Upload
orchalius
View
158
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan yang telah berjalan dengan pesatnya seakan-akan sedikit menutupi
keresahan masyarakat akan keberadaan tanah. Kebutuhan akan pemilikan dan
penguasaan tanah secara sah sangatlah diperlukan pada masa sekarang ini. Dalam
pengertian penguasaan tanah terkandung arti yang lebih luas daripada pemilikan tanah,
oleh karena ada kemungkinan seseorang menguasai tanah tanpa memiliki tanah yang
bersangkutan ataupun sebaliknya seseorang pemilik tanah tidak dapat melaksanakan
penguasaan terhadap tanahnya. Hal tersebut adalah jelas perlu untuk ditata kembali
guna mencegah jangan sampai terjadi adanya penguasaan tanah oleh suatu pihak
dengan menimbulkan kerugian pada pihak lain, penguasaan tanah secara melampaui
batas dan juga penguasaan tanah oleh orang yang tidak berhak, kemudian pemilikan
tanah adalah merupakan dasar terpenting yang harus diperhatikan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat dan pemerataan keadilan agar supaya setiap
petani dapat mempunyai tanah dengan hak milik dalam batas-batas yang ditentukan.
Dalam landreform selalu diupayakan penataan kembali struktur pemilikan dan
penguasaan tanah dan sumber daya alam yang lainnya atau yang menyertainya
ditujukan untuk mencapai keadilan, utamanya bagi mereka yang sumber
penghidupannya tergantung pada produksi pertanian dan atau sumber daya alam
tersebut.
Jika disimak lebih lanjut, landreform memang bukanlah sebuah konsep sederhana.
Pada dasarnya, landreform adalah sebuah kegiatan yang harus dilakukan di awal-awal
sekali dari pembangunan karena merupakan pondasi dari bangunan masyarakat yang
akan diubah. Tanpa adanya landreform pembangunan akan berjalan pincang, dan akan
selalu dihinggapi oleh penyakit struktural.
Dalam prinsip-prinsip penguasaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam
lainnya, suatu kebijakan nasional pembaruan agraria harus menerima kenyataan bahwa
ada masyarakat-masyarakat dan komunitas-komunitas tertentu di Indonesia yang masih
1
memiliki ruang untuk mengembangkan hukum dan tata cara pengelolaan sumber daya
alamnya berdasarkan pengetahuan asli/setempat dan berdasarkan tatanan hukum dan
adat setempat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apa pengertian Landreform ?
2. Apa dasar hukum Landreform?
3. Apa tujuan dari Landreform ?
4. Apa saja tanah objek Landreform ?
5. Bagaimana Landreform dalam rangka pembangunan hukum agrarian nasional?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landreform
Landrefrom di Indonesia memiliki dua macam pengertian, yaitu:
1. Landreform dalam arti sempit yaitu: perombakan mengenai pemilikan dan
penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan
penguasaan tanah.1
2. Landreform dalam arti luas meliputi:
a. Pembaruan Hukum Agraria
b. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah
c. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur
d. Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-
hubungan hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah.
e. Perencanaan persediaan peruntukan dan pembenaan bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya secara berencana sesuai dengan daya
kesanggupan dan kemampuannya.2
Landreform dalam arti luas inilah yang disebut Agrarian reform Indonesia. Jadi
landreform ialah merubah sistem pemilikan dan penguasaan tanah. Sistem pemilikan
dan penguasaan tanah yang lampau diubah dengan sistem tata pertanahan baru yang
disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat yang sedang giat
melaksanakan pembangunan ekonominya.
“Pengertian Landreform dalam UUPA Undang-undang NO. 5 Tahun 1960 dan
undang-undang NO.56 Prp 1960 adalah pengertian dalam arti luas sesuai dengan
pengertian menurut rumusan FAO ialah landreform adalah dianggap meliputi program
tindakan yang lain berhubungan yang bertujuan untuk menghilangkan penghalang-
penghalang dibidang ekonomi sosial yang timbul dari kekurangan-kekurangan yang
terdapat dalam struktur pertanahan.1 Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, Jakarta : Rajawali pres, 1991. hal. 1212 Effendi Perangin, 401 Pertanyaan dan Jawaban tentang Hukum Agraria, Jakarta : PT. Raja Garfindo Persada, 1994. hal 120
3
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah landreform dan agraria
reform tidak perlu dipertentangkan. Di Indonesia pelaksanaan landreform berlandaskan
pada pancasila dan UUD 1945 yang terwujud dalam suatu rangkaian kegiatann dalam
bidang pertanahan yang bersifat menyeluruh, terarah, terpadu dan berkesinambungan
didalam penataan pemilikan, penguasaan, penggunaan dan peralihan sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kwmakmuran yang sebesar-besarnya bagi rakyat
secara adil dan merata.
B. Dasar Hukum Landreform
Dalam melaksanakan program landreform pemerintah mempunyai dasar-dasar
hukum yaitu :
A. Pancasila
Bagi Indonesia sesuai dengan falsafah pancasila maka paling tepat kiranya untuk
menerapkan asas keadilan sosial. keadilan itu sendiri bersifat universal. Jauh didalam
lubuk hati setiap orang ada kesepakatan tentang sesuatu yuang dipandang sebagai adil
dan tidak adil itu.Dalam pengertian keadilan, pada umumnya diberi arti sebagai
keadilan “membagi” atau “distributive justice” yang secara sederhana menyatakan
bahwa kepada setiap orang diberikan bagian atau haknya sesuai dengan kemampuan
atau jasa dan kebutuhan masing-masing. Namun perlu dipahami bahwa keadilan itu
bukanlah hal yang statis. Tetapi sesuatu proses yang dinamis dan senantiasa bergerak
diantara berbagai faktor termasuk persamaan hak itu sendiri.
B. Undang-undang Dasar 1945
Secara Konstitusional pengaturan masalah perekonomian didalamnya termasuk
ekonomi sumber daya alam di Indonesia telah diatur dalam UUD 1945. Hal tersebut
dapat kita lihat dalam pasal 33 UUD 1945 yang selengkapnya berbunyi :
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
4
c. Bumi,air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
d. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan,efisiensi berkeadilan,berkelanjutan,berwawasan
lingkungan,kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang.
Berdasarkan ketentuan pasal 33 tersebut Nampak jelas bahwa dalam rangka
meningkatkan kemakmuran rakyat peranan negara sangat diperlukan .Ikut
campurnnya negara dalam urusan kesejahteraan rakyat sebagaimana ketentuan yang
dimaksud mengindikasikan bahwa dalam konstitusi kita dianut sistem negara
welfarestate. Hal ini sekaligus menunjukan bahwa masalah ekonomi bukan hanya
monopoli ekonomi yang didasarkan pada mekanisme pasar semata-mata tetapi juga
diperlukan peranan negara,terutama yang berkaitan dengan bidang-bidang yang
menguasai hajat hidup orang banyak.
C. Landreform Dalam Undang-undang pokok agrarian (UUPA)
Sebagaimana yang disinggung dimuka , Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 itu telah
dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 2 ayat 2 dan 3 Undang-undang Nomor 5 tahun
1960 (UUPA) , terutama tentang pengertian “ dikuasai negara” yaitu memberi
wewenang kepada negara untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan
pemeliharaan bumi, air dan luar angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan ruang angkasa.
Sementara wewenang tersebut harus digunakan untuk mencapai sebesar-besar
kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam
hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Payung bagi
pelaksanaan landreform di Indonesia adalah UUPA nomor 5 tahun 1960 dengan
lahirnya UUPA maka UUPA menempati posisi yang strategis dalam sistem hukum
5
nasional Indonesia, karena UUPA mengandung nilai-nilai kerakyatan dan amanat
untuk menyelenggarakan hidup dan kehidupan yang berperikemanusiaan dan keadilan
sosial. Nilai-nilai tersebut dicerminkan oleh :
a. Tanah dalam tataran paling tinggi dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
b. Pemilikan atau penguasaan tanah yang berkelebihan tidak dibenarkan.
c. Tanah bukanlah komoditas ekonomi biasa oleh karena itu tanah tidak boleh
diperdagangkan semata-mata untuk mencari keuntungan.
d. Setiap warga negara yang memiliki atau menguasai tanah diwajibkan
mengerjakan sendiri tanahnya, menjaga dan memelihara sesuai dengan asas
kelestarian kualitas lingkungan hidup dan produktivitas SDA.
e. Hukum adat atas tanah diakui sepanjang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
D. Beberapa Ketentuan Pelaksanaan Landreform
Jika menelusuri beberapa ketentuan lain dari UUPA, maka akan dijumpai
beberapa peraturan yang lain jika dipelajari secara mendalam sesungguhnya adalah
ketentuan Landreform3 :
a. UU No 56 Prp 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian. Undang-Undang
ini merupakan dari ketentuan pasal 7 dan 17 UUPA. UU ini mengatur tiga
masalah pokok yaitu penetapan luas maksimum penguasaan tanah dan luas
minimum tanah pertanian.
b. Peraturan Pemerintah NO 224 tahun 1961 yang telah di ubah dengan peraturan
pemerintah No 41 Tahun 1964 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan
Pemberian ganti kerugian.
c. UU No 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasil.
d. Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1961 yang telah diubah dengan Peraturan
pemerintah No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 15 tahun 1974 tentang Pedoman Tindak
Lanjut Pelaksanaan landreform.
3 Boedi Harsono, Himpunan Peraturan – peraturan Hukum Tanah, Jakarta: Djambatan Hlm.IX
6
C. Tujuan Landreform
Yaitu untuk mempertinggi penghasilan dan taraf hidup para petani terutama petani
kecil dan petani penggarap, sebagai landasan atau persyaratan untuk
menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.4
Secara Khusus tujuan pelaksaan landreform di Indonesia dapat dikemukakan antara
lain :
a. Untuk mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat
petani yang berupa tanah.
b. Untuk melaksanakan prinsip tanah untuk tani agar tidak terjadi lagi tanah
sebagai objek spekulasi dan pemerasan.
c. Untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga
negara.
d. Untuk mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan penguasaan
tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas.
e. Untuk mempertinggi produksi nasional dan mendorong terselenggarannya
pertanian yang intensif secara gotong royong dalam bentuk koperasi dan
bentuk gotong royong lainya untuk mencapai kesejahteraan yang merata dan
adil.
Dilihat dari berbagai aspek tujuan landreform di Indonesia meliputi :
a. Tujuan Sosial Ekonomis :
1) Memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak
milik dan memberikan fungsi sosial.
2) Memperbaiki produksi nasional, khususnya pada sektor pertanian.
b. Tujuan Sosial Politis
1) Mengakhiri penguasaan tanah ada orang tertentu dan menghapuskan
sistem tuan tanah.
2) Mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani.
c. Tujuan Mental Psikologis
1) Meningkatkan kegairahan kerja bagi para petani penggarapnya.
4 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2003. hal 370
7
2) Memperbaiki hubungan kerja antara pemilik dan penggarap.
D. Tanah Objek Landreform
Dalam rangka pelaksanaan landreform yang dikatagorikan dalam objek landreform
adalah :
1. Tanah Kelebihan
Tanah kelebihan merupakan tanah kelebihan dari batas maksimum
sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang dan tanah kelebihan
tersebut diambil alih oleh pemerintah dengan diberikan ganti rugi.
2. Tanah Absentee/Guntai
Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 ditegaskan
bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hak atas tanah
pertanian pada dasarnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya
sendiri secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan.
Tanah absentee/guntai dilihat dari asal usulnya dapat terjadi karena 3
(tiga) hal, yaitu :
a. Tanah yang ditinggalkan oleh pemiliknya.
Yaitu pemilik yang bersangkutan berpindah tempat dari
kecamatan letak tanah selama 2 tahun berturut-turut. Jika pihak
tersebut melapor kepada pejabat setempat tentang kepergiannya, maka
dalam waktu satu tahun sejak berakhirnya jangka waktu tersebut ia
diwajibkan memindahkan hak milik atas tanah pertaniannya kepada
orang lain yang bertempat tinggal di kecamatan tersebut.
b. Pewarisan
Jika karena pewarisan maka dalam waktu 1 tahun terhitung
sejak si pewaris meninggal, ahli waris bersangkutan diwajibkan untuk
mengalihkan hak milik atas tanah tersebut kepada orang lain yang
bertempat tinggal di kecamatan di mana tanah itu berada, atau apabila
ahli waris ingin tetap memiliki tanah tersebut, maka ia harus berpindah
ke kecamatan tanah yang bersangkutan.
c. Jual beli
8
Yaitu beralihnya hak milik atas tanah yang bersangkutan.
Adapun hal-hal yang dikecualikan dalam pemilikan tanah secara
absentee adalah :
Pemilik yang bertempat tinggal di kecamatan yang
berbatasan dengan kecamatan tanah tersebut berada.
Pegawai negeri dan anggota ABRI serta oran-orang yang
dipersamakan.
Pemilik yang mempunyai alasan khusus yang dapat
diterima oleh Direktorat Jenderal Agraria.
3. Tanah swapraja dan bekas swapraja yang langsung dikuasai oleh negara .
4. Tanah-tanah lain yang langsung dikuasai negara dan ditetapkan sebagai obyek
Landreform adalah :
a. Tanah partikelir.
b. Tanah erpfacht yang telah berakhir jangka waktunya, dihentikan atau
dibatalkan.
c. Tanah kehutanan yang diserahkan kembali penguasaannya oleh
instansi yang bersangkutan kepada negara.
E. Landreform Dalam Rangka Pembangunan Hukum Agraria
Perlunya pengaturan landreform di Indonesia telah di mulai sejak lama yang
kemudian terwujud dalam UUPA tahun 1960. Dengan demikian sampai saat ini sudah
berlangsung hampir empat puluh tahun lebih. Selama kurun waktu tersebut harus di
akui telah banyak terjadi perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Oleh karena itu
kondisi-kondisi pada tahun dimana perlunya pengaturan masalah landreform pada
masa itu tentunya sudah mengalami perubahan pada masa sekarang.
Program Landreform sangat ditentukan oleh kondisi dari suatu Negara, sebab
landreform merupakan sasaran atau target yang harus diwujudkan oleh pemerintah
suatu Negara. Oleh karena itu, suatu Negara yang telah beralih dari Negara graris
menuju Negara industri, berarti pemerintahnya mampu mewujudkan tujuan
Landreform tersebut. Di Indonesia program Landreform meliputi5 :
1. Pembatasan luas maksimum penguasaan tanah.
5 Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang – undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 1991, hlm.288
9
Pasal 17 merupakan pelaksanaan dari ketentuan asas dalam Pasal 17
menyatakan dalam ayat 1 dan 2, bahwa dalam waktu yang singkat perlu diatur
luas maksimum tanah yang boleh dipunyai dengan sesuatu hak oleh satu
keluarga atau badan hukum. Selanjutnya ditetapkan dalam ayat 3, bahwa
tanah-tanah yang merupakan kelebihan dari batas maksimum tersebut akan
diambil oleh pemerintah dengan ganti kerugian, untuk selanjutnya dibagikan
kepada rakyat yang membutuhkan.6
Dengan demikian pemilikan tahan yang merupakan faktor utama dalam
produksi pertanian diharapkan akan lebih merata, dan pembagian hasilnya
akan lebih merata pula. Tindakan ini diharapkan akan mendorong ke arah
kenaikan produksi pertanian karena akan menambah kegairahan bekerja bagi
para petani penggarap tanah yang bersangkutan, yang telah menjadi
pemiliknya.
Penetapan luas tanah pertanian kemudian diatur dalam UU No. 56
perempuan Tahun 1960. ada tiga soal yang diaturnya, yaitu:
penetapan luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah pertanian
penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian dan larangan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan
pemilikan tanah-tanah itu menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil,
serta
soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang di
gadaikan
2. Larangan pemilikan tanah secara apa yang disebut ‘absentee’ atau ‘guntai’.
Yang dimaksud pemilikan tanah pertanian secara Absentee yaitu
pemilikan tanah yang letaknya di luar daerah tempat tinggal yang empunya.
Pembahasan Pasal 10 UUPA adalah menghapuskan penguasaan tanah
pertanian secara absentee.
Pada pokoknya dilarang pemilik tanah pertanian oleh orang yang bertempat
tinggal di luar kecamatan tempat letak tanahnya. Larangan tidak berlaku
terhadap pemilik yang bertempat tinggal di Kecamatan yang berbatasan
dengan Kecamatan letak tanah yang bersangkutan, asal jarak tempat tinggal
pemilik itu tanahnya menurut pertumbuhan pada waktu itu.7
6 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2003. hal 3727 Ibid, hal 388
10
Tujuan melarang pemilikan tanah pertanian secara absentee adalah agar
hasil yang diperoleh dari pengusahaan tanah itu sebagian besar dapat
dinikmati oleh masyarakat pedesaan tempat letak tanah yang bersangkutan,
karena pemilik tanah akan bertempat tinggal di daerah penghasil.8
3. Redistribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas maksimum, tanah-tanah
yang terkena larangan ‘absentee’, tanah-tanah bekas Swapraja dan tanah-tanah
Negara.
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 224 tahun 1961 dan Peraturan
Pemerintah No. 41 tahun 1964 memuat ketentuan-ketentuan tentang tanah-
tanah yang akan dibagikan, istilahnya yang lazim “ di- redistribusikan”.
Redistribusi tanah itu tidak terbatas pada tanah-tanah yang selebihnya dari
batas maksimum yang diambil oleh pemerintah, tetapi juga tanah-tanah yang
diambil oleh pemerintah karena pemiliknya “absentee” tanah-tanah swaparja
dan bekas swaparja. Demikian juga tanah-tanah yang lain yang dikuasai
langsung oleh Negara.9
Dalam Pasal 8 dan 9 ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
mereka yang akan menerima redistribusi tanah, yaitu: petani penggarap atau
buruh tani tetap yang berkewarganegaraan Indonesia, bertempat tinggal di
Kecamatan tempat letak tanah yang bersangkutan dan kuat kerja dalam
pertanian.
4. Pengaturan soal pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang
digadaikan.
5. Pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian.
6. Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian, disertai larangan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan
tanah-tanah pertanian menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
8 Ibid, hal 3889 Ibid, hal 381-382
11
Landreform adalah merubah sistem pemilikan dan penguasaan tanah, artinya
sistem pemilikan dan penguasaan tanah yang lampau diubah dengan sistem tata
pertanahan baru yang disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat
yang sedang giat melaksanakan pembangunan ekonominya.
Tujuan landreform mempertinggi penghasilan dan taraf hidup para petani
terutama petani kecil dan petani penggarap, sebagai landasan atau persyaratan untuk
menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila, yang sesuai dengan program landreform yang meliputi :
pembatasan luas maksimum penguasaan tanah, larangan pemilikan secara absentee,
redistribusi tanah-tanah, pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian, dan
penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian disertai larangan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-
tanah pertanian menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil.
B. SARAN
Masalah pengaturan,penguasaan dan pemilikan tanah khususnya tanah pertanian
kiranya masih relevan dan harus dilaksanakan secara serius,salah satu upaya yang
dimaksud adalah seharusnya pemerintah dapat melaksanakan program landreform
secara sungguh sungguh dalam hal ini tidak hanya dilakukan dalam wujud peraturan
peraturan,tetapi yang snagat diperlukan adalah bagaimana implementasi dari
peraturan peraturan tersebut,dengan demikian akses petani dalam memiliki tanah
sebagai prasyarat dalam meningkatkan kesejahteraannya benar benar dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
1. Surpriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, 2007
2. Effendi Perangin, 401 Pertanyaan dan Jawaban tentang Hukum Agraria, Jakarta :
PT. Raja Garfindo Persada, 1994.
12
3. Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, Jakarta : Rajawali pres, 1991
4. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta : Djambatan, 2003
5. Boedi Harsono, Himpunan Peraturan – peraturan Hukum Tanah, Jakarta:
Djambatan, 2008
6. Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang –
undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah, Djambatan,
Jakarta, 1991
7. http://keliksuryanto.blogspot.com/2012/06/bab-i-pendahuluan.html
13