14
Makalah Mikologi Dispersal Fungi Disusun Oleh : (12308141045) Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Makalah Mikologi dispersal fungi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dispersal fungi

Citation preview

Makalah Mikologi

Dispersal Fungi

Disusun Oleh :

(12308141045)

Jurusan Pendidikan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Yogyakarta

2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fungi adalah organisme yang sel selnya berinti sejati (eukaryotik), heterotrof, biasanya berbentuk benang, bercabang-cabang, tidak berklorofil, dinding selnya mengandung kitin, selulosa ataupun keduanya (Indrawati Gandjar, 2006).

Fungi memiliki struktur tubuh bersel satu atau uniselular maupun bersel banyak atau bersel banyak (multiselular). Fungi bersel banyak atau multiseluar terdiri atas miselium atau spora. Fungi multi selular terdiri atas benang benang halus yang disebut hifa. Hifa-hifa tersebut kemudian berkumpul menjadi miselium. Hifa fungi umumnya bersekat dengan setiap sekat terdapat satu sel, namun ada pula yang tidak bersekat tetapi memiliki banyak sel. Fungi parasit memiliki hifa yang ektofitik dan endofitik. Miselium fungi ektofit berada di permukaan tanaman inang, sedangkan miselium fungi endofit berada di dalam jaringan tanaman inang ( Muhammad Mujibur, 2010).

Berdasarkan kenampakan fungi dikelompokkan menjadi 3 yaitu: kapang, khamir, dan cendawan. Fungi berkembangbiak secara seksual dan aseksual. Perkembangan seksual fungi adalah bertemunya sel kelamin jantan dan sel kelamin betina kemudian membentuk spora. Spora yang terbentuk pada perkembangbiakan seksual antara lain: filum Ascomycota dengan membentuk askospora, filum Basidiomycota membentuk basidospora dan pada fungi tingkat rendah seperti Zygomycota membentuk zygospora serta filum Chytridiomycota membentuk oospora dan antherozoid (Indrawati Gandjar, 2006).

Perkembangbiakan aseksual adalah perkembangbiakan dengan cara pemutusan (fragmentasi) miselium, dan membentuk spora aseksual. Reproduksi aseksual membentuk karpus yang di dalamnya mengandung hifa-hifa fertil yang mengandung spora atau konidia. Tipe karpus aseksual yang diketahui adalah acervulus, pycnidium, sporochium, dan synnemata. Spora aseksual fungi antara lain sporangiospor, konidiospora, dan klamidospora (Kusnadi, dkk, 2003).

Pada fase reproduksi dengan menggunakan spora jamur akan cepat menyebar kesegala tempat, karena banyak jamur yang memiliki sifat kosmopolit yang dapat hidup dimana saja dengan substrat organik. Keberadaan fungi dapat dijadikan penanda bahwa terdapatnya materi organik pada substrat yang ditumbuhi oleh fungi tersebut, maka fungi memiliki daya hidup yang tinggi, namun fungi sangat tergantung dengan kelembaban.

Fungi bersifat nonmotil atau immobil (tidak dapat bergerak). Meskipun tidak dapat bergerak atau berpindah tempat, fungi dapat memperluas habitat hidupnya penyebaran spora (dispersi fungi). Kebanyakan dari spora fungi dapat terpisah dari induknya dan hidup di wilayah lain. Pada makalah ini akan membahas tentang penyebaran fungi atau dispersi fungi.B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah fungi dapat tersebar?

2. Apa yang digunakan fungi untuk penyebaran spora?

3. Bagaimanakah proses penyebaran tersebut dapat terjadi?

C. Tujuan

1. Mengetahui penyebaran fungi.

2. Mengetahui alat yang digunakan untuk penyebaran spora fungi.

3. Mengetahui proses penyebaran fungi.

BAB II

ISI

Fungi dan tumbuhan bersifat nonmotil atau immobil (tidak dapat bergerak). Fungi tidak dapat berpindah tempat untuk hidup pada habitat barunya. Meskipun tidak dapat bergerak atau berpindah tempat, fungi dapat memperluas habitat hidupnya dengan dua cara yaitu dengan tumbuh di area yang berdampingan atau berdekatan dengan daerah asal maupun dengan penyebaran spora. Kebanyakan dari spora fungi merupakan sel tunggal yang memungkinkan untuk terpisah dari induknya menuju ke wilayah lain.

Spora fungi berukuran lebih kecil dan lebih tipis dibandingkan dengan benih/ biji, namun hambatan dalam penyebaran spora fungi lebih besar dibandingkan dengan benih. Persebaran fungi merupakan perpindahan inokulum dari sumbernya ke tempat lainnya. Persebaran fungi dapat terjadi melalui 2 proses. Proses pertama yaitu pelepasan spora, dilanjutkan dengan proses kedua yaitu penyebaran spora menjauhi induknya. Fungi memiliki beberapa mekanisme dalam pelepasan maupun penyebaran spora. Penyebaran spora dapat terjadi secara aktif maupun pasif. Penyebaran pasif misalnya dengan bantuan vektor seperti angin, serangga dan manusia. Sementara penyebaran aktif misalnya dengan pecahnya sel yang menyebabkan spora terlontar ke udara.A. Penyebaran pasif1. Penyebaran oleh angin

Banyak fungi (diantaranya fungi parasit) yang penyebarannya terutama dilakukan oleh angin. Fungi membentuk dan membebaskan spora ke udara dengan ukuran yang sangat kecil, ringan, dan jumlah yang sangat banyak. Meskipun spora-spora fungi umumnya terdapat di lapisan udara yang dekat dengan tanah, namun lapisan udara yang tingginya ribuan meter pun masih terdapat spora (Sumardiyono, 1991: 26).

Spora akan turun dengan kecepatan 0,5 hingga 20 mm/detik dalam udara yang tenang tergantung besar kecilnya spora. Kecepatan jatuhnya spora rata rata dua kali lebih cepat pada udara yang lembab dibandingkan pada udara yang kering. Udara lembab berpengaruh pada terbentuknya epidemi dari spora bawaan udara (air borne), karena spora lebih cepat mengendap pada udara lembab dan kelembaban membantu terjadinya infeksi (Haryono Semangun, 2006).The Giant Puffball merupakan contoh fungi yang penyebarannya dibantu oleh angin. Proses penyebaran spora diawali dengan pecahnya fungi (penyebaran aktif) yang mengakibatkan spora berhamburan dan terbawa oleh angin. Sebenarnya metode penyebaran spora dengan mekanisme seperti ini kurang efektif, karena kecil kemungkinan spora untuk jatuh di tempat yang tepat untuk kemudian tumbuh menjadi individu baru. Untuk mengatasi kecilnya kemungkinan tumbuh, fungi jenis ini memproduksi lebih banyak spora. Fungi parasit pada tumbuhan serealia yaitu Tilletia menunjukkan bahwa jarak mampu menyebabkan penurunan tajam jumlah atau kepadatan spora yang terbawa udara. Pada Tilletia, jarak persebaran seluruh sporanya hanya mencapai 325 kaki atau 100 m dari induknya.

2. Penyebaran oleh airFungi yang penyebarannya berbantu air, memiliki komposisi kimiawi dinding sel spora yang memungkinkan mereka tidak akan tenggelam saat berada di air. Selain itu, fungi ini memiliki spora aseksual dengan bentuk tubuh yang panjang dan struktur yang menggulung dan adanya udara yang terjebak diantara konidium disertai tegangan permukaan yang tinggi, menyebabkan spora tetap berada pada permukaan air. Penyebaran fungi melalui air memiliki arti kurang penting dibandingkan dengan pola penyebaran fungi melalui udara, sebab angin cenderung bersifat lokal dalam menyebarkan penyakit. Fungi dapat menyebar melalui air, salah satunya percikan air hujan. Percikan air hujan dapat menjadi sarana penyebaran fungi sejauh 6 meter saat udara tenang (Anonim, 2006: 56). Air hujan mampu mengangkat spora dari permukaan koloni dan membawa spora tersebut melalui percikan yang terjadi. Pada fungi patogen yang menyerang tanaman, mekanisme penyebaran fungi dapat terjadi memalui air irigasi. Miselium terangkut bersama dengan butiran tanah atau pada sisa sisa bahan tumbuhan. Penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh fungi akan menyebar pada tanaman yang berasa di sekitar aliran irigasi atau yang tergenang air tersebut. Penyebaran fungi patogen oleh air hujan adalah ketika air hujan mengenai bagian tanaman yang telah terinfeksi penyakit atau tanah yang mengandung fungi patogen, kemudian percikan air hujan membawa spora fungi patogen dan mengenai bagian tanaman baru yang selanjutnya menginfeksi tanaman tersebut (Haryono Semangun, 2006).

Fungi dengan penyebaran melalui air ini biasanya memiliki zoospora. Fungi jenis ini dapat ditemukan pada lapisan air di tanah, permukaan tumbuhan, dan lingkungan perairan maupun lautan. Zoospora tersebut berflagela dan terbawa secara pasif mengikuti arus air. Pada reproduksi aseksual Phytium (Oomycota), sporangium melepaskan isinya melalui sebuah vesikel berdinding tipis, yang kemudian melepaskan zoospora biflagelata sebagai sarana penyebaran.3. Penyebaran oleh hewanPenyebaran melalui serangga biasanya terjadi pada spora fungi patogen yang menyebabkan infeksi pada suatu tanaman. Infeksi penyakit yang disebabkan fungi patogen terdapat di kelenjar madu yang kemudian terbawa organ tubuh serangga dan menempel ke bagian tubuh tanaman lainnya (Anonim, 2003).

Selain fungi yang bersifat patogen, fungi atau jamur jenis Truffle merupakan contoh fungi yang persebarannya dibantu oleh hewan. Truffle diproduksi atau tumbuh di bawah tanah, sehingga akan sulit bagi fungi ini untuk melakukan persebaran ke area yang lebih luas. Ketika sporanya dewasa, Truffle mengeluarkan aroma yang menarik bagi hewan untuk menggali tanah dan memakan truffle tersebut. Spora Truffle biasanya tidak tercerna dan terbawa oleh hewan. Spora keluar bersama feses hewan tersebut dan tumbuh pada lingkungan atau habitat yang baru. Salah satu hewan penggemar aroma truffle ini adalah jenis babi betina.Penyebaran spora dengan vektor hewan meningkatkan kemungkinan tumbuhnya spora tumbuh pada tempat yang tepat untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Selain itu mekanisme penyebaran ini juga dimungkinkan untuk jenis fungi yang memproduksi spora dalam jumlah sedikit, sebab tingkat keberhasilan kehidupan fungi cukup tinggi. Hal ini jauh lebih baik dengan mekanisme penyebaran melalui angin, dimana jumlah spora haruslah tinggi, sementara fungi yang mampu tumbuh dan berkembang hanya sedikit dan dalam daerah persebaran yang relatif dekat/ pendek.4. Penyebaran oleh manusia

Penyebaran oleh manusia biasanya dilakukan ketika manusia tersebut membawa inokulum ke tempat yang belum terserang penyakit. Penyebaran spora fungi oleh manusia dapat meliputi daerah dengan jangkauan luas. Sebab manusia memiliki mobilitas tinggi. B. Penyebaran aktif

1. Pecahnya selBeberapa fungi berbentuk mangkuk menggunakan ledakan sel untuk menembakkan spora melewati lapisan. Fungi jenis ini memiliki spora yang terdapat dalam sel khusus yang disebut askus. Fungi seperti ini disebut Ascomycota. Ketika spora dewasa dan siap dilebaskan, askus mengabsorbsi air. Kandungan sel yang tidak larut air diubah menjadi unsur yang larut ke dalam air dan menyebabkan pembentukan tekanan internal yang tinggi. Ketika tekanan ini cukup tinggi, spora dan sitoplasma dilepaskan dengan sebuah ledakan. Spora terlepas karena adanya titik lemah pada ujung askus yang pecah secara tiba tiba. Titik lemah atau weak point ini dapat berbentuk lingkaran kecil atau cincin elastis. Pada Pilobolus, sporangium berbentuk vesikel yang menggelembung, spora akan ditembakkan dengan kecepatan 10,8 meter per detik dengan tinggi 2 meter pada lahan sejauh 2,5 meter.

2. Perubahan permukaan membran luarJika dilihat pada prosesnya dapat diketahui bahwa melontarnya spora dari dalam tubuh fungi dikarenakan adanya perubahan pada membran luar yang pada awalnya menghadap kebawah kemudian langsung menghadap ke atas. Membran luar terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan merah yang dibentuk oleh sel pagar yang pembesaran selnya dengan memanjang tersusun secara radial sedangkan pada lapisan kedua yang berwarna hitam terdiri atas hifa yang berorientasi secara tangensial. Pada lapisan merah merupakan sel palisade yang aktif menyerap air sehingga akan memperluas sel kesamping, tetapi pelbaran ini dilakukan hanya sementara waktu dan akan ditahan sebentar, karena digunakan untuk membangun tekanan terlebih dahulu. Tekanan ini dibuat di dalam membran dalam, daerah atas akan memperluas daerah-daerah yang letaknya lebih rendah, tekanan ini akan membuat bibir tepi mangkuk luar terus membungkuk sehingga cangkir akan terus terbuka. Ketika tekanan tersebut dilepaskan maka spora akan dilepaskan dan dilontrakan keluar, spora pada spesies ini dinamakan peridiole.

3. Pelepasan Ballistospore

Penyebaran spora aktif, dimulai dengan adanya spora di bagian yang dinamakan insang jamur dilapisi dengan spora bantalan basidia. Ketika spora sudah matang, maka secara paksa spora tersebut akan ditembakkan/ dilontarkan oleh basidium kedalam ruangan udara diantara insang. Ballistospora merupakan spora yang dikeluarkan dengan tekanan maupun paksaan.Apabila ditembakkan secara horizontal, maka daya lontaran tersebut memiliki kekuatan yang melebihi gaya gravitasi, kekuatan tersebut mencapai 25.000 kali gaya gravitasi, sehingga memungkinkan meniadakan adanya hambatan yang berada di udara sepersekian millimeter. Sedangkan spora yang masih berada diantara ruang insang ketika terkena udara maka spora tersebut akan terkena gaya gravitasi dan jatuh ke bawah.

Pada Basidiomycota, spesies Puccinia graminis dengan tonjolan spora pada batang tanaman sereal, fungi menghasilkan uredospora (disebut juga summer spora) sebagai alat penyebaran yang pada akhirnya menghasilkan teliospora berdinding tebal yang berguna saat masa dormansi.BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada fase reproduksi dengan menggunakan spora jamur akan cepat menyebar kesegala tempat, karena banyak jamur yang memiliki sifat kosmopolit yang dapat hidup dimana saja dengan substrat organik. Fungi dan tumbuhan bersifat nonmotil atau immobil (tidak dapat bergerak). Meskipun tidak dapat bergerak atau berpindah tempat, fungi dapat memperluas habitat hidupnya. Persebaran fungi merupakan perpindahan inokulum dari sumbernya ke tempat lainnya. Persebaran fungi dapat terjadi melalui 2 proses. Proses pertama yaitu pelepasan spora, dilanjutkan dengan proses kedua yaitu penyebaran spora menjauhi induknya. Penyebaran spora dapat terjadi secara aktif maupun pasif. Penyebaran pasif dengan bantuan angin, air, serangga dan manusia. Sementara penyebaran aktif misalnya dengan pecahnya sel yang menyebabkan spora terlontar ke udara. Spora yang dilontarkan merupakan Ballistospora, uredospora dikaryotik maupun peridiol.

Daftar Pustaka

Admin Australian Botanic Gardens. 2013. Spore Release And Dispersal. Artikel. Diakses di http://www.cpbr.gov.au/fungi/dispersal.html pada 15 Maret 2015 pukul 19.54 WIB.

Anonim. 2002. Spore dispersal: The big gamble. Artikel. Diakses di http: // herbarium.usu.edu/fungi/dispersal.html. pada 15 Maret 2015 pukul 19.50 WIB.

Indrawati Gandjar, Syamsuridzal dan Aryanti Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor.Kusnadi, dkk. 2003. Common Textbook Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.

Muhammad Majibur, dkk. Mengenal Jamur. Makalah. Malang: UMM.

Semangun, Haryono. 1989. Penyakit Penyakit Tanaman Holtikultura di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press.