46
19 M A K A L A H B I O F A R M A S E T I K A “ Biofarmasetika Sediaan yang Diberikan Melalui Kulit Disusun Oleh : G 701 11 051 IKALIANA G 701 11 056 PRAMITA PUTRI G 701 11 066 NI WAYAN SWINTARI G 701 11 071 MOH. FAJRIN G 701 11 080 ASWADI G 701 11 084 MUHAMMAD NAJIB G 701 11 088 ZAHRA MEGAWATI G 701 11 099 MUH. YUSUF ISLAMI Kelompok : I ( Satu ) Dosen Penanggung jawab : Muh. Rinaldhi T, S.Farm., M.,Sc., Apt.,

Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Biofarmasetika sediaan kulit, faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi perkutan dan evaluasi biofarmasetika sediaaan kulit

Citation preview

Page 1: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

M A K A L A H B I O F A R M A S E T I K A

“ Biofarmasetika Sediaan yang Diberikan Melalui Kulit “

Disusun Oleh :

G 701 11 051 IKALIANA

G 701 11 056 PRAMITA PUTRI

G 701 11 066 NI WAYAN SWINTARI

G 701 11 071 MOH. FAJRIN

G 701 11 080 ASWADI

G 701 11 084 MUHAMMAD NAJIB

G 701 11 088 ZAHRA MEGAWATI

G 701 11 099 MUH. YUSUF ISLAMI

Kelompok :

I ( Satu )

Dosen Penanggung jawab :

Muh. Rinaldhi T, S.Farm., M.,Sc., Apt.,

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKOPALU

2013 / 2014

Page 2: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat hidayah dan

rahmat-Nya yang diberikan kepada kami berupa kesehatan rohani dan jasmani

sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Biofarmasetiks yang berjudul

“ Biofarmasetika Sediaan yang Diberikan Melalui Kulit “, yang dapat

diselesaikan dengan baik.

Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami banyak menemukan

hambatan, tetapi berkat dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang telah

membantu serta para dosen-dosen farmasi yang telah banyak membantu kami

dengan baik, kami dapat menyelesaikannya dengan baik. Untuk itu tidak lupa

kami mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam

membuat makalah ini hingga makalah biofarmasetika ini dapat terselesaikan

dengan baik.

Tidak lupa kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum

sempurna, oleh karena itu untuk memperbaiki makalah ini kami mengharapkan

kritik-kritik dan saran-saran yang membangun. Semoga makalah ini bermanfaat

bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya, serta dapat dimanfaatkan

dengan baik untuk menjadi pedoman bagi mata kuliah biofarmasetika selanjutnya.

Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Palu, 02 Mei 2014

Kelompok I (Satu)

Page 3: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

DAFTAR ISI

Sampul................................................................................................................. 1

Kata Pengantar.................................................................................................... 2

Daftar Isi.............................................................................................................. 3

Bab. I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang............................................................................. 4

1.2 Tujuan.......................................................................................... 5

Bab. II Pembahasan

2.1 Anatomi dan fisiologi kulit.......................................................... 6

2.2 Pembuluh darah yang melewati tiap lapisan kulit....................... 9

2.3 Komponen dan karakteristik tiap lapisan kulit............................ 10

2.4 Faktor yang mempengaruhi liberasi, disolusi, serta absorbsi obat 14

2.5 Evaluasi biofarmasetika sediaan.................................................. 21

2.6 Kondisi yang memungkinkan dan tidak memungkinkan untuk

digunakan sediaan topikal........................................................... 25

Bab III. Penutup

3.1 Kesimpulan.................................................................................. 26

3.2 Saran............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

B A B I

P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap

pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun kimia. Kulit merupakan sawar

fisiologik yang penting karena ia mampu manahan penembusan bahan gas,

cair maupun padat baik yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun

dari komponen organisme. Meskipun kulit relatif permeable terhadap

senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan-keadaan tertentu kulit dapat

ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan

efek terapetik atau efek toksik, baik yang bersifat setempat maupun sistemik

(Yusriadi, 2014).

Kulit memiliki fungsi sebagai ; perlindungan awal dari tubuh

dengan lingkungan luar tubuh, melindungi jaringan yang lebih dalam dari

kerusakan fisik, kimia, dan mencegah masuknya mikroorganisme,

melindungi tubuh dari kehilangan cairan tubuh dengan mencegah,

penguapan air yang berlebihan, bertindak sebagai pengatur panas, tempat

penyimpanan pro vitamin d dan pembentukan vitamin D, merupakan salah

satu organ ekskresi, yaitu melalui keringat, sebagai organ pengindra,

sebagai tempat pembentukan kolagen.

Kulit, organ terbesar dalam tubuh manusia, terdiri dari dua lapisan:

epidermis dan dermis. Di bawah dermis terletak subkutan, yang sebagian

besar terdiri dari sel lemak. Epidermis membentuk lapisan luar. Di dasar

lapisan ini, sel-sel terus menerus terbagi, membentuk sel-sel baru. Dermis

membentuk lapisan di bawah epidermis dan lebih tebal dari epidermis.

Dermis terutama terdiri dari serat kolagen dan elastin. Hal ini juga berisi

pembuluh darah, saraf, organ-organ sensorik, kelenjar sebaceous, kelenjar

keringat, dan folikel rambut. Subkutan, lapisan ini terletak di bawah dermis

dan terdiri dari sel-sel lemak (Shai, A., dkk., 2009).

Page 5: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

Pada molekul yang dapat diserap, derajat penembusan dapat

diubah dengan menggunakan bahan pembawa yang sesuai, dengan

komposisi yang dapat mendorong pelepasan zat aktif sedemikian agar dapat

mencapai jaringan tempat ia menunjukkan aksi teraupetiknya (Yusriadi,

2014).

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai anatomi fisiologi

kulit ; pembuluh darah yang melewati tiap lapisan kulit ; komponen dan

karakteristik tiap lapisan kulit ; faktor yang mempengaruhi liberasi, disolusi,

serta absorbsi obat ; evaluasi biofarmasetika sediaan ; dan kondisi yang

memungkinkan dan tidak memungkinkan untuk digunakan sediaan topikal.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi kulit

2. Mengetahui dan memahami pembuluh darah yang melewati tiap lapisan

kulit

3. Mengetahui dan memahami komponen dan karakteristik tiap lapisan

kulit

4. Mengetahui dan memahami faktor yang mempengaruhi liberasi,

disolusi, serta absorbsi obat

5. Mengetahui dan memahami evaluasi biofarmasetika sediaan

6. Mengetahui dan memahami kondisi yang memungkinkan dan tidak

memungkinkan untuk digunakan sediaan topikal

Page 6: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

B A B II

P E M B A H A S A N

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Kulit

Menurut Anonim, (2011), anatomi dan fisiologi kulit adalah

sebagai berikut :

2.1.1 Struktur Kulit

1. Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,

2. Kulit jangat (dermis, korium atau kutis), dan

3. Jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis

atau subkutis)

Sumber : Shai, A., dkk., 2009

Page 7: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

2.1.2 Fisiologi Kulit

Menurut Anonim, (2011), fisiologi kulit berdasarkan

anatominya, terbagi atas 3 lapisan yaitu :

a) Kulit Ari (epidermis)

Epidermis melekat erat pada dermis karena secara

fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan

antar sel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding

kapiler dermis ke dalam epidermis.

Lapisan tanduk (stratum corneum),

Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung

sepanjang hidup, menjadikan kulit ari memiliki self repairing

capacity atau kemampuan memperbaiki diri.

Lapisan bening (stratum lucidum)

Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang

kecil kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat

dilewati sinar (tembuscahaya). Lapisan ini sangat tampak

jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi

bermula dari lapisan bening.

Lapisan berbutir (stratum granulosum)

tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang

mengandung butir-butir dalam protoplasmanya, berbutir kasa

dan berinti mengkerut. Lapisan ini paling jelas pada kulit

telapak tangan dan kaki.

Lapisan bertaju (stratum spinosum)

Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang

berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan

pengantaran butir-butir melanin.

Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)

Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak

melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan

lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan

Page 8: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas

atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.

b) Kulit Jangat (dermis)

Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,

memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar.

Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf

dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas,

dan dingin.

Kelenjar keringat

Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu

membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya

terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan

obat-obat tertentu.

Kelenjar palit

pada kulit kepala, kelenjar palit menghasilkan minyak untuk

melumasi rambut dan kulit Kepala.

c) Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)

Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan

atau penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam,

membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan.

Page 9: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

2.2 Pembuluh Darah Yang Melewati Tiap Lapisan Kulit

Menurut Elizabeth J., Corwin, (1975), pembuluh darah yang berada

di tiap lapisan kulit :

a) Epidermis

Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah.

b) Dermis

Diseluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf sensorik dan

simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringat dan

palit (sebasea). Pembuluh darah didermis menyuplai makanan dan

oksigen dermis dan epidermis, dan membuang produk sisa.

Pembuluh darah di dermis. Fungsi utama darah adalah untuk

mengangkut nutrisi dan oksigen ke setiap organ dalam tubuh, termasuk

kulit, dan untuk menghilangkan produk-produk limbah dan karbon

dioksida yang dihasilkan dalam berbagai sel tubuh. Perhatikan bahwa

tidak ada pembuluh darah di epidermis. epidermis menerima nutrisi dan

oksigen langsung dari dermis, yang kaya dengan pembuluh darah (Avi

Shai, 2009).

Dalam dermis, pembuluh darah (kelanjutan dari pembuluh darah

yang lebih besar lebih dalam tubuh) cabang yang kecil dan pembuluh

darah yang lebih kecil yang menutupi seluruh area kulit. Pelebaran dan

penyempitan (dilatasi dan penyempitan) pembuluh darah terjadi sebagai

respon terhadap perubahan suhu, untuk membentuk suatu mekanisme

penting untuk mengendalikan suhu tubuh. Dilatasi hasil pembuluh

darah dalam kulit menjadi merah jambu, atau bahkan merah seperti

merona atau ketika suhu naik (Avi Shai, 2009).

Page 10: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

2.3 Komponen dan Karakteristik Tiap Lapisan Kulit

Menurut Anonim, (2011), komponen dan karakteristik tiap lapisan

kulit adalah sebagai berikut :

a) Epidermis

Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis

memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang

merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.

Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :

Lapisan tanduk (stratum corneum),

Lapisan tanduk sebagian besar terdiri atas keratin yaitu

sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten

terhadap bahan-bahan kimia, dikenal dengan lapisan horny. Lapisan

horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan

digantikan sel baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya

28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit terasa sedikit kasar. Proses

pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup,

menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau

kemampuan memperbaiki diri. Dengan bertambahnya usia, proses

keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60-

tahunan, proses keratinisasi membutuhkan waktu sekitar 45-50 hari,

akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi kasar, lebih kering,

lebih tebal, timbul bercak putih karena melanosit lambat bekerjanya

dan penyebaran melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat

digantikan oleh lapisan tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada

lapisan ini sangat kecil, dan lapisan ini sangat efektif untuk

mencegah terjadinya penguapan air dari lapis-lapis kulit lebih dalam

sehingga mampu memelihara tonus dan turgor kulit. Lapisan tanduk

memiliki daya serap air yang cukup besar.

Lapisan bening (stratum lucidum)

Lapisan bening (stratum lucidum) disebut juga lapisan

barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai

Page 11: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan bening

terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan

bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya).

Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak

kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.

Lapisan berbutir (stratum granulosum)

Lapisan berbutir (stratum granulosum) tersusun oleh sel-sel

keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir dalam

protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini

paling jelas pada kulit telapak tangan dan kaki.

Lapisan bertaju (stratum spinosum)

Lapisan bertaju (stratum spinosum) disebut juga lapisan

malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan

perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika

sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju.

Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut

protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa

baris. Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak

(polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit makin besar

ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang

berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan

pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang

lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis.

Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang

khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung

kolesterol, asam amino dan glutation.

Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)

Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)

merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel

torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan

dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina

Page 12: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang

membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis cukup

besar terhadap pengaturan metabolisme demoepidermal dan fungsi-

fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah

banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan

lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih

terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit)

pembuat pigmen melanin kulit.

b) Kulit Jangat (dermis)

Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa,

tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar

palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening,

dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili). Sel-sel umbi rambut

yang berada di dasar kandung rambut, terus-menerus membelah dalam

membentuk batang rambut. Kelenjar palit yang menempel di saluran

kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit

melalui muara kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit

sebenarnya dan 95 % kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan

rata-rata kulit jangat diperkirakan antara 1-2 mm dan yang paling tipis

terdapat di kelopak mata serta yang paling tebal terdapat di telapak

tangan dan telapak kaki. Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-

serat, matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel. Pada

dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat

membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein

ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan

penunjang, karena fungsinya adalah membentuk jaringan-jaringan kulit

yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit. Berkurangnya protein

akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah mengendur

hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut

yaitu faktor usia atau kekurangan gizi. Dari fungsi ini tampak bahwa

kolagen mempunyai peran penting bagi kesehatan dan kecantikan kulit.

Page 13: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

Perlu diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat

menimbulkan cacat permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak

memiliki kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit

ari. Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu

kelenjar keringat dan kelenjar palit.

Kelenjar keringat

Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar)

dan duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada

permukaan kulit, membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh

dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat di

permukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak.

Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang

sisa-sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang

oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu.

Kelenjar palit

Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit

dan menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit membentuk sebum

atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki,

kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian

muka. Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu

kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran

folikel rambut. Pada kulit kepala, kelenjar palit menghasilkan

minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan

orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar sebasea

membesar sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan

termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak dari kelenjar palit

atau kelenjar sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak

sehingga memudahkan timbulnya jerawat.

c) Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)

Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh

darah dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan

Page 14: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju

lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan

atau penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam,

membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan

kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling

tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia

menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga

menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, akan

berkurang lemaknya dan akibatnya kulit akan mengendur serta makin

kehilangan kontur.

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Liberasi, Disolusi, Serta Absorbsi Obat

Menurut M.T Simanjuntak (2006), berbagai faktor yang

mempengaruhi proses LDA obat pada pemberian secara perkutan

a) Penyerapan (Absorbsi)

Sampai saat ini secara keseluruhan dari proses penyerapan

secara perkutan obat, belum diketahui. Kajian yang telah dilakukan

hanya terbatas pada faktor-faktor yang dapat mengubah ketersediaan

hayati zat aktif yang terdapat dalam sediaan yang dioleskan pada kulit,

seperti :

Lokalisasi Sawar (Barrier)

Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik

yang dapat mencegah masuknya bahan-bahan kimia dan hal ini

terutama disebabkan oleh adanya lapisan tipis lipida pada

permukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis malfigi. Pada

daerah ini, ditemukan juga suatu celah yang berhubungan langsung

dengan kulit bagian dalam yang dibentuk oleh kelenjar sebasea

yang membatasi bagian luar dan cairan ekstraselular, yang juga

merupakan sawar tapi kurang efektif, yang terdiri dari sebum dan

deretan sel-sel germinatif.

Page 15: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

Peranan lapisan lipids yang tipis dan tidak beraturan

pada permukaan kulit (0,4 - 4 μ m) terhadap proses penyerapan

(absorpsi) dapat diabaikan. Peniadaan dari lapisan tersebut oleh

eter, alkohol atau sabun-sabun tertentu tidak akan mengubah secara

nyata permeabilitas kulit (Tregear, R, T. thn 1966), keadaan yang

sama juga terjadi setelah pengolesan pada permukaan kulit yang

mempunyai sebum setebal 30 μm (Eligman, A, M. thn 1963).

Lapisan lipida dapat ditembus senyawa-senyawa lipofilik

dengan cara difusi dan adanya kolesterol menyebabkan senyawa

yang larut dalam air dapat teremulsi.

Sawar (barrier) kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk

(stratum corneum), namun demikian pada cuplikan lapisan tanduk

(stratum corneum) terpisah, juga mempunyai permeabilitas yang

sangat rendah dan kepekaan yang sama seperti kulit utuh (Sprott

W, E,. thn 1965 dan Scheuplein R, J,. dkk, thn 1669). Lapisan

tanduk berperan melindungi kulit (TregearR, T, thn 1966; Blank I.

H, dkk, thn1969). Deretan sel-sel pada lapisan tanduk saling

berikatandengan kohesi yang sangat kuat dan merupakan

pelindung kulit yang paling efisien. Sesudahpenghilangan lapisan

tanduk (stratum corneum), impermeabilitas kulit dipengaruhi oleh

regenerasi sel; dalam 2 (dua) atau 3(tiga) hari meskipun ketebalan

lapisan tanduk (stratum corneum) yang terbentuk masih sangat

tipis, namun lapisan tersebut telah mempunyaikapasitas

perlindungan yang mendekati sempurna (Matoltsy A, G, dkk, thn

1962; Monash S,dkk, thn 1963).

Dengan demikian epidermis mempunyai 2 (dua) jenis

pelindung, yang pertama adalah pelindung sawar spesifik yang

terletak pada lapisan tanduk (stratum corneum) yang salah satu

elemennya berasal dari kulit dan bersifat impermeabel, dan

pelindung yang kedua terletak di sub-junction dan kurang efektif,

dibentuk oleh epidermis hidup yang permeabilitasnya dapat

Page 16: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

disamakan dengan membran biologis lainnya. Pada sebagian besar

kasus, proses pergantian kulit diatur oleh lapisan tanduk (stratum

corneum) yang impermeabel dan akan membentuk suatu pelindung

terbatas.

Jalur Penembusan (Absorbsi)

Penembusan = penetrasi = absorbsi perkutan, terdiri dari

pemindahan obat dari permukaan kulit ke stratum corneum,

dibawah pengaruh gradien konsentrasi, dan berikutnya difusi obat

melalui stratum corneum yang terletak dibawah epidermis,

melewati dermis dan masuk kedalam mikro sirkulasi.

Jumlah total daya difusi (Rkulit) untuk penembusan

melalui kulit dijelaskan oleh Chen sbb :

R = Rsc + Re + Rpd

Dimana :

R = Daya difusi

sc = stratum corneum

E = epidermis

pd = lapisan papilla dari dermis

Kulit, karena sifat impermeabilitasnya maka hanya dapat

dilalui oleh sejumlah senyawa kimia dalam jumlah yang sedikit.

Penembusan molekul dari luar ke bagian dalam kulit secara nyata

dapat terjadi, baik secara difusi melalui lapisan tanduk (stratum

corneum) maupun secaradifusi melalui kelenjar sudoripori atau

organ pilosebasea.

Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan

Perkutan

Surfaktan amonik dan kationik juga tertahan di lapisan

tanduk atau rambut (Scott G. V, dkk, thn 1669), adanya muatan ion

mempakan penyebab terjadinya pembentukan ikatan ionik dengan

protein dari keratin (Idson B, J, thn 1967). Intensitas penahanan

akan berbanding lurus dengan ukuran dan muatan kation atau

Page 17: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

anion. Akibat pengikatan ini maka umumnya surfaktan dengan

konsentrasi tinggi akan merusak struktur lapisan tanduk

(Scheuplein R, J, dkk, thn 1970), menyebabkan peningkatan

kehilangan air dan terjadi suatu iritasi yang bermakna. Pada

konsentrasi surfaktan yang rendah terjadi keadaan sebaliknya,

ikatan sediaan kosmetika tertentu dengan lipida akan

mempermudah penyerapan sediaan ini pada lapisan tanduk dan

dengan demikian meningkatkan kerja pelembutan kulit (Idson B, J,

thn 1967).

Penahanan senyawa pada lapisan tanduk akan mengurangi

resiko keracunan karena akan mencegah terjadinya penyerapan

sistemik. Lapisan tanduk (stratum corneum) bukan merupakan satu

satunya penyebab terjadinva fenomena penahanan senyawa pada

kulit; dalam hal tertentu dermis berperanan sebagai depo.

b) Faktor fisiologik yang mempengaruhi penyerapan perkutan

Keadaan dan Umur Kulit

Kulit utuh merupakan suatu sawar (barrier) difusi yang

efektif dan efektivitasnya berkurang bila terjadi perubahan dan

kerusakan pada sel-sel lapisan tanduk.Pada keadaan patologis yang

ditunjukkan oleh perubahan sifat lapisan tanduk (stratum corneum);

dermatosis dengan eksim, psoriasis, dermatosis seborheik, maka

permiabilitas kulit akan meningkat. Scott, thn 1959, telah

membukfkan bahwa kadar hidrokortison yang melintasi kulit akan

berkurang bila lapisan tanduk berjamur dan akan meningkat, pada

kulit dengan eritematosis. Hal yang sama juga telah dibuktikan bila

kulit terbakar atau luka.Bila stratum corneum rusak sebagai akibat

pengikisan oleh plester , maka kecepatan difusi air, hidrokortison

dan sejumlah senyawa lain akan meningkat secara nyata

Aliran Darah

Perubahan debit darah ke dalam kulit secara nyata akan

mengubah kecepatan penembusan molekul. Pada sebahagian besar

Page 18: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

obat obatan, lapisan tanduk merupakan faktor penentu pada proses

penyerapan dan debit darah selalu cukup untuk menyebabkan

senyawa menyetarakan diri dalam perjalanannya. Namun, bila kulit

luka atau bila dipakai cara iontoforesis untuk zat aktif, maka

jumlah zat aktif yang menembus akan lebih banyak dan peranan

debit darah merupakan faktor yang menentukan. Demikian pula

bila kapasitas penyerapan oleh darah sedikit atau hiperemi yang

disebabkan pemakaian senyawa ester nikotinat, maka akan terjadi

peningkatan penembusan. Akhimya, penyempitan pembuluih darah

sebagai akibat pemakaian setempat dari kortikosteroida akan

mengurangi kapasitas alir dari darah, menyebabkan pembentukan

suatu timbunan (efek depo) pada lapisan kulit dan akan

mengganggu penyerapan senyawa yang bersangkutan.

Tempat pengolesan

Jumlah yang diserap untuk suatu molekul yang sama, akan

berbeda dan tergantung pada susunan anatomi dari tempat

pengolesan: kulit dada, punggung, tangan atau lengan. Perbedaan

ketebalan terutama disebabkan oleh ketebalan lapisan tanduk

(stratum corneum) yang berbeda pada setiap bagian tubuh, tebalnya

bervariasi antara 9 pm untuk kulit kantung zakar sampai 600 pin

untuk kulit telapak tangan dan telapak kaki.

Kelembaban dan Temperatur

Pada keadaan normal, kandungan air dalam lapisan tanduk

rendah, yaitu 5-15%, namun dapat ditingkatkan sampai 50%

dengan cara pengolesan pada permukaan kulit suatu bahan

pembawa yang dapat menyumbat: vaselin, minyak atau suatu

pembalut impermeabel. Peranan kelembaban terhadap

penyerapan perkutan telah dibuktikan oleh Scheuplein R, J,

dkk, thn 1971; stratum corneum yang lembab mempunyai

afinitas yang sama terhadap senyawa-senyawa yang larut dalam

air atau dalam lipida. Sifat ini disebabkan oleh struktur histologi sel

Page 19: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

tanduk dan oleh benang-benang keratin yang dapat mengembang

dalam air dan pada media lipida amorf yang meresap di sekitarnya.

Kelembaban dapat mengembangkan lapisan tanduk dengan cara

pengurangan bobot jenisnya atau tahanan difusi. Air mula-mula

meresap di antara janngan jaringan, kemudian menembus ke dalam

benang keratin, membentuk suatu anyaman rangkap yang stabil

pada daerah polar yang kaya air dan daerah non polar yang kaya

lipida.

Menurut Howard C., Ansel (2008), faktor-faktor yang berperan

dalam absorbsi perkutan dari obat adalah sifat dari obat itu sendiri, sifat dari

pembawa, kondisi dari kulit dan adanya uap air. Walaupun sukar untuk

diambil kesimpulan umum, yang dapat diberlakukan pada kemungkinan

yang dihasilkan oleh kombinasi obat, pembawa dan kondsi kulit, tapi

konsensus temuan hasil penelitian mungkin dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Obat yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus bersatu pada

permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup.

2. Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah

obat yang diabsorbsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap

periode waktu, bertambah sebanding dengan bertambahnya

kkonsentrasi obat dalam suatu pembawa.

3. Semakin banyak obat diserap dengan cara absorbsi perkutan apabila

bahan obat dipakai pada permukaan yang lebih luas.

4. Bahan obat harus mempunyai suatu daya tarik fisiologi yang lebih besar

pada kulit dari pada terhadap pembawa, supaya obat dapat

meninggalkan pembawamenuju kulit.

5. Beberapa derajat kelarutan bahan obat baik dalam minyak dan air

dipandang penting untuk efektivitas absorbsi perkutan. Pentingnya

kelarutan obat dalam air ditunjukan oleh adanya konsentrasi pada

daerah absorbsi dan koefisien partisi sangat mempengaruhi jumlah yang

Page 20: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

dipindahkan melalui tempat absorbsi. Zat terlarut bobot molekul yang

dibbawah 800 sampai 100 dengan kelarutan yang sesuai dalam minyak

mineral dan air (>1mg/mL) dapat meresapkedalam kulit.

6. Absorbsi obat nampaknya ditingkatkan dari pembawa yang dapat

dengan mudah menyebar dipermukaan kulit, sesudah dicampur dengan

cairan berlemak dan membawa obat untuk berhubungan dengan

jaringan sel untuk absorbsi.

7. Pembawa yang meningkatkan jumlah uap air yang ditahan kulit

umumnya cenderung baik bagi absorbsi pelarut obat. Pembawa yang

bersifat lemak bekerja sebagai penghalang uap air sehingga keringat

tidak dapat menembus kulit dan tertahan pada kulit sehingga umunya

menahasilkan hidrasi dari kulit dibawah pembawa.

8. Hidrasi dari kulit umunya fakta yang paling penting dalam absorbsi

perkutan. Hidrasi sratum corneum tampaknya meningkatkan derajat

lintasan dari semua obat yang mempenetrasi kulit. Peningkatan absorbsi

mungkin disebabkan melunaknya jaringan dan akibat pengaruh “bunga

karang” dengan penambahan ukuran pori-pori yang memungkinkan

arus bahan lebih besar, besar dan kecildapat melaluinya.

9. Hidrasi kulit bukan saja dipengaruhi oleh jenis pembawa (misalnya

bersifat lemak) tetapi juga oleh ada tidaknya pembungkus dan

sejenisnya ketika pemakaian obat. Pada umunya pemakaian

pembungkusyang tidak menutup seperti pembawa yang bercampur

dengan air, akan mempengaruhi efek pelembab dari kulit

melaluipenghalang penguapan keringat dan oleh karena itu

mempengaruhi absorbsi. Penutup yang menutup lebih efektif daripada

anyaman jarang dari pembungkus yang tidak menutup.

10. Pada umunyan penggosokan atau pengolesan waktu pemakaian pada

kulit akan meningkatkan jumlah obat yang diabsorbsi dan semakin lama

mengoleskan dengan digosok-gosok, semakin banyak piula obat yang

diabsorbsi.

Page 21: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

11. Absorbsi perkutan nampaknya apabila obat dipakai pada kulit dengan

lapisan tanduk yang tipis daripada yang tebal. Jadi, tempat pemakaian

mungkin bersangkut paut dengan derajat absorbsi, dengan absorbsi dari

kulit yang ada penebalannya atau tempat yang tebal seperti telapak

tangan dan kaki secara komparatif lebih lambat.

Pada umumnya, semakin lama waktu pemakaian obat

menempel pada kulit, semakin banyak kemungkinan absorbsi.

Bagaimanapun juga perubahan dahidrasi kulit sewaktu pemakaian atau

penjenuhan kulit oleh obat, akan menghambat tambahan absorbsi.

2.5 Evaluasi Biofarmasetika Sediaan

Menurut Swastika A. Et. Mufrod., (2013) evaluasi sediaan (baik

salep, krim, gel) yang diberikan melalui kulit pada umumnya sebagai

berikut :

1. Pemeriksaan organoleptis

Pengamatan meliputi perubahan warna, bau (ketengikan),

konsistensi, dan terjadinya pemisahan fase. Pengamatan dilakukan tiap

minggu selama 5 minggu.

2. Pemeriksaan homogenitas

Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengoleskan krim

pada lempeng kaca, kemudian dilihat warnanya seragam atau tidak.

Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.

3. Uji viskositas

Viskositas krim ditetapkan dengan viscotester VT-04E (Rion CO,

Ltd), rotor no 1. Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.

4. Uji daya sebar

Setengah gram krim diletakkan di pusat antara 2 lempeng gelas,

dimana lempeng sebelah atas ditimbang terlebih dahulu kemudian

diletakkan diatas krim dan biarkan selama 1 menit. Di atasnya diberi

Page 22: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

beban 150 g, dibiarkan 1 menit dan diukur diameter sebarnya.

Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.

5. Uji waktu lekat

Gelas objek ditandai 4 x 2,5 cm kemudian sebanyak 0,25 g krim

diletakkan di titik tengah uasan tersebut dan ditutup dengan gelas objek

lain. Beri beban 1 kg selama 5 menit. Kedua gelas objek yang telah

saling melekat 1 sama lain dipasang pada alat uji yang diberi beban 80

gram. Setelah itu dicatat waktu yang diperlukan hingga dilakukan tiap

minggu selama 5 minggu.

6. Uji rasio pemisahan krim

Krim dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala tertentu.

Masing-masing disimpan pada suhu kamar selama 5 minggu

penyimpanan. Amati volume pemisahan tiap 3 hari sekali dan dihitung

volume pemisahannya dengan menggunakan rumus persamaan berikut :

F = HuHo

Keterangan : F = rasio volume pemisahan;

Hu =tinggi emulsi yang memisah;

Ho = tinggi emulsi mula-mula

Bila tidak terjadi pemisahan selama penyimpanan pada suhu

kamar, dapat dilakukan uji pemisahan fase dipercepat dengan metode

sentrifugasi. Sebanyak 2 gram lotion dimasukkan kedalam tabung

sentrifuga, sentrifugasi 3750 rpm selama 5 jam dengan interval waktu

pengamatan setiap 1 jam. Amati pemisahan fase minyak dan fase air

yang terjadi dalam setiap interval waktu pengamatan (Lachman dkk.,

1986).

7. Pemeriksaan pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH merk

universal. Pengamatan dilakukan setelah pembuatan krim yaitu pada

minggu ke-0 dan minggu ke-5.

8. Evaluasi Tipe Krim

Page 23: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

a. Metode Pengenceran

Krim yang jadi dimasukkan ke dalam vial, kemudian diencerkan

dengan air. Jika emulsi dapat diencerkan maka tipe emulsi adalah

tipe m/a.

b. Metode Dispersi Zat Warna

Emulsi yang dibuat dimasukkan ke dalam vial, kemudian ditetesi de-

ngan beberapa tetes larutan biru me-tilen. Jika warna biru segera

terdispersi ke seluruh emulsi maka tipe emulsinya adalah tipe m/a.

Menurut M.T Simanjuntak (2006), evaluasi ketersediaan hayati

obat yang diberikan melalui kulit :

a) Studi difusi in vitro

Berdasarkan dari penilaian biofarmasetik obat-obatan yang

diberikan melalui kulit, maka sesudah dilakukan uji kekentalan bentuk

sediaan, ketercampuran, pengawetan, selanjutnya dilakukan uji

pelepasan zat aktif in vitro, dengan maksud agar dapat ditentukan bahan

pembawa yang paling sesuai digunakan untuk dapat melepaskan zat

aktif di tempat pengolesan. Ada beberapa metoda, yang dapat dilakukan

di antaranya adalah

- Difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel

- Dialysis melalui membran kolodion atau selofan

b) Studi penyerapan (absorbsi)

Penyerapan perkutan dapat diteliti berdasarkan dua aspek utama yaitu

penyerapan sistemik dan lokalisasi senyawa dalam strukiur kulit.

Dengan cara in vitro dan in vivo dapat dipastikan lintasan penembusan

dan tetapan permeabilitas, serta membandingkan efektivitas dari

berbagai bahan pembawa. Absorbsi perkutan telah lama diteliti baik

secara in vivo dengan mempergunakan senyawa radioaktif atau dengan

tehnik in vitro mempergunakan sayatan kulit manusia.

c) Pembuktian Mekanisme Absorpsi Perkutan Dari Sifat Fisiko Kimia

Tehnik Umum untuk karakterisasi Membran

Page 24: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

Seluruh membran mahluk hidup adalah bersifat heterogenous

dan disusun dalam fase makroskopis yang berbeda, dan menentukan

difusi pasif molekul melalui total barrier pada membran sangat

diperlukan, dan hal ini tergantung pada pengaturan dan rangkaian dari

fase yang dialami selama proses transpor. Hukum difusi yang

sebenamya adalah bahwa molekul mengikuti lintasan yang bersifat

diffusional resistance yang paling sedikit. Lintasan yang bersifat

diffusional resistance yang paling sedikit ini ditentukan dari sifat fisiko

kimia alamiah fase membran atau dengan densisitas, viskositas dun,

dimana terdapat protein dun makro molekul yang lain, keberadaan

ikatan silang dun susunan dari bahan polimer dalam masing masing

fase, seluruh hal diatas memberikan pengaruh terhadap kecepatan

pergerakan difusi. Lintasan yang bersifat sedikit resisten. juga

dipengaruhi oleh afinitas relatip dari fase terhadap bahan yang

terpermiasi (permeant), terakhir akan berperanan untuk distribusi

internal dari permeant melalui pengaturan sifat fisiko kimia dari

komponen membran, dun oleh volume relatip dari fase. Resistensi dari

setiap fase yang terdapat dalam membran dapat dikarakterisasikan

dalam istilah khusus yang berhubungan dengan difusi dalam fase,

terhadap seluruh variabel lengkap secara umum. Secara keseluruhan,

membran mungkin dianggap sebagai sejenis penghambat (resistor)

rangkaian antara 2 (dua) fase. Masing masing fase membran

menentukan aliran difusi melalui channel dalam elemen bahagian

sebelah dalam (interior) membran, yang menghasilkan masing masing

resistensinya dan pengaturannya.

Page 25: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

2.6 Kondisi Yang Memungkinkan Dan Tidak Memungkinkan Untuk

Digunakan Sediaan Topikal

a) Kondisi yang memungkinkan

Digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat.

Memungkinkan untuk pemakaian yang merata dan cepat pada

permukaan kulit yang luas

Sebagai pelembut atau pelicin untuk kulit.

Digunakan untuk menghilangkan iritasi atau hanya untuk pijit.

Digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kaku

b) Kondisi yang tidak memungkinkan

Tidak digunakan untuk luka yang terbuka

Tidak dapat digunakan pada kulit yang pecah atau lecet sebab

mungkin menimbulkan iritasi yang berlebihan

Page 26: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

B A B III

K E S I M P U L A N

Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Anatomi dan fisiologi kulit adalah :

a) Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,

Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional

epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma

yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam

epidermis

b) Kulit jangat (dermis, korium atau kutis),

Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat,

memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-

masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi

mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin

c) Jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau

subkutis)

Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau

penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam, membentuk

kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan

2. Pembuluh darah di dermis. Fungsi utama darah adalah untuk mengangkut

nutrisi dan oksigen ke setiap organ dalam tubuh, termasuk kulit, dan untuk

menghilangkan produk-produk limbah dan karbon dioksida yang dihasilkan

dalam berbagai sel tubuh. Perhatikan bahwa tidak ada pembuluh darah di

epidermis. epidermis menerima nutrisi dan oksigen langsung dari dermis,

yang kaya dengan pembuluh darah (Avi Shai, 2009).

Page 27: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

3. Komponen dan karakteristik tiap lapisan kulit adalah sebagai berikut :

a. Epidermis

Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu

- Lapisan tanduk (stratum corneum)

- Lapisan bening (stratum lucidum)

- Lapisan berbutir (stratum granulosum)

- Lapisan bertaju (stratum spinosum)

- Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)

b. Kulit Jangat (dermis)

Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu

kelenjar keringat dan kelenjar palit.

c. Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)

Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah

dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit.

4. Faktor yang mempengaruhi proses LDA obat pada pemberian secara

perkutan:

a. Penyerapan absorbsi ;

- Lokalisasi Sawar (Barrier)

- Jalur Penembusan (Absorbsi)

- Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan

b. Faktor fisiologik yang mempengaruhi penyerapan perkutan

- Keadaan dan Umur Kulit

- Aliran Darah

- Tempat pengolesan

- Kelembaban dan Temperatur

5. Evaluasi ketersediaan hayati obat yang diberikan melalui kulit :

a. Studi difusi in vitro

b. Studi penyerapan (absorbsi)

c. Pembuktian Mekanisme Absorpsi Perkutan Dari Sifat Fisiko Kimia.

Page 28: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

6. Kondisi Yang Memungkinkan Dan Tidak Memungkinkan Untuk Digunakan

Sediaan Topikal

a) Kondisi yang memungkinkan

Digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat.

Memungkinkan untuk pemakaian yang merata dan cepat pada

permukaan kulit yang luas

Sebagai pelembut atau pelicin untuk kulit.

Digunakan untuk menghilangkan iritasi atau hanya untuk pijit.

Digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kaku

b) Kondisi yang tidak memungkinkan

Tidak digunakan untuk luka yang terbuka

Tidak dapat digunakan pada kulit yang pecah atau lecet sebab

mungkin menimbulkan iritasi yang berlebihan

Page 29: Makalah Biofarmasetika Sediaan Kulit

19

DAFTAR PUSKATA

Anonim, 2011, Buku Ajar ; Anatomi dan Fisiologi Kulit, [file.upi.edu], Diakses

Tanggal 30/04/2014, Pukul 21.11 WITA.

Elizabeth J., Corwin, 1975, Handbook Of Phatophysiology, 3rd Ed, Lippincott

Williams & Wilkins, USA.

Howard C., Ansel 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI-Press, Jakarta.

M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005,

[USU Repository©2006].

Shai, A., dkk., 2009, Handbook Of Skin Care, Second Edition, Replika Press Pvt

Ltd, India.

Swastika A. Et. Mufrod., 2013, Jurnal : Antioxidant Activity Of Cream Dosage

Form Of Tomato Ekstrak (Solanum Lycopersicum L.), Universitas Gadjah

Madah Muda, Yogyakarta

Yusriadi, 2014, Materi Kuliah Biofarmasetika, Program Studi Farmasi FMIPA,

Universitas Tadulako, Palu.