Upload
alvinrodolfodiaz
View
620
Download
11
Embed Size (px)
Distosia
Alvin Rodolf Diaz
10.2008.145
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no.6 – Jakarta Barat
PENDAHULUAN
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih
dari 18 jam pada multi. Harus dibedakan dengan partus tak maju, yaitu suatu persalinan
dengan his yang adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks,
turunnya kepala, dan putar paksi selama 2 jam terakhir. Persalinan pada primitua biasanya
lebih lama. Pendapat umum ada yang mengatakan bahwa persalinan banyak terjadi pada
malam hari, ini disebabkan kenyataan bahwa biasanya persalinan berlangsung selama 12 jam
atau lebih, jadi permulaan dan berakhirnya partus biasanya malam hari. Insiden partus lama
menurut penilitian adalah 2,8 - 4,9 %. Persalinan pada primipara biasanya lebih lama 5-6 jam
dari multipara. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi
baik terhadap ibu maupun anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.1
Sebab-sebab terjadinya partus lama adalah multikomplek, dan tentu saja bergantung pada
pengawasan selama hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya.1
Distosia sendiri berarti persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat terjadi sebagai akibat beberapa kelainan
tertentu yang melibatkan serviks, uterus, janin, tulang panggul ibu, atau obstruksi lain di jalan
lahir. Kelainan – kelainan ini telah secara mekanistis disederhanakan oleh American College
of Obstetricians and Gynecologists (1995) menjadi tiga kategori :1
1. Kelainan kekuatan (power) – kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger).
3. Kelainan jalan lahir (passage) – panggul.
1
ISI
KASUS
Ny.R berusia 34 tahun, sudah sejak kemarin mules2 dan ditolong oleh dukun beranak
tetapi anaknya belum lahir juga. Akhirnya keluarganya membawa ke Rumah Sakit untuk
mendapat pertolongan. Pada pemeriksaan didapatkan bahwa Ny.R baru hamil pertama kali,
hamir kira-kira 9 bulan, mules2 sudah dirasakan selama 14 jam, kontraksi uterus kuat,
pembukaan 4 cm, anak letak kepala, kepala masih tinggi, promontorium teraba.
ANAMNESIS
Mengumpulkan data-data dalam anamnesis biasanya ialah hal yang pertama dan sering
merupakan hal yang terpenting dari interaksi dokter dengan pasien. Dokter mengumpulkan
banyak data yang menjadi dasar dari diagnosis, dokter belajar tentang pasien sebagai manusia
dan bagaimana mereka telah mengalami gejala-gejala dan penyakit, serta mulai membina
suatu hubungan saling percaya.2
Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus mencakup semua hal yang
diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis.2
Anamnesis sendiri terbagi 2 macam:2
a. Auto anamnesis – hubungan pasien dan dokter
b. Allo anamnesis – hubungan wakil pasien dengan dokter
Tujuan anamnesis:2
1. Untuk memperoleh data dan informasi dari pasien.
2. Untuk membina hubungan baik antara dokter dan pasien.
Manfaat anamnesis:2
Dapat mendiagnosis dengan tepat
Dapat mengelola penyakit dengan tepat
Prognosis penyakit semakin membaik
Dapat melakukan pencegahan dan penyuluhan sehingga dari itu pertanyaan
haruslah mengarah kepada diagnosis yang yang ditegakkan.
Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain :2
1. Identitas pasien
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau suami atau penanggung jawab, alamat pendidikan, pekerjaan, suku
bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang
2
dihadapi adalah benar pasien yang dimaksud. Selain itu identitas ini juga perlu untuk
data penelitian, asuransi dan sebagainya.2
2. Keluhan Utama ( Presenting Symptom)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien, yang membawa pasien tersebut
pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus
disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien merasakan hal tersebut.
Misalnya : pasien merasakan mules-mules satu hari sebelum masuk rumah sakit2
3. Riwayat kehamilan sekarang
Diketahui bahwa pasien sedang mengandung 9 bulan, dan pasien mengaku ini adalah
kehamilan yang pertama kali. Sejak mules-mules satu hari sebelum masuk rumah sakit
pasien sempat dibawa ke dukun beranak tapi anaknya belum lahir juga.2
4. Riwayat penyakit dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.2
5. Riwayat keluarga
Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga lain yang pernah menderita penyakit
yang sama dengan pasien tersebut.2
6. Riwayat obstetri3
a. Kehamilan yang ke berapa?
b. Hari pertama haid terakhir-HPHT ( “last menstrual periode”-LMP )
c. Usia kehamilan : ( abortus, preterm, aterm, postterm ).
d. Proses persalinan ( spontan, tindakan, penolong persalinan ).
e. Keadaan pasca persalinan, masa nifas dan laktasi.
f. Pada primigravida
Lama kawin, pernikahan yang keberapa?
Perkawinan terkahir ini sudah berlangsung berapa lama
g. Riwayat selama persalinan
1. Bila mulai rasa nyeri, lama dan intervalnya?
2. Apakah sudah keluar cairan atau lendir berdarah dari kemaluan?
h. Ananmnesis tambahan
Anamnesa mengenai keluhan utama yang dikembangkan sesuai dengan hal-hal
yang berkaitan dengan kehamilan (kebiasaan buang air kecil / buang air besar,
kebiasaan merokok, hewan piaraan, konsumsi obat-obat tertentu sebelum dan
selama kehamilan).
3
PEMERIKSAAN
I. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum 4
1. Keadaan umum
Pemeriksaan ini untuk mengetahui keadaan umum kesehatan pasien. Jika pasien
dalam keadaan normal, maka akan ditemukan bahwa pasien kooperatif,
gerakannya terarah, dan hanya merasa sedikit tegang atau cemas. Sebaliknya jika
pasien kritis atau memburuk mungkin ditemukan kondisi yang tidak kooperatif,
bingung, gerakan tidak terarah, gemetar dan merasa sangat cemas atau bahkan
agitatif. Pada saat pemeriksaan ini akan didapatkan kesan umum mengenai
keadaan pasien.4
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah, suhu, nadi dan kecepatan nafas ibu diperiksa untuk melihat ada
tidaknya kelainan.4
3. Status gizi
Secara klinis dapat dilakukan terutama dengan inspeksi dan palpasi. Ditetapkan
berdasarkan perbandingan tinggi dan berat badan. Hasilnya akan didapatkan
pasien dengan status gizi cukup, kurang, atau berlebih / gemuk.4
4. Mata 4
Kongjungtiva anemia/-
Muka pucat/-
Sklera ikterik/-
5. Paru-paru4
Inspeksi pernapasan: frekuensi kedalaman, jenis pernapasan, apakah ada
bagian paru yang tertinggal saat pernapasan
Auskultasi : bunyi pernapasan (vesikuler,ronkhi/-, wheezing/-)
6. Jantung4
Yang kita periksa adalah : Bunyi jantung I dan II
Ada tidaknya bunyi jantung patologis (murmur, gallop)
7. Abdomen4
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama). Apakah menurun atau naik saat
persalinan
Posisi letak presentasi dan sikap anak normal atau tidak
4
Meraba fundus uterus: keras apa lembek
Apakah gemeli atau tidak. Lakukan perabaab pada simfifis, apakah penuh atau
tidak untuk mengetahui distensi usus dan kandung kemih
8. Vulva dan vagina4
Lakukan VT: apakah ketuban sudah pecah atau belum
Edema pada vulva/servix
Apakah teraba promotorium
Ada tidaknya kemajuan persalinan
Teraba jaringan plasenta atau tidak untuk mengetahui adanya plasenta previa
9. Panggul4
Lakukan pemeriksaan panggul luar
Adakah kelainan bentuk panggul
Kelainan tulang belakang
10. Ekstremitas
Inspeksi4
Bentuk, proporsi terhadap tubuh, kontur, ada tidaknya deformitas, serta
apakah terlihat simetri , serta menilai adanya edema
Nilai bentuk otot-otot dan kekuatannya
Kulit (warna kulit pucat, eritema, sianosis, efloresensi, atrofi kulit)
Kuku, nilai apakah ada sianosis, koilonikia, splinter hemoragi, clubbing
fingers
tulang dan sendi, apakah terdapat pembengkakan
Palpasi4
Kulit dinilai suhu dan kelembaban, ada tidaknya edema (pitting ataupun
nonpitting) serta nyeri.
Nilai kekuatan otot ( 0 = lumpuh total, 1 = beberapa serabut otot dapat
berkontraksi, 2 = dapat digerakan tapi belum dapat melawan gaya berat, 3 =
dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tahanan pemeriksa, 4 =
dapat melawan tahan pemeriksa tetapi lemah, 5 = normal )
Rigiditas, ada tidaknya nyeri tekan.
b. Pemeriksaan Fisik Obstetrik
A. Inspeksi.3
Chloasma gravidarum, striae, hiperpigmentasi mamae dan areola mamae.
Tinggi fundus.
5
Dinding abdomen ( varises, jaringan parut, gerakan janin).
Keadaan vulva dan perineum.
B. Palpasi
Gambar 1. Pemeriksaan Leopold
Sumber: www.google.com
Leopold I.3
Kedua telapak tangan pemeriksa diletakkan pada puncak fundus uteri
Menentukan letak tinggi fundus
Menentukan bagian apa dari anak yang terlatak dalam fundus
Leopold II.3
o Kedua telapak tangan pemeriksa bergeser turun kebawah sampai
disamping kiri dan kanan umbilikus.
o Tentukan bagian punggung janin kanan atau kiri, untuk menentukan
lokasi auskultasi denyut jantung janin nantinya.
Leopold III.3
Bagian terendah janin dicekap diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan.
Menentukan apa yang menjadi bagian terendah janin dan meentukan
apakah bagian tersebut sudah tersebut sudah terpegang oleh panggul atau
belum dengan cara menggoyang sedikit bagian terendah dari janin
tersebut.
Leopold IV (hanya pada letak kepala)3
Posisi pasien menghadap kearah kaki pasien
Menentukan seberapa jauh kepala sudah masuk kedalam panggul.
6
Bila posisi tangan konvergen : baru sebagian kecil kepala yang
masuk ke panggul.
Bila posisi tangan sejajar : artinya separuh dari kepala sudah masuk
ke panggul.
Bila posisi tangan divergen : artinya sebagian besar kepala sudah
masuk panggul.
C. Pemeriksaan fundus3
Pemeriksaan jarak fundus dapat dilakukan dengan pita pengukur (dari tepi
atas simpisis sampai puncak fundus uteri.
Selain itu juga perkiraan tinggi fundus juga dapat dilakukan dengan palpasi
abdomen (Leopold I)
D. Auskultasi3
Bisa dilakukan dengan stetoskop kebidanan atau dengan fetal heart detector
(doppler).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendengarkan bunyi jantung janin,
pergerakan janin, bising a.uterina, bising aorta, dan bising usus pada ibu.
E. Pemeriksaan vagina
Umumnya dilakukan pemeriksaan vagina (pemeriksaan dalam) dibawah kondisi
aseptik, kecuali pernah terjadi perdarahan yang melebihi bloody show. Jumlah
pemeriksaan vagina selama persalinan berkorelasi dengan morbiditas infeksi,
terutama pada kasus ketuban pecah dini; oleh karena itu, pemeriksaan ini harus
dilakukan hanya jika informasi yang diperoleh bermanfaat.5
A. Deteksi pecahnya ketuban
Wanita hamil sebaiknya diberi tahu bahwa selama periode antepartum
mereka harus mewaspadai kebocoran cairan dari vagina dan secepatnya
melapor jika hal tersebut terjadi. Pecahnya selaput ketuban merupakan
sesuatu yang signifikan karena tiga hal. Pertama, jika bagian presentasi
belum terfiksasi dipanggul, kemungkinan prolaps dan terjepitnya tali pusat
sangat meningkat. Kedua, kemungkinan besar terjadi persalinan jika
kehamilan sudah aterm atau menjelang aterm. Ketiga, jika kelahiran tertunda
cukup lama setelah ketuban pecah, kemungkinan timbulnya infeksi
intrauterus yang serius meningkat.5
B. Pendataran serviks
7
Derajat pendataran serviks biasanya dinyatakan dalam panjang kanalis
servikalis dibandingkan dengan panjang pada serviks yang tidak mendatar.
Jika panjang serviks berkurang setengahnya maka terjadi pendataran 50
persen; jika serviks tidak lagi memiliki panjang maka pendatarannya
sempurna atau 100%5
C. Pembukaan serviks
Pembukaan dipastikan dengan memperkirakan garis tengah lubang serviks
setinggi os internus, yaitu pada ketinggian tempat pemeriksa meraba kantong
cairan atau kepala janin. Serviks dikatakan membuka lengkap jika garis
tengahnya berukuran 10 cm karena bagian presentasi pada bayi aterm
biasanya dapat melewati serviks yang telah membuka sebesar ini5
D. Posisi serviks
Hubungan os serviks dengan kepala janin digolongkan menjadi posterior,
midposisi, atau anterior.5
E. Station
Ketinggian letak bagian presentasi di jalan lahir dijelaskan dalam
hubungannya dengan spina iskiadika yang terletak di tengah antara pintu atas
panggul dan pintu bawah panggul. Jika terletak setinggi spina iskiadika,
bagian terbawah dari presentasi janin dikatakan station-nya nol (0). American
College of Obstetricians and Gynecologist (1997) menggunakan klasifikasi
station yang membagi panggul di atas dan di bawah spina iskiadika menajdi
lima bagian. Pembagian ini mencerminkan sentimeter di atas dan di bawah
spina. Oleh karena itu, sewaktu bagian presentasi turun dari pintu atas ke
arah spina iskiadika maka penyebutan station-nya adalah -5, -4, -3, -2, -1.
Kemudian 0. Dibawah spina iskiadika, bagian presentasi janin melewati
station +1, +2, +3, +4, dan +5 untuk lahir. Station +5 berkorespondensi
dengan terlihatnya kepala janin di introitus atau “pintu keluar”.5
II. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Bila seorang wanita wanita hamil datang dan ingin melahirkan, maka harus
dilakukan pemeriksaan hematokrit dan atau konsentrasi hemoglobin. Harus
dilakukan pengambilan darah yang dimasukan kedalam tabung berlabel untuk
pemeriksaan golongan darah, Rh, dan Coombs indirek. Selain itu pemeriksaan
8
serologis sifilis juga harus diperiksa. Di sebagian rumah sakit, dilakukan
pemeriksaan spesimen urine untuk protein dan glukosa. Wanita yang belum pernah
menjalani pemeriksaan pranatal harus dianggap berisiko terjangkit sifilis, hepatitis
B, dan HIV. 5
b. Radiologi
USG : suatu alat yang menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi yang
dipancarkan oleh suatu penjejak (yang disebut transduser) pada suatu organ
yang diperiksa. Jadi, pemeriksaan USG tidak memakai sinar X atau rontgen
untuk menghasilkan gambar janin. Kendati relatif aman, sebaiknya USG
dilakukan 2 kali selama kehamilan, yaitu saat hamil muda (trimester I) dan
trimester II (pada masa kehamilan 18-20 minggu). “Sedangkan pada trimester
III biasanya dilakukan hanya atas indikasi1
Pelvimetri radiologi
Indikasi pemeriksaan pelvimetri :1
1. Pada anamnese terdapat riwayat
a. Kesulitan persalinan
b. Persalinan midforceps
c. Kematian janin yang tidak dapat diterangkan
2. Palpasi
Pintu Atas Panggul 6
a. Terabanya promontorium pada toucher vagina
b. Kepala janin diluar simpisis
c. Kegagalan dalam usaha penekanan kepala janin kedalam PAP
d. Tidak masuknya kepala dalam PAP pada primigravida pada akhir bulan
persalinan
Pintu Bawah Panggul6
Kepalan tangan yang tidak masuk antara tuberositas ischiadika
CT scan : salah satu keunggulan pelvimetri CT scan adalah mengurangi pajanan
radiasi. Tingkat keakuratan lebih besar dibanding dengan pelvimetri radiologic
konvensional, lebih mudah dilakukan dan biayanya setara.1
MRI : keunggulan MRI antara lain tidak adanya radiasi pengion, pengukuran
panggul yang akurat, pencitraan janin yang lengkap, serta kemungkinan
mengevaluasi penyebab distosia jaringan lunak.1
9
c. Partograf
Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas
kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan. Partograf dimulai
pada pembukaan 4 cm(fase aktif). Partograf sebaiknya dibuatkan untuk setiap ibu
yang bersalin, tanpa menghiraukan apakah persalinan tersebut normal atau dengan
komplikasi. Petugas harus mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut::5
Denyut jantung janin : Catat setiap 1 jam
Air ketuban : Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina
U : selaput Utuh
J : selaput pecah, air ketuban Jernih,
M : air ketuban bercampur Mekonium,
D : air ketuban bernoda Darah.
K : tidak air ketuban/Kering.
Perubahan bentuk kepala janin (molding atau molase)
0 : sutura terpisah
1 : sutura (pertemuan dua tulang tengkorak) yang tepat/bersesuaian
2 : sutura tumpang tindih tapi dapat diperbaiki
3 : sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki
Pembukaan mulut rahim (serviks). Dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda silang
(x).
Penurunan. Mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada
pemeriksaan abdomen) di atas simfisis pubis; catat dengan tanda lingkaran (O)
pada setiap pemeriksaan dalam. Pada posisi 0/5, sinsiput(S) atau paruh atas
kepala berada diatas simfisis
Waktu. Menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien
diterima
Kontraksi. Catat setiap setengah jam; lakukan palpasi untuk menghitung
banyaknya kontraksi dalam setiap 10 menit dan lamanya tiap-tiap kontraksi
dalma hitungan detik.
Kurang dari 20 detik
Antara 20 sampai 40 detik
Lebih dari 40 detik
Oksitosin. Jika memakai oksitosin, catatlah banyaknya oksitosin per volume
cairan infus dan dalam tetesan per menit.
10
Obat yang diberikan. Catat semua obat yang diberikan.
Nadi. Catatlah setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titikl besar (.).
Tekanan darah. Catatlah setiap 4 jam dan ditandai dengan anak panah.
Suhu badan. Catat setiap 2 jam.
Protein, aseton, dan volume urin. Catatlah setiap kali ibu berkemih.
Hati-hati bila temuan-temuan diatas melintasike arah kanan dari garis waspada,
harus segera diatasi.
DIAGNOSIS
Working diagnosis : ”Distosia”. Distosia didefenisikan sebagai persalinan yang
abnormal/sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan berikut:1,6
1. Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam kekuatan atau
sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan.
2. Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena
kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
3. Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa
menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
Tabel 1. Diagnosis persalinan lama
Tanda dan Gejala Diagnosis
Serviks tidak membuka
Tidak didapatkan his/his tidak teratur.
Belum in partu
Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah
8 jam in partu dengan his teratur
Fase laten memanjang
11
Pembukaan serviks melewati kanan garis
waspada partograf
Frekuensi his kurang dari 3 his per 10
menit dan lamanya kurang dari 40 detik.
Pembukaan serviks dan turunnya bagian
janin yang dipresentasikan tidak maju,
sedangkan his baik
Pembukaan serviks dan turunnya bagian
janin yang dipresentasikan tidak maju
dengan kaput, terdapat moulase hebat,
edema serviks, tanda ruptura uteri
imminens, gawat janin
Kelainan presentasi
Fase aktif memanjang
Inertia uteri
Disproporsi sefalopelvik
Obstruksi kepala
Malpresentasi atau malposisi
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin
mengedan, tetapi tak ada kemajuan penurunan
Kala II lama
Sumber: Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
Tabel 2. Penyebab Distosia
3 kelainan penyebab distosia menurut
American College of Obstetricians and Gynecologist
Kelainan kekuatan
(power)
Kelainan jalan lahir
(passage)
Kelainan yang melibatkan janin
(Passenger)
Kelainan His :
1. Inertia uteri
2. Tetani uteri
3. Uterus
inkoordinasi
1. Panggul = CPD, dll
2. Vulva = edema, stenosis,
tumor, dll
3. Hymen dan vagina =
stenosis, prut episotomi,
septum, tumor, dll
4. Serviks uteri = kaku, edema,
dll
1. Posisi oksipitalis posterior
persisten
2. Presentasi kepala janin
3. Presentasi muka
4. Presentasi dahi
5. Letak sungsang
6. Letak lintang
7. Presentasi ganda
12
5. Ovarium = kista, polip, dll 8. Makrosomia
9. Hidrosefalus
Sumber: Obstetri Williams panduan ringkas
I. Distosia e.c CPD (Cephalo Pelvic Disporpotion)
a. Pemeriksaan
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk
mendapatkan keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul. Dengan
pelvimetri roentgenologik diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk-bentuk
panggul dan ditemukan angka–angka megenai ukuran-ukuran dalam ketiga bidang
panggul. Akan tetapi pemeriksaan ini pada masa kehamilan mengandung bahaya,
khususnya bagi janin. Pengukuran biparietalis dengan cara ultrasonik yang sudah
banyak dilakukan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Cara ini tidak
berbahaya dibandingkan dengan pemeriksaan roentgenologik.
Pada hamil tua dengan janin presentasi kepala dapat dinilai agak kasar adanya
disproporsi sefalopelvik dan kemungkinan mengatasinya. Untuk hal ini
pemeriksaan dengan tangan yang satu menekan kepala janin dari atas kearah
rongga panggul, sedang tangan yang lain diletakkan pada kepala, menentukan
apakah bagian ini menonjol di atas simfisis atau tidak (metoda osborn).
Pemeriksaan yang lebih sempurna adalah metoda Muller Munro Kerr.
b. Diagnosis
Partus Percobaan. Suatu penilaian kemajuan persalinan, untuk memperoleh bukti
tentang ada atau tidaknya CPD. Untuk menilai hal ini perlu titik tolak tertentu,
keadaan pada satu titik berikutnya, dan juga suatu jangka waktu minimum antara
keduanya. Bila partus berjalan secara fisiologis, terjadi perubahan pada pembukaan
serviks, tingkat turunnya kepala, dan posisi kepala. Perubahan bisa terjadi
bersamaan, berurutan, atau bergantian. Selama didapat perubahan, walaupun hanya
dalam satu jenis gerakan saja, masih dapat dikatakan partus maju. Jika tidak ada
perubhan pada ketiganya, disebut partus tidak maju. Jadi penilaian berdasarkan
ketiga faktor diatas. Syarat-syarat yang harus dilengkapi, yaitu :1
His normal dan adekuat
Serviks lunak
Janin presentasi kepala dan viable
13
Pemeriksaan dilakukan antara 2-4 jam dan saat ketuban pecah. Bila terdapat inersia
uteri atau distosia servikalis, maka partus percobaan tidak dapat dilakukan.
Keadaan patologik ini harus diperbaiki dahulu. Terdapat beberapa kemungkinan :1,6
a. Partus percobaan berhasil.
b. Partus percobaan gagal.
c. Partus percobaan dihentikan dengan indikasi. Tiap indikasi yang berlaku
pada partus biasa juga berlaku pada partus percobaan.
Maka jelaslah sekarang bahwa partus percobaan adalah salah satu cara untuk
mendapatkan diagnosis, apakah ada atau tidaknya CPD6
c. Etiologi
Kesempitan Pintu Atas Panggul.
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm,
atau diameter tranversa kurang dari 12 cm. Apabila pada panggul sempit pintu
atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban bisa
pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya terjadi prolapsus funikuli (tali
pusat menumbung). Pada panggul picak turunnya belakang kepala bisa tertahan,
sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada semua
ukuran, kepala memasuki rongga panggul dengan hiperefleksi.1
Kesempitan Panggul Tengah.
Dengan sakrum yang melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum mayor cukup luas, dan spina isciadika
tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Pada panggul tengah yang
sempit lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau
presentasi kepala dalam posisi lintang tetap (transverse arrest).1
Kesempitan Pintu Bawah Panggul.
Dalam hali ini agar janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada
bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang
cukup panjang persalinan pervaginam dapat dilaksanakan, walaupun dengan
perlukaan luas pada perineum.1
d. Penatalaksanaan
Dewasa ini 2 cara yang merupakan tindakan utama untuk menangani persalinan
pada CPD, yakni seksio sesarea dan partus percobaan. Di samping itu kadang-
kadang ada indikasi untuk melakukan simfisiotomia dan kraniotomia. Akan tetapi
14
simfisiotomia jarang dilaksanakan di indonesia, sedangkan kraniotomia hanya
dikerjakan pada janin. Pembagian tindakan pada panggul sempit :7
I. C.V = 11 cm (partus biasa)
II. C.V = 8 – 10 cm (partus percobaan)
III. C.V = 6 – 8 cm (S.C primer)
IV. C.V = 6 cm (SC mutlak)
e. Komplikasi
A. Komplikasi pada kehamilan 8
1. Pada kehamilan muda rahim yang bertambah besar dapat tertahan/terhalang
keluar dari true pelvic, jarang dijumpai kecuali pada panggul sempit
absolute.8
2. Pada kehamilan lanjut, inlet yang sempit tidak dapat dimasuki oleh bagian
terbawah janin, menyebabkan fundus uteri tetap tinggi dengan keluhan sesak,
sulit bernafas, terasa penuh diulu hati dan perut besar. 8
3. Bagian terbawah anak goyang dan tes Osborn (+).
4. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung).
5. Dijumpai kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi.
6. Lightning tidak terjadi, fiksasi kepala tidak ada, bahkan setelah persalinan
dimulai.
7. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung.
B. Komplikasi pada saat persalinan
Komplikasi panggul sempit pada persalinan tergantung pada derajat kesempitan
panggul.8
1. Persalinan akan berlangsung lama.
2. Sering dijumpai ketuban pecah dini.
3. Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah sering terjadi tali
pusat menumbung.
4. Moulage kepala berlangsung lama.
5. Sering terjadi inertia uteri sekunder.
6. Pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering didapati inertia uteri primer.
7. Partus yang lama akan menyebabkan pereganga SBR dan bila berlarut-larut
dapat menyebabkan ruptur uteri.
8. Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartal.
15
9. Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan lunak
menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak dapat menjadi
nekrotik dan terjadilah fistula.
C. Komplikasi pada anak 8
1. Infeksi intrapartal.
2. Kematian janin intrapartal (KJIP).
3. Prolaps funikuli.
4. Perdarahan intracranial.
5. Kaput suksedaneum sefalo-hematoma yang besar.
6. Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena moulage yang
hebat dan lama
f. Prognosis
Apabila persalinan dengan CPD dibiarkan berlangsung sendiri tanpa pengambilan
tindakan yang tepat, timbul bahaya bagi ibu dan janin.6
II. Distosia e.c Inertia uteri
Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah dan dalam durasi yang pendek6
a. Etiologi
Hingga saat ini masih belum diketahui, akan tetapi terdapat beberapa factor yang dapat
mempengaruhi :6,7
i. Faktor umum 9
1. Primigravida terutama pada usia tua
2. Anemia dan asthenia
3. Perasaan tegang dan emosional
4. Pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin
5. Ketidaktepatan penggunaan analgetik
ii. Faktor Lokal 9
1. Overdistensi uterus
2. Perkembangan anomali uterus misal hipoplasia
3. Mioma uterus
4. Malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik
5. Kandung kemih dan rektum penuh
b. Gambaran klinis 9
Waktu persalinan memanjang
Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka waktu pendek
16
Dilatasi serviks lambat
Membran biasanya masih utuh
Lebih rentan terdapatnya placenta yang tertinggal dan perdarahan paska persalinan
karena intarsia persisten
Tokografi : Gelombang kontraksi kurang dari normal dengan amplitude pendek
c. Penatalaksanaan
Pemeriksaan umum :1,7
1. Pemeriksaan untuk menentukan disproporsi, malpresentasi atau malposisi dan
tetalaksana sesuai dengan kasus
2. Penatalaksaan kala 1 yang baik
3. Pemberian antiobiotik pada proses persalinan yang memanjang terutama pada kasus
dengan membrane plasenta telah pecah
Amniotomi8
1. Bila cervik telah berdilatasi > 3 cm
2. Bila presentasi bagian terbawah janin telah berada pada bagian bawah uterus
3. Ruptur membrane buatan (artificial) yang dapat menyebabkan augmentasi kontraksi
uterus. Hal ini terjadi karena pelepasan prostaglandin, dan terdapatnya reflex
stimulasi kontraksi uterus ketika bagian presentasi bayi semakin mendekati bagian
bawah uterus. 8
Oksitosin
5 unit oksitosin (syntocinon) dalam 500 cc glukosa 5% diberikan IV. Tetesan infuse
mulai dari 10 tetes/menit, dan kemudian meningkat secara bertahap sehingga
mendapatkan kontraksi uterus rata – rata 3x dalam 10 menit.8,9
d. Komplikasi
Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-
akibat terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi, dll)9
III. Distosia e.c kelainan Passenger
1. Distosia e.c posisi oksipitalis posterior persistens
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui pintu atas
panggul dengan sutura sagitalis melintang atau miring, sehingga ubun-ubun kecil
dapat berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri
belakang atau kanan belakang. Meskipun ubun-ubun kecil berada di kiri atau kanan
belakang pada umumnya tidak akan terjadi kesulitan perputarannya ke depan, yaitu
bila kepala janin dalam keadaan fleksi dan panggul mempunyai bentuk serta
ukuran normal. Dalam keadaan fleksi, bagian kepala yang pertama mencapai dasar
17
panggul ialah oksiput. Oksiput akan memutar ke depan karena dasar panggul
dengan muskulus levator ani-nya membentuk ruang yang lebih luas di depan,
sehingga memberikan tempat yang lebih sesuai sebagai oksiput. Dengan demikian
keberadaan ubun-ubun kecil di belakang masih dapat dianggap sebagai variasi
persalinan biasa. Pada kurang dari 10% keadaan, kadang ubun-ubun kecil tidak
berputar ke depan, sehingga tetap di belakang. Keadaan ini dinamakan posisi
oksiput posterior persistens.1
a. Etiologi
Salah satu penyebab terjadinya posisi oksiput posterior persistens tersebut ialah
usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul, sebagai contoh,
misalnya : apabila diameter anteroposterior panggul lebih panjang dari diameter
transversa seperti pada panggul antropoid, atau segmen depan menyempit
seperti pada panggul android, maka ubun-ubun kecil akan mengalami kesulitan
memutar ke depan. Sebab-sebab lain ialah otot-otot dasar panggul yang sudah
lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan bulat, sehingga tidak
ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.1
b. Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan dengan ubun-ubun kecil di belakang sebaiknya
dilakukan pengawasan persalinan yang seksama dengan harapan terjadinya
persalinan spontan. Tindakan untuk mempercepat jalannya persalinan dilakukan
apabila kala II terlalu lama, atau tanda-tanda bahaya terhadap janin.1,6
Gambar2. Ekstrasi cunam
Sumber www.obstetricgynecology.com
Karena ekstraksi cunam pada persalinan letak kepala belakang akan lebih
mudah bila ubun-ubun kecil berada di depan, maka harus diusahakan terlebih
dahulu apakah ubun-ubun kecil dapat diputar ke depan. Perputaran kepala
tersebut dapat dilakukan dengan tangan penolong yang dimasukkan ke dalam
vagina atau dengan cunam. Apabila putaran dapat dilakukan dengan mudah,
18
maka janin dilahirkan dengan ubun-ubun kecil di depan. Tetapi bila hal tersebut
sulit atau yang melakukan pembedahan tidak berpengalaman, hendaknya
putaran tersebut tidak dipaksakan dan janin dilahirkan dengan cunam dalam
keadaan ubun-ubun kecil tetap di belakang. Untuk itu perlu dilakukan epiostomi
medio lateral yang cukup luas. Tetapi pada waktu dilakukan tarikan, ada
kalanya terjadi perputaran secara spontan, sehingga ubun-ubun kepala kecil
berada di depan.6
Pada presentasi belakang kepala, kadang-kadang kala II mengalami kemacetan
dengan kepala janin sudah berada di dasar panggul dan posisi ubun-ubun kecil
melintang. Keadaan ini dinamakan posisi lintang letak rendah (deep transverse
arrest). Apabila ada alamat untuk menyelesaikan persalinan dapat dilakukan
ekstraksi vakum atau dilakukan ekstraksi cunam yang dipasang miring terhadap
kepala miring terhadap panggul.6
c. Prognosis
Persalinan pada posisi oksiput posterior sulit diramalkan hal ini disebabkan
karena kemungkinan timbulnya kesulitan selalu ada. Persalinan pada umumnya
berlangsung lebih lama, kemungkinan kerusakan jalan lahir lebih besar,
sedangkan kematian perinatal lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan di
mana ubun-ubun lebih kecil berada di depan.6
2. Presentasi kepala janin
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati jalan lahir berada dalam
keadaan fleksi. Dalam keadaan-keadaan tertentu fleksi kepala tersebut tidak terjadi,
sehingga kepala dalam keadaan defleksi. Bergantung pada derajat defleksinya
maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi dahi atau presentasi muka.
Presentasi puncak kepala atau disebut juga presentasi sinsiput, terjadi apabila
derajat defleksinya ringan, sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian terendah.
Presentasi dahi, bila derajat defleksinya lebih berat, sehingga dahi merupakan
bagian yang paling rendah. Presentasi muka bila derajat defleksinya maksimal,
sehingga muka janin merupakan bagian yang terendah.1,6,7
Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara, yang
kemudian akan berubah menjadi presentasi belakang kepala. Mekanisme
persalinannya hampir sama dengan posisi oksipitalis posterior persistens, sehingga
keduanya seringkali dikacaukan satu dengan yang lainnya. Perbedaannya ialah :
pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal,
19
sedangkan lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumferensia
frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simfisis adalah
glabella.1,6
A. Presentasi Muka
Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi
maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian
terendah menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer apabila sudah
terjadi sejak masa kehamilan, dan dikatakan sekunder apabila baru terjadi pada
waktu persalinan.6,7
a. Etiologi
Pada umumnya penyebab terjadinya presentasi muka adalah keadaan-keadaan
yang memaksa terhadinya defleksi kepala atau keadaan-keadaan yang
menghalangi terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat
ditemukan pada panggul sempit atau pada janin besar. Multiparitas dan perut
gantung juga merupakan faktor yang memudahkan terjadinya presentasi muka.
Selain itu kelainan janin seperti anensefalus dan tumor di leher bagian depan
dapat mengakibatkan presentasi muka. Kadang-kadang presentasi muka juga
dapat terjadi pada kematian janin intrauterin, akibat otot-otot janin yang telah
kehilangan tonusnya.6,7
b. Epidemiologi
Angka-angka kejadian di beberapa rumah sakit dengan jumlah persalinan yang
banyak di Indonesia sukar dibandingkan, karena perbandingan antara kasus-
kasus terdaftar dengan kasus-kasus tidak terdaftar berbeda-beda antara rumah
sakit satu dengan rumah sakit lainnya. Di Rumah Sakit Dr.Cipto
Mangunkusumo selama 5 tahun angka kejadian presentasi maka kurang dari
0,1% di antara 12.827 persalinan.8
c. Penatalaksanaan
Pada persalinan dengan presentasi muka jarus dilakukan pemeriksaan yang teliti
untuk menentukan adanya disproporsi sefalopelvik. Bila tidak ada dan dagu
berada didepan, maka diharapkan terjadi persalinan spontan. Kalau dagu berada
di belakang, harus diberi kesempatan kepada dagu untuk memutar ke depan.
Harus diingat bahwa putaran bagian dalam baru terjadi setelah muka mencapai
dasar panggul. Bila selama pengamatan kala II terjadi posisi mento posterior
persistens, maka tidak ada gunanya untuk menunggu lebih lama lagi.
20
Diusahakan lebih dahulu untuk memutar dagu ke depan dengan satu tangan
yang dimasukkan ke dalam vagina. Apabila usaha ini berhasil, selanjutnya
ditunggu kelahiran spontan, tetapi apabila tidak berhasil atau bila didapatkan
disproporsi sefalopelvik sebaiknya dilakukan seksio sesarea.6,7
Dalam keadaan tertentu dapat dicoba untuk mengubah presentasi muka menjadi
presentasi belakang kepala dengan cara memasukkan tangan penolong ke dalam
vagina, kemudian menekan muka pada daerah mulut dan dagu ke atas. Kalau
dengan cara ini tidak berhasil, dapat dicoba perasat Thorn : bagian belakang
kepala dipegang oleh tangan penolong yang dimasukkan ke dalam vagina
kemudian ditarik ke bawah, sedang tangan yang lain berusaha meniadakan
ekstensi tubuh janin dengan menekan dada dari luar. Untuk mengubah
presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala, harus dipenuhi beberapa
syarat :1,6
1) Dagu harus berada di belakang, sebab bila dagu berada di depan akan
terjadi presentasi belakang kepala dengan ubun-ubun kecil di belakang
yang tidak lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan presentasi
muka dengan dagu di depan;
2) Kepala belum turun ke dalam rongga panggul dan masih mudah
didorong ke atas.
Indikasi untuk melakukan ekstraksi cunam pada presentasi muka dapat
berasal dari ibu, dari janin atau bila kala II telah berlangsung lebih dari 2 jam.
Di samping syarat-syarat umum yang berlaku untuk penggunaan cunam, pada
presentasi muka dagu harus sudah berada di depan. Indikasi untuk melakukan
seksio sesarea pada presentasi muka adalah : posisi mento posterior persistens,
kesempitan panggul dan kesulitan turunnya kepala dalam rongga panggul.1,7
d. Prognosis
Pada umumnya persalinan pada presentasi muka berlangsung tanpa kesulitan.
Hal ini dapat dijelaskan karena kepala masuk ke dalam panggul dengan
sirkumferensia trakeloparietale yang hanya sedikit lebih besar daripada
sirkumferensi suboksipitobregmantika. Tetapi kesulitan persalinan dapat terjadi
karena adanya kesempitan panggul dan janin yang besar yang merupakan
penyebab terjadinya presentasi muka tersebut. Di samping itu dibandingkan
dengan letak belakang kepala, muka tidak dapat melakukan dilatasi serviks
21
secara sempurna dan bagian terendah harus turun sampai ke dasar panggul
sebelum ukuran terbesar kepala melewati pintu atas panggul.7,8
Dalam keadaan di mana dagu berada di belakang prognosis kurang baik bila
dibandingkan dengan dagu di depan, karena dalam keadaan tersebut janin yang
cukup bulan tidak mungkin dapat lahir per vaginam. Angka kematian perinatal
pada presentasi muka ialah 2,5%-5%.6
B. Presentasi dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi
maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada
umumnya presentasi dahi ini merupakan kedudukan yang bersifat sementara, dan
sebagian besar akan berubah menjadi presentasi belakang kepala. Angka kejadian
presentasi dahi kurang lebih satu di antara 400 persalinan.1
a. Diagnosis
Pada permulaan persalinan, diagnosis presentasi dahi sulit ditegakkan.
Pemeriksaan luar memberikan hasil seperti pada presentasi muka, tetapi bagian
belakang kepala tidak seberapa menonjol. Denyut jantung janin jauh lebih jelas
didengar di bagian dada, yaitu di sebelah yang sama dengan bagian-bagian
kecil.
Kelainan presentasi ini harus dicurigai apabila pada persalinan, kepala janin
tidak dapat turun ke dalam rongga panggul pada wanita yang pada persalinan-
persalinan sebelumnya tidak pernah mengalami kesulitan. Pada pemeriksaan
dalam dapat diraba sutura frontalis, yang bila diikuti, pada ujung yang satu
diraba ubun-ubun besar dan pada ujung lain teraba pangkal hidung dan
lingkaran orbita. Pada presentasi dahi ini mulut dan dagu tidak dapat diraba.1
b. Etiologi
Sebab terjadinya presentasi dahi pada dasarnya sama dengan sebab terjadinya
presentasi muka. Semua presentasi muka biasanya melewati fase presentasi dahi
lebih dahulu.6,7
Gambar 3. Anak dengan moulase dan kaput suksedaneum berat
22
Sumber : www.obstetricgynecologi.com
c. Patogenesis
Kepala masuk melalui pintu atas panggul dengan sirkumferensia
maksilloparietalis serta sutura frontalis melintang atau miring. Setelah terjadi
moulage, dan ukuran terbesar kepala telah melalui pintu atas panggul, dagu
memutar ke depan. Sesudah dagu berada di depan, dengan fossa kanina sebagai
hipomoklion, terjadi fleksi sehingga ubun-ubun besar dan belakang kepala lahir
melewati perineum. Kemudian terjadi defleksi, sehingga mulut dan dagu lahir di
bawah simfisis. Yang menghalangi presentasi dahi intuk berubah menjadi
presentasi muka, biasanya karena terjadi moulage dan kaput suksedaneum yang
besar pada dahi waktu kepala memasuki panggul, sehingga sulit terjadi
penambahan defleksi.6,7
Karena besarnya ukuran ini, kepala baru dapat masuk ke dalam rongga panggul,
setelah terjadi moulage untuk menyesuaikan diri pada besar dan bentuk pintu
atas panggul. Persalinan membutuhkan waktu lama dan hanya 15% berlangsung
spontan. Angka kematian perinatal lebih dari 20%, sedangkan persalinan per
vaginam berakibat perlukaan luas pada perineum dan jalan lahir lainnya.1,7
d. Penatalaksanaan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak akan dapat
lahir spontan per vaginam, sehingga harus dilahirkan dengan seksio sesarea.
Pada janin yang kecil dan panggul yang luas pada garis besarnya sikap dalam
menghadapi pesalinan presentasi dahi sama dengan sikap dalam menghadapi
presentasi muka. Bila persalinan menunjukkan kemajuan, tidak perlu ada
tindakan. Demikian pula bila ada harapan presentasi dahi dapat berubah menjadi
presentasi belakang kepala atau presentasi muka. Jika pada akhir kala I belum
masuk ke dalam rongga panggul, dapat diusahakan mengubah presentasi dengan
perasat Thorn, tetapi jika tidak berhasil, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
23
Meskipun kepala sudah masuk ke rongga panggul, tetapi bila kala II tidak
mengalami kemajuan sebaiknya juga dilakukan seksio sesarea. Bayi yang lahir
dalam presentasi dahi menunjukkan kaput suksedaneum yang besar pada dahi
disertai moulage kepala yang hebat.6
e. Prognosis
Janin yang kecil masih mungkin lahir spontan, tetapi janin dengan berat dan
besar normal tidak dapat lahir spontan pervaginam. Hal ini disebabkan karena
kepala turun melalui pintu atas panggul dengan sirkumferensia
maksilloparietalis (36cm) yang lebih besar daripada lingkar pintu atas panggul.6
3. Distosia e.c Makrosomia
a. Diagnosis
Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit. Kadang-kadang baru
diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan persalinan pada
panggul normal dan his yang kuat. Besarnya kepala dan tubuh janin dapat
diukur pula secara teliti dengan menggunakan alat ultrasonik.
Berat neonatus umumnya kurang dari 4000 gr dan jarang melebihi 5000 gr.
Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari 4000 gr. Pada
panggul normal, janin dengan berat badan 4000-5000 gr pada umumnya tidak
mengalami kesulitan dalam melahirkan.10
b. Etiologi
Makrosomia ini disebabkan oleh terjadinya hiperglikemia pada janin ( akibat
hiperglikemia pada ibu) dan hiperinsulinisme janin yang menyebabkan :10
Timbunan lemak subkutan janin dan glikogen hati bertambah
Pertambahan ukuran dan berat dari hampir seluruh organ, yang
memperlihatkan hipertrofi dan hiperplasia seluler
Hematopoiesis ekstramedularis khususnya dari hepar yang menyebabkan
pertambahan berat badan
Selain itu, faktor keturunan serta aSupan gizi pada saat kehamilan juga
memegang peranan penting dalam terjadinya makrosomia. Faktor lain seperti
postmaturitas dan grande multipara juga dapa menyebabkan terjadinya
makrosomia.10
24
Gambar 4. Bayi besar yang lahir dari ibu yang menderita DM
Sumber www.google.com
c. Patofisiologi
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500 gr pada
umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi
karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras tidak dapat memasuki
pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul.10
d. Penatalaksanaan
Komplikasi dari persalinan pervaginam pada bayi makrosomia bisa dihindari
bila ukuran janin diketahui lebih dlu dengan pemeriksaan USG. Persalinan
pervaginam harus dipertimbangkan baik-baik mengingat besarnya resiko terjadi
distosia bahu. Namun demikian bila dipertimbangkan tindakan sectio sesarea
dikerjakan untuk berat janin lebih dari 4000 gram maka angka sectio sesarea
akan mencapai 50% pada ibu diabetetes yang tergantung insulin10
e. Komplikasi
Makrosomia berisiko mengalami hipoglikemia, hipokalsemia, hiperviskostas,
dan hiperbilirubinemia.10
1. Hipoglikemia
Istilah hipoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna
dibawah kadar rata-rata. Dikatakan hipoglikemia bila kadar glukosa darah
kurang dari 30 mg/dl pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau
ada tidaknya gejala hipoglikemia. Umumnya hipoglikemia terjadi pada
neonatus umur 1 – 2 jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak
mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi
dengan kadar glukosa darah yang menurun10
25
2. Hipokalsemia
Bayi menderita hipokalsemia bika kadar kalsium dalam serum kurang dari
7 mg/dl (dengan/tanpa gejala). Kejadiannya adalah kira-kira 50%. Beratnya
hipokalsemia berhubungan dengan beratnya diabetes ibu dan berkurangnya
fungsi kelenjar paratiroid. Kadar kalsium terendah terjadi pada umur 24-72
jam.10
3. Polisitemia dan hiperviskositas
Penyebab polistemia kurang jelas akan tetapi mungkin disebabkan oleh
meningkatnya produksi sel darah merah yang sekunder disebabkan oleh
hipoksia intra uterin kronik pada ibu dengan penyakit vaskuler 10
4. Hiperbilirubinemia
Dengan adanya polisetemia akan menyebabkan hiperviskositas darah dan
akan merusak sirkulasi darah. Selain itu peningkatan sel darah yang akan
dihemolisis ini meningkatkan beban hederobin potensial
heperbilirubinemia. Bayi makrosomia dapat menderita fraktur klavikula,
laserasi limpa atau hati cedera flesus brakial, palsi fasial, cedera saraf frenik
atau hemoragi subdural.10
26
KESIMPULAN
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan
persalinan. Disederhanakan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists
(1995) menjadi tiga kategori :
1. Kelainan kekuatan (power) – kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.
2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger).
3. Kelainan jalan lahir (passage) – panggul.
3 kelainan penyebab distosia menurut
American College of Obstetricians and Gynecologist
Kelainan kekuatan
(power)
Kelainan jalan lahir
(passage)
Kelainan yang melibatkan janin
(Passenger)
Kelainan His :
4. Inertia uteri
5. Tetani uteri
6. Uterus
inkoordinasi
6. Panggul = CPD, dll
7. Vulva = edema, stenosis,
tumor, dll
8. Hymen dan vagina =
stenosis, prut episotomi,
septum, tumor, dll
9. Serviks uteri = kaku, edema,
dll
10. Posisi oksipitalis
posterior persisten
11. Presntasi kepala janin
12. Presentasi muka
13. Presentasi dahi
14. Letak sungsang
15. Letak lintang
16. Presentasi ganda
27
10.Ovarium = kista, polip, dll 17. Makrosomia
18. Hidrosefalus
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, Gary F., et al. Obstetri William volume 1 edisi 21. Jakarta: ECG. 2006.
2. Supartondo. Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi V. Jakarta : FKUI. 2009.
3. Anamnesis dan Pemeriksaan Obstetri. 2008.
http://www.reproduksiumj.blogspot.com/anamnesis-dan-pemeriksaan-obstetri.html.
diunduh 5 Juni 2011.
4. Pemeriksaan Fisik Umum. 2009. http://health.groups.yahoo.com/ diunduh 4 Juni
2011
5. Saifuddin, Abdul editor. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002
6. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010.
7. Cunningham, Gary F., et al. Obstetri William Ringkas edisi 21. Jakarta: ECG. 2009.
8. Distosia Obstetri. 2008. http://www.obstetriginekologi.com diunduh 3 Juni 2011.
9. Inersia Uteri. 2009. http://www.asuhan-keperawatan-kebidanan.com/inersia-
uteri.html. diunduh 4 Juni 2011.
10. Diabetes Mellitus pada Kehamilan. 2011. http://www.usupress.usu.ac.id/penyakit-
yang-mempengaruhi-kehamilan.html. diunduh 3 Juni 2011.
28