27
LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI I. KONSEP DASAR PENYAKIT A. DEFINISI Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (A. Aziz Alimul H. 2009). NANDA Internasional mendefinisikan gangguan mobilisasi fisik sebagai keterbatasan pada kemandirian, gerakan fisik pada tubuh, atau satu atau lebih ekstremitas (Ackley dan Ladwign, 2006 dalam Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3). Gangguan tingkat mobilisasi fisik klien sering disebabkan oleh restriksi gerakan dalam bentuk tirah baring, restriksi fisik karena peralatan eksternal (misalnya gips atau traksi rangka), restriksi gerakan volunter, atau gangguan fungsi motorik dan rangka. Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya (A. Aziz Alimul H. 2009). Gangguan mobilisasi adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami

LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hjg

Citation preview

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI

Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak

secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (A. Aziz Alimul H. 2009).

NANDA Internasional mendefinisikan gangguan mobilisasi fisik sebagai

keterbatasan pada kemandirian, gerakan fisik pada tubuh, atau satu atau lebih

ekstremitas (Ackley dan Ladwign, 2006 dalam Fundamental Keperawatan Potter

dan Perry Edisi 7 Buku 3). Gangguan tingkat mobilisasi fisik klien sering

disebabkan oleh restriksi gerakan dalam bentuk tirah baring, restriksi fisik karena

peralatan eksternal (misalnya gips atau traksi rangka), restriksi gerakan volunter,

atau gangguan fungsi motorik dan rangka.

Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat

bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),

misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada

ekstremitas, dan sebagainya (A. Aziz Alimul H. 2009).

Gangguan mobilisasi adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan

pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang. Penyebab imobilitas

fisik bermacam-macam dan dapat dikategorikan berhubungan dengan lingkungan

internal dan eksternal.

B. SISTEM TUBUH YANG BERPERAN DALAM KEBUTUHAN AKTIVITAS

1. Tulang

Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi

mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi

sebagai tempat penyimpanan mineral khusunya kalsium dan fosfor yang bisa

dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam

membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.

Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis,

tulang kuboid seperti tulang vertebra dan tulang tarsalia, dan tulang panjang

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada

kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi

oleh kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan diafisis.

Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang yang terpisah dan lebih

elastis padas masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa (A. Aziz

Alimul H. 2009).

2. Otot dan Tendon

Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak

sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta

dihubungkan dengan tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang

melekat dengan sangat kuat pada tempat insersinya tulang. Terputusnya tendon

akan mengakibatkan kontraksi otot tidak dapat menggerakkan organ di tempat

insersi tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau

jahitan agar dapat berfungsi kembali (A. Aziz Alimul H. 2009).

3. Ligamen

Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.

Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika

terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan (A. Aziz Alimul H. 2009).

4. Sistem Saraf

Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otot dan medulla spinalis) dan

sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki

bagian somatis dan otonom. Bagian somatis memiliki fungsi sensorik dan

motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur

tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan

kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinsersi,

dan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan

sensorik di daerah radial tangan (A. Aziz Alimul H. 2009).

5. Sendi

Merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat

segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antarsegmen dan

berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

sendi sinovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi

oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan

sinovial. Selain itu terdapat juga sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan sendi

lainnya (A. Aziz Alimul H. 2009).

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MOBILISASI

1. Gaya hidup

Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi

seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-

hari (A. Aziz Alimul H. 2009).

2. Proses penyakit/Cedera

Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat

memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita

fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas

bagian bawah. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena

adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya

klien harus istirahat di tempat tidur karena mederita penyakit tertentu (A. Aziz

Alimul H. 2009).

3. Kebudayaan

Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi kebudayaan.

Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki

kemampuan mobilisasi yang kuat, sebaliknya ada orang yang mengalami

gangguan mobilisasi (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk

beraktivitas (A. Aziz Alimul H. 2009).

4. Tingkat energi

Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat

melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup. Seseorang

yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang sehat

apalagi dengan seorang pelari (A. Aziz Alimul H. 2009).

5. Usia dan Status Perkembangan

Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda.

Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

dengan perkembangan manusia. Usia berpengaruh terhadap kemampuan

seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan

untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan (A.

Aziz Alimul H. 2009).

D. JENIS-JENIS MOBILISASI

1. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara

penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan

peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf motoris

volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang (A.

Aziz Alimul H. 2009).

2. Mobilisasi sebagian

Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

dengan batasan yang jelas sehingga tidak mampu bergerak secara bebas karena

dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal

ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan

traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi sebagian pada ekstremitas

bawah karena kehilangan kontrol motoris dan sensoris (A. Aziz Alimul H.

2009).

Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat

disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, seperti

adanya dislokasi sendi dan tulang.

b. Mobilisasi sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut disebabkan oleh

rusaknya sistem saraf yang reversibel. Contohnya terjadinya hemiplegia

karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, dan untuk kasus

poliomielitis terjadi karena terganggunya sistem saraf  sensorik dan motorik.

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

E. JENIS-JENIS IMOBILISASI

1. Imobilitas fisik: kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang

disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.

2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami

keterbatasan daya piker, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak

akibat suatu penyakit.

3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara

emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.

Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi

ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan

sesuatu yang paling dicintai.

4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam

melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat

memengaruhi perannya dalam kehidupan social (A. Aziz Alimul H. 2009).

F. PERUBAHAN SISTEM TUBUH AKIBAT IMOBILISASI

Dampak dari imobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh,

seperti perubahan pada metabolism tubuh, ketidakseimbangan cairan dan

elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,

perubahan sistem pernapasan, perubahan kardiovaskular, perubahan system

musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan buang

air kecil), dan perubahan perilaku.

1. Perubahan Metabolisme

Secara umum imobilisasi dapat mengganggu metabolisme secara normal,

mengingat imobilisasi dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme di

dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal metabolism

rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel

tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel (Fundamental

Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)

2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit

Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari

imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.

Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravascular ke

interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku

3).

3. Gangguan Fungsi Gastriointestinal

Imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini

disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,

sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan,

seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan

gangguan proses eliminasi (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7

Buku 3).

4. Perubahan Sistem Pernapasan

Akibat imobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,

dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme

terganggu (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3).

5. Perubahan Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga

perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung,

dan pembentukan thrombus. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan

darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10mmHg ketika klien bangun dari posisi

berbaring atau duduk ke posisi berdiri. Pada klien imobilisasi, terjadi

penurunan sirkulasi volume cairan, pengumpulan darah pada ekstremitas

bawah, dan penurunan respon otonom. (McCance and Huether, 1994 dalam

Fundamental Keperawatan Perry dan Potter Ed. 4, Vol.2).

6. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari

imobilisasi adalah sebagai berikut: (Fundamental Keperawatan Potter dan

Perry Edisi 7 Buku 3).

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

a. Gangguan Muskular

Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan

turunnya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot

ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot

dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang

yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil

selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.

b. Gangguan Skeletal

Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya

akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur

merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi

yang disebabkan atropi dan memendeknya otot.

7. Perubahan Sistem Integumen

Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit

karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya iskemia

serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka decubitus sebagai akibat

tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan (Fundamental

Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)

8. Perubahan Eliminasi

Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak

lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan

kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau

datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar seperti pesawat. Ginjal yang

membentuk urine harus masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya

gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan

gaya gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter

(Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3).

9. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain timbulnya rasa

bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur,

dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku tersebut

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

merupakan dampak imobilisasi karena selama proses imobilisasi seseorang akan

mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain

(Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3).

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilitas dan imobilitas

adalah sebagai berikut:

1. Identitas Pasien

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Status perkawinan :

Agama :

Suku :

Alamat :

Tanggal masuk :

Tanggal pengkajian :

Sumber Informasi :

Diagnosa masuk :

2. Riwayat Keperawatan Sekarang

Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang

menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilisasi dan imobilisasi,

seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilisasi dan

imobilisasi, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya

gangguan mobilitas.

3. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita

Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan

kebutuhan mobilisasi, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis

(kecelakaan cerebrovascular, trauma kepala, peningkatan tekanan intracranial,

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

miastenia gravis, guillain barre, cedera medulla spinalis, dan lain-lain), riwayat

penyakit sistem kardiovaskular (infark miokard, gagal jantung kongestif),

riwayat penyakit musculoskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat

penyakit sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia, dan

lain-lain), riwayat pemakaian obat, seperti sedative, hipnotik, depresan sistem

saraf pusat, laksania, dan lain-lain.

4. Kemampuan Fungsi Motorik

Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki

kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau

spastis.

5. Kemampuan Mobilisasi

Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai

kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah

tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:

Tingkat

Aktivitas/Mobilisasi

Kategori

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara

penuh.

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.

Tingkat 2Memerlukan bantuan atau pengawasan

orang lain.

Tingkat 3Memerlukan bantuan, pengawasan

orang lain, dan peralatan.

Tingkat 4

Sangat tergantung dan tidak dapat

melakukan atau berpartisipasi dalam

perawatan.

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

6. Kemampuan Rentang Gerak

Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah

seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.

Tipe Gerakan

Derajat

Rentang

Normal

Leher, Spina, Servikal

Fleksi : menggerakkkan dagu menempel ke dada 45

Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45

Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejauh

mungkin

10

Fleksi Lateral : memiringkan kepala sejauh mungkin

ke arah setiap bahu

40-45

Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam

gerakan sirkuler

180

Bahu

Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping

tubuh ke depan ke posisi di atas kepala

180

Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180

Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas

kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala

180

Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan

menyilang tubuh sejauh mungkin

320

Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu

dengan menggerakan lengan sampai ibu jari

menghadap ke dalam dan ke belakang

90

Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan

sampai ibu jari ke atas dan samping kepala

90

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

Lengan Bawah

Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga

telapak tangan menghadap ke atas

70-90

Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak

tangan menghadap ke bawah

70-90

Pergelangan Tangan

Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam

lengan bawah

80-90

Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari,

tangan, dan lengan bawah berada dalam arah yang

sama

80-90

Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan

miring (medial) ke ibu jari

Sampai 30

Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan

miring (lateral) ke arah lima jari

30-50

Jari-jari Tangan

Fleksi : membuat pergelangan 90

Ekstensi : meluruskan jari tangan 90

Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke

belakang sejauh mungkin

30-60

Ibu Jari

Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan

telapak tangan

90

Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari

tangan

90

Pinggul

Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120

Ekstensi : menggerakkan kembali kesamping tungkai

yang lain

90-120

Lutut

Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130

Mata Kaki

Dorsifleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari

kaki menekuk ke atas

20-30

Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari

kaki menekuk kebawah

45-50

7. Perubahan Intoleransi Aktivitas

Pengkajian intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan perubahan pada

sistem pernapasan, antara lain : suara napas,analisa gas darah, gerakan dinding

thorak, adanya mucus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat

respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem

kardiovaskular, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer,

adanya thrombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau

perubahan posisi.

8. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi

Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral

atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:

SkalaPersentase

Kekuatan NormalKarakteristik

0 0 Paralisis sempurna.

1 10Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat

di palpasi atau dilihat

2 25Gerakan otot penuh melawan gravitasi

dengan topangan

3 50Gerakan yang normal melawan

gravitasi

4 75Gerakan penuh yang normal melawan

gravitasi dan melawan tahanan minimal

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

normal melawan gravitasi dan tahanan

penuh

9. Perubahan Psikologis

Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan

mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,

perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.

10. Kaji Batasan Karakteristik

Kerusakan Mobilitas Fisik

- Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktivitas rutin

- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar

- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus

- Tidak ada koordinasi gerak atau gerakan tak ritmis

- Keterbatasan ROM

- Sulit terbalik

- Perubahan gaya berjalan

- Penurunan waktu reaksi

- Gerakan menjadi napas pendek

- Usaha yang kuat untuk perubahan gerak

- Gerak lambat

- Gerakan menyebabkan tremor

11. Kaji Faktor yang Berhubungan

Kerusakan mobilitas fisik

- Pengobatan

- Terapi pembatasan gerak

- Kurang pengetahuan mengenai manfaat pergerakan fisik

- IMT di atas 75% sesuai dengan usia

- Kerusakan sensori persepsi

- Nyeri, tidak nyaman

- Kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular

- Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

- Depresi mood atau cemas

- Kerusakan kognitif

- Penurunan kekuatan otot, control dan atau massa

- Keengganan untuk memulai gerak

- Gaya hidup menetap, tidak fit

- Malnutrisi umum atau spesifik

- Kehilangan integritas struktur tulang

- Keterlambatan perkembangan

- Kekakuan sendi atau kontraktur

- Keterbatasan daya tahan kardiovaskular

- Berhubungan dengan metabolisme selular

- Keterbatasan lingkungan fisik atau social

- Kepercayaan terhadap budaya berhubungan dengan aktivitas yang tepat

disesuaikan dengan umur

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko Sindrom Disuse

2. Hambatan Mobilitas di Tempat Tidur

3. Hambatan Mobilitas Fisik

4. Hambatan Mobilitas Berkursi Roda

5. Hambatan Kemampuan Berpindah

6. Hambatan Berjalan

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

D. PELAKSANAAN (TINDAKAN) KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh

sesuai kebutuhan pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan aktif (Yulia

Suparmi, dkk, 2010)

(2) Pengaturan Posisi Tubuh Sesuai Kebutuhan Pasien

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat

disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim,

trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.

a. Posisi fowler

Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala

tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk

mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.

Cara:

- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

- Dudukkan pasien

- Berikan sandaran/bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur,

untuk posisi semifowler (30-45o) dan untuk fowler 90o

- Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk

b. Posisi Sim

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini

dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus

(supositoria).

Cara:

- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

- Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan

posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan

ditekuk diarahkan ke dada

- Tangan kiri diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kanan

diatas tempat tidur

- Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan

kaki kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada

- Tangan kanan diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri

diatas tempat tidur

c. Posisi Trendelenburg

Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih

rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan

peredaran darah ke otak.

Cara:

- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakkan bantal di antara kepala

dan ujung tempat tidur pasien, dan berikan bantal di bawah lipatan lutut

- Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat

tidur khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien

d. Posisi Dorsal Recumbent

Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik

atau direnggangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat

dan memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.

- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

- Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur,

dan renggangkan kedua kaki

- Pasang selimut

e. Posisi Litotomi

Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan

menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa

genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.

Cara:

- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua

pahanya dan tarik ke arah perut

- Tungkai bawah membentuk sudut 90o terhadap paha

- Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomi

- Pasang selimut

f. Posisi Genu Pectoral

Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada

menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk

memeriksa daerah rectum dan sigmoid.

Cara:

- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

- Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan

dada menempel pada kasur tempat tidur

- Pasang selimut pada pasien

(2) Latihan ROM Pasif dan Aktif

Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, disabilitas, atau

trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas.

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI

Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan

otot serta memelihara mobilitas persendian (A. Aziz Alimul H. 2009).

a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan

Cara:

- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

- Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk

dengan lengan

- Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang

pergelangan tangan pasien

- Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin

- Catat perubahan yang terjadi

DAFTAR PUSTAKA

Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep

dan Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta: Salemba Medika

Dochterman, Joanne Mccloskey. 2004. Nursing Intervention Classification.

America: Mosby

Heater Herdman, T.2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan 2012-

2014.Jakarta: EGC

Perry, Potter. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7.Jakarta: Salemba

Medika

Suparmi, Yulia, dkk. 2010. Panduan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: PT Citra

Aji Pramana

Swanson, Elizabeth. 2008. Nursing Outcome Classification. America: Mosby