LTM Pengkajian Mobilisasi

Embed Size (px)

Citation preview

Laporan Tugas Mandiri Keperawatan Gerontik 3 Pengkajian pada Lansia dengan Gangguan Mobilisasi Oleh: Nicky Anelia, 0806334161

Pengkajian mobilisasi pada lansia bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada lansia terutama gangguan yang berhubungan dengan mobilitas fisik dari lansia.

A. Kasus Seorang laki-laki (Kakek X) berusia 72 tahun tinggal dip anti werda, sudah setahun mengalami hemiparesis dextra karena stroke. Petugas panti selalu membantu aktivitas klien mulai dari mandi, buang air dan juga makan. Hasil pengkajian perawat didapatkan data kontraktur pada kaki kanan dan tangan kiri. Klien tidak dapat menggerakkan kaki kanannya sama sekali. Selama ini klien tidak pernah mengikuti kegiatan di panti, sehari-hari ia hanya berbaring di kasur.

B. Pengkajian Keperawatan pada Kakek X Pada proses pengkajian akan didapat data subjektif dan data objektif. Data pengkajian yang didapatkan dari pemeriksaan Kakek X adalah:

Data Subjektif Klien mengeluh tidak bisa menggerakkan kaki kanannya Klien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas Klien mengaku tidak pernah mengikuti kegiatan senam yang diadakan dip anti Klien mengaku cemas dengan kondisinya

Data Objektif Terdapat kontraktur pada kaki kanan dan tangan kiri. Klien tidak bisa melakukan aktivitas sendiri dan selalu dibantu oleh petugas panti Klien terlihat sulit untuk melakukan aktivitas sendiri Klien lebih sering terlihat hanya berbaring di kasur Klien tampak lemah

Pengkajian pada Kakek X 1. Identitas Klien Nama Usia Agama : Kakek X : 72 tahun : Islam

2. Keluhan utama Kakek X mengalami hemiparesis dextra akibat dari stroke. Saat ini kakek X mengalami gangguan mobilisasi dimana ia tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri sehingga perlu dibantu oleh petugas panti

3. Riwayat penyakit sekarang Kakek X mengalami kontraktur pada kaki kanan dan tangan kiri.

4. Riwayat penyakit dahulu Kakek X sebelumnya mengalami stroke yang kemudian mengakibatkan hemiparesis dextra.

5. Riwayat psikososial dan spiritual a. Riwayat psikososial: Kakek X tampak gelisah dan cemas serta mengalami kelemahan dalam melakukan mobilitas fisik. b. Aspek sosial: Kakek X mengalami gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain akibat dari ketidakmampuan untuk menggerakkan ekstrimitasnya yang dirasakannya. c. Aspek spiritual: Kakek X mengalami gangguan dalam menjalankan ibadah, namun Kakek X tetap mendekatkan diri pada Tuhan. 6. Pola kebiasaan sehari hari a. Pola aktivitas: pola aktivitas Kakek X menurun karena mengalami ketidakmampuan untuk menggerakkan kakinya sehingga tidak mampu melakukan aktivitas sendiri tanpa dibantu oleh petugas panti. b. Pola istirahat: pola istirahat Kakek X berubah dari sebelumnya. c. Pola kebersihan diri: Kebersihan diri kurang karena Kakek X tidak mampu melakukan kebersihan diri sendiri.

d. Pola nutrisi: pola nutrisi Kakek X terganggu, Kakek X tidak nafsu makan. 7. Pemeriksaan fisik 1) Kepala a) Rambut b) Mata c) Hidung d) Mulut e) Telinga 2) Leher 3) Dada/thorak a) Dada b) Paru-paru c) Jantung d) Abdomen : : sudah banyak yang rontok dan beruban : agak keruh : bersih, tidak ada sumbatan dan lesi : bersih, tidak ada lesi : bersih, tidak ada sumbatan dan lesi : tidak kaku, tidak ada penonjolan vena jugularis : : simetris, pengembangan dada seimbang : baik, tidak sesak, tidak ada bunyi wheezing dan ronchi : bunyi S1 normal, S2 normal : bersih, tidak ada lesi :

e) Muskuloskeletal -

Mengkaji skelet tubuh: adanya deformitas dan kesejajaran. Mengkaji tulang belakang: tidak ada Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang), Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada), Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan) Mengkaji sistem persendian Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi Mengkaji sistem otot Kemampuan mengubah posisi menurun, kekuatan otot dan koordinasi menurun, dan ukuran masing-masing otot juga menurun. Mengkaji cara berjalan klien tidak mampu untuk berjalan jika tanpa bantuan karena kaki sebelah kanan klien tidak bisa digerakkan.

-

-

-

8. Pengkajian Mobilisasi a. Pemeriksaan fungsi motorik (Pemeriksaan kekuatan otot) Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian otot secara manual (manual muscle testing MMT). Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan mengontraksikan kelompok otot secara

volunter. Lansia yang tidak mampu mengkontraksikan ototnya secara aktif dan volunteer, tidak tepat bila diberikan MMT standar. Prosedur pelaksanan MMT 1) Lansia diposisikan sedemikan rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan kekuatannya 2) Bagian tubuh yang dites harus terbebas dari pakaian 3) Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan 4) Lansia mengkontraksikan ototnya dan stabilisasi diberikan pada segmen proksimal 5) Selama terjadi kontraksi, gerakan yang terjadi diobservasi, baik palpasi pada tendon atau perut otot 6) Memberikan tahanan pada otot yang bergerak dengan luas gerak sendi penuh 7) Melakukan pencatatan hasil MMT

Kriteria hasil pemeriksaan MMT 1) Normal (5): mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan gravitasi dan melawan tahan maksimal. 2) Good (4) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh melawan gravitasi dan melawan tahanan sedang (moderat) 3) Fair (3) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan. 4) Poor (2) : mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa melawan gravitasi 5) Trace (1) : tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat dipalpasi 6) Zero (0): kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi

b. Pemeriksaan tonus otot Tonus otot adalah ketegangan minimal suatu otot dalam keadaan istirahat. Dapat diperiksa dengan beberapa cara yaitu dengan palpasi, gerakan pasien dan vibrasi. Palpasi dilakukan pada perut otot yang diperiksa. Dengan palpasi akan didapatkan informasi tentang tonus otot dalam keadaan normal, hipotonus, atau hipertonus. Gerakan pasif dapat dilakuakan pada anggota gerak (sendi) secara berulang-ulang dan cepat sehingga otot yang diperiksa diregangkan dan dikendorkan berulang-ulang. Pada saat yang sama, akan dirasakan adanya sedikit

tahanan (normal). Bila tidak dirasakan adanya tahanan berarti hipotonus dan apabila tahanan yang dirasakan cukup kuat berarti hipertonus. c. Pemeriksaan luas gerak sendi Luas gerak sendi (LGS) merupakan luas gerak sendi yang dapat dilakukan oleh suatu sendi. Tujuan pemeriksaan LGS adalah untuk mengetahui besarnya LGS suatu sendi dan membandingkannya dengan LGS sendi yang normal, membantu diagnosis dan menentukan fungsi sendi. Pengukuran LGS menggunakan Goniometer, yaitu: 1) Posisi awal posisi anatomi, yaitu tubuh tegak, lengan lurus di samping tubuh, lengan bawah dan tangan menghadap bawah. 2) Sendi yang di ukur harus terbuka. 3) Berikan penjelasan dan contoh gerakan. 4) Berikan gerakan pasif 2 atau 3 kali. 5) Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal. 6) Tentukan aksis gerakan baik secara aktif/pasif. 7) Letakkan tangkai goniometer yang statik paralel dengan aksis longitudinal. 8) Pastikan aksis goniometer tepat pada aksis gerakan sendi. 9) Baca dan catat hasil pemeriksaan LGS.

d. Pemeriksaan postur tubuh Pemeriksaan postur di lakukan dengan cara inspeksi pada posisi berdiri. Pada posisi tersebut postur yang baik/normal dapat terlihat dengan jelas. Dari samping, tampak telinga, akromium, trunk, trokanter mayor, patela bagian posterior dan maleolus lateralis ada dalam satu garis lurus.

e. Pemeriksaan kemampuan fungsional Ada beberapa sistem penilaian yang dikembangkan dalam pemeriksaan kemampuan fungsional. 1) Indeks ADL Barthel NO 1 FUNGSI Mengendalikan rangsang pembuangan tinja SKOR 0 1 2 KETERANGAN Tak terkendali/tak teratur (perlu pencahar). Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu). Terkendali teratur.

2

Mengendalikan rangsang berkemih

0 1 2 0 1 0 1 2

3

4

Membersihkan diri (seka muka, sisir rambut, sikat gigi) Penggunaan jamban, masuk dan keluar (melepaskan, memakai celana, membersihkan, menyiram)

Tak terkendali atau pakai kateter Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam) Mandiri Butuh pertolongan orang lain Mandiri Tergantung pertolongan orang lain Perlu pertolonganpada beberapa kegiatan tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa kegiatan yang lain. Mandiri Tidak mampu Perlu ditolong memotong makanan Mandiri Tidak mampu Perlu banyak bantuan untuk bias duduk Bantuan minimal 1 orang. Mandiri Tidak mampu Bisa (pindah) dengan kursi roda. Berjalan dengan bantuan 1 orang. Mandiri Tergantung orang lain Sebagian dibantu (mis: memakai baju) Mandiri. Tidak mampu Butuh pertolongan Mandiri Tergantung orang lain Mandiri

5

Makan

6

Berubah sikap dari berbaring ke duduk

0 1 2 0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 0 1 2 0 1

7

Berpindah/ berjalan

8

Memakai baju

9

Naik turun tangga

10

Mandi

TOTAL SKOR 20 : Mandiri

12-19 : Ketergantungan ringan 9-11 5-8 0-4 : Ketergantungan sedang : Ketergantungan berat : Ketergantungan total

2) Indeks Katz Mengukur kemampuan mobilisasi dengan menggunakan 6 kegiatan: makan, kontinensia, menggunakan pakaian, toiletting, berpindah dan mandi.

Dengan melihat keenam aspek tersebut dapat ditentukan lansia tersebut berada pada indeks yang mana: a) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi. b) Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas. c) Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain. d) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain. e) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu lagi fungsi yang lain. f) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain. g) Ketergantungan untuk semua fungsi diatas.

Keterangan: Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.

Daftar Pustaka Ebersole, Priscilla etc. (2005). Gerontological nursing and healthy aging. United States of America: Elsevier. Miller, Carol A. (2004). Nursing for wellness in older adult: theory and practice. (4th ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Pudjiastuti, Sri Surini dan Utomo, Budi. 2003. Fisioterapi pada lansia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Ruhyanudin, Faqih. (2011). Asuhan keperawatan pada gangguan muskuloskeletal. Style sheet: http://faqudin.staff.umm.ac.id/files/2011/04/handout-muskuloskeletal.pdf. diunduh pada 13 Februari 2012 pukul 18.52 WIB. Zulkarnain, Nuzulul. (2011). Asuhan keperawatan pada lansia dengani imobilisasi. Style sheet: http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/. diunduh pada 13 Februari 2012 pukul 17.30 WIB.