31
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai. Dalam bidang farmasi khususnya kimia farmasi sering dilakukan analisis sediaan farmasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif adalah bidang kimia analitik yang membahas tentang identifikasi zat-zat, mengenai unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam suatu sampel. Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui kadar suatu zat.

Makalah Anfar 1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Anfar 1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan

ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai,

untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan

penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi,

pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan,

analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine).

Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat

yang sesuai dan aman, baik melalui resep (prsecription) dokter berizin,

dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah,

misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada

pemakai.

Dalam bidang farmasi khususnya kimia farmasi sering dilakukan

analisis sediaan farmasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis

kualitatif adalah bidang kimia analitik yang membahas tentang identifikasi

zat-zat, mengenai unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam suatu

sampel. Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk

mengetahui kadar suatu zat.

Dalam kimia farmasi dilakukan analisis berbagai senyawa yang

bersumber dari obat, tumbuhan, dan hewan. Salah satu senyawa yang

sering di analisis yaitu analisis antihistamin (antialergi).

Dalam makalah ini akan dibahas tentang analisis antihistamin dan

cara menganalisisnya. Dalam analisis antihistamin ini dapat diambil

sampel dari senyawa obat, tumbuhan maupun hewan.

1.1 Rumusan Masalah dan Tujuan

I.1.1 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah seperti dibawah ini:

1. Apa yang dimaksud dengan Antihistamin?

Page 2: Makalah Anfar 1

2. Bagaimana penggolongan-penggolangan antihistamin?

3. Apa saja macam-macam obat antihistamin?

4. Apa saja definisi dari obat difenhidramin ( benadryl) dan obat

Klorofeniramin Maleat (CTM) ?

5. Bagaimana Analisa Kualitatif dan Kuantitatif dari beberapa obat

antihistamin?

I.1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini adalah seperti bawah ini:

1. Mengetahui pengertian dari Antihistamin.

2. Mengetahui macam-macam penggolongan antihistamin.

3. Mengetahui beberapa obat antihistamin.

4. Mengetahui definisi dari obat difenhidramin dan obat Klorofeniramin

Maleat.

5. Mengetahui bagaimana Analisa Kualitatif dan Kuantitatif dari

antihistamin.

Page 3: Makalah Anfar 1

BAB II

ISI

II.1 Definisi Antihistamin

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau

menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok

reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal

satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor

khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2, maka secara

farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe ,yaitu reseptor-

H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat

dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonisreseptor-H1 (singkatnya

disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-

blockers atau zat penghambat-asam).

II.2 Penggolongan antihistamin

H1-blockers (antihistaminika klasik)

Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot

licin dari dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna ,kantung kemih

dan rahim. Begitu pula melawan efekhistamine di kapiler dan ujung saraf

(gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat

menghindarkan timbulnya reaksi alergi. Dahulu antihistamin dibagi

secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan

dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat

generasi ke-1 dan ke-2.

a. Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor)

feniramin, difenhidramin,klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin),

azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin,ketotifen

(Zaditen), dan oksatomida (Tinset).Obat-obat ini berkhasiat sedatif

terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis.

b. Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin

(Semprex), setirizin,loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin

(Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistaminhidrofil dan sukar

Page 4: Makalah Anfar 1

mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak

bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t⅟2-nya yang lebih

panjang, sehingga dosisnya cukupdengan 1-2 kali sehari. Efek anti-

alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambatsintesis

mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.

H2-blockers (Penghambat asma)

obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung

yang meningkat akibat histamine,dengan jalan persaingan terhadap

reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam

klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun.

Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna

mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan

pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat

stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.Penghambat

asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine,

famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa

heterosiklis dari histamin. Menurut struktur kimianya , antihistamin dibagi

dalam beberapa kelompok , antara lain :

1. Turunan etanolamin ( X= O)

Obat golongan ini memiliki daya kerja seperti atropin (antikolinergik)

dan bekerjaserhadap SSP (sedative). Antihistamin golongan ini antara

lain difenhidramin,dimenhidrinat, klorfenoksamin, karbinoksamin,

dan feniltoloksamin.

2. Turunan etilendiamin (X= N)

Obat golongan ini umumnya memiliki daya sedativ lemah.

Antihistamin golongan ini antara lain antazolin, tripenelamin,

klemizol , dan mepirin.

3. Turunan propilamin (X = C)

Obat golongan ini memiliki daya antihistamin yang kuat. Antihistamin

golongan ini antaralain feniramin, khlorpheniramin, brompheniramin,

dan tripolidin.

Page 5: Makalah Anfar 1

4. Turunan piperazin

Obat golongan ini umumnya memiliki efek long acting. Antihistamin

golongan ini antaralain siklizin, meklozin, homoklorsiklizin, sinarizin,

dan flunarizin.

5. Turunan fenotizin

Obat golongan ini memiliki efek antihistamin dan antikolinergik yang

tidak begitu kuat,tetapi memiliki daya neuroleptik kuat sehingga

digunakan pada keadaan psikosis. Selain itu juga memiliki efek

meredakan batuk, maka sering dipakai untuk kombinasi obat

batuk.Atihistamin golongan ini antara lain prometazin, tiazinamidum,

oksomemazin, danmetdilazin.

6. Turunan trisiklik lain

Obat golongan ini memiliki daya antiserotonin kuat dan menstimulir

mafsu makan , maka banyak digunakan untuk stimulant nafsu makan .

antihistamin golongan ini antara lainsiproheptadin, azatadin, dan

pizotifen.

7. Zat- zat non sedative

 Obat golongan ini adalah antihistamin yang tidak memiliki efek

sedativ ( membuatmengantuk ). Antihistamin golongan ini antara lain

terfenadin, dan astemizol.

8. Golongan sisa

Antihistamin golongan ini antara lain mebhidrolin, dimetinden, dan

difenilpiralin.

II.3 Macam-macam obat antihistamin

Sejak histamin ditemukan sebagai suatu zat kimia yang

mempengaruhi banyak proses faali dan patologik dalam tubuh, maka dicari

obat yang dapat melawan khasiat histamin. Epinefrin merupakan antagonis

faali yang pertama kali digunakan, efeknya lebih cepat dan lebih efektif

daripada AH1.

Page 6: Makalah Anfar 1

1. Antihistamin generasi pertama

Sejak tahun 1937-1972, ditemukan beratusratus antihistamin dan

digunakan dalam terapi, namun khasiatnya tidak banyak berbeda. AH1 ini

dalam dosis terapi efektif untuk menghilangkan bersin, rinore, gatal pada

mata, hidung dan tenggorokan pada seasonal hay fever, tetapi tidak dapat

melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamin. AH1 efektif

untuk mengatasi urtikaria akut, sedangkan pada urtikaria kronik hasilnya

kurang baik. Mekanisme kerja antihistamin dalam menghilangkan gejala-

gejala alergi berlangsung melalui kompetisi dalam berikatan dengan

reseptor H1 di organ sasaran. Histamin yang kadarnya tinggi akan

memunculkan lebih banyak reseptor H1. Antihistamin tersebut

digolongkan dalam antihistamin generasi pertama (Ganiswara SG. 1995).

Antihistamin generasi pertama ini mudah didapat, baik sebagai

obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat dekongestan,

misalnya untuk pengobatan influensa. Kelas ini mencakup klorfeniramine,

difenhidramine, prometazin, hidroksisin dan lain-lain. Pada umumnya obat

antihistamin generasi pertama ini mempunyai efektifitas yang serupa bila

digunakan menurut dosis yang dianjurkan dan dapat dibedakan satu sama

lain menurut gambaran efek sampingnya. Namun, efek yang tidak

diinginkan obat ini adalah menimbulkan rasa mengantuk sehingga

mengganggu aktifitas dalam pekerjaan, harus berhati-hati waktu

mengendarai kendaraan, mengemudikan pesawat terbang dan

mengoperasikan mesin-mesin berat. Efek sedatif ini diakibatkan oleh

karena antihistamin generasi pertama ini memiliki sifat lipofilik yang

dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat menempel pada reseptor

H1 di sel-sel otak. Dengan tiadanya histamin yang menempel pada

reseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun dan timbul rasa mengantuk.

(1,6) Selain itu, efek sedatif diperberat pada pemakaian alkohol dan obat

antidepresan misalnya minor tranquillisers. Karena itu, pengguna obat ini

harus berhati-hati. Di samping itu, beberapa antihistamin mempunyai efek

samping antikolinergik seperti mulut menjadi kering, dilatasi pupil,

Page 7: Makalah Anfar 1

penglihatan berkabut, retensi urin, konstipasi dan impotensia (Simons

FER, Simons KJ, 1994).

2. Antihistamin generasi kedua

Setelah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru yang

dapat menghambat sekresi asam lambung akibat histamin yaitu burinamid,

metilamid dan simetidin. (2) Ternyata antihistamin generasi kedua ini

memberi harapan untuk pengobatan ulkus peptikum, gastritis atau

duodenitis. Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi

seperti generasi pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah sulit

menembus sawar darah otak. Reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin,

sehingga efek samping yang ditimbulkan agak kurang tanpa efek

mengantuk. Obat ini ditoleransi sangat baik, dapat diberikan dengan dosis

yang tinggi untuk meringankan gejala alergi sepanjang hari, terutama

untuk penderita alergi yang tergantung pada musim. Obat ini juga dapat

dipakai untuk pengobatan jangka panjang pada penyakit kronis seperti

urtikaria dan asma bronkial. Peranan histamin pada asma masih belum

sepenuhnya diketahui. Pada dosis yang dapat mencegah bronkokonstriksi

karena histamin, antihistamin dapat meredakan gejala ringan asma kronik

dan gejala-gejala akibat menghirup alergen pada penderita dengan

hiperreaktif bronkus. Namun, pada umumnya mempunyai efek terbatas

dan terutama untuk reaksi cepat dibanding dengan reaksi lambat, sehingga

antihistamin generasi kedua diragukan untuk terapi asma kronik. Yang

digolongkan dalam antihistamin generasi kedua yaitu terfenadin,

astemizol, loratadin dan cetirizin. Terfenadin diperkenalkan di Eropa pada

tahun 1981 dan merupakan antihistamin pertama yang tidak mempunyai

efek sedasi dan diijinkan beredar di Amerika Serikat pada tahun 1985.

Namun, pada tahun 1986 pada keadaan tertentu dilaporkan terjadinya

aritmia ventrikel, gangguan ritme jantung yang berbahaya, dapat

menyebabkan pingsan dan kematian mendadak. Beberapa faktor seperti

hipokalemia, hipomagnesemia, bradikardia, sirosis atau kelainan hati

lainnya atau pemberian bersamaan dengan juice anggur, antibiotika

Page 8: Makalah Anfar 1

makrolid (misalnya eritromisin), obat anti jamur (misalnya itraconazole

atau ketoconazole) berbahaya karena dapat memperpanjang interval QT.

(8,9) Pada tahun 1997 FDA menarik terfenadin dari pasaran karena telah

ditemukannya obat sejenis dan lebih aman.

Astemizol (Hismanal®) merupakan antihistamin kedua yang tidak

menyebabkan sedasi diperbolehkan beredar di Amerika Serikat (Desember

1988). Obat ini secara cepat dan sempurna diabsorpsi setelah pemberian

secara oral, tetapi astemizol dan metabolitnya sangat banyak distribusinya

dan mengalami metabolism sangat lambat. Namun, karena kasus aritmia

jantung dan kematian mendadak telah diamati setelah penggunaan

astemizol pada keadaan yang serupa dengan terfenadin, maka pada

astemizole diberikan tanda peringatan dalam kotak hitam (Handley DA,

Magnetti A, Higgins A.J., 1998).

Loratadin (Claritin®) mempunyai farmakokinetik serupa dengan

terfenadin, dalam hal mulai bekerjanya dan lamanya. Seperti halnya

terfenadin dan astemizol, obat ini mula-mula mengalami metabolisme

menjadi metabolit aktif deskarboetoksi loratadin (DCL) dan selanjutnya

mengalami metabolisme lebih lanjut. Loratadin ditoleransi dengan baik,

tanpa efek sedasi, serta tidak mempunyai efek terhadap susunan saraf

pusat dan tidak pernah dilaporkan terjadinya kematian mendadak sejak

obat ini diperbolehkan beredar pada tahun 1993 (Handley DA, Magnetti A,

Higgins A.J., 1998).

3. Antihistamin generasi ketiga

Yang termasuk antihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin,

norastemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL), ketiganya adalah

merupakan metabolit antihistamin generasi kedua. Tujuan

mengembangkan antihistamin generasi ketiga adalah untuk

menyederhanakan farmakokinetik dan metabolismenya, serta menghindari

efek samping yang berkaitan dengan obat sebelumnya (Handley DA,

Magnetti A, Higgins A.J., 1998).

Page 9: Makalah Anfar 1

Feksofenadin (Telfast ®) merupakan metabolit karboksilat dari

antihistamin generasi kedua terfenadin dan diijinkan untuk dipasarkan oleh

FDA pada Juli 1996. Setelah diketahui bahwa feksofenadin tidak

berpengaruh buruk terhadap elektrofisiologi jantung dan mempunyai

efektivitas sama seperti terfenadin maka feksofenadin menggantikan

terfenadin dan telah dipasarkan di Indonesia dengan nama dagang Telfast (

di Amerika : Allegra ®). Sifat-sifat kimia feksofenadin adalah : secara oral

cepat diabsorpsi, hanya sekitar 5% mengalami metabolisme, sisanya

diekskresi dalam urin dan feses tanpa mengalami perubahan. Hasil ini

tidak dipengaruhi oleh adanya gangguan pada fungsi hati atau ginjal. Pada

penderita usia lanjut atau penderita dengan gangguan fungsi ginjal, kadar

feksofenadine dalam plasma darah dapat meningkat 2 kali dari pada

normal. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena indeks terapi obat

ini relatif tinggi. Feksofenadin tidak berpengaruh pada interval QT pada

percobaan binatang atau pada manusia yang diberi 10 kali lipat dosis standar 60

mg 2 kali sehari. Feksofenadin tidak menembus sawar darah otak sehingga tidak

mempunyai efek samping terhadap susunan saraf pusat. (Hey JA, Del Prado M,

Cuss FM, 1995).

II.4 Definisi Difenhidramin dan Aztemizol

a. Difenhidramin (benadryl)

Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin.

Dalam proses terapi difenhidramin termasuk kategori antidot, reaksi

hipersensitivitas, antihistamin dan sedatif.  Memiliki sinonim

Diphenhydramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi

pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang

sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti

mual dan anestesi topikal.

Page 10: Makalah Anfar 1

Struktur Difenhidramin

Difenhidramin ini memblokir aksi histamin, yaitu suatu zat

dalam tubuh yang menyebabkan gejala alergi. Difenhidramin

menghambat pelepasan histamin (H1) dan asetilkolin (menghilangkan

ingus saat flu). Hal ini memberi efek seperti peningkatan kontraksi

otot polos vaskular, sehingga mengurangi kemerahan, hipertermia dan

edema yang terjadi selama reaksi peradangan. Difenhidramin

menghalangi reseptor H1 pada perifer nociceptors sehingga

mengurangi sensitisasi dan akibatnya dapat mengurangi gatal yang

berhubungan dengan reaksi alergi. Memberikan respon yang

menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-duanya.

Efek primer untuk mengatasi gejala-gejala alergi dan penekanan

susunan saraf pusat (efek sekunder).

Mekanisme kerja difenhidramin

Kerja antihistaminika H1 akan meniadakan secara kompetitif

kerja histamin pada reseptor H1, dan tidak mempengaruhi histamin

yang ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H2. Reseptor H1 terdapat

di saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran pernapasan.

Difenhidramin bekerja sebagai agen antikolinergik (memblok jalannya

impuls-impuls yang melalui saraf parasimpatik), spasmolitik,

anestetika lokal dan mempunyai efek sedatif terhadap sistem saraf

pusat.

Page 11: Makalah Anfar 1

b. Klorofeniramin Maleat (CTM)

Klorfeniramin maleat  adalah turunan alkilamin yang merupakan

antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar

dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah. Klorfeniramin

maleat juga merupakan obat golongan antihistamin penghambat reseptor

H1 (AH1) (Siswandono, 1995).

Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatik feniramin

maleat akan meningkatkan aktifitas antihistamin. Berdasarkan struktur

molekulnya, memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin

benzen, dan ikatan –C=C- yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi

yang dapat mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah

UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan (Silverstein,

1986;Rohman, 2007).

Struktur Klorfeniramin maleat

Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis

reseptor H1, klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada

pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu

klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan

saraf pusat (Tjay, 2002; Siswandono, 1995).

II.5 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif

II.5.1 Analisis Kualitiataif

Analisis kualitatif adalah suatu proses dalam mengidentifikasi

keberadaan suatu senyawa kimia dalam suatu larutan/sampel yang tidak

diketahui.  Analisis kualitatif disebut juga analisa jenis yaitu suatu cara

yang dilakukan untuk menentukan macam, jenis zat atau komponen-

Page 12: Makalah Anfar 1

komponen bahan yang dianalisa. Dalam melakukan analisa kualitatif yang

dipergunakan adalah sifat-sifat zat atau bahan, baik sifat-sifat fisis maupun

sifat-sifat kimianya. Misalnya ada suatu sampel cairan dalam gelas kimia,

bila ingin mengetahui tentang kandungan sampel cair itu maka yang harus

dilakukan adalah menganalisa kualitatif terhadap sampel cairan itu.

Tujuan analisis kualitatif adalah untuk memisahkan dan mengidentifikasi

sejumlah unsur/senyawa. Analisis kualitatif berhubungan dengan

penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Analisis

kualitatif digunakan untuk menganalisa komponen atau jenis zat yang ada

dalam suatu larutan. Analisa kualitatif merupakan salah satu cara yang

paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya

dalam larutan.

Ada 3 pendekatan analisis kualiataif yaitu; pertama perbandingan

antara data retensi solute yang tidak diketahui dengan data retensi baku

yang sesuai pada kondisi yang sama. Kedua dengan cara spiking, yaitu

dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu

yang akan diselidiki pada senyawa baku pada kondisi yang sama. Ketiga

dengan nggabungkan alat kromatografi dengan spectrometer massa

(Gandjar, 2007).

II.5.2 Analisis Kuantitatif

Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk

mengetahui kadar suatu zat (Svehla, 1985). Analisa kuantitatif berkaitan

dengan penetapan beberapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung

dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang sering kali

dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyusun sebagian kecil atau

sebagian besar sampel yang di analisis (Day dan Underwood,

2002).Pengertian lain dari analisa kuantitatif adalah analisa yang bertujuan

untuk mengetahui jumlah kadar senyawa kimia dalam suatu bahan atau

campuran bahan (Sumardjo, 1997).

Page 13: Makalah Anfar 1

Macam-Macam Analisa Kuantitatif

Secara garis besar metode yang digunakan dalam analisis

kuantitatif dibagi menjadi dua macam yaitu kimia analisis kuantitatif

instrumental, yaitu metode analisis bahan-bahan kimia menggunakan alat-

alat instrumen, dan analisa kimia konvensional. Metode dalam analisa

kuantitatif dibedakan menjadi 2 bagian: metode gravimeter, yaitu

penetapan kadar suatu unsur atau senyawa berdasarkan berat, tetapnya

dengan cara penimbangan. Cara dilakukan dengan unsur atau senyawa

yang diselidiki dan bahan yang menyusunnya. Bagian terbesar yang

dilakukan metode gravimetri adalah perubahan unsur berat tetapnya. Berat

senyawa selanjutnya dapat dianalisa berdasarkan jenis senyawa (khoppar,

1990).. Metode volumetri, adalah analisa kuantitatif yang dilakukan

dengan cara menambahkan sejumlah larutan baru yang lebih diketahui

kadarnya. Dengan mengetahui jumlah larutan baru yang ditambahkan dan

reaksinya berjalan secara kuantitatif sehingga senyawa yang dianalisis

dapat dihitung jumlahnya (Sumardjo, 1997).

Volumetri merupakan suatu cara analisis kuantitatif dan reaksi

kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan kadarnya direaksikan

dengan zat lainnya telah diketahui konsentrasinya sampai tercapai suatu

titik ekuivalensi hingga kepekatan zat yang kita cari dapat

dihitung. Larutan yang kita ketahui konsentraasinya dengan teliti disebut

larutan standar. Larutan ini biasanya diteteskan dari buret ke dalam

erlenmeyer yang mengandung reaksinya selesai. Proses ini dinamakan

titrasi. Titik dimana terjadi perubahan karena indikator disebut titik titrasi.

Titik ini seharusnya jatuh pada titik yang bersamaan, tetapi hal ini sulit

karena kesulitan dalam mencari indikator yang pH intervalnya mendekati

pH ekuivalen. Perbedaan antara titik ekuivalen dengan titik titrasi disebut

kesalahan titrasi (Day dan Underwood, 2002). Indikator adalah asam

organik lemah atau basa organik lemah yang dalam larutan akan terionisasi

sebagian dimana warna yang terionisasi berbeda dengan warna yang tak

terionisasi (Sumardjo, 1994).

Page 14: Makalah Anfar 1

Analisis volumetri merupakan suatu analisa untuk menentukan

suatu volume larutan yang konsentrasinya sudah diketahui. Biasanya untuk

mengukur volume larutan standar tersebut harus ditambahkan dengan

melalui alat yang disebut buret. Proses penambahan larutan standar ke

dalam larutan yang ditentukan sampai terjadi reaksi yang sempurna

disebut titrasi (Lehninger, 1995).

Reaksi dalam volumetri dibedakan menjadi 3: (1) Reaksi

netralisasi adalah suatu proses terbentuknya garam dari reaksi asam dan

basa. Contoh reaksi: HCl + NaOH  NaCl + H2O. (2) Reaksi

pengendapan atau pembentukan senyawa kompleks. Reaksi meliputi

pembentukan ion-ion kompleks atau pembentukan molekul netral yang

terdisosiasi dalam larutan (Khoppar, 1990). Contoh reaksi: AgNO3 +

NaCl  AgCl + NaNO3, KCN + AgNO3  K{Ag(CN)2} +

KNO3, K{Ag(CN)2} + AgNO3 Ag{(CN)2} + KNO3. (3) Reaksi oksidasi-

reduksi (redoks). Oksidasi dan reduksi selalu berlangsung secara serentak,

dimana jumlah elektron yang dilepaskan pada oksidasi harus sama dengan

elektron yang didapatkan pada reduksi, Contoh reaksi: 2FeCl3 +

SnCl2 2FeCl2 + SnCl4. (Surakiti, 1989).

Analisa volumetri dapat dibedakan menjadi:

1. Asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri: bila yang diketahui

konsentrasi asamnya. Alkalimetri adalah apabila

konsentrasi basanya diketahui.

2. Oksidimetri dibagi menjadi dua yaitu permanganametri dan

kromatometri. Permanganametri sebagai oksidatornya

adalah KMnO4. Reaksinya: MnO4- + 8H+  Mn2

+ + 4H2O.

Kromatometri bila kita mamakai oksidator

K2Cr2O7. Reaksinya: Cr2O72- + 14H+  Cr.

3. Kalorimetri adalah titrasi dengan iodium secara tidak

langsung. Iodometri adalah titrasi dengan iodium secara

langsung. Reaksinya: I2 + 2S2O32-  2I- +S4O6

2- I2 +

2e-  2I- I + e-  I- .

Page 15: Makalah Anfar 1

Sifat Antihistamin

Sifat-sifat yang dimiliki antihistamin antara lain sebagai berikut :

Umumnya histamin seperti alkaloida mempunyai pH 8-11

Tidak larut dalam air, larut dalam asam encer dan alkalis

Identifikasi Antihistamin Secara Umum

Antihistamin dapat diidentifikasikan dengan beberapa cara :

Titik leleh, contoh titik leleh dari Difenhidramin berkisar 1660 – 1670

Reaksi Warna (gunakan asam pekat) :

Dengan H2SO4 pekat → semua memberikan warna, kecuali antistin dan

chlortrimeton

Beberapa warna yang dihasilkan adalah :

1. Multergan   :  Rosa

2. Phenergan  :  Rosa merah

3. Histaphen   : Kuning tua

4. Avil             : Kuning

5. Neo-antergan:  Merah

6. Neo-benodin :  Kuning dengan  bintik jingga

7. Benadryl     :  Jingga + coklat + merah

8. Fenatiazin   :  merah + jingga + hijau

Dengan HNO3 pekat

Beberapa warna yang dihasilkan :

1. Histaphen : Kuning dengan bintik jingga

2. Antergan : Kuning

3. Neo-benodin : kekuningan

4. Avil : Kuning + gas

Masing-masing zat + H2SO4 pekat/HCl pekat/HNO3 pekat -> berwarna +

air -> berubah (kemungkinan alkaloid 80%), jika tetap kemungkinan

alkaloid, tapi beberapa alkaloid juga bisa menyebabkan perubahan warna

(tergantung posisi N). Perlu dilakukan reaksi pendukung lainnya.

Mandelin

Pereaksi : NH – Vanadat % dalam air + H2SO4 pekat

Page 16: Makalah Anfar 1

Frohde

Pereaksi : Larutan 1% NH4 molibdat dalam H2SO4 pekat

Beberapa warna yang dihasilkan :

1. Phenergan : Merah violet

2. Neo-antergan : Merah ungu

3. Neo-benodin : Kuning kenari

4. Multergan : Ungu

5. Histaphen : kuning dengan bintik coklat

6. Fenotiazin : Coklat hijau violet

7. Benadryl : Merah jingga

Marquis

Pereaksi : larutan encer formalin (formalin 0,1% – 1%) + H2SO4 pekat

Beberapa warna yang dihasilkan :

1. Benadryl : ungu

2. Avil : Kekuningan

3. Multergen : Ungu

4. Antistin : lama lama akan berwarna ungu

FeCl3

AgNO3

Reaksi Kristal

Beberapa pereaksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

1. AuCl3

2. PtCl3

3. Asam Pikrat

4. Asam Pikrolon

5. Garam Reinekat

Proses kerja : zat dilarutkan dalam HCL 0,2 N kemudian ditambahkan

pereaksi → endapan, dipanaskan dalam api kecil hingga larut,

dinginkan→  mengkristal

Page 17: Makalah Anfar 1

Pengecualian untuk pereaksi asam pikrat: pada gelas objek, zat

diberi air kemudian ditetesi asam pikrat, jangan ditambah HCl

(dengan HCl, yang keluar adalah kristal asam pikrat sendiri

Pengecualian untuk asam pikrolon : Tidak perlu dipanaskan dalam

api kecil

Mayer (pada plat tetes)

Pereaksi : HgCl2 + lautan KI 5% +  H2SO4 pekat

Proses kerja : zat + HCl 0,2 N + pereaksi

Contoh : Benadryl → ungu muda

Dragendorff

Pereaksi : Larutan bismut nitrat basa dalam air/asam asetat glasial dengan  

KI dalam air

Proses kerja : zat + peraksi

Reaksi Korek Api

Proses kerja ada 2 cara :

Batang korek api dicelupkan kedalam campuran (zat dalam HCl), lalu 

dibasahi dengan HCl pekat, atau

Batang korek api dibasahi dengan HCl pekat, keringkan lalu celupkan  

kedalam campuran (zat dalam HCl) untuk penentuan amin aromatis

primer (berwarna jingga).

Contoh : avil → jingga

a. Analisa Kualitatif dan kuantitatif Difenhidramin Hcl

Analisa kualitatif

Pengujian dilakukan pada sampel difenhidramin–HCl yang

juga merupakan salah satu senyawa obat yang berkhasiat sebagai

antihistaminikum. Analisis kualitatif sampel difenhidramin

ditambahkan H2SO4 pekat dan diencerkan dengan akuades

menghasilkan warna merah-coklat. Dan juga senyawa

difenhidramin HCl dapat dianalisis secara kualitatif menggunakan

metode spektroskopi inframerah dengan cara mengidentifikasi

gugus fungsi yang dihasilkan pada spectrum inframerah.

Page 18: Makalah Anfar 1

Analisa Kuantitatif

Menganalisis senyawa difenhidramin hcl secara kuantitatif

yaitu dengan menggunakan instrument. Metode instrument yang

digunakan adalah spektrofotometer UV dan spektroskopi

inframerah. Berdasarkan analisis tersebut maka dapat diketahui

konsentrasi dan kadar difenhidramin hcl dalam sampel.

Kadar senyawa difenhidramin HCl secara kuantitatif

dengan metode spektrofotometri UV yaitu pada panjang

gelombang 258 nm. Konsentrasi sampel difenhidramin HCl adalah

89,73 ppm dengan persentase kadar yaitu 35,748%.

b. Analisa Kualitatif dan kuantitatif Klorofeniramin Maleat (CTM)

Analisa kualitatif

Pengujian dilakukan pada sampel Klorofeniramin Maleat

atau yang biasa dikenal sebagai CTM Analisis kualitatif sampel

CTM pereaksi yang digunakan dalam analisis adalah larutan

natrium hidroksida(NaOH) dan larutan kupri sulfat(CuSO4). Pada

awalnya larutan ctm berwarna kuning setelah ditambahkan oleh

pereaksi maka terjadi perubahan warna larutan menjadi larutan

berwarna hijau tua. Perubahan warna larutan menjadi warna hijau

tua merupakan reaksi khas yang terjadi apabila CTM direaksikan

dengan larutan CuSO4.

Page 19: Makalah Anfar 1

BAB III

PENUTUP

III.1   Kesimpulan

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau

menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok

reseptor –histamin (penghambatan saingan).

Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin.

Dalam proses terapi difenhidramin termasuk kategori antidot, reaksi

hipersensitivitas, antihistamin dan sedatif.  Memiliki sinonim

Diphenhydramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi

pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang

sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti mual

dan anestesi topikal. Sedangkan Klorfeniramin maleat merupakan obat

golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).

3.2 Saran

 Dengan mengetahui tentang Difenhidramin HCL dan Klorfeniramin

maleat baik maka diharapkan penulis ataupun pembaca mampu memahami

dan mampu mempelajari serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-

sehari.

Page 20: Makalah Anfar 1

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI.1974.Ekstra  Farmakope Indonesia. Jakarta: PT 

FARITEX

Digregorio & Ruch, 1980; Moolenaar et al, 1981.

Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Roman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka

Pelajar: Yogyakarta.

Joyce jammes, Colin Baker, dkk. 2006.  Prinsip - Prinsip Sains Untuk

Keperawatan          ( principles of science for nurses ): Jakarta

Keenan, Charles W, kleinfelter, dkk., 1994. Kimia Untuk Universitas. Erlangga:

Jakarta.

Siswandono. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.

Sumardjo, damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan kuliah mahasiswa

kedokteran dan program strata 1 Fakultas Bioeksata. Semarang. http://wiro-

pharmacy.blogspot.com/search?q=analisis+kualitatif.html . Diakses 30  Maret

2012.