21
Kelainan Imun Lupus Eritematosus Sistemik Anemia Hemolitik Monica Sandra 102011329 moonyoung20 @ gmail .co.id Fakultas Kedokteran UKRIDA Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510 ================================================================= Pendahuluan Lupus erimatosus sistemik (SLE), merupakan prototipe penyakit autoimun yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap komponen- komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. SLE terutama menyerang wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15- 40 tahun selama masa reproduksi dengan ratio wanita dan laki-laki 5:1. Etiologinya tidak jelas, diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor kelas II, yaitu HLA- DR2 dan HLA-DR3. Semula SLE digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun 1800-an, dan diberi nama lupus karena sifat ruamnya yang berbentuk “kupu-kupu”, melintasi tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi yang menyerupai gigitan serigala (lupus adalah kata dalam bahasa Latin yang berarti serigala). Lupus diskoid adalah nama yang sekarang diberikan pada penyakit ini apabila kelainannya hanya terbatas pada gangguan kulit. SLE dapat bervariasi dari suatu gangguan ringan sampai suatu gangguan yang bersifat fulminan dan mematikan. Namun demikian, keadaan yang paling sering ditemukan adalah keadaan eksaserbasi atau hampir remisi yang berlangsung untuk waktu yang lama. Identifikasi dan penatalaksanaan dini SLE biasanya dapat memberikan prognosis yang lebih baik.

Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SLE ~

Citation preview

Page 1: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

Kelainan Imun Lupus Eritematosus Sistemik Anemia Hemolitik

Monica Sandra

102011329

moonyoung20 @ gmail .co.id

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510

=================================================================

Pendahuluan

Lupus erimatosus sistemik (SLE), merupakan prototipe penyakit autoimun yang ditandai oleh

produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang

luas. SLE terutama menyerang wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa

reproduksi dengan ratio wanita dan laki-laki 5:1. Etiologinya tidak jelas, diduga berhubungan dengan gen

respons imun spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3.

Semula SLE digambarkan sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun 1800-an, dan diberi nama lupus

karena sifat ruamnya yang berbentuk “kupu-kupu”, melintasi tonjolan hidung dan meluas pada kedua pipi

yang menyerupai gigitan serigala (lupus adalah kata dalam bahasa Latin yang berarti serigala). Lupus

diskoid adalah nama yang sekarang diberikan pada penyakit ini apabila kelainannya hanya terbatas pada

gangguan kulit.

SLE dapat bervariasi dari suatu gangguan ringan sampai suatu gangguan yang bersifat fulminan

dan mematikan. Namun demikian, keadaan yang paling sering ditemukan adalah keadaan eksaserbasi atau

hampir remisi yang berlangsung untuk waktu yang lama. Identifikasi dan penatalaksanaan dini SLE

biasanya dapat memberikan prognosis yang lebih baik.

Pembahasan

Skenario

Seorang wanita 30 tahun datang dengan keluhan sering lemas 2 minggu terakhir. Pasien mengatakan sudah

cukup beristirahat namun tetap saja lemas. Pasien juga tidak tahan berada di bawah terik matahari dan

setiap kali di bawah terik timbul kemerahan pada kedua pipi. 1 bulan terakhir pasien juga mengalami

kerontokan rambut dan badan sering hilang timbul terasa hangat. Pasien juga mengeluhkan terdapatnya

nyeri pada jari-jari tangan sejak 2 minggu terakhir. PF: ku: tampak sakit sedang, TD 100/90mmHg, N

88x/mnt, RR 16x/mnt, T 37,1C, konjungtiva anemis, status lokalis: mnus dextra: tidak hiperemi, suhu raba

normal, nyeri tekan dan gerak pada PIP II-IV, DIP II-IV, manus sinistra: tidak hiperemi, suhu raba normal,

Page 2: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

nyeri tekan dan gerak pada PIP II-IV, DIP II-IV. Lab: Hb 9 g/dL, L: 7000/uL, T 140000/ uL, Ht 27%,

ANA (+) speckled.

Anamnesis

Anamnesis merupakan faktor terpenting yang menentukan keberhasilan suatu diagnosa. Pada pasien

didapat keluhan sering lemas dan nyeri pada jari-jari tangan sejak dua minggu terakhir. Setiap dibawah

terik matahari timbul kemerahan pada pipi. Pasien juga mengalami kerontokan rambut dan badan

seringhilang timbul terasa hangat sejak satu bulan terakhir.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum yang dilakukan adalah:

1. Pemeriksaan keadaan umum pasien (kesadaran, kondisi fisik pasien)

2. Tanda-tanda vital (tekanan darah, suhu, denyut nadi, frekuensi nafas)

Berdasarkan pemeriksaan fisik umum didapatkan:

Keadaan umum: tampak nyeri sakit ringan, kesadaran kompos mentis.

Tanda-tanda vital:

- Tekanan darah : 100/90 mmHg

- Denyut nadi : 88x/menit

- Frekuensi nafas : 16x/menit

- Suhu : 37,1C

Konjungtiva anemis.

Pemeriksaan fisik khusus

Pemeriksaan fisik pada pasien muskuloskeletal biasanya yang dilihat adalah kelainan berikut:

deformitas, nyeri tekan, pembengkakan, panas, dan disfunctio laesa. Untuk mengetahui kelainan tersebut

pemeriksaan yang dilakukan adalah:1

1. Inspeksi (look)

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dengan melihat secara umum dan khusus. Melihat secara

keseluruhan dan postur jalan pasien. Kemudian melihat lebih teliti pada bagian lokal yang dikeluhkan oleh

pasien. Dilihat apakah ada deformitas dan pembengkakan atau kulit memerah.

2. Palpasi (feel)

Pada pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memegang dan menekan bagian-bagian tertentu.

Dirasakan apakah ada nyeri tekan, pembengkakan, panas, dan deformitas.

3. Gerak (move)

Page 3: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

Pada pemeriksaan gerak, kita melihat gerakan-gerakan pada pasien baik gerak yang secara aktif

maupun pasif. Kita melihat apakah adanya kelainan gerak dan mengganggu pada saat pasien melakukan

gerakan tersebut.

Pemeriksaan fisik khusus dilakukan untuk melihat/menilai bagian tubuh pasien yang sakit (contoh:

apakah ada bengkak, nyeri tekan, dll).

Berdasarkan pemeriksaan khusus didapatkan:

Manus dextra: phalanx proksimal digiti II – IV dan phalanx distal digiti II -IV, nyeri gerak

(+), nyeri tekan (+), oedem (-), kalor (-).

Manus sinistra: phalanx proksimal digiti II – IV dan phalanx distal digiti II -IV, nyeri gerak

(+), nyeri tekan (+), oedem (-), kalor (-).

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan darah lengkap

Eritosit: Pada 50% penderita SLE, ditemuan adanya anemia. Anemia merupakan kadar

hemoglobin yang berkurang.2

Leukosit

- Leukopenia : leukosit < 4500/mm3. Keadaan ini ditemukan pada 50% penderita.2

- Neutropenia : jumlah netrofil batang dan segmen < 2000/mm3. Neutropenia bisa disebabkan

karena obat-obatan dan proses imun.3

- Limfopenia : penurunan jumlah limfosit dibawah 1500/mm3. Ditemukan pada 20-75%

penderita.3

Trombosit

- Trombositopenia <100.000/mm3 karena terjadi destruksi dari trombosit.2

2. Tes ANA

Tes ini juga yang dikenal sebagai tes ANA, berdasarkan adanya ragam antibody terhadap

komponen INTI yang didapat pada banyak jenis penyakit autoimun. Tes ini sering dipergunakan

sebagai penyaring terhadap penyakit autoimun. Tes didasarkan pada inkubasi antihuman globulin yang

diselubungi dengan zat fluoresen dengan sediaan jaringan dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop

fluoresen.4

3. Antibody dsDNA

Merupakan uji spesifik untuk SLE. Gangguan reumatologi juga menyebabkan tes ANA positif

namun tes anti-DNA jarang ditemukan kecuali pada penderita SLE. 5

4. LED

LED pada penyakit SLE biasanya meningkat. Ini merupakan uji non-spesifik hanya untuk

mengukur peradangan.2

5. Uji Faktor LE

Page 4: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

Sel LE dibentuk dengan merusak beberapa leukosit pasien sehingga sel-sel tersebut merusak

beberapa leukosit pasien sehingga sel-sel tersebut mengeluarkan nuklearproteinnya. Protein ini

bereaksi dengan IgG dan kompleks ini difagositosis oleh leukosit normal yang masih ada. Sel LE

mudah dikenali, namun sel LE dapat ditemukan pada penyakit golongan reumatik yang diperantai oleh

imunitas. 5

Bekuan darah pasien digerus melalui saringan agar membebaskan nucleoprotein DNA dan

kemudian diinkubasi. Bila ada antibody terhadap DNA, terjadi fagositosis inti neutrofil oleh sel

neutrofil lain (hanya tampak in vitro).4

6. Tes CRP (chain reactive protein)

Pemeriksaan kadar C-reactive protein (CRP) sangat membantu untuk membedakan lupus aktif

dengan infeksi. Pada lupus aktif, kadar CRP normal atau peningkatan tidak bermakna, sedangkan pada

infeksi terdapat peningkatan CRP yang sangat tinggi.6

7. Rontgen

Ditemukan pleuritis dan perikarditis.2

8. Urin

Terdapat hematuria dan proteinuria.2

9. Faktor rematoid

Merupakan immunoglobulin dari kelas IgM dalam sirkulasi yang merupakan antibody terhadap IgG pasien

sendiri. Factor rematoid positif pada: 50-70% pasien rawat jalan yang menderita penyakit artritis rematoid;

15% pada pasien artritis rematoid juvenile; 4% pada populasi umum, meningkat sejalan bertambah usia.

Factor rematoid negatif pada spondylitis, ankilosa, sindrom Reiter, artropati psoriatic, dan artropati kolitis.7

Differential diagnosis

Reumatoid Atritis

Atritis reumatoid (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi

jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah

membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur

sendi di sekitarnya, termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon

mengalami inflamasi.

Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan

pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertrofi dan menebal

sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respons inflamasi.

Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat

menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut.

Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas.8

Page 5: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

Awitan RA ditandai oleh gejala umum inflamasi, berupa demam, keletihan, nyeri tubuh, dan

pembengkakan sendi. Nyeri tekan sendi dan kekakuan sendi terjadi, mula-mula karena inflamasi akut dan

kemudian akibat pembentukan jaringan parut. Sendi metakarpofalangeal dan pergelangan tangan biasanya

adalah sendi yang pertama kali terkena. Kekakuan terjadi lebih parah pada pagi hari dan mengenai sendi

secara bilateral. Dapat terjadi penurunan rentang gerak, deformitas sendi, dan kontraksi otot. Nodulus

reumatoid ekstrasinovial terbentuk pada sekitar 20% individu yang mengalami RA. Pembengkakan ini

terdiri atas sel darah putih dan debris sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan.

Nodulus biasanya terbentuk di jaringan subkutan di atas siku dan jari tangan.8

Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk

eritopoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin

berkurang.9

Gejala anemia defisiensi besi

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 besar gejala umum anemia, gejala khas

anemia defisiensi besi, gejala penyakit dasar.

Gejala umum anemia yaitu: badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga

mendenging. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7g/dL. Pada pemeriksaan

fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan dibawah kuku.9

Gejala khas anemia defisiensi besi yaitu: 9

Koilonychias: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan menjadi

cekung sehingga mirip seperti sendok.

Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai

bercak berwarna pucat keputihan.

Disfagia:nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem, dll.

Gejala penyakit dasar

Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan

kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.9

Working diagnosis

Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

SLE merupakan penyakit rematik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang

mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi

autoantibodi dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.

Page 6: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

Secara klinis, SLE merupakan suatu penyakit kambuhan, dan sulit diperkirakan dengan awal

manifestasi yang akut atau tersamar, penyakit ini terutama menyerang kulit, ginjal, membrane serosa, sendi

dan jantung.2

Anemia hemolitik autoimun

Anemia hemolitik imun (autoimmune hemolytic anemia= AIHA/AHA) merupakan suatu kelainan

dimana terdapat antibody terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek.9

Anemia ini bervariasi dari yang ringan sampai berat (mengancam jiwa). Pasien mengeluh fatig dan

keluhan ini dapat terlihat berrsama dengan angina atau gagal jantung kongestif. Pada pemeriksaan fisik,

biasanya dapat ditemukan icterus dan splenomegaly. Apabila pasien mempunyai penyakit dasar seperti

LES atau leukemia limfpsitik kronik, gambaran klinis penyakit tersebut dapat terlihat.10

Pemeriksaan laboratorium dapat menemukan kadar Hb yang bervariasi dari yang ringan sampai

yang berat (HT<10%). Retikulositosis dan sferositosis biasanya dapat terlihat pada pemeriksaan apusan

darah tepi.10

Terapi inisial dengan menggunakan prednisone 1-2 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi. Apabila

prednisone tidak efektif dalam menanggulangi kelainan ini, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam

periode taperingoff dari prednisone, maka dianjurkan untuk dilakukan splenektomi. Apabila keduanya

tidak menolong, maka dilakukan terapi dengan memnggunakan berbagai jenis obat imunosupresif.

Immunoglobulin dosis tinggi intravena (500mg/kgBB/ hari selama 1-4 hari) mungkin mempunyai

efektivitas tinggi dalam mengontrol hemolisis.10

Gejala Klinis

Lupus eritematosus memiliki gambaran klinis yang mula-mula terbatas di satu sistem organ,

dan sistem organ lain kemudian terkenea seiring dengan perkembangan; dan penyakit sejak semula melibat

banyak sistem organ.

Penyebab awal penyakit sistemik lupus eritematosus tidak diketahui, walaupun penyakit ini sering terjadi

pada orang-orang dengan kecenderungan mengidap penyakit autoimun. Lupus eritematosus sistemik dapat

dicetuskan oleh stress, sering berkaitan dengan kehamilan atau menyusui. Dilain sisi radiasi ultraviolet

yang berlebihan dapat mencetuskan penyakit ini.

Gejala-gejala klinis yang sering dialami penderita lupus eritematosus sistemik yaitu :

Poliartralgia/nyeri pada lebih dari satu sendi dan adanya peradangan sendi/artritis.

Demam akibat peradangan kronik.

Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) di pipi dan hidung. Kata lupus berarti serigala

dan mengacu pada penampakan topeng seperti serigala.

Page 7: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

Lesi dan kebiruan di ujung jari akibat buruknya aliran darah hipoksia kronik.

Sklerosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari dan tangan.

Luka di selaput lendir mulut atau faring (sariawan).

Lesi berskuama dikepala, leher, dan punggung.

Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal hipertensi.

Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang, dan pendarahan sering terjadi karena serangan

terhadap sel darah merah dan putih serta trombosit.

Penatalaksanaan

Jenis dan Dosis Obat Imunosupresan dan Sitotoksik yang Dapat Diapaki pada LES

Jenis Obat Dosis Jenis Toksisitas Evaluasi Awal Pemantauan

Klinis Laboratorik

Azatioprin 50-150 mg/hari,

dosis terbagi 1-3,

tergantung berat

badan

Mielosupresif,

hepatotoksik,

gangguan

limfoproliferatif

Darah tepi

lengkap,

kreatinin,

AST/ALT

Gejala

mielosupresif

Darah tepi lengkap

tiap 1-2 minggu dan

selanjutnya 1-3 bulan

interval. AST tiap

tahun dan pap smear

secara teratur.

Siklofosfami

d

Per oral : 50-150

mg/hari.

IV : 500 mg/M2

dalam dextrose

250 ml, infus

selama 1 jam

Mielosupresif,

gangguan

limfoproliferatif,

keganasan,

imunosupresif,

sistitis

hemoragik.

Darah tepi

lengkap,

hitung jenis

leukosit, urin

lengkap

Gejala

mielosupresif,

hematuria dan

infertilitas

Darah tepi lengkap

dan urin lengkap tiap

bulan, sitologi urin

dan pap smear tiap

tahun seumur hidup.

Metotreksat 7,5 – 20 mg/mgg,

dosis tunggal atau

terbagi 3. Dapat

diberikan pula

melaui injeksi.

Mielosupresif,

hepatik fibrosis,

sirosis, infiltrat

pulmonal dan

fibrosis.

Darah tepi

lengkap, foto

toraks,

serologi B dan

C pada pasien

resiko tinggi.

Gejala

mielosupresif,

sesak nafas, mual

dan muntah.

Darah tepi lengkap

terutama hitung

trombosit tiap 4-8

mggu, AST dan

albumin tiap 4-8

mggu.

Siklosporin 2,5 – 5 mg/kgBB,

atau sekitar 100-

400 mg/hari

dalam 2 dosis

Pembengkakan,

nyeri gusi,

peningkatan

tekanan darah,

Darah tepi

lengkap,

kreatinin, urin

lengkap, tes

Gejala

hipersensitifitas

terhadap caster oil,

tekanan darah,

Kreatinin, tes fungsi

hati, darah tepi

lengkap.

Page 8: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

tergantung berat

badan

peningkatan

pertumbuhan

rambut

fungsi hati fungsi hati dan

ginjal

Mofetil

mikofenolat

2000 mg/hari mg

dalam 2 dosis

Mual, diare,

leukopenia

Darah tepi

lengkap, fase

lengkap

Gejala

gastrointestinal

seperti mual,

muntah

Darah tepi lengkap

terutama leukosit dan

hitung jenisnya.

Terapi nonfarmakologi

Beberapa tindakan non farmakologis dapat digunakan untuk mengelola gejala dan

membantu menjaga pemulihan keadaan. Kelelahan adalah gejala umum pada pasien dengan lupus. Istirahat

dan olahraga secara rutin dan seimbang, sangat berguna untuk mencegah kelelahan. Merokok sebisa

mungkin dihindari karena hydrazines dalam asap rokok bisa menjadi pemicu dari lingkungan untuk

terjadinya lupus. Merokok juga telah dikaitkan dengan peningkatan aktivitas penyakit lupus. Mengenai

makanan tidak ada hal khusus yang diketahui dengan jelas dapat mempengaruhi program klinis lupus.

Namun, minyak ikan bisa mencegah keguguran derivatif pada wanita hamil dengan antibodi antifosfolipid,

namun kecambah alfalfa harus dihindari karena mengandung asam amino L-canavanine, yang telah

dikaitkan dengan perkembangan gejala lupus seperti dalam laporan berbagai kasus. Umumnya pasien

dengan SLE harus membatasi paparan sinar matahari dan menggunakan tabir surya untuk memblokir

kemungkinan memperburuk efek sinar ultraviolet terhadap keadaan lupus pasien, dimana jumlah batasan

paparan sinar matahari harus diatur secara individual tergantung kondisi pasien.11

Epidemiologi

Lupus Eritematosus sistemik merupakan penyakit yang jarang terjadi.Di seluruh dunia

diperkirakan terdapat 5 juta orang mengidap lupuseritematosus. Penyakit lupus ditemukan baik pada

wanita maupun pria, tetapiwanita lebih banyak dibanding pria yaitu 9:1, umumnya pada usia 18-65tahun

tetapi paling sering antara usia 25-45 tahun, walaupun dapat jugadijumpai pada anak usia 10 tahun.12

Insidensi lupus tidak diketahui, tetapi bervariasi menurut lokasi danetnis. Tingkat prevalensi

4-250/100, 000 telah dilaporkan, dengan penurunan prevalensi putih dibandingkan dengan penduduk asli

Amerika, Asia, Latin,dan Amerika. Walaupun awal awitan sebelum usia 8 tahun tidak biasa, lupustelah di

diagnosis selama 1 tahun kehidupan. Dominasi perempuan bervariasidari kurang dari 4:1 sebelum pubertas

ke 8:1 sesudahnya.13

Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan,sekitar 15-17%. Penyakit LES jarang

terjadi pada usia di bawah 5 tahun danmenjelang remaja. Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-

Page 9: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

laki, danrasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi penyakit LES di

kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggidibandingkan dengan penduduk berkulit putih.14

SLE ditemukan lebih banyak pada wanita keturunan ras Afrika-Amerika, Asia, Hispanik, dan

dipengaruhi faktor sosioekonomi. Sebuah penelitian epidemiologi melaporkan insidensi rata-rata pada pria

ras kaukasiayaitu 0,3-0,9 (per 100.000 orang per tahun); 0,7-2,5 pada pria keturunan rasAfrika-Amerika;

2,5-3,9 pada wanita ras Kaukasia; 8,1-11,4 pada wanitaketurunan ras Afrika-Amerika. Menelusuri

epidemiologi SLE merupakan halyang sulit karena diagnosis dapat sukar dipahami.12

Etiologi

Penyebab ketidaknormalan produksi auto antibodi dan perkembangan SLE masih belum

diketahui. Faktor genetik, lingkungan, dan hormonal mungkin memiliki peran dalam hilangnya "toleransi

diri" dan ekspresi penyakit. Sebuah teori populer menyatakan bahwa penyakit autoimun seperti

SLE berkembang pada individu dengan genetik yang rentan setelah paparan terhadap suatuagen tertentu

dari lingkungan yang dapat memicu timbulnya SLE. Agen tertentu dari lingkunganyang dapat memicu atau

mengaktifkan lupus antara lain sinar matahari (sinar ultraviolet), obat-obatan, bahan kimia seperti hidrazin

(ditemukan di tembakau) dan amina aromatik (ditemukan di pewarna rambut), makanan, estrogen pada

lingkungan, dan infeksi oleh virus atau bakteri (Mok and Lau, 2003). Selain itu, androgen dapat

menghambat dan estrogen dapat meningkatkan ekspresi auto imunitas, dan peingkatan

kadar prolaktin dalam darah memiliki hubungan tertentu dengan lupus pada laki-laki dan perempuan.11

Patogenesis

Ada empat faktor yang menjadi perhatian bila membahas pathogenesis SLE, yaitu : faktor genetik,

lingkungan, kelainan sistem imun dan hormon.

1. Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang meningkat

pada saudara kandung dan kembar monozigot.Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi

yang berhubungandengan HLA (HumanLeucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen

MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksiautoantibodi spesifik. Penderita

lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensikomponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q dan

imunoglobulin(IgA), atau kecenderungan jenis fenotip HLA (-DR2 dan -DR3). Faktor

imunopatogenik yang berperan dalam LES bersifat multipel, kompleksdan interaktif. Kekurangan

komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasikompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear,

sehingga membantuterjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan fagositis

gagalmembersihkan sel apoptosis, sehingga komponen nuklear akanmenimbulkan respon imun.3,4

Page 10: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

2. Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet, obat-

obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self-immunity dan hilang toleransi karena menyebabkan

apoptosis keratinosit.Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita

lupus, dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara langsung merubah sel DNA, serta

mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada

inflamasikulit. Pengaruh obat memberikan gambaran bervariasi pada penderitalupus, yaitu

meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lainyaitu peranan agen infeksius terutama

virus rubella, sitomegalovirus,dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis.3,4

3. Faktor imunologis, selama ini dinyatakan bahwa hiperaktivitas sel limfosit B menjadi dasar dari

pathogenesis lupus eritematosus sistemik. Beberapa autoantibodi ini secara langsung bersifat

patogen termasuk dsDNA (double-stranded DNA), yang berperan dalam membentuk kompleks

imun yang kemudian merusak jaringan.3,4 Selama perjalanan penyakit lupus tubuh membuat

beberapa jenisautoantibodi terhadap berbagai antigen diri. Di antara berbagai jenisautoantibodi

yang paling sering dijumpai pada penderita lupus adalahantibodi antinuklear (autoantibodi

terhadap DNA, RNA, nukleoprotein, kompleks protein-asam nukleat). Umumnya titer antiDNA

mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit lupus.4 Beberapa antibodi antinuklear mempunyai

aksi patologis direk,yaitu bersifat sitotoksik dengan mengaktifkan komplemen, tetapi dapat juga

dengan mempermudah destruksi sel sebagai perantara bagi selmakrofag yang mempunyai reseptor

Fc imunoglobulin. Contoh klinismekanisme terakhir ini terlihat sebagai sitopenia autoimun. Ada

pulaautoantibodi tertentu yang bersifat membahayakan karena dapat berinteraksi dengan substansi

antikoagulasi, diantaranya antiprotrombin,sehingga dapat terjadi trombosis disertai perdarahan.

Antibodi antinuklear telah dikenal pula sebagai pembentuk kompleks imun yang sangat berperan

sebagai penyebab vaskulitis.4 Autoantibodi pada lupus tidak selalu berperan pada

patogenesisataupun bernilai sebagai petanda imunologik penyakit lupus. Antibodiantinuklear dapat

ditemukan pada bukan penderita lupus, atau juga dalamdarah bayi sehat dari seorang ibu penderita

lupus. Selain itu diketahui pula bahwa penyakit lupus ternyata tak dapat ditularkan secara pasif

dengan serum penderita lupus.4 Adanya keterlibatan kompleks imun dalam patogenesis

LESdidasarkan pada adanya kompleks imun pada serum dan jaringan yangterkena (glomerulus

renal, tautan dermis-epidermis, pleksus koroid) danaktivasi komplemen oleh kompleks imun

menyebabkanhipokomplemenemia selama fase aktif dan adanya produk aktivasikomplemen.

Beberapa kompleks imun terbentuk di sirkulasi danterdeposit di jaringan, beberapa terbentuk insitu

(suatu mekanisme yangsering terjadi pada antigen dengan afinitas tinggi, seperti dsDNA).

Komponen C1q dapat terikat langsung pada ds-DNA dan menyebabkanaktivasi komplemen tanpa

bantuan autoantibodi.2\

Page 11: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

4. Meskipun hormon steroid (sex hormone) tidak menyebabkan LES, namun mempunyai peran

penting dalam predisposisi dan derajat keparahan penyakit. Penyakit LES terutama terjadi pada

perempuan antara menarsdan menopause, diikuti anak-anak dan setelah menopause. Namun, studi

oleh Cooper menyatakan bahwa menars yang terlambat dan menopause dini juga dapat mendapat

LES, yang menandakan bahwa pajanan estrogen yang lebih lama bukan risiko terbesar untuk

mendapat LES.2,4 Adanya defisiensi relatif hormon androgen dan peningkatanhormon estrogen

merupakan karakteristik pada LES. Anak-anak dengan LES juga mempunyai kadar hormon FSH

(Follicle-stimulating hormone), LH (Luteinizing hormone) dan prolaktin meningkat. Pada

perempuandengan LES, juga terdapat peningkatan kadar 16 alfa hidroksiestron danestriol.

Frekuensi LES meningkat saat kehamilan trimester ketiga dan postpartum. Pada hewan percobaan

hormon androgen akan menghambat perkembangan penyakit lupus pada hewan betina, sedangkan

kastrasi prapubertas akan mempertinggi angka kematian penderita jantan.2,4

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada penyakit SLE bisa terjadi akibat penyakitnya sendiri atau komplikasi

dari pengobatannya. Komplikasi akibat penyakit SLE sendiri yang paling seringterjadi adalah infeksi

sekunder karena system immune penderita yang immunocompromised.Selain itu, sering juga terjadi

komplikasi penyakit aterosklerosis akibat peningkatanan tiphospholidip antibody. Komplikasi akibat

pengobatan SLE adalah infeksi oportunistik akibat terapi imunosupresan jangka panjang, osteonekrosis,

dan penyakit aterosklerosis dan infark miokard prematur.1,9

Faktor Resiko

Penyakit SLE adalah penyakit yang lebih banyak menyerang perempuan, serangan pertama kali

SLE jarang terjadi pada usia prepubertas dan setelah menopause. Frekuensi pada wanita dibandingkan

dengan frekuensi pada pria berkisar antara (5,5-9) : 1. Pada lupus eritematosus yang disebabkan obat (drug

induced LE), rasio ini lebih rendah, yaitu 3:2. Hal ini disebabkan oleh faktor hormonal yang ada didalam

tubuh.2

Pencegahan

Page 12: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

Pencegahan terhadap penyakit SLE secara spesifik tidak ada, hanya saja kita dapat menghindari

faktor-faktor yang mungkin dapat menginduksi terjadinya SLE, seperti:2

- Hindari paparan berlebihan dari sinar matahari (sinar UV)

- Hindari pemakaian estrogen berlebihan

- Meminimalisasi konsumsi obat-obatan tanpa resep dan pemantauan dari dokter.

- Hindari stress fisik maupun mental yang berlebihan.

- Makan makanan yang bersih dan sehat.

Prognosis

Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit ini adalah baik. Splenektomi sering kali dapat

mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya.12

Penutup

Berdasarkan skenario yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita penyakit

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan juga anemia hemolitik autoimun, dimana kedua penyakit

tersebut merupakan jenis penyakit autoimun, dengan gejala klinis yang telah dibahas.

Daftar Pustaka

1. Gleade J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga. 2007. h.40-41

2. Kasjmir YI, Isbagio H, Setyohadi B, Suarjana N. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Lupus

eritematosus sistemik. Edisi V. Jilid III. Jakarta Pusat: InternaPublishing; 2010.h.2565-77

3. Gottlieb BS, Ilowite NT. Systemic lupus erythematosus in children and adolescents. Pediatrics in

Review 2006; 27:323-9

4. Kosasih EN, Kosasih ES. Tafsiran hasi pemeriksaan laboratorium klinik. Tangerang: Karisma

publishing group, 2008.h. 58-62, 200-12.

5. Anderson SP, McCarty LW. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.

2006. h. 13920-6

6. Yuliasih, Soeroso J. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Sistemik lupus eritomatosus. Editor,

Tjokroprawiro dkk. Surabaya: Airlangga University Press; 2007.h.235-41.

7. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Jakarta: Erlangga;

2007.h.141-2.

8. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009. h. 167-9, 347-8.

Page 13: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik

9. Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Edisi V. jilid II. Jakarta: InternalPublishing; 2009. h. 1127-35; 1152-3.

10. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7. Volume 1. Jakarta: EGC;

2004.h.144-5.

11. Bayle JR, Johson CA, Mason NA, Pieter BL. Medfact : Pocket Guide of Drug Interaction. USA;

2004.

12. Martin J. British National Formulary 56. September 2008. London : BMJ Publishing Group Ltd;

2008.. p.325 – 330

13. Delafuente J.C, Cappuzzo K.A. Systemic Lupus Erythematosus. New York : McGraw Hill

Companies; 2008. p. 1431 - 1445.

14. Lacy CF, Armstrong LL, Goldman MP, Lance LL. Drug Information Handbook. 18th ed. United

States: Lexi-Comp;2009.

Page 14: Kelainan Imun Sistemik Lupus Eritematosus Anemia Hemolitik