Upload
kvinz
View
218
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
ISI
2.1 Pemicu
Tn A, 45 tahun, datang ke praktek dokter K, untuk mendapat kejelasan
tentang obat tradisional. Tn A mengatakan bahwa dia menderita diabetes
dan sudah diresepkan obat antidiabetik oral oleh dokter sebelumnya,
namun belum juga sembuh. Tn A mengatakan bahwa tetangganya pernah
mengalami hal yang serupa seperti yang dialaminya dan berhasil sembuh
dengan mengkonsumsi tanaman obat. Tn A mengatakan bahwa dia hendak
menggunakan obat tradisional tersebut.
Apa yang sebaiknya dijelaskan oleh dokter K?
More Info 1:
2
Dokter K menjelaskan kepada Tn A tentang obat tradisional dan tentang
penyakit diabetes. Berdasarkan penjelasan dokter K, Tn A menjadi lebih
paham bahwa salah satu bagian dari penatalaksanaan diabetes yaitu exercise
(Olahraga) yang benar.
Bagaimana olahraga yang tepat bagi Tn A?
2.2 Tujuan pembelajaran
A. Mengetahui tentang obat tradisional
B. Mengetahui tentang Complementary Alternative Medicine (CAM)
C. Mengetahui tentang hubungan dengan olahraga dengan penatalaksanaan
diabetes
2.3 Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat
A. Jelaskan tentang pengertian, jenis, dan aspek farmakologi obat tradisional
B. Jelaskan mengenai mekanisme olahraga menurunkan kadar gula darah
(KGD), komponen exercise prescription, program latihan fisik bagi
penderita Diabetes Mellitus (DM), dan adaptasi cardiovascular (CVS)
terhadap latihan aerobik
C. Jelaskan mengenai jenis obat, efek, cara kerja, interaksi obat tradisional
DM dengan obat modern DM
3
2.4 Jawaban atas pertanyaan
2.4.1 Obat Tradisional
a. Definisi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI)
nomor 246/Menkes/Per/V/1990, yang dimaksud dengan obat tradisional
adalah setiap bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan
tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
b. Penggolongan
Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk yang dapat diminum (bubuk,
kapsul, tablet), ditempelkan pada permukaan kulit atau mukosa (suppositoria/
yang dimasukkan ke dalam lubang kemaluan atau lubang anus), tetapi tidak
dalam bentuk obat suntik atau gas.
Obat Tradisional (OT) terdiri dari beberapa jenis yaitu jamu, obat herbal
terstandar, fitofarmaka. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut :
1. Jamu (Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan
secara tradisional, misalnya dalam bentuk
serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi
seluruh bahan tanaman yang menjadi
penyusun jamu tersebut serta digunakan
secara tradisional.
Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan
mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai
tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara 5 – 10
macam bahkan lebih.
Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara
turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan
4
tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk
tujuan kesehatan tertentu.
Berikut adalah kriteria jamu:
(a). Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
(b). Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dan
memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
(c). Tingkat pembuktian umum dan medium.
(d). Jenis klaim harus diawali dengan kata-kata secara tradisional
digunakan untuk atau sesuai dengan yang disetujui pada
pendaftaran.
2. Obat Herbal Terstandar (Scientific based
herbal medicine)
Obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau
penyarian bahan alam yang dapat berupa
tanaman obat, binatang, maupun mineral.
Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan
peralatan yang lebih kompleks dan berharga
mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang
mendukung dengan pengetahuan maupun
ketrampilan pembuatan ekstrak.
Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini pada umumnya
telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian
pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart
pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional
yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis. obat herbal
terstandar seperti Tolak Angin.
Berikut adalah kriteria obat herbal terstandar:
(a). Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
(b). Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ praklinik dan telah
dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi, serta memenuhi persyaratan mutu yang
berlaku.
5
(c). Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian
umum dan medium.
3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)
Obat tradisional dari bahan alam yang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses
pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang
dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik
pada manusia.
Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para
profesi medis untuk menggunakan obat herbal
di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat
juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya
jelas dengan pembuktian secara ilimiah.
Berikut adalah kriteria fitofarmaka:
(a). Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
(b). Klaim khasiat harus dibuktikan secara uji klinik dan telah
dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan
dalam produk jadi serta memenuhi persyaratan mutu yang
berlaku.
(c). Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian
medium dan tinggi.
Adapun tanaman obat keluarga yang dikenal dengan nama TOGA.
Taman obat keluarga pada hakekatnya sebidang tanah baik di
halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk
membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam
rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan. Kebun
tanaman ohat atau bahan ohat dan selanjutnya dapat disalurkan
kepada masyarakat , khususnya obat yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan.
6
Adapun pemanfaatan TOGA yang digunakan untuk pengobatan
gangguan kesehatan keluarga menurut gejala umum seperti
demam panas, batuk, sakit perut, dan gatal-gatal.
c. Perkembangan obat tradisional
Dalam perkembangan obat tradisional, terdapat tahap-tahap yang
dimulai dari ditemukannya senyawa baru, uji praklinis yang terdiri dari
farmakokinetik, farmakodinamik dan toksikologi.
Kemudian dilanjutkan dengan pengujian klinik yang harus dilalui oleh
setiap obat atau intervensi adalah sebagai berikut.
1. Uji klinik fase I.
Pada uji klinik fase I ini untuk pertama kalinya obat yang diujikan
diberikan pada manusia (sukarelawan sehat), baik untuk melihat
efek farmakologik maupun efek samping. Secara singkat tujuan uji
klinik pada fase ini adalah:
(a). melihat kemungkinan adanya efek samping dan toleransi
subjek terhadap obat yang diujikan,
(b). menilai hubungan dosis dan efek obat, dan
(c).melihat sifat kinetik obat yang meliputi absorpsi, distribusi,
metabolisme dan eksresi.
Dengan melakukan uji klinik fase I ini kita akan memperoleh
informasi mengenai dosis, frekuensi, cara dan berapa lama suatu
obat harus diberikan pada pasien agar diperoleh efek terapetik
yang optimal dengan risiko efek samping yang sekecil- kecilnya.
Informasi yang diperoleh dari uji klinik fase I ini diperlukan sebagai
dasar untuk melakukan uji klinik berikutnya (fase II).
2. Uji klinik fase II
Bertujuan untuk melihat kemungkinan efek terapetik dari obat yang
diujikan. Pada tahap ini uji klinik dilakukan secara terbuka tanpa
kontrol (uncontrolled trial). Mengingat subjek yang digunakan
7
terbatas, hasil dan kesimpulan yang diperoleh belum dapat
digunakan sebagai bukti adanya kemanfaatan klinik obat.
3. Uji klinik fase III
Dalam tahap ini obat diuji atas dasar prinsip-prinsip metodologi
ilmiah yang ketat. Mengingat hasil yang diperoleh dari uji klinik fase
III ini harus memberi kesimpulan definitif mengenai ada/ tidaknya
kemanfaatan klinik obat, maka diperlukan metode pembandingan
yang terkontrol (controlled clinical trial). Di sini obat yang diuji
dibandingkan dengan obat standard yang sudah terbukti
kemanfaatannya (kontrol positif) dan/atau plasebo (kontrol negatif).
4. Uji klinik fase IV (post marketing surveillance).
Uji tahap ini dilakukan beberapa saat setelah obat
dipasarkan/digunakan secara luas di masyarakat. Uji ini bertujuan
untuk mendeteksi adanya efek samping yang jarang dan serius
(rare and serious adverse effects) pada populasi, serta efek
samping lain yang tidak terdeteksi pada uji klinik fase I, II dan III.
d. Sembilan obat tradisional di Indonesia
Berikut adalah ringkasan sembilan obat tradisional terstandar di
Indonesia dalam tabel dibawah ini.
Ekstrak Herba Efek Farmakologi Kegunaan
Curcuma
xanthorizae
(temu lawak)
• hipolipidemik
• antiinflamasi
• antioksidan
• Peningkatan
selera makan
• galactogogue
• dislipidemia
• Gangguan GI
• Gangguan hati
• Anoreksia
• Peningkatan
produksi ASI
• Perbaikan uterus
setelah melahirkan
Curcuma • hipolipidemik • dislipidemia
8
domestica
(kunyit)
• antiinflamasi
• antispasmodik • reumatik
• diare / dyspepsia
• Gangguan hepar
Andrographis
paniculata
(sambiloto)
• antipyretic
• Antiinflammatory
• Immunostimulant
• Antispasmodic
• Antisecretory
• mucosal protectivle
• antithrombotic
• Hypoglycemic
• antibacterial
• Rheumatic disease
• common cold
• chronic leukemia
• Peptic ulcer
• atheroselerotic
disease
• DM
• otitis
Guazuma
ulmifolia
(jati belanda)
• astringent
• Diaphroretic
• Lipase stimulation
• hypolipidemic
• dyslipidemia
• diare / dyspepsia
• Leucorrhoe
Eugenia
polyantha
(daun salam)
• astringent
• carminative
• hypoglycemic
• hypotensive
• diare / dyspepsia
• gastritis
• DM
• Hypertension
Psidium guajava
(daun jambu biji)
• Peningkatan
produksi thrombosit
• antiviral
• DHF
Zingiber officinale
(jahe merah)
• antiemetic
• carminative
• antispasmodic
• antiinflammatory
• alkylating
• motion sickness
• emesis
• intestinal colic
• diare / dyspepsia
• chronic leukemia
Morinda citrifolia • antioxidant • hepatic disorder
9
(mengkudu )
• hypotensive
• hypoglikemic • hypertension
• DM
Piper
retropraktum
(cabe jawa)
• antispasmodic
• carminative
• antiinflamatory
• apphrodisiac
• counter irritant
• dyspepsia
• PVD
• neuralgic
• rheumatic pain
(local)
• aroma therapy
• sexsual
dysfunction
2.4.2 Olahraga
Mekanisme Olahraga Menurunkan Kadar Gula Darah (KGD)
Pada orang yang sehat, KGD diatur oleh kadar glukosa yang masuk ke
darah dan keluar yang seimbang selama melakukan olahraga dengan intensitas
dan durasi yang moderat; walaupun begitu, olahraga yang berat dapat juga
menyebabkan ketidakseimbangan dengan lebih banyaknya pengeluaran
dibandingkan dengan pemasukan.
Setiap olahraga tubuh memerlukan oksigen yang dapat meningkat sampai
20 kali lebih dari biasanya, dan lebih banyak lagi pada otot yang sedang bekerja.
Energi ini terutama berasal dari glukosa dan asam lemak bebas. Pada awal
kegiatan olahraga kedua bahan tersebut merupakan sumber yang utama, namun
pemakaian glukosa pada tingkat ini lebih cepat. Energi awal pada olahraga berasal
dari cadangan ATP-PC otot, setelah itu didapatkan dari cadangan glikogen otot,
selanjutnya baru digunakan glukosa.
Bila olahraga berlangsung terus maka energi diperoleh dari glukosa yang
berasal dari pemecahan simpanan glikogen hati (glikogenolisis) dan memulai
glukoneogenesis. Bila olahraga berlangsung lebih dari 30 menit maka sumber
10
energi utama adalah asam lemak bebas, yang berasal dari lipolisis jaringan
adiposa.
Pada saat seseorang berolahraga, yang teraktivasi adalah sistem saraf
simpatis; akibatnya, pengeluaran insulin akan terhambat melalui reseptor α2.
Walaupun glukoneogenesis merupakan komponen yang penting, glukoneogenesis
sendiri tidak cukup. Oleh karena itu, saat cadangan glikogen habis, kadar glukosa
turun dan timbul lah keletihan. Regulasi pengaturan transport glukosa ke otot
skelet yang sedang bekerja diperantarai oleh transporter glukosa GLUT-4.
Reseptor insulin merupakan kombinasi 4 subunit (2 subunit α dan 2 subunit
β). Subunit α terletak di luar sel dan merupakan tempat ikatan insulin. Setelah
terjadi ikatan dengan insulin, maka subunit β dan IRS (Insulin Related Substrate)
akan terfosforilasi melalui aktivitas tirosin kinase. IRS akan berikatan dengan
phosphoinositide-3 kinase (PI3K) yaitu di bagian SH2 (Scr homology region 2)
pada subunit p85 PI3K yang akan berikatan dengan subunit p110 PI3K dan
teraktivasilah PI3K. PI3K aktif akan mengaktifkan PI dependent kinase yang
berujung pada aktivasi Protein Kinase B (PKB) dan Protein Kinase C (PKC).
Lihat gambar 7.
PKB dan PKC bekerja di insulin responsive aminopeptidase yang
merupakan bagian dari vesikel GLUT-4 mengakibatkan terlepasnya Rab-4 yang
bertugas meretensi vesikel GLUT-4 di dalam sitosol. Vesikel GLUT-4 yang tidak
terikat dengan Rab-4 akan bergerak ke arah membran sel dan berikatan dengan
syntaxin-4 (t-SNARE) yang terletak di membran plasma dengan bantuan
synaptobrevin (v-SNARE) yang terletak di vesikel GLUT-4 dan terjadilah fusi
vesikel GLUT-4 dengan membran sel. Proses pembentukan kembali vesikel
GLUT-4 terjadi melalui budding clathrin membentuk clathrin coated vesicles,
membentuk early endosomes, dan akan di-resorted menjadi vesikel GLUT-4 yang
baru.
11
Gambar 7. Mekanisme translokasi GLUT-4 (Steppel JH, Horton ES, 2004).
Gambar 8. Proses pembentukan GLUT-4 (Steppel JH, Horton ES, 2004).
Secara singkat, olahraga dapat menurunkan KGD, sehingga olahraga
merupakan pilar yang penting penatalaksaanan bagi penderita DM. Mekanisme
12
bagaimana olahraga dapat menurunkan KGD dapat dijelaskan melalui tiga
mekanisme berikut:
1. Kontraksi otot akan stimulasi transportasi glukosa otot
Kontraksi otot (concentric maupun yang eccentric) dapat meningkatkan
utilisasi glukosa di otot dengan stimulasi translokasi vesikel GLUT-4 ke
membran sel. Peningkatan kadar Ca2+ intrasel otot yang berasal dari simpanan
retikulum sarkoplasma untuk keperluan kontraksi otot dapat meningkatkan
proses aktivasi PKC. AMP Activated Protein Kinase (AMPK) yang teraktivasi
karena penurunan kadar ATP, penurunan kadar kreatin fosfat, dan
peningkatan kadar AMP di sel otot setelah berolahraga dapat meningkatkan
translokasi vesikel GLUT-4 ke membran sel. Aktivasi AMPK lalu akan
menyebabkan peningkatan transportasi glukosa melalui beberapa mekanisme
seperti aktivasi eNos dan produksi nitric oxide.
2. Meningkatnya sensitivitas insulin
Pada saat otot aktif, walaupun kebutuhan otot terhadap glukosa meningkat,
ini tidak disertai dengan peningkatan kadar insulin. Ini disebabkan oleh karena
adanya peningkatan kepekaan reseptor insulin di otot. Keadaan ini berakhir sekitar
60 jam setelah olahraga dihentikan. Walaupun mekanisme pastinya masih belum
ditemukan, peningkatan sensitivitas ini kemungkinan disebabkan oleh karena
densitas jala-jala kapiler yang meningkat dan terbuka, meningkatnya translokasi
GLUT-4 ke membrane sel plasma, ataupun peningkatan kapasitas oksidatif
kapiler otot skelet, sehingga menyebabkan lebih banyak lagi reseptor insulin yang
tersedia dan aktif.
3. Meningkatnya jumlah reseptor insulin pada saat olahraga kronik
S saat ini masih belum dimengerti mengapa olahraga yang kronik dapat
meningkatkan reseptor insulin. Kadar GLUT-4 (komponen protein penting dalam
membantu transportasi glukosa) pada otot dan aktivitas sintetase glikogen juga
meningkat pada atlit.
13
Evaluasi Medis Sebelum Melakukan Olahraga
Sebelum melakukan program olahraga, penderita DM sebaiknya menjalani
evaluasi medis yang mendalam untuk mencari apakah terdapat komplikasi mikro-
dan makrovaskular; yang bilamana ada, kemungkinan dapat diperberat dengan
program olahraga tersebut. Evaluasi riwayat medis dan pemeriksaan fisik harus
difokuskan kepada tanda dan gejala yang mempengaruhi jantung dan pembuluh-
pembuluh darah, mata, ginjal dan sistem saraf.
Evaluasi terhadap sistem CVS pada olahraga dengan intensitas moderat-
tinggi. Seseorang dikatakan mempunyai resiko tinggi jika berumur lebih dari 35
tahun, DM tipe II > 10 tahun, DM tipe I > 15 tahun. Pada olahraga dengan
intensitas rendah, dokter harus mengambil keputusan apakah pasien harus
melakukan exercise stress test terlebih dahulu.
Evaluasi terhadap Peripheral Arterial Disease (PAD) berdasarkan tanda
dan gejala (perifer yang terasa dingin, pulsasi yang berkurang atau absen, atrofi
jaringan subkutan dan lepasnya rambut). Sebaiknya dilakukan “Doppler
pressures” pada kaki.
Evaluasi terhadap retinopathy dilakukan oleh karena penderita DM dapat
menderita diabetik retinopati, dan bilamana dilakukan olahraga yang berat dapat
memicu terlepasnya retina. Penderita retinopati sebaiknya menghindarkan
olahraga yang sifatnya anaerobik.
Komponen Exercise Prescription
Exercise Prescription merupakan rencana tentang aktivitas yang
berhubungan dengan kebugaran yang di desain secara spesifik dan untuk
kepentingan spesifik juga; umumnya diciptakan oleh ahli rehabilitasi. Oleh karena
sifatnya spesifik, tujuan utamanya adalah integrasi antara prinsip latihan dan
teknik-teknik yang dapat memotivasi pasien agar patuh terhadap program dan
dapat mencapai tujuan akhir.
Komponen dari Exercise Prescription umumnya terdiri dari:
1. Jenis latihan atau aktivitas
14
Latihan fisik telah dikenal sebagai aktivitas yang dilakukan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan atau kekuatan tubuh. Aktivitas fisik yang dapat
dilakukan terdiri dari berbagai jenis, yaitu:
Aerobik
Merupakan latihan yang dapat meningkatkan ketahanan sistem
kardiorespirasi seseorang. Sumber energi yang digunakan berasal dari
pembakaran, lemak di tubuh dan juga oksigen. Jenis serabut otot yang
digunakan adalah slow twitch, yang sifatnya tahan lama. Durasi latihan
> 20 menit. Jenis latihan aerobik adalah berenang, jogging, berjalan,
bersepeda
Anaerobik
Sumber energi yang digunakan adalah ATP dan kreatinin fosfat. Asam
laktat akan dihasilkan dan berakumulasi pada otot dan darah, dan akan
menyebabkan fatigue. Jenis serabut otot yang digunakan adalah fast
twitch, dimana fokusnya adalah terhadap kekuatan otot. Durasi latihan
pendek dan cepat oleh karena jenis latihan ini tidak memakai O2
sebagai sumber energy. Jenis latihan anaerobik adalah angkat berat,
bertinju, berlari sprint.
2. Intensitas
Berkisar dari intensitas rendah – moderat (bagi individual yang sehat)
3. Durasi dan frekuensi dari sesi aktivitas atau latihan
Latihan aerobik yang berkisar antara 20-60 menit sangat direkomendasikan.
Frekuensi latihan sebagiknya antara 1-2 sesi per hari atau 3-5 sesi per minggu.
Idealnya aktivitas fisik sebaiknya dilakukan setidaknya 30-60 menit, 4-6 kali
per minggu atau 30 menit setiap hari.
4. Denyut jantung target
Akan dijelaskan pada bagian “Program latihan fisik bagi penderita DM”
5. Tetapkan tujuan (goals) yang ingin dicapai & motivasi
Tujuan yang ingin dicapai seperti kesehatan, penurunan KGD dan
peningkatkan kapasitas fisik dapat dibuat bersama pasien agar pasien dapat
selalu termotivasi untuk mencapai tujuan akhirnya. Selain itu motivasi sangat
15
penting agar terdapat suatu kepatuhan terhadap program yang dibuat. Motivasi
dapat diberikan oleh dokter keluarga ataupun keluarga.
Program Latihan Fisik bagi Penderita DM
Pada orang DM, prinsip olahraga yang dianjurkan adalah sama dengan
prinsip olahraga umum, yaitu terdiri dari frekuensi, intensitas, durasi, dan tipe
(jenis) olahraga. Olahraga yang dilakukan hendaknya melibatkan otot-otot besar
dan sesuai keinginan agar manfaat olahraga dapat dirasakan secara terus menerus.
Pada penderita DM tipe I, olahraga sebaiknya dilakukan pada saat pagi hari pada
saat kadar KGD mencapai puncak (2-3 jam sesudah makan).
Pada prinsipnya, olahraga harus mengikuti F.I.T.T., yaitu:
Frekuensi: jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan secara
teratur 3-5 kali perminggu
Intensitas: ringan dan sedang yaitu 60-70% Maximum Heart Rate
(MHR)
Time (Durasi): 30-60 menit
Tipe (Jenis): olahraga endurans (aerobik) untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan
bersepeda
Untuk menentukan intensitas latihan dapat digunakan MHR, yaitu:
Setelah MHR didapatkan, kita dapat menentukan Target Heart Rate (THR).
Sebagai contoh, pada kasus Tn. A berumur 45 tahun. Intensitas yang disarankan
adalah 60-70% MHR Tn.A.
THR 60% = 60% X (220-45) = 105, sedangkan THR 70% = 70% X (220-45) =
123.
Maka, olahraga sebaiknya dilakukan antara denyut nadi 105-123 kali per menit.
16
MHR = 220 - umur
Sebelum seseorang melakukan olahraga, hendaknya melakukan hal-hal
berikut ini (urutan kegiatan):
1. Pemanasan (warm-up)
Tujuannya untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki
latihan, seperti meningkatkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi secara
bertahap tida meningkatkan secara mendadak. Lama pemansan cukup 5-10
menit
2. Latihan inti (conditioning)
Tahap ini denyut nadi di usahakan mencapai THR agar latihan benar – benar
bermanfaat.
3. Pendinginan (cooling-down)
Bertujuan untuk mencegah penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan
rasa nyeri pada otot sesudah berolahraga karena darah masih terkumpul pada
otot yang aktif. Bila jogging maka pendinginan sebaiknya tetap jalan untuk
beberapa menit. Lama pendinginan 5 – 10 menit, hingga denyut nadi
mendekati denyut nadi istirahat.
4. Peregangan (stretching)
Bertujuan untuk melemaskan dan melenturkan otot–otot yang masih teregang
dan lebih elastis. Komponen ini lebih penting bagi penderita DM usia lanjut.
Perencanaan kegiatan olahraga bagi penderita DM sebaiknya mengikuti
beberapa hal berikut:
1. Pemeriksaan awal
Harus dilakukan pemeriksaan kesehatan (medis) awal dan faal (kebugaran)
terlebih dahulu untuk menentukan tingkat kebugaran serta kondisi metabolic
dari penderita DM tersebut.
2. Pembuatan program latihan (exercise prescription)
3. Pengawasan
Dokter atau edukator perlu mengetahui parameter atau indikator yang perlu
dimonitor sebelum, selama dan setelah seorang penderita DM berolah-raga.
17
Tanda-tanda subjektif (rasa lemas, lelah, sesak, pusing) dan objektif (KGD,
denyut nadi, tekanan darah, dan irama pernapasan) perlu dicatat dan dipantau.
4. Evaluasi
Dokter atau edukator perlu melakukan evaluasi secara berkala. Penderita DM
tanpa komplikasi dapat melakukan evaluasi setiap 3-4 bulan, sedangkan pada
penderita DM berat perlu dilakukan evaluasi setiap 2 minggu atau 1 bulan
(terutama pada awal program latihan).
Adaptasi CVS pada Latihan Aerobik
Gambar 9. Adaptasi CVS (Guyton AC, Hall JE, 2006).
18
Gambar 10. Adaptasi CVS (Guyton AC, Hall JE, 2006).
2.4.3 Obat tradisional DM
Obat tradisional yang mempunyai efek anti diabetik banyak sekali di Indonesia.
Berikut akan dipaparkan beberapa diantaranya :
1. Gymnema Sylvestre
Fungsi utama: Menurunkan gula darah. Dosis umum: 200 – 250 miligram per hari. Nama Hindi tumbuhan ini berarti ‘penghancur gula’, dan tanaman ini dikatakan memiliki kemampuan untuk menurunkan kemampuan mendeteksi rasa manis. Tanaman ini dianggap sebagai tanaman paling kuat untuk mengendalikan gula darah. Kemungkinan besar, cara kerjanya adalah dengan meningkatkan aktivitas enzim yang membantu sel tubuh untuk menggunakan glukosa atau dengan merangsang produksi insulin. Walaupun belum ada penelitian intensif, tapi belum ditemukan adanya efek samping serius untuk penggunaan tanaman ini.
19
2. Pare
Fungsi utama: Menurunkan gula darah. Dosis umum: 50 – 100 mililiter (3-6 sdm)
jus per hari. Pare yang pahit ini dianggap mampu membantu sel menggunakan
glukosa secara lebih efektif dan meredam penyerapan gula di dalam usus. Para
peneliti di Filipina yang meneliti konsumsi pare kepada pria dan wanita dalam
bentuk kapsul selama 3 bulan menemukan adanya penurunan gula darah,
walaupun sedikit, tetapi konstan.
3. Magnesium
Fungsi utama: Menurunkan gula darah. Dosis umum: 250 – 350 miligram per
hari. Kekurangan magnesium tidak jarang ditemui sebagai salah satu penyebab
diabetes, bahkan gejala ini memperburuk kondisi gula darah dan resistansi insulin.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplemen magnesium dapat
memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan gula darah.
4. Prickly Pear Cactus (Daging buah kaktus)
Fungsi utama: Menurunkan gula darah. Dosis umum: jika dikonsumsi sebagai
makanan, 150 gram rebusan kaktus per hari. Buah matang dari kaktus ini mampu
menurunkan kadar gula darah dalam tubuh. Bentuk yang bisa ditemui adalah
dalam bentuk buah, atau jus, atau bubuk. Para peneliti menemukan bahwa buah
ini menurunkan kadar gula darah karena adanya komponen yang mirip dengan
insulin. Buah ini juga tinggi kadar seratnya.
5. Gamma-Linolenic Acid (Asam Linoleat Gamma)
Fungsi utama: Mengurangi sakit saraf. Dosis umum: 270 – 540 milligrams sekali
per hari Asam Linoleat Gamma, atau GLA adalah asam lemak yang ditemukan
dalam minyak bunga evening primrose. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
20
penderita diabetes adalah orang yang memiliki level GLA rendah dalam darah,
dan penelitian menunjukkan bahwa suplemen ini dapat menurunkan, bahkan
mencegah sakit di saraf yang muncul akibat diabetes
6. Chromium (Krom)
Fungsi utama: Menurunkan kadar gula. Dosis umum: 200 mikrogram per hari.
Mineral ini dianggap mampu meningkatkan kinerja insulin dan terlibat juga dalam
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Beberapa penelituan menunjukkan
bahwa mineral ini membantu menurunkan gula darah, tapi hanya untuk mereka
yang memang kekurangan krom.
7. Bilberry
Fungsi utama: Melindungi mata dan syaraf. Dosis umum: 80-120 miligram
standar billberry extract per hari. Saudara blueberry ini memiliki antioksidan kuat
dalam buah dan daunnya. Antioksidan yang dinamai antosianidin ini, membantu
mencegah kerusakan sel darah kecil yang dapat merusak saraf dan retina mata.
Penelitian terhadap hewan menunjukkan adanya penurunan gula darah juga akibat
konsumsi buah
8. Alpha-Lipoic Acid (Asam Alpha Lopoic)
Fungsi utama: Mengurangi rasa sakit syaraf, dan menurunkan kadar gula darah
Dosis umum: 600-800 miligram per hari. Disingkat ALA, bahan yang mirip
vitamin ini menetralkan berbagai radikal bebas. Pembentukan radikal bebas
adalah salah satu faktor peningkatan gula darah, dapat membuat kerusakan saraf
dan berbagai masalah lain. ALA jg mampu membantu sel otot untuk menyerap
gula darah. Di salah satu penelitian di Jerman, sekelompok peneliti memerika 40
orang dewasa yang mengkonsumsi ALA dan placebo. Di akhir studi selama 4
minggu, ditemukan bahwa ALA meningkatkan sensitifitas insulin sebanyak 27
persen.
21
9. Fenugreek
Fungsi utama: Menurunkan gula darah. Dosis umum: 5 sampai 30 gram setuap
makan, atau 15 sampai 90 gr per hari. Biji-bijian yang digunakan sebagai bumbu
masakan India ini mampu menurunkan tekanan darah, meningkatkan sensitifitas
insulin, dan menurunkan kolesterol, menurut beberapa penelitian. Efek ini
mungkin timbul karena tingginya kadar serat. Bijinya jg mengandung asam amino
yang meningkatkan produksi insulin. Di salah satu penelitian terhadap fenugreek,
60 orang yang mengkonsumsi 25 gr bumbu ini menunjukkan peningkatan yang
baik terhadap pengendalian gula darah.
10. Ginseng
Fungsi utama: Menurunkan gula darah. Dosis umum: 1-3 gram per hari dalam
bentuk kapsul atau tablet, 3-5 mililiter dalam bentuk tincture 3kali sehari.
Dikenal karena kemampuannya yang mendorong sistem kekebalan tubuh, ginseng
ini memiliki beberapa hasil positif mengenai diabetes. Para peneliti menemukan
bahwa ginseng memperlambat penyerapan karbohidrat, meningkatkan
kemampuan sel dalam menyerap glukosa, dan meningkatkan pelepasan insulin
dari pankreas. Ditemukan juga di Toronto dalam suatu penelitian, bahwa ginseng
mampu menurunkan kadar gula sampai 15-20 persen.
22
BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
1) Pendekatan diagnostik terhadap penderita dengan tampilan
utama eksantema memerlukan strategi yang tepat agar tidak terjadi
kesalahan diagnostik.
2) Pengertian dan pengenalan bentuk-bentuk eksantema
merupakan keharusan bagi dokter untuk mampu melaksanakan pendekatan
diagnostik.
23
3) Pengetahuan akan epidemiologi penyakit eksantema pada
anak merupakan faktor penunjang keberhasilan penegakan diagnosis.
24
KEPUSTAKAAN
Brook, Geo F., Janet S.Butel, dan Stephen A.Morse. 2005. Mikrobiologi
Kedokteran. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika
Soedarmo, Sumarmo S.Poorwo, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.
Edisi kedua. Cetakan Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
25