Upload
ima-lismawaty
View
221
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kwn
Citation preview
MAKALAH KEWARGANEGARAAN
HUKUM DAN GENDER
DI SUSUN OLEH KELOMPOK 1
ANGGOTA KELOMPOK:
LESTARI NURSYIFA (220110110125)
ISNA NURFIANTI (220110110046)
MULI DWI CAHAYANI (220110110142)
NIA SONIA (220110100044)
NURNILA NOVI ARIFIANTI (220110110031)
NURUL VIKRI HANDAYANI (220110110157)
SANTA NOVITA YS (220110110109)
TANTY PERMATASARI (220110110078)
TAUFIK YUSDIAN (220110110016)
TIARA SYAHRIZA (220110110093)
WINDA YULIANDARI (220110110063)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
KONSEP DASAR GENDER
Gender merupakan peran sosial dimana peran pria dan wanita ditentukan perbedaan
fungsi, peran dan tanggung jawab pria dan wanita sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat
berubah atau diubah sesuai perubahan zaman. Peran dan kedudukan sesorang dikonstrusikan
oleh masyarakat dan budayanya karena seseorang lahir sebagai pria atau wanita (WHO
1998). Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan ciri-
ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender). Perbedaan peran
gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang
selama ini dianggap telah melekat pada manusia perempuan dan laki-laki untuk membangun
gambaran relasi gender yang dinamis dan tepat serta cocok dengan kenyataan yang ada dalam
masyarakat.
Dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut. :
1. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan
yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk
diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran di sektor publik.
2. Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatann yang
berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah
tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga,
menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut juga peran
di sektor domestik.
3. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam menyelesaikan
beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama.
PERBEDAAN GENDER DAN JENIS KELAMIN
- Pengertian Seks
Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik
melekat pada masing-masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis
kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan universal.
Jadi jelas bahwa jenis kelamin atau seks adalah perbedaan biologis hormonal dan anatomis
2
antara perempuan dan laki-laki. Sex tidak bisa berubah, permanen dan tidak bisa
dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan karenanya bersifat mutlak.
-Pengertian Gender
Secara umum gender dapat didefinisikan sebagai perbedaan peran, kedudukan dan sifat
yang dilekatkan pada kaum laki-laki maupun perempuan melaui konstruksi secara sosial
maupun kultural (Nurhaeni, 2009). Sedangkan menurut Oakley (1972) dalam Fakih (1999),
gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan
secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat dan bukan ketentuan Tuhan melainkan
diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural. Lebih lanjut dikemukakan oleh
Haspels dan Suriyasarn (2005), gender adalah sebuah variabel sosial untuk menganalisa
perbedaan laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan peran, tanggung jawab dan
kebutuhan serta peluang dan hambatan. Oleh karena dibentuk secara sosial budaya, maka
gender bukan kodrat atau ketentuan Tuhan, bersifat tetap, sehingga dapat diubah dari masa ke
masa, berbeda untuk setiap kelas dan ras. Selama ini, masyarakat di mana kita tinggal lah
yang menciptakan sikap dan perilaku berdasarkan gender, yang menentukan apa yang
seharusnya membedakan perempuan dan laki-laki.
Keyakinan akan pembagian tersebut diwariskan secara turun temurun, melalui proses
belajar di dalam keluarga dan masyarakat, melalui proses kesepakatan sosial, bahkan tidak
jarang melalui proses dominasi. Artinya, proses sosialisasi konsep gender kadang dilakukan
dengan cara halus maupun dalam bentuk indoktrinasi. Proses itu menuntut setiap orang (laki-
laki dan perempuan) berpikir, bersikap, bertindak sesuai dengan ketentuan sosial budaya di
mana mereka tinggal. Sejarah perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi
melalui proses yang sangat panjang, melalui proses sosialisasi, diperkuat, bahkan
dikonstruksikan secara sosial, kultural, melalui ajaran agama maupun negara. Konsep gender
juga menyebabkan terbentuknya stereotipe yang ditetapkan secara budaya atau hal yang
umum tentang karakteristik gender yang spesifik, berupa karakteristik yang berpasangan
yang dapat menggambarkan perbedaan gender. Dapat dilihat bahwa hal itu dibentuk saling
bertentangan, tetapi karakteristiknya saling berkaitan. Sebagai contoh, laki-laki adalah
mahluk yang rasional, maka perempuan mempunyai karakteristik yang berlawanan yaitu
tidak rasional atau emosional.
KONSEP KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER3
Kesetaraan gender adalah kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status yang
setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hakhak asasi dan
potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan. Definisi dari USAID
menyebutkan bahwa kesetaraan gender memberi kesempatan baik pada perempuan maupun
lakilaki untuk secara setara/sama/sebanding menikmati hak-haknya sebagai manusia, secara
sosial mempunyai benda-benda, kesempatan, sumberdaya dan menikmati manfaat dari hasil
pembangunan. Keadilan gender adalah suatu kondisi adil untuk perempuan dan laki-laki
melalui proses budaya dan kebijakan yang menghilangkan hambatan-hambatan berperan bagi
perempuan dan laki-laki. Definisi dari USAID menyebutkan bahwa keadilan gender
merupakan suatu proses untuk menjadi fair baik pada perempuan maupun laki-laki. Untuk
memastikan adanya fair, harus tersedia suatu ukuran untuk mengompensasi kerugian secara
histori maupun sosial yang mencegah perempuan dan laki-laki dari berlakunya suatu tahapan
permainan. Strategi keadilan gender pada akhirnya digunakan untuk meningkatkan
kesetaraan gender. Keadilan merupakan cara sedangkan kesetaraan adalah hasilnya.
Dampak Konsep Gender Pembagian yang ketat antara peran, posisi, tugas dan
kedudukan antara perempuan dan laki-laki telah menyebabkan ketidakadilan terhadap
perempuan dan laki-laki. Misalnya laki-laki diposisikan sebagai kepala rumah keluarga oleh
masyarakat, di satu sisi karena posisinya ini misalnya ia bisa mendapat akses atas pendidikan
yang lebih baik dibandingkan perempuan, tetapi di sisi lain jika ia tidak bekerja atau
menganggur ia akan dilecehkan oleh masyarakat. Sedangkan untuk perempuan, karena ia
diposisikan sebagai ibu rumah tangga maka ia dibebankantanggung jawab untuk mengurus
rumah tangga dan mengasuh anak yang membutuhkan energi yang banyak, tetapi di sisi lain
jika ia tidak bekerja mencari nafkah maka tidak ada tuntutan kepadanya. Dampak
ketidakadilan gender ini dalam masyarakat yang sangat patriarkis lebih dirasakan oleh kaum
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Dalam konteks inilah sangat penting untuk
membicarakan konsep gender yang adil yang dapat menciptakan kesejahteraan baik bagi
perempuan maupun laki-laki.
BENTUK KETIDAKADILAN GENDER
Ketidakadilan gender adalah adanya perbedaan, pengecualian atau pembatasan yang di
buat berdasarkan peran dan norma gender yang dikonstruksi secara sosial yang mencegah
seseorang untuk menikmati HAM secara penuh. Bentuk-bentuk diskriminasi gender adalah:
1. Marjinalisasi
4
Proses peminggiran atau penyisihan yang mengakibatkan wanita dalam keterpurukan.
Bermacam pekerjaan membutuhkan keterampilan pria yang banyak memakai tenaga
sehingga wanita tersisihkan. Atau sebaliknya beberapa pekerjaan yang membutuhkan
ketelitian, ketekuanan sehingga peluang kerja bagi pria tidak ada. Contohnya: direktur
banyak oleh pria, baby sister adalah wanita.
2. Sub Ordinasi
Kedudukan salah satu jenis kelamin di anggap lebih penting dari pada jenis kelamin
sebaliknya. Contohnya: persyaratan melanjutkan studi untuk istri harus ada izin suami,
dalam kepanitiaan wanita paling tinggi pada jabatan sekretaris.
3. Pandangan Stereotipe
Pandangan stereotype adalah penandaan atau cap yang sering bermakna negatif.
Contohnya: pekerjaan di rumah seperti mencuci diidentikkan dengan pekerjaan wanita;
pria sebagai pencari nafkah yang utama, harus diperlakukan paling ismewah di dalam
rumah tangga, misalnya yang berkaitan dengan makan.
4. Kekerasan
Segala bentuk kekerasan terhadap wanita yang akibatnya dapat berupa
kerusakan/penderitaan fisik, seksual atau psikis termasuk ancaman seperti
pemaksaan/perampasan atas kemerdekaan, baik di tempat umum, dalam rumah tangga
maupun yang dilakukan oleh negara. COntohnya: suami membakar dan memukul istri,
istri merendahkan martabat suami di hadapan masyarakat.
5. Beban Kerja
Beban kerja yang dilakukan oleh jenis kelamin tertentu lebih banyak. Bagi wanita di
rumah mempunyai beban kerja lebih besar dari pada pria, 90% pekerjaan
domestic/rumah dilakukan oleh wanita belum lagi jika di jumlahkan dengan bekerja
diluar rumah.
THE CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF
DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW)
Isu ketidaksetaraan gender telah menjadi pembicaraan di berbagai negara sejak tahun
1979 dengan diselenggarakannya konferensi perserikatan bangsa-bangsa dengan tema The
Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW),
5
yang membahas tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita. CEDAW
memiliki tiga prinsip kunci:
Kesetaraan substantif;
Ditafsirkan oleh Komite CEDAW untuk bermakna kesetaraan de facto (kesetaraan sebagai fakta
atau kesetaraan sesungguhnya) atau kesetaraan dalam hasil. Namun, pencapaian kesetaraan
substantif mensyaratkan bahwa perempuan diberi kesempatan yang sama, akses yang sama
terhadap kesempatan, dan lingkungan yang memberi kemungkinan pada pencapaian hasi-hasil
yang setara. Sebagai contoh, sebuah UU mungkin memberi kesempatan setara untuk
perempuan dan laki-laki untuk mengakses kredit jika mereka dapat menyediakan jaminan
(garansi atau keamanan). Akan tetapi, jika dalam kenyataan, perempuan tidak dapat
mengendalikan, mengelola, atau mewarisi properti, maka besar kemungkinan mereka tidak
akan mampu menyediakan jaminan dan karena itu tidak dapat mengakses kredit. Tanpa
langkahlangkah mengamankan realisasi kesetaraan yang praktis, tidak akan ada kesetaraan
substantif.
Non-diskriminasi;
Hal ini secara khusus ditekankan dalam Pasal 1 CEDAW, yang mendefinisikan pengertian
diskriminasi. Dinyatakan bahwa diskriminasi terhadap perempuan “akan berarti pembedaan,
eksklusi, atau pembatasan apa pun yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang berpengaruh atau
bertujuan merusak atau menafikan pengakuan, pemenuhan, atau pelaksanaan oleh
perempuan, tidak terkait dengan status perkawinan, berdasarkan kesetaraan laki-laki dan
perempuan, berdasarkan HAM dan kebebasan mendasar dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
sipil, atau bidang lainnya.”
a) Diskriminasi langsung.
Hal ini mengacu pada aksi atau penghapusan yang memiliki “tujuan” mendiskriminasi
perempuan, misalnya usia pensiun yang tidak setara, hak-hak waris yang tidak setara,
penghentian pekerjaan berdasarkan perkawinan atau kehamilan dan perbedaan usia untuk
menikah bagi anak laki-laki dan anak perempuan.
b) Diskriminasi tidak langsung.
Hal ini mengacu pada aksi atau penghilangan yang memiliki “pengaruh” pada diskriminasi
terhadap perempuan, bahkan jika tidak ada maksud untuk melakukannya. Perempuan
dapat menghadapi banyak hambatan sebagai sanki praktik budaya dan agama, serikat
dagang, lembaga agama, dan pengadilan. Karena semua ini, tindakan tau penghapusan
dapat tampak netral atau bahkan menguntungkan bagi perempuan, tetapi efek atau
dampaknya bersifat diskriminatif.
6
c) Diksriminasi berganda.
Diskriminasi gender dapat terjadi dengan alasan diskriminasi lainnya, seperti karena ras,
status ekonomi atau sosial, agama, kecacatan, atau usia. Intervensi sebaiknya
mempertimbangkan semua bentuk kerugian agar dapat menanganinya dengan tepat.
Komite CEDAW menekankan bahwa “kelompok perempuan tertentu, selain menderita
karena diskriminasi yang diarahkan kepada mereka sebagai perempuan, mungkin pula
menderita dari banyak diskriminasi berdasarkan alasan-alasan lain seperti ras, identitas
etnis atau agama, kecacatan, usia, kelas sosial, kasta, atau faktor-faktor lain. Diskriminasi
sebanyak itu terutama dapat mempengaruhi kelompok-kelompok perempuan ini, atau
dengan derajat berbeda atau cara-cara berbeda dibandingkan laki-laki. Contoh-contoh
perempuan mengalami diskriminasi selain diskriminasi gender meliputi perempuan
pedesaan, perempuan dengan kecacatan, perempuan pribumi, perempuan migran, dan
perempuan lanjut usia.
Kewajiban Negara.
Prinsip ketiga CEDAW menekankan bahwa penanggung jawab tugas menurut Konvensi adalah
negara. Hal ini berarti bahwa meskipun tanggung jawab untuk memastikan kesetaraan dan
menghapus diskriminasi harus dilakukan oleh negara dan pelaku non-negara, hanya Negara
yang secara langsung bertanggung jawab untuk CEDAW. Negara mengacu pada semua
perangkat atau badan pemerintah dan mencakup struktur eksekutif, legislatif, dan administratif
maupun unit-unit pemerintahan lokal. Kewajiban Negara secara umum didasarkan pada Pasal 1-
5 CEDAW, sementara kewajiban Pihak Negara secara khusus dinyatakan dalam Pasal 6-16
CEDAW. CEDAW menyediakan kewajiban cara dan hasil. Sebuah Negara berupaya untuk sesuai
dengan cara-cara implementasi tertentu dalam CEDAW (kewajiban cara). Juga diwajibkan untuk
memastikan bahwa langkah-langkah yang dipilih menghasilkan penghapusan diskriminasi
(kewajiban hasil).
7