Upload
alphyn-wayan
View
48
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ajaslld
[Type text]
Makalah
Sindrom Mata Kering (Dry Eyes Syndrome)
Di susun oleh
Flavianus R.L. Wayan**
NIM. 102010237
Email: [email protected]
Pendahuluan
Mata kering merupakan penyakit mata yang umum, yang sering menyebabkan iritasi okular
yang membuat pasien mencari penanganan dari dokter spesialis mata. Ketika gejala biasanya
membaik dengan pengobatan, penyakit ini biasanya tidak bisa sembuh, yang mungkin menjadi
sumber frustasi bagi pasien dan dokter. Mata kering dapat menyebabkan kecacatan visual dan dapat
menjadi korneal, katarak, dan operasi refraksi. Di Amerika Serikat, sebanyak 6% dari populasi
yang berusia diatas 40 tahun dan lebih dari 15% populasi yang berusia diatas 65 tahun menderita
mata kering.
Menurut National Eye Institute mata kering adalah gangguan film air mata oleh karena
defisiensi air mata yaitu gagalnya glandula memproduksi komponen air mata yang cukup atau
evaporasi air mata yang berlebihan yang mengakibatkan kerusakan pada permukaan intrapalpebra
dan berhubungan dengan gejala ketidaknyamanan. Sindroma mata kering (keratokonjungtivitis
sika) dapat dibagi menjadi sindroma non-Sjogren, sindroma Sjogren dan penyakit glandula
meibom. Secara klinis, gejala yang berhubungan dengan mata kering termasuk mata terasa
terbakar, sensasi benda asing, sensasi nyeri, fotofobia dan penglihatan kabur.1
Air mata diperlukan untuk mempertahankan kesehatan permukaan depan mata dan untuk
memberikan pandangan yang jelas. Orang dengan dry eye tidak menghasilkan air mata yang cukup
atau memiliki kualitas buruk air mata. Dry eye merupakan masalah umum dan sering bersifat
kronis, terutama pada orang dewasa yang lebih tua.2
** Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no. 06 Tanjung Duren-Jakarta Barat 14470
1
[Type text]
Anatomi Kelopak Mata
Palpebra (kelopak mata) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat
menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. Berkedip membantu menyebarkan lapisan tipis
air mata, yang melindungi kornea dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada
alis mata; palpebra inferior menyatu dengan pipi.1
Kelopak mata terdiri atas lima jaringan yang utama. Dari superfisial ke dalam terdapat
lapisan kulit, otot rangka (orbicularis oculi), jaringan areolar, jaringan fibrosa (lempeng tarsus), dan
lapisan membran mukosa (konjungtiva palpebralis).1
Struktur Palpebra1
A. Lapisan Kulit
Kulit palpebra berbeda dari kulit di kebanyakan bagian lain tubuh karena tipis, longgar dan
elastis, dengan sedikit folikel rambut serta tanpa lemak subkutan.
B. Muskulus Orbicularis Oculi
Fungsi muskulus orbicularis oculi adalah menutup palpebra. Serat-serat ototnya mengelilingi
fissura palpebra secara konsentris dan menyebar dalam jarak pendek mengelilingi tepi orbita.
Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat didalam palpebra dikenal
sebagai bagian pratarsal; bagian diatas septum orbitale adalah bagian praseptal. Segmen diluar
palpebra disebut bagian orbita. Orbicularis oculi dipersarafi oleh nervus fascialis.
C. Jaringan Areolar
Jaringan areolar submuskular yang terdapat di bawah musculus orbicularis oculi berhubungan
dengan lapisan subaponeurotik kulit kepala.
D. Tarsus
Struktur penyokong palpebra yang utama adalah lapisan jaringan fibrosa padat yang bersama
sedikit jaringan elastik disebut lempeng tarsus. Sudut lateral dan medial serta juluran tarsus
tertambat pada tepi orbita dengan adanya ligamen palpebra lateralis dan medialis. Lempeng
tarsus superior dan inferior juga tertambat pada tepi atas dan bawah orbita oleh fasia yang tipis
dan padat. Fasia tipis ini membentuk septum orbitale.
E. Konjungtiva Palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva palpebra, yang
melekat erat pada tarsus. Insisi bedah melalui garis kelabu tepian palpebra membelah palpebra
menjadi lamella anterior kulit dan musculus orbicularis oculi serta lemella posterior lempeng
tarsal dan konjungtiva palpebra.
2
[Type text]
Tepian Palpebra1
Panjang tepian bebas palpebra adalah 25-30 mm dan lebarnya 2 mm. Tepian ini dipisahkan
oleh garis kelabu (sambungan mukokutan) menjadi tepian anterior dan posterior.
A. Tepian anterior
1. Bulu Mata – Bulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak teratur. Bulu mata
atas lebih panjang dan lebih banyak daripada bulu mata bawah serta melengkung ke atas;
bulu mata bawah melengkung kebawah.
2. Glandula Zeis – Struktur ini merupakan modifikasi kelenjar sebasea kecil, yang
bermuara ke dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
3. Glandula Moll – Struktur ini merupakan modifikasi kelenjar keringat yang bermuara
membentuk satu barisan dekat bulu mata.
B. Tepian Posterior
Tepian palpebra posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini terdapat
muara-muara kecil kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi (glandula Meibom, atau tarsal).
C. Punctum Lakrimal
Pada ujung medial tepian posterior palpebra terdapat penonjolan kecil dengan lubang kecil di
pusat yang terlihat pada palpebra superior dan inferior. Punctum ini berfungsi menghantarkan
air mata ke bawah.
Gambar 1. Anatomi Kelopak Mata.2
Air Mata
3
[Type text]
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutupi epitel kornea dan
konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah (1) membuat kornea menjadi permukaan optik
yang licin dengan meniadakan ketidakteraturan minimal di permukaan epitel; (2) membasahi dan
melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut; (3) menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan efek antimikroba; dan (4) menyediakan kornea
berbagai substansi nutrien yang diperlukan.1,2
Lapisan-Lapisan Film Air Mata1
Film air mata terdiri atas tiga lapisan:
1. Lapisan superfisial adalah film lipid monomolekular yang berasal dari kelenjar meibom.
Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk sawar kedap-air saat palpebra
ditutup.
2. Lapisan aqueous tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor; mengandung
substansi larut-air (garam dan protein).
3. Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel kornea dan
konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan karenanya relatif hidrofobik.
Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi dengan larutan berair saja. Musin diabsorpsi
sebagian pada membran sel-sel epitel permukaan. Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru
bagi lapisan akueosa untuk menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan cara
menurunkan tegangan permukaan.
Komposisi Air Mata
Volume air mata normal diperkirakan 7±2 µL di setiap mata. Albumin mencakup 60% dari
protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang berjumlah sama banyak. Terdapat
imunoglobulin IgA, IgG, dan IgE. Yang paling banyak adalah IgA, yang berbeda dari IgA serum
karena bukan berasal dari transudat serum saja; IgA juga diproduksi sel-sel plasma didalam
kelenjar lakrimal. Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam
cairan air mata meningkat. Lisozim air mata menyusun 21-25% protein total-bekerja secara sinergis
dengan gamma-globulin dan faktor antibakteri non-lisozim lain- membentuk mekanisme
pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga bisa berperan dalam diagnosis
berbagai kondisi klinis tertentu, mis, hexoseaminidase untuk diagnosis penyakit Tay-Sachs.1
K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di air mata daripada di plasma. Air
mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL). Perubahan kadar dalam
darah sebanding dengan perubahan kadar glukosa dan urea dalam air mata. pH rata-rata air mata
4
[Type text]
adalah 7,35, meskipun ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, air mata
bersifat isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309 mosm/L.1
Sistem Sekresi Air Mata
Sistem lakrimasi mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air
mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan
air mata, yang disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata. Kanalikuli, saccus lacrimalis,
dan ductus nasolacrimalis merupakan komponen ekskresi sistem ini yang mengalirkan sekret ke
dalam hidung.1
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di fossa glandula
lacrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu
lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih
kecil, masing-masing dengan sistem duktulusnya yang bermuara ke forniks temporal superior.
Lobus palpebra kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior. Persarafan
kelenjar-utama datang dari nukleus lacrimalis di pons melalui nervus intermedius dan menempuh
suatu jaras rumit cabang maksilaris nervus trigeminus.3,4
Kelanjar lakrimal aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar utama,
mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama,
tetapi tidak memiliki duktulus. Terletak di konjungtiva, terutama diforniks superior. Sel-sel goblet
uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin.
Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis ditepian palpebra memberi lipid pada air mata.
Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film air mata. Sekresi
kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah
melewati tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai ”pensekresi
dasar”. Sekret yang dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya
sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal.3,5
Sistem Ekskresi Air Mata
Bila sudah memenuhi saccus konjungtivalis, air mata akan memasuki puncta sebagian karena
sedotan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus orbicularis pratarsal yang mengelilingi
ampula akan mengencang untuk mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu palpebra ditarik
kearah crista lakrimalis posterior, dan traksi fascia yang mengelilingi saccus lakrimalis berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam saccus. Kerja pompa
dinamik ini menarik air mata ke dalam saccus, yang kemudian berjalan melalui ductus
5
[Type text]
nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior
hidung.1
Gambar 2. Sistem ekskresi air mata
Dry Eye Syndrome
Definisi
National Eye Institute (NEI)/ Industry Dry Eye Workshop melihat kembali definisi mata
kering pada tahun 1995 yang menyatakan bahwa dry eye merpakan gangguan dari lapisan air mata
akibat defisiensi air mata atau evaporasi berlebihan, yang menyebabkan kerusakan pada permukaan
okular interpalpebra dan dikaitkan dengan gejala ketidaknyamanan okular. Komite sepakat bahwa
definisi mata kering dapat berkembang dengan pengetahuan tentang peranan hiperosmolaritas air
mata dan inflamasi permukaan okuular pada mata kering dan berakibat gangguan fungsi
penglihatan. Sehingga terbentuk versi yang telah digabungkan pada workshop tahun 2007 untuk
membuat definisi dry eye merupakan penyakit air mata multifaktorial dan permukaan okular yang
menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan air mata dengan
kerusakan potensial terhadap permukaan okular. Hal ini disertai dengan meningkatnya osmolaritas
film air mata dan inflamasi pada permukaan okular.6,7
Sindroma mata kering (keratokonjungtivitis sika) dapat disebabkan oleh sembarang penyakit
yang berkaitan dengan defisiensi komponen-komponen air mata (aqueous, musinosa, atau lipid),
6
[Type text]
kelainan permukaan palpebra, atau kelainan-kelainan epitel. Walaupun terdapat berbagai bentuk
keratokonjungtivitis sika, yang berhubungan dengan arthritis rheumatoid dan penyakit autoimun
lainnya biasanya dikategorikan sebagai sindrom Sjorgen.1
Epidemiologi
Sindroma dry eye biasanya terjadi pada pasien usia lebih dari 40 tahun dan merupakan
penyakit mata yang cukup sering terjadi, yaitu sekitar 10-30% populasi. Di Amerika Serikat,
diperkirakan ada sekitar 3.23 juta wanita dan 1.68 juta pria yang berusia 50 tahun keatas yang
menderita sindroma dry eyes.
Gejala keratokonjungtivitis sika didapati sebanyak 20% pada wanita dan 15% pada pria
antara usia 45 sampai 54 tahun. Sedangkan antara usia 55 sampai 60 tahun didapati sebanyak 22%
wanita dan 10% pria yang mengalami gejala keratokonjungtivitis sika1,6,10.
Etiologi
Banyak diantara penyebab dry eye mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata
atau berakibat perubahan permukan muka yang secara sekunder menyebabkan film air mata
menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering kornea dan epitel
konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel
epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi.1
Etiologi dari dry eye syndrome/keratokeratokonjungtivitis sika yaitu:1
A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal
1. Kongenital
a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)
b. Apalasi kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Aplasia nervus trigeminus
d. Dysplasia ektodermal
2. Didapat
a. Penyakit sistemik
1) Sindroma sjorgen
2) Sklerosis sistemik progresif
3) Sarkoidosis
4) Leukemia, limfoma
5) Amiloidosis
6) Hemokromatosis
7
[Type text]
b. Infeksi
1) Trachoma
2) Parotitis epidemica
c. Cedera
1) Pengangkatan kelenjar lakrimal
2) Iradiasi
3) Luka bakar kimiawi
d. Medikasi
1) Antihistamin
2) Antimuskarinik; atropin, skopalamin
3) Anestetika umum; halothane, nitrous oxide
4) Beta-adregenik blocker; timolo, practolol
e. Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)
B. Kondisi ditandai defisiensi musin
1. Avitaminosis A
2. Sindrom steven-johnson
3. Pemfigoid okuler
4. Konjungtivitis menahun
5. Luka bakar kimiawi
6. Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen beta-adregenic
blocker
C. Kondisi ditandai defisiensi lipid
1. Parut tepian palpebra
2. Blepharitis
D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan:
1. Kelainan palpebra
a. Defek, coloboma
b. Ektropion atau entropion
c. Keratinasi tepian palpebra
d. Berkedip berkurang atau tidak ada
1) Gangguan neurologik
2) Hipertiroid
3) Lensa kontak
4) Obat
8
[Type text]
5) Keratitis herpes simpleks
6) Lepra
e. Lagophthalmus
1) Lagophthalmus nocturna
2) Hipertiroidi
3) Lepra
2. Kelainan konjungtiva
a. Pterygium
b. Symblepharon
3. Proptosis
Patofisiologi Mata Kering.1,9
Secara umum, mata kering disebabkan oleh gangguan pada unit fungsi lakrimal (UFL),
mencakup integrasi system glandula lakrimal, permukaan ocular dan kelopak mata, dan saraf
motorik dan sensorik yang menyambungkan mereka. Unit fungsional ini mengatur komponen
utama film air mata dalam regulasi dan berespon pada pengaruh lingkungan, endokrin dan kortikal.
Keseluruhan fungsi ini untuk memproses integritas film air mata, kejernihan kornea dan kualitas
gambar yang diproyeksikan ke retina. Ketika penyakit dan kerusakan pada komponen UFL dapat
menyebabkan mata kering, mekanisme inti dari mata kering dikendalikan oleh hiperosmolaritas air
mata dan ketidakstabilan film air mata.
Hiperosmolaritas air mata menyebabkan kerusakan pada permukaan epitel dengan
mengaktifkan kaskade inflamasi pada permukaan okular dan melepaskan mediator inflamasi
kedalam air mata. Kerusakan epitel melibatkan kematian sel dengan apoptosis, hilangnya sel goblet
dan gangguan paparan musin, memicu ketidakstabilan film air mata. Eksaserbasi ketidakstabilan
hiperosmolaritas permukaan okular dan melengkapi kemantapan lingkaran. Ketidakstabilan film air
mata dapat dimulai, tanpa kehadiran hiperosmolaritas air mata, oleh beberapa etiologi, seperti
xeroptalmia, alergi okular, penggunaan topikal dan pemakaian lensa kontak.
Kerusakan epitel disebabkan oleh mata kering yang menstimulasi akhir persarafan kornea,
mengarahkan pada gejala ketidaknyamanan, meningkatkan penutupan mata dan secara potensial
mengkompensasi refleks sekresi air mata. Hilangnya musin normal pada permukaan okular
berkontribusi pada gejala peningkatan resistensi gesekan antara kelopak mata dan bola mata.
Hal utama yang diakibatkan oleh hiperosmolaritas air mata adalah berkurangnya aliran akuos
air mata, menghasilkan kegagalan lakrimal, dan/atau meningkatkan evaporasi film air mata.
9
[Type text]
Peningkatan evaporasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang rendah kelembaban dan tingginya
aliran udara dan menyebabkan secara klinis disfungsi glandula meibom (DGM), yang
menyebabkan ketidakstabilan lapisan lipid air mata. Kualitas minyak kelopak mata dimodifikasi
oleh aksi esterase dan lipase yang dilepaskan oleh flora komensal di kelopak mata, yang jumlahnya
meningkat pada blepharitis. Penurunan aliran akuos air mata adalah akibat terganggunya
pengiriman cairan lakrimal ke saccus konjungtiva. Masih belum jelas apakah hal ini diakibatkan
kejadian yang normal pada penuaan, tetapi ini dapat dipicu oleh obat-obatan sistemik tertentu,
seperti antihistamin dan agen antimuskarinik. Hal utama yang paling umu menyebabkan kerusakan
inflamasi lakrimal, terlihat pada kelainan autoimun seperti sindroma Sjorgen dan juga non-Sjorgen.
Inflamasi menyebabkan kerusakan jaringan dan hambatan neurosekretorik yang reversibel.
Penghambatan reseptor dapat juga disebabkan oleh sirkulasi antibodi di reseptor M3.
Pengiriman air mata dapat terhambat oleh sikratiks konjungtiva akibat luka atau penurunan
refleks sensorik ke glandula lakrimal dari permukaan okular. Akhirnya, kerusakan permukaan yang
kronik dari mata kering mengarahkan pada gagalnya sensitivitas kornea dan penurunan refleks
sekresi air mata. Berbagai etiologi dapat menyebabkan mata kering, oleh mekanisme blok refleks
sekresi, termasuk operasi refraksi Laser in Situ Keratomileusi (LASIK), pemakaian lensa kontak
dan penyalahgunaan anastesi topikal yang kronik.
Gambar 3. Mekanisme Mata Kering9
Manifestasi Klinis
10
[Type text]
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluhkan tentang iritasi, benda asing (berpasir),
sensasi terbakar, ketidaknyamanan okular yang tidak spesifik, fotosensitivitas, mata merah, sakit,
air mata berlebihan (refleks lakrimasi) dari hanya akibat lingkungan yang kecil seperti tiupan angin,
dingin, kelembaban rendah, atau membaca dalam waktu yang lama. Pada kebanyakan pasien, ciri
paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang
paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian
palpebra inferior. Benang-benang mukus kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam
fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan
mungkin menebal, beredema dan hiperemik.1
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel konjungtiva dan
kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek pada epitel kornea terpulas dengan
fluorescein. Pada tahap lanjut keratokonjungtivitia sika tampak filamen-filamen dimana satu ujung
setiap filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas. Pada pasien dengan
sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan jumlah sel goblet.
Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada sindrom sjorgen.1
Diagnosis
a. Anamnesis
perlu dilakukan pemeriksan riwayat penyakit untuk menegakkan diagnosis sindroma dry-eyes
seperti ada tidaknya:
Iritasi okuler dengan gejala klinis seperti rasa kering , rasa terbakar, gatal, nyeri , rasa adanya
benda asing pada mata, fotofobia, pandangan berkabut. Biasanya gejala tersebut dicetuskan
pada lingkungan berasap atau kering, aktivitas panas indoor, membaca lama, pemakaian
komputer jangka panjang.
Pada KCS, gejala-gejala akan semakin memburuk setiap harinya dengan penggunaan mata
yang lebih memanjang dan paparan lingkungan. Pasien dengan disfungsi kelenjar meibomian
kadang mengeluh mata merah pada kelopak mata dan konjuntiva tetapi pasien-pasien
tersebut memperlihatkan perburukan gejala terutama pada pagi hari.
Terkadang, pasien mengeluh sekret air mata yang berlebihan, hal ini disebabkan karena
reflek menangis mata yang meningkat karena permukaan kornea yang mengering
Pemakaian obat-obatan sistemik, karena dapat menurunkan produksi air mata seperti
antihistamin, beta bloker dan kontrasepsi oral.
Riwayat penyakit dahulu berupa kelainan jaringan ikat, artritis reumatoid, atau abnormalitas
tiroid. Terkadang pasien juga mengeluh mulut kering
11
[Type text]
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Tajam Penglihatan (VISUS)
Pemeriksaan visus yang umum digunakan adalah dengan kartu Snellen. Kartu Snellen, bisa
berupa E-chart maupun Alphabet. Jarak pemeriksaan antara pasien dengan kartu Snellen pada
refraksi adalah refraksi : 6 M, 5 M, dan 3 M (memakai kaca pantul ). Jika ditulis Visus 6/6,
artinya angka 6 di atas (pembilang) menunjukkan kemampuan jarak baca penderita, sedangkan
angka 6 di bawah menunjukkan kemampuan jarak baca orang normal.
Untuk pemeriksaan visus bila penderita gagal membaca kartu Snellen maka dilakukan dengan :
a. Hitung jari, visus 6/60 artinya penderita hanya dapat menghitung jari pada jarak 6 meter,
sedangkan pada orang normal bisa menghitung dalam jarak 60 meter, begitu juga penilaian visus
5/60, 4/60, 3/60, 2/60, 1/60. Jika pasien masih tidak dapat menghitung jari dalam jarak 1 meter,
maka lakukan tes goyangan tangan.
b. Goyangan tangan, jika pasien dapat melihat goyangan tangan dalam jarak 1 meter, maka
penilaian visus adalah 1/300. Jika pasien gagal melihat gerakan tangan dalam jarak 1 meter,
lakukan tes persepsi cahaya.
c. Persepsi cahaya.
Pemeriksaan visus dilakukan pada masing-masing mata, dengan salah satu mata lain ditutup
dengan telapak tangan.
Pemeriksaan Segmen Anterior
a. Palpebra, penderita melihat lurus ke depan maka pinggir palpebra atas akan menutupi
limbus atas (pinggir kornea) selebar 1 – 2 mm.
b. Konjungtiva, normalnya tidak berwarna dan tranparan.
c. Kornea, vormanya bening
d. Bilik mata depan, normalnya mata cukup dalam dan jernih.
e. Iris dan pupil, normalnya pupil mata kiri dan kanan sama lebarnya dan letaknya simetris di
tengah. Lebar pupil + 3 mm.
Pemeriksaan ada 2 cara
Langsung, yaitu mata disinari dengan sinar langsung, dan diamati mata yang
disinari.
Tidak langsung, yaitu mata disinari mata kanan, yang dilihat mata kiri, dan
sebaliknya.
f. Lensa mata, normalnya jernih.
12
[Type text]
Pemeriksaan Segmen Posterior
Untuk melihat segmen posterior mata bisa memakai alat yang disebut Oftalmoskop.
c. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti memakai cara
diagnostik berikut:.
A. Tes Schirmer.7,8
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip Schirmer (kertas
saring Whatman No. 41) kedalam cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan
temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5 menit setelah dimasukkan.
Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang aktivitas
sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anestesi
topikal (tetracaine 0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Kurang
dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal.
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai hasil false
positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada orang normal, dan tes
normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.
Gambar 4. Tes Schirmer7
B. Tear film break-up time 7,8
Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk memperkirakan
kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin mungkin tidak mempengaruhi tes
13
[Type text]
Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan itu
mudah pecah. Bintik-bitik kering terbentuk dalam film air mata, sehingga memaparkan epitel
kornea atau konjungtiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas
dengan rose bengal. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan daerah-daerah kecil
yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi flourescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik kertas berflouresein pada
konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air mata kemudian diperiksa dengan bantuan
saringan cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai
munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapisan flouresein kornea adalah tear film break-
up time. Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh anestetika lokal,
memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek
pada mata dengan defisiensi air pada air mata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata
dengan defisiensi musin.
C. Tes Ferning Mata1,7,8
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva dilakukan dengan
mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih. Arborisasi (ferning) mikroskopik
terlihat pada mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang meninggakan parut (Pemphigoid mata,
sindrom Stevens Johnsons, parut konjungtiva difus), arborisasi berkurang atau hilang.
D. Sitologi Impresi7,8,10
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan konjungtiva.
Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infra-nasal. Hilangnya sel goblet
ditemukan pada kasus keratokonjungtivitis sika, trachoma, pemphigoid mata sikatriks, sindrom
Stevens Johnsons, dan avitaminosis A.
E. Pemulasan Flouresein7,8,10
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflouresein adalah indikator baik
untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah terlihat. Flouresein akan memulas
daerah-daerah tererosi dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel kornea.
F. Pemulasan rose bengal10
Bengal rose lebih sensitif dari flouresein. Pewarna ini akan memulas semua sel epitel non-
vital yang mengering dari kornea konjungtiva.
14
[Type text]
Gambar 5. Pemulasan rose bengal10
G. Penguji Kadar Lisozim Air Mata10
Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad awal perjalanan sindrom
Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air mata ditampung pada kertas Schirmer
dan diuji kadarnya. Cara paling umum adalah pengujian secara spektrofotometri.
H. Osmolalitas Air Mata10
Hiperosmolitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sika dan pemakaian
kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan
menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sika.
Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada pasien dengan Schirmer normal dan pemulasan bengal
rose normal.
I. Laktoferin10
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar
lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.
Penatalaksanaan
Mata kering umumnya tidak bisa disembuhkan dan penanganan berupa mengontrol gejala
dan mencegah kerusakan permukaan. Pilihan terapi bergantung pada tingkat keparahan penyakit.12
1. Suplementasi dengan substitusi air mata. Air mata artifisial tetap menjadi pengobatan mata
kering. Tersedia dalam bentuk tetes dan salap. Mengandung derivat selulosa (0,25-0,7% metil
selulosa dan 0,3% hipromelosa) atau polyvinyl alkohol (1,4%).
15
[Type text]
2. Siklosporin topikal (0,05%, 0,1%) dilaporkan sebagai obat yang sangat efektif untuk mata
kering di banyak studi terbaru. Ini membantu mengurangi inflamasi cell-mediated pada
jaringan lakrimal.
3. Mukolitik, seperti 5 persen acetylcystine dipakai 4 kali sehari membantu menyebarkan mukus
dan menurunkan viskositas air mata.
4. Retinoid topikal baru-baru ini dilaporkan bermanfaat menunda perubahan selular (metaplasia
skuamosa) yang terjadi di konjungtiva pada pasien mata kering.
5. Menurunkan evaporasi dan drainase. Evaporasi dapat dikurangi dengan menurunkan suhu
ruangan, menggunakan ruang lembab dan kacamata proteksi2.
6. Tetrasiklin sistemik dapat diberikan untuk mengatasi blepharitis dan mengurangi mediator
inflamasi di air mata.
7. Oklusi punktal. Mengurangi drainase dan dapat menyelamatkan air mata alami dan
memperpanjang efek artificial tears. Ini sangat bermanfaat pada pasien dengan
keratokonjungtivitis sedang hingga berat yang tidak berespon pada pengobatan topikal.
Sementara, oklusi dapat dilakukan dengan menginsersi kolagen ke dalam kanalikuli.
Kesimpulan
Dry eye merupakan penyakit air mata multifaktorial dan permukaan okular yang
menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan air mata dengan
kerusakan potensial terhadap permukaan okular. Hal ini disertai dengan meningkatnya osmolaritas
film air mata dan inflamasi pada permukaan okular.6,7
Gejala keratokonjungtivitis sika didapati sebanyak 20% pada wanita dan 15% pada pria
antara usia 45 sampai 54 tahun. Sedangkan antara usia 55 sampai 60 tahun didapati sebanyak 22%
wanita dan 10% pria yang mengalami gejala keratokonjungtivitis sika.1,6,10
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluhkan tentang iritasi, benda asing
(berpasir), sensasi terbakar, ketidaknyamanan okular yang tidak spesifik, fotosensitivitas, mata
merah, sakit, air mata berlebihan (refleks lakrimasi) dari hanya akibat lingkungan yang kecil seperti
tiupan angin, dingin, kelembaban rendah, atau membaca dalam waktu yang lama.6 Pada
kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-nyata
normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus
air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus kental kekuning-kuningan kadang-
kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan
yang normal dan mungkin menebal, beredema dan hiperemik.1
16
[Type text]
Air mata buatan adalah terapi yang kini dianut. Salep berguna sebagai pelumas jangka
panjang, terutama saat tidur. Bantuan tambahan diperoleh dengan memakai pelembab, kacamata
pelembab bilik, atau kacamata berenang. pemeriksaan mata secara eksternal termasuk struktur
kelopak mata dan dinamik berkedip; evaluasi kelopak mata dan kornea menggunakan cahaya
terang dan magnifikasi; serta pengukuran kuantitas dan kualitas air mata untuk semua
abnormalitas1,10.
Langkah awal untuk mengobati penyakit ini adalah dengan mengidentifikasi etiologi yang
mendasarinya dan mencoba untuk mengeliminasi dan/atau mengobatiya.
17
[Type text]
DAFTAR PUSTAKA
1. Morosidi Saptoyo Argo, Paliyama Margarette Franciscus. Ilmu penyakit mata. Jakarta.
Fakultas kedokteran UKRIDA; 2011: 38-41.
2. Ilyas H. Sidarta, Yulianti Sri Rahayu. Ilmu penyakit mata. Jakarta. Badan penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2011: 14-34, 128-33.
3. Ilyas Sidarta. Kelainan refraksi dan kacamata. Jakarta. Badan penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006: 21-4.
4. Salmon, JF. 2007.Lid Lacrimal Apparatus and Tears. In General Ophthalmology Vaughan
D, Asbury T, Rordian Eva P.The McGraw-Hill ED 17 : 95-98
5. Amerian Optomeric Association. 2006-12. Dry Eye. Available from:
http://www.aoa.org/x4717.xml. [Accessed 16 Maret 2014].
6. The Ocular Surface. Special Issue: 2007 Report of International Dry Eye Workshop
(DEWS). The Ocular Surface Vol. 5, No. 2.
7. Lemp, M A, Foulks, G N. 2008. The Definition & Classification of Dry Eye Disease
Guidelines from the 2007 International Dry Eye Workshop.
8. The Ocular Surface. Special Issue: The Epidemiology of Dry Eye Disease : Report of the
Epidemiology Subcommittee of the International Dry Eye Work Shop (2007). Vol. 5, No. 2.
9. Foster, C.S. 2012. Dry Eye Syndrome. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview#aw2aab6b2b4. [Accessed 16
Maret 2014].
10. Perry, H.D. 2008. Dry Eye Disease: Pathophysiology, Classification, and Diagnosis.
Available from: http://www.ajmc.com/publications/ supplement/2008/2008-04-vol14-
n3Suppl/Apr08-3141pS079-S087/. [ Accessed 16 Maret 2014].
18