Upload
wahyu-agung-wibowo
View
57
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
MAKALAH gerontik endokrin
Citation preview
MAKALAH
KEPERAWATAN GERONTIK
“PENUAAN SISTEM ENDOKRIN
PADA LANJUT USIA”
Disusun Oleh :
Disusun Oleh Kelompok 6 :
1. Anita Desi Rahmawati
2. Indriya Ika Purwita Sari
3. Muhammad Saroful Anam .
4. Nur Amin
5. Prima Kurniawati
YAYASAN PENDIDIKAN KESEHATAN KETONGGO
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI
TAHUN AJARAN 2013 / 2014
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis dapat melengkapi tugas dengan menyelesaikan pembuatan makalah
yang berjudul “PENUAAN SISTEM ENDOKRIN PADA LANSIA“.
Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, pengarahan, dan
sumbangan pikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik sumbangan ide maupun dukungan
moril.
Penulis menyadari, bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga Makalah ini dapat menambah dan memperkaya pengetahuan
bagi para pembaca dan khususnya di bidang kesehatan.
Ngawi, 5 Oktober 2013
Kelompok 4
DAFTAR ISI
Halaman judul............................................................................................................... i
Kata pengantar.............................................................................................................. ii
Daftar isi....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang...............................................................................................
1.2. Rumusan masalah..........................................................................................
1.3. Tujuan Masalah..............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Sistem Endokrin...............................................................................
2.2. Anatomi Sistem Endokrin.............................................................................
2.3. Penuaan Normal Sistem Endokrin.................................................................
2.4. Masalah yang sering terjadi pada sistem endokrin........................................
2.5. Penyakit yang sering muncul pada sistem endokrin......................................
2.6. Insiden Penyakit Diabetes Melitus Pada Usia Lanjut...................................
2.7. Rencana Keperawatan...................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................
3.2. Kritik dan Saran...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya
semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan
kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang
sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi
hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat
dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari
tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau
perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.
Dalam makalah ini dibahas masalah penyakit diabetes pada usia lanjut beserta asuhan
keperawatannya.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi dari Sistem Endokrin?
2. Apa saja anatomi Sistem Endokrin?
3. Bagaimana penuaan normal Sistem Endokrin?
4. Apa saja masalah yang sering muncul pada Sistem Endokrin?
5. Bagaimana penjelasan penyakit yang muncul pada Sistem Endokrin?
1.3. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui definisi dari Sistem Endokrin
2. mengetahui anatomi Sistem Endokrin
3. mengetahui penuaan normal Sistem Endokrin
4. mengetahui masalah yang sering muncul pada Sistem Endokrin
5. Mengetahui penjelasan penyakit yang muncul pada Sistem Endokrin
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi
organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai “pembawa pesan” dan dibawa oleh aliran darah ke
berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan “pesan” tersebut menjadi suatu
tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar
keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastrointestin. System endokrin merupakan
bagian dari system pengatur tubuh, pengaturan berbagai fungsi metabolism tubuh.
Sistem endokrin adalah sekumpulan kelenjar dan organ yang memproduksi dan mengatur
hormon dalam aliran darah untuk mengontrol banyak fungsi tubuh. Sistem ini tumpang tindih
dengan sistem saraf dan eksokrin dan tanggung jawabnya meliputi metabolisme, pertumbuhan,
dan perkembangan seksual.
Kelenjar utama dari sistem endokrin adalah pituitari, hipotalamus, dan pineal yang
terletak di otak, tiroid dan paratiroid di leher, timus, adrenal dan pankreas di perut, dan gonad,
indung telur atau testis di perut bagian bawah. Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar
tersebut terlalu banyak dan rumit untuk didaftar. Kelenjar pituitari sering disebut sebagai
“kelenjar utama” karena mengontrol fungsi anggota lain dari sistem endokrin. Kelenjar pineal
membuat melatonin, yang memutuskan kita harus tidur ketika gelap dan terbangun ketika cahaya
muncul. Pankreas menghasilkan insulin yang memutuskan berapa banyak gula yang harus
beredar dalam darah
2.2. ANATOMI SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin, seperti sistem syaraf, memungkinkan bagian-bagian yang terletak jauh
didalam tubuh untuk saling berkomunikasi. Terdapat tiga komponen dalam system endokrin :
kelenjar endokrin yang mengeluarkan zat-zat antara kimiawi ke dalam aliran darah; zat antara
kimiawi itu sendiri yang disebut hormone; dan sel atau organ sasaran yang berespon terhadap
hormone tersebut.
KELENJAR ENDOKRIN
Kelenjar endokrin adalah organ yang membuat, menyimpan dan mengeluarkan
hormone ke dalam aliran darah. Terdapat banyak kelenjar endokrin didalam tubuh, mencakup:
kelenjar hipofisis (pituitary), Tiroid, Paratiroid, Adrenal, Pulau-pulau langerhans pancreas,
Ovarium dan testes
Kelenjar eksokrin ] (kelenjar keringat)
Kelenjar Endokrin antara lain :
1. Hipotalamus
Adalah sebuah organ neuroendokrn kecil yang terletak dibagian otak depan yang disebut
diensefalon. Hipotalamus adalah organ yang berkaitan dengan homeostatis, mempertahankan
lingkungan internal tubuh tetap konstan. Kelenjar ini menerima informasi dari susunan saraf
pusat dan perifer mengenai suhu tubuh, nyeri, rasa nikmat, makanan, rasa lapar, dan status
metabolik.
2. Hipofisis anterior
Disebut juga adenohipofisis, terdiri dari jaringan non saraf. Kelenjar ini secara otomatis
terpisah dari hipotalamus, tetapi secara fungsional berhubungan dengannya melalui suplai
darahnya.
3. Hipofisis posterior
Disebut juga neurohipofisis, adalah jaringan saraf sejati yang secara embriologis
berasal dari hipotalamus. Terdapat tiga bagian: eminensia mediana, akar infundibulus, prosesus
infundibulus.
HORMON
Adalah suatu perantara kimiawi yang dilepaskan oleh suatu kelenjar endokrin kedalam
sirkulasi. Setelah dilepaskan hormone mengalir dalam darah dan hanya mempengaruhi sel-sel
tubuh yang memiliki reseptor ( tempat pengikatan) spesifik untuknya. Sel-sel yang berespon
terhadap hormone tertentu disebut sel sasaran untuk hormon tersebut.
Fungsi hormon
Reproduksi
Pertumbuhan dan perkembangan
Homeostasis
Pengaturan pengadaan energi
Klasifikasi hormon
Steroid
estrogen, progesteron, testosteron, cortisol, aldosteron
Turunan asam amino tyrosin
tiroksin, triiodotyronin, epinefrin dan norepinefrin
Protein/peptida
hormon hipofise ant dan post, insulin, glukagon, PTH dsb
FEEDBACK NEGATIF
Kelenjar endokrin secara alami mempunyai tendensi untuk over sekresi
hormonnya
Akibatnya, hormon akan banyak diproduksi untuk merangsang organ target
Organ target akan berfungsi
Ketika fungsi sudah terlalu banyak terbentuk untuk menekan produksi kelenjar
endokrin
RESEPTOR
Hormon bergantung pada adanya reseptor
Fungsi reseptor :
Membedakan hormon dan lainnya
Mengatur sinyal hormonal menjadi respon seluler yang tepat
Lokasi reseptor pada sel :
Membran sel (hormon protein)
Sitoplasma (hormon steroid)
Inti sel (hormon tiroid)
2.3. PENUAAN NORMAL SISTEM ENDOKRIN
Walaupun lansia dapat mengalami diabetes lebih seing daripada kelompok usia yang
lebih muda, kondisi maupun konsekuensi normal dari proses penuaan ini bukanlah hal yang tidak
dapat dihindarkan. Beberapa perubahan terkait usia meningkatkan risiko diabetes, namun, pada
kenyataannya dapat memperbesar kesempatan seseorang untuk mengalami penyakit ini pada
setiap dekade kehidupannya. Perubahan diatas juga mencakup perubahan status gizi dan fungsi
endokrin.
Selama dekade terakhir kehidupan, banyak lansia cenderung untuk mengalami
penambahan berat badan, bukan karena mereka mengonsumsi kalori lebih banyak tetapi karena
perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hasilnya, seseorang yang
memiliki berat badan normal selama kehidupannya, mungkin menemukan bahwa, dengan
penuaan, berat badan mereka meningkat secara bertahap. Ketidakseimbangan nutrisi ini dapat
memengaruhi berbagai sistem tubuh. Dalam hubungannya dengan sistem endokrin, penambahan
beban kalori yang tidak diperlukan dapat menjadi predisposisi bagi ssesesorang untuk
mengalami diabetes.
Kadar glukosa darah berubah ketika seseorang menjadi tua. Penyesuaian batas normal
untuk kadar glukosa darah 2 jam setelah makan yang telah diajukan adalah 140-200 mg/dL.
Kadar glukosa darah puasa yang dapat diterima untuk lansia adalah <140mg/dL. Fungsi ginjal
dan kandung kemih juga berubah, membuat tes urine untuk glukosa menjadi kurang dapat
diandalkan pada lansia yang berusia >65 tahun. Perubahan-perubahan ini mendukung
penggunaan parameter yang telah disesuaikan dengan usia dalam interpretasi nilai-nilai
laboratorium untuk lansia dengan diabetes.
Perubahan fungsi fisik yang dapat terjadi pada tahun-tahun terakhir dapat menutupi
tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu
bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator
diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka
percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
2. 4. MASALAH YANG SERING TERJADI PADA SISTEM ENDOKRIN
Ø Penurunan kemampuan menoleransi stress.
Ø Kosentrasi glukosa darah meningkat dan tetap naik lebih lama dibandingkan orang lebih
muda
Ø Penurunan kadar estrogen dan peningkatan kadar follikel stimulating hormone selama
menopause yang menyebabkan trombosis dan osteoporosis.
Ø Penurunan produksi progesterone.
Ø Penurunan kadar aldosteron serum sebanyak 50 %
Ø Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25 %
2.5. PENYAKIT PADA GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
HIPERPITUITARISME merupakan suatu sekresi yang berlebihan hormon hipifisis anterior
yang terjadi akibat adanya tumor.
HIPOPITUITARIME adalah hilangnya fungsi lobus anterior kelenjar hiposfisa terutama pada
bagian anterior.
HIPERTIROIDISME (TIROTOKSIKOSIS) adalah suatu kelebihan sekresi hormonal yang
tidak seimbang pada metabolisme.
HIPOTIROIDISME suatu efek hormon tiroid berkurang.
TIROIDITIS adalah sutu peradangan pada kelenjar tiroid yang disebabkan infeksi viral seperti
HFV dan virus beguk pada tiroiditis subakut.
TUMOR TIROID adalah neoplasma unik pada kelenjar tiroid yang sangat kerap disertai dengan
metastasis pada organ yang jauh dari lokasi primer.
TIROIDEKTOMI adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau
sebagian dari kelenjar tiroid.
HIPERPARATIROID adalah suatu keadaan kelenjar - kelenjar memproduksi lebih sekresi
hormon paratiroid, hormon asam amino polipeptida.
HIPOPARATIROID adalah penurunan produksi hormon oleh kelenjar paratiroid menyebabkan
kadar kalsium dalam darah rendah.
KELAINAN PADA KELENJAR ADRENAL
ADDISON adalah kerusakan kelenjar adrenal yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hormon
korteks adrenal.
SINDROM CHUSING adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh berbagai penyakit seperti
obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetes mellitus dan disfungsi gonadal yang
berakibat pada berlebihnya rasio serum hormon kortisol.
ALDOSTERONISME PRIMER adalah merupakan keadaan klinis yang sebabkan oleh produksi
aldosteron “suatu hormon steroid mineralokortikoid korteks adrenal “ secara berlebih.
TUMOR HIPOFISIS adalah sesorang yang menderita tumor pada selaput kecil pada otak.
HIPOFISEKTOMI merupakan suatu tindakan pengangkatan adenoma hipofise melalui
pembedahan
DIABETES INSIPIDUS adalah suatu keadaan yang di tandai rasa haus di akibatkan karena
kurangnya hormon antiduretik.
SINDROM SEKRESI HORMONE ANTIDIURETIK
PANGKREATITIS adalah peradangan pada pangkreas yang dapat mengeluarkan enzim
pencernaan dalam saluran pencernaan sekaligus mensintesis dan mensekresi insulin dan
glukagon.
DIABETES MELITUS
DEFINISI
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner and Suddarth, 2002).
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu gangguan metabolic yang melibatkan
berbagai system fisiologis, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glukosa (Stanley &
Beare, 2006).
Diabetes melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Mansjoer, dkk. 1999).
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif kekurangan insulin (Greenspan and Baxter, 1998).
Klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
ETIOLOGI Diabetes Tipe I atau IDDM (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes Tipe I disebut dengan DM tergantung insulin, dimana terjadi bila
seseorang tidak mampu untuk memproduksi insulin endogen yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Tipe DM ini terutama dialami oleh orang yang lebih muda.
Diabetes Tipe II atau NIDDM (Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes Tipe II disebut dengan DM tidak tergantung insulin, dimana bentuk
penyakit ini paling sering pada lansia karena lebih dekat dihubungkan dengan obesitas daripada
dengan ketidakmampuan untuk memproduksi insulin.
NIDDM merupakan bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah
ancaman serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan, yaitu :
a. Komplikasi kronis yang dialami dalam hubungannya dengan fungsi
penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan perkemihan dapat lebih menambah beban pada sistem
tubuh yang telah mengalami penurunan akibat penuaan.
b. Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, suatu komplikasi diabetes
yang dapat mengancam jiwa, meliputi hiperglikemia, peningkatan osmolalitas serum, dan
dehidrasi yang terjadi lebih sering diantara lansia
PATOFISIOLOGI
Diabetes melitus adalah “suatu gangguan metabolik yang melibatkan berbagai
sistem fisiologis, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glukosa.” Fungsi vaskular,
renal, neurologis, dan penglihatan pada orang yang mengalami diabetes dapat terganggu dengan
proses penyakit ini, walaupun perubahan-perubahan ini terjadi pada jaringan yang tidak
memerlukan insulin untuk berfungsi.
Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi bagi seseorang untuk mengalami
diabetes, walaupun terdapat dua tipe yang dominan. Diabetes melitus tergantung insulin (insulin-
dependent diabetes melitus [IDDM]), atau diabetes tipe I, terjadi bila seseorang tidak mampu
untuk memproduksi insulin endogen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe
diabetes ini terutama dialami oleh orang yang lebih muda. Diabetes melitus tidak tergantung
insulin (non-insulin-dependent diabetes melitus [NIDDM]), atau diabetes tipe II, adalah bentuk
yang paling sering pada penyakit ini. antara 85-90% orang dengan diabetes memiliki tipe
NIDDM, yang lebih dekat dihubungkan dengan obesitas daripada dengan ketidakmampuan
untuk memproduksi insulin.
NIDDM, bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah ancaman serius
terhadap kesehatan karena beberapa alasan. Pertama, komplikasi kronis yang dialami dalam
hubungannya dengan fungsi penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan perkemihan dapat lebih
menambah beban pada sistem tubuh yang mengalami penurunan akibat penuaan. Kedua,
sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, suatu komplikasi diabetes yang dapat
mengancam jiwa meliputi hiperglikemia, peningkatan osmolalitas serum, dan dehidrasi, yang
terjadi lebih sering diantara lansia.
MANIFESTASI KLINIS
Banyak tanda dan gejala awal NIDDM yang mungkin samar-samar dan tidak
spesifik, sehingga lansia mungkin menganggapnya sebagai hal yang tidak penting dan
mengabaikan utnuk mencari perawatan. Oleh karena itu, pada lansia, diagnosis aktual diabetes
sering dibuat ketika penyakit telah mencapai tahap lanjut atau telah dipicu oleh masalah
kesehatan lain. Retinopati (perubahan patologis pada bagian dalam mata) dapat dideteksi selama
pemeriksaan mata rutin, sebagai awal untuk pemeriksaan diagnostik lebih lanjut. Peninggian
nilai-nilai laboratorium yang ditemukan selama hospitalisasi dapat juga menjadi awal untuk
evaluasi lebih detail dalam mengungkapkan adanya NIDDM.
Adanya perubahan status kesehatan yang persistem harus diselidiki. Peningkatan
berkemih (poliuria), rasa haus yang berlebihan (polidipsia), rasa lapar yang jelas(polifagia), dan
kerentanan terhadap infeksi (khususnya jamur) adalah indikator-indikator yang sering muncul
dari penyakit ini pada semua usia dan mungkin terdapat dalam derajat yang bervariasi pada
lansia. Penglihatan kabur, yang diakibatkan dari efek hiperglikemia pada lensa okuler, mungkin
tidak dapat dikenali sebagai gejala diabetes pada lansia.
PENATALAKSANAAN1.PENCEGAHAN PRIMER
Diperkirakan 65-80% dari kasus NIDDM dapat dicegah melalui program nutrisi
yang sehat. Mempertahankan berat badan ideal adalah pertimbangan yang penting untuk semua
lansia, tidak hanya untuk menghilangkan stress pada sendi dan meningkatkan mobilitas tetapi
juga untuk mengurangi risiko terjadinya diabetes. Berat badan yang tidak diinginkan dapat
diturunkan selama tahun-tahun terakhir melalui kombinasi dari nutrisi dan latihan yang optimal.
Masalah keuangan dapat membatasi kemampuan lansia untuk membeli makanan
bergizi. Beberapa petunjuk konsumen yang sangat baik untuk membeli dan menyiapkan
sejumlah kecil makanan yang tidak mahal telah tersedia dan terbukti sangat membantu. Bentuan
mungkin diperlukan dengan transportasi atau alat khusus untuk memungkinkan klien dengan
ketidakmampuan fisik dalam mempertahankan kemandiriannya.
Pendidikan tentang kebutuhan diet mungkin diperlukan. Suatu perencanaan
makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% protein, dan 75% karbohidrat kompleks (presentase
berdasarkan kalori)direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam
diet ini tidak hanya mencegah aterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum
latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu mengIkuti
program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya
hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk
para pemula.
2. PENCEGAHAN SEKUNDER
PENAPISAN
Deteksi dan intervensi dini membantu membatasi efek serius dari NIDDM pada
lansia. Pengambilan riwayat secara hati-hati dapat memberikan informasi tentang kondisi
kesehatan klien yang biasa dan mengindikasikan apakah ia mengalami perubahan-perubahan
yang menjurus ke arah NIDDM. Secara khusus, orang yang mengalami obesitas dengan riwayat
keluarga mengalami penyakit tersebut sebaiknya ditanya tentang tanda dan gejala yang
sebelumnya dibahas secara seksama.
Selama pemeriksaan fisik rutin, beberapa temuan menyatakan bahwa diperlukan
pemeriksaan yang lebih rinci. Hal ini termasuk perubahan pada penglihatan, kehilangan
integritas kulit atau infeksi yang sering, perubahan berat badan, perubahan pola sirkulasi, bukti
adanya penyakit kardiovaskuler, dan gejala hiperglikemia seperti meningkatnya rasa haus, nafsu
makan, dan berkemih.
Kadar gula darah puasa harus diperiksa secara rutin sebagai komponen dari
penapisan, tetapi hasil yang negatif dalam gejala ringan yang lain tidak dapat dianggap sebagai
suatu kesimpulan. Tes toleransi glukosa oral pada umumnya dianggap lebih sensitif dan
merupakan indikator yang dapat diandalkan daripada kadar glukosa darah puasa dan harus
dilakukan untuk menentukan diagnosis dan perawatan awal NIDDM.
Ketika klien telah didiagnosis menderita NIDDM, perawatan akan memfokuskan
pada suatu program yang melibatkan aktivitas sehari-hari yang dirancang untuk mengendalikan
penyakit. Semakin banyak klien terlibat dalam melakukan perawatan ini, semakin mudah
konsekuensi penyakit yang tidak diinginkan dapat dibatasi. Orang dengan diabetes masih dapat
menikmati kesehatan yang optimal dengan mengendalikan asupan nutrisi, berolahraga secara
teratur, menggunakan obat sesuai resep, memantau kadar gula darah, dan mencegah komplikasi
yang telah diketahui dengan baik.
NUTRISI
Terapi nutrisi melibatkan pengkajian pola saat ini. Jika klien mengalami kelebihan
berat badan, yang memang cenderung terjadi, perencanaan harus memasukkan strategi untuk
penurunan berat badan secara bertahap dan aman. Diet yang sangat ketat, penggunaan suplemen
atau obat-obatan, dan puasa yang tidak hanya merupakan pendekatan yang tidak praktis untuk
lansia, tetapi juga dapat mengancam kehidupan bagi mereka dengan NIDDM. Dalam menyusun
rencana makanan klien, keterbatasan keuangan juga harus dipertimbangkan. Kehilangan gigi dan
perubahan persepsi rasa dapat mengubah pilihan makanan klien. Masukan dari klien harus
menjadi petunjuk bagi semua modifikasi diet, dan perubahan-perubahan yang direkomendasikan
harus realistis. Pada saat ini, perencanaan makanan bagi orang dengan diabetes dapat
menyeimbangkan diet dengan menggunakan pilihan yang bijaksana dari setiap kelonpok
makanan.
Sistem pertukaran, yang menggambarkan jumlah porsi tertentu dari setiap
kelompok makanan, disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan kalori. Klien diabetes mungkin
akan menempatkan perencanaan makanan yang terdiri atas 1800-2200 kal/hari. Jika klien juga
menerima insulin atau agens antidiabetik, ia harus memastikan untuk membagi kalori-kalori ini
selama satu hari untuk mencegah hipoglikemia. Walaupun ahli gizi mungkin bertanggung jawab
dalam mengenalkan sistem tersebut kepada klien, tetapi perawat sering membantu klien dalam
menerapkan informasi ini dalam kehidupan sehari-hari. Membantu lansia dalam
mengembangkan beberapa standar perencanaan makanan dengan menggunakan jenis makanan
yang sama untuk setiap kali makan mungkin merupakan pendekatan awal terbaik. Bila rencana
makanan telah dikuasai, makanan pengganti dapat dibuat dengan lebih meyakinkan. Banyak
lansia cenderung untuk tetap melakukan rencana makanan secara kaku untuk alasan kenyamanan
juga alasan ekonomi.
Perawat yang membantu lansia dalam merencanakan makan dapat mengambil
kesempatan ini untuk memberikan pendidikan kepada klien tentang prinsip umum nutrisi yang
baik. Perawat dapat mengajarkan kepada klien tentang membaca label untuk menghindari asupan
natrium dan lemak yang berlebihan, memasukkan sumber-sumber makanan yang
direkomendasikan dalam asupan sehari-hari, memilih sumber-sumber makanan rendah
kolesterol, dan memasukkan serat yang adekuat dalam diet mereka.
Pendekatan perawat untuk mengajar klien diabetes tentang bagaimana cara untuk
merencanakan asupan nutrisinya sangat penting. Bila perawat menekankan pada ide bahwa
makanan yang lebih sehat dapat meningkatkan rasa sejahtera, klien dapat melihat perubahan
yang diperlukan dalam cara yang lebih positif. Juga, mengajarkan kepada klien yang kelebihan
berat badan bahwa hilangnya sejumlah kecil berat badan (5-7.5 kg) dapat menghasilkan
pengurangan kadar glukosa darah yang sangat besar yang merupakan hal penting bagi perawat.
OLAHRAGA
Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi
fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan
emosional, dan meningkatkan sikulasi. Selain itu, olahraga tentu dapat membantu menurunkan
berat badan. Namun, program olahraga dengan terencana dan tidak impulsif merupakan hal yang
penting. Klien yang mengalami diabetes yang tidak terkendali (glukosa darah puasa sebelum
latihan >250 mg/dL) pada kenyataannya dapat membahayakan bila melakukan peningkatan
aktivitas fisik secara mendadak. Ketika kadar glukosa darah stabil dan kondisi medis lain sudah
dapat dikendalikan, perawat dan klien dapat mengembangkan suatu rencana untuk meningkatkan
latihan fisik secara bertahap. Setelah keterbatasan kemampuan klien untuk melakukan latihan
diidentifikasi, tujuan jangka pendek dan jangka panjang harus ditetapkan untuk melaksanakan
program latihan/olahraga.
Walaupun berenang dan berjalan cepat telah dinyatakan sebagai pilihan yang sangat
baik untuk lansia dengan NIDDM, tipe aktivitas lainnya juga sama-sama bermanfaat.
Khususnya, aerobik yang menawarkan manfaat paling banyak. Seseorang dengan NIDDM harus
melakukan latihan minimal satu kali setiap 3 hari.
3. PENCEGAHAN TERSIER
Untuk meningkatkan rehabilitasi yang tepat dan kembali lagi pada gaya hidup
normal, seseorang yang didiagnosis diabetes harus menerima perawatan berkelanjutan untuk
memfasilitasi tujuan ini. Stimulasi sensoris selama perawatan akut terus meningkatkan defisit
normal dan defisit terkait penyakit yang dapat terjadi. Untuk klien lansia, stimulasi sensoris
dalam bentuk rangsangan verbal, auditori, dan taktil yang sesuai tidak hanya membantu interaksi
dengan orang lain, tetapi juga meningkatkan penampilan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Beri dorongan kepada lansia untuk mempertahankan atau memiliki tanggung jawab
terhadap aspek perawatan sebanyak mungkin yang memberikan tanda bagi klien bahwa
eksistensi yang berarti mungkin dicapai, bahkan ketika menghadapi penyakit kronis. Perawat
yang melibatkan klien dalam pengambilan keputusan juga tugas-tugas fisik menyampaikan pesan
bahwa klien tersebut masih berguna sebagai manusia yang mampu untuk turut berperan dalam
perawatan dirinya sendiri. Perawatan mata, kaki, dan kulit, yang merupakan komponen penting
dalam rencana perawatan yang berkelanjutan, mungkin didelegasikan kepada klien segera
setelah sesuai bagi klien. Perawat harus mendorong klien untuk mengambil inisiatif dalam
tindakan promosi kesehatan yang lain seperti mendapatkan vaksinasi influenza dan pneumonia
sesuai kebutuhan, bekerja untuk kebugaran kardiovaskular, dan memodifikasi lingkungan rumah
untuk meningkatkan keamanan.
Pengendalian glikemia, yang melibatkan pemeliharaan kadar gula darah dalam
batas aman biasanya dilakukan oleh pemberi perawatan primer, khususnya sangat penting bagi
klien lansia. Suatu studi menemukan bahwa menjaga kadar gula darah tetap dalam batas normal
dapat mencegah defisit neurologis pada beberapa kasus dan regresi dari defisit yang telah ada
pada sebagian orang yang lain. Hasil penelitian dari National Institute of Health, yang dilakukan
di 21 pusat dan disebut Diabetes Control and Complications Trial, mrnguatkan kepercayaan
yang telah dipegang secara luas bahwa mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas
normal akan mencegah atau memperlambat perkembangan komplikasi jangka panjang dari
oenyakit diabetes.
Upaya rehabilitasi khusus mungkin diperlukan jika klien mengalami defisit
sirkulasi yang sangat besar yang sebenarnya memerlukan pembedahan. Pada saat ini, sebagian
besar amputasi terapeutik dilakukan pada klien diabetes dengan penyakit vaskular perifer. Tipe
amputasi yang biasanya dilakukan pada lansia adalah amputasi diatas lutut. Ketika periode
pascaoperasi akut telah dilalui, perawat harus membantu klien menyesuaikan diri tidak hanya
pada kebutuhan fisik dan amputasi, tetapi juga pada konsekuensi emosional akibat kehilangan
salah satu anggota geraknya.
Pendekatan empat fase dapat digunakan untuk menangani kebutuhan rehabilitasi
klien lansia dengan diabetes yang menjalani amputasi ekstermitas bawah. Pertama, klien harus
menerima nutrisi yang adekuat dan beristirahat dengan aman, lingkungan yang tenang untuk
sembuh kembali dari trauma pembedahan dengan baik. Klien juga dapat terbebas dari rasa nyeri
dan tidak nyaman, khususnya nyeri “phantom” pada tungkai yang hilang, yang hal ini terutama
dapat menimbulkan distres. Kedua, ekstremitas yang tersisa harus dipantau untuk mengetahui
tanda-tanda infeksi atau komplikasi lain selama proses penyembuhan. Ketiga, program latihan
yang terstruktur untuk menyiapkan klien berjalan dengan prostesis harus dilakukan, tingkatkan
sesuai peningkatan mobilitas yang dialami klien. Akhirnya, klien harus mendapatkan dukungan
dan bantuan ketika ia sedang berduka tidak hanya untuk tungkainya yang hilang, tetapi juga
untuk diri klien sebelum ia diamputasi. Pertemuan dengan orang-orang yang telah berhasil
menghadapi pengalaman seperti ini akan dapat membantu dan memeberikan dorongan kepada
klien. Anggota keluarga harus diajarkan untuk mendukung klien dan memahami perasaan marah
dan kehilangan harapan. Klien dan orang lain yang penting baginya harus ditawarkan harapan
bahwa gaya hidup yang berkualitas tinggi mungkin dicapai walaupun dengan disabilitas fisik
klien.
PENGOBATANAgens Oral
Lansia dengan NIDDM tetap memiliki kemampuan untuk memproduksi insulin,
sehingga penatalaksanaan diet dapat mengendalikan diabetes dengan sukses. Namun, jika klien
belum atau tidak dapat mengikuti rencana makanan atau jika penyakit tidak terdeteksi dari awal,
agens oral dapat diberikan untuk menstimulasi sekresi insulin oleh pankreas. Sulfonilurea adalah
kelompok obat yang palin sering diresepkan dan paling efektif hanya untuk penanganan
NIDDM. Beberapa agens yang berbeda juga tersedia dalam kelas obat ini. Namun, klorpropamid
merupakan kontraindikasi bagi lansia karena meningkatkan risiko hipoglikemia yang
berhubungan dengan obat ini. pada umumnya, sulfonilurea yang diekskresikan oleh hati
(misalnya Glucotrol) disarankan untuk digunakan pada lansia, yang pada orang yang lebih muda
dapat menerima suatu agens yang dikeluarkan oleh ginjal. Masalah gastrointestinal dan reaksi
yang tidak diinginkan terhadap alkohol adalah efek samping utama dari sulfonilurea.
Generasi kedua sulfonilurea sekarang telah tersedia. Glyburide (Micronase dan
DiaBeta) dan glipizin (Glucotrol) 100-200 kali lebih poten daripada generasi pertama sehingga
kelompok obat ini dapat dikonsumsi dalam dosis yang lebih kecil dan hanya satu hari sekali
daripada beberapa kali dalam sehari. Orang-orang yang menerima agens oral untuk
mengendalikan NIDDM harus diperingatkan bahwa mereka masih dapat mengalami efek
samping hipoglikemia, terutama bila asupan nutrisi mereka tidak dipantau dan dikendalikan
secara seksama. Konfusi, berkeringat, gugup, pucat, dan napas dangkal adalah indikasi dari
reaksi hipoglikemia pada orang-orang ini.
Glocophage (metformin hidroklorid) adalah obat antihiperglikemia yang baru-baru
ini dikeluarkan oleh Food and Drug Administration/ FDA. Obat ini tidak menurunkan kadar
glukosa darah, tetapi meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer dan usus.
Glucophage harus dimakan bersama makanan dan dikontraindikasikan untuk pasien dengan
gangguan ginjal.
Insulin
Bila intervensi sebelumnya tidak berhasil dalam memodifikasi kadar gula darah dan
gejala-gejala, terapi insulin akan diperlukan untuk menambah suplai dari tubuh. Tujuan terapi
insulin adalah untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan. Penyesuaian yang lebih
banyak sering diperlukan untuk mencapai keseimbangan antara kadar glukosa darah yang
optimal dan hipoglikemia. Banyak klinisi yang memilih bentuk pengendalian longgar terhadap
kadar glukosa darah yang kadang-kadang diperbolehkan untuk meningkat sedikit diatas normal
untuk menunjukkan bahwa klien tidak berisiko mengalami hipoglikemia. Waktu dan frekuensi
pemberian insulin disesuaikan untuk menstabilkan kadar glukosa darah. Insulin kadang-kadang
diberikan bersama-sama dengan obat oral, walaupun nilai dari praktik ini belum dapat dibuktikan
secara klinis. Walaupun tersedia beberapa bentuk insulin yang berbeda, rute pemberian insulin
yang paling umum adalah melalui suntikan subkutan.
Pengajaran tentang insulin harus melibatkan penyimpanan insulin dan spuit
dirumah, jenis insulin yang akan digunakan (manusia versus hewan), konsentrasi (U-100), model
aksi yang diharapkan (aksi cepat, menengah, lama, atau campuran), dosis yang diresepkan dan
kondisi penyesuaian yang diperlukan untuk dosis ini (latihan, penyakit), dan kemungkinan efek
samping dan penanganannya. Lansia khususnya perlu mengetahui tentang tanda dan gejala
hipoglikemia karena hilangnya sinyal-sinyal adrenergik, perubahan normal yang berhubungan
dengan penuaan, yang membuat mereka kurang sensitif terhadap kondisi tersebut. Pengajaran
tentang tehnik penyuntikan memfokuskan pada gambaran dosis pengobatan yang tepat, memilih
dan memutar lokasi suntikan, meyiapkan lokasi yang akan disuntik, memberikan obat itu sendiri,
dan menggunakan kembali atau membuang spuit yang telah digunakan. Untuk klien yang
memerlukan kombinasi dari insulin dengan masa kerja pendek (regular insulin) dan masa kerja
menengah (neutral protamine Hagedorn), insulin campuran atau insulin 70-30% sekarang telah
tersedia.
Pompa insulin, penginfus, dan alat lain yang dimaksudkan untuk meningkatkan
keakuratan pemberian dosis insulin yang sesuai mungkin diresepkan untuk klien lansia. Lengan
baju yang diperbesar dan peralatan adaptif lain untuk klien artritis juga dapat memudahkan
pemberian insulin. Dalam setiap kasus, perawat harus memastikan bahwa klien mampu untuk
melihat dan membaca bagian tertulis dari peralatan-peralatan ini dan dapat mengerti langkah-
langkah penggunaannya.
Pencegahan Komplikasi : Hipoglikemia
Hipoglikemia pada lansia dengan NIDDM mungkin disebabkan oleh makanan
yang tidak cukup, terlalu banyak latihan, atau terlalu banyak pengobatan. Lansia dan anggota
keluarga harus diajarkan tentang pentingnya mencegah hipoglikemia, atau menyuruh klien untuk
menggunakan tanda identitas yang menyatakan bahwa ia menderita diabetes, dan setiap waktu
menyimpan gula dengan masa kerja cepat. Gejala klasik hipoglikemia (seperti
takikardia,berkeringat,danansietas) mungkin sama sekali tidak ada pada lansia. Alih-alih, gejala
pada lansia biasanya terdiri dari gangguan perilaku, kejang, konfusi, disorientasi, pola tidur yang
buruk, sakit kepala pada malam hari, bicara kacau, atau tidak sadarkan diri.
Perawatan diri reaksi hipoglikemia harus dilakukan sedini mungkin. Jika klien
sadar, perawatan harus termasuk pemberian gula dengan reaksi cepat seperti 120 mL jus jeruk
atau soda ukuran sedang (nondiet), diikuti dengan kudapan karbohidrat serta protein seperti keju
dan biskuit atau roti dengan mentega kacang. Gula dengan reaksi cepat pada awalnya
meningkatkan kadar glukosa darah, dan karbohidrat serta protein mencegah terjadinya kembali
hiperglikemia secara mendadak.
Jika klien ditemukan tidak sadar, ia harus diberikan glukagon 0,5-1,0 mg secara
IM atau SC. Anggota keluarga harus diajarkan tentang teknik suntikan ini sebagai bagian dari
pengajaran dasar diabetes mereka. Jika glukagon tidak tersedia , glukosa gel atau icing kue
(lapisan putih terbuat dari gula dan mentega yang biasa untuk melapisi kue) dapat dimasasekan
ke bagian dalam pipi orang tersebut. Setelah orang yang tidak sadar menjadi sepenuhnya
terbangun, ia harus makan kudapan dari karbohidrat dan protein. Pemberian glukosa pada orang
yang tidak sadarkan diri dapat mencegah takikardia, disritmia, infark miokardium, atau stroke
dan tidak akanmenyebabkan bahaya jika orang tersebut tidak sadar karena hiperglikemia.
Lansia yang menderita diabetes harus mencegah berbagai komplikasi yang lain
juga. Langkah pertama dari proses ini adalah memantau kadar gula darah secara mandiri.
Pendekatan yang dapat diterima saat ini untuk pemantauan sendiri adalah dengan penggunaan
glukosameter darah, yang secara langsung mengukur kadar glukosa dalam darah. Metode ini
menawarkan banyak keuntungan dari tes urine tetapi memerlukan klien yang memiliki
penglihatan normal dan kekuatan fisik dan koordinasi untuk melakukan prosedurnya. Usia klien
tidak boleh menjadi faktor penghambat ketika mempertimbangkan siapa yang dapat
melaksanakan tanggung jawab untuk memantau kadar glukosa darah sehari-hari karena lansia
berdasarkan suatu studi yang mengambil tanggung jawab dalam pemantauan sendiri dilaporkan
tidak mengalami perubahan dalam kualitas kehidupan mereka. Waktu untuk memantau kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara rotasi di antara puasa, sebelum makan, dan 1-2 jam setelah
makan untuk memberikan petunjuk tentang rentang kadar glukosa darah pada klien dan anggota
tim perawatan kesehatan untuk rencana perawatan. Klien lansia memerlukan lebih banyak
latihan untuk menggunakan glukosameter darah karena banyak dari alat-alat ini tampak asing
bagi mereka. Hemoglobin A1C adalah suatu tes laboratorium yang mengukur kadar glukosa rata-
rata selama 3 bulan. Klien harus dianjurkan untuk melakukan tes ini secara teratur.
Langkah lain yang penting untuk mencegah komplikasi NIDDM yang tidak
diinginkan termasuk pemeriksaan mata setiap tahun oleh seorang ahli oftalmologi (yang dapat
mendilatasi pupil klien untuk melihat bagian belakang mata, tempat retinopati terjadi), program
perawata kaki yang mengkombinasi perawatan kulit dan pemeliharaan kuku kaki, dan kunjungan
secara teratur pada pemberi layanan kesehatan primer untuk melakukan penapisan dan
pemantauan, termasuk urinalisis 24 jam untuk melihat adanya protein untuk mendeteksi
perubahan ginjal setiap tahun.
2.6. INSIDEN PENYAKIT DIABETES MELIPUT PADA USIA LANJUT
Perkembangan kasus Diabetes di Indonesia mengalami kenaikan jumlahnya.
Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2011) memprediksi kenaikan jumlah penyandang
Diabetes Mellitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030. Demikian juga halnya dengan Badan Federasi Diabetes Internasional (IDF) pada tahun
2009, memperkirakan kenaikan jumlah penyandang diabetes mellitus dari 7,0 juta di tahun 2009
menjadi 12,0 juta tahun 2030. “Meskipun terdapat perbedaan angka prevelensi, laporan
keduanya menunjukan adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes sebanyak 2-3 kali lipat
pada tahun 2030. Kasus Diabetes Mellitus (DM) sebanyak 28.858 kasus diderita
usia 45-64 tahun, yang terdiri 4.438 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) atau
DM tipe 1 dan 24.420 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) atau DM tipe 2.
Sedangkan usia >65 tahun terdapat 11.212 kasus DM, yang terdiri 3.820 DMTI (Diabetes
Mellitus Tergantung Insulin) atau DM tipe 1 dan 7.392 DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak
Tergantung Insulin) atau DM tipe 2 ( Profil Kesehatan Kota Semarang, 2010 )
2.7.RENCANA KEPERAWATAN
2.7.1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan Diabetes Mellitus
menurut Carpenitto, Doengoes, Sorensen dan Brunner and Suddart antara lain:
1. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat
defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah.
2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia, poliuria,
berkurangnya intake cairan.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
ketidakseimbangan intake makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya
pengetahuan.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi,
penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
5. Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan
produksi energi.
6. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan sensasi sensori (visual), kelemahan dan
hipoglikemia.
7. Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (pengelolaan
diabetes), kemampuan mengingat yang kurang, diagnosis atau cara pengobatan yang baru,
keterbatasan kognitif.
8. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, sistem pendukung
yang kurang adekuat.
2.6.2. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat
akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah.
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan optimal.
Kriteria evaluasi:
- Nafsu makan meningkat ditandai dengan porsi makan klien habis.
- Pemasukan kalori atau nutrisi adekuat sesuai program.
- Berat badan mengarah ke normal sesuai dengan tinggi badan.
- Kadar glukosa darah dalam batas normal dan tidak terjadi fluktuasi.
Rencana:
Intervensi Rasional
Timbang berat badan setiap
hari atau sesuai indikasi.
Auskultasi bising usus, catat
adanya nyeri abdomen,
kembung, mual, dan muntah.
Identifikasi makanan yang
disukai atau dikehendaki.
Libatkan keluarga klien pada
perencanaan makan sesuai
dengan indikasi
Observasi tanda-tanda
hipoglikemia seperti perubahan
tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat menurunkan motilitas atau fungsi
lambung yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam
perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan
setelah pulang.
Meningkatkan rasa keterlibatan dan memberikan
informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan
nutrisi klien
Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula
darah akan berkurang) dan sementara insulin tetap
diberikan maka hipoglikemia dapat terjadi.
cepat, lapar, peka rangsang,
cemas, sakit kepala, pusing dan
sempoyongan.
Pantau pemeriksaan
laboratorium seperti glukosa
dara, aseton, pH, dan HCO3
Berikan pengobatan insulin
secara teratur.
Lakukan konsultasi dengan
ahli diet.
Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian
cairan dan therapi insulin terkontrol sehingga glukosa
dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber
kalori. Ketika hal ini terjdi kadar aseton dapat menurun
dan asidosis dapat dikoreksi.
Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya
dengan cepat pula dapat membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel.
Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
2) Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia,
poliuria, berkurangnya intake cairan.
Tujuan:
Hidrasi adekuat.
Kriteria evaluasi:
- Tanda-tanda vital stabil : TD 120/80 mmHg, Respirasi 16-24 x/menit, Nadi 70-80
x/menit, Suhu 36,5-37.50C
- Nadi perifer dapat diraba.
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik.
- Intake dan output seimbang.
- Kadar elektrolit dalam batas normal
Rencana:
Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital, catat
adanya perubahan tekanan
Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia.
darah ortostatik.
Kaji pola nafas seperti adanya
pernafasan kussmaul atau
berbau keton.
Pantau frekuensi dan kualitas
pernafasan, penggunaan otot
bantu nafas dan periode apneu
serta muncul sianosis.
Kaji nadi perifer, pengisian
kapiler, torgor kulit dan
membran mukosa.
Pantau intake dan output
Pertahankan untuk memberikan
cairan paling sedikit 2500
ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung jika
pemasukan cairan sudah dapat
diberikan.
Tingkatkan lingkungan yang
Paru-paru mengeluarkan asam karbonat
melalui pernafasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang berbau
aseton berhubungan dengan pemecahan asam
aseto asetat dan harus berkurang bila ketosis
telah terkoreksi.
Peningkatan kerja pernafasan, pernafasan
cepat dan dangkal serta munculnya sianosis
mungkin indikasi dari kelelahan pernafasan
atau mungkin klien kehilangan
kemampuannya untuk mengkompensasi
asidosis.
Merupakan indicator dari tingkat dehidrasi
atau volume sirkulasi yang adekuat.
Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari
therapi yang diberikan.
Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi
dengan adekuat.
Menghindari pemanasan yang berlebihan
dapat memberikan rasa
nyaman. Selimuti klien dengan
selimut tipis.
Kaji adanya perubahan mental
atau sensori.
Berikan terapi cairan sesuai
dengan indikasi.
Pasang dan pertahankan kateter
urin.
Pantau pemeriksaan
laboratorium seperti Ht,
BUN/kreatinin, osmolalitas
darah, natrium dan kalium.
terhadap klien yang lebih lanjut dapat
menimbulkan kehilangan cairan
Perubahan mental dapat berhubungan dengan
hipoglikemi atau hiperglikemi, elektrolit yang
abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan berkembangnya hipoksia.
Tipe dan jumlah cairan tergantung dari derajat
kekurangan cairan dan respon klien secara
individual.
Memberikan pengukuran yang tepat dan
akurat terhadap urin output.
Mengkaji tingkat hidrasi.
3) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
ketidakseimbangan intake makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya
pengetahuan.
Tujuan:
Intake nutrisi adekuat
Kriteria evaluasi:
- Kadar glukosa darah dalam tingkat yang optimal.
- Berat badan ideal dapat dicapai dan dipertahankan.
- Klien dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan.
- Klien dapat memilih makanan berdasarkan pada panduan penurunan kalori
Rencana:
Intervensi Rasional
Diskusikan dengan pasien dan
keluarga tentang faktor
penyebab.
Kaji psikososial pasien yang
berhubungan dengan makan
berlebih
Jelaskan hubungan obesitas
dengan diabetes.
Konsultasikan dengan ahli gizi
untuk program diet.
Motivasi klien untuk
mengkonsumsi cukup makanan
yang mengandung kompleks
karbohidrat yang tinggi.
Bantu memilih menu harian
berdasarkan rencana rendah
kalori dan rendah lemak.
Timbang berat badan setiap
hari.
Diskusikan kebutuhan diet dan
tingkatkan latihan sesuai
program diet.
Libatkan keluarga dalam
perencanaan makan sesuai
program diet dan indikasi.
Kolaborasi pemeriksaan gula
darah, pH, HCO3
Pengertian dapat memotivasi untuk
menghindari faktor penyebab.
Psikologis dapat mempengaruhi perilaku
makan yang berlebih.
Obesitas dapat menyebabkan DM tipe II
Untuk menetapkan dan menghitung diet sesuai
dengan kebutuhan klien.
Dapat membantu dalam penurunan berat
badan.
Menghindari kebosanan akan menu pada diet
yang telah ditentukan.
Menunjukkan intake nutrisi yang adekuat.
Latihan memudahkan ambilan glukosa
sehingga menurunkan kadar gula darah,
memudahkan penurunan berat badan, dan
menurunkan resiko aterosklerosis.
Memberikan rasa keterlibatan, memberikan
informasi kepada keluarga tentang kebutuhan
nutrisi klien.
Gula darah akan menurun secara perlahan-
lahan pada insulin yang terkontrol. Pemberian
insulin dosis optimal menyebabkan glukosa
masuk kedalam sel yang digunakan untuk
energi.
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan
sirkulasi, penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit.
Tujuan:
Integritas kulit dapat dipertahankan
Kriteria evaluasi:
- Keadaan kulit tetap utuh pada daerah yang mengalami gangguan seperti yang ditunjukkan
oleh hal-hal berikut:
Kulit yang mengalami lesi kelihatan bersih dan memperlihatkan tanda-tanda
penyembuhan.
Klien atau orang terdekat memperlihatkan perawatan kulit yang tepat.
- Dapat mempertahankan kesehatan jaringan kulit seperti yang ditunjukkan oleh hal-hal
berikut:
Tidak mengalami kerusakan kulit
Tidak terdapat daerah kemerahan
Mempertahankan sirkulasi adekuat.
Rencana:
Intervensi Rasional
Inspeksi kulit terhadap perubahan
warna, turgor, vascular.
Jaga kulit tetap bersih dan kering.
Berikan perawatan kulit dengan salep
atau krim.
Pertahankan linen kering.
Lakukan perawatan luka dengan
larutan NaCl dan debridement sesuai
order.
Menandakan area sirkulasi buruk yang dapat
menimbulkan dekubitus/infeksi.
Kulit kotor dan basah merupakan media yang baik
untuk tumbuhnya mikroorganisme.
Salep dan krim berfungsi untuk melembabkan kulit
sehingga mencegah terjadinya robekan kulit
Menurunkan iritasi pada kulit dan resiko kerusakan
kulit.
Membersihkan luka sehingga mempercepat
tumbuhnya jaringan baru.
Berikan obat-obatan luka.
Awasi dengan ketat terhadap tanda
dan gejala infeksi.
Berikan tindakan untuk
memaksimalkan sirkulasi darah.
Awasi hasil pemeriksaan laboratorium
seperti albumin
Membunuh mikroorganisme dan mempercepat
penyembuhan luka.
Deteksi dini sebagai upaya preventif dan menentukan
intervensi yang tepat.
Sirkulasi adekuat penting untuk aktivitas sel.
Sebagai indikator pertukaran nutrisi.
5) Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat
penurunan produksi energi.
Tujuan:
Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi
Kriteria evaluasi:
- Kelemahan klien berkurang
- Mengungkapkan peningkatan energi.
- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang
diinginkan.
Rencana:
Intervensi Rasional
Diskusikan dengan klien kebutuhan
akan aktivitas, buat jadwal
perencanaan dengan klien dan
identifikasi aktifitas yang
menimbulkan kelelahan.
Berikan aktifitas alternatif dengan
periode istirahat yang cukup.
Pantau tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah beraktifitas.
Tingkatkan partisipasi klien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk
meningkatkan tingkat aktifitas meskipun mungkin
klien sangat lemah.
Mencegah kelelahan yang berlebihan.
Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditolerir
secara fisiologis.
Meningkatkan kepercayaan diri atau harga diri yang
positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat ditolelir
dengan yang dapat ditoleransi.
Libatkan keluarga dalam pelaksanaan
aktivitas klien.
klien
Meningkatkan peran aktif keluarga dalam perawatan
klien.
6) Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan sensasi sensori (visual), kelemahan
dan hipoglikemia.
Tujuan:
Injuri tidak terjadi.
Kriteria evaluasi:
- Mengungkapkan peningkatan energi
- Mencapai atau mempertahankan tingkat/status mental
- Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensorik.
- Pasien mengenali lingkungan yang berbahaya dan menghindarinya.
- Pasien mengerti resiko injuri dengan perubahan sensori yang diungkapkan secara verbal.
Rencana:
Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital dan status
mental.
Minimalkan faktor lingkungan yang
berbahaya.
Libatkan keluarga dalam mencegah
terjadinya injuri pada klien.
Pelihara aktivitas rutin klien
sekonsisten mungkin dan motivasi
klien untuk melakukan kegiatan
sehari-hari sesuai dengan
kemampuannya.
Kaji adanya keluhan parastesia, nyeri
atau kehilangan sensori pada
paha/kaki, adanya ulkus, daerah
kemerahan, tempat-tempat tertekan
Sebagai dasar untuk membandingkan temua abnormal.
Mencegah kecelakaan akibat lingkungan yang
berbahaya.
Membantu mengurangi resiko injuri pada klien.
Membantu memelihara klien tetap berhubungan
dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada
lingkungannya.
Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak
nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan
mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan
gangguan keseimbangan.
dan denyut nadi perifer.
Jelaskan hal-hal yang dapat
menyebabkan cedera pada klien
seperti penggunaan
alat-alat/melakukan aktivitas yang
salah
Bantu klien dalam ambulasi atau
perubahan posisi serta dalam
melakukan aktivitas.
Penjelasan dapat memotivasi klien untuk menghindari
hal-hal yang dapat menimbulkan cedera.
Meningkatkan keamanan klien terutama rasa
keseimbangan.
7) Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (pengelolaan
diabetes), kemampuan mengingat yang kurang, diagnosis atau cara pengobatan yang baru,
keterbatasan kognitif.
Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah
Kriteria evaluasi:
- Klien mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
- Klien dapat menghubungkan tanda dan gejala dengan proses penyakit dan faktor
penyebab.
- Klien dapat melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional
tindakan
- Klien melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana:
Intervensi Rasional
Ciptakan lingkungan saling percaya
dengan mendengarkan penuh
perhatian dan selalu ada untuk pasien
Bekerja dengan pasien dalam menata
tujuan belajar yang diharapkan.
Pilih berbagai strategi belajar
Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan
sebelum pasien bersedia ambil bagian dalam proses
belajar.
Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias
dan kerjasama pasien dengan prinsip-prinsip yang
dipelajari.
Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses
Diskusikan topik utama
informasi meningkatkan penerapan pada individu
yang belajar.
Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
8) Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, sistem
pendukung yang kurang adekuat.
Tujuan:
Penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berjalan efektif
Kriteria evaluasi:
- Pasien mengerti tentang pemeliharaan di rumah
- Melaksanakan keterampilan pemeliharaan secara benar
- Mengungkapkan kepuasan tentang rencana pemeliharaan di rumah
Rencana:
Intervensi Rasional
Ajarkan klien tentang diabetes
mellitus, pengobatan, dan perawatan
sesuai dengan panduan penyuluhan
klien.
Rujuk klien pada perawatan diri
diabetes bila diberikan fasilitas,
agensi, organisasi komunitas.
Rujuk klien pada ahli diet untuk
instruksi pada perencanaan makan
terutama diet yang dianjurkan.
Ajarkan klien cara perawatan kaki
yang tepat.
Lebih banyak pengetahuan klien tentang keadaannya,
semakin mungkin mereka mematuhi pengobatan dan
perawatannya.
Karena diabetes mellitus adalah gangguan kronis
sepanjang hidup, dukungan kontinyu penting dalam
membantu seseorang untuk beradaptasi pada
perubahan gaya hidup yang disebabkan oleh rencana
terapeutik untuk pemeliharaan diri.
Ahli diet khusus adalah spesialisasi nutrisi yang dapat
membantu klien dalam merencanakan makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai program.
Untuk mempertahankan integritas kulit
Bantu dalam perencanaan program
latihan reguler yang dapat dengan
mudah dikerjakan dalam rutinitas
harian. Jelaskan keuntungan dari
latihan.
Memudahkan ambilan seluler dari glukosa sehingga
menurunkan kadar glukosa darah, menurunkan berat
badan dn menurunkan resiko arterosklerosis.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya
semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan
kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang
sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi
hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat
dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari
tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau
perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.
Dalam makalah ini dibahas masalah penyakit diabetes pada usia lanjut beserta asuhan
keperawatannya.
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi
organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai “pembawa pesan” dan dibawa oleh aliran darah ke
berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan “pesan” tersebut menjadi suatu
tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar
keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastrointestin. System endokrin merupakan
bagian dari system pengatur tubuh, pengaturan berbagai fungsi metabolism tubuh.
MASALAH YANG SERING TERJADI PADA SISTEM ENDOKRIN
Ø Penurunan kemampuan menoleransi stress.
Ø Kosentrasi glukosa darah meningkat dan tetap naik lebih lama dibandingkan orang
lebih muda
Ø Penurunan kadar estrogen dan peningkatan kadar follikel stimulating hormone selama
menopause yang menyebabkan trombosis dan osteoporosis.
Ø Penurunan produksi progesterone.
Ø Penurunan kadar aldosteron serum sebanyak 50 %
Ø Penurunan laju sekresi kortisol sebanyak 25 %
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner and Suddarth, 2002).
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu gangguan metabolic yang melibatkan berbagai
system fisiologis, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glukosa (Stanley & Beare,
2006).
Diabetes melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Mansjoer, dkk. 1999).
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif kekurangan insulin (Greenspan and Baxter, 1998).
3.2. KRITIK DAN SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kesalahan. Maka dari itu, kami mohon kesediaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran
untuk membuat makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.2. Jakarta: EGC.
Stanley & Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.
Mansjoer Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
Francis S Greenspan and John D Baxter. 1998. Endokrinologi dasar & klinik edisi 4. Jakarta :
EGC.
Kushariyadi. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia Jilid 1. Jakarta: Salemba
Medika.
http://artikelprofesikesehatan.blogspot.com/2012/11/macam-macam-penyakit-pada-
gangguan.html
Diposkan oleh Prima Kurniawati di 04.41 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar