajaran problem posing.

Problem posing berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris yaitu

problem yang berarti masalah dan posing berasal dari to pose yang berarti

mengajukan atau membentuk. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa strategi pembelajaran problem posing dapat dimaknai

sebagai strategi pembembelajaran pembentukan soal.

Strategi ini dikembangkan pada mata pelajaran yang banyak

menggunakan angka seperti matematika dan fisika. Untuk kimia, strategi ini

dinilai akan afektif digunakan pada materi-materi yang banyak menggunakan

operati matematis, misalnya perhitungan kimia. Berikut ini akan dibahas lebih

dalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan problem posing.

2.2.1 Teori Pembelajaran yang Mendasari Problem Posing

Dilihat dari struktur pembelajarannya, problem posing merupakan

suatu pembelajaran yang berpusat pada pengajar sekaligus juga pada

pebelajar. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?

Pembelajaran problem posing berpusat pada pengajar, atau biasa

disebut sebagai teacher center. Pembelajaran seperti ini di dasarkan pada

teori pembelajaran behavioristik. Sesuai dengan namanya teori

behaviorisme ini berasal dari kata behavior yang berarti tingkah laku.

Teori ini menekankan terjadinya perubahan tingkah laku pebelajar setelah

melalui proses belajar.

Mengapa harus teori behaviorisme? Hal itu terjadi karena dalam

proses pembelajarannya, strategi pembelajaran problem posing ini perlu

melibatkan pengajar untuk menjelaskan konsep pada materi pelajaran

yang akan dipelajarinya sebelum meminta pembelajar mengaplikasikannya

18

dalam bentuk membuat soal. Penjelasan ini biasanya dilakukan dengan

metode ceramah. Oleh karena itu pembelajaran ini dinyatakan sebagai

teacher centered.

Dalam penerapannya, untuk menilai apakah konsep yang baru

dijelaskan sudah benar-benar dipahami atau belum maka pengajar

meminta pebelajar untuk membuat soal sesuai dengan konsep yang telah

dipahami. Pada tahap ini pebelajar diminta benar-benar mengeksplorasi

pemahaman konsep yang dimilikinya. Peran pebelajar sangatlah dominan

dalam tahap ini sehingga tahap ini dikatakan sebagai student centered,

berpusat pada pebelajar. Pembelajaran yang berpusat pada pembelajar

inilah yang dikatakan sesuai dengan teori konstuktivisme. Pada tahap ini

pembelajar diminta membangun sendiri pengetahuannya secara aktif.

Salah satu cara pebelajar membangun pengetahuannya secara aktif

adalah dengan melakukan interaksi langsung dengan obyek-obyek yang

tengah dipelajari baik itu yang bersifat abstrak maupun konkrit. Obyek

yang dimaksud di sini adalah kondisi tertentu yang dapat digunakan

pebelajar untuk membangun pengetahuannya. Kondisi tertentu yang

dimaksudkan di sini dapat berupa benda manipulative, gambar, permainan,

konsep atau teori, maupun soal.

Dari uraian di atas tampak bahwa soal adalah salah satu kondisi

tertentu yang dipersyaratkan pada pebelajar dalam rangka membangun

pengetahuannya. Oleh karena itu penting sekali bagi pebelajar untuk

berinteraksi dengan soal untuk memperdalam pemahaman konsep yang

dimiliki. Di sini tampak peranan strategi pembelajaran problem posing

yaitu untuk memfasilitasi pebelajar agar lebih banyak berinteraksi dengan

soal yaitu dalam bentuk membuat, menyelesaikan maupun menjelaskan

soal-soal yang sesuai dengan konsep yang tengah dipelajari.

Soal yang dimaksudkan dalam pembelajaran problem posing ini

diklasifikasikan menjadi 3, yaitu kondisi bebas, semi terstruktur dan

terstruktur. Pada soal dengan kondisi bebas, pengajar memberikan

kebebasan penuh pada pebelajar, pengajar tidak mensyaratkan kondisi

apapun yang harus dipatuhi oleh pebelajar. Selanjutnya kondisi semi

19

terstruktur, pada kondisi ini pebelajar diberikan kondisi terbuka, sehingga

dimungkinkan pebelajar menyelidiki suatu kondisi sesuai dengan

pengetahuan yang dimilikinya. Penyelidikan di sini di maksudkan untuk

mengaitkan kondisi yang diselidiki dengan operasi matematis.

Karakteristik soal yang terakhir adalah terstruktur, maksudnya pebelajar

diberikan data/ informasi, biasanya berlabel “diketahui”.

2.2.2 Unsur-unsur yang Terdapat dalam Pembelajaran Problem Posing

Unsur penting dalam pembelajaran problem posing ada 3 hal yang

meliputi (1) unsure matematis; (2) struktur pembelajaran; dan (3) respon

pebelajar. Pembelajaran problem posing memiliki unsure matematis,

unsure ini cocok dengan pembelajaran kimia karena ada beberapa pokok

bahasan kimia yang memiliki operasi matematis misalnya pada materi

stoikiometri, energy, larutan dan kinetika kimia.

Struktur pembelajaran problem posing merupakan peralihan dari

teacher centered menuju student centered. Penyampaian materi yang

diberikan oleh pengajar pada setiap pembelajaran dengan menggunakan

metode ceramah merupakan perwujudan dari apa yang dimaksud dengan

teacher centered. Sedangkan student centered tampak pada interaksi

pebelajar dengan teman sebayanya dalam membangun pengetahuan

melalui kegiatan pembentukan soal, menyelesaikan soal yang dibuat teman

sebayanya maupun pada saat menjelaskan penyelesaian soal kepada teman

sebayanya.

Unsur penting yang terakhir adalah respon pebelajar. Unsur ini bisa

dilihat dari macam-macam soal yang telah dibuat oleh pebelajar. Apakah

soal yang dibuat hanya berupa pertanyaan, pertanyaan matematik ataukah

pertanyaan non matematik. Untuk pertanyaan matematik dibedakan lagi

menjadi dua yaitu pertanyaan matematik yang dapat diselesaikan ataukah

pertanyaan matematik yang tidak dapat diselesaikan. Semua tipe

pertanyaan yang dibuat oleh pebelajar ini akan diberikan skor untuk

menilai respon pebelajar. Skore paling tinggi diberikan pada respon

pebelejar yang paling baik yaitu pebelajar yang mampu membuat soal

berupa pertanyaan matematik yang dapat diselesaikan oleh teman

20

sebayanya. Sebaliknya pebelajar yang hanya dapat memebuat pertanyaan

biasa saja tidak akan memperoleh skore.

2.2.3 Cara Menyusun Skenario Pembelajaran Problem Posing

Adapun langkah-langkah pengajar untuk menerapkan strategi

pembelajaran problem posing dalam pembelajaran dikelas diberikan

sebagai berikut:

1. Membuka kegiatan pembelajaran

2. Menyampaikan tujuan pembelajaran

3. Menyampaikan materi pembelajaran

4. Memberikan contoh soal dan penyelesaiannya

5. Memberikan kesempatan pebelajar untuk bertanya

6. Memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk membentuk soal dari

kondisi yang diberikan dan mempertukarkan serta mendiskusikan soal

bentukannya.

7. Mempersilahkan pebelajar untuk mempresentasikan soal bentukannya.

8. Memberikan kesempatan pebelajar untuk membentuk soal sebanyak-

banyaknya pada kondisi yang lain.

9. Mempersilahkan pebelajar untuk berdiskusi, mempertukarkan soal

yang telah dibuat dan menyelesaikan soal yang dibuat oleh teman

pebelajar sementara asesmen dilakukan.

10. Mengarahkan pebelajar untuk menarik kesimpulan.

11. Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan pebelajar.

12. Menutup pelajaran

2.2.4 Kelebihan Problem Posing antara lain:

1. Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut

keaktifan pembelajar.

2. Minat pembelajar dalam pembelajaran kimia lebih besar dan

pembelajar lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.

3. Semua pembelajar terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat

soal.

4. Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap

kemampuan pembelajar dalam menyelesaikan masalah.

21

5. Dapat membantu pembelajar untuk melihat permasalahan yang ada

dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman

yang mendalam dan lebih baik, merangsang pembelajar untuk

memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan

memperluan bahasan/ pengetahuan, pembelajar dapat memahami soal

sebagai latihan untuk memecahkan masalah.

2.2.5 Kekurangan Problem posing

1. Persiapan guru harus lebih karena menyiapkan isi informasi yang

dapat disampaikan pada pembelajar

2. Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan

penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.

2.2.6 Contoh Implementasi Pembelajaran Problem Posing

Contoh implementasi strategi pembelajaran problem posing pada

materi perhitungan kimia (stoikiometri) adalah sebagai berikut:

(1) Membuka kegiatan pembelajaran dengan salam dan apersepsi

(2) Menyampaikan tujuan pembelajaran/ kompetensi dasar perhitungan

yaitu untuk menghitung banyaknya peraksi dan hasil reaksi

(3) Menyampaikan materi pembelajaran perhitungan kimia dari buku

teksbook pembelajar

(4) Memberikan contoh soal dan penyelesaiannya dalam bentuk soal

terstruktur , misalnya:

Diketahui : larutan FeCl3 0,2 M

Ditanya : Konsentrasi ion [Fe3+]=…? dan konsentrasi ion [Cl-] =…?

Jawaban : FeCl3 (aq) → Fe3+(aq) + 3Cl-

(aq)

0,2 M 0,2 M 3 x 0,2 M = 0,6 M

(5) Memberikan kesempatan pebelajar untuk bertanya

(6) Memberikan kesempatan kepada pebelajar untuk membentuk soal dari

kondisi yang diberikan dan mempertukarkan serta mendiskusikan soal

bentukannya. Misalnya:

22

Buatlah soal berdasarkan kondisi berikut!

a. Reaksi NaCl + Ag NO3 →NaCl+ H2O

Konsentrasi NaCl 0,1 M

b. Reaksi CuO(s) + H2(aq) → Cu(s) + H2O(l)

Banyaknya H2 adalah 2 g

(7) Mempersilahkan pebelajar untuk mempresentasikan soal bentukannya.

(8) Memberikan kesempatan pebelajar untuk membentuk soal sebanyak-

banyaknya pada kondisi yang lain. Misalnya:

Buatlah soal berdasarkan kondisi berikut:

a. Larutan KOH 0,3 M

b. Konsentrasi H2SO4 0,2 M

(9) Mempersilahkan pebelajar untuk berdiskusi, mempertukarkan soal

yang telah dibuat dan menyelesaikan soal yang dibuat oleh teman

pebelajar sementara pengajar membuat penilaian dengan lembar

observasi.

(10) Mengarahkan pebelajar untuk menarik kesimpulan.

(11) Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan pebelajar.

(12) Menutup pelajaran

2.3 Tinjauan kombinasi Metode pengajaran Problem Posing dengan Strategi

Reciprocal Teaching

Dari studi literatur yang telah dilakukan tentang strategi pembelajaran Reciprocal

Teaching dan Problem Posing dapat ditarik benang merah antara keduanya, yaitu

kedua strategi pengajaran tersebut sama-sama berbasis pendekatan konstruktifistik

yang menekankan pada peran aktif siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya

sendiri melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang bermakna. Kedua, guru

hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator yang menjebatani siswa dalam

menjajagi permasalahan yang sedang dipelajari siswa. Dan ketiga, kedua strategi

tersebut dapat melebur satu sama lain, misalnya strategi reciprocal teaching akan

memberikan hasil optimal untuk meningkatkan pemahaman siswa jika siswa

diajak mengeksplor rasa ingin tahunya melalui kegiatan bertanya dengan cara

yang efektif melalui strategi problem posing dan sebaliknya pengajaran dengan

23

problem posing dikelas akan lebih efektif jika guru menerapkan pengajaran

dengan dialog melalui reciprocal teaching.

24

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan pokok-pokok kajian pada makalah ini, maka

sebagai penutup dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pembelajaran reciprocal teaching merupakan strategi untuk meningkatkan

pemahaman mambaca (reading comprehension) dengan mendorong pebelajar

mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki secara efektif

secara berkelompok dengan melakukan prediksi (predicting), bertanya

(questioning), mengklarifikasi (clarifying) dan merangkum (summarizing).

Teori belajar yang mendasari strategi reciprocal teaching concept mapping

adalah teori belajar Bruner, Piaget, Vygotsky, Ausubel, dan teori motivasi.

2. Problem posing adalah strategi pembelajaran yang menekankan pembelajar

untuk dapat menyusun atau membuat soal setelah kegiatan pembelajaran

dilakukan. Secara struktur pembelajaran, Strategi problem posing merupakan

peralihan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning)

dan berlandaskan teori belajar behaviorime, menuju pembelajaran berpusat

pada pembelajar/pembelajar (student centered learning) yang berlandaskan

teori belajar konstruktivisme.

3. Strategi pengajaran reciprokal teaching sangat tepat jika dikombinasikan

dengan pengajaran dengan problem posing dalam rangka meningkatkan

kemapuan berpikir kritis siswa, meningkatkan pemahaman siswa tentang suatu

persoalan, bacaan, atau wacana serta keterampilan interaksi sosial siswa

dengan lingkungan.

25

DAFTAR RUJUKAN

Baldwin, A.L. 1967. Theories of Child Development. New York: John Wiley &

Sons.

Carin, A.A. & Sund, R.B. 1975. Teaching Science trough Discovery, 3rd Ed.

Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.

Duffy, G.G. 2003. Explaining Reading. New York: The Guilford Press.

Effendy. 2013. Inovasi Pembelajaran Kimia Berbasis Pendidikan Karakter

Menyongsong Kurikulum 2013. Makalah diasjikan dalam Seminar

Nasional Pendidikan Kimia, Jurusan Kimia FMIPA Unesa, Surabaya, 27

April.

El-Komy & Abdel, S.A. 1996. Effects of three questioning strategies on EFL

reading comprehension. Paper presented at the Annual Meeting of the

Teachers of English to Speakers of other Languages (Online),

(

http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1207/s1532690xci01021#UIQRfV

DqEnO), diakses 4 September 2015

Irwin, J.W. 1991. Teaching Reading Comprehension Processes. Needham

Heights: Allyn and Bacon.

Iskandar, Srini M.. 2015. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivis.

Edisi Revisi. Malang: Media Nusa Kreatif

Iskandar, S.M. 2011. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivis.

Malang: Bayumedia Publishing.

Kementrian pendidikan dan kebudayaan. 2014. Materi Pelatihan Guru

Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015.Jakarta:

Kemendikbud

Mahardika, IGd. Agus. 2013. Penerapan Metode Reciprocal teaching berbantuan

Kartu Angka untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika

Siswa Kelas VI SDN 4 Penyaringan. (Online), (http://download

portalgaruda.org), diakses tanggal 7 September 2015

26

Millis, B.J., & Cottell, P.G., Jr. 1998. Cooperative Learning for Higher Education

Faculty. American Council on Education, Series on Higher Education.

Phoenix, AZ: The Oryx Press.

Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya: Institut Keguruan dan Ilmu

Pendidikan.

Nur, M dan Wikandari, primaretno. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada

Pembelajar dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya:

UNESA Press

Owens, A. 1976. The Effects of Question Generation, Question Answering, and

Reading on Prose Learning. Michigan: University Microfilms.

Palincsar, A.S. & Brown, A.L. 1984. Reciprocal Teaching of Comprehension

Fostering and Comprehension Monitoring Activities. Cognitive and

Instruction, 2(1): 117-175.

Rifqiawati, Ika. 2011. Pengaruh Penggunaan Pendekatan problem Posing

terhadap Berpikir Kreatif Siswa pada Konsep Pewarisan Sifat.

Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah Press

Teele, S. 2004. Overcoming Barricades to Reading a Multiple Intelligences

Approach. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif, Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Trianto.2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep

Landasan dan Implementasinya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.