Upload
yono-agus
View
348
Download
4
Embed Size (px)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah perbatasan wilayah erat kaitannya dengan pemahaman dan
pelaksanaan konsepsi kewilayahan dan wawasan nusantara. Akhir-akhir ini
makin marak berita persengketaan berbagai wilayah antar Negara, mulai dari
persengkataan wilayah oleh palestina dan Israel yang belum juga menemukan
titik pemecahan sampai detik ini sampai masalah yang terjadi di wilayah
Nusantara sendiri. Indonesia sebagai sebuah Negara kepulauan dengan pulau-
pulau besar dan ribuan pulau kecil, dan letaknya yang di antara dua benua dan
dua samudra sangat rawan dengan akan adanya masalah perbatasan ini.
Masalah perbatasan sudah 2 kali terjadi antara Indonesia dan Malaysia
yaitu yang pertama persengketaan mengenai wilayah Sipadan dan Ligitan yang
berujung dengan kemenangan oleh pihak Malaysia, dan kasus yang terbaru
mengenai persengketaan atas wilayah Ambalat. Sebelum membahas mengenai
perbatasan Ambalat dan kaitannya dengan konsep kewilayahan serta
implementasi wawasan nusantara. oleh sebab itu itu saya mengambil judul
tentang “Persengketaan Perairan Ambalat Dengan Malaysia Dari Aspek
Kewilayahan dan Wawasan Nusantara”.
1.2 Batasan Masalah
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah
ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1. Pengertian Kewilayahan Negara Indonesia Republik Indonesia.
2. Pengertian Wawasan Nusantara.
3. Peninjauan kasus Ambalat
1
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Batas wilayah NKRI?
2. Konsep Wawasan Nusantara?
3. Persengketaan Amabalat
1.4 Dasar Teori Penulisan
Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan study
kepustakaan, yaitu penulis mencari buku-buku , mencari artikel dan bacaan
dalam dunia maya serta dari materi yang telah diberikan oleh ibu dosen yang
berhubungan dengan Kewilayahan dan Wawasan Nusantara.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kewilayahan NKRI
Indonesia merupakan kawasan kepulauan terbesar di dunia yang terdiri
atas sekitar 18.000 pulau besar dan kecil. Pulau-pulau itu terbentang dari timur
ke barat sejauh 6.400 km atau sepadan dengan jarak London dan Siberia dan
sekitar 2.500 km jarak antara utara dan selatan. Garis terluar yang mengelilingi
wilayah Indonesia adalah sepanjang kurang lebih 81.000 kilometer dan sekitar
80% dari wilayah ini adalah laut. Dengan bentang geografis itu, Indonesia
memiliki wilayah yang sangat luas yaitu 1,937 juta kilometer persegi daratan,
dan 3,1 juta kilometer teritorial laut, serta luas laut ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) 2,7 juta kilometer persegi.
Baru pada abad ke-20, melalui Territoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonnantie1939 (Staatsblad 1939 No. 422) atau yang biasa disingkat dengan
Ordonantie 1939, wilayah laut dalam suatu pulau di Nusantara memiliki
ketetapan hukum yang diakui secara internasional. Ordonantie 1939 menetapkan
bahwa jarak laut teritorial bagi tiap-tiap pulau sejauh tiga mil. Peraturan ini,
memunculkan ’kantong-kantong’ lautan bebas di tengah-tengah wilayah negara
yang membuat kapal-kapal asing dapat berlayar secara bebas. Kapal-kapal
Belanda dapat dengan bebas menjelajahi perairan laut di antara pulau-pulau di
Indonesia karena memang hukum laut internasional yang berlaku saat itu masih
memungkinkannya. Indonesia tidak memiliki hak untuk melarangnya apalagi
kekuatan Angkatan Laut Indonesia masih jauh ketinggalan dengan Belanda.
Keberadaan laut bebas di antara pulau-pulau di wilayah Negara Republik
Indonesia jelas sangatlah janggal. Bagaimana pun penduduk antara satu pulau
dengan pulau lainnya masih satu bangsa, sehingga tidak mungkin sebuah negara
3
yang berdaulat dipisah-pisahkan oleh laut bebas sebagai pembatasnya. Oleh
sebab itu, mulai muncul gagasan untuk merombak sistem hukum laut Indonesia.
Pemikiran untuk mengubah Ordinantie 1939 dimulai pada 1956. Pada
waktu itu, pimpinan Departemen Pertahanan Keamanan RI mendesak kepada
pemerintah untuk segera merombak hukum laut warisan kolonial yang secara
nyata tidak dapat menjamin keamanan wilayah Indonesia. Desakan itu juga
didukung oleh departemen lain seperti Departemen Dalam Negeri, Pertanian,
Pelayaran, Keuangan, Luar Negeri, dan Kepolisian Negara. Akhirnya, pada 17
Oktober 1956 Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo memutuskan membentuk
suatu kepanitiain terdepartemental yang ditugaskan untuk merancang RUU
(Rencana Undang-Undang) Wilayah Perairan Indonesia dan Lingkungan Maritim
berdasarkan Keputusan Perdana Menteri RI No. 400/P.M./1956. Panitia itu di
bawah pimpinan Kolonel Laut R. M. S. Pirngadi.
Setelah bekerja selama 14 bulan akhirnya ’Panitia Pirngadi’
menyelesaikan konsep RUU Wilayah Perairan Indonesia dan Lingkungan
Maritim. Pada prinsipnya, RUU itu masih mengikuti konsep Ordonansi 1939;
perbedaannya adalah bahwa laut teritorial Indonesia ditetapkan dari tiga mil
menjadi 12 mil. Panitia belum berani mengambil berbagai kemungkinan risiko
untuk menetapkan asas straight base line atau asas from point to point mengingat
kekuatan Angkatan Laut Indonesia masih belum memadai. Sebelum RUU
disetujui, Kabinet Ali bubar dan digantikan oleh Kabinet Djuanda. Sejalan
dengan ketegangan yang terjadi antara Belanda dan RI, pemerintahan Djuanda
lebih banyak mencurahkan perhatian untuk menemukan sarana yang dapat
memperkuat posisi RI dalam melawan Belanda yang lebih unggul dalam
pengalaman perang dan persenjataan. Untuk itu, sejak 1 Agustus 1957, Ir.
Djuanda mengangkat Mr. Mochtar Kusumaatmadja untuk mencari dasar hukum
guna mengamankan keutuhan wilayah RI. Akhirnya, ia memberikan gambaran
’asas archipelago’ yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Internasional pada 1951
seperti yang telah dipertimbangkan oleh RUU sebelumnya namun tidak berani
4
untuk menerapkannya dalam hukum laut Indonesia. Sebagai alternatif terhadap
RUU itu, disusun konsep “asas negara kepulauan”.
Dengan menggunakan ’asas archipelago’ sebagai dasar hukum laut
Indonesia, maka Indonesia akan menjadi Negara kepulauan/’archipelagic state’
yang merupakan suatu eksperimen radikal dalam sejarah hukum laut dan hukum
tata negara di dunia. Dalam sidang 13 Desember 1957, Dewan Menteri akhirnya
memutuskan penggunaan ’Archipelagic State Principle’ dalam tata hukum di
Indonesia, dengan dikeluarkannya ’Pengumuman Pemerintah mengenai Perairan
Negara Republik Indonesia’. Yang berisi, pemerintah menyatakan bahwa semua
perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian
pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak
memandang luas atau lebarnya adalah bagian dari wilayah daratan Negara
Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan
nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Republik Indonesia.
Dalam peraturan, yang akhirnya dikenal dengan sebutan Deklarasi
Djuanda, disebutkan juga bahwa batas laut teritorial Indonesia yang sebelumnya
tiga mil diperlebar menjadi 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-
titik ujung terluar pada pulau-pulau dari wilayah Negara Indonesia pada saat air
laut surut. Dengan keluarnya pengumuman tersebut, secara otomatis Ordonantie
1939 tidak berlaku lagi dan wilayah Indonesia menjadi suatu kesatuan antara
pulau- pulau serta laut yang menghubungkan antara pulau-pulau tersebut.
Berikut Gambar Blok Ambalat
5
2.2 Konsep Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan
menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional. Nilai-nilai pancasila
mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai nilai tersebut adalah:
1. Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing- masing.
2. Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan
golongan.
3. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Adapun aspek Kewilayahan Nusantara adalah Pengaruh geografi suatu
fenomena yang perlu diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka Sumber
Daya Alam (SDA) dan suku bangsa.
1. Fungsi
a. Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan
nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan
keamanan, dan kewilayahan.
b. Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan
kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan
sosial dan politik, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
c. Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan Negara
merupakan pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia
6
sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan
negara.
d. Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi
dalam pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan Negara
tetangga. Batasan dan tantangan negara Republik Indonesia adalah :
Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang Negara
Republik Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr.
Soepomo menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia Belanda, Muh.
Yamin menyatakan Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Sunda Kecil,
Borneo, Selebes, Maluku-Ambon, Semenanjung Melayu, Timor,
Papua, Ir. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang
3 mil laut dengan cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air
pasang surut atau countour pulau/darat.
Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman
pemerintah RI tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya:
a) Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis
pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis
lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang
menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau
yang termasuk dalam wilayah RI.
b) Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.
c) Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum
Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari
garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi
7
Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak
terpecah lagi.
2. Tujuan
Tujuan wawasan nusantara terdiri dari dua, yaitu:
a. Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan
bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".
b. Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan
baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta
kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina
kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di
seluruh dunia.
8
3. Kehidupan pertahanan dan keamanan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan
dan keamanan, yaitu :
a) Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus
memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif,
karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti
memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin,
melaporkan hal-hal yang menganggu keamanan kepada aparat dan belajar
kemiliteran.
b) Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau
pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat
diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga
negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.
c) Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan
prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia,
terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.
2.3 Persengketaan Pulau Ambalat dengan Malaysia
Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar dan wilayah yang luas baik
darat maupun lautan memiliki tantangan tersendiri untuk menjaga keutuhan dan
persatuan serta kesatuan wilayahnya. Berbagai ancaman, hambatan, tantangan
dan gangguan baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri dapat
mengancam keutuhan bangsa dan Negara Indonesia. Hal yang berkaitan dengan
konsep kewilayahan dan wawasan nusantara serta implementasinya, salah
satunya mengenai persengketaan berkaitan dengan daerah perbatasan antar
9
Negara. Seperti hal ini yaitu sengketa antar dua Negara serumpun, Indonesia-
Malaysia mengenai daerah perbatasan di wilayah Ambalat.
Gambar Wilayah Sengketa Blok Ambalat
Adapun latar belakang yang memunculkan masalah tersebut yaitu
Pemberian konsesi eksplorasi pertambangan di Blok ND7 dan ND6 dalam
wilayah perairan Indonesia. Tepatnya di Laut Sulawesi, perairan sebelah timur
Kalimantan oleh perusahaan minyak malaysia, petronas kepada PT Shell, pada
tanggal 16 Februari 2005. Padahal Pertamina dan Petronas sudah lama saling
mengklaim hak atas sumber minyak dan gas di Laut Sulawesi dekat Tawau,
Sabah yang dikenal dengan East Ambalat. Kedua perusahaan minyak dan gas itu
sama-sama menawarkan hak eksplorasi ke perusahaan asing. Blok Ambalat
diperkirakan memiliki kandungan 421,61 juta barel minyak dan gas 3,3 triliun
kaki kubik.
Pemberian konsesi minyak oleh Malaysia tersebut menimbulkan reaksi
dari berbagai pihak di Indonesia. klaim tersebut dilakukan Malaysia dengan
argumentasi peta tahun 1979 yang diterbitkan secara sepihak oleh Malaysia. dan
menurut Marty Natalegawa "Jangankan Indonesia, negara lain saja sudah protes
atas penerbitan peta itu, karena mengubah wilayah perairan di Asia Tenggara,".
Protes terhadap peta itu sudah dilakukan sejak Tahun 1980 dan tetap dilakukan
secara berkala. Indonesia sendiri telah memberikan konsesi minyak kepada
10
beberapa perusahaan minyak dunia di lokasi ini sejak tahun 1960-an tanpa ada
keberatan dan protes dari Negara lain. "Karena memang dilakukan di wilayah
Indonesia”.
Malaysia semula mengklaim memiliki wilayah perairan Indonesia lebih
dari 70 mil dari batas pantai Pulau Sipadan dan Ligitan. Belakangan Malaysia
memperluas wilayahnya sampai sejauh dua mil. Dengan demikian, total luas
wilayah Indonesia yang telah "dicaplok" Malaysia adalah 15.235 kilometer
persegi. Adapun titik awal penarikan garis batas pengakuan dimulai dari garis
pantai Pulau Sebatik, Kaltim.
Salah satu bukti kesewenang-wenangan Malaysia yang lain adalah
mencantumkan kawasan Karang Unarang ke dalam wilayah perairan Malaysia
pada peta terbaru yang dikeluarkan pemerintahan pimpinan Perdana Menteri
Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi. Padahal selama ini Karang Unarang berada
di kawasan Indonesia. Pengakuan tersebut kontan ditolak Indonesia. Alasannya,
Malaysia bukan negara kepulauan dan hanya berhak atas 12 mil dari garis batas
pantai Pulau Sipadan dan Ligitan. Patut diketahui, konsep Wawasan Nusantara
atau status Indonesia sebagai Negara kepulauan telah diakui dalam Konvensi
Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1982 (UNCLOS 1982).
Kontan saja, tindakan sepihak ini menuai tanggapan yang beragam dari
seluruh lapisan masyarakat Indonesia, dari mulai demo, sikap untuk melakukan
diplomasi, hingga sikap keras untuk melakukan perang terbuka.
Tindakan pemerintah Malaysia yang mengklaim blok perairan Ambalat
sebagai wilayah teritorial negaranya telah memicu sikap dan tindakan "reaksi"
dari berbagai komponen masyarakat Indonesia. Bahkan, banyak anggota
masyarakat yang siap mengikrarkan diri sebagai korps sukarelawan apabila
konflik klaim wilayah perairan Ambalat termanifestasi menjadi perang terbuka.
Perasaan sakit hati masyarakat (bangsa) Indonesia tersebut sesungguhnya
merupakan akumulasi kekecewaan dan tumpukan rasa sakit hati atas berbagai
11
kebijakan pemerintah Malaysia yang begitu antikemanusiaan dan
antipenghargaan martabat bangsa lain (khususnya bangsa Indonesia). Dari kasus
TKI, di mana pemerintah Malaysia lebih banyak bertindak represif dan seolah
menempatkan para TKI asal Indonesia sebagai "budak belian" yang disia-siakan.
Juga kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan melalut keputusan ICJ
(International Court Justice) tahun 2002, menjadi inspirasi sentimen nasionalisme
bangsa ini.
Perkembangan kasus Ambalat sendiri, saat ini telah menaikkan
ketegangan hubungan diplomatik antara Malaysia dan Indonesia, meski dalam
strategi politik media di Malaysia kasus klaim Ambalat sengaja ''didinginkan''
agar publik Malaysia tidak terlibat jauh dalam sengketa politik tersebut.
Wilayah Ambalat
Ada beberapa sikap masyarakat di dalam negeri Indonesia yang
merespons kasus Ambalat. Pertama, sikap anti-Malaysia dalam pengertian
politik. Sikap ini ditunjukkan oleh kalangan nasionalis dan masyarakat awam
yang sebenarnya memiliki perasaan sakit hati atas kebijakan politik pemerintah
Malaysia dalam kasus TKI. Sikap ini ditunjukkan dalam berbagai demonstrasi
dengan isu "Ganyang Malaysia". Kedua, sikap kritis dan rasional. Sikap ini
mencoba mengkritisi kasus Ambalat sebagai bentuk sengketa kewilayahan
antardua negara tetangga karena perbedaan sudut pandang politik kemaritiman
dan juga kepentingan ekonomi-politik. Sikap ini ditunjukkan oleh kalangan
12
cerdik pandai di Indonesia yang memposisikan kasus Ambalat setara dengan
kasus-kasus sengketa batas wilayah atau klaim teritorial seperti Kepulauan
Spratly, yang diperebutkan lima negara asia. Ketiga, sikap kritis-progresif. Sikap
ini ditunjukkan oleh berbagai komponen gerakan mahasiswa yang mencoba
membaca kasus Ambalat sebagai bentuk pertaruhan harga diri bangsa dan negara
dari deraan kepentingan ekonomi-politik neoimperalisme. Sikap kritis-progresif
kalangan.
Wilayah Ambalat
13
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dengan demikian penyusun dapat menyimpulkan bahwa aspek
kewilayahan NKRI adalah kawasan kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas
sekitar 18.000 pulau besar dan kecil dan terbentang dari timur ke barat sejauh
6.400 km . Garis terluar yang mengelilingi wilayah Indonesia adalah sepanjang
kurang lebih 81.000 kilometer dan sekitar 80% dari wilayah ini adalah laut.
Dengan bentang geografis itu, Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas yaitu
1,937 juta kilometer persegi daratan, dan 3,1 juta kilometer teritorial laut, serta
luas laut ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) 2,7 juta kilometer persegi.
Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan
menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
Pemberian konsesi eksplorasi pertambangan di Blok ND7 dan ND6
dalam wilayah perairan Indonesia. Tepatnya di Laut Sulawesi, perairan sebelah
timur Kalimantan oleh perusahaan minyak malaysia, petronas kepada PT Shell,
pada tanggal 16 Februari 2005.
Pemberian konsesi minyak oleh Malaysia tersebut menimbulkan reaksi
dari berbagai pihak di Indonesia. klaim tersebut dilakukan Malaysia dengan
argumentasi peta tahun 1979 yang diterbitkan secara sepihak oleh Malaysia.
Protes terhadap peta itu sudah dilakukan sejak Tahun 1980 dan tetap
dilakukan secara berkala. Indonesia sendiri telah memberikan konsesi minyak
kepada beberapa perusahaan minyak dunia di lokasi ini sejak tahun 1960-an
14
tanpa ada keberatan dan protes dari negara lain. "Karena memang dilakukan di
wilayah Indonesia”
Malaysia semula mengklaim memiliki wilayah perairan Indonesia lebih
dari 70 mil dari batas pantai Pulau Sipadan dan Ligitan. Belakangan Malaysia
memperluas wilayahnya sampai sejauh dua mil.
Total luas wilayah Indonesia yang telah "dicaplok" Malaysia adalah
15.235 kilometer persegi. Adapun titik awal penarikan garis batas pengakuan
dimulai dari garis pantai Pulau Sebatik, Kaltim.
1.2 Saran
Dengan uraian di atas kita dapat menyadari bahwa kita setiap warga
Negara perlu menyadari dan memahami tentang konsep kewilayahan dan
wawasan nusantara, agar wilayahan serta segala kekayaan hayati NKRI tidak
terus dicaplok oleh negara lain, oleh karena itu kita sebagai warga NKRI harus
selalu menjaga semua kekayaan negeri ini.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk ikut serta menjaga kekayaan
negeri kita Indonesia tercinta.Setidaknya ikut mengawasi dan memberikan suara
penolakan secara langsung jika terdapat ketidaksesuaian dalam sistem dinegara
kita itu merupakan upaya atau tindakan kecil yang mungkin bisa dilakukan oleh
tiap-tiap individu sebagai warga Negara Indonesia.
15