26
MAKALAH KIMIA ORGANIK II SENYAWA AROMATIS Kelompok 1 / Kelas D Marthin Nathanael P. (2314100004) Billy Radian (2314100027) Rifky Putra H. (2314100028) Izhar Mirza H. (2314100030) Natasya Fitria I. (2314100042) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

Makalah Kimia Organik Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Kimia Organik

Citation preview

MAKALAH KIMIA ORGANIK II

SENYAWA AROMATIS

Kelompok 1 / Kelas D

Marthin Nathanael P. (2314100004)

Billy Radian (2314100027)

Rifky Putra H. (2314100028)

Izhar Mirza H. (2314100030)

Natasya Fitria I. (2314100042)

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNya kami dapat menyusun

makalah tentang “Senyawa Aromatis” guna memenuhi tugasKimia Organik.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan- rekan kelompok 1 serta dosen

pembimbing Kimia Organikyang telah membantu merelakan waktu, tenaga serta pikiran

sehingga makalah ini dapat terselesaikan tanpa halangan yang berarti.

Kami yakin dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, kesalahan

pengetikan dan kekurangan lainnya. Maka dari itu kami mengucapkan permohonan maaf

sebesar besarnya. Apresiasi yang luar biasa kami berikan atas segala kritik, saran dan

masukan terlebih yang bersifat membangun. Kurang lebihnya kami mohon maaf dan kami

ucapkan terima kasih.

Surabaya, 24 September 2015

Penulis

KAJIAN TEORI

Definisi dan Persyaratan Senyawa Aromatik

Senyawa aromatik adalah senyawa atau ion tak jenuh terkonjugasi berbentuk siklis

yang distabilkan oleh delokalisasi elektron π. Senyawa polisiklis aromatik merupakan

senyawa polisiklis yang menunjukkan sifat-sifat aromatis.

Tidak semua senyawa yang memiliki ikatan rangkap yang berselangseling dengan ikatan

tunggal (memiliki ikatan rangkap terkonjugasi) dapat digolongkan sebagai senyawa aromatis

dan yang termasuk senyawa aromatis syaratnya adalah:

1. molekul harus siklik dan datar.

2. memiliki orbital p yang tegak lurus pada bidang cincin (memungkinkan terjadinya

delokalisasi elektron pi) bila tidak , tidak mungkin terjadi delakolasi penuh electron Phi.

3. Memiliki elektron pi = 4n + 2 (aturan Huckle) n = bilangan bulat.

Gambar 1. Contoh senyawa polisiklis aromatis.

Sifat Fisis Hidrokarbon Aromatik

Hidrokarbon aromatik memiliki beberapa sifat fisis seperti :

1. Bersifat non polar.

2. Hidrokarbon aromatic tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti

dietil eter, karbon tetraklorida atau heksana.

3. Benzene dapat membentuk azeotrop ketika bereaksi dengan air.

4. Benzene sendiri memiliki sifat toksik dan agak karsinogenik.

5. Senyawa aromatic memiliki ciri fisis berupa bau yang khas.

Tabel 1. Titik leleh dan titik didih beberapa senyawa aromatik.

Struktur Resonansi Benzena

Setelah diketahui kalau panjang ikatan pada benzenasama, maka struktur Kekulé I dan II mengalami resonansi membentuk hibrida benzena.

Dengan pengertian di atas membuktikan ada 3 (tiga) isomer senyawa disubstitusi benzena yaitu 1,2- ; 1,3- dan 1,4- . Hal ini sesuai dengan eksperimen brominasi pada benzena yang menghasilkan 3 produk terdisubstitusi : 1,2-dibromobenzena; 1,3-dibromobenzena dan1,4-dibromobenzena.

Orbital Benzena

Setiap karbon pada benzena mengikat 3 (tiga) atom lain menggunakan orbital hibridisasi sp2 membentuk molekul yang planar. Benzena merupakan molekul simetris, berbentuk heksagonal dengan sudut ikatan 120o. Setiap atom C mempunyai orbital ke empat yaitu orbital p. Orbital pakan mengalami tumpang suh (overlapping) membentuk awan elektron sebagai sumber elektron.

Ikatan dalam Benzena: Orbital Bonding dan Orbital Anti-Bonding

Segienam melambangkan cincin dari keenam karbon, dimana hidrogen terikat

dimasing-masingnya. Lingkaran melambangkan elektron yang terdelokaslisasi.

Benzena mempunyai 6 karbon sp2 dalam sebuah cincin. Cincin itu datar mempunyai

sebuah orbital p tegak lurus bidang cincin. Tumpang tindihnya keenam orbital p

mengakibatkan terbentuknya 6 orbital molekul ¶ (phi). Dalam orbital phi 1 keenam orbital p

dari benzene bersifat sefase dan tumpang tindih secara sama, orbital ini berenergi terendah

karena tak memiliki simpul di antara inti karbon. Orbital phi 2 dan phi 3 masing-masing

mempunyai satu bidang simpul di antara inti-inti karbon. Kedua orbital bonding ini berenergi

sama dan energi itu lebih tinggi daripada orbital phi 1. Benzena dengan 6 elektron p, mengisi

orbital-orbital phi 1,2 dan 3 masing-masing dengan sepasang electron. Maka ketiga orbital ini

merupakan orbital-orbital bonding dari benzena.

Bersama dengan ketiga orbital ini, benzena mempunyai 3 orbital anti bonding. Orbital

anti bonding phi 4* dan phi 5* masing-masing memiliki 2 simpul, dan orbital berenergi

tinggi (phi 6*) memiliki 3 simpul. Simpul ialah daerah dengan rapatan elektron sangat

rendah.

Substitusi Aromatik Elektrofilik

Benzena merupakan senyawa yang kaya akan elektron, sehingga jenis pereaksi yang akan menyerang cincin benzena adalah pereaksi yang suka elektron. Pereaksi seperti ini disebut elektrofil. Contohnya adalah golongan halogen dan H2SO4.

1. HalogenasiHalogenasi merupakan reaksi substitusi atom H pada benzena oleh golongan halogen seperti F, Cl, Br, I. Pada reaksi ini atom H digantikan oleh atom dari golongan halogen dengan bantuan katalis besi (III) halida. Jika halogennya Cl2, maka katalis yang digunakan adalah FeCl3.

2. Nitrasi

Nitrasi merupakan reaksi substitusi atom H pada benzena oleh gugus nitro. Reaksi ini terjadi

dengan mereaksikan benzena dengan asam nitrat (HNO3) pekat dengan bantuan H2SO4

sebagai katalis. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

3. Sulfonasi

Sulfonasi merupakan reaksi substitusi atom H pada benzena oleh gugus sulfonat. Reaksi ini terjadi

apabila benzena dipanaskan dengan asam sulfat pekat sebagai pereaksi.

4. Alkilasi–Friedel CraftAlkilbenzena dapat terbentuk jika benzena direaksikan dengan alkil halida dengan katalis alumunium klorida (AlCl3). Pada reaksi alkilasi, atom H digantikan oleh gugus alkil

(CnH2n+1). Pereaksi yang digunakan adalah alkil halida dengan katalisator aluminium

klorida (AlCl3).

5. Reaksi AsilasiPada reaksi asilasi, atom H digantikan oleh gugus asil (CH3C=O). Pereaksi yang

digunakan adalah halida asam, seperti CH3COCl (asetil klorida) dan CH3CH2C=OCl

(propanoil klorida) dengan katalisator aluminium klorida (AlCl3).

Substitusi Aromatik Nukleofilik

Apabila diperlukan penambahan atom oksigen pada cincin aromatik maka perlu

menambahkan sinton RO- pada senyawa aromatik dengan suatu gugus pergi (a leaving

group) yang dikenal dengan nama reaksi substitusi nukleofilik terhadap senyawa aromatik.

Reaksi akan berjalan dengan baik apabila gugus pergi adalah N2 (garam diazonium). Urutan

sintesis adalah nitrasi, diazotasi, dan substitusi.

Gambar 2. Urutan sintesis nitrasi, diazotasi, dan substitusi.

Sintesis senyawa fenol dapat dianalisis dengan substitusi nukleofilik, OH diubah

menjadi NO2. Brom dapat ditambahkan pada tingkat amino atau tingkat fenol, tetapi tingkat

amino memberikan kontrol yang lebih baik.

Gambar 3. Sintesis Fenol

Beberapa nukleofil seperti CN-, Cl-, Br-, paling baik ditambahkan sebagai derivat

Cu(I). Daftar nukleofil lain yang dapat digunakan dalam reaksi pemindahan (displacement)

nukleofilik dari garam diazonium disajikan pada tabel 4.

Tabel 2. Senyawa aromatik yang dibuat dengan pemindahan nukleofilik dari garam

diazonium.

Salah satu contoh sintesis senyawa aromatik dengan cara pemindahan nukleofilik dari

garam diazonium adalah sintesis senyawa sianida aromatik.

Gambar 4. Sintesis senyawa sianida aromatik.

Reaksi pemindahan langsung gugus halida dari cincin aromatik dengan suatu

nukleofil hanya dimungkinkan apabila terdapat gugus nitro pada posisi orto dan para terhadap

halida, atau gugus penarik elektron sejenis. Senyawa ini mudah dibuat dengan reaksi nitrasi.

Gambar 5. Reaksi nitrasi.

Herbisida buatan Liley Company, seperti trifluralin B merupakan contoh yang baik

bagi pendekatan ini. Gugus amino dapat ditambahkan dengan cara ini, dan dua gugus nitro

dimasukkan dengan reaksi nitrasi secara langsung.

Gambar 6. Reaksi nitrasi.

Reaksi Substitusi Elektrofilik Naftalena

Substitusi elektrofilik pada naftalena dapat terjadi pada posisi α(1) atau

ß(2).Meskipun begitu, sebagian besar reaksi berlangsung pada posisi α, misalnya brominasi

naftalena menghasilkan 1-bromonaftalena atau α- bromonaftalena. Hal serupa terjadi pula

pada nitrasi naftalena yang menghasilkan 1-nitronaftalena, atau asetilasi naftalena yang

menghasilkan 1-asetilnaftalena. Sementara itu, reaksi sulfonasi naftalena dapat menghasilkan

substitusi pada posisi α, asalkan reaksinya dilakukan pada temperatur rendah. Berbagai reaksi

substitusi elektrofilik yang dapat berlangsung pada naftalena.

Gambar 7. Reaksi substitusi elektrofilik naftalena

Secara umum, mekanisme reaksi substitusi elektrofilik pada naftalena

ditunjukkan dalam Gambar.

Gambar 8. Mekanisme reaksi substitusi elektrofilik pada naftalena.

Kecenderungan naftalena untuk lebih tersubstitusi pada posisi dari posisi ,

dapat difahami dari kestabilan zat antaranya. Struktur-struktur resonansi zat antara

untuk substitusi :

Struktur-struktur resonansi zat antara untuk substitusi :

Terdapat lima struktur resonansi zat antara yang menghasilkan substitusi pada posisi ,

jumlah yang sama ditunjukkan pula bila substitusi berlangsung pada posisi . Walaupun

demikian, pada struktur-struktur resonansi zat antara yang menghasilkan substitusi pada

posisi terdapat dua struktur yang bersifat benzenoid (yaitu, struktur yang masih

mempertahankan cincin benzena). Struktur benzenoid masih mempertahankan sebagian sifat

aromatis, sehingga menjadi penyumbang utama terhadap kestabilan zat antara. Berbeda

halnya jika substitusi berlangsung pada posisi , hanya terdapat satu struktur resonansi yang

bersifat benzenoid. Dengan demikian, struktur zat antara substitusi lebih stabil dari

substitusi . Oleh karena itu, dapat dimengerti bila substitusi naftalena pada posisi lebih

disukai dari substitusi pada posisi . Hal ini berlaku pula pada reaksi halogenasi dan nitrasi.

Reaksi Oksidasi dan Reduksi Aromatis

Reaksi oksidasi pada senyawa aromatis polisiklis lebih mudah berlangsung

daripada reaksi oksidasi yang terjadi pada benzena. Reaktivitas yang lebih besar tersebut

disebabkan oleh senyawa polisiklis aromatis dapat bereaksi hanya pada salah satu cincin,

sehingga masih mempunyai satu cincin benzene yang masih utuh, , baik dalam struktur zat

antara maupun produknya. Sehingga untuk mengatasi karakter aromatis salah satu cincin

pada senyawa polisiklis aromatis diperlukan energi lebih kecil daripada energi yang

diperlukan untuk mengatasi karakter aromatis benzena.

Benzena sangat sulit dioksidasi. Walaupun demikian, gugus alkil yang terikat pada

suatu cincin benzena bersifat khusus, yaitu karbon di dekat cincin benzena bersifat karbon

benzilik. Kation benzilik, anion benzilik, dan radikal bebas benzilik semuanya terstabilkan

secara resonansi dengan cincin benzena. Akibatnya posisi benzilik merupakan letak

kereaktivan dalam berbagai reaksi, termasuk oksidasi. Semua alkilbenzena, apapun jenis

alkilnya, dapat dioksidasi pada posisi benzilik menghasilkan gugus karboksil. Hal tersebut

terjadi pula pada senyawa polisiklis aromatis. Seperti naftalena dapat dioksidasi menjadi

asam o-ftalat yang kemudian langsung berubah menjadi anhidrida asam ftalat.

Gambar 9. Oksidasi Naftalena

Naftalena tersubstitusi dapat dioksidasi pada bagian cincin yang lebih aktif. Seperti 1-

nitronaftalena dapat dioksidasi menjadi asam 3-nitro-1,2-ftalat, sedangkan 1-naftilamina atau

-naftol, keduanya dapat dioksidasi menjadi asam o-ftalat.

Gambar 10. Oksidasi 1-nitronaftalena menjadi asam 3-nitro-1,2-ftalat, oksidasi

1-naftilamina menjadi asam o-ftalat, dan oksidasi -naftol menjadi asam o-ftalat.

Oksidasi pada umumnya berlangsung hingga tingkat oksidasi tertingginya (menjadi

gugus –COOH), tetapi bila kondisi reaksi dikendalikan (suhu dan tekanan diperendah), maka

oksidasi dapat berlangsung hingga pembentukan gugus karbonil (C=O). Misalnya, naftalena

dapat diubah menjadi 1,4-naftokuinon. Perhatikan bahwa posisi aktif reaksi tetap pada posisi

karbon benzilik.

Gambar 11. Oksidasi naftalena menjadi 1,4-naftokuinon

Pengendalian kondisi reaksi hingga tercapai kondisi yang lunak, juga dapat

mengoksidasi gugus hidroksi yang terikat pada senyawa polisiklis aromatis menjadi gugus

karbonil, sehingga dihasilkan suatu kuinon.

Gambar 12. Oksidasi gugus hidroksi pada senyawa polisiklis aromatis menjadi gugus

karbonil.

Tata Nama Senyawa Aromatik

Berikut adalah aturan penamaan dari senyawa aromatis:

1. Benzen digunakan sebagai nama dasar, gugus substituen dipakai sebagai sebuah

awalan. Contoh:

Beberapa senyawa, gugus substituen dan cincin benzen digabung membentuk nama dasar

yang baru. Contoh:

2. Apabila terdapat dua gugus substituen, maka posisi relatif ditunjukkan oleh nomor

atau dengan awalan: ortho, meta, dan para (disingkat: o-, m-, dan p-). Contoh:

3. Jika ada lebih dari dua gugus substituen, posisi ditunjukkan dengan nomor.

Penomoran dilakukan sehingga substituen bernomor sekecil mungkin. Contoh:

4. Apabila terdapat lebih dari dua gugus substituen yang berbeda, maka penulisan

diurutkan berdasarkan abjad. Contoh:

5. Jika suatu gugus substituen dan cincin benzen digabung membentuk nama dasar yang

baru, gugus substituen itu diberi nomor 1 dan nama dasar bersama itu yang

digunakan. Contoh:

6. Gugus C6H5− sebagai substituen disebut gugus fenil. Hidrokarbon yang terdiri atas

satu rantai jenuh dan satu cincin benzene dianggap sebagai turunan dari unit struktural

yang lebih besar. Jika rantai tidak jenuh, senyawa dianggap sebagai turunan dari

rantai ini, tidak memandang ukuran cincin. Contoh:

7. Gugus fenilmetil sering disebut gugus benzyl (disingkat Bz).

GUGUS PENGARAH ORTO, PARA, DAN GUGUS PENGARAH META

Tempat Substitusi

Suatu benzena yang sudah tersubstitusi dapat mengalami substitusi kedua dan

menghasilkan disubstitusi benzena. Struktur dari substitusi pertama menentukan tempat dari

substitusi kedua dalam cincin benzena. Misalnya, suatu gugus metil dalam cincin

mengarahkan substitusi yang kan datang terutama ke tempat orto dan para. Sedangkan suatu

gugus nitro dalam cincin benzena mengarahkan substitusi kedua yang akan datang terutama

ke tempat meta.

Sifat-sifat fisik dan reaktivitas cincin benzena sangat dipengaruhi oleh apakah

substituen mengurangi atau menambah kerapatan elektron pada cincin. Mengingat bahwa

cicnin aromatik mempunyai awan elektron di atas dan di bawah bidang cincin dan elektron-

elektron inilah yang mudah diserang oleh elektrofil. Bila sebuah gugus penarik elektron

ditempatkan pada cincin, benzena yang relatif nonpoalar akan elektronegatif.

Perubahan ini kemudian mengubah sifat-sifat fisik senyawa, misalnya titik cair dan

titik didih. Setiap gugus yang terikat pada cincin akan mempengaruhi reaktivitas cincin serta

menentukan orientasi substitusi. Bila suatu pereaksi elektrofilik menyerang cincin aromatik,

gugus yang telah terikat pada cincinlah yang akan menentukan dimana dan bagaimana

penyerapan tersebut berlangsung.

Substituen yang sudah ada pada cincin aromatik menentukan posisi yang diambil oleh substituen baru. Contohnya, nitrasi pada toluena terutama menghasilkan campuran orto- dan para-nitrotoluena.

Sebaliknya, nitrasi pada nitrobenzena pada kondisi yang serupa terutama

menghasilkan isomer meta.

Pola ini juga diikuti oleh substitusi aromatik elektrofilik lain, yakni klorinasi, bromonasi, sulfonasi, dan seterusnya. Toluena terutama juga menjalani substitusi orto, para, sementara nitrobenzena menjalani substitusi meta. Secara umum, gugus terbagi ke dalam salah satu dari dua kategori. Gugus tertentu tergolong pengarah orto, para, dan yang lainnya ialah pengarah meta.

a. Gugus Pengarah Orto, Para (Aktivator)

Gugus pada cincin akan mengarahkan substituen yang baru masuk pada posisi orto, para atau meta sesuai dengan gugus mulanya. Gugus mula tersebut yang disebut sebagai penentu orientasi. Gugus yang merupakan activator kuat adalah gugus pengarah orto, para (adisi elektrofilik mengambil tempat pada posisi orto dan para bergantung pada activator). Orientasi ini terutama disebabkan oleh kemampuan substituen pengaktif kuat untuk melepaskan elektron (gugus amino dan gugus hidoksil merupakan gugus activator yang baik).

Pada reaksi nitrasi pada toluena, dapat dilihat bahwa ion nitronium dapat mneyerang karbon cincin yang yang posisinya orto, meta, atau para terhadap gugus meta.

Pada salah satu dari ketiga penyumbang resonansi pada ion benzenonium antar (intermediet) untuk substitusi orto atau para, muatan positif berada pada karbon pembawa metil. Penyumbang resonansi itu ialah karbokation tersier dan lebih stabil daripada penyumbang lainnya, yang merupakan karbokation sekunder. Sebaliknya, dengan serangan meta, semua penyumbang adalah karbokation sekunder, muatan positif pada ion benzenonium intermediet tidak pernah bersebelahan substituen metil. Dengan demikian, gugus metal ialah pengarah orto, para, karena reaksi ini dapat berlangsung melalui karbokation intermediet yang paling stabil. Sama halnya, semua gugus alkil adalah orto, para.

Pada gugus –F, -OH, dan -NH2 memiliki pasangan elektron bebas, pasangan elektron bebas inilah yang dapat menstabilkan muatan positif di sebelahnya

Baik dalam serangan orto atau para, salah satu penyumbang pada ion benzenonium

intermediet menempatkan muatan positif pada karbon hidroksil. Pergeseran pasangan

elektron bebas dari oksigen ke karbon positif menyebabkan muatan positif terdelokalisasi

lebih jauh, yaitu ke oksigen. Tidak mungkin ada struktur seperti ini pada serangan meta.

Dengan demikian hidroksil adalah pengarah orto, para.

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden & Fessenden. 1984 . Kimia Organik II jilid II. Jakarta : Erlangga

Justina,Sandi. 2009. Ilmu Kimia Jilid 3.Jakarta : Yudhistira

Karamy,Irvan. 2010. Benzena dan derivatnya. Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.Palembang.

Kartini dkk.2007.Sains Kmia 3 SMA/MA.Jakarta :Bumi Aksara

Liliasari. 1995. Kimia 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Purba,michael. 2001. Kimia 2000 Jilid 3A. Jakarta: Erlangga

Riswiyanto.2009.Kimia Organik.Jakarta : Erlangga