27
MAKALAH DEMAM BERDARAH disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi dengan dosen pengampu Ns. Roymond H. Simamora, M.Kep. disusun oleh: Kelompok 1 1. Yunus Nur Zakaria 072310101033 2. Ahdya Islaha 082310101055 3. Riska O 082310101049 4. Moh. Salman 082310101071 5. Dwi indah 082310101066 6. Riza firman 092310101027 7. Velina Silviyani 092310101044 8. Risky Rahmawan 092310101056

MAKALAH Mikro.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mikrobiologi

Citation preview

Page 1: MAKALAH Mikro.doc

MAKALAH

DEMAM BERDARAH

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi dengan dosen pengampu

Ns. Roymond H. Simamora, M.Kep.

disusun oleh:

Kelompok 1

1. Yunus Nur Zakaria 072310101033

2. Ahdya Islaha 082310101055

3. Riska O 082310101049

4. Moh. Salman 082310101071

5. Dwi indah 082310101066

6. Riza firman 092310101027

7. Velina Silviyani 092310101044

8. Risky Rahmawan 092310101056

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 2: MAKALAH Mikro.doc

BAB 1. KONSEP PENYAKIT

1.1 Pengertian DHF

DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa

nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat

menyebar secara efidemik. (Sir, Patrick manson, 2001).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak

dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang

disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan

masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)

(Seoparman, 1990).

Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh

penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue

haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita

melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa

dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau

tanpa ruam.

1.2 Etiologi

1. Virus dengue sejenis arbovirus.

2. Virus dengue tergolong dalam family Flavividae

Ciri-ciri virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap

inaktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC.

1.3 Patofisiologi

Virus masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan

kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-

antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi

Page 3: MAKALAH Mikro.doc

ini dapat melepaskan histamine yang merupakan mediator kuat sebagai faktor

meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma

melalui endotel dinding itu. Akibatnya terjadinya trobositopenia, menurunnya

fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen)

merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan

saluran gastrointestinal pada DHF. Selain itu nilai hematokrit meningkat

bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah

sehingga dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak

diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, asidosis metaboik dan kematian.

Page 4: MAKALAH Mikro.doc

1.4 Manifestasi klinis

1. Demam tinggi selama 5 – 7 hari

2. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.

3. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echmosis,

hematoma.

4. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

5. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.

6. Sakit kepala

7. Pembengkakan sekitar mata.

8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah

menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan

lemah.

1.5 Penatalaksanaan

1. Tirah baring

2. Berikan kompers dingin

3. Berikan cairan oralit

4. Berikan makanan lunak

5. Monitor tanda-tanda vital

6. Monitor intake dan output cairan

7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

Page 5: MAKALAH Mikro.doc

BAB 2. GAMBARAN VEKTOR PENYAKIT

2.1. Gambaran Aedes Aegypti

2.6.1 Klasifikasi Aedes Aegypti

Kedudukan nyamuk Ae. aegypti dalam klasifikasi hewan, yaitu (Soegijanto,

2006):

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Bangsa : Diptera

Suku : Culicidae

Marga : Aedes

Jenis : Aedes aegypti L

2.6.2 Morfologi Aedes Aegypti

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran kecil bila dibandingkan dengan

rata-rata nyamuk lain, berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada

bagian badan, kaki dan sayap. Pada bagian toraks bagian belakang terdapat garis-

garis putih keperak-perakan. Pada bagian toraks ini terdapat sepasang kaki depan,

sepasang kaki tengah, dan sepasang kaki belakang (Hasan, 2006). Sisik-sisik pada

tubuh nyamuk umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan

identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua (Soegijanto, 2006).

Dalam hal ukuran, nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan

terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat

diamati dengan mata telanjang (Wikipedia, 2009). Morfologi nyamuk Ae. aegypti

(Soegijanto, 2006).

a. Telur

Page 6: MAKALAH Mikro.doc

Telur nyamuk Ae. Aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, warna

hitam, ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan polygonal, tidak memiliki alat pelampung,

dan diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding

bagian dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan

permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85% melekat

di dinding TPA, sedangkan 15% lainnya jatuh ke permukaan air.

b. Larva

Larva nyamuk Ae. Aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-

bulu sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan

perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang

terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, dan IV. Larva instar I,

tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada

dada (thorax) belum jelas, dan corong pernafasan (siphon) belum menghitam.

Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum jelas, dan

corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur

anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada

(thorax), dan perut (abdomen).

Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa

duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Perut tersusun atas 8

ruas. Larva Ae. Aegypti ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat

fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus

dengan bidang permukaan air.

c. Pupa

Pupa nyamuk Ae. aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-

dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya,

sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada

terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat

pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh terdapat berjumbai

panjang dan bulu di nomer 7 pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa adalah

bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan dengan

larva. Waktu istirahat, posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air.

Page 7: MAKALAH Mikro.doc

d. Dewasa

Nyamuk Ae. aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada,

dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang

berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan

termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan

bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena

itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina

mempunyai antena tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose.

2.6.3 Siklus hidup Aedes Aegypti

Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami

metamorphosis sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa telur, larva

(beberapa instar), pupa, dan dewasa (Sembel, 2009). Selama masa bertelur, seekor

nyamuk betina mampu meletakkan 100-400 butir telur. Biasanya, telur-telur

tersebut diletakkan di bagian yang berdekatan dengan permukaan air, misalnya di

bak yang airnya jernih dan tidak berhubungan langsung dengan tanah (Kardinan,

2009). Telur nyamuk Ae. aegypti di dalam air dengan suhu 20-400C akan menetas

menjadi larva dalam waktu 1-2 hari. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan

larva dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air, dan

kandungan zat makanan yang ada di dalam tempat perindukan. Pada kondisi

optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa

menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan

perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan waktu kurang lebih

7-14 hari (Soegijanto, 2006).

2.6.4 Lingkungan hidup Aedes Aegypti

Nyamuk Ae. aegypti bersifat urban, hidup di perkotaan dan lebih sering hidup

di dalam dan di sekitar rumah (domestik) dan sangat erat hubungannya dengan

manusia. Tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti yaitu tempat di mana nyamuk

Aedes meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di luar

Page 8: MAKALAH Mikro.doc

rumah (outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang paling utama

adalah tempat-tempat penampungan air: bak air mandi, bak air WC, tendon air

minum, tempayan, gentong tanah liat, gentong plastik, ember, drum, vas tanaman

hias, perangkap semut, dan lain-lain. Sedangkan tempat perindukan yang ada di

luar rumah (halaman): drum, kaleng bekas, botol bekas, ban bekas, pot bekas, pot

tanaman hias yang terisi oleh air hujan, tendon air minum, dan lain-lain

(Soegijanto, 2006). Ae. aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang

hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk

betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan

protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak

membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun

tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam

atau merah (Wikipedia, 2009). Nyamuk betina sangat sensitif terhadap gangguan

sehingga memiliki kebiasaan menggigit berulang-ulang. Kebiasaan ini sangat

memungkinkan penyebaran virus demam berdarah ke beberapa orang sekaligus

(Kardinan, 2009). Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari,

dengan 2 puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 (Depkes,

2005). Ae. aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembap, dan

tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur, kamar

mandi, kamar kecil, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar

rumah, di tumbuhan, atau di tempat terlindung lainnya. Di dalam ruangan,

permukaan istirahat yang mereka suka adalah di bawah furnitur, benda yang

tergantung seperti baju dan korden, serta di dinding (WHO, 2005).

Penyebaran nyamuk Ae. aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa

faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas

sampai jarak 100 meter dan lokasi kemunculan. Akan tetapi, penelitian terbaru di

Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari

400 meter terutama untuk mencari tempat bertelur. Transportasi aktif dapat

berlangsung melalui telur dan larva yang ada dalam penampungan (WHO, 2005).

Page 9: MAKALAH Mikro.doc

a. Suhu

Serangga memiliki kisaran suhu tertentu dimana dia dapat hidup. Di luar

kisaran suhu tersebut, serangga akan mati kedinginan atau kepanasan. Pada

umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimum 150C, suhu optimum

250C, dan suhu maksimum 450C (Jumar, 2000). Menurut Yotopranoto, et al.

dalam Yudhastuti (2005), dijelaskan bahwa rata-rata suhu optimum untuk

pertumbuhan nyamuk adalah 250 – 270C dan pertumbuhan nyamuk akan berhenti

sama sekali bila suhu kurang dari 100C atau lebih dari 400C.

b. Kelembapan

Kelembaban yang dimaksudkan adalah kelembaban tanah, udara, dan tempat

hidup serangga dimana merupakan faktor penting yang mempengaruhi distribusi,

kegiatan, dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban yang sesuai, serangga

biasanya lebih tahan terhadap suhu ekstrem (Jumar, 2000). Menurut Mardihusodo

dalam Yudhastuti (2005), disebutkan bahwa kelembaban udara yang berkisar

81,5-89,5% merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi dan

ketahanan hidup embrio nyamuk.

2.6.5 Nyamuk Ae. Aegypti Sebagai Vektor Penyakit

Vektor penyakit adalah serangga penyebar penyakit atau Arthropoda

(Soemirat, 2007). Nyamuk merupakan anggota ordo Diptera yang berbentuk

langsing, baik tubuhnya, sayap maupun proboscisnya. Ciri-ciri khas ordo Diptera,

yaitu (Soedarto, 1992):

a. Kepala, toraks, dan abdomen berbatas jelas

b. Mempunyai sepasang antenna

c. Sepasang sayap selaput melekat pada segmen toraks yang kedua; pasangan

sayap lainnya berubah bentuk menjadi alat keseimbangan

d. Mulut berfungsi untuk mengisap

e. Abdomen terdiri dari 10 segmen

Page 10: MAKALAH Mikro.doc

Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit-penyakit

arbovirus (demam berdarah, chikungunya, demam kuning, encephalitis, dan lain-

lain), serta penyakit-penyakit nematoda (filariasis), riketsia, dan protozoa

(malaria). Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk meskipun

sebagian besar dari spesies-spesies nyamuk ini tidak berasosiasi dengan penyakit.

Jenis-jenis nyamuk yang menjadi vektor utama, biasanya adalah Aedes spp.,

Culex spp., Anopheles spp., dan Mansonia spp (Sembel, 2009). Aedes aegypti

adalah vektor terpenting bagi virus demam kuning, dengue, dan chikungunya.

Nyamuk ini terdistribusi antara 400 Lintang Utara dan 400 Lintang Selatan., tapi

sangat rentan terhadap temperatur yang ekstrem (Harwood, 1979).

2.2. Gambaran Virus Dengue

2.2.1 Virus Dengue

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan

oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthtropod Borne Virus

(Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae,

dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe

virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip

satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang lengkap

setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di

berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan

dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

2.2.2 Vektor

Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. Selain itu dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus,

Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain yang merupakan vektor yang

kurang berperan. Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis dan subtropis

dengan suhu 28-32OC dan kelembaban yang tinggi serta tidak dapat hidup di

ketinggian 1000 m. Vektor utama untuk arbovirus bersifat multiple bitter,

antropofilik, dapat hidup di alam bebas, terbang siang hari (jam 08.00-10.00 dan

Page 11: MAKALAH Mikro.doc

14.00-16.00), jarak terbang 100 m – 1 km, dan ditularkan oleh nyamuk betina

yang terinfeksi.

2.2.3 Cara Penularan

Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui

gigitan. Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya

seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah

putih dan jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di

tubuh manusia virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum

menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah

manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ lain yang selanjutnya akan

menginfeksi kelenjar ludah nyamuk. Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah

nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan kembali kepada manusia lainnya.

Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk

dan berkembangbiak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat

emnularkan virus selama hidupnya (infektif).

2.2.4 Epidemiologi

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18 seperti yang

dilaporkan oleh David Bylon, dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi

virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima

hari (vijfdaagse koorts) kadang juga disebut sebagai demam sendi (knokkel

koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam 5 hari

disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.

Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan

kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan

kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di

kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahuntahun terakhir ini,

penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan.

Page 12: MAKALAH Mikro.doc

Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur

yang paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak

kelompok umur lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap

tinggi rata-rata 10-25/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun

bermakna < 2%

2.2.5 Patogenesis

Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel

hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya virus harus bersaing dengan sel

manusia sebagai penjamu terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein.

Beberapa faktor resiko yang dilaporkan pada infeksi virus dengue antara lain

serotipe virus, antibodi dengue yang telah ada oleh karena infeksi sebelumnya

atau antibodi maternal pada bayi, genetic penjamu, usia penjamu, resiko tinggi

pada infeksi sekunder, dan resiko tinggi bila tinggal di tempat dengan 2 atau lebih

serotipe yang bersirkulasi tinggi secara simultan.

Ada beberapa patogenesis yang dianut pada infeksi virus dengue yaitu

hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection), teori virulensi,

dan hipotesis antibody dependent enhancement (ADE). Hipotesis infeksi sekunder

menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang

kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai resiko

berat yang lebih besar untuk menderita DBD/berat. Antibodi heterolog yang ada

tidak akan menetralisasi virus dalam tubuh sehingga virus akan bebas

berkembangbiak dalam sel makrofag. Hipotesis antibody dependent enhancement

(ADE) adalah suatu proses dimana antibodi nonnetralisasi yang terbentuk pada

infeksi primer akan membentuk kompleks antigen-antibodi dengan antigen pada

infeksi kedua yang serotipenya heterolog. Kompleks antigen-antibodi ini akan

meningkatkan ambilan virus yang lebih banyak lagi yang kemudian akan

berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel monosit. Teori virulensi menurut

Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada infeksi primer dan bayi

usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan menimbulkan manifestasi klinis yang berat

dan fatal, dan serotipe DEN-2 dapat menyebabkan syok. Hal-hal diatas

Page 13: MAKALAH Mikro.doc

menyimpulkan bahwa virulensi virus turut berperan dalam menimbulkan

manifestasi klinis yang berat.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder yang

dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekuder oleh tipe

virus dengue yang beralinan pada seorang pasien, respon antibody anamnestik

yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan

transformasi limfosit dengan menghasilkan titer antibody IgG anti dengue.

Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang

bertransformasi dengan akibat etrdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini

akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya

akn mengakibatkan aktivasi system komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat

aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh

darah dan merembesnya plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular.

Perembesan plasma ini terbeukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit,

penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi

pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan

asidosis dan anoksia yang dapat berakhir dengan kematian.

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi komplemen dapat juga

menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui

kerusakan sel endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat

dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosine difosfat) sehingga trombosit melekat

satu sama lain. Adanya trombus ini akan dihancurkan oleh RES

(retikuloendotelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit

juga menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya

koagulasi intravskular deseminata yang ditandai dengan peningkatan FDP

(fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan.

Agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfunsgi baik. Di sisi lain

aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi

Page 14: MAKALAH Mikro.doc

aktivasi kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat

mempercepat terjadinya syok. Jadi perdarahan massif pada DBD disebabkan oleh

trombositopenia, penurunan factor pembekuan (akibat koagulasi intravascular

deseminata), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

Page 15: MAKALAH Mikro.doc

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Kasus

An. A(7 th) datang dengan DHF, dia mengeluh mual, tidak nafsu makan. Dia

hanya mnghabiskan ¾ porsi dar makanannya. TTV: suhu 36.7 0C, TD 100/70

mmHg, nadi 110 x/menit, RR 20 x/menit, akral hangat dan An. A tampak cemas

dan tidak terbiasa di ruma sakit. Setelah dilakukan pemeriksaan Hb 12,4 g/dl, Ht

31%, leukosit 2,2 ribu/ul, trombosit 56 ribu/ul, eritrosit 4,47 juta/ul, anti dengue Ig

G positiv dan anti dengue Ig M positiv. Trombosit An. A terus menurun

3.2. Pengkajian

a. Data Objektif:

1) An. A menghabiskan ¾ porsi makanannya

2) TTV: suhu 36.7 0C, TD 100/70 mmHg, nadi 110 x/menit, RR 20

x/menit, akral hangat dan An. A tidak gelisah.

3) Hasil pemeriksaan lab: Hb 12,4 g/dl, Ht 31%, leukosit 2,2 ribu/ul,

trombosit 56 ribu/ul, eritrosit 4,47 juta/ul, anti dengue Ig G positiv dan

anti dengue Ig M positiv. Trombosit An. A terus menurun

4) An. A tampak cemas dan tidak terbiasa di ruma sakit

b. Data Subyektif: An. A mengeluh mual, tidak nafsu makan

3.3. Diagnosa

a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas kapiler dan terjadi perbesaran plasma dari ruang

intravaskuler ke ekstravaskuler

b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake inadekuat

c. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.

Page 16: MAKALAH Mikro.doc

3.4. Planning

a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas kapiler dan terjadi perbesaran plasma dari ruang

intravaskuler ke ekstravaskuler

Tujuan :

Volume cairan terpenuhi

Planning :

1) Lakukan tirah baring

2) Berikan Kompres hangat

3) Berikan cairan (minum)

4) Berikan pasien selimut hangat

5) Berikan range of motion pada pasien

6) Lakukan pemasangan kateter urin pada pasien

7) Monitoring intake output cairan

8) Berikan pengetahuan pada pasien dan keluarga tentang kebutuhan

cairan

b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan intake inadekuat

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan

makanan sesuai dengan porsi yang diberikan /dibutuhkan.

1) Lakukan tirah baring

2) Lakukan inspeksi mulut dan lidah adanya luka

3) Berikan makanan lunak namun sering

4) Beriakn cairan (minum) sesuai kebutuhan

5) Monitoring asupan nutrisi

6) Lakukan pembersihan mulut sebelum dan sesudah makan

7) Berikan pengetahuan tentang manfaat nutrisi bagi pasien

8) Monitoring kenaikan berat badan pasien

Page 17: MAKALAH Mikro.doc

c. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia

Tujuan:

Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. Jumlah trombosit

meningkat.

1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.

2. Kaji adanya perdarahan

3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan

lebih lanjut.

4. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat

5. observasi tanda-tanda vital

6. antisipasi terjadinya perlukaan/ perdarahan.

7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi, pemberian

cairan intra vena.

Page 18: MAKALAH Mikro.doc

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI

Jakarta

Anonim, (tanpa tahun). Demam Berdarah [serial online]

http://id.wikipedia.org/wiki/Demam_berdarah [diakses tanggal 3 April

2013]

Budi Santosa, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Prima

Medika

Notoatajmodjo, S. (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset.

Soegijanto, S. (2004). Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga

University Press.

Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan

Keperawatan pada Anak.

Suroso, T. (2003). Strategi Baru Penanggulangan DBD di Indonesia. Jakarta :

Depkes RI

WHO. (2000). Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah

Dengue. Terjemahan dari WHO Regional Publication SEARO No.29 :

Prevention Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta :

Depkes RI