Click here to load reader
Upload
cithz
View
281
Download
84
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah saraf
Citation preview
PEMERIKSAAN
MOTORIK, SENSORIK, & REFLEKS
BAB IPENDAHULUAN
Umur harapan hidup diberbagai kawasan dunia bertambah karena
turunnya angka kematian. Hal ini ditunjang oleh majunya teknologi dibidang
kedokteran yang dalam beberapa dasawarsa ini telah banyak berperan penting
dalam penyediaan alat dan fasilitas kedokteran yang sangat bermanfaat dalam
mendiagnosa suatu penyakit. Alat-alat tersebut sangat membantu para dokter
untuk mendiagnosa secara tepat adanya pendarahan otak dan keganasan otak
melalui pemeriksaan pencitraan.
Dibidang praktek klinik, terjadi perkembangan hubungan antara ilmu
dangan pelayanan kesehatan dan adanya tendensi dibidang pelayanan kesehatan
akibat globalisasi ekonomi. Hingga kini kita masih tetap dan harus memupuk
kemampuan kita untuk melihat, mendengar serta mengobservasi pasien. Dengan
pemeriksaan anamnesis fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan
diagnosa dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
Fungsi penting sistem saraf adalah mengatur berbagai aktivitas tubuh.
Semua hal ini merupakan gabungan dari system motorik, sonsorik, dan reflek baik
dari susunannya, fungsi, maupun pemeriksaan adalah suatu yang paling vital dan
mendasar untuk mendiagnosa suatu kelainan atau penyakit dalam neurologi.
Dalam sistem koordinasi diperlukan tiga komponen agar fungsi koordinasi
dapat berlangsung, yaitu reseptor, konduktor, dan efektor.
1. Reseptor
Reseptor adalah bagian tubuh yang berfungsi sebagai penerima rangsangan.
Bagian yang berfungsi sebagai penerima rangsangan tersebut adalah indra.
2. Konduktor
Konduktor adalah bagian tubuh yang berfungsi sebagai penghantar
rangsangan. Bagian tersebut adalah sel-sel saraf (neuron) yang membentuk
sistem saraf. Sel-sel saraf ini ada yang berfungsi membawa rangsangan ke
pusat saraf ada juga yang membawa pesan dari pusat saraf.
3. Efektor
Efektor adalah bagian tubuh yang menanggapi rangsangan, yaitu otot dan
kelenjar (baik kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin). Keterkaitan ketiga
komponen tersebut dapat kita buat skema sederhana seperti berikut.
Nah, dari skema di atas tampak jelas bahwa antara sistem saraf dan indra
sangat erat kaitannya dalam sistem koordinasi. Berikut ini akan kita bahas
mengenai sistem saraf dan indra tersebut.
B. Sistem Saraf
Sebagai sistem koordinasi, sistem saraf mempunyai fungsi:
1. Pengendalian kerja alat-alat tubuh agar bekerja serasi.
2. Alat komunikasi antara tubuh dengan lingkungan di luar tubuh, yang
dilakukan oleh ujung saraf pada indra, dan lingkungan dalam tubuh.
3. Pusat kesadaran, kemauan, dan pikiran. Untuk melaksanakan fungsi tersebut
maka sistem saraf tersusun oleh berbagai organ, jaringan dan juga komponen
terkecil yaitu sel.
1. Sel Saraf
Sistem saraf tersusun oleh komponen-komponen terkecil yaitu sel-sel saraf
atau neuron. Neuron inilah yang berperan dalam menghantarkan impuls
2
(rangsangan). Sebuah sel saraf terdiri tiga bagian utama yaitu badan sel,
dendrit dan neurit (akson). Lihat Gambar 3.1
a. Badan sel
Badan sel saraf mengandung inti sel dan sitoplasma. Di dalam sitoplasma
terdapat mitokondria yang berfungsi sebagai penyedia energi untuk
membawa rangsangan.
b. Dendrit
Dendrit adalah serabut-serabut yang merupakan penjuluran sitoplasma.
Pada umumnya sebuah neuron mempunyai banyak dendrit dan ukuran
dendrit pendek. Dendrit berfungsi membawa rangsangan ke badan sel.
c. Neurit (akson)
Neurit atau akson adalah serabut-serabut yang merupakan penjuluran
sitoplasma yang panjang. Sebuah neuron memiliki satu akson. Neurit
berfungsi untuk membawa rangsangan dari badan sel ke sel saraf lain.
Neurit dibungkus oleh selubung lemak yang disebut myelin yang terdiri
atas perluasan membran sel Schwann. Selubung ini berfungsi untuk
isolator dan pemberi makan sel saraf. Celah antara ujung neurit suatu
neuron dengan dendrit neuron lain tersebut dinamakan sinapsis (lihat
Gambar 3.2).
Berdasarkan bentuk dan fungsinya neuron dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
3
a. Neuron sensorik
Neuron sensorik adalah neuron yang membawa impuls dari reseptor
(indra) ke pusat susunan saraf (otak dan sumsum tulang belakang).
b. Neuron motorik
Neuron motorik adalah neuron yang membawa impuls dari pusat susunan
saraf ke efektor (otot dan kelenjar).
c. Neuron konektor
Neuron konektor adalah neuron yang membawa impuls dari neuron
sensorik ke neuron motorik.
2. Jalan yang Dilalui Impuls
Pada umumnya kita menggerakkan bagian badan karena kemauan kita atau
atas perintah otak. Menulis, membuka payung, mengambil makanan atau berjalan
merupakan contoh gerak yang kita sadari, sehingga gerak semacam ini disebut
gerak sadar. Pada gerak sadar ini, gerakan tubuh dikoordinasi oleh otak.
Rangsangan yang diterima oleh reseptor (indra) disampaikan ke otak melalui
neuron sensorik.
Di otak rangsangan tadi diartikan dan diputuskan apa yang akan dilakukan.
Kemudian otak mengirimkan perintah ke efektor melalui neuron motorik. Otot
(efektor) bergerak melaksanakan perintah otak. Secara ringkas lintasan/jalan gerak
sadar tersebut dapat kita buat skema sebagai berikut.
4
Kadang-kadang bagian tubuh kita juga melakukan suatu gerakan yang
terjadinya secara tiba-tiba tanpa disadari. Misalnya saat lutut kita diketuk/ dipukul
pada bagian tendon (lihat Gambar 3.4). Akibatnya secara tidak sadar, kaki kita
akan menyentak. Gerakan yang dilakukan oleh kaki tersebut terjadi secara tibatiba
dan tidak diperintah oleh otak. Gerak semacam ini disebut gerak refleks. Secara
ringkas lintasan gerak refleks dapat kita buat skema sebagai berikut.
3. Susunan Saraf Manusia
Jutaan sel-sel saraf bergabung membentuk suatu sistem yang dinamakan
sistem saraf. Sistem saraf manusia terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan
saraf tepi. Susunan saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang
sedangkan susunan saraf tepi tersusun atas serabut-serabut saraf yang menuju ke
susunan saraf pusat dan dari susunan saraf pusat ke seluruh tubuh. Perhatikan
skema sistem saraf manusia berikut.
4. Sistem Saraf Pusat
5
a. Otak
Otak terletak di rongga tengkorak dan dibungkus oleh tiga lapis selaput
kuat yang disebut meninges. Selaput paling luar disebut duramater, paling
dalam adalah piamater dan yang tengah disebut arachnoid. Di antara ketiga
selaput tersebut terdapat cairan serebrospinal yang berfungsi untuk
mengurangi benturan atau goncangan. Peradangan yang terjadi pada
selaput ini dinamakan meningitis. Otak manusia terbagi menjadi tiga
bagian yaitu otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum) dan batang
otak
1) Otak besar (cerebrum)
Otak besar manusia terletak di dalam tulang tengkorak. Otak besar
memiliki permukaan yang berlipat-lipat dan terbagi atas dua belahan.
Belahan otak kiri melayani tubuh sebelah kanan dan belahan otak kanan
melayani tubuh sebelah kiri. Otak besar terdiri atas dua lapisan. Otak besar
berfungsi sebagai pusat kegiatankegiatan yang disadari seperti berpikir,
mengingat, berbicara, melihat, mendengar, dan bergerak.
2) Otak kecil (cerebellum)
Otak kecil terletak di bawah otak besar bagian belakang. Susunan otak
kecil seperti otak besar. Terdiri atas belahan kanan dan kiri serta terbagi
menjadi dua lapis. Otak kecil berfungsi untuk mengatur keseimbangan
tubuh dan mengkoordinasi kerja otototot ketika kita bergerak.
3) Sumsum lanjutan
Sumsum lanjutan membentuk bagian bawah batang otak serta
menghubungkan pons Varoli dengan sumsum tulang belakang. Sumsum
tulang belakang berfungsi sebagai:
a) pusat pengendali pernapasan,
b) menyempitkan pembuluh darah,
c) mengatur denyut jantung,
6
d) mengatur suhu tubuh.
b. Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Sumsum tulang belakang terdapat memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas tulang pinggang ke
dua. Sumsum tulang belakang juga dibungkus oleh selaput meninges.
Bila diamati secara melintang, sumsum tulang belakang bagian luar
tampak berwarna putih (substansi alba) dan bagian dalam yang berbentuk
seperti kupu-kupu, berwarna kelabu (substansi grissea). Pada bagian yang
berwarna putih banyak mengandung akson (neurit) yang diselimuti
myelin. Bagian yang berwarna kelabu mengandung serabut saraf yang
tidak ada myelinnya. Bagian ini dibedakan dua yaitu akar dorsal atau akar
posterior dan akar ventral atau akar anterior.
Sumsum tulang belakang berfungsi untuk:
a) menghantarkan impuls dari dan ke otak,
b) memberi kemungkinan jalan terpendek gerak refleks.
5. Susunan Saraf Tepi
Susunan saraf tepi tersusun atas serabutserabut saraf dari dan ke pusat
7
susunan saraf. Susunan saraf tepi berupa 12 pasang serabut saraf dari otak dan 31
pasang serabut saraf dari sumsum tulang belakang.
a. Saraf otak (saraf cranial)
Saraf otak terdapat pada bagian kepala yang keluar dari otak dan melewati
lubang yang terdapat pada tulang tengkorak. Urat saraf ini berjumlah 12
pasang, berhubungan erat dengan otot mata, telinga, hidung, lidah dan kulit.
Kedua belas pasang urat saraf otak tersebut secara ringkas tercantum dalam
Tabel 3.1 berikut.
Dari kedua belas saraf otak tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu:
1) saraf sensorik : saraf nomor I, II, VIII
2) saraf motorik : saraf nomor III, IV, VI, XI, XII
3) saraf gabungan sensorik dan motorik : saraf nomor V, VII, IX, dan X
Ada saraf yang memiliki jangkauan fungsi sangat luas yaitu saraf nomor X
(saraf vagus). Sehingga disebut saraf pengembara. Sifat kerja saraf vagus seperti
saraf parasimpatik.
b. Saraf sumsum tulang belakang (saraf spinal)
Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang yang keluar dari:
1) Ruas-ruas tulang leher : 8 pasang
8
2) Ruas-ruas tulang punggung : 12 pasang
3) Ruas-ruas tulang pinggang : 5 pasang
4) Ruas-ruas tulang kelangkang : 5 pasang
5) Ruas-ruas tulang ekor : 1 pasang
6. Sistem Saraf Tak Sadar (Saraf Autonom)
Sistem saraf autonom merupakan bagian dari susunan saraf tepi yang
bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara otomatis. Sistem saraf autonom
mengendalikan kegiatan organ-organ dalam seperti otot perut, pembuluh darah,
jantung dan alat-alat reproduksi. Menurut fungsinya, saraf autonom terdiri atas
dua macam yaitu:
a. Sistem saraf simpatik
b. Sistem saraf parasimpatik
Sistem saraf simpatik terdiri atas 25 pasang ganglion yang berasal dari:
1) Ruas tulang belakang : 3 pasang
2) Ruas tulang punggung : 11 pasang
3) Ruas tulang pinggang : 4 pasang
4) Ruas tulang kelangkang : 4 pasang
5) Ruas tulang ekor : 3 pasang
Dari ganglion-ganglion tersebut keluar serabut saraf yang mengendalikan
kerja organ seperti jantung, pembuluh darah, kelenjar keringat dan semua alat
dalam. Serabut saraf dari sistem saraf parasimpatik juga menuju organ-organ yang
dikendalikan oleh saraf simpatik. Sistem saraf simpatik dan sistem saraf
parasimpatik bekerja secara antagonis (berlawanan) dalam mengendalikan kerja
suatu organ.
9
Perhatikan perbandingan pengaruh kerja saraf simpatik dan saraf parasimpatik
pada Gambar 3.9.
10
11
HUBUNGAN DAN PERANAN SISTEM SENSORIK, MOTORIK
dan REFLEK
12
Sistem motorik bermanifestasi dalam gerakan otot,sistem sensoris
menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya (sensasi). Sedangkan
refleks merupakan jawaban involuntar dari rangsangan. Perpindahan / pertukaran
infomasi semacam ini melibatkan terutama dua jalur syaraf yang kompleks yaitu
jalur sensoris ke otak dan jalur motorik ke otot, selain itu suatu gerakan reflek
juga dapat terjadi.
Pemeriksaan saraf
Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan
neurologis yang terdiri dari; 1). Status mental, 2). Tingkat kesadaran, 3).Fungsi
saraf kranial, 4). Fungsi motorik, 5). Refleks, 6). Koordinasi dan gaya berjalan
dan 7). Fungsi sensorik Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan
informasi yang diperlukan, diusahakan kerjasama yang baik antara pemeriksa dan
penderita selama pemeriksaan. Penderita seringkali diminta kesediaannya untuk
melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh penderita dianggap tidak masuk
akal atau menggelikan. Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan penderita harus
dihilangkan dan penderita harus diberi penjelasan mengenai pentingnya
pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis.
Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan pemeriksaan fisik
akan dapat mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat beragam prosedur
diagnostik modern tetapi tidak ada yang dapat menggantikan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan tengkorak
melalui lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina, terdapat 12 pasang
saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan angka romawi. Saraf-
saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), Okulomotorius (III), troklearis
(IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibula koklearis (VIII),
glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf kranial I,
II, VII merupakan saraf sensorik murni, saraf kranial III, IV, XI dan XII
merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif dari otot-
otot yang dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X merupakan saraf campuran, saraf
13
kranial III, VII dan X juga mengandung beberapa serabut saraf dari cabang
parasimpatis sistem saraf otonom.
II. 1. DEFINISI
Saraf-saraf kranial dalam bahasa latin adalah Nervi Craniales yang berarti
kedua belas pasangan saraf yang berhubungan dengan otak mencakup nervi
olfaktorii (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V),
abdusens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII), glosofaringeus (IX), vagus
(X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Gangguan saraf kranialis adalah gangguan
yang terjadi pada serabut saraf yang berawal dari otak atau batang otak, dan
mengakibatkan timbulnya keluhan ataupun gejala pada berbagai organ atau bagian
tubuh yang dipersarafinya.
II. 2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1) SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan
olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian
atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus
orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya
berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang
etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius
berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi
yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang
impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus.Serabut utama yang
menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain
bundle dan stria medularis talamus.
2) SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.
Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga
serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma
14
optikum dan sebaliknya. Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh
bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan
visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal
dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan
dengan kedua nuklei saraf okulomotorius.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga
serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk
kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut
tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan
penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
3) SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea
periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea
(Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-
otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin
sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot
siliaris.
4) SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius.
Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal
batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk
menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
5) SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan
serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot
temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang
utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya
15
mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar
dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga
luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6) SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian
bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf
abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
7) SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi
motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari
tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari
Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf
vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri
dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot
stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma.
8) SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut
aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-
serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran
berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat
transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus
superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari
utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut
auditorik di dalam kanalis fasialis.
9) SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius,
saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis
superior dan ekstrakranialis inferior.
16
10) SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau
jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah
foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen
dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
11) SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial
adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari
saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
12) SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi
garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum
hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan
mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.
II. 3. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
a. Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat
riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita
mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-
penyakit yang mengenai bagian basal lobus frontalis. Untuk menguji saraf
olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau,
parfum atau rempah-rempah.
b. Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan
perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
17
i. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan
gerakan tangan.
· Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan
tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa
dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang
bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
· Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada
jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
· Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat pada
jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
ii. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang
saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri /
kompimetri.
Tes Konfrontasi
- Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
- Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
- Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari
lapang pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana
mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap
lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
- Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
18
· Perimetri / kompimetri
- Lebih teliti dari tes konfrontasi
- Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
iii. Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf
occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil.
· Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak
memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk
melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini
pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan mengecil.
· Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya
mengecil dengan ukuran yang sama.
iv. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus
dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu
pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus
optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke
arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
v. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
c. Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
1. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak
19
mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis
dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata
yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk
kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
2. Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke
arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda
(diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus.
3. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
i. Bentuk dan ukuran pupil
ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri
Perbedaan Æ pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
iii. Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2. Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri)
kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut
konvergensi.
d. Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
1. gerak mata ke lateral bawah
2. strabismus konvergen
3. diplopia
20
e. Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
1. Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula.
Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan
sisi yang satu dengan sisi yang lain. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan
tusukan terasa tumpul. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul
kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin
kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi
pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan
lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama.
2. Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot
temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan
lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien
disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka
sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik
menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang terkena).
3. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
- Refleks kornea
a. Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain
kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan
atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada
mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut
kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal
dari N.VII.
21
b. Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata
pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual
ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana
yang rusak (aferen atau eferen).
- Refleks bersin (nasal refleks)
- Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut
secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa
diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak
ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya
pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
f. Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan
diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan
bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
g. Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah
(tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
· Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut
unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada
kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
· Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus
sardonicus tremor dan seterusnya ).
· Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Tes kekuatan otot
1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
22
2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa mencoba
membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3. Memperlihatkan gigi (asimetri)
4. Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5. meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
6. Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada
salah satu sisi lidah.
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka
suara-suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.
h. Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan
pemeriksaan fungsi vestibuler
1) Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen
atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya
inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan
menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan
untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes
Weber.
- Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus
mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar
letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna.
23
Dalam keadaan norma anda masih terdengar pada meatus akustikus
eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus akustikus
eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.
- Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan
normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi
dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar
lebih keras pada telinga yang abnormal.
2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan
lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon –
Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
i. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka
biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek
(kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung /
bindeng).
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah
komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian
belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada
pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali
dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara
refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan
kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai
adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh
batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
j. Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan
24
bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan
tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
k. Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan
diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang
halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral. Pasien
diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena)
jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi UMN dari N XII
biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN
bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
II.4. KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA
NERVUS CRANIALIS.
1) Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan
berapa gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat
unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui
adanya gangguan penciuman.
Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang
serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar
tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan
impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
· Agenesis traktus olfaktorius
· Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal
Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis
kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang
untuk seterusnya.
· Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
25
· Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”, biasanya
disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau
bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma vegio
orbital.
· Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak
· Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus
olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia,
sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis. Adenoma
hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
· Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik
atau ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang
sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena
kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk
pengecapan menjadi hilang.
2) Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan
lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat
mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus
optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus
optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan
dapat berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah
untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang
sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia. Berbagai macam
perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan saraf
optikus. Perubahan tersebut seperti tertera pada gambar 1.
26
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
1. Trauma Kepala
2. Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
3. Kelainan pembuluh darah
Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat
ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
4. Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
a. Papiledema (khususnya stadium dini)
Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada
tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak
ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi
stadium IV. Trombosis vena sentralis retina.
b. Atrofi optik
Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma, iskemia,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.
c. Neuritis optik.
3) Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata
tidak bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga
mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan
akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot
kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan
jatuh ( ptosis). Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di
bawah ini:
1. Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya
perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf
fasialis.
27
2. Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak adanya
perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
3. Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya
terjadi di perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan
nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor
serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark seperti
pada arteritis dan diabetes.
4) Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak
bisa bergerak kebawah dan kemedial. Ketika pasien melihat lurus kedepan atas,
sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien
melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah
tatapan kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan
sering disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5) Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak
bisa bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit
teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah
nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya
otot oblikus inferior. Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat
kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah
ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.
6) Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara
lain : Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek
kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia
28
trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat
sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus.
Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal
dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior
yang melingkari radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan
berupa trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan
abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7) Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
· Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
· Lesi LMN :
- Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
- Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis
kronik.
- Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma
Rumsay Hunt, dan otitis media.
· Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre,
mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
· Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada
lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini
sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot
wajah, kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan
rasa pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).
Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu
sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut
turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan
29
mengunyah dan menelan.
8) Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan
pendengaran dan keseimbangan (vertigo). Kelainan yang dapat menimbulkan
gangguan pada nervus VIII antara lain:
· Gangguan pendengaran, berupa :
- Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi
misal presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas
misal aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital
dan sifilis kongenital.
- Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan
penyakit Paget.
· Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
- Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan,
intoksikasi streptomisin.
- Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis
vestibularis.
- Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel
IV demielinisasi.
- Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9) Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat
mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis
dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat
pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot
menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke
esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.
30
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :
· Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
· Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)
· Pasca operasi trepansi serebelum
· Pasca operasi di daerah kranioservikal
10) Saraf Asesorius (N. XI)
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan
otot leher (otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun
sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan
iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus
terganggu.
11) Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang
otak, kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Pada kerusakan N. XII
pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi
unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat
istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.
MANIFESTASI DARI GANGGUAN SISTEM MOTORIK, SENSORIS dan
REFLEKS
Manifestasi klinis dari ganguan sistem motorik, sensoris & refleks cukup
banyak ditemukan di masyarakat. Suatu kelemahan ataupun kelumpuhan otot
dapat mengindikasi adanya kerusakan pada saraf motorik, sedangkan jika timbul
sensasi abnormal atau berkurangnya kepekaan rasa atau sensasi dapat
mengindikasi adanya kerusakan pada syaraf sensoris. Adapun refleks sangat
penting artinya dalam mendiagnosa dan melokalisasi lesi neuron.
Anamnesa
31
Langkah-langkah penting pada anamnesa
Beri salam pasien, memperkenalkan diri
Membuat pasien tidak canggung dengan menanyai hal-hal yang ringan
Identifikasi pasien, dengan cara yang sesuai
Menanyakan keluhan pasien yang membawa ke dokter, berapa lama keluhan
tersebut
Menanyakan bagaimana riwayat sakit
Menanyakan sakit sebelumnya, riwayat keluarga, pekerjaan, kebiasaan yang
mungkin terkait dengan sakit sekarang
Memastikan bahwa semua informasi yang diperlukan, yang akurat telah
diperoleh semua
Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan sebetulnya sudah dimulai saat pemeriksa / dokter bertemu
pasien pertama kali, selama observasi atau saat-saat tertentu, dokter dapat
memeriksa pasien, memperhatikan penampilan, cara bicara, sikap, keadaan
fisiologis atau psikologis; sesuai tujuan pemeriksaan.
Pemeriksaan dilakukan secara sistematik :
o inspeksi
o palpasi perkusi
o Auskultasi
Inspeksi
Inspeksi memakai indera mata. Bagian yang diperiksa harus terbuka;
diusahakan pasien sendiri yang membuka pakaiannya untuk pemeriksaan. Pakaian
sebaiknya tidak dibuka sekaligus, dibuka sebagian demi sebagian. Diperlukan
selimut untuk menutup bagian tubuh sementara (misalnya kaki, perut). Pada
inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak abnormal yang
tidak dapat dikendalikan.
Sikap
Bentuk
Perhatikan adanya deformitas.
Ukuran
32
Perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang
kanan. Orang dewasa yang mengalami lumpuh sejak masa kanak-kanak,
ukuran ekstremitas yang lumpuh lebih pendek daripada yang sehat. Kemudian
perhatikan besar (isi) kontur (bentuk) otot. Adakah atrofi atau hipertrofi.
Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot berkurang dan
bentuknya berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau
atrofi.
Gerakan abnormal yangtidak terkendali
Di antara gerakan abnormal yang tidak terkendali yang kita ialah: tremor,
khorea, atetose, distonia, balismus, spasme, fasikulasi, dan miokloni.
Tremor
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran,
yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara
bergantian. la dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor
yang perlu kita kenal ialah: tremor normal atau fisiologis; tremor halus
(disebut juga tremor toksik) dan tremor kasar.
Khorea
Pada khorea gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan
kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh
badan.
Atetose
Berlainan dari khorea yang gerakannya berlangsung cepat, mendadak, dan
terutama melibatkan bagian distal.
Balismus
Balismus (hemibalismus) ialah gerak otot yang datang sekonyong-konyong,
kasar dan cepat, dan terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya
proksimal.
Spasme
Spasmus merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot
yang biasanya disarafi oleh satu saraf
Tik (tic)
33
Tik merupakan suatu gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan
sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik.
Fasikulasi
Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat dan berkedut dari satu berkas
(fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik.
Miokloni
Miokloni ialah gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong-konyong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali.
Palpasi
Palpasi adalah melakukan tindakan meraba dengan satu atau dua tangan
atau jari tangan. Palpasi merupakan usaha untuk menegaskan apa yang dilihat,
disamping untuk
menemukan yang tidak terlihat
Palpasi membedakan :
o tekstur : dengan ujung jari (satu atau lebih), kasar, lembut, nodul
o dimensi : ukuran dengan penggaris
o konsistensi : dilakukan dengan ujung jari, tergantung densitas/ketegangan
jaringan : lunak, kenyal (seperti karet), keras (seperti batu)
o suhu : perkiraan, memakai punggung ujung jari (bagian tersebut kulit tipis,
banyak saraf), hangat, dingin
o apabila ditemukan benjolan, maka perlu diketahui apakah benjolan bergerak
atau tidak
o lembab, kering
o Ballotment : adalah mendeteksi benda yang bergerak dalam cairan
o Palpasi dapat juga menemukan getaran (thrill) misalnya pada pemeriksaan
struma yang hipertiroid. Juga pada atau pemeriksaan fremitus suara paru.
Palpasi pada Extremitas Inferior
Sebelum anda menyentuh bagian-bagian ekstremitas inferior mintalah
kepada penderita untuk memberi tahukan nada bila terasa sakit. Raba untuk:
34
o nyeri tekan
o panas
o pembengkakan
o fluktuasi (efusi)
o krepitasi (sensasi gemeretak/suara gesekan antara tulang dengan tulang).
Krepitasi biasanya berhubungan dengan fraktur atau osteoarthritis.
Tes ruang gerak sendi secara pasif dan aktif, (harus dilakukan dengan
lembut), apakah gerakan secara pasif sama jauhnya seperti gerakan aktif.
Keterbatasan ruang gerak sendi mungkin diakibatkan oleh :
o nyeri
o kaku otot
o kontraktur
o inflamasi
o penebalan struktur partikuler
o efusi kedalam rongga sendi
o pertumbuhan tulang / kartilago
o keadaan nyeri yang tidak berhubungan dengan sendi (mungkin otot / tulang)
Bandingkan temperatur kulit kaki, tungkai bawah dan paha. Rasakanlah
pulsasi arteria femoralis, poplitea, tibialis posterior, dan dorsalis pedis.
o Arteria femoralis dipalpasi pada pertengahan antara spina illiaca anterior
superior dan sympisis pubis tepat dibawah ligamentum inguinale.
o Arteri poplitea yang paling baik dipalpasi secara dalam pada fossa poplitea
sedikit ke sisi lateral antara tendon-tendon paha; penderita dalam posisi
mukanya menghadap ke bawah dengan lutut di fleksikan 90 derajad. Pulsus
poplitea terletak dalam fossa poplitea dapat diraba dengan sedikit
memfleksikan lutut.
o Posisi penderita untuk palpasi arteri poplitea. Pemeriksa menyangga tungkai
bawah penderita dalam keadaan fleksi hampir 90 derajat dengan satu lengan
dan mengadakan palpasi pada fossa poplitea dengan tangan lainnya. Pulsus
poplitea dapat hanya terasa hanya pada posisi ini
35
o Arteri tibialis posterior dapat diraba pada pertengahan antara tendon asiles dan
maleolus medialis. Pulsus tibialis posterior terletak postero inferior dari
maleolus medialis tibia
o Arteri dorsalis pedis terasa pada pertengahan antara mata kaki dan basis jari-
jari. Ini tepat sebelah lateral tendon muskulus ekstensor hallucis longus yang
terlihat apabila penderita mengadakan dorso fleksi ibu jari kakinya. Kadang-
kadang arteri dorsalis pedis dibentuk oleh ramus perforate arteri peronea, jika
demikian akan didapati pada posisi yang lebih ke lateral. Pulsus dorsalis pedis
terletak menyilang arkus dorsum pedis.
o Arteri tibialis anterior dapat terasa pada bagian lateral tendo muskuli extensor
halucis longus pertengahan antara maleoli. Mintalah penderita agar
menggerakkan ekstrimitasnya dalam jangkauan yang normal.
Palpasi pada Ekstremitas Superior
Rasakan pulsus radialis, ulnaris, brakialis dan aksilaris. Arteri radialis dan
ulnaris dapat diraba sebelah medial prosesus stiroideus radii et ulnae, masing –
masing pada permukaan volar pergelangan tangan. Palpasi arteri radialis dapat
dipalpasi untuk mengetahui kesimetrisan pulsasi. Jika keduanya teraba dan
normal, tidak perlu dinilai arteri brakialis kecuali untuk menentukan letak
stetoskop untuk sfigmomanometer.
Arteri brakialis terasa pada sebelah medial bagian sepertiga tengah lengan
atas dan pada bagian tengah fossa ante cubiti.Arteri aksilaris terasa paling baik
pada apeks aksila dengan lengan abduksi 900 pada bahu. Rasakanlah telapak
tangan dan perhatikan suhu serta kelembapannya. Mintalah pada penderita untuk
menggerakkan lengannya dalam jangkauan yang normal termasuk pergelangan
tangan, sendi siku dan sendi bahu. Neurofisiologi merupakan bagian dari bidang
Neurologi yang mempelajari sifat-sifat fisiologis saraf.
Adapun pemeriksaan neurofisiologis yang dapat dikerjakan antara lain
seperti : ENMG (Elektroneuromiografi) – biasa sering disebut EMG saja, EEG
(Elektroensefalografi), EP (Evoked Potensial-termasuk disini
SSEP/BAEP/VEP/MEP). Pada umumnya yang lazim dikerjakan di klinik sehari-
36
hari adalah : EMG, EEG, dan Evoked Potential (EP), tergantung dari keperluan
untuk menunjang diagnosa.
Belakangan ini, dari neurofisiologi klinik tersebut, dikembangkanlah alat
yang dinamakan Intraoperatif Neurofisiologi Monitoring. Gunanya adalah untuk
membantu dokter-dokter bedah (baik ahli bedah syarah, bedah tulang ataupun
THT) yang sedang melakukan tindakan operasi agar dapat meminimalisir risiko
operasi terhadap fungsi syaraf. Dalam naskah ini, pembahasan masalah diagnostik
lebih dititik beratkan pada EMG dan Evoked Potensial (terutama SSEP – Somato
Sensoric Evoked Potential) dan sifat pembahasan juga bersifat sangat superficial.
ENMG (ELEKTRONEUROMIOGRAFI)
EMG merupakan suatu pemeriksaan yang non-invasif dan dipergunakan
untuk memeriksa keadaan saraf perifer dan otot. Dan merupakan pelengkap dari
pemeiksaan klinis neurologis maupun pemeriksaan penunjang lain (mis. MRI),
sehingga dari hasil-hasil pemeriksaan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan.
Jangkauan pemeriksaan EMG adalah sesuai dengan gangguan Lower
Motor Neuron (LMN) yang meliputi cornu anterior, radiks, pleksus, saraf prefier,
paut saraf otot dan otot.
EMG klinik mempelajari:
- amplitudo potensial
- waktu/durasi potensial
- fase potensial
- recruitment (jumlah potensial yang dapat diaktifkan)
NEUROGRAFI, mempelajari :
- kecepatan hantar saraf (baik motorik maupun sensorik)
- F Wave
- H Refleks
SOMATO SENSERIC EVOKED POTENTIAL (SSEP)
37
Adalah pemeriksaan yang dipergunakan untuk melihat atau mempelajari
lesi-lesi yang letaknya lebih proksimal, sepanjang jaras somato-sensorik (dengan
kata lain yang tidak terjangkau dengan EMG – jadi dapat yang bersifat Upper
Neuron/UMN).\
INTRAOPERATIF NEUROFISIOLOGIK MONITORING
Suatu tindakan yang dikerjakan akan menempuh resiko. Lapangan
intraoperatif merupakan satu bagian yang penuh dengan resiko dan pembedahan
itu sendiri dapat menimbulkan berbagai resiko pada system persyarafan dan
anggota gerak. Pembiusan (anaesthesia) diaplikasikan untuk mencapai
penekanan /supresi pada fungsi motorik dan sensorik pasien selama proses
pembedahan, namun supresi tersebut tidak mampu memberikan informasi klinis
dini/memberi peringatan dini kepada operator jika terjadi bahaya yang
mengancam, yang tepat pada waktunya.
Sebagai metode alternatif dari monitoring dan untuk menjaga keselamatan
fungsi syaraf dari seorang pasien yang pada saat sedang dalam keadaan terbius
total, merupakan tujuan dari intraoperatif neurofisiologik monitoring.
Intraoperatif Neurofisiologik Monitoring merupakan bagian dari neurofisiologi
yang tergolong berusia masih sangat muda. Alat ini baru dipergunakan sejak
tahun 1994 di Amerika Serikat. Idealnya adalah bahwa prosedur monitoring ini
tidak menambah resiko dari pembedahan, akan tetapi sebaliknya dapat
menunjukan manfaat yang positif dalam mengurangi insiden yang dapat
membahayakan system persyarafan.
Suatu tujuan dari intraoperatif neurofisiologik monitoring yaitu
mendeteksi pada saat yang tepat setiap terjadi kemundurang fungsi pada system
persarafan yang dapat terjadi selama operasi berlangsung, sehingga dapat segera
kepada operator untuk segera memodifikasi tindakan pembedahan agar fungsi
dapat tetap terpelihara.
Manfaat
38
Adapun kegunaan intraoperatif neurofisiologik monitoring ini sangatlah
luas. Dengan kemajuan teknologi kedokteran dan komputer yang demikian
canggih, maka terciptalah alat ini yang dapat mengawal setiap fungsi syaraf dalam
berbagai tindakan pembedahan.
Jenis-jenis teknik neurofisiologik monitoring
- EEG (Somato Sensoric Evoked Potential)
- BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potential)
- MEP (Motor Evoked Potential)
- NAP (Nerve Action Potential)
Dengan tersedianya bermacam-macam jenis pemeriksaan neurofisiologik
yang ada, maka kita dapat memilih/melakukan setting yang diperlukan untuk
memonitoring suatu jenis tindakan pembedahan/invasi yang akan dilakukan.
Kesimpulan
Neurofisiologi merupakan bagian dari disiplin ilmu neurology yang
mempunyai lapangan begitu luas. Suatu diagnosa dapat dibantu untuk ditegakan
dengan mempelajari fisiologi/faal dari saraf. Juga dengan semakin
berkembangnya ilmu kedokteran, maka neurofisiologi ini dapat dipergunakan
dalam memonitoring suatu tindakan pembedahan, sehingga dapat memperkecil
risiko tindakan.
BAB II
PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK
39
Sistem motorik adalah suatu system yang mengontrol atau yang mengatur
hal ikhwal yang berkaitan dengan otot skeletal yang terdiri dari unsur saraf dan
muscular.
Pemeriksaan fisik/ fisik diagnosis
Pemeriksaan motoris, sensoris maupun refleks palpasi sangat penting
artinya dalam klinis. Pada saat palpasi pasien diminta mengistirahatkan ototnya
kemudian ototnya dipalpasi dengan tujuan untuk menentukan konsistensi dan
adanya nyeri tekan. Sekelompok otot dapat dirasakan lebih keras ataupun lebih
lembek pada palpasi. Sedangkan nyeri tekan otot merupakan gejala miositis, jejas
otot, keletihan karena terlampau lama diam dalam sikap tertentu atau terlalu lama
dalam keadaan spasmus reflektorik,dll.
Sistem motorik meliputi beberapa komponen :
Neuron Sentral : merupakan neuron neuron dari korteks motorik ke inti inti
saraf di batang otak dan medulla spinalis. Neuron sentral ini disebut UMN
(Upper Motor Neuron).
Neuron Perifer : merupakan neuron saraf dari inti motorik di batang otak dan
medulla spinalis ke otot. Neuron Perifer ini disebut LMN (Lower Motor
Neuron).
Motoric End Plate merupakan penghubung antara neuron dan otot.
Otot.
SUSUNAN SOMATO MOTORIK
40
UNSUR SARAF UNSUR MUSKULER
UMN LMN MOTORIC END PLATE OTOT
SKELETAL
SUS. PIRAMIDAL SUS. EKSTRA PIRAMIDAL
Upper Motor Neuron (UMN)
Rangsangan saraf yang disalurkan melalui saraf disebut Impuls. Impuls ini
disampaikan ke otot untuk menghasilkan gerakan gerakan otot disebut impuls
motorik. Semua neuron di korteks serebri yang menyalurkan impuls motorik ke
inti motorik di LMN tergolong dalam UMN.
UMN ini disusun oleh
Susunan pyramidal
Susunan ekstra pyramidal
Susunan Pyramidal
Dimulai dari sel sel neuron di lapisan ke 5 korteks presentralis (area 4
Broadman) dan akson aksonnya menyusun system pyramidalis. Neuron neuron
tersebut tertata didaerah gyrus presentralis yang mengatur gerakan otot tubuh
tertentu dinamakan Penataan Somatotropik. Akson akson neuron di gyrus
presentralis menuju ke neuron neuron yang menyusun inti saraf otak motorik dan
neuron neuron yang terletak di kornu anterior seluruh medulla spnalis . hubungan
akson tersebut bersifat monosinaptik dan kontralateral.
Akson ini membentuk suatu berkas yang disebut TRAKTUS
PYRAMIDALIS yang terdiri dari:
Serabut kortikobulbaris (ke inti motorik saraf otak)
Serabut kortikospinalis (ke kornu anterior medulla spinalis)
41
Gerakan yang dibangkitkan oleh impuls pyramidalis menimbulkan
gerakan yang bersifat :
Halus, luwes, tepat dan khusus.
Melibatkan otot otot distal lebih sering dari pada otot proksimal
Lebih banyak mempengaruhi fungsi anggota gerak atas dari pada anggota
gerak bawah.
Terutama mengelola motor unit yang kecil secara kontralateral.
Susunan Ekstra Pyramidal
Impuls-impuls ekstrapyramidal sebelum tiba di motoneuron terlebih
dahulu mengalami berbagai pengolaha & perubahan di inti-inti yang dalam.
Inti inti yang menyusun ekstrapyramidal :
Korteks motorik tambahan (area 4, 6, 8 )
Ganglia basalis : nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus, substansia
nigra, korpus subtalamikum (Luysii), nucleus ventrolateralis Talami.\
Nucleus Ruber & substansia retikularis atang otak.
Serebellum
System ekstrapiramidalis ini dibagi atas 3 lintasan :
Lintasan Sirkuit Pertama
Lingkaran yang disusun oleh jaras jaras penghubung berbagai inti
melewati korteks piramidalis (area 4 ) , area 6, oliva inferior, inti inti pontis,
korteks serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis talami,
korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis.
Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK kepada korteks pyramidalis
& ekstrapiramidalis yang berasal dari korteks serebellum. Gangguan feedback
lintasan ini timbul :
o Ataksia
o Dismetria
o Tremor sewaktu gerakan volunteer berlangsung.
Lintasan Sirkuit Kedua
42
Menghubungkan korteks area 4S & area 6 dengan korteks motorik
piramidalis & ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus pallidus, nucleus
ventrolateralis talami.
Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis untuk
mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis & ekstrapiramidakis, agar
gerakan volunteer yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai. Gangguan
pada substansia nigra menimbulkan :
o Tremor sewaktu istrahat
o Gejala-gejala motorik lain : sering ditemukan pada sindroma Parkinson
Lintasan Sirkuit Ketiga
Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S untuk
diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus & nucleus
ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh
nucleus ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis &
ekstrapiramidalis (area 6). Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI .
sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus Luysii.
Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka :
- Timbul gerakan involunter ( gerakan spontan yang tidak dapat dikendalikan)
o Khorea
o Atetosis
Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus pallidus
o Balismus akibat lesi di Nukleus Luysii
Peranan / aktivitas susunan ekstrapiramidal :
- Mengurus regulasi & integrasi gerakan sekutu / mengurus komponen tonik
dari gerakan volunteer.
- Mengintegrasikan aktivitas serebellum dalam perencanaan untuk mencetuskan
impuls motorik involunter & volunter.
Gangguan pergerakan UMN memberikan gejala gejala berupa :
- Parese / paralysis
- Spastis, tonus meninggi & clonus (kaki & lutut)
43
- Hyper-refleksia
- Reflex patologi (+)
- Tidak ada atropi tapi bisa terdapat disuse atropi
LOWER MOTOR NEURON (LMN)
Merupakan neuron susunan neuromuskulus yang langsung berhubungan
dengan otot. LMN dapat dijumpai pada batang otak sebagai sel-sel motorik dari
inti saraf dan pada medulla spinalis sebagai sel-sel motorik di cornu anterior.
Gangguan pergerakan LMN terjadi apabila lesi paralysis terdapat pada
Motoneuron, Neuroaxis (axon), Motor end plate & Otot.
Gejala-gejala berupa :
- Parese/ paralysis yang sifatnya flaccid (lemas)
- Arefleksia
- Tidak ada refleks patologis
- Timbul atropi oto
Perbedaan UMN & LMN
UMN LMN
Kekuatan Parese - Paralisis Parese – Paralisis
Tonus Meningkat /Spastik
Clonus (+)
Menurun Flaccid
Refleks Fisiologis Menigkat Menurun – hilang
Refleks Patologi + -
Atropi Disuse Atropi (+)
A. PEMERIKSAAN FISIK / FISIK DIAGNOSTIK
Baik dalam pemeriksaan motoris, sensoris maupun refleks palpasi sangat
penting artinya dalam klinis. Pada saat palpasi, Pasien diminta mengistirahatkan
44
ototnya kemudian ototnya dipalpasi dengan tujuan untuk menentukan: Konsistensi
dan adanya nyeri tekan. Sekelompok otot dapat dirasakan lebih keras ataupun
lebih lembek pada palpasi. Adapun arti klinisnya antara lain:
Konsistensi keras pada :
spasmus otot
perubahan patologik pada otot sendiri seperti miotonia, penyakit
McArdle,dll.
kelumpuhan UMN
gangguan gerakan akibat lesi UMN pada susunan ekstrapiramidalis yang
diikuti rigiditas.
kontraktur otot.
Konsistensi lembek pada :
kelumpuhan LMN akibat denervasi otot .
kelumpuhan LMN akibat lesi di motor end plate
Sedangkan nyeri tekan otot merupakan gejala miositis, jejas otot, keletihan
karena terlampau lama diam dalam sikap tertentu atau terlalu lama dalam keadaan
spasmus reflektorik, dll.
Nilai tonus otot pada berbagai posisi anggota gerak
Urutan tindakan pemeriksaan motorik :
1. Observasi
2. Ketangkasan gerakan Volunter
3. Status otot skeletal
4. Tonus Otot
Observasi
45
– Gaya berjalan
– Sikap pasien
– Simetris/ asymetris sikap tubuh
46
47
48
Ketangkasan gerakan Volunter
• Yaitu untuk mengetahui apakah pasien masihdapat menekukkan lengannya di
sendi siku, mengangkat lengan di sendi bahu, mengepal & meluruskan jari –
jari tangan.
• Demikian pula untuk tungkai, apakah pasien dapat menekukkan tungkainya di
sendi lutut & panggul serta menggerakkan jari kakinya. Status otot skeletal
Atropi otot : yaitu hilangnya / mengecilnya bentuk otot yang disebabkan oleh
musnahnya serabut otot
– Atropi neurogenik : karena kerusakan disalah satu
komponen motorneuron yaitu di motorneuronnya sendiri
atau aksonnya.
– Atropi miogenik : atropi oleh karena penyakit otot.
Ditemukan pada:
– distropia muskulorum
– miositis
– miopatia
Status otot skeletal
Atropi otot
• Atropi artrogenik : akibat artropatia atau arthritis, otot-otot disekitar
persendian yang terkena menjadi atropik.
• Disuse atropi : akibat anggota gerak yang lama sekali tidak digunakan.
Biasanya ditemukan pada :
– Anggota gerak yang lama dibungkus gips
– Penyakit sistemik menahun
49
Hipertropi otot
– Hipertropi tulen : kontraksi otot yang berlangsung berulangulang & terus
menerus. Misalnya : tortikolis spasmodic disini otot sternokleidomastoideus
menjadi besar.
• Pseudohipertropi : bertambahnya jaringan lemak & pengikat, sehingga
konsistensinya lembik dan tenaga berkurang. Misalnya : distrofi muskulorum
progresiva
Fasikulasi :
Kedutan kedutan kulit yang timbul secara cepat tapi sejenak. Ini disebabkan oleh
kontraksi sekelompok serabut otot yang berada dibawah kulit tersebut. Mioklonia
yaitu fasikulasi yang benigna, kedutan kulit yang timbul tidak secepat gerakan
fasikulasi & berlangsung lebih lama.
– Perubahan konsistensi otot
• Konsistensi otot yang keras oleh karena spasmus otot disebabkan oleh
kelumpuhan UMN, kontraktur otot.
• Konsistensi otot yang lembik kelumpuhan LMN
– Nyeri tekan otot
• Gejala miosistis, jejas otot
• Keletihan karena terlampau lama berdiam dalam sikap tertentu
• Dalam keadaan spasmus secara reflektorik
– Efek otot terhadap perkusi
• Mioedema : penimbulan sejenak tempat yang telah diperkusi dapat
dijumpai pada :
– orang sehat tertentu (jarang)
– penderita miksedema
– penderita dengan keadaan gizi buruk
• Reaksi miotonik : dapat dibangkitkan pada penderita miotonia. Tempat
yang diperkusi menjadi ekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi
otot yang bersangkutan lebih lama.
50
Tonus Otot
Yaitu tegangan / tahanan otot saat relaksasi /kendor terhadap gerakan pasif.
Syarat pemeriksaan:
• Pasien harus tenang dan bersikap santai
• Ruang periksa harus tenang, tidak terlalu dingin atau panas
PENILAIAN TONUS OTOT :
» Normal
» Meningkat
» Menurun
Tonus sangat meningkat berarti pemeriksa mendapat kesulitan untuk menekukkan
dan meluruskan lengan & tungkai di sendi siku & lutut.
51
• Apabila terdapat tahanan yang terasa secara sinambung , maka tonus otot yang
meningkat itu disebut SPASTISITAS.
• Bila tahanan itu hilang timbul secara berselingan sewaktu bagian anggota
gerak ditekuk dan diluruskan disebut RIGIDITAS. 12
• Apabila terdapat tahanan yang terasa secara sinambung , maka tonus otot yang
meningkat itu disebut SPASTISITAS.
• Bila tahanan itu hilang timbul secara berselingan sewaktu bagian anggota
gerak ditekuk dan diluruskan disebut RIGIDITAS.
Tindakan pemeriksaan tonus otot lainnya yaitu
Test “Kepala Jatuh”
• Kepala pasien yang berbaring terlentang diangkat dengan tangan kanan
pemeriksa, kemudian kepala dilepaskan dan ditangkap oleh tangan kiri si
pemeriksa yang sudah disiapkan untuk menangkap kepala yang jatuh itu.
• Pada spastisitas & rigiditas kepala tidak langsung jatuh.
• Jika tonus rendah, kepala langsung jatuh.
Test tungkai Bergoyang Menurut Wartenberg
• Pasien diperiksa sambil duduk dengan kedua tungkai digantung, kemudian
sipemeriksa meluruskan salah satu tungkai pasien dan secara tiba-tiba tungkai
itu dilepaskan.
• Tungkai bawah pasien akan bergoyang – goyang kian kemari bagaikan bandul
lonceng jika ada hipotonia.
• Bila hipertonia maka gerakan hanya dua tiga kali saja kemudian berhenti
bergoyang
52
• Hipotonia : pada palpasi sekelompok otot terasa kendor, anggota gerak dapat
digoyangkan dengan mudah & tahanan otot sewaktu difleksikan &
diekstensikan tak terasa.
• Refleks tendon menurun / tidak ada. Terdapat pada :
• Kelainan LMN poliomyelitis, polyneuritis, lesi traumatic saraf perifer,
distrofi muskulorum progresif.
• Penyakit serebellar
• Lesi transversal medulla spinalis spinalis akut.
Hipertonia : keadaan tonus otot yang meninggi dapat bersifat spastic / rigid.
– Spastisitas : tahanan yang berlangsung secara sinambung sewaktu gerakan
fleksi & ekstensi anggota gerak dilakukan.
– Refleks tendon meningkat.
– Tenaga otot menurun.
53
• Rigiditas : hipertonia yang pada penilaian tonus otot dirasakan adanya tahanan
yang hilang timbul secara berselingan.
• Refleks tendon tidak terlalu meningkat.
Kekuatan Otot :
• Penilaian kekuatan otot ini merupakan salah satu pemeriksaan yang harus
dilakukan pada pemeriksaan neurology.
• Kekuatan otot yang diperiksa :
– Sewaktu otot melakukan gerakan (power, kinetic)
– Sewaktu menahan / menghambat / melawan gerakan (static).
– Kadang kelemahan otot baru diketahui bila penderita disuruh melakukan
serentetan gerakan pada satu periode (endurance).
• Untuk melakukan pemeriksaan kekuatan otot harus diketahui fungsi masing
masing otot yang diperiksa.
Penilaian kekuatan otot :
• 0 : Tidak ada kontraksi otot.
• 1 : Kontraksi otot tanpa gerakan yang nyata 0 – 10%
• 2 : Dapat menggerakkan / menggeser lengan tanpa adanya beban 11 – 25%
• 3 : Dapat mengangkat lengan melawan gaya berat 26 – 50%
• 4 : Dapat mengangkat lengan ditambah dengan tahanan 51 – 75 %
• 5 : Dapat mengangkat lengan melawan gaya berat & beban tahanan
maksimum beberapa kali tanpa tanda-tanda kelelahan 76 – 100%.
54
55
TES-TES KHUSUS PADA PEMERIKSAAN MOTORIK
Pemeriksaan kekuatan otot.
Penderajatan tenaga otot antara yang normal dan subnormal adalah yang
paling sukar. Sedangkan penderajatan antara lumpuh total dan normal adalah yang
paling mudah. Dalam melakukan penderajatan dapat digunakan 4 metode yang
sedikit berbeda:
56
Pasien disuruh menahan usaha si pemeriksa untuk menggerakan salah satu
anggota geraknya.
Pasien diminta untuk menggerakan bagian anggota geraknya dan si pemeriksa
menahan gerakan yang akan dilaksanakan pasien itu.
Pasien diminta untuk melakukan gerakan kearah yang melawan gaya tarik
bumi (gravitasi bumi).
Gerakan-gerakan voluntary yang harus dinilai secara umum adalah sebagai
berikut:
Pada extremitas tubuh bagian atas:
Ekstensi dan fleksi di sendi siku:
Penggerak utama pada gerakan eksentasi sendi siku adalah otot triseps
(C6,7,8).
Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi siku adalah otot biseps
(C5,6).
57
Gambar 1 : pemeriksaan ekstensi dan fleksi sendi siku
Ekstensi dan fleksi di pergelangan tangan.
Penggerak utama pada gerakan eksentasi pergelangan tangan adalah
otot ekstensor karpi radialis dan otot ekstensor karpi ulnaris yang
diinervasi oleh N.radialis.
58
Gambar 2: pemeriksaan ekstensi sendi pergelangan tangan
Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi pergelangan tangan adalah
otot fleksor karpi radialis (C6-7, N.medianus) dan otot fleksor karpi
ulnaris.
59
Gambar 3 : pemeriksaan fleksi sendi pergelangan tangan
Abduksi dan aduksi pada jari-jari tangan
Penggerak utama pada gerakan abduksi jari-jari tangan adalah otot-otot
interossei dorsalis yang diinervasi oleh N.ulnaris.
Gambar 4: pemeriksaan abduksi jari-jari tangan
Penggerak utama pada gerakan adduksi jari-jari tangan adalah otot-otot
interossei palmaris yang diinervasi oleh N.ulnaris.
60
Gambar 5: pemeriksaan adduksi jari-jari tangan
Ekstensi dan fleksi jari-jari tangan.
Penggerak utama pada gerakan ekstensi jari-jari tangan adalah otot-
otot ekstensordigitorum diinervasi oleh N.radialis
Penggerak utama pada gerakan fleksi jari-jari tangan adalah otot-otot
flexsor digitorum profundus yang diinervasi oleh N.ulnaris dan
N.medianus.
Gambar 6: pemeriksaan ekstensi dan fleksi jari-jari tangan
Pada ekstremitas tubuh bagian bawah.
Ekstensi dan fleksi pada sendi panggul.
Penggerak utama pada ekstensi sendi panggul adalah otot gluteus
maksimus diinervasi oleh N.gluteus inferior.
61
Gambar 7: pemeriksaan ekstensi pada sendi panggul
Penggerak utama pada fleksi sendi panggul adalah otot-otot illiopsoas
yang diinervasi oleh N.femoralis.
62
Gambar 8: pemeriksaan fleksi pada sendi panggul
Ekstensi dan fleksi pada sendi lutut
Penggerak utama pada gerakan ekstensi sendi lutut adalah otot
quadriceps femoris yang diinervasi oleh N.femoralis.
.
63
Gambar 9 : pemeriksaan ekstensi pada lutut
Penggerak utama pada gerakan fleksi sendi lutut adalah Hamstring
muscle yang diinervasi oleh N.ischiadicus.
Gambar 10 : pemeriksaan fleksi pada lutut
Abduksi dan adduksi pada kaki
Penggerak utama pada gerakan abduksi kaki adalah otot-otot abductor
paha (otot gluteus maksimus,gluteus medius,dan gluteus minimus)
yang diinervasi oleh N.gluteus superior.
64
Gambar 11 : pemeriksaan abduksi pada kaki
Penggerak utama pada gerakan adduksi adalah otot-otot adductor (otot
pektineus,adductor longus,adductor brevis,adductor
magnus,grasilis,obturator eksternus) yang di inervasi oleh
N.obturatorius.
65
Gambar 12 : pemeriksaan adduksi pada sendi panggul
Dorsofleksi dan plantarfleksi pada kaki.
Penggerak utama pada gerakan dorsofleksi pada kaki adalah otot
tibialis anterior yang diinervasi oleh N.peroneus profundus.
66
Gambar 13: pemeriksaan dorsofleksi kaki
Penggerak utama pada gerakan plantarfleksi pada kaki adalah otot
gastroknemius dan soleus yang di inervasi oleh N.tibialis.
Gambar 14 : pemeriksaan plantarfleksi kaki
67
Pada pemeriksaan kekuatan otot selalu pemeriksa memberikan penahanan
yang berlawanan terhadap gerakan yang di lakukan oleh pasien.
Pemeriksaan tonus
Test kepala jatuh
Kepala pasien yang berbaring terlentang di angkat dengan tangan
kanan pemeriksa
Kepala dilepaskan dan di tangkap oleh tangan kiri pemeriksa.
Pada adanya spastisitas dan rigiditas kepala tidak langsung jatuh,akan
tetapi jika tonus otot rendah,kepala langsung jatuh di tangan pemeriksa
yang telah di siapkan.
Test lenggang lengan
Pasien di periksa sambil berdiri.
Kedua tangan pemeriksa di tempatkan di kedua bahu pasien atau kedua
samping pinggang pasien.
Kemudian badan pasien digelengkan kekanan dan kiri berselingan
berulang kali.
Jika terdapat hipotoni kedua lengan pasien akan berlenggang secara
pasif dan mudah.
Jika hipertoni maka lengan tampak kaku dan sudut ayunan lengan
kecil.
Test menggoyang-goyangkan tangan.
Lengan pasien di pegang oleh tangan pemeriksa di pertengahan lengan
bawah.
Tangan berikut jari-jari pasien di goyang-goyangkan secara pasif
dengan menggerak-gerakkanlengan bawah pasien.
Jika terdapat hipotoni tangan pasien akan jatuh lunglai secara pasif
searah dengan arah gerakan lengan bawah.
68
Jika hipertoni garakan tangan di persendian tidak berjalan dengan
lancer dan jari-jarinya tidak mengikuti gerakan tangan,melainkan akan
tetap lurus.
Test lengan jatuh.
Lengan pasien di angkat secara pasif oleh pemeriksa
Lalu di lepaskan secara tiba-tiba
Jika hipotonia lengan pasien akan jatuh lunglai,tetapi jika tunus otot
meningkat maka lengan tidak langsung jatuh
Pada adanya paresis UMN ringan,lengan yang diangkat secara pasif
keatas bahu dan kemudian dijatuhkan,akan jatuh dalam posisi pronasi
Test tungkai bergoyang-goyang menurut wartenberg
Pasien di periksa sambil duduk dengan kedua tungkainya di gantung
Kemudian pemeriksa meluruskan salah satu tungkai pasien dan secara
tiba-tiba tungkai itu di lepaskan
Jika terdapat hipotonia maka tungkai bawah pasien akan bergoyang
kesana kemari seperti bandul lonceng
Jika terdapat hipertonia maka tungkai bawah pasien hanya bergoyang
dua tiga kali saja lalu dengan jangkauan gerakan pendularnya tidak
jauh.
Test tungkai jatuh
Pasien diperiksa dalam sikap telentang.
Salah satu tungkai pasien dalam sikap lurus di angkat secara pasif
dengan tangan kanan pemeriksa
Tungkai tersebut di lepaskan dan tangan kiri pemeriksa siap untuk
menangkap tersebut secara pasif.
Jika terdapat hipotonia tungkai bawah langsung jatuh yang di susul
kemudian oleh tungkai atas.
69
Jika terdapat hipertonia,maka jatuhnya tungkai berlangsung lambat dan
sewaktu tungkai jatuh masih dalam keadaan lurus.
Pemeriksaan tambahan khusus
Pada umumnya kelumpuhan yang ringan sekali nampak pada pasien
sebagai gangguan ketangkasan,misalnya kesukaran menutup dan membuka
kancing baju,kesukaran menggantungkan pakaian,kesukaran memakai atau
melepaskan sandal,dll.Oleh karena itu sangat penting melakukan pemeriksaan
tambahan sebagai berikut:
Test pronasi ringan
Lengan yang paretic UMN cenderung selalu berpronasi.Kecenderungan ini
tampak dengan jelas pada para penderita khorea-atetosis dan hemiparesis
akibat lesi di traktus piramidalis.
Tanda pronasi menurut strumpell
Gerakan fleksi lengan bawah di sendi siku secara volunteer akan
disusul dengan berpronasinyalengan bawah
Pada paresis UMN, telapak tangan tidak menghadap ke bahu,
melainkan dorsum manus yang menghadap ke bahu.
Test sikap tangan sembahyang
Sebagai posisi awal, kedua tangan di angkat dalam sikap
sembahyang cara islam
Lalu kedua lengannya di angkat dengan posisi yang tidak diubah.
Setelah kedua tangan berada di atas kepala,jari-jari kedua
tangannya harus menyentuh satu dengan yang lain
Pada orang yang hemiparetik UMN tidak dapat berbuat demikian
oleh karena tangan yang paretic UMN akan berpronasi sehingga
jari-jari kedua tangan tidak dapat bersentuhan secara sepadan
Test menggoyang-goyangkan lengan
Kedua lengan di luruskan kedepan dan telapak tangan terbuka
keatas
70
Lalu kedua lengan tersebut di goyang-goyangkan ke atas
Pada orang dengan hemiparesis UMN ringan, setelah beberapa kali
digoyangkan keatas , lengan yang paretic akan merubah posisi dari
sikap lengan lurus ke depan menjadi pronasi.
Test deviasi lengan
Pasien di minta untuk meluruskan kedua lengannya secara horizontal
ke depan.
Dengan kedua mata tertutup ia harus mempertahankan sikap tersebut
Lengan yang paretic UMN ringan akan menurun dan menyimpang
dalam mempertahankan sikap tersebut.
Apabila paresis itu sudah cukup jelas, test ini tidak perlu dilakukan
Tanda tungkai Barre
Pasien disuruh berbaring terlungkup, lalu kedua tungkai bawahnya
harus ditekuk disendi lutut hingga hampir tegak lurus terhadap sendi
lutut.
Dalam posisi tersebut, tungkai yang paretic akan langsung jatuh, tetapi
jika paresinya ringan maka jatuhnya akan berangsur-angsur.
Hal ini dapat lebih diperjelas jika kedua tungkai bawah ditekuk hingga
membentuk sudut 45 terhadap bidang landasan.
Posisi tersebut diatas dipertahankan dengan bantuan pemeriksa, yang
mana suatu saat bantuan tersebut dilepaskan sehingga tungkai yang
paretic ringan akan segera jatuh.
Test lutut jatuh menurut wartenberg
Pasien disuruh berbaring terlentang dengan kedua tungkai diluruskan.
Sehelai kertas ditempatkan di bawah kedua kaki(tumit) pasien sebagai
landasan yang licin.
Lalu pasien diminta untuk menekuk lututnya.
Kaki yang sehat dapat melakukan gerakan tersebut akan tetapi tungkai
yang paretic UMN tidak dapat mempertahankan tertekuknya
71
lutut,sehingga lutut Jatuh dan kaki meluncur di atas kertas landasan
tersebut.
Test menggoyang-goyangkan lengan
Kedua lengan di luruskan kedepan dan telapak tangan terbuka
keatas
Lalu kedua lengan tersebut di goyang-goyangkan ke atas
Pada orang dengan hemiparesis UMN ringan, setelah beberapa kali
digoyangkan keatas , lengan yang paretic akan merubah posisi dari
sikap lengan lurus ke depan menjadi pronasi.
Test deviasi lengan
Pasien di minta untuk meluruskan kedua lengannya secara horizontal
ke depan.
Dengan kedua mata tertutup ia harus mempertahankan sikap tersebut
Lengan yang paretic UMN ringan akan menurun dan menyimpang
dalam mempertahankan sikap tersebut.
Apabila paresis itu sudah cukup jelas, test ini tidak perlu dilakukan
Tanda tungkai Barre
Pasien disuruh berbaring terlungkup, lalu kedua tungkai bawahnya
harus ditekuk disendi lutut hingga hampir tegak lurus terhadap sendi
lutut.
Dalam posisi tersebut, tungkai yang paretic akan langsung jatuh,
tetapi jika paresinya ringan maka jatuhnya akan berangsur-angsur.
Hal ini dapat lebih diperjelas jika kedua tungkai bawah ditekuk
hingga membentuk sudut 45 terhadap bidang landasan.
Posisi tersebut diatas dipertahankan dengan bantuan pemeriksa, yang
mana suatu saat bantuan tersebut dilepaskan sehingga tungkai yang
paretic ringan akan segera jatuh.
Test lutut jatuh menurut wartenberg
72
Pasien disuruh berbaring terlentang dengan kedua tungkai
diluruskan.
Sehelai kertas ditempatkan di bawah kedua kaki(tumit) pasien
sebagai landasan yang licin.
Lalu pasien diminta untuk menekuk lututnya.
Kaki yang sehat dapat melakukan gerakan tersebut akan tetapi
tungkai yang paretic UMN tidak dapat mempertahankan tertekuknya
lutut,sehingga lutut Jatuh dan kaki meluncur di atas kertas landasan
tersebut.
Tes tumit-lutut-ibu jari kaki (heel toknee to toe test )
- Pasien diminta menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut tungkai
lainnya.
- lalu tumit tersebut harus melunjur dari lutut ke pergelangan kaki
melalui tulang tibia dan akhirnya memanjat dorsum pedis untuk
menyentuh ibu jari.
- Tes ini dilakukan kedua tungkai secara bergiliran.
- Pada gangguan serebral tumit jatuh di paha ataupun disamping lutut
dan akhirnya tumit dijatuhkan diatas jari-jari kaki bukan diatas ibu jari
Tes ibu jari kaki-jari telunjuk
Pasien diminta untuk menyentuh ibu jari telunjuk pemeriksa dengan ibu
jari kakinya secara berulang-ulang.
Test untuk mengungkapkan Disdiadokhokinesia
Diadhokhokinesia adalah kemampuan untuk untuk melakukan gerakan
secara berselingan .
Pasien diminta untuk mempronasi-supinasikan tangan, menepuk-nepuk
paha atau membolak-balikan tangan diatas paha secara berulang-ulang.
Kecanggungan melakukan gerakan tersebut menandakan adanya gangguan
diadokhokinesia yang disebut disdiadokhokinesia.
Test Rebound
73
Pasien diminta untuk mengaduksi pada bahu, fleksi pada siku dan supinasi
lengan bawah.
Siku difiksasi atau diletakkan pada meja periksa.
Kemudian pemeriksa menarik lengan bawah tersebut dan pasien diminta
untuk menahannya.
Lalu dengan mendadak pemeriksa melepaskan tarikan tersebut sehingga
lengan bawah pasien terlanjur berfleksi.
Pada orang dengan gangguan serebral ia akan terlanjur memukul pipinya
sendiri setelah pemeriksamelepaskan tarikan secara mendadak.
BAB III
PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIS
74
Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan dengan sekitarnya.
Sistem sensorik merupakan suatu system yang terdiri atas somesesia (perasaan
yang dirasakan pada bagian tubuh yang berasal dari somato pleura) :kulit, tulang,
periosteum, tendon, otot, kecuali: panca indra (penghirupan, penglihatan,
pengecapan, pendengaran, keseimbangan) dan viseroestesia yang mencakup
visceropleura (usus, paru, limpa, dan sebagainya)
Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada
waktu-waktu tertentu, misalnya nyeri kalau dingin, dan juga faktor-faktor yang
dapat mencetuskan kelainan ini. Kata parestesia merupakan perasaan abnormal
yang timbul spontan, biasanya ini berbentuk rasa dingin, panas, semutan, ditusuk-
tusuk, rasa berat, rasa ditekan atau rasa gatal.
1. RESEPTOR SENSORIS
Reseptor sensoris berupa sel-sel khusus atau proses sel yang memberikan
informasi tentang kondisi didalam dan diluar tubuh kepada susunan saraf pusat.
Indera peraba pada kulit adalah indera yang digunakan untuk merasakan
sensitivitas temperatur, nyeri, sentuhan, tekanan, getaran, dan propriosepsi. Indera
peraba di kulit memiliki reseptor yang tersebar di seluruh tubuh dan terdiri dari
struktur yang sederhana. Beberapa informasi dikirim di susunan saraf pusat dan
sampai pada kortek sensoris primer sehingga kita bisa mengetahui ataupun
mengenal rangsangannya. Rangsangan sensoris dapat kita interpretasikan melalui
frekuensi-frekuensi basis setelah terjadi potensial aksi. Datangnya informasi atau
rangsangan pada kulit kita itulah yang dinamakan sensasi, dan saat kita mengenal
rangsangan yang datang dari kulit kita inilah yang dinamakan persepsi.(7)
Reseptor pada kulit dapat dibagi menjadi tiga macam antara lain
exteroceptors dimana receptor ini memberi informasi terhadap lingkungan luar,
proprioseptor merupakan receptor yang menerima informasi terhadap posisi otot
skeletal dan sendi dan yang terakhir interoceptor yang berfungsi untuk memonitor
fungsi organ visceral. Untuk lebih detailnya receptor pada kulit dapat
75
diklasifikasikan menjadi empat bagian yaitu nosiceptor untuk rasa nyeri,
thermoreceptor untuk temperature, mechanoreceptor untuk rangsangan fisik, dan
chemoreceptor untuk rangsangan kimiawi. Tiap-tiap receptor mempunyai fungsi
dan struktur yang berbeda. Perbedaan antara somatik receptor dan visceral
receptor terletak pada lokasi bukan pada strukturnya. Reseptor nyeri di wajah
sama seperti reseptor nyeri di kulit, akan tetapi dua sensasi itu dikirim pada lokasi
yang berbeda di susunan saraf pusat, bagaimanapun juga propriosepsi adalah
sensasi somatik yang unik. Terdapat proprioseptor pada organ viseral thorak dan
kavum abdominopelvic. Kita tidak menyadari bila organ-organ tersebut mulai
bekerja, kita tidak bisa menceritakanyya contohnya saat spleen, appendik, ataupun
pankreas bekerja saat itu. organ viseral mempunyai reseptor rasa
nyeri,temperatur,sentuhan yang lebih rendah daripada reseptor pada kulit dan
informasi sensoris yang diterima lokasinya lebih sedikit karena daerah reseptor
tersebar luas di organ.(7)
NOCISEPTOR(7)
Reseptor nyeri atau nociseptor terletak pada daerah superfisial kulit,
kapsul sendi, dalam periostea tulang sekitar dinding pembuluh darah. Jaringan
dalam dan organ viseral mempunyai beberapa nociseptor. Reseptor nyeri
merupakan free nerve ending dengan daerah reseptif yang luas, sebagai hasilnya
sering kali sulit membedakan sumber rasa nyeri yang tepat.
Nociseptor sensitif terhadap temperatur yang ekstrim, kerusakan mekanis
dan kimia seperti mediator kimia yang dilepaskan sel yang rusak. Bagaimanapun
juga rangsangan yang kuat akan diterima oleh ketiga tipe reseptor. Untuk itulah
kita bisa merasakan sensasi rasa nyeri yang disebabkan oleh asam, panas, luka
yang dalam. Rangsangan pada dendrit di nociseptor menimbulkan depolarisasi,
bila segmen akson mencapai batas ambang dan terjadi potensial aksi di susunan
saraf pusat.
76
THERMORESEPTOR(7)
Temperatur reseptor atau thermorseptor merupakan free nerve ending yang
terletak pada dermis, otot skeletal, liver, hipothalamus. Reseptor dingin tiga atau
empat kali lebih banyak daripada reseptor panas. Tidak ada struktur yang
membedakan reseptor dingin dan panas.
Sensasi temperatur diteruskan pada jalur yang sama dengan sensasi nyeri.
Mereka dikirim sampai formasio retikularis, thalamus, dan korteks primer
sensoris. Thermoreseptor merupakan phasic reseptor, aktif bila temperatur
berubah, tetapi cepat beradaptasi menjadi temperatur yang stabil. Jika kita
menghidupkan air conditioning dalam ruangan pada musim panas, temperatur
berubah drastis pada saat pertama kali tetapi kita cepat merasakan nyaman karena
sudah terjadi adaptasi.
MECHANORESEPTOR(7)
Mechanoreseptor sangat sensitif terhadap rangsangan yang terjadi pada
membran sel. Membran sel memiliki regulasi mekanis ion channel dimana bisa
terbuka ataupun tertutup bila ada respon terhadap tegangan, tekanan, dan yang
bisa menimbulkan kelainan pada membran. Terdapat tiga jenis mechanoreseptor
antara lain:
1. Tactile reseptor memberikan sensasi sentuhan, tekanan dan getaran.
Sensasi sentuhan memberikan informasi tentang bentuk atau tekstur,
dimana tekanan memberikan sensasi derajat kelainan mekanis. Sensasi
getaran memberikan sensasi denyutan atau debaran.
2. Baroreseptor untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan pada dinding
pembuluh darah dan pada tractus digestivus, urinarius dan sistem
reproduksi.
3. Proprioseptor untuk memonitor posisi sendi dan otot, hal ini merupakan
struktur dan fungsi yang komplek pada reseptor sensoris
Tactile reseptor
77
Memberikan sensasi secara lengkap tentang sumber rangsangan seperti
lokasinya, bentuk, ukuran, tekstur. Reseptor ini sangat sensitif dan mempunyai
daerah reseptif yang sempit. Reseptor sentuhan dan tekanan memiliki lokasi yang
sedikit karena mempunyai daerah reseptif yang luas dan memberikan sedikit
informasi terhadap rangsangannya. Ada beberapa tipe tactil reseptor pada kulit
seperti free nerve ending sentuhan dan tekanan yang terdapat pada sel epidermis,
nerve ending pada root hair pleksus, tactile disk (Merkel’s), tactil corpuskel
(Meissner’s), lamelated corpuscle (Pacinian corpuscle),dan Ruffini corpuscle.
1. Free nerve ending pada epidermis untuk sensasi rasa nyeri dan suhu.
Reseptor ini hanya terdapat pada permukaan cornea pada mata dan bagian
permukaan bagian tubuh lainnya.
2. Nerve ending root hair pleksus untuk memonitor adanya kelainan dan
pergerakan yang melewati permukaan tubuh. Seperti saat kita memakai
baju maka kita dapat merasakan sesuatu benda menempel pada kulit kita.
3. Tactile disk (Merkel’s) merupakan reseptor sentuhan dan tekanan yang
terdapat pada kulit yaitu pada sel epithel kulit pada lapisan stratum
germinativum.
4. Tactil corpuscle ( Meissner’s) menerima sensasi dari sentuhan dan tekanan
dan getaran yang rendah. Reseptor ini terdapat pada kelopak mata, bibir,
jari-jari tangan, puting susu dan genetalia eksterna.
5. Lamellated corpuscle (Pacinian corpuscle) reseptor ini sensitif terhadap
sentuhan yang dalam. Karena reseptor ini sangat cepat beradaptasi
sehingga sangat senstif terhadap denyutan atau getaran dengan frekuensi
yang tinggi. Reseptor ini terdapat pada dermis, jari-jari, glandula mamae
dan genetalia eksterna, pada permukaan dalam dan luar fascia, capsul
sendi. Informasi sensoris visceral diberikan oleh corpuskel lamela di
mesenteries, pancreas, dinding urethra, dan kandung kemih.
6. Corpuscle Ruffini juga sensitif terhadap tekanan dan perubahan-perubahan
pada kulit. Reseptor ini berlokasi pada lapisan retikular dermis.
Baroreseptor
78
Baroreseptor bisa memonitor perubahan dari tekanan. Baroreseptor terdiri
dari free nerve ending yang bercabang didalam jaringan elastic pada dinding
organ berongga, seperti pembuluh darah, bagian pernafasan, pencernaan dan
tractus urinarius. Bila ada perubahan tekanan dinding jaringan elastik mengecil
atau membesar. Baroreseptor memonitor dinding pembuluh darah yang besar
seperti arteri carotis, aorta. Hal ini juga mempengaruhi regulasi dari kerja jantung
sehingga pembuluh darah tetap mengalir pada organ –organ vital. Baroreseptor
pada paru juga memonitor derajat ekspansi dari paru.
Proprioseptor
Proprioseptor memonitor perubahan posisi sendi dan otot, adanya
tegangan pada tendon dan ligamen dan kontraksi dari otot. Proprioseptor dapat
dibagi menjadi:
1. Muscle spindle yang terdapat pada otot skeletal memonitor panjang dari
otot dan tanda tegangan dari reflek.
2. Golgi tendon yang fungsinya mirip dengan corpuscle Ruffini tetapi
berlokasi di otot skeletal dan tendon. Rangsangan pada reseptor dapat
berupa tekanan pada tendon sehingga terjadi kontraksi otot.
3. Reseptor capsul pada sendi. Reseptor ini sangat kaya dengan free nerve
ending yang bisa mendeteksi tekanan, sentuhan dan pergerakan dalam
sendi. Adanya perubahan posisi tubuh merupakan hasil dari integrasi
informasi pada reseptor ini dan juga pada musle spindle, golgi tendon
organ, dan reseptor pada telinga dalam.
CHEMORESEPTOR(7)
Spesialisasi pada neuron chemoreseptiv dapat dideteksi dengan perubahan
kecil dari konsentrasi kimia. Umumnya chemoreseptor berespon terhadap
substansi water-soluble dan lipid-soluble yang larut dalam cairan. Chemoreseptor
tidak mengirim informasi pada kortek primer sensoris, jadi kita tidak tahu adanya
sensasi yang diberikan kepada reseptor tersebut. Saat informasi sensoris datang
79
lalu diteruskan menuju batang otak yang merupakan pusat otonomik yang
mengatur pusat respirasi dan fungsi cardiovaskuler. Neuron pada pusat respirasi
merespon konsentrasi ion hidrogen (pH) dan tingkat karbondioksida pada cairan
cerebrospinal. Neuron chemoreseptive ini berlokasi di carotid bodies, dekat arteri
karotis inaerna pada tiap sisi leher, dean aortik bodies diantara cabang utama
lengkungan aorta. Reseptor ini memonitor pH dan karbondioksida dan tingkat
oksigen pada darah arteri. Serabut – serabut afferent meninggalkan carotid dan
aortik bodies mencapai pusat respirasi dengan berjalan ke nervus IX
(glossopharyngeal) dan X (vagus). (4)
1. TRAKTUS ASCENDENS MEDULA SPINALIS
Saat memasuki medula spinalis serabut saraf sensoris berbagai tipe dan
fungsi dipilih serta dipisahkan menjadi berkas atau traktus saraf. Beberapa serabut
saraf menghubungkan segmen medula spinalis, sementara yang lain naik dari
medula spinalis ke pusat-pusat yang lebih tinggi dan menghubungkan medula
spinalis dan otak. Semua ini disebut serabut ascendens atau traktus ascendens.
Substantia alba medula spinalis terdiri atas traktus ascendens dan traktus
descendens. Traktus ascendens menghantarkan informasi aferen dapat atau tidak
dapat mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi menjadi dua kelompok:
1. Informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh seperti rasa nyeri,
suhu dan raba
2. Informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh seperti otot dan
sendi.
ORGANISASI ANATOMINYA
Informasi umum dari ujung sensoris tepi dihantarkan melalui susunan
saraf oleh suatu seri neuron. Lintasan ascendens yang menuju kesadaran terdiri
dari 3 neuron :
1. Neuron ordo pertama mempunyai badan sel dalam ganglion radiks
posterior medula spinalis, suatu prosesus tepi berhubungan dengan ujung
reseptor sensoris, sementara suatu prosesus sentralis memasuki medula
80
spinalis melalui radiks posterior untuk bersinaps dengan ujung neuron
ordo kedua
2. Neuron ujung kedua mempunyai suatu akson yang berdecussatio
(menyilang kesisi yang berlawanan) dan naik ke tingkat susunan saraf
sentral yang lebih tinggi untuk bersinaps dengan ujung neuron ordo ketiga.
3. Neuron ordo ketiga terdapat dalam talamus dan mengeluarkan serabut
proyeksi melintasi daerah sensoris korteks serebri.
FUNGSI TRAKTUS ASCENDENS
Sensasi rasa nyeri dan suhu naik dalam traktus spinothalamikus lateralis,
raba dan tekanan ringan naik kedalam traktus spinothalamikus anterior. Raba
diskriminatif (kemampuan untuk melokalisir secara tepat daerah tubuh yang
diraba dan menyadari bahwa dua titik yang disentuh secara serempak) naik dalam
kolumna alba posterior termasuk juga informasi dari otot-otot dan sendi-sendi
yang berkaitan dengan gerakan dan posisi, disamping itu sensasi getaran juga naik
dalam kolumna alba posterior. Informasi tidak sadar otot, sendi, kulit dan jaringan
subkutan mencapai serebelum melalui traktus spinoserebelaris anterior dan
posterior serta melalui traktus cuneoserebelaris. Traktus ascendens lainya untuk
informasi nyeri suhu dan raba dialirkan ke kolikulus superior dari otak tengah
melalui traktus spinotectalis untuk keperluan refleks spinovisual. Traktus
spinoretikularis merupakan lintasan dari otot dan sendi dan kulit ke formasio
retikularis. Sementara traktus spinoolivarius merupakan lintasan tidak langsung
untuk informasi aferen yang mencapai serebelum.
TRAKTUS SPINOTHALAMICUS LATERALIS UNTUK RASA NYERI
DAN SUHU
Reseptor nyeri dan suhu dalam kulit dan jaringan lainya merupakan ujung
saraf bebas. Impuls nyeri,panas dan dingin memasuki medula spinalis dari
ganglion radiks posterior melanjutkan keujung kolumna grisea posterior dan
membagi diri menjadi cabang ascendens dan descendens. Cabang-cabang ini
81
berjalan dalam satu atau dua segmen medula spinalis dan membentuk traktus
posterolateralis lissauer. Serabut dari neuron ordo pertama ini berakhir dengan
cara bersinaps dengan sel-sel dalam kolumna grisea posterior termasuk sel-sel
dalam substantia gelatinosa.
Akson dari neuron ordo kedua menyilang secara oblique ke sisi yang
berlawanan dalam komisura grisea dan alba anterior dalam satu segmen medula
spinalis dan serabut baru ditambah pada spek anteromedial traktus ini sehingga
dalam segmen servikalis atas serabut-serabut sakral terletak posterolateral dan
segmen servikal terletak anteromedial. Dengan naiknya traktus spinothalamikus
lateralis melalui medula oblongata maka terletak dekat lateral diantara nukleus
olivarius inferior dan nulkeus traktus spinalis nervus trigeminus. Dan saat ini
traktus diikuti oleh traktus spinothalamikus anterior dan traktus spinotectalis
bersama sama membentuk lemniscus spinalis dan melanjutkan diri naik bagian
posterior pons, dalam otak tengah ia terletak dalam tegmentum lateral lemniscus
medialis, dan bersinaps dengan neuron ordo ketiga nukleus posterolateralis
ventralis thalamus.
Akson neuron ordo ketiga dalam nukleus posterolateralis ventralis
thalamus melintas ke posterior kapsula interna dan korona radiata untuk mencapai
daerah somastatik dalam girus postsentralis korteks serebri. Paruhan kontralateral
tubuh diwakili secara terbalik, tangan dan mulut terletak di inferior, tungkai
terletak di superior, kaki dan anogenital pada permukaan medial hemisferium.
Dari sini informasi ditransmisikan pada daerah korteks serebri untuk digunakan
area motorik dan area asosiasi parietal. Peranan korteks serebri adalah
menginterpretasikan informasi sensorik pada tingkat kesadaran.
TRAKTUS SPINOTHALAMIKUS ANTERIOR UNTUK RABA DAN
TEKANAN RINGAN
Mirip seperti traktus spinothalamikus lateralis yang memberi kontribusi
untuk traktus posterolateralis dari lisssouer, diduga neuron ordo pertama berakhir
dengan sel kelompok substantia gelatinosa dalam kolumna grisea posterior.
82
Akson neuron ordo kedua menyilang oblique ke sisi yang berlawanan
dalam komisura grisea dan alba anterior dalam beberapa segmen spinal dan naik
dalam kolumna alba anterolateral yang berlawanan sebagai traktus
spinothalamikus anterior. Saat ia naik melalui medula spinalis serabut baru
ditambahkan pada medialis traktus, sehingga pada segmen servikalis atas medula
spinalis serabut sakral merupakan segmen yang sebagian besar terletak di lateral
dan segmen servikal di medial. Dan ia naik melalui medula oblongata bersama
dengan traktus spinothalamikus lateralis dan spinotektalis membentuk lemiscus
spinalis (untuk raba kasar dan tekanan diduga diapresiasi disini).
Akson neuron ordo ketiga dalam nukleus posterolateralis ventralis
thalamus melalui posterior kapsula interna dan korona radiata mencapai daerah
somastetik dalam girus postsentralis korteks serebri. Paruhan kontralateral tubuh
diwakili sacara terbalik tangan dan mulut terletak di inferior. Apresiasi sadar, raba
dan tekanan tergantung pada aktifitas korteks serebri. Harus ditekankan bahwa
rasa hanya dapat dilokalisir secara kasar, dan hanya memungkinkan diskriminasi
intensitas yang sangat kecil.
COLUMNA ALBA POSTERIOR: FASCICULUS GRACILIS DAN
FASCICULUS CUNEATUS UNTUK RASA RABA DISKRIMINATIF,
RASA GETARAN, RASA SENDI OTOT SADAR
Akson masuk medula spinalis radik ganglion posterior dan melintas
columna alba posterior sisi yang sama. Disini serabut membagi diri menjadi
cabang ascenden panjang dan descenden pendek. cabang descenden melintas
turun dalam sejumlah segmen yang variabel, memberi cabang contralateral yang
bersinap dengan sel dalam cornu grisea posterior , dengan neuron internunsial dan
dengan sel cornu anterior, jelas bahwa serabut descenden pendek terlibat dengan
reflek intersegmental. Serabut ascenden panjang juga berakhir dengan cara
bersinap dengan sel cornu grisea posterior neuron internunsial dan sel cornu
anterior. Distribusi ini meluas meliputi beberapa segmen medula spinalis. Pada
serabut descenden pendek, berperan dalam reflek intersegmental.
83
Banyak serabut ascenden yang panjang berjalan dalam columna alba
posterior sebagai fasciculus gracillis dan cuneatus. Fasciculus gracillis ditemukan
disepanjang seluruh medula spinalis dan mengandung serabut ascenden panjang
saraf sacral, lumbal dan enam saraf thorakal bagian bawah. Fasciculus cuneatus
terletak dilateral pada segmen thorakalis atas dan servikalis medula spinalis serta
dipisahkan dari fasciculus gracillis oleh septum. Fasciculus cuneatus mengandung
serabut ascenden panjang enam serabut saraf thorakal dan semua nervus spinalis
servikalis.
Serabut fasciculucs gracillis dan cuneatus naik ipsilateral dan berakhir
dengan bersinaps dengan neuron ordo ke dua dalam nuklei gracillis dan cuneatus
medula oblongata. Akson ordo ke dua ini juga disebut dengan serabut arkuata
interna, memanjang anteromedial di sekeliling substantia grisea centralis dan
menyilang median , berdecusatio dengan serabut yang bersesuaian pada sisi yang
berlawanan dalam decusatio sensorik, Serabut kemudian naik sebagai berkas
tunggal dan kompak yaitu lemniskus medialis melalui medula oblongata, pons,
dan otak tengah. Serabut berakhir dengan bersinaps dengan ordo ke tiga dalam
nukleus postero lateralis ventralis thalamus.
Akson neuron ordo ke tiga meninggalkan dan melintas melalui posterior
capsula minterna dan corona radiata untuk mencapai daerah somestetik pada
gyrus postcentralis cortek cerebri. Paruhan conteralateral tubuh diwakili secara
terbalik, tangan dan mulut diinferior. Dengan cara ini, kesan seperti raba dengan
tingkat intensitas halus, lokalisasi yang tepat dan diskriminasi dua titik dapat
diapresiasi. Rasa getaran dan posisi bagian tubuh yang berbeda-beda dapat
diketahui secara sadar.
Sejumlah serabut dalam fasciculus cuneatus segmen servikalis dan
thorakalis atas, setelah berakhir pada neuron ordo kedua nukleus cuneatus, direlay
dan berjalan sebagai akson neuron ordo kedua untuk memasuki cerebellum
melalui pedunkulus cerebellaris inferior sisi yang sama . lintasan ini disebut
Tractus Cuneocerebellaris dan serabut diketahui sebagai serabut arkuata externa.
Fungsi serabut ini untuk mengalirkan informasi rasa otot sendi ke cerebellum
84
TRACTUS SPINOCEREBELLARIS POSTERIOR UNTUK RASA SENDI
OTOT KE CEREBELLUM
TRAKTUS SPINOCEREBELLARIS POSTERIOR
Serabut spinocerebellaris posterior menerima informasi dari otot sendi,
spindel-spindel otot, organ-organ tendon dan reseptor-reseptor sendi badan dan
anggota gerak bawah. Informasi mengenai tegangan otot dan tendon serta
gerakan-gerakan otot dan sendi digunakan oleh serebellum dalam mengkoordinasi
gerakan-gerakan anggota gerak serta mempertahankan postur.
TRACTUS SPINOCEREBELLARIS ANTERIOR
Tractus spinocerebellaris anterior mengalirkan informasi otot sendi dari
spindel-spindel otot, organ-organ tendon, reseptor-reseptor sendi badan dan
anggota gerak atas dan bawah. Diduga juga bahwa melalui facia ini cerebellum
menerima informasi dari kulit dan facia superficial
TRACTUS CUNEOCEREBELLARIS
Serabut ini berasal dari nukleus cuneatus dan memasuki cerebellum
melalui pedunculus cerebellaris inferior sisi yang sama. Serabut ini diketahui
sebagai serabut arkuata externa posterior dan fungsinya adalah mengalirkan
informasi rasa otot sendi ke cerebellum
LINTASAN-LINTASAN ASCENDEN LAINNYA
TRACTUS SPINOTECTALIS
Akson memasuki medula spinalis ganglion radik posterior dan berjalan ke
substantia grisea yang bersinap pada neuron ordo kedua yang tidak diketahui.
Akson neuron ordo kedua menyilang bidang median dan naik sebagai tractus
spinotectalis dalam columna alba anterolateral yang terletak berdekatan dengan
tractus spinothalamikus lateralis. Setelah melintasi medula oblongata dan pons
berakhir dengan bersinap dengan neuron dalam colicullus utak tengah . lintasan
85
ini memberikan informasi aferen untuk reflek spinovisualis serta membawa
gerakan-gerakan mata dan kepal kearah sumber stimuli.
TRACTUS SPINORETICULARIS
Akson memasuki medula spinalis ganglion radik posterior dan berakhir
pada neuron ordo kedua yang tidak diketahui dalam substantia grisea. Akson
neuron ordo kedua ini naik dalam medula spinalis sebagai tractus spinoreticularis
dalam columna alba lateralis. Sebagian besar serabut ini tidak menyilang dan
berakhir dengan cara bersinap dengan neuron formatio reticularis dalam medula
oblongata, pons, otak tengah. Tractus spinoreticularis memberikan lintasan aferen
untuk formatio reticularis yang memainkan peranan penting dalam mempengaruhi
tingkat kesadaran.
TRACTUS SPINO-OLIVARIUS
Akson memasuki medula spinalis ganglion radik posterior dan berakhir
pada neuron ordo ke dua yang tidak diketahui dalam columna grisea posterior.
Akson dalam neuron ordo kedua melintasi garis tengah dan naik sebagai tractus
spino-olivarius dalam substantia alba pada sambungan columna anterior dan
lateralis. Akson ini berakhir dengan bersinap pada neuron ordo ketiga dalam
nuklei olivarius medula oblongata. Akson ini melintasi garis tengah dan
memasuki cerebellum melalui pedunculus cerebellaris inferior. Tractus spino-
olivarius mengalirkan informasi dari organ-organ kulit dan proprioseptif ke
cerebellum.
TRACTUS SENSORIK VISERALIS
Sensasi yang timbul dari visera berlokasi dalam toraks dan abdomen
memasuki medula spinalis melalui radiks posterior. Badan-badan sel neuron orde
pertama terletak dalam ganglion radiks posterior. Prosesus tepi sel ini menerima
impuls saraf dari ujung reseptor regangan dan nyeri dalam visera. Prosesus
86
sentral, setelah masuk medula spinalis bersinaps dengan neuron orde kedua dalam
substansia grisea, kemungkinan ke dalam columna grisea anterior atau lateralis
Akson-akson neuron orde kedua diduga bersatu dengan traktus
spinothalamicus dan naik serta barakhir pada neuron orde ketiga dalam nukleus
posterolateral ventral thalamus. Tujuan akhir akson neuron orde ketiga
kemungkinan terdapat pada girus postcentralis korteks serebri. banyak serabut
viseral aferen yang memasuki medula spinalis bercabang dan berpartisipasi dalam
aktifitas refleks.(7)
TRAKTUS DESENDEN MEDULA SPINALIS
Neuron motorik dalam kolumna grisea anterior medula spinalis
mengirimkan akson-akson untuk menginervasi otot skelet melalui radiks-radiks
anterior medula spinalis. Neuron-neuron motorik ini disebut sebagai lower motor
neuron dan merupakan lintasan umum akhir ke otot.
Lower motor neuron secara konstan mengalami pemboman impuls saraf
yang turun dari medula oblongata, pons, otak tengah dan korteks serebri.
Demikian juga dengan impuls yang masuk sepanjang serabut sensorik radiks
posterior. Serabut saraf yang turun dalam substantia alba dari pusat saraf
supraspinal dipisahkan menjadi berkas saraf yang dipisahkan menjadi berkas saraf
yang disebut traktus desenden. Neuron-neuron supraspinal ini beserta traktusnya
disebut upper motor neuron dan memberikan banyak lintasan terpisah yang dapat
mempengaruhi aktifitas motorik.
ORGANISASI ANATOMIS
Pengendalian akitifitas otot skelet dari kortek serebri dan pusat-pusat lebih
tinggi lainya dihantarkan melalui susunan saraf boleh suatu seri-seri neuron.
Lintasan desenden kortek serebri seringkali terbentuk dari tiga neuron :
1. Neuron ordo pertama, mempunyai badan sel dalam kortek serebri.
Aksonya turun untuk bersinaps pada neuron orde kedua, suatu neuron
internunseal yang terletak dalam columna grisea anterior medula spinalis
87
2. Neuron orde kedua pendek dan bergabung dengan neuron orde ketiga
yaitu lower motor neuron dalam kolumna grisea anterior.
3. Neuron orde ketiga menginervasi otot skelet melalui radiks anterior nervus
spinalis.
FUNGSI TRAKTUS DESCENDEN
Traktus kortikospinalis merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakan
terlatih, berbatas jelas, volunter terutama bagian distal anggota gerak. Traktus
retikospinalis dapat mempermudah atau menghambat aktifitas neuron motorik alfa
dan gamma pada kolumna grisea anterior sehingga mempermudah atau
menghambat gerakan volunter dan aktifitas refleks. Traktus spinotectalis berkaitan
dengan gerakan refleks postural sebagai respon terhadap stimulasi visual.
Serabut-serabut yang berhubungan dengan neuron simpatis dalam
kolumna grisea lateralis berkaitan dengan refleks pupilodilatasi sebagai respon
terhadap keadaan gelap. Traktus rubrospinalis bertindak baik terhadap neuron
motorik alpa dan gama pada kolumna grisea anterior dan mempermudah aktifitas
otot ekstensor. Traktus vestibulospinalis bekerja pada neuron motorik dalam
kolumna grisea anterior mempermudah otot ekstensor, menghambat aktifitas otot
fleksor yang berkaitan dalam keseimbangan. Traktus olivospinalis berkaitan
dalam aktifitas muskuler. Serabut otonomik desenden berkaitan dengan
pengendalian aktifitas viseral.
TRACTUS CORTIKOSPINALIS
Serabut corticospinal timbul sebagai akson sel-sel piramidal yang terletak
dalam lapisan kelima kortek cerebri sepertiga berasal dari kortek motorik primer
(area 4), sepertiga dari kortek motorik sekunder (area 6), sepertiga dari area
parietalis (area-area 3, 1, dan 2 ); sehingga, duapertiga dari serabut timbul gyrus
precentralis serta sepertiga timbul dari gyrus postcentralis. Karena stimulus listrik
terhadap bagian-bagian berbeda dari gyrus precentralis menimbulkan kontraksi
88
bagian-bagian berbeda dari sisi tubuh yang berlawanan, kita dapat mewakili
bagian tubuh pada cortex ini. Perhatikan bahwa daerah yang mengendalikan muka
terletak di inferior dan anggota gerak bawah terletak di superior dan pada
permukan medial hemisfer. Homunculus merupakan gambaran tubuh yang
mengalami distorsi, dengan berbagai bagian yang mempunyai ukuran yang
sebanding dengan daerah cortek cerebri yang diperuntukan bagi pengendalianya.
Traktus kortikospinalis turun sepanjang medula spinalis dimana
serabutnya berakhir dalam kolumna grisea anterior semua segmen-segmen medula
spinalis. Sebagian besar serabut kortikospinal bersinaps dengan neuron
internunsial, yang pada giliranya bersinaps dengan neuron motorik alpa dan
beberapa neuron motorik gama. Hanya serabut kortikospinal terbesar bersinaps
langsung dengan neuron motorik.
Penting untuk dimengerti bahwa traktus kortikospinalis tidak merupakan
satu-satunya lintasan yang melayani gerakan volunter. Malahan, membentuk
lintasan yang bersesuaian dengan kecepatan dan ketangkasan pada gerakan-
gerakan volunter dan karena itu digunakan dalam melakukan gerakan-gerakan
terlatih yang cepat. Banyak gerakan volunter dasar, sederhana ini diduga
dihantarkan oleh traktus-traktus descenden lain.
CABANG TRAKTUS KORTIKOSPINALIS
1. Cabang ini diberikan secara dini pada saat turun dan kembali ke korteks
serebri untuk menghambat daerah korteks yang berdekatan.
2. Cabang ini melintas ke nuklei lentiformis dan caudati,nukleus
rubrum,nukleus orifarius serta formatio retikularis . cabang ini menjaga
agar daerah-darah subcortikal mendapat informasi mengenai aktivitas
kortikal. Sekali dalam keadaan waspada daerah-daerah subkortikal
bereaksi dan mengirimkan impuls ke neuron motorik alpha dan gamma
melalui lintasan desendens lainnya.
TRAKTUS RETICULOSPINALIS
89
Diseluruh otak tengah, pons dan medula oblongata terdapat kelompok-
kelompok sel-sel saraf dan serabut saraf yang tersebar dan secara kolektif dikenal
sebagai formatio reticularis. Dari pons, nueron ini mengirimkan akson-akson,
yang sebagian besar tidak menyilang, ke medula spinalis dan membentuk tractus
reticulospinalis medula pontine. Dari medula neoron-neuron yang sama
mengirimkan akson secara menyilang dan tidak menyilang terhadap medula
spinalis lalu membentuk traktus retikulospinalis medularis.
Serabut retikulospinalis dari pons turun melalui kolumna alba anterior,
sementara serabut dari medula oblongata turun dalam kolumna alba lateralis.
Kedua sel serabut ini memasuki kolumna grisea anterior medula spinalis dan
mempermudah atau menghambat aktifitas dari neuron motorik alpa dan gama.
Dengan cara ini traktus retikulospinalis mempengaruhi gerakan-gerakan volunter
dan aktifitas reflek. Saat ini diduga bahwa serabut retikulospinalis termasuk
serabut otonom descenden. Karena itu traktus retikulospinalis memberikan suatu
lintasan melalui hipotalamus dapat mengendalikan aliran keluar simpatik dan
parasimpatik.
TRAKTUS TECTOSPINALIS
Serabut traktus ini timbul sel-sel saraf dalam kolikulus superior otak
tengah. Sebagian besar serabut ini menyilang garis tengah segera setelah keluar
dari asalnya dan turun melalui batang otak yang berdekatan melalui fasikulus
longitudinalis medialis. Traktus tectospinalis turun melalui kolumna alba anterior
medula spinalis berdekatan dengan fisura mediana anterior. Sebagian besar
serabut berakhir dalam kolumna grisea anterior segmen-segmen cervikalis bagian
atas medula spinalis dengan cara bersinaps dengan neuron internonsea. Serabut ini
diduga mengurusi gerakan-gerakan refleks postural sebagai respon terhadap
stimulus visual.
TRAKTUS RUBROSPINALIS
90
Nukleus rubrum terletak dalam tegmentum otak tengah setinggi kolikulus
superior. Akson-akson neuron dalam nukleus ini menyilang garis tengah setinggi
nukleus dan turun sebagai traktus rubrospinalis melalui pons dan medula
oblongata untuk memasuki kolumna alba lateralis medula spinalis. Serabut yang
berakhir dengan cara bersinaps dengan neuron internosea pada kolumna grisea
anterior medula spinalis.
Neuron-neuron nukleus rubrum menerima impuls aferen melalui
hubungan dengan korteks serebri dan serebelum. Keadaan ini diduga merupakan
suatu lintasan tidak langsung yang penting dengan korteks serebri dan serebelum
yang mempengaruhi aktifitas neuron motorik alpa dan gama medula spinalis.
Traktus ini mempermudah aktifitas otot-otot fleksor dan menghambat aktifitas
otot ekstensor dan grafitasi.
TRAKTUS VESTIBULOSPINALIS
Nuklei vestibularis terletak dalam pons dan medula oblongata di bawah
atap ventrikulus keempat. Nuklei vestibularis menerima serabut aferen dari telinga
dalam melalui saraf vestibularis serta dari serebelum. Neuron-neuron vestibularis
merupakan asal dari akson-akson yang membentuk traktus vestibulospinalis.
Traktus ini turun tanpa menyilang melalui medula spinalis dalam kolumna alba
anterior. Serabut ini berakhir dengan neuron internosea kolumna grisea medula
spinalis.
Telinga dalam dan serebelum melalui traktus ini mempermudah aktifitas
otot-otot ekstensor serta menghambat aktifitas otot fleksor yang berhubungan
dengan pemeliharaan keseimbangan.
TRAKTUS OLIVOSPINALIS
Traktus olivospinalis diduga timbul dari nukleus olivarius inferior dan
turun dalam kolumna alba lateralis medula spinalis, untuk mempengaruhi aktifitas
neuron motorik dalam kolumna grisea anterior. Saat ini terdapat keraguan dalam
keberadaan traktus ini.
91
SERABUT DESCENDEN OTONOMIK
Pusat-pusat yang lebih tinggi susunan saraf pusat berhubungan dengan
pengendalian aktifitas otonom yang terletak dalam korteks serebri, hipotalamus,
kompleks amigdaloidea, formatio retikularis. Kendatipun traktus-traktus yang
berbatas jelas belum diketahui, penelitian lesi-lesi medula spinalis
memperlihatkan terdapatnya traktus-traktus otonom descendens dan kemungkinan
membentuk bagian dari traktus retikulospinalis.
Serabut ini timbul dari neuron pada pusat yang lebih tinggi dan menyilang
garis tengah dalam batang otak. Diduga turut dalam kolumna alba lateralis medula
spinalis dan berakhir dengan bersinaps pada sel-sel motorik otonom dalam
kolumna grisea lateral pada tingkat-tingkat torakal dan lumbal atas (aliran keluar
simpatis) dan tingkat sakral tengah (parasimpatis) medula spinalis.
TRAKTUS INTERSEGMENTAL
Traktus ascendens dan descendens pendek yang berasal dan berakhir
dalam medula spinalis, terdapat dalam kolumna alba anterior lateralis dan
posterior. Fungsi lintasan ini adalah saling menghubungkan neuron-neuron tingkat
segmental yang berbeda, dan penting terutama dalam refleks spinal intersegmental
ARKUS REFLEKS
Refleks dapat didefinisikan sebagai suatu respon involunter terhadap
stimulus. Refleks tergantung pada integritas arkus refleks. Dalam bentuk yang
paling sederhana, arkus refleks terdiri dari struktur anatomi berikut :
1. Organ reseptor
2. Neuron aferen
3. Neuron efektor
4. Organ efektor
92
Arkus refleks seperti ini hanya melibatkan satu sinaps dan disebut arkus
refleks monosinapik. Interupsi refleks pada setiap titik disepanjang perjalananya
akan menghapuskan respon ini.
Pada medula spinalis arkus refleks memainkan peranan penting dalam
mepertahankan tonus otot yang merupakan dasar tubuh. Organ reseptor terdapat
pada kulit, otot atau tendon. Badan sel neuron aferen berlokasi dalam ganglion
radiks posterior, dan akson sentral neuron orde pertama ini berakhir dengan cara
bersinaps pada neuron efektor. Karena serabut aferen merupakan serabut dengan
diameter yang besardan menghantarkan dengan cepat dan karena hanya terdapat
satu sinaps maka suatu respon yang sangat cepat merupakan hal yang
memungkinkan.
Pengaruh dari Pusat-pusat Neuronal yang lebih tinggi pada aktivitas reflek
spinal Arkus reflek spinal segmental yang melibatkan aktivitas motorik sangat
dipengaruhi oleh pusat-pusat yang lebih tinggi di otak. Pengaruh ini dihantarkan
melalui traktus kortikospinalis, retikulospinalis, tektospinalis, rubrospinalis, dan
vestibulospinalis. Dalam kondisi klinik seperti syok spinal, setelah
penggangkatan pengaruh-pengaruh secara mendadak akibat cedera pada medula
spinalis, reflek spinal segmental mengalami depresi. Jika apa yang disebut syok
spinal hilang dalam beberapa minggu, reflek spinal segmental kembali dan tonus
otot-otot meningkat. Apa yang disebut sebagai rigiditas decebrarasi ini disebabkan
oleh aktivitas yang berlebihan dari serabut saraf aferen gamma ke spindel otot,
yang timbulkan oleh pelepasan neuron ini dari hubungannya dengan pusat-pusat
yang lebih tinggi. Stadium berikutnya adalah paraplegia dalam extensi dengan
dominasi peningkatan tonus otot extensor atas otot flexsor. Beberapa ahli
nuerologi yakin bahwa kondisi ini disebabkan cedera yang tidak lengkap dari
semua traktus desendes dengan traktus vestibulospinalis yang utuh. Jika semua
traktus mengalami cedera, maka terjadi keadaan paraplegi dalam flexi. Dalam
keadaan ini, respon-respon bersifat flexsor dan tonus otot extensor berkurang. (7)
PUSAT MOTORIS DAN SENSORIS
Pada corteks cerebral terdapat beberapa daerah :
93
1. Korteks serebral mengandung 3 jenis fungsional area yaitu motor area,
sensori area, dan asosiasi area. Neuron motoris dan neuron sensoris
terdapat pada motoris area dan sensoris area pada korteks serebri. Semua
neuron pada korteks serebri merupakan inter neuron.
2. Setiap hemisfer terdapat fungsi motoris dan sensoris yang berlawanan
pada sisi tubuh (kontralateral).
3. Sekalipun sebagian besar struktur pada 2 hemisfer kanan dan kiri simetris,
tetapi tidak ada fungsi yang sama. Masing – masing memiliki spesialisasi
fungsi kortikal.
4. Yang sangat penting yang harus kita ingat tidak ada fungsi area pada
korteks serebri yang bekerja sendirian.
AREA MOTORIS
Motoris area pada korteks serebri, dengan gerakan volunter yang
terkontrol yang terdapat pada lobus frontalis terdiri dari motor korteks primer,
premotor korteks, area broca, frontal eye field.
1. Motor korteks primer
Motor korteks primer terletak pada girus presentralis lobus frontalis pada
masing – masing hemisfer (area broadman 4). Terdapat neuron yang besar yang
disebut neuron piramidalis pada girus presentralis yang berfungsi untuk
mengontrol gerakan volunter pada otot skelet. Pada keseluruhan bagian tubuh
dipresentasikan pada motor korteks primer tiap hemisfer, dengan kata lain sel
piramidal mengontrol gerakan kaki pada satu tempat dan mengontrol gerakan
tangan pada lain tempat. Sebagian besar neuron pada girus ini mengontrol otot
pada bagian tubuh yang spesifik pada area tertentu seperti wajah lidah dan
tangan.Hal ini tergambar daerah seperti karikatur yang disebut motor homunculi.
94
Persarafan motorik tubuh berjalan kontralateral,jadi pada girus kiri mengontrol
otot tubuh bagian kanan dan sebaliknya.
2. Premotor korteks
Terletak pada girus presentralis lobus frontal. Daerah ini mengontrol
kemampuan motorik dalam melakukan gerakan berulang-ulang atau pola alamiah
seperti memainkan alat musik dan mengetik. Daerah ini digunakan untuk gerakan
yang terencana. Dengan diterimanya informasi pada korteks area yang diproses
oleh pusat sensoris yang tinggi,maka gerakan terkontrol dapat dilakukan misalnya
dapat mengambil sesuatu ditempat yang gelap.
3. Area broca.
Area broca terdapat sepanjang anterior sampai inferior dari area promotor
yang bertumpuk-tumpuk. Pada area brodman 44 dan 45. Area ini hanya terdapat
pada satu hemisfer umumnya sebelah kiri dan khusus mengontrol kemampuan
bicara.
4. Frontal eye field.
Daerah ini terletak sebelah anterior premotor korteks dan superior area
broca. Daerah ini berfungsi mengontrol pergerakan mata secara volunteer.
AREA SENSORIS
Terdapat pada korteks serebri yaitu pada lobus parietal, insular, temporal,dan
occipital.
1. Korteks primer somatosensoris.
Korteks ini terletak pada girus postsentralis lobus perietalis, disebelah
posterior dari korteks primer motoris ( area brodman 1-3 ). Neuron-neuron pada
girus ini menerima informasi dari reseptor sensoris di kulit dan dari proprioseptor
di otot skelet,sendi dan tendon. Neuron ini kemudian mengidentifikasi yang
dirangsang dan kemampuan ini disebut diskriminasi partial. Dengan korteks
95
motor primer tubuh bergerak leluasa naik dan turun berdasarkan stimulus yang
masuk dan bagian hemisfer kanan menerima rangsangan dari bagian kiri tubuh.
Pada manusia wajah (khususnya bibir) dan jari-jari adalah bagian tubuh yang
sensitive yang terletak pada bagian terbesar dari homunculus somatosensoriks.
2. Korteks asosiasi somatosensoris.
Daerah ini terletak sebelah posterior dari korteks primer somatosensoris
dan mempunyai banyak sambungan dengan korteks primer somatosensoris.
Fungsi daerah ini adalah untuk mengintegrasikan rangsangan yang masuk
(temperature,tekanan) serta mengulangnya lewat korteks primer somatosensoris
dan bisa mengenal objek yang teraba seperti ukuran bentuk dan bagian-bagiannya.
Sebagai contoh: saat kita memasukkan tangan ke dalam celana,asosiasi korteks
somatosensoris akan merekam hal itu seperti halnya kita mempunyai pengalaman
saat meraba koin atau kunci.
3. area visual
cortek primer visual terletak sebelah posterior lobus occipital, tetapi
sebagian besar terletak didalam sulkus carcarina sebelah medial lobus occipital.
Kortek primer visual menerima informasi yang datang pada retina mata
contralateral tubuh seperti pada kortek somatosensori.
4. area auditory
terletak pada tepi superior lobus temporalis dekat sulkus lateralis. Suara
yang masuk pada telinga dalam diterima oleh reseptor menimbulkan impuls untuk
ditransmisikan pada kortek primer auditori dimana interpretasinya nada tinggi,
rendah dan lokasi.
5. korteks olfaktori
kortek primer olfaktori terletak medial lobus temporal dan terdapat daerah
kecil yang disebut lobus piriformis yang didominasi oleh uncus. Serabut aferen
96
dari reseptor penciuman pada superior cavum nasalis mengirimkan impuls menuju
traktus olfaktori dan berakhir pada kortek olfaktori dan hasilnya bisa membedakan
bau-bauan
6. Kortek gustatory
Daerah ini menggambarkan persepsi dari rangsangan perasa pada lidah.
Lokasinya pada insula bagian dalam lobus temporalis.
7. area sensori visual
kortek insula yang terletak sebelah belakang kortek gustatory digunakan
untuk persepsi sensasi visceral termasuk rasa kenyang pada lambung, rasa penuh
pada kandung kemih dan rasa terbakar saat kita bernafas terlalu banyak.
8. kortek vestibuler
kortek ini bertanggungjawab menjaga keseimbangan, pergerakan kepala dalam
suatu ruangan. Daerah ini terdapat pada bagian posterior insula bagian dalam
lobus temporalis. (5)
GANGGUAN SISTEM MOTORIK DAN SENSORIK
GANGGUAN SISTEM SENSORIK
1. Sindrom Pemotongan Jaras Sensorik. Sindrom ini bervariasi tergantung
dari lokasi kerusakan sepanjang perjalanan jaras sensorik.
1. Lesi kortikal atau subkortikal dalam daerah sensorik motorik
lengan atau tungkai menyebabkan parestesia dan mati rasa pada
extemitas sisi yang berlawanan.
2. Lesi jaras sensorik tepat di bawah talamus menyebabkan hilangnya
semua kualitas sensorik separuh tubuh kontralateral.
3. Jaras sensorik lain selain nyeri dan suhu mengalami kerusakan
terjadi hipestesia pada sisi kontralateral wajah dan tubuh.
97
4. Jika kerusakan terbatas pada lemnikus trigeminalis dan
spinotalamikus lateral pada pusat otak, tidak ditemukan sensasi
nyeri dan suhu pada wajah dan tubuh kontralateral, semua kualitas
sensorik lainnya tidak terganggu.
5. Keterlibatan lemniskus medialis dan traktus spinotalamikus
anterior, menghilangkan semua kualitas sensorik pada bagian
kontralateral tubuh kecuali sensasi nyeri dan suhu.
6. Kerusakan nukleus dan traktus trigeminal spinalis dan traktus
spinotalamikus lateral, menyebabkan hilangnya sensasi nyeri dan
suhu pada wajah ipsilateral dan tubuh kontralateral.
7. Kerusakan funikuli posterior menyebabkan menghilangnya sensasi
sikap, getaran, diskriminasi dan sensasi lain yang berhubungan
dengan ataksia ipsilateral.
8. Lesi pada kornu posterior , menghilangkan sensasi suhu dan nyeri
ipsilateral semua kualitas lain tetap utuh ( gangguan disosiasi
sensibilitas).
9. Cedera beberapa radiks posterior yang berdekatan, diikuti oleh
perestesia radikular dan nyeri,dan juga penurunan atau hilangnya
semua kualitas sensorik pada masing-masing segmen tubuh. Jika
radiks yang cedera mesuplai saraf dari lengan atau
tungkai,ditemukan hipotonia atau atonia, arefleksia dan ataksia.
10. Sindroma Cedera Funikulus Posterior
1. Hilangnya sikap dan sensasi lokomotor dengan mata tertutup
pasien tidak dapat mengetahui posisi anggota tubuhnya
2. Astereognosis: dengan mata tertutup, pasien tidak dapat
mengenal dan menggambarkan bentuk dan bahan dari objek
yang dirabanya.
3. Hilangnya diskriminasi dua titik
4. Hilangnya sensasi getaran: pasien tidak dapat merasakan
getaran dari garpu tala yang ditempelkan pada tulang
98
e. Tanda romberg positif. (6)
GANGGUAN SISTEM MOTORIK
LESI UPPER MOTOR NEURON
LESI TRACTUS CORTICOSPINAL (TRACTUS PYRAMIDAL)
1. Tes Babinsky positif. Ingat bahwa tanda babinsky secara normal terdapat
selama setahun pertama kehidupan, karena tractus kortikospinal tidak
bermielin sampai akhir tahun kehidupan pertama.
2. Arefleksia abdominalis superficial. Reflek ini tergantung pada integritas
tractus, yang menimbulkan eksitasi tonik pada neuron internunsial.
3. Arefleksia cremaster.
4. Kehilangan penampilan gerakan volunter terlatih yang halus.
LESI TRACTUS DESCENDEN SELAIN TRACTUS CORTICOSPINAL
(TRACTUS EKSTRAPIRAMIDAL)
1. Paralisa parah dengan sedikit atau tanpa adanya atrofi otot
2. Spastik atau hipertonisasi otot. anggota gerak tubuh bawah dalam ekstensi
dan anggota gerak atas dipertahankan dalam keadaan fleksi
3. Peningkatan reflek otot serta klonus dapat ditemukan pada fleksor jari
tangan,muskulus quadrisep femoris dan otot paha.
4. Reaksi pisau lipat. Mengadakan gerakan pasif suatu sendi terdapat tahanan
oleh adanya spastisitas otot.
LESI LOWER MOTOR NEURON
1. Paralisis flaksid otot yang disuplai.
2. Atrofi otot yang disuplai.
3. Kehilangan reflek otot yang disuplai.
4. Vasikulasi muskuler. Keadaan ini merupakan twitching otot yang hanya
terlihat jika terdapat kerusakan yang lambat dari sel.
99
5. Kontraktur muskuler. Ini adalah pemendekan otot yang mengalami
paralise, lebih sering terjadi pada otot antagonis, dimana kerjanya tidak
lagi dilawan oleh otot yang mengalami paralise.
6. Reaksi degenerasi. Dalam keadaan normal otot yang diinervasi memberikan
respon terhadap stimulus dengan cara pemberian arus paradiks atau terputus-putus
dan adanya arus galvanis atau langsung. dalam hal ini jika LMN dipotong otot
tidak lagi memberikan respon terhadap stimulus listrik terputus setelah kejadian
tersebut,walaupun tetap memberikan respon terhadap arus langsung setelah arus
tersebut hilang. (7)
SINDROM PEMOTONGAN SPESIFIK
1. LESI KORTIKAL (tumor,hematoma,infark,dll) mengakibatkan paresis
tangan atau lengan kontralateral. Gerakan volunter harus, terlatih, paling
sering terlibat. Terjadi monoparesis, paresis terjadi karena penjagaan
traktus ekstrapiramidalis yang hampir total. Lesi kecil di kortek ada 4
menghasilkan paresis flacid dan serangan epilepsi fokal yang agak sering
(epilepsi jackson).
2. Lesi kapsula Interna : terjadi hemiplegi spastik kontralateral karena serat
piramidalis dan ekstrapiramidalis dekat satu sama lain. Traktus
kortikonuklearis terlibat sehingga terjadi paralisis fasial kontralateral dan
mungkin saraf hipoglosus. Kebanyakan nuklei motorik kranialis disarafi
secara bilateral oleh traktus tersebut. Kerusakan cepat menyebabkan
paralisis kontralateral , yang pertama-tama bersifat flacid karena efeknya
seperti syok pada neuron perifer, setelah berjam-jam atau berhari-hari
paralisis menjadi spastik karena serat ekstrapiramidalis juga rusak.
3. Lesi pedunkel : hasil dari lesi ini adalah hemiplegia spastik kontralateral,
yang berkaitan dengan paralisis ipsilateral saraf okulomotorius.
100
4. Lesi pons : hasil dari lesi ini hemiplegi kontralateral dan mungkin
bilateral. Tidak semua serat ekstrapiramidalis mengalami kerusakan
karena serat yang berjalan ke bawah ke wajah dan nuklei hipoglosus
terletak lebih dorsal, nervus fasialis dan hipoglosus mungkin tidak terkena
sebaliknya mungkin ada paralisis ipsilateral saraf abdusens dan
trigeminus.
5. Lesi piramida : menghasilkan hemiparesis flacid kontralateral. Tidak ada
hemiplegi kerena yang rusak hanya serat piramidalis. Jaras
ekstrapiramidalis terletak lebih dorsal dalam medula dan tetap utuh.
6. Lesi servikalis : keterlibatan traktus piramidalis lateral berasal dari
penyakit seperti sklerosis lateral amiotropik atau multipel, mengakibatkan
hemiplegia spastik ipsilateral karena traktus piramidal sudah menyilang,
paralisis bersifat spastik karena serat ekstrapiramidalis yang bercampur
dengan serat piramidalis juga mengalami kerusakan.
7. Lesi torakalis : interupsi pada traktus piramidalis lateral yang disebabkan
penyakit seperti sklerosis lateral amiotropik atau multipel mengakibatkan
monoplegia spastik ipsilateral dari tungkai. Kerusakan bilateral
menyebabkan paraplegia
8. Lesi radiks anterior : kelumpuhan akibat lesi ini adalah ipsilateral dan
flaccid, akibat kerusakan motor neuron bawah atau perifer
Lesi yang melibatkan dekusatio traktus piramidalis menghasilkan sindrom yang
jarang ditemukan yaitu hemiplegia krusiata (hemiplegia alterans). (6)
Pemeriksaan Sensibilitas Eksteroseptik meliputi Rasa Raba, Rasa Nyeri dan
Rasa Suhu
1. Pemeriksaan rasa raba
Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas,kertas atau kain dan
ujungnya diusahakan sekecil mungkin.Thigmestesia berarti rasa raba
halus.Bila rasa raba ini hilang disebut thigmanesthesia
101
102
Gambar 15 : pemeriksaan raba
2. Pemeriksaan rasa nyeri
Rasa nyeri dapat dibagi atas rasa-nyeri-tusuk dan rasa-nyeri-tumpul,atau rasa
nyeri cepat dan rasa nyeri lamban.Bila kulit ditusuk dengan jarum kita rasakan
nyeri yang mempunyai sifattajam,cepat timbulnya dan cepat hilangnya.Nyeri
serupa ini disebut nyeri-tusuk.Rasa nyeri yang timbul bila testis
dipijit,timbulnya tidak segeradan lenyapnya lama sesudah dipijit.Ini disebut
nyeri lamban.
103
Gambar 16 : pemeriksaan nyeri
104
Monofiliment
105
Monofiliment testing
Neuropathic Ulcer
3. Pemeriksaan rasa getar
106
Pemeriksaan rasa getar biasanya dilakukan dengan jalan menempatkan
garputala yang sedang bergetar pada ibu jari kaki,maleolus lateral dan medial
kaki,tibia,spina iliaka anteriorsuperior,sacrum,prosesus spinosus
vertebra,sternum,clavikula,prosesus stiloideus radius dan ulna dan jari-jari.
128 Hz tuning fork
107
Gambar 17: pemeriksaan getar
4. Temperatur/suhu
Pemeriksaan temperatur lebih banyak menghabiskan waktu dan sulit.Oleh
sebab itu tidak merupakan pemeriksaan yang rutin seperti halnya modalitas
yang lain.Serat-serat untuk rasa temperature bersama-sama atau mengikuti
serat-serat untuk nyeri.Perubahan yang sedikit (lesi ringan) akan sulit
diketahui.Diperiksa dengan 2 gelas/botol berisi air panas dan dingin
(temperature bisa diubah-ubah/bervariasi).Dengan mata tertutup pasien
diminta membedakan botol /gelas tersebut setelah disentuh di bagian
badannya.
Gambar 18: pemeriksaan suhu
108
5. Pemeriksaan sensorik kortikal/diskriminatif
Menentukan lokasi rangsangan (topografi),gradiasi kehalusan dari rasa
raba,berat badan,semuanya ini perlu fungsi kortikal.
Syarat pemeriksaan sensorik kortikal ini adalah fungsi sensorik primer
(raba,posisi) harus baik dan tidak ada gangguan tingkat
kesadaran ,kadang-kadang ditambah dengan syarat harus mampu
memanipulir objek atau tidak ada kelemahan otot-otot tangan (pada tes
barognosis).
Semua defek dari integrasi sensorik dianggap atau disebut agnosia.
Macam-macam gangguan fungsi sensorik kortikal adalah :
GANGGUAN 2 (two) POINT TACTILE DICRIMINATION.
Memeriksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak
secara serentak, bias memakai kompas atau calibrated dua point esthesiometer.
Pada anggota gerak atau biasanya diperiksa pada ujung jari. Orang normal
bisa membedakan dua rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua rangsangan
pada ujung jari tersebut lebih besar dari 3 mm. Ketajaman menentukan dua
rangsangan tersebut sangat tergantung pada bagian tubuh yang diperiksa, yang
terpenting adalah membandingkan kedua sisi.
Gambar 19: pemeriksaan two point of discrimination
GANGGUAN GRAPESTHESIA = GRAPHANESTHESIA
Melakukan pemeriksaan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian
tubuh yang berbeda-beda dari kulit penderita. Meminta pasien mengenal
angka yang digoreskan pada bagian tubuh tersebut, sementara itu mata
sebaiknya ditutup. Besar tulisan tergantung pada area yang diperiksa. Alat
109
yang digunakan adalah pensil atau jarum tumpul. Pemeriksaan ini sangat
tergantung pada banyak faktor yaitu derajat tekanan, kecepatan, dan besar
huruf, sehingga kadang-kadang sulit membuat kesimpulan. Tetapi sekali lagi
yang terpenting adalah membandingkan antara kanan dan kiri.
Gambar 20: pemeriksaan grapesthesia
GANGGUAN STEREOGNOSIS = ASTEREOGNOSIS
Memeriksa pada tangan, pasien mengenal sebuah benda yang ditempatkan
pada masing-masing tangan dan diminta merasakan dengan jari-jarinya.
Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan dan mata ditutup disebut
sebagai tactile agnosia atau astereognosis. Syarat pemeriksaan sensasi
protopatik dan proprioseptik harus baik
Gambar 21: pemeriksaan stereognosis
GANGGUAN BAROGNOSIS = ABAROGNOSIS
Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar
benda kurang lebih sama dengan berat benda. Syarat pemeriksaan adalah rasa
gerak dan posisi sendi harus baik.
110
GANGGUAN TOPOGRAFI/TOPETHESIA = TOPOGNOSIA
Kemampuan pasien melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu.
Syarat pemeriksaannya, rasa raba harus baik
ANOSOGNOSIA = SINDROMA ANTON-BABINSKY
Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya kesadaran terhadap bagian
tubuh yang lumpuh atau hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya
kelumpuhan tersebut dan percaya bahwa dia dapat menggerakka bagian-
bagian tubuh yang lumpuh dan penderita sering menelantarkan anggota tubuh
yang lumpuh tersebut. Ada yang menduga bahwa penolakan dan penelantaran
bagian yang lumpuh atau sakit tersebut adalah akibat gangguan spasial yang
berat atau gangguan atensi yang berat.
SENSORY INATTENTION = EXTINCTION PHENOMENON
Memeriksa dengan rangsangan secara serentak pada kedua titik di anggota
gerak kanan dan kiri yang letaknya setangkup, sementara itu mata tertutup.
Mula-mula diraba punggung tangan dan pasien diminta untuk mengenali
tempat yang diraba. Kemudian meraba pada titik yang setangkup pada sisi
tubuh yang berlawanan dan mengulangi pertanyaan tersebut. Setelah pasien
dapat merasakan rabaan pada masing-masing sisi yang setangkup tersebut
dengan baik, maka kita raba pada kedua tempat tersebut dengan tekanan yang
sama besar secara serentak. Bila ada extinction phenomenon maka pasien akan
merasakan rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja. Rangsangan bisa
memakai ujung jari, kapas atau kepala jarum.
111
Gambar 22 : pemeriksaan sensory inattention
BAB IV
REFLEKS
Baik disadari maupun tidak,tubuh kita selalu melakukan gerak.
Bahkanseseorang yang tidak memiliki kesempurnaan pun akan tetap melakukan
gerak. Saat kita tersenyum,mengedipkan mata atau bernapas sesungguhnya telah
terjadi gerak yang disebabkanoleh kontrasi otot.
112
Gerak terjadi begitu saja. Gerak terjadi melalui mekanisme rumit dan
melibatkan banyak bagian tubuh.Terdapat banyak komponen – komponen tubuh
yang terlibat dalam grak iniBaik itu disadari maupun tidak disadari.
Gerak adalah suatu tanggapan tehadap rangsangan baik itu dari dalam
tubuh maupun dari luar tubuh. Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat
sederhana untuk menjelaskan penghantaran impuls oleh saraf.
Seluruh mekanisme gerak yang terjadi di tubuh kita tak lepas dari
peranan system saraf. Sistem saraf ini tersusun atas jaringan saraf yang di
dalamnya terdapat sel-sel saraf atau neuron. Meskipun system saraf tersusun
dengan sangat kompleks,tetapi sebenarnya hanya tersusun atas 2 jenis sel,yaitu
sel saraf dan sel neuroglia.
Adapun berdasarkan fungsinya system saraf itu sendiri dapat dibedakan
atas tiga jenis :
1. Sel saraf sensorik
Sel saraf sensorik adalah sel yang membawa impuls berup
rangsangan dari reseptor (penerima rangsangan), ke system saraf pusat (otak
dan sumsum tulang belakang).SEl saraf sensorik disebut juga dengan sel
saraf indera,karena berhubungan dengan alat indra.
2. Sel saraf Motorik
SEl saraf motorik berfungsi membawa impuls berupa tanggapan dari
susunan saraf pusat (otak atau sumsum tulang belakang) menuju to atau
kelenjar tubuh. Sel saraf motorik disebut juga dengan sel saraf
penggerak,karena berhubungan erat dengan otot sebagai alat gerak.
3. Sel saraf penguhubung
Sel saraf penguhubung disebut juga dengan sel saraf konektor,hal ini
disebabkan karena fungsinya meneruskan rangsangan dari sel saraf sensorik
ke sel saraf motorik. Namun pada hakikatnya sebenarnya system saraf
terbagi menjadi du kelompok besar :
1. Sistem saraf sadar
113
Adalah system saraf yang mengatu tau mengkoordinasikan semua
kegiatan yang dapat diatur menurut kemauan kita.Contohnya,melempar
bola,berjalan,berfikir,menulis,berbicara dan lain-lain.
Saraf sadar pun terbagi menjadi dua :
a. Saraf pusat
terdiri dari :
- Otak
Merupakan pusat kesadaran,yang letaknya di rongga tengkorak.
- Sumsum tulang belakang
Sumsum tulang belakang berfungsi menghantarkan impuls
(rangsangan) dari dan ke otak,serta mengkoordinasikan gerak
refleks. Letaknya pada ruas-ruas tulang belakang,yakni dari ruas –
ruas tulag leher hingga ke ruas-ruas tulang pinggang yang kedua.
Dan dalam sumsum ini terdapat simpul – simpul gerak refleks.
b. Saraf Tepi
Sistem saraf tepi terdiri dari sarfa-saraf yang berada di luar system
saraf pusat (otak dan sumsum ulang belakang). Artinya system saraf
tepi merupakan saraf yang menyebar pada seluruh bagian tubuh yang
melayani organ-organ tubh tertentu,sepeti
kulit,persendian,otot,kelenjar,saluran darah dan lain-lain.
2. Susunan saraf tak sadar.
- Susunan saraf simpatis
- Susunan saraf parasimpatis
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang
terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan
panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya
diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh
saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis
terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan
114
gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu.
Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk. Dimana gerak refleks
ini merupakan gerak yang dihasilkan oleh jalur saraf yang paling sederhana. Jalur
saraf ini dibentuk oleh sekuen dari neuron sensorik ,interneuron, dan neuron
motorik, yang mengalirkan impuls saraf untuk tipe refleks tertentu. Gerak refleks
yang paling sederhanahanya memerlukandua tipe sel saraf, yaitu neuron sensorik
dan neuron motorik. Gerak refleks bekerja bukanlah dibawah kesadaran dan
kemauan seseorang.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu
dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori
ke pusat saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam
otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor,
yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak refleks
dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam
otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan
refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di dalam
sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut
Kemudian bagaimanakah mekanisme gerak refleks dalam tubuh kita?
Gerak refleks adalah gerak yang dihasilkan oleh jalur saraf yang paling
sederhana. Jalur saraf ini dibentuk oleh sekuen neuron sensor,interneuron,dan
neuron motor,yang mngalirkan impuls saraf untuk tipe reflek tertentu.Gerak
refleks yang paling sederhana hanya memerlukan dua tipe sel sraf yaitu neuron
sensor dan neuron motor.
Gerak refleks disebabkan oleh rangsangan tertentu yang biasanya
mengejutkan dan menyakitkan. Misalnya bila kaki menginjak paku,secara
otomatis kita akan menarik kaki dan akan berteriak. Refleks juga terjadi ketika
kita membaui makanan enak , dengan keluarnya air liur tanpa disadari. Brikut
skema gerak refleks
115
Gerak refleks terjadi apabila rangsangan yang diterima oleh saraf sensori
langsung disampaikan oleh neuron perantara (neuron penghubung).Hal ini
berbeda sekali dengan ekanisme gerak biasa.
Gerak biasa rangsangan akan diterimaleh saraf sensorik dan kemudian
disampaikan langsung ke ota. Dari otak kemudian dikeluarkan perintah ke saraf
motori sehingga terjadilah gerakan. Artinya pada gerak biasa gerakan itu diketahui
atu dikontrol oleh otak. Sehingga oleh sebab itu gerak biasa adalah gerak yang
disadari.
Dalam praktek sehari-hari kita biasanya memeriksa 2 macam refleks, yaitu
refleks dalam dan refleks superficial.
Refleks Dalam (Refleks Regang Otot)
Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh
rangsangan, dan sebagai jawabannya maka otot berkontraksi. Refleks dalam juga
dinamai refleks regang otot (muscle stretch reflex).
Pemeriksaan refleks
Refleks patologik (abnormal)
Refleks tendo dalam (miotatik)
Refleks superfisialis (kulit,dan selaput lender)
Refleks (organik)
Pemeriksaan Refleks Dalam
Refleks triseps (C6,7-8 N.radialis)
Refleks tendon biseps brakhialis (C5-6,N.muskulocutaneus)
Refleks tenton lutut (L2-3-4,N.femoralis)
Refleks tendon archilles (L5,S1-2,N.tibialis)
Refleks biseps femoralis (L4-5,S1-2,N.ischiadicus)
Refleks maseter
Refleks periosteum radialis (C5-6,N.radialis)
Refleks periosteum ulnaris (C8,T.1,N.pektoralis medialis et lateralis)
116
Refleks otot dinding perut (bagian atas :T8-9,bagian tengah:T9-10,bagian
bawah :T11-12)
Pemeriksaan Refleks Patologik
Extensor plantar response (Babinski sign)
Penderita disuruh berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan.
Pergelangan kaki pasien dipegang dengan tujuan supaya kaki tetap pada
tempatnya.
Untuk menstimulasi digunakan kayu geretan atau benda yang agak
runcing. Goresan harus dilakukan perlahan agar tidak menimbulkan nyeri
karena dapat menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex).
Goresan dilakukan pada bagian lateral dari telapak kaki, mulai tumit
menuju pangkal jari.
Refleks babinski positif jika terjadi gerakan dorsofleksi ibu jari serta
pengembangan jari-jari kaki.
117
normal
Gambar 25 : Babinski sign
Gerakan reflektorik sebagaimana yang tersebut di atas dapat dibangkitkan
dengan cara-cara lain. Metode –metode perangsangan yang berbeda-beda
itu antara lain:
Refleks Chaddock
Pemberian stimuli/ rangsangan dengan penggoresan terhadap kulit
dorsum pedis bagian lateral atau penggoresan di sekitar maleolus
eksterna.
118
Gambar 26 : Chaddock reflex
Refleks Oppenheim
Pengurutan dari proksimal ke distal secara keras dengan jari
telunjuk dan ibu jari tangan terhadap kulit yang menutupi os tibia,
atau,
Pengurutan dilakukan dengan menggunakan sendi interfalangeal
jari telunjuk dan jari tangan yang mengepal.
Gambar 27 : Oppemheim reflex
Refleks Gordon
Stimulasi dengan memencet betis secara keras
Gambar 28 : Gordon reflex
Refleks Schaeffer
Stimulasi dengan memencet tendon Achilles secara keras.
119
Gambar 29 : Schaeffer reflex
Refleks Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya.
Gambar 30 : Gonda reflex
Refleks Bing
Dibangkitkan dengan memberikan rangsangan tusuk pada kulit
yang menutupi metatarsal kelima.
Gambar 31: Bing reflex
Refleks Rossolimo
120
Mengetuk –ketuk kaki bagian terdepan maka akan timbul fleksi jari-jari
kaki di sendi –sendi interphalangeal.
Gambar 32 : Rossolimo reflex
Refleks Mendel-Becheterew
Mengetuk –ketuk kulit dorsum pedis yang menutupi os kuboid maka akan
timbul fleksi jari-jari kaki di sendi–sendi interphalangeal.
Gambar 33 : Mendel-Bechterew reflex
Refleks patologik di tangan
Refleks Hoffmann
Sikap tangan pasien dan tangan si pemeriksa seperti pada gambar
berikut
121
Stimulus: goresan pada kuku jari tengah pasien dengan ujung kuku ibu
jari si pemeriksa.
Respons: jari telunjuk terutama ibu jari dan jari-jari lainnya berfleksi
sejenak tiap kali kuku jari tengah pasien digores.
Gambar 34 : Hoffmann reflex
Refleks Wartenberg
Sikap tangan pasien dan tangan si pemeriksa seperti pada gambar
berikut
Gambar 35 : wartenberg reflex
Stimulus: ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
phalangs kedua dan distal jari-jari pasien.
Respons: fleksi jari-jari pasien yang dapat dilihat/ dirasakan oleh
pemeriksa
122
Refleks Mayer
Sikap lengan pasien dipegang oleh si pemeriksa menekukkan jari
tengah pasien secara maksimal ke arah telapak tangan.
Respons: pada orang sehat ibu jari akan beroposisi, jika ada kerusakan
pada susunan piramidal maka ibu jari tidak beroposisi.
Refleks Leri
Sikap lengan diluruskan dengan bagian ventralnya menghadap ke atas
Stimulus: tangan pasien ditekuk secara maksimal di pergelangan
tangan oleh si pemeriksa
Respons: pada orang sehat lengan bawah akan menekuk di sendi siku,
jika ada kerusakan pada susunan piramidal maka gerakan fleksi di siku
tidak timbul.
Refleks Grewel pronasi-abduksi
Sikap lengan pasien setengah difleksikan di siku dengan lengan
bawahnya dalam posisi antara pronasi dan supinasi.
Stimulus: tangan pasien secara maksimal dan mendadak dipronasikan
oleh si pemeriksamencolek-colek ujung jari tengah
Respons: pada orang sehat timbul gerakan reflektorik yang terdiri
abduksi lengan atas, jika ada kerusakan pada susunan piramidal maka
gerakan reflektorik tersebut tidak timbul.
Refleks patologik pertanda regresi
Gerakan reflektorik yang bangkit secara fisiologik pada bayi dan tidak
didapatkan pada anak-anak yang besar maupun orang dewasa. Fenomena ini
menandakan kemunduran fungsi susunan saraf pusat. Adapun refleks-refleks
yang menandakan proses regresi antara lain
Snout reflex
Stimulus: perkusi pada bibir atas.
123
Respons: bibir atas dan bawah menjungur atau kontraksi otot –otot di
sekitar bibir atau di bawah hidung.
Gambar 36 : Snout reflex
Refleks memegang
Stimulus: penekanan atau penempatan jari pemeriksa pada telapak
tangan pasien.
Respons: tangan pasien mengepal.
Gambar 37 : graspping reflex
Refleks palmometal
124
Stimulus: goresan dengan ujung pensil atau ujung gagang palu refleks
terhadap kulit telapak tangan bagian tenar.
Respons: kontraksi M.mentalis dan orbikularis oris ipsilateral.
Reflek leher tonik
Stimulus: kepala diputar ke samping.
Respons: lengan dan tungkai yang dihadapi menjadi hipertonik dan
dalam posisi ekstensi, sedangkan lengan dan tungkai di balik wajah
menjadi hipertonik dalam sikap fleksi.
Refleks ini dapat dijumpai pada orang-orang dengan demnsia, proses
desak ruang intrakranial, paralisis pseudobulbaris dan sebagian
penderita sindroma post stroke.
Pemeriksaan Refleks Tendon Dalam
Hasil pemeriksaan refleks dalam merupakan informasi penting yang sangat
menentukan. Maka dari itu pembangkitan refleks tendon dan penilaiannya harus
tepat. Hal- hal yang perlu diperhatikan ialah sebagai berikut:
Tekhnik pengetukan dan sasaran ketukan harus tepat.
Sikap anggota gerak yang simetrik, santai dan tidak boleh tegang.
Pengetukan dilakukan dengan intensitas yang berbeda-beda pada refleks
tendon yang sepadan.
Penilaian / penderajatan refleks sesuai dengan tabel di atas.
Adapun pemeriksaan refleks –refleks dalam yang akan dilakukan antara lain:
Refleks tendon biseps brakhialis (C.5-6, N.muskulokutaneus)
Sikap lengan pasien setengah ditekuk di sendi siku.
Menempatkan ibu jari di atas tendon otot biseps.
125
Gambar 38 : biceps reflex
Kemudian ibu jari diketuk .
Responnya berupa fleksi lengan di siku.
126
Refleks triseps ( C6,7-8, N.radialis)
Sikap lengan bawah pasien setengah difleksikan di sendi siku dan sedikit
dipronasikan.
Tendon otot triseps diketuk.
Gambar 39 : triceps reflex
Responnya berupa ekstensi lengan bawah di sendi siku.
Refleks tendon lutut ( L2-3-4, N.femoralis)
Pemeriksaan refleks tendon lutut dapat dilakukan dalam 3 posisi yaitu:
Pasien duduk dengan kedua kakinya digantung.
Pasien duduk dengan kedua kakinya ditapakkan di atas lantai.
Pasien berbaring telentang dengan tungkai yang difleksikan di sendi
lutut.
Gambar 40 : patellar reflex
Stimulasi berupa ketukan tepat pada tendon patela yang mana respon dari
pasien berupa tungkai bawah berekstensi.
Untuk mempermudah timbulnya refleksi tendon patela dan untuk
mengalihkan perhatian pasien , maka pasien disuruh untuk menarik kedua
127
tangan yang saling berkaitan pada jari-jarinya. Hal ini dikenal sebagai
jendrasic maneuver.
Refleks biseps femoris( L.4-5,S.1-2, N.ischiadicus)
Pasien diminta untuk berbaring terlentang dengan tungkai sedikit ditekuk
di sendi lutut.
Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon M.biseps femoris lalu diketuk,
maka responnya berupa kontraksi otot biseps femoris.
Refleks tendon achilles( L.5,S.1-2, N.tibialis)
Pemeriksaan refleks ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu;
Kemudian mengetuk tendon Achilles.
Gambar 41 : Achilles reflex
Responnya berupa plantarfleksi kaki.
Refleks maseter
Pasien diminta untuk sedikit membuka mulutnya dan selama membuka
mulut diminta untuk mengeluarkan suara 'aaaaaa'
Pemeriksa menempatkan jari telunjuk tangan kirinya di garis tengah dagu
dan dengan palu refleks dilakukan pengetukan dengan tangan kanan pada
jari telunjuk tangan kiri.
Jawaban yang diperoleh adalah kontraksi otot maseter dan temporalis
bagian depan yang menghasilkan penutupan mulut secara tiba-tiba.
Refleks ini hilang pada paralisis nuklearis dan infranuklearis N.trigeminus
dan meninggi pada lesi supranuklear N.trigeminus, terutama bila lesinya
bilateral.
Refleks periosteum radialis (C5-6, N.radialis)
128
Sikap lengan bawah pasien setengah difleksikan di sendi siku dan tangan
sedikit dipronasikan.
Periosteum ujung distal os radii diketuk
Responnya berupa fleksi lengan bawah di siku dan supinasi lengan /
tangan.
Refleks periosteum ulnaris ( C.8, T.1, N.ulnaris)
Sikap lengan bawah pasien setengah ditekuk di sendi siku dan sikap
tangan antara pronasi dan supinasi.
Periosteum prosesus stiloideus diketuk sehingga menimbulkan respon
pronasi tangan karena kontraksi otot pronator kwadratus.
Refleks pektoralis( C.5, T.1,N. pektoralis medialis et lateralis)
Pasien diminta untuk berbaring telentang dengan kedua lengan lurus di
samping badan.
Kemudian jari pemeriksa ditempatkan pada tepi lateral otot pektoralis dan
diketuk.
Responnya berupa kontraksi otot pektoralis.
Refleks otot dinding perut ( bagian atas: T8-9, bagian tengah : T9-10, bagian
bawah : T11-12).
Pasien diminta berbaring telentang dengan kedua lengan lurus disamping
badan.
Memberi stimulasi berupa ketukan pada jari atau kayu penekan lidah yang
ditempatkan pada bagian atas, tengah, dan bawah dinding perut.
Responnya berupa otot dinding perut yang bersangkutan mengganjal.
Pemeriksaan Refleks Superfisialis
Refleks kornea
Pasien diminta melirik ke atas atau ke samping, lalu di goreskan pada satu
sisi seutas kapas pada korneanya yang mana goresan tersebut
membangkitkan kedipan kelopak mata atas reflektorik secara bilateral.
129
Gambar 42 : refleks kornea
Reflek kornea ini negatif pada paralisi nervus fasialis perifer
Refleks bersin
Timbulnya bangkis reflektorik atas perangsangan mukosa hidung dengan
cara mengitik-itiknya (sehingga timbul kontraksi otot-otot fasialis
ipsilateral = refleks nasal Bechterew).
Refleks kulit dinding perut
Kulit dinding perut di gores dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau
ujung kunci
Penggoresan dilakukan dari samping menuju ke garis tengah perut pada
setiap segmen, yaitu segmen epigastrik, supraumbilik, umbilik dan infra
umbilik.
Refleks kulit dinding perut hilang pada lesi piramidalis.
Refleks kremaster
Penggoresan dengan pensil, ujung gagang palu refleks atau ujung kunci
pada kulit paha bagian medial.
Responnya berupa elevasi testis ipsilateral.
Refleks ini menghilang pada lesi di segmen L.1-2, pada lansia, jika ada
hidrosel, varikosel, ataupun arkhitis dan epididimitis
Refleks gluteal
Dengan penggoresan atau penusukan pantat (bokong) dengan jarum atau
gagang palu refleks.
Responnya berupa gerakan reflektorik otot gluteus ipsilateral
Refleks ini menghilang jika terdapat lesi di segmen L.4-S.1.
130
Refleks anal eksterna
Dengan cara penggoresan atau ketukan pada kulit atau mukosa daerah
perianal.
Responnya berupa gerakan reflektorik dari kontraksi otot sphingter ani
eksterna.
Refleks plantaris (strumpell)
Dengan cara penggoresan pada kulit telapak kaki yang mana responnya
pada orang sehat berupa plantarfleksi dan fleksi semua jari kaki .
Dikatakan responnya abnormal jika terjadi ekstensi serta pengembangan
jari-jari kaki dan elevasi ibu jari kaki.
Respon patologik ini merupakan salah satu tanda lesi di sistem piramidal.
131
DAFTAR PUSTAKA
Hall and Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Lumbangtobing, S.M. Prof. DR. Dr. 2004. NEUROLOGI Klinik Pemeriksaan
Fisik Dan Mental. Hal 88-145. Jakarta : FKUI
Sidharta, Priguana M.D, Ph.D. 1999. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam
Neurologi. Hal 393-408. Jakarta : DIAN RAKYAT
132