Upload
maisarah-prita-tarinda
View
288
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK PADA ANAK
OLEH : MAISARAH PRITA TARINDA
PENDAHULUAN
Penyakit lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik evolutif
yang mengenai satu atau beberapa organ tubuh, ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh
darah darah dan jarigan ikat, bersifat episodik yang diselingi oleh periode remisi. Manifestasi
klinis LES sangat bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit diduga, tidak dapat diobati
dan sering berakhir dengan kematian. Kelainan tersebut merupakan sindrom klinis disertai
kelainan imunologik, diantaranya yang terpenting ditandai oleh adanya antibodi antinuklear
dan belum diketahui penyebabnya. 1
Penyakit sistemik ini secara khas mengenai banyak sistem organ dan disertai dengan
berbagai fenomena imun. LES pada anak umumnya lebih akut dan lebih berat daripada LES
pada dewasa.2
DEFINISI
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai
adanya inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.
Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun, sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan. Lupus Eritematosus Sistemik merupakan penyakit
autoimun dengan pembentukan antibodi antinukleus (ANA), terutama terhadap double-
stranded DNA (anti dsDNA).3
Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik evolutif yang
mengenai satu atau beberapa organ tubuh, seperti ginjal, kulit, sel darah dan sistem saraf,
ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik
diselingi oleh periode remisi, dan karakteristik adanya autoantibodi, khususnya antibodi
antinuklear dan aktivasi komplemen. Pada LES terjadi proses inflamasi, vaskulitis, deposisi
kompleks imun, serta vaskulopati yang luas, dengan manifestasi klinis yang bersifat episodik
dan multisistem. 4,5
1
ETIOLOGI
Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Diduga melibatkan interaksi yang
kompleks dan multifaktorial antara variasi genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik
diduga berperan penting dalam predisposisi penyakit ini. Pada LES yang terjadi secara
sporadik tanpa identifikasi faktor genetik berbagai faktor lingkungan diduga terlibat atau
belum diketahui faktor yang bertanggung jawab. 3
Interaksi antara seks, status hormonal dan aksis hipotalamus-hipofise adrenal (HPA)
mempengaruhi kepekaan dan ekspersi klinis LES. Adanya gangguan dalam mekanisme
pengaturan imun seperti gangguan pembersihan sel-sel apoptosis dan kompleks imun
merupakan konstributor yang penting dalam perkembangan penyakit ini. Hilangnya toleransi
imun, meningkatnya beban antigenik (antigenik load), bantuan sel T yang berlebihan,
gangguan supresi sel B dan peralihan respon imun dari T helper 1 (Th1) ke Th2
menyebabkan hiperaktivitas sel B dan memproduksi autoantibodi patogenik. Respon imun
yang terpapar faktor eksternal / lingkungan seperti radiasi ultraviolet (UV) atau infeksi virus
dalam periode yang cukup lama bisa juga menyebabkan disregulasi sistem imun. 3
EPIDEMIOLOGI
Insidens LES pada anak secara umum mengalami peningkatan, sekitar 15-17%.
Penyakit ini jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun, perempuan lebih sering terkena
dibandingkan laki-laki dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Onset LES paling sering didapatkan pada anak perempuan usia antara 9 sampai 15 tahun.
Rasio perempuan dan laki-laki adalah 2:1 sebelum pubertas dan setelah pubertas menjadi 9:1.
Perbandingan jumlah pasien perempuan dan laki-laki antara 5-10:1 tampaknya hormon
estrogen yang berlebih dan aktivitas androgen yang inadekuat mengganggu respons imun.
Penyakit LES lebih sering terjadi pada keluarga dengan riwayat LES atau penyakit autoimun
lainnya.4,5
Semua Ras dapat terkena, dengan pravelensi yang tampak lebih tinggi pada beberapa
kelompok ras berkulit gelap termasuk kulit hitam, amerika latin, asia dan beberapa suku asli
amerika. Perjalanan penyakitnya dapat berlangsung kronik, menghilang dalam beberapa
waktu untuk kemudian muncul kembali atau berulang. Beberapa kasus dengan klinis ringan
atau awal, tidak terdeteksi hingga pada akhirnya datang berobat dalam keadaan lanjut.2,6
2
PATOFISIOLOGI
Penyakit LES timbul sebagai ekspresi klinis suatu mekanisme sekuensial yang
awalnya merupakan berbagai faktor etiologi yang belum diketahui dengan jelas. Secara
ringkas dapat dikatakan bahwa penyakit ini berawal dari ketidakmampuan dari sistem imun
tubuh untuk mengenal struktur antigen diri sehingga terjadi mekanisme autoimun.
Autoantibodi yang terbentuk akan berikatan dengan autoantigen membentuk kompleks imun
yang mengendap berupa depot dalam jaringan. Akibatnya akan terjadi aktivasi komplemen
sehingga terjadi reaksi inflamasi yang menimbulkan lesi di tempat tersebut.1
MANIFESTASI KLINIS
LES dapat mulai secara tersembunyi atau secara akut. Kadang-kadang gejalanya
timbul bertahun-tahun mendahului diagnosis LES. Gejala awal yang paling sering pada anak
adalah demam, malaise, atritis atau atralgia dan ruam. Kadang-kadang pada kebanyakan anak
yang terkena terjadi demam mungkin sebentar-sebentar atau terus menerus. Malaise,
anoreksia, kehilangan berat badan dan kelemahan sering dijumpai.2
Pada kebanyakan anak yang terkena, timbul manifestasi klinis “ruam kupu-kupu”
terdiri atas tambalan eritematosa yang bersisik atau kebiru-biruan, melibatkan daerah pipi dan
biasanya meluas diatas jembatan hidung. Ruam dapat fotosentesis dan dapat meluas ke muka,
kulit kepala, leher, dada, dan tungkai. Ruam ini akan menjadi bullosa dan mengalami infeksi
sekunder. Erupsi kulit lainnya adalah makula eritematosa atau lesi pungtata pada telapak
tangan, telapak kaki, ujung jari, ekstremitas atau batang tubuh, ruam vaskulitis, livedo
retikularis (tambalan anyaman hitam) dan perubahan bantalan kuku. 2
Gambar 1. Ruam kupu-kupu “butterfly rash” lupus eritematosus sistemik. 2
3
Lesi-lesi ulseratif yang makular dan sering kali tidak nyeri dapat terjadi pada palatum
dan membran mukosa mulut dan hidung. Purpura kadang-kadang disertai trombositopenia
dapat tampak pada daerah yang menggantung atau terkena trauma. Kadang disertai eritema
nodosum dan eritema multiforme. Alopesia yang diakibatkan peradangan disekitar folikel
rambut dapat berupa tambalan atau menyeluruh dan rambut dapat menjadi kasar, kering dan
rapuh.2
Atralgia dan kekakuan sendi biasa dijumpai dan sering terjadi tanpa perubahan
objektif. Kadang-kadang sendi yang terkena panas dan bengkak, rasa nyerinya mungkin lebih
berat daripada yang diharapkan untuk tanda klinis tersebut, tetapi perubahan karena atritis
jarang dijumpai. Nekrosis aseptik dapat mengenai tulang pada sejumlah tempat, terutama
pada kaput femoris. Tenosinovitis dan miosititis dapat juga terjadi, seperti halnya fenomena
Raynaud.2
Poliserositis (pleuritis, perikarditis, dan peritonitis) adalah khas dan menimbulkan
nyeri dada, perkordial atau perut. Hepatospenomegali dan limfadenopati generalisata sering
dijumpai. Keterlibatan jantung dapat dimanifestasikan dengan berbagai bising, bising gesek,
kardiomegali, perubahan elektrokardiografi, atau gagal jantung kongestif, dengan
miokarditis, perikarditis, atau endokarditis verukosa. Infark miokardium dapat menyebabkan
kematian pada penderita muda termasuk anak-anak. Keterlibatan sistem saraf dapat
menyebabkan perubahan pada kepribadian, kejang-kejang, kecelakaan serebrovaskuler,
khorea dan neuritis perifer.2
Manisfestasi gastrointestinal meliputi nyeri perut, muntah, diare, melena dan bahkan
infark usus akibat vaskulitis. Perubahan okuler dapat berupa episkleritis, iritis, atau
perubahan vaskuler retina dengan perdarahan atau eksudat (benda-benda sitoid). Keterlibatan
ginjal secara klinis sering dijumpai pada anak-anak.2
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium rutin menunjukkan anemia dan leukopenia. Hitung
trombosit dapat normal tetapi dengan peningkatan destruksi trombosit. Hemolisis sering
terjadi sehingga perlu dilakukan uji coombs. Penyakit lupus dapat mengakibatkan kerusakan
berbagai organ tubuh. Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat mendeteksi penyakit
4
tersebut, disamping mendeteksi berbagai proses yang berhubungan dengan penyakit
autoimun.1
Antibodi antinuklear (ANA)
Antibodi antinuklear diketahui dengan pemeriksaan imunofluoresensi indirek pada
seluruh inti sel dan merupakan pemeriksaan pendahuluan yang bermanfaat. Hasil
positif paling tidak terdapat pada 90% penderita. 1
Antibodi anti DNA
Anti DNA sangat spesifik untuk lupus dan jarang pada penyakit lain. Dua
pemeriksaan yang dilakukan yaitu uji farr dan uji imunofluoresensi indirek. Titer anti
dsDNA yang tinggi praktis menyingkirkan semua diagnosis selain LES. Serta
mempunyai implikasi karena kenaikan titernya berhubungan dengan aktivitas
penyakit lupus.1
Antibodi antifosfolipid
Antifosfolipid bertanggung jawab terhadap berbagai gangguan klinis dan
laboratorium LES misalnya trombosis arteri dan vena berulang, koma,
trombositopenia, livedo retikular dan hipertensi labil. Antifosfolipid tidak hanya pada
LES tetapi di temukan juga pada berbagai neoplasma, infeksi, inflamasi, dan
penyakit autoimun. 1
Faktor reumatoid
Hasil positif pada 10-30% pasien LES anak. 1
Krioglobulin
Krioglobulin merupakan petanda adanya kompleks imun dalam serum dan sering
disertai antiDNA serta penurunan kadar komplemen. Adanya krioglobulin sering
menyertai gangguan viseral dengan vaskulitis.1
5
Tabel 1. Anjuran Pemeriksaan Laboratorium untuk LES. 1
1. Analisis darah tepi lengkap (dasar besar dan LED)
2. Sel LE
3. Antibodi Antinuklear (ANA)
4. Anti dsDNA (Anti DNA natif)
5. Autoantibodi lain (anti Sm, Rf, Antifosfolipid, Antihiston,
dan lainnya)
6. Titer Komplemen C3, C4, CH50
7. Titer IgM, IgG, IgA
8. Krioglobulin
9. Masa pembekuan
10. Serologis sifilis (VDRL)
11. Uji coombs
12. Elektroforesis protein
13. Kreatinin dan ureum darah
14. Protein urin (total protein dalam 24 jam)
15. Biakan kuman terutama dalam urin
16. Foto Rontgen dada
DIAGNOSIS
Diagnosis LES ditegakkan secara klinis dan dikuatkan dengan berbagai pemeriksaan
laboratorium. Secara klinis terdapat 3 unsur penting LES yaitu:1
1. LES adalah penyakit episodik biasanya pada anak yang lebih besar dengan gejala
intermitten artritis, pleuritis, dermatitis atau nefritis
2. LES adalah penyakit multisistemik, anak biasanya memperlihatkan kelainan lebih dari
satu organ akibat vaskulitis
3. Pada LES umumnya terdapat ANA,pendeteksian ANA merupakan salah satu pilar
utama diagnosis LES
6
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik menurut American College of
Reumatology (ACR) revisi tahun 1997. 7
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit atau kondisi dibawah ini seringkali mengacaukan diagnosis akibat
gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes laboratorium yang serupa yaitu sindrom
sjogren, sindrom antibodi antifosfolipid (APS), Fibromialgia, Purpura trombositopenik
idiopatik, Lupus imbas obat. 7
7
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pasien LES memerlukan informasi yang benar dan dukungan dari
sekitarnya dengan masksud agar dapat hidup mandiri. Perlu dijelaskan akan perjalanan
penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan akan masalah aktivitas fisik
mengurangi atau mencegah kekambuhan antara lain melindungi dari paparan sinar matahari
(uv) dengan memakai tabir surya, payung, topi melakukan latihan secara teratur. Pasien harus
memperhatikan bila mengalami infeksi. Perlu pengaturan diet agar tak kelebihan berat badan,
osteoporosis atau terjadi dislipidemia. Diperlukan informasi akan pengawasan berbagai
fungsi organ baik berikatan dengan aktivitas penyakit ataupun pemakaian obat-obatan. 7
Tabel 3. Butir Edukasi pasien LES. 7
1. Penjelasan tentang apa itu lupus dan penyebabnya
2. Tipe dari penyakit LES dan perangai dari masing-masing tipe tersebut
3. Masalah yang terkait dengan fisik : kegunaan latihan terutama yang
terkait dengan pemakaian steroid seperti osteoporosis, istirahat,
pemakaian alat bantu maupun diet, mengatasi infeksi secepatnya
maupun pemakaian kontrasepsi.
4. Pengenalan masalah aspek psikologis : bagaimana pemahaman diri
pasien LES, mengatasi rasa lelah, stres emosional, trauma psikis,
masalah terkait dengan keluarga atau tempat kerja dan pekerjaan itu
sendiri, mengatasi rasa nyeri.
5. Pemakaian obat mencakup jenis, dosis, lama pemberian dan
sebagainya. Perlu tidaknya suplementasi mineral dan vitamin. Obat-
obatan yang dipakai jangka panjang contohnya obat antituberkulosis
dan beberapa jenis lainnya termasuk antibiotikum.
6. Dimana pasien dapat memperoleh informasi tentang LES adakah
kelompok pendukung, yayasan yang bergerak dalam pemasyarakatan
LES dan sebagainya.
8
Terapi harus didasarkan pada luas dan parahnya. Penderita harus dievaluasi secara
menyeluruh terutama untuk keterlibatan sistem organ utama seperti ginjal. Obat-obat yang
digunakan untuk mengobati penyakit berfungsi menekan peradangan dan reaktivitas imun.2
Pada penderita yang menderita penyakit ringan tanpa nefritis harus menggunakan
agen antiradang nonsteroid untuk memberikan peredaan gejala atritis dan ketidakenakan
lainya. Agen antimalaria hidrosikloroquin digunakan untuk manifestasi kulit dan diskoid
lupus sistemik tetapi hati-hati karena potensi toksisitasnya pada retina. Penggunaan preparat
kortikosteroid topikal dapat menekan ruam muka. 2
Penggunaan Steroid sistemik dalam dosis cukup untuk menekan gejela diperlukan
pada kebanyakan penderita. Penderita dengan keterlibatan sistemik yang berarti, tanpa
nefritis klinis dan dengan kadar komplemen serum serta antibodi DNA yang normal terapi
dapat juga berupa simptomatik dengan pemantauan hati-hati. Kortikosteroid cukup untuk
menekan gejala-gejala harus diberikan dosis inisisal (prednison 1-2mg/kg/24jam mungkin
diperlukan. Kemudian dikurangi dengan dosis supresif terendah. Agen antimalaria dapat
berguna sebagai terapi atritis menghemat steroid.2
Pada penderita LES dam nefritis atau dengan keterlibatan sistemik mayor terapi harus
disesuaikan untuk mempertahankan klinis penderita dan untuk menekan penyakit sistemik
dan ginjal seperti yang digambarkan dengan kembalinya komplemen serum sampai normal
dan penurunan antibodi terhadap DNA dalam sirkulasi. Dosis kortikosteroid besar untuk
masa yang lama mungkin diperlukan, diperlukan dosis inisial prednison biasanya
1-2mg/kg/24 jam.2
Agen seperti siklofosfamid, azathioprine dapat merupakan agen tambahan yang
efektif dalam menekan LES berat. Namun hati-hati dalam penggunaan, pengaruh obatan
terhadap anak hanya sedikit diketahui. Efek sampingnya yaitu kenaikan kerentanan terhadap
infeksi virus dan infeksi lainnya yang berat, supresi gonade, kemungkinan mengimbas
keganasan.2
Penderita dengan antibodi antifosfolipid (antikoagulan lupus) dapat memperlihatkan
trombosis vena, arteri, kehilangan janin berulang, migrain, stroke, serangan iskemia
sementara, hipertensi pulmonal, emboli paru, livedo retrikularis, ulkus kaki dan
trombositopenia. Terapi steroid atau sitotoksik dapat menurunkan kadar antikoagulan lupus
dan pemberian agen antitrombosit atau antikoagulan terindikasi. 2
9
Pemantauan yang sangat teliti adalah hal yang amat penting dalam pengobatan,
meliputi pemantauan klinis, ginjal, dan serologis penderita. Setiap tanda penjelekan penyakit
ini harus segera dikenali dan ditangani tepat. Karena tidak ada penyembuhan, penyakit ini
berpotensi seumur hidup, dan penderita harus dipantau selama bertahun-tahun.2
PROGNOSIS
LES sebelumnya dipandang berkemungkinan atau secara serangan merupakan
penyakit masa kanak-kanak yang mematikan. Sekarang, anak-anak yang menderita penyakit
lebih ringan dapat dikenali dan tampak bahwa tidak semua keterlibatan organ utama yang
berat.Walaupun terjadi ekserbasi dan penyembuhan spontan, penyembuhan spontan yang
lama jarang dijumpai pada anak. Terapi dengan antibiotik, kortikosteroid dan obat sitotoksik
telah memperpanjang ketahanan hidup dan mencerahkan prognosis jangka pendek pada
penderita LES. Angka ketahanan hidup 5 tahun untuk anak-anak melebihi 90%, sejumlah
besar penderita masih terus menderita penyakit dan mendapat skuele yang merugikan di masa
datang. 2
Penyebab utama kematian pada penderita LES yaitu nefritis, komplikasi sistem saraf
sentaral, infeksi, lupus paru, infark miokardium. Prognosis akhir untuk lupus berat yang
mulai pada masa kanak-kanak tetap harus dipastikan.2
10
KESIMPULAN
Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit sistemik evolutif yang
ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat dan mengenai satu atau
beberapa organ tubuh, seperti ginjal, kulit, sel darah dan sistem saraf, serta bersifat episodik
dengan diselingi oleh periode remisi. Manifestasi klinis LES sangat bervariasi dengan
perjalanan penyakit yang sulit diduga, tidak dapat diobati dan sering berakhir dengan
kematian. Kelainan ini merupakan sindrom klinis disertai kelainan imunologis, diantaranya
yang terpenting adalah adanya antibodi antinuklear, dan belum diketahui penyebabnya.
Etiologi LES masih belum jelas, namun telah terbukti bahwa LES merupakan
interaksi antara faktor genetik (disregulasi imun, hormon) dan lingkungan (sinar UVB, obat),
yang berakibat pada terbentuk limfosit T dan B autoreaktif yang persisten. Diagnosis LES
pada anak ditegakkan dengan terpenuhinya paling sedikit 4 dari 11 kriteria klasifikasi yang
dibuat oleh American College of Rheumatologydengan sensitivitas 96% dan spesifisitas
100%.
Tata laksana LES tergantung sistem organ yang terlibat dan beratnya penyakit serta
toksisitas diusahakan seminimal mungkin. Golongan kortikosteroid dapat mengontrol gejala
dan produksi autoantibodi pada LES. Pemantauan yang sangat teliti adalah hal yang amat
penting dalam pengobatan, meliputi pemantauan klinis, ginjal, dan serologis penderita. Setiap
tanda penjelekan penyakit ini harus segera dikenali dan ditangani tepat. Karena tidak ada
penyembuhan, penyakit ini berpotensi seumur hidup, dan penderita harus dipantau selama
bertahun-tahun.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Akib AAP. Lupus Eritematosus Sistemik. Dalam : Akib AAP, Matondang SC,
penyunting. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 1996. h. 246-269.
2. Schlaller JG. Lupus Eritematosus Sistemik. Dalam : Behrem, Kliegman, Arvin,
penyunting. Wahab AS, penyunting bahasa indonesia. Ilmu Kesehatan Anak
(Nelson). Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC; 1999. h. 831-834.
3. Isbagio H, Kasjmir IY, Setyohadi B, Suarjana Y. Lupus Eritematosus Sistemik.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jilid 3.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. h-2565-2579.
4. Evalina R. Gambaran Klinis dan kelainan Imunologis Pada Anak Dengan Lupus
Eritematosus Sistemik Di RSU Adam Malik Medan. Saripediatri 2012; 13(6): 406-
411.
5. Munasir Z, Suyoko EMD, Kurniati N, Sudewi NP. Karakteristik klinis Lupus
Eritematosus Sistemik Pada Anak. Saripediatri 2009; 11(2): 108-112.
6. Wistiani. Manifestasi Beberapa Penyakit Dengan Konfirmasi Diagnositik Lupus
Eritematosus Sistemik. Saripediatri 2011; 13(2): 85-88.
7. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus
Sistemik. 2011. h.6-11
12