Makalah klmpk 3 Problematik.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Kualifikasi, Kompetensi dan Distribusi Guru Sains di Indonesia

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Pembelajaran Problematika Pendidikan Biologi

yang dibina oleh Dr. H. Istamar Syamsuri, M.Pd dan Dr. Ibrohim, M.Si Disusun oleh

Ardiani Samti NA140341807085

Diandara Oryza140341807253

Ibnu Maulana140341806997

Murni Thalib140341807064

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIFebruari 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmad dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah yang berjudul Kualifikasi, Kompetensi dan Distribusi Guru Sains di Indonesia ini dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang ditentukan

Makalah ini berisi tentang hal-hal yang terkait mengenai analisis kualifikasi,kompetensi dan distribusi guru Sains di Indonesia, serta alternatif solusi yang diberikan ditinjau dari aspek teoritik, kebijakan, perkembangan pendidikan secara umum, dan proses pembelajaran.

Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada :

1. Dr. H. Istamar Syamsuri, M.Pd dan Dr. Ibrohim, M.Si selaku dosen pembimbing pembuatan makalah ini sekaligus dosen mata kuliah Pembelajaran Problematik2. Semua pihak yang telah membantu didalam proses penyusunan makalah ini

Kami selaku penulis sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang membanun dari Anda demi perbaikan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Akhirnya, semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa saja yang mencintai ilmu pengetahuan dan pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.

Malang, Februari 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

2C. Tujuan

2D. Manfaat

2

BAB II PEMBAHASAN

3A. Hakikat dan Peranan Guru

3

B. Kualifikasi Guru Sains di Indonesia

6C. Kompetensi Guru Sains di Indonesia

8D. Distribusi Guru Sains di Indonesia. 17E. Alternatif solusi dari berbagai aspek 19BAB III PENUTUP 27A. Kesimpulan

27B. Saran

27DAFTAR RUJUKAN 28

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Guru merupakan ujung tombak pembangunan pendidikan nasional.Tugas utamanya adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya melalui pendidikan formal. Melalui guru yang profesional dan bermartabat, kita akan melahirkan anak bangsa yang cerdas, kritis, inovatif,demokratis,dan berakhlak. Guru juga merupakan teladan bagi terbentuknya kuaitas sumber daya manusia yang kuat. Untuk mewujudkan impian ini tidak mudah membalikkan telapak tangan dan memerlukan sumbangsih pemikiran dari berbagai pihak. NSTA (2003) menetapkan 10 standar bagi persiapan guru IPA, meliputi standar isi (content), hakikat IPA (nature of science), inkuiri (inquiry), isu-isu IPA (issues), keterampilan umum mengajar (general skills of teaching), kurikulum (curriculum), komunitas IPA (science in the community), penilaian (assesment), keselamatan dan kesejahteraan (safety and welfare), serta pengembangan profesional (professional growth) (Wilujeng, 2012)Mengenai distribusi guru di Indonesia masih belum merata. M Nuh menyatakan dalam Kompas bahwa sampai saat ini distribusi guru di Indonesia masih belum merata. Sebanyak 68 persen sekolah di kota kelebihan guru, sementara 37 persen sekolah di desa dan 66 persen sekolah di daerah terpencil masih sangat kekurangan guru. Belum meratanya distribusi tersebut merupakan persoalan disparitas yang perlu disadari sebagai satu dari sekian banyak persoalan pendidikan yang belum tertuntaskan (Kompas, 2010).Menurut Abdul Waidl selaku kordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia menyoroti masalah pendidikan di Indonesia. Menurut Waidl ada beberapa masalah pendidikan di Indonesia. Pertama ialah masalah akses pendidikan 12 tahun bagi semua masalah distribusi guru yang timpang dan kualitas guru yang rendah. Ironisnya menurutnya masalah distribusi guru tersebut tidak hanya terjadi antara Jawa dan provinsi-provinsi lainnya di luar Jawa. Tetapi bisa terjadi di satu Kecamatan (New Indonesia, 2014)Makalah ini akan membahas bagaimana kualifikasi, kompetensi, dan distribusi guru Sains di Indonesia, serta solusi yang diajukan untuk menyelesaiakan permasalahan pendidikan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah. Beberapa rumusan masalah itu meliputi.

1. Bagaimana hakikat dan peranan guru di Indonesia?2. Bagaimana kualifikas guru Sains di Indonesia?

3. Bagaimana kompetensi guru Sains di Indonesia?

4. Bagaimana disribusi guru Sains di Indonesia?

5. Bagaimana alternatif solusi yang diajukan untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia?

C. Tujuan

Dalam penulisan makalah ini terdapat beberapa tujuan. Beberapa tujuan itu meliputi.

1. Mengetahui hakikat dan peranan guru di Indonesia2. Menganalisis permasalahan kualifikasi guru Sains di Indonesia

3. Menganalisis kompetensi guru Sains di Indonesia

4. Menganalisis disribusi guru Sains di Indonesia

5. Memberikan alternatif solusi untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia

D. Manfaat

Dalam penulisan makalah ini terdapat beberapa manfaat. Beberapa manfaat itu meliputi.

1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi permasalahan kualifikasi, kompetensi dan distribusi guru Sains di Indonesia

2. Mahasiswa dapat menganaslisi dan menemukan alternatif solusi berdasarkan aspek teoritik, kebijakan dan perkembangan mutakhir pendidikan

3. Mahasiswa dapat menuangkan gagasannya mengenai solusi alternatif mengenai permasalahan pendidikan yang ada di IndonesiaBAB II

PEMBAHASANA. Hakikat dan Peranan Guru

1. Hakikat guru

Menurut Buchory (2008) guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah. Guru adalah orang yang secara sadar mengarahkan pengalaman dan tingkah laku dari seorang individu sehingga dapat terjadi pendidikan (Uno, 2007). Menurut Djohar (2006) bila ingin mengangkat masalah profil guru pada dasarnya orang ingin mengajukan potret guru. Potret guru ini tentunya tidak akan tampak baik apabila orang gunakan objek guru masa kini dan masa lampau. Hasil potret guru-guru yang dimaksud minimal memiliki ciri-ciri: (a) guru yang kompeten mengajar bidang studi yang diajarkan; (b) guru yang profesional dalam melaksanakan tugasnya; (c) guru yang trampil dalam melaksanakan tugas kesehariannya. Apakah dengan tiga ciri itu telah mampu mewujudkan sosok profil seorang guru? Bila sudah, maka pertanyaan adalah bagaimana menyiapkan kompetensi guru, bagaimana menyiapkan profesi guru, dan bagaimana caranya membuat guru terampil melaksanakan tugasnya. Menurut Moh. Uzer (1995) guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru yang profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggungjawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran, serta mampu menata dan mengelola kelas agar siswa dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan (Uno, 2007).Berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa guru adalah jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus dalam tugas utamanya seperti mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah.2. Peranan guru

Menurut Imam Suraji (2008) guru adalah profesi yang sangat strategis dan mulia. Inti tugas guru adalah menyelamatkan masyarakat dari kebodohan dan perilaku buruk yang menghancurkan masa depan guru. Tugas tersebut merupakan tugas para nabi, tetapi karena nabi sudah tidak ada, tugas tersebut menjadi tugas guru. Jadi guru adalah pewaris nabi. Sebagai pewaris nabi, guru harus memaknai tugasnya sebagai amanat Allah untuk mengabdi kepada sesamanya dan berusaha melengkapi dirinya dengan empat sifat utama para nabi, yaitu sidiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabliq (mengajarkan semuanya sampai tuntas), dan fathanah (cerdas). Apabila keempat sifat tersebut ada pada guru, maka guru pasti akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Menurut Pidarta Made (1997) peranan guru/pendidik adalah sebagai berikut: (1) sebagai manajer pendidikan atau pengorganisasian kurikulum; (2) sebagai fasilitator pendidikan; (3) pelaksana pendidikan; (4) pembimbing dan supervisor; (5) penegak disiplin; (6) menjadi model perilaku yang akan ditiru siswa; (7) sebagai konselor; (8) menjadi penilai; (9) petugas tata usaha tentang administrasi kelas yang diajarnya, (10) menjadi komunikator dengan orang tua siswa dengan masyarakat; (11) sebagai pengajar untuk meningkatkan profesi secara berkelanjutan; dan (12) menjadi anggota organisasi profesi pendidikan. Menurut Uno (2007: 16) untuk seorang guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, sebagai berikut: (1) guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi; (2) guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berpikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan; (3) guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pembelajaran dan penyesuaian dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik; (4) guru perlu menghubungkan pelajaran yang diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi), agar peserta didik menjadi mudah dalam memahami pelajaran yang diterimanya; (5) sesuai dengan prinsip repetisi dalam pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang sehingga tanggapan peserta didik menjadi jelas; (6) guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan/atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari; (7) guru harus tetap menjaga kosentrasi belajar peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang diperoleh; (8) guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun di luar kelas; dan (9) guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta didik secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.Studi Heyneman dan Loxley dalam Dedi Supriadi (1999) pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukkan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa), lebih dari sepertiganya ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang berkembang, dan bagi anak-anak kurang beruntung yang tinggal di lingkungan yang kurang menunjang bagi proses belajarnya.Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa peranan dan tugas yang diemban guru sangat berat. Tugas guru tidak hanya mengajar tetapi juga harus bisa mendidik, membimbing, membina dan memimpin kelas, sedangkan peranan guru juga sangat banyak seperti: (1) guru sebagai perancang pembelajaran; (2) guru sebagai pengelola pembelajaran; (3) guru sebagai pembelajaran; (3) guru sebagai evaluator; (4) guru sebagai konselor, dan (5) guru sebagai pelaksana kurikulum.B. Kualifikasi guru

Dalam kamus besar bahasa indonesia Kualifikasi merupakan Pendidikan khusus untuk memperoleh suatu keahlian; 2 keahlian yg diperlukan untuk melakukan sesuatu (menduduki jabatan dsb); 3 tingkatan; 4 pembatasan; penyisihan; berkualifikasi v mempunyai keahlian (kecakapan) khusus. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyatakan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya Mendiknas RI melalui Permen Nomor 16 Tahun 2007 menetapkan Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Identifikasi kompetensi guru yang tepat dianggap memiliki nilai prediksi yang valid untuk keberhasilan guru dalam pekerjaannya. Pemahaman yang mendalam tentang pengertian kompetensi akan memberikan dasar dalam upaya menjadi guru yang berhasil sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.1. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Pendidikan Formal Kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akademik guru pendidikan Anak Usia Dini/ Taman Kanak-kanak/Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), guru sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), guru sekolah menengah pertama/madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), guru sekolah dasar luar biasa/sekolah menengah luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa (SDLB/SMPLB/SMALB), dan guru sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK*), sebagai berikut.

a. Kualifikasi Akademik Guru PAUD/TK/RA. Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

b. Kualifikasi Akademik Guru SD/MI. Guru pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi. c. Kualifikasi Akademik Guru SMP/MTs. Guru pada SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

d. Kualifikasi Akademik Guru SMA/MA. Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

e. Kualifikasi Akademik Guru SDLB/SMPLB/SMALB. Guru pada SDLB/SMPLB/ SMALB, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

f. Kualifikasi Akademik Guru SMK/MAK* Guru pada SMK/MAK*. atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

2. Kualifikasi Akademik Guru Melalui Uji Kelayakan dan Kesetaraan Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat sebagai guru dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan tetapi belum dikembangkan di perguruan tinggi dapat diperoleh melalui uji kelayakan dan kesetaraan. Uji kelayakan dan kesetaraan bagi seseorang yang memiliki keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh perguruan tinggi yang diberi wewenang untuk melaksanakannya.C. Kompetensi GuruKompetensi menurut KBBI adalah (kewenangan)kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Menurut Broke dan Stone dalam Usman (2003: 14) kompetensi adalah hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. Jadi, kompetensi guru merupakan kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi terkait dengan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.Kompetensi guru menjadi penting karena akan terkait dengan perbaikan sistem pendidikan. Guru merupakan komponen yang menentukan dalam sistem pendidikan secra keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama, dan utama. Guru sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Guru mendapat peran yang strategis, sehingga perlu dikembangkan sebagai tenaga profesi yang bermartabat dan profesional. Dalam upaya memperoleh kondisi ideal ini maka diperlukan suatu standar kompetensi bagi guru. Menyadari kondisi diatas, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan standar kompetensi dan sertifikasi guru, antara lain dengan disahkannya undang-undang guru dan dosen ditindaklanjuti dengan pengembangan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang guru dan dosen, untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru. Dalam kerangka ini, pemerintah mengembangkan berbagai strategi sebagai berikut:

1) Penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan kualifikasi akademik, kompetensi, dan pendidikan profesi untuk memperoleh sertifikat pendidik.

2) Pemenuhan hak dan kewajiban guru sebagai tenaga profesional sesuai dengan prinsip profesionalitas

3) Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru sesuai dengan kebutuhan baik jumlah, kualifikasi akademik, kompetensi, maupun sertifikasi yang dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.

4) Penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian profesional.

5) Peningkatan pemebrian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas profesional.

6) Pengakuan yang sama antara guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dengan guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah dan pemerintah daerah.

7) Penguatan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah pusat dan daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru sebagai pendidik profesional

8) Peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru. (Mulyasa, 2007: 6-7).

Dalam proses pencapaian kompetensi tersebut, sedikitnya ada 7 indikator yang menunjukkan lemahnya kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar, yaitu:

1) Rendahnya pemahaman tentnag strategi mengajar

2) Kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas

3) Rendahnya kemampuan melakukan dan memanfaatkan penelitian tindakan kelas

4) Rendahnya motivasi berprestasi

5) Kurang disiplin

6) Rendahnya komitmen profesi

7) Rendahnya kemampuan manajemen waktu.

Indikator dari karakter guru yang dinilai kompeten secara profesional, adalah sebagai berikut:

1) Mampu mengembangkan tanggung jawab yang baik

2) Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat

3) Mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah

4) Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas. Karakter tersebut dapat dideskripsikan dan dijabarkan sebagai berikut:

1) Tanggung jawab guru

Guru sebagai pendidik bertanggung jawab mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi berikutnya sehingga terjadi proses konservasi nilai, karena melalui proses pendidikan diusahakan terciptanya nilai-nilai baru.

2) Peran dan fungsi guru berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di sekolah. Peran dan fungsi guru tersebut adalah sebagai pendidik dan pengajar, anggota masyarakat, pemimpin, adminstrasi, dan pengelola pembelajaran.

Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuwan, teknologi, sosial, dan spiritual, yang membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme. Keempat standar kompetensi masih bersifat umum dan perlu dikemas dengan menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan allah yang beriman dan bertakwa, dekomratis dan bertanggung jawab. (Mulyasa, 2007:18-26).

1) Kompetensi PedagogikKompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;

Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.

Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.

Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.

Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.

Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

2) Kompetensi KepribadianKompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.

Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.

Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.

Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.

Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

3) Kompetensi SosialKompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

4) Kompetensi ProfesionalMenurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwaprofesionalisme gurubukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:

Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.

Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun Naim, 2009:60).Kompetensi guru mata pelajaran menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007:

1. Kompetensi pedagogik:

a) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

b) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip mendidik

c) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu

d) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik

e) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran

f) Menfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki

g) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik

h) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

i) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran

j) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran

2. Kompetensi Kepribadian

a) Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional indonesia

b) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat

c) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap,stabil, dewasa, arif, dan berwibawa

d) Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru dan rasa percaya diri

e) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru

3. Kompetensi sosial

a) Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminitif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.

b) Berkomunikasi secara efektif, empatik, empatik, dan santun dengan sesam pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat

c) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah republik indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya

d) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lainnya secara lisan dan tulisan dan bentuk lainnya.

4. Kompetensi profesional

Kompetensi profesional guru IPA menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007

a) Mampu melakukan observasi gejala alam baik secara langusng maupun tidak langsung

b) Memanfaatkan konsep-konsep dan hukum-hukum ilmu pengetahuan alam dalam berbagai situasi kehidupan sehari-hari

c) Memahami struktur ilmu pengetahuan alam, termasuk hubungan fungsional antarkonsep, yang berhubungan dengan mata pelajaran IPA.

Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:

1. Memahami konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori IPA serta

penerapannya secara fleksibel.

2. Memahami proses berpikir IPA dalammempelajari proses dan gejala alam

3. Menggunakan bahasa simbolik dalam mendeskripsikan proses dan gejala alam.

4. Memahami hubungan antar berbagai cabang IPA, dan hubungan IPA dengan matematika dan teknologi.

5. Bernalar secara kualitatif maupun kuantitatif tentang proses dan hukum alam sederhana.

6. Menerapkan konsep, hukum, dan teori IPAuntuk menjelaskan berbagai fenomena alam.

7. Menjelaskan penerapan hukum-hukum IPA dalam teknologi terutama yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

8. Memahami lingkup dan kedalaman IPA sekolah.

9. Kreatif dan inovatif dalampenerapan dan pengembangan IPA.

10. Menguasai prinsip-prinsip dan teori-teori pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar di laboratorium IPA sekolah.

11. Menggunakan alat-alat ukur, alat peraga,alat hitung, dan piranti lunak komputer untuk meningkatkan pembelajaran IPA di kelas, laboratorium.

12. Merancang eksperimen IPA untuk keperluan pembelajaran atau penelitian

13. Melaksanakan eksperimen IPA dengan cara yang benar.

14. Memahami sejarah perkembangan IPA dan pikiran-pikiran yang mendasari perkembangan tersebut.

Kompetensi Guru Mata Pelajaran Biologi pada SMA/MA, SMK/MAK Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007

1. Memahami konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori biologi serta penerapannya secara fleksibel.

2. Memahami proses berpikir biologi dalam mempelajari proses dan gejala alam.

3. Menggunakan bahasa simbolik dalam mendeskripsikan proses dan gejala alam/biologi.

4. Memahami struktur (termasuk hubungan fungsional antar konsep) ilmu Biologi dan ilmu-ilmu lain yang terkait.

5. Bernalar secara kualitatif maupun kuantitatif tentang proses dan hukum biologi.

6. Menerapkan konsep, hukum, dan teori fisika kimia dan matematika untuk menjelaskan/mendeskripsikan fenomena biologi.

7. Menjelaskan penerapan hukum-hukum biologi dalam teknologi yang terkait dengan biologi terutama yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

8. Memahami lingkup dan kedalaman biologi sekolah.

9. Kreatif dan inovatif dalam penerapan dan pengembangan bidang ilmu biologi dan ilmu-ilmu yang terkait.

10. Menguasai prinsip-prinsip dan teori-teori pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar di laboratorium biologi sekolah.

11. Menggunakan alat-alat ukur, alat peraga,alat hitung, dan piranti lunak komputer untuk meningkatkan pembelajaran biologi di kelas, laboratorium dan lapangan.

12. Merancang eksperiment biologi untuk keperluan pembelajaran atau penelitian.

13. Melaksanakan eksperiment biologi dengan cara yang benar.

14. Memahami sejarah perkembangan IPA pada umumnya khusunya biologi dan pikiran-pikiran yang mendasari perkembangan tersebut.Namun, permasalahan muncul yaitu berdasarkan hasil uji kompetensi guru pada tahun 2013 rata-rata kompetensi guru adalah 4.25 dan pada Tahun 2012 adalah 4.45 dengan standar nilai 7. Permasalahan ini tidak serta merta merupakan permasalahan guru semata namun permasalahan muncul pada instansi dan banyak pihak. Hal ini dikarenakan kurangnya pemerataan. Kenyataannya banyak guru yang bertugas di daerah khusus, termasuk dipedesaan, daerah tertinggal, daerah bencana, daerah perbatasan, pulau-pulau terpencil hidup dengan kondisi memprihatinkan. Para guru sulit untuk memperoleh hunian yang layak, transportasi, pengambilan gaji yang jauh, mengakses informasi karena keterbatasan teknologi, meningkatkan kualifikasi akademik, meningkatkan kompetensi dan mensejahterakan kehidupan keluarganya. (Anam.2009: 35-36).

D. Distribusi Guru Sains Indonesia

Berdasarkan laporan Education for All Global Monitoring Report yang dirilis UNESCO 2011, tingginya angka putus sekolah menyebabkan peringkat indeks pembangunan rendah. Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index. Sementara, laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka putus sekolah di Indonesia. Namun faktor paling umum yang dijumpai adalah tingginya biaya pendidikan yang membuat siswa tidak dapat melanjutkan pendidikan dasar. Data pendidikan tahun 2010 menyebutkan 1,3 juta anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah. Distribusi Guru tidak merata. 21% sekolah di perkotaan kekurangan Guru. 37% sekolah di pedesaan kekurangan Guru. 66% sekolah di daerah terpencil kekurangan Guru dan 34% sekolah di Indonesia yang kekurangan Guru. Sementara di banyak daerah terjadi kelebihan Guru (Fakta pendidikan, 2014) Data Pemetaan guru dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSMP-PMP) Kemendikbud (2011) menunjukkan bahwa penyebaran guru masih sangat sentralistik. Di perkotaan, jumlah guru berkelebihan hingga 52 persen, di perdesaan berkelebihan hingga 68 persen, sedangkan di daerah 3T terjadi kekurangan guru hingga 66 persen. Ketidakmerataan distribusi guru tersebut jelas akan berpengaruh pada kualitas pendidikan di Tanah Air secara menyeluruh. Daerah yang mempunyai rasio perbandingan guru dan murid ideal, tentu akan mempunyai generasi penerus pembangunan yang cakap, berkualitas, dan berilmu. Sedangkan daerah 3T yang notabene memang mengalami defisit guru, tentu akan kesulitan melahirkan generasi penerus seperti yang diharapkan (Hidayat, 2014)

Jika ditelaah secara mendalam, maka setidaknya ada tiga potensi kerawanan yang menyebabkan penyelesaian persoalan distribusi guru ini menjadi berlarut-larut. Pertama, ketiadaan upaya pemerintah secara sungguh-sungguh untuk merevisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa sebagian kewenangan pusat beralih menjadi kewenangan daerah, termasuk kewenangan pengelolaan guru. Karena itu tiga kementerian terkait, yaitu Kemendikbud, Kemenpan RB, dan Kemendagri harus segera melakukan pembicaraan untuk merevisi klausul UU tersebut, khususnya klausul yang terkait langsung dengan kewenangan pengelolaan guru.Kedua, Kemendikbud terlalu memfokuskan persoalan pendidikan pada kurikulum saja, sehingga persoalan-persoalan mendasar lainnya menjadi terlupakan.Memang sudah menjadi lazim di negara ini bila terjadi pergantian menteri pendidikan, maka kemudian akan diikuti juga dengan pergantian kurikulum. Pada akhirnya, persoalan-persoalan dasar pendidikan lain menjadi terbengkalai dan hanya menjadi wacana saja setiap tahunnya.Ketiga, ketiadaan peta distribusi penempatan guru. Idealnya, Kemendikbud sebagai kementerian yang bertanggung jawab penuh atas kualitas dan kuantitas penyelenggaraan pendidikan nasional mutlak mempunyai peta distribusi penempatan guru yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN). Dengan begitu, meski secara langsung pemerintah pusat terbatasi oleh UU Otonomi Daerah (Otda) untuk mengatur pemerataan guru, namun setidaknya pemerintah mempunyai gambaran pasti terkait persebaran guru-guru secara nasional. Atas dasar itu, Kemendikbud melalui pemerintah pusat bisa saja memberikan penekanan kepada daerah untuk mengatur distribusi guru di daerahnya agar lebih merata.

E. Alternatif Solusi yang Diberikana. Pemerintah Pusat

Direvisinya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadikan kewenangan pengelolaan guru sebagai urusan bersama, antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian, persoalan kekurangan guru dan belum meratanya distribusi guru akan segera dapat diatasi (Kemdiknas, 2013)b. Pemerintah daerah

Untuk membantu pemerataan distribusi guru di Indonesia, Amerika Serikat melalui Badan untuk Pembangunan Internasional AS (USAID) memberikan bantuan 83,7 juta dollar AS atau sekitar Rp 1 triliun. Dana itu bagian dari program Prioritizing Reform, Innovation, and Opportunities for Reaching Indonesias Teachers, Administrators, and Students. Program bernama Prioritas itu berlangsung lima tahun, mulai dari 2012 hingga 2017. Kegiatan dilakukan di sembilan provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Papua, dan Papua Barat. USAID bekerja sama dengan dua lembaga pendidikan tenaga keguruan di setiap provinsi. Terdapat pula 180 tenaga ahli pendidikan guna membantu pelatihan guru dan menyusun data. Tugas USAID adalah mengumpulkan data distribusi guru di setiap provinsi, lalu membantu dinas terkait di daerah untuk menyusun solusi agar ketersediaan guru merata. Fokus utama program USAID adalah menciptakan suasana belajar menyenangkan di level SD dan SMP, terutama untuk materi membaca, matematika, dan sains; membuat lingkungan kelas lebih partisipatif; meningkatkan kualitas manajemen pendidikan, khususnya pengelolaan guru; serta meningkatkan kualitas pendidikan guru. Berdasarkan pemetaan itu terbentuk peraturan bupati pada 2013 yang mengatur guru untuk mengajar di lebih dari satu sekolah. Di Aceh kebijakan pemerintahnya menerapkan guru mobile sehingga guru tak perlu meninggalkan sekolah asalnya. Keputusan ini mulai menyeimbangkan kebutuhan guru di pedesaan (Ibnu, 2014)

Usulan Solusi yang ditawarkan

a. Aspek Teoritis

Untuk manjamin pemerataanguru antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antarjenis pendidikan, antar kabupaten, antar kota, dan antarprovinsi serta dalamupaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secaranasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional telah ditetapkan Peraturan Bersama Menteri Negara PendayagunaanAparaturNegara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri,Menteri Keuangan, dan Menteri Agama Nomor 05/X/PB/2011, SPB/03/m.pan-rb/10/2011, 48 Tahun 2011, 158/PMK.01/2011, 11 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil.

Perhitungan Kebutuhan Guru (SMP)

Prinsip perhitungan

1) Setiap rombongan belajar (rombel) dalam mengikuti mata pelajaran (mapel) tertentu diampu oleh satu orang guru atau dalam satu rombel, satu mata pelajaran hanya diampu oleh satu orang guru.

2) Guru mata pelajaran hanya mengampu satu jenis mata pelajaran yang sesuai dengan sertifikat pendidik yang dimilikinya

3) Wajib mengajar yang digunakan adalah 24 jam tatap muka per minggu

4) Jumlah rombel yang digunakan dalam perhitungan adalah jumlah rombel dengan rasio siswa guru yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 thaun 2008 dan Peraturan MenteriPendidikan Nasional nomor 41 thuan 20017 tentang standarproses untuk satuan pendiddikan dasar dan menengah. Rasio siswa guru yang digunakan adalah rasio siswa guru yang teah ditentukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Rumus perhitungan :

Keterangan:

JR: Jumlah Rombel Ideal

JM: Jumlah Murid

RSG: Rasio Siswa Guru

Contoh:

SMP Nusa Bngasa memiliki siswa sebanyak 330 orang yang terdiri dari 110 siswa kelas 1, 100 orang siswa kelas 2 dan 120 orang kelasa 3. Jika rasio siswa guru yang ditetapkan dinas pendidikan adalah 32, maka perhitungan rombelnya

5) Jumlah jam tersedia adalah jumlah jam tatap muka sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dibutuhkan oleh sekolah sesuai dengan jumlah romberlnya.Rumus perhitungannya adalah:

Keterangan

JT: Jam tersedia

JR: Jumlah rombel

JTM: jamtatap muka per minggu sesuai KTSP

K:kelas

Contoh perhitungan

Menurut perhitungan pda poin kelima,jumlah rombel ideal SMP Nusa bangsa adalah 12 rombel dengan masing-masng kelas 7,8,9 terdiri dari4 rombel. Maka kebutuhan jam di SMP Nusa Bangsa untuk pelajaran Biologi adalah

Jt = 4x4+ 4x4 + 4x4 = 48jam

6) Jumlah guru dihitung dengan membagi jam tersedia dengan wajib mengajar (24 jam). Apabila jam yang tersedia kurang dari 24 jam, kebutuhan guru dihitung satu sesuai dengan standar pelayanan minimal yang tercantum dalam Permendiknas nomor 39 tahun 2010 bahwa di setiap SMP terdapat 1 orang guru untuk setiap mata pelajaran. Apabila jam yang tersedia tidak habis dibagi dengan wajib mengajar, maka dilakukan pembulatan dengan ketentuana) Jika setelah dibulatkan ke bawah, tatap muka per minggu untuk masing-masing guru tidak lebih dari 40 jam, maka angka yang diambil adalah hasil pembulatan ke bawah

b) Jika setelah dibuatkan ke bawah, tatap muka per minggu untuk masing-masing guru melebihi 40 jam, maka nilai yang diambil adalah pembulatan keatas dengan catatan ada 1 orang guru yang belum mengajar 24 jam

Untuk sekolah yang berada di daerah khusus, kebutuhan gurunya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.

Rumus perhitungan SMP

Keterangan

Kg: Kebutuhan guru

Jt1: Jam tersedia

Contoh 1:

SMP Nusa bangsa memiliki jumlah jam tresedia sebanyak 18 jam untuk mata pelajaran seni budaya, maka kebutuhan guru di SMP Nusa Bangsa adalah:

Kg = 18/24= 0,75 = = 1

Contoh 2

SMP Nusa Bangsa memiliki jumlah jam tersedia sebanyak 36 jam untuk mata pelajaran Matematika, maka kebutuhan guru di SMP Nusa Bangsa adalah sebagai berikut

Kg = 36/24= 1,25 = = 1

Setelah dibulatkan ke bawah ternyata tatap muka per minggu guru menjadi 36 jam. Karena nilai tersebut masih diantara 24- 40 jam maka kebutuhan guruu di SMP Nusa Bangsa adaah 1

Contoh 3

SMP Nusa Bangsa memiliki jumlah jam tersedia sebanyak 44 jam untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, maka kebutuhan guru di SMP Nusa Bangasa adalahKg = 44/24= 1,83 = = 1

Setelah dibulatkan ke bawah ternyata tatap muka per minggu guru menjadi 44 jam. Karena nilai tersebut lebih dari 40jam, maka kebutuhan guru di SMP ABC adalah 2 dengan catatan 1 guru mengajar 24 jam dan 1 orang lagi baru mengajar 20 jam atau perlu 4 jam lagi untuk memenuhi

Kebutuhan Guru Sekolah Menengah Atas (SMA)a. Prinsip Perhitungan

1) Setiap rombel dalam mengikuti mata pelajaran tertentu diampu oleh satu orang guru

2) Jumlah guru dihitung berdasarkan jumlah tatap muka per minggu yang terjadi di sekolah (JTM) dibagi wajib mengajar guru (24)

3) Jumlah tatap muka dihitung dengan cara menjumlahkan jumlah rombel per tingkat kali jumlah jam mata pelajaran per minggu per tingkat yang ada dalam struktur kurikulum

4) Wajib mengajar yang dib=gunakan adalah 24 jam tatap muka per minggu

5) Guru mata pelajaran hanya hanya mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan atau sertifikat pendidik yang dimilikinya

6) Apabila di sekolah terdapat lebih dari satu pendidikan agama yang diajarkan, jumlah dan jenis guru agama disesuaikan dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku

Formua perhitungan

Contoh Penghitungan Guru SMAUntuk SMA dengan data rombel sebagai berikut:

NoProgramKelasJumlah Rombel

XXIXII

1Umum6--6

2IPA-336

3IPS-224

4Bahasa-112

Jumlah Rombel66618

Misal untuk menghitung jumlah guru agama yang diperlukan oleh ekolah tersebut. Agama dilaksanakan 2 jam pelajaran per minggu untuk smeua tingkat/program

Misalnya

Jumlah jam pelajaran x rombel kelas 1= a

Jumlah jam pelajaran x rombel kelas 2 = b

Jumlah jam pelajaran x rombel kelas 3 = c

Jumlah guru agama = (a+ b+ c)/ 24

= ((2x6) + (2x6) + (2x6))/24

= 36/24 = 1,5 guru

Dibulatkan kebawah menjadi 1 orang guru agama dan yang bersangkutan mengajar 36 jam tatap muka per minggub. Aspek Kebijakan

Terkait dengan masalah pendistribusian guru setidaknya ada tiga alternatif kebijakan yang dapat diambil oleh Pemerintah. Pertama, bertahan dengan sistem desentraliasi, namun pemerintah pusat harus melakukan pengawasan dan evaluasi yang terencana dan rutin bagi setiap produk kebijakan daerah. Kedua, pengelolaan pendistribusia guru kembali ke pusat (sentralisasi). Ketiga, penggabungan sistem sentralisasi dan desentralisasi pendidikan, dalam hal ini baik pemerintah pusat maupun daerah memiliki kewenangan masing-masing.BAB III

PENUTUP

A. KesimpulanBerdasarkan permasalahan yang telah dibahas dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa:1. Hakikat dan peranan guru sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

2. Permasalahan kualifikasi guru sains akan mempengaruhi profesionalisme dari guru sains dan akan ikut berperan dalam menentukan kualitas dari pendidikan itu sendiri.

3. Kompetensi guru sains terkait dengan kompetensi paedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Permasalahan kompetensi saat ini adalah rendahnya kompetensi guru berdasarkan hasil rata-rata uji kompetensi guru di Indonesia.

4. Pemerataan guru sains di Indonesia saat ini masih bersifat sentralistik, yaitu jumlah guru yang mengajar lebih banyak di daerah perkotaan dibanding daerah lainnya.5. Solusi untuk permasalahan kualifikasi, kompetensi, dan pemerataan guru sains di Indonesia dapat dilakukan melalui aspek teoritis dan aspek kebijakan yang tidak hanya menjadi fokus pemerinta pusat namun juga menjadi perhatian dari pemerintah daerah.

B. Saran

Dari pembuatan makalah ini maka dapat disarankan agar:1. Pemerintah lebih memperhatikan kondisi guru dan meningkatkan kualitas kualifikasi, kompetensi, dan distribusi guru di Indonesia

2. Masyarakat ikut serta memperhatikan dan memberi dukungan nyata terhadap peningkatan kualitas guru karena posisi guru merupakan posisi yang penting dalam pembangunan bangsa. Masyarakat hendaknya memberi dukungan secara objektif.

3. Guru agar terus memperbaiki diri agar kualitasnya meningkatDaftar RujukanAnam, Saiful. 2009. Dr. Baedhowi, M.Si, Dirjen PMPTK Depdiknas: Pergumulan dalam Meningkatkan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (2007-2009). Jakarta: CV Mahamedia Cipta Caraka.

Djohar. 2006. Pengembangan Pendidikan Nasional Menyongsong Masa Depan. Yogyakarta: Grafika Indah.

Fakta pendidikan, 2014. Pendidikan di Indonesia.(Online)((http://indonesiaber kibar.org/id/fakta-pendidikan), diakses pada 1 Februari

Hidayat, Pangki. 2014. Tantangan Distribusi Guru Nasional.(Online)(http:// banjarmasin.tribunnews.com/2014/06/19/tantangan-distribusi-guru-nasional), diaksespada 1Februari 2015Ibnu. 2014. USAID bantu Distribusi Guru di Indonesia. (Online) (http://www. batukarinfo.com/news/usaid-bantu-distribusi-guru-di-indonesia), diakses pada 1 Februari 2015Kemdiknas.2013. Kemdikbud Tata Sistem Keguruan. (Online) (http://www. Kem diknas.go.id/kemdikbud/node/1894), diakses pada 1 Februari2015

Kompas, 2010. Payah, Distribus guru belum merata. (Online) (http://sains.kompas .com/read/2010/05/20/15181721/Payah.Distribusi.Guru.Belum.juga.Merata), diakses pada 1 Februari 2015

Maister, David, H. 1997. True Profesionalism. New York: The Free Press.

Mulyasa. 2007.Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

New Indonesia. 2014. JPPI Soroti Distribusi dan Kualitas Guru. (Online) (http:// www.new-indonesia.org/home/headline/344-jppi-soroti-masalah-distribusi -dan-rendahnya-kualitas-guru.html), diakses pada 1 Februari 2015

Ngainun Naim. (2009). Menjadi Guru inspiratif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

NSTA. 2003. Standards for Science Teacher Preparation. Revised 2003

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 tahun 2008 tentang GuruSuparlan. (2008). Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta. PT. Rajawali Pers

Temponews. Hasil Uji Kompetensi Guru Jauh dari Standar. 6 Agustus 2012. (Online), (http//:m.tempo.com), diakses tanggal 1 Januari 2015.

Tribunnews. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) Hanya 4.25. 4 Juni 2013. (Online), (http//:m.tribunnews.com), diakses tanggal 1 Januari 2015.

Usman, Moh Uzer, 1995. Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rusdakarya.

Wilujeng, Insih. 2012. Redesain Kurikulum S1 Pendidikan IPA menuju Standards for Ssecondary Science Teacher Preparation. (Online) (http.staff uny.ac.id), diakses pada 1 Februari 2015