35
A. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Mobilisasi 1. Definisi Pengertian Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. (Mubarak, 2008). Potter dan Perry (1994) menjelaskan mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari- hari dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik. Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya. Sedangkan gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995 dalam Fundamental Keperawatan Potter dan Perry, Ed. 4.)

Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Keperawatan

Citation preview

Page 1: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

A. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Mobilisasi

1. Definisi Pengertian

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,

mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.

Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat

proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi.

(Mubarak, 2008).

Potter dan Perry (1994) menjelaskan mobilisasi mempunyai banyak tujuan,

seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri,

pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan

rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka

sistem saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan berfungsi baik.

Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan

bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

aktivitas guna mempertahankan kesehatannya. Sedangkan gangguan

mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing

Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu

mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al,

1995 dalam Fundamental Keperawatan Potter dan Perry, Ed. 4.)

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem

otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.

2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi

Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi dapat

disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko

menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta

kontak antara sumber panas.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi Mobilisasi : (Aziz Alimul;2006)

a. Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi

seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan

sehari-hari.

b. Proses Penyakit/Cedera

Page 2: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat

memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang mengalami

fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas

bawah.

c. Kebudayaan

Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi kebudayaan.

Contohnya orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki

kemampuan mobilisasi yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami

gangguan mobilisasi (kaki) karena adat dan kebudayaan tertentu dilarang

untuk beraktivitas.

d. Tingkat Energi

Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi. Agar seseorang dapat

melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.

e. Usia dan Status Perkembangan

Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda.

Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan

dengan perkembangan usia.

Bayi: sistem muskuloskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas

lentur dan persendian memiliki ROM lengkap. Posturnya kaku

karena kepala dan tubuh bagian atas dibawa ke depan dan tidak

seimbang sehingga mudah terjatuh.

Batita: kekakuan postur tampak berkurang, garis pada tulang

belakang servikal dan lumbal lebih nyata

Balita dan anak sekolah: tulang-tulang panjang pada lengan dan

tungkai tumbuh. Otot, ligamen, dan tendon menjadi lebih kuat,

berakibat pada perkembangan postur dan peningkatan kekuatan otot.

Koordinasi yang lebih baik memungkinkan anak melakukan tugas-

tugas yang membutuhkan keterampilan motorik yang baik.

Remaja: remaja putri biasanya tumbuh dan berkembang lebih dulu

dibanding yang laki-laki. Pinggul membesar, lemak disimpan di

lengan atas, paha, dan bokong. Perubahan laki-laki pada bentuk

biasanya menghasilkan pertumbuhan tulang panjang dan

meningkatnya massa otot. Tungkai menjadi lebih panjang dan

Page 3: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

pinggul menjadi lebih sempit. Perkembangan otot meningkat di

dada, lengan, bahu, dan tungkai atas.

Dewasa: postur dan kesegarisan tubuh lebih baik. Perubahan normal

pada tubuh dan kesegarisan tubuh pada orang dewasa terjadi

terutama pada wanita hamil. Perubahan ini akibat dari respon

adaptif tubuh terhadap penambahan berat dan pertumbuhan fetus.

Pusat gravitasi berpindah ke bagian depan. Wanita hamil bersandar

ke belakang dan agak berpunggung lengkung. Klien biasanya

mengeluh sakit punggung.

Lansia: kehilangan progresif pada massa tulang total terjadi pada

orangtua. (Potter and Perry, 2005)

f. Kondisi patologis

Postur abnormal:

Tortikolis: kepala miring pada satu sisi, di mana adanya kontraktur

pada otot sternoklei domanstoid.

Lordosis: kurva spinal lumbal yang terlalu cembung ke depan/

anterior

Kifosis: peningkatan kurva spinal torakal

Kipolordosis: kombinasi dari kifosis dan lordosis.

Skolioasis: kurva spinal yang miring ke samping, tidak samanya

tinggi hip/ pinggul dan bahu.

Kiposkoliosis: tidak normalnya kurva spinal anteroposterior dan

lateral.

Footdrop: plantar fleksi, ketidakmampuan menekuk kaki karena

kerusakan saraf peroneal.

Gangguan perkembangan otot, seperti distropsi muskular, terjadi

karena gangguan yang disebabkan oleh degenerasi serat otot

skeletal

Kerusakan sistem saraf pusat

g. Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal: kontusio, salah urat, dan

fraktur.

h. Ketidakmampuan

Page 4: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk

melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan

dibagi menjadi dua yaitu :

Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau

trauma (misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada

medula spinalis).

Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari

ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah

baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan

berpengaruh terhadap mobilitas.

3. Patofisiologi

Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi dapat

disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko

menyebabkan stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta

kontak antara sumber panas. Terjadinya trauma dan kondisi patologis tersebut

dapat menimbulkan fraktur yang menyebabkan pergeseran fragmen tulang

sehingga terjadi perubahan bentuk (deformitas) yang menimbulkan gangguan

fungsi organ dan akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Beberapa

penyakit seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis dapat menyebabkan

pembekuan darah dan terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga aliran

darah ke otak terganggu dan terjadi iskemia sel-sel otak yang menimbulkan

stroke yang menyerang pembuluh darah otak bagian depan mengakibatkan

penurunan kekuatan otot (hemiparesis) hingga hilangnya kekuatan otot

(hemiplegia) yang akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik. Penyebab

lain karena kontak langsung yang terjadi antara tubuh dengan sumber panas

ekstrem seperti air panas, api, bahan kimia, listrik yang menyebabkan kombustio

(luka bakar) dan merusak jaringan kulit yang lebih dalam, menimbulkan sensasi

nyeri terutama saat dilakukan pergerakan pada bagian tersebut sehingga terjadi

hambatan mobilitas fisik.

Pathway : Hambatan Mobilitas Fisik

Page 5: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Fraktur

Iskemia sel-sel otak

Deformitas Menimbulkan sensasi nyeri

Merusak jaringan kulit yang lebih

dalam

Kontak antara sumber panas, (air panas, api, bahan kimia, listrik)

dengan kulit

Hipertensi, DM, Arterosklerosis,

embolis

(+) plak, bekuan darah

Diameter pembuluh darah menyempit

Aliran darah ke otak terganggu

Trauma

Kondisi Patologis

Pergeseran Fragmen Tulang

Stroke

Hemiparesis, hemiplegia

Menyerang anterior cerebral

arteri

Gangguan fungsi organ

Kesakitan saat bergerak

Page 6: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Gangguan mobilitas

Hambatan mobilitas fisik

Pasien lebih banyak berbaring

Kesulitan untuk melakukan

perawatan diri

Defisit perawatan diri

Penekanan pada area penonjolan

tulang

Dekubitus

Risiko kerusakan

integritas kulit

Page 7: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

4. Klasifikasi Mobilisasi dan Imobilisasi

1. Jenis Mobilisasi

a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan

menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi

saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area

tubuh seseorang.

b. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak

dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena

dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya.

Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan

pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi

sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan

sensorik. Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu

untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Dapat

disebabkan oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal,

contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.

2. Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk

bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut

disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang ireversible, contohnya

terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang

belakang, poliomyelitis karena terganggunya system saraf motorik

dan sensorik.

2. Jenis Imobilisasi

a. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik

dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,

seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu

mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat

mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.

b. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang

mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami

kerusakan otak akibat suatu penyakit.

Page 8: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

c. Imobilisasi emosional, keadaan ktika seseorang mengalami pembatasan

secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam

menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stress berat dapat disebabkan

karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian

anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.

d. Imobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam

melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat

memengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

5. Gejala Klinis

Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) 2012-2014,

batasan karakteristik dari hambatan mobilitas fisik adalah sebagai berikut:

Penurunan waktu reaksi.

Kesulitan membolak balik posisi

Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti gerakan (mis. meningkatkan

perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan prilaku, fokus pada

ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit).

Dispnea setelah aktivitas.

Perubahan cara berjalan.

Gerakan gemetar.

Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus.

Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar.

Keterbatasan rentang pergerakan sendi

Tremor akibat pergerakan.

Ketidakstabilan postur.

Pergerakan lambat.

Pergerakan tidak terkodinasi

Seseorang yang mengalami gangguan mobilitas fisik akan menunjukan

tanda dan gejala seperti di atas.

6. Pemeriksaan Fisik

1. Mengkaji skelet tubuh

Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal

akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian

Page 9: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada

tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan

adanya patah tulang.

2. Mengkaji tulang belakang

Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)

Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)

Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian

pinggang berlebihan)

3. Mengkaji system persendian

Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,

dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi

4. Mengkaji system otot

Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran

masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema

atau atropfi, nyeri otot.

5. Mengkaji cara berjalan

Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah

satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi

neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (misalnya

cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-

selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar –

penyakit Parkinson).

6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer

Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau

lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi

dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian

kapiler.

7. Mengkaji  fungsional klien

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Sinar X tulang

Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan perbuatan hubungan

tulang.

b. Radiologis

Page 10: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Dua gambar, anterior posterior (AP) dan lateral

Memuat 2 sendi diroksimal dan distol fraktur

Memuat gambar foto 2 ekstremitas, yaitu ekstremitas yang kena

cidera dan ekstremitas yang tidak terkena cidera (pada anak

dilakukan 2 kali yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan

c. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu

tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak

atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi

lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.

d. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,

noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan

computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau

penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang Dll.

e. Pemeriksaan Laboratorium:

Darah rutin, faktor pembekuan darah golongan darah crostet dan analisa.

Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin

dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

8. Teraphy/Tindakan Penanganan

1. Kesejajaran Tubuh

Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat

mengangangkat klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang tepat,

dan memindahkan klien dengan posisi yang aman dari tempat tidur ke kursi

atau brankar.

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan

untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi.

Posisi-posisi tersebut, yaitu : posisi fowler (setengah duduk), posisi litotomi,

posisi dorsal recumbent, posisi supinasi (terlentang), posisi pronasi

(tengkurap), posisi lateral (miring), posisi sim, posisi trendelenbeg (kepala

lebih rendah dari kaki)

2. Mobilisasi Sendi

Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat

mengajarkan klien latihan ROM. Apabila klien tidak mempunyai control

motorik volunteer maka perawat melakukan latihan rentang gerak pasif.

Page 11: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Mobilisasi sendi juga ditingkatkan dengan berjalan. Latihan ini baik ROM

aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi

kekakuan pada sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu : Fleksi

dan ekstensi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan

supinasi lengan bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi, rotasi

bahu, fleksi dan ekstensi jari-jari, infersi dan efersi kaki fleksi dan ekstensi

pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut, rotasi pangkal paha.

3. Mengurangi Bahaya Mobilisasi

Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus mencegah dan

meminimalkan bahaya imobilisasi. Intervensi harus diarahkan untuk

mempertahankan fungsi optimal pada seluruh sistem tubuh.

9. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilisasi (Komplikasi)

Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh berisiko terjadi

gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung dari umur

klien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang

dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit

kronik lebih cepat dibandingkan klien yang lebih muda (Perry dan Potter, 1994).

1. Perubahan Metabolisme

Secara umum imobilisasi dapat mengganggu metabolisme secara normal,

mengingat imobilisasi dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme

di dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal

metabolism rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk

perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi

sel. Perubahan metabolisme imobilisasi dapat mengakibatkan proses

anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini juga dpat

berisiko meningkatkan gangguan metabolisme.

2. Ketidakseimbangan cairan dan Elektrolit

Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari

imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi

protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan

tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravascular

ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.Ekskresi kalsium dalam urine

Page 12: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

ditingkatkan melalui resorpsi tulang.Imobilisasi menyebabkan pelepasan

kalsium ke dalam sirkulasi.Dalam keadaan normal ginjal dapat

mengekskresi kelebihan kalsium.Jika ginjal tidak mampu berespon dengan

tepat maka terjadi hiperkalsemia (Holm, 1989 dalam Fundamental

Keperawatan Perry dan Potter Ed.4, Vol.2).

3. Gangguan Fungsi Gastriointestinal

Imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini

disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang

dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat

menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung

yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi. Gangguan fungsi

gastrointestinal bervariasi dan mengakibatkan penurunan motilitas saluran

gastrointestinal. Konstipasi merupakan gejala umum. Diare sering terjadi

akibat impaksi fekal. Perawat harus waspada terhadap temuan penemuan

seperti ini yaitu bukan diare yang normal, tetapi lebih cair feses yang

berjalan melalui area yang terjepit. Jika dibiarkan tidak ditangani, impaksi

fekal dapat mengakibatkan obstruksi usus mekanik sebagian ataupun

keseluruhan yang menyumbat lumen usus, menutup dorongan normal dari

cairan dan udara. Akibat adanya cairan dalam usus menimbulkan distensi

dan peningkatan tekanan intraluminal. Selanjutnya, fungsi usus menjadi

tertekan, terjadi dehidrasi, terhentinya absorbsi, dan gangguan cairan dan

elektrolit semakin memburuk.

4. Perubahan Sistem Pernapasan

Akibat imobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan

terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme

terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan

penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga menyebabkan

anemia.

5. Perubahan Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan

utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan

pembentukan thrombus. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan

darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10 mmHg ketika klien bangun dari

posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri. Pada klien imobilisasi, terjadi

Page 13: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

penurunan sirkulasi volume cairan, pengumpulan darah pada ekstremitas

bawah, dan penurunan respon otonom. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan

penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan curah jantung yang

terlihat pada penurunan tekanan darah (McCance and Huether, 1994 dalam

Fundamental Keperawatan Perry dan Potter Ed. 4, Vol.2). Jika beban kerja

jantung meningkat maka konsumsi oksigen juga meningkat. Oleh karena itu

jantung bekerja lebih keras dan kurang efisien selama masa istirahat yang

lama. Jika imobilisasi meningkat maka curah jantung menurun, penurunan

efisiensi jantung yang lebih lanjut dan peningkatan bebanm kerja. Klien juga

berisiko terjadi pembentukan thrombus. Kelainan aliran darah vena yang

lambat akibat tirah baring dan imobilisasi dapat menyebabkan akumulasi

trombosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah, dan elemen sel-sel darah

yang menempel pada dinding bagian anterior vena atau arteri, kadang-

kadang menutup lumen pembuluh darah.

6. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Perubahan yang terjadi dalam sistem musculoskeletal sebagai dampak dari

imobilisasi adalah sebagai berikut :

a. Pengaruh Otot. Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas

dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.

Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan menurunnya

stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi

pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih

dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan

tanda lemah atau lesu.

b. Pengaruh Skeletal. Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap

skelet : gangguan metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Karena

imobilisasi berakibat pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang

menjadi kurang padat, dan terjadi osteoporosis (Holm, 1989 dalam

Fundamental KeperawatanPerry dan Potter Ed.4, Vol.2). Apabila

osteoporosis terjadi maka klien berisiko terjadi fraktur patologis.

Imobilisasi dan aktivitas yang tidak menyangga tubuh meningkatkan

kecepatan resorpsi tulang. Resorpsi tulang juga menyebabkan kalsium

terlepas ke dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadi hiperkalsemia.

Imobilisasi dapat mengakibatkan kontraktur sendi dimana terjadi kondisi

Page 14: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

abnormal dan biasanya permanen yang ditandai oleh sendi fleksi dan

terfiksasi. Hal ini disebabkan tidak digunakannya, atrofi, dan

pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat

mempertahankan rentang gerak dengan penuh. Sayangnya kontraktur

sering menjadikan sendi pada posisi yang tidak berfungsi (Lehmkuhl et

al, 1990 dalam Fundamental Keperawatan Perry dan Potter Ed. 4, Vol.

2). Satu macam kontraktur umum dan lemah yang terjadi adalah foot

drop, dimana kaki terfiksasi pada posisi plantarfleksi secara permanen.

Ambulasi sulit pada kaki dengan posisi ini.

7. Perubahan Sistem Integumen

Perubahan sistem integument yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit

karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya iskemia

serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka decubitus sebagai

akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.

8. Perubahan Eliminasi

Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak

lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan

kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau

datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar seperti pesawat. Ginjal yang

membentuk urine harus masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya

gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan

gaya gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam

ureter. Kondisi ini disebut statis urine dan meningkatkan risiko infeksi

saluran perkemihan dan batu ginjal.Klien dengan imobilisasi berisiko terjadi

pembentukan batu karena gangguan metabolisme kalsium dan akibat

hiperkalsemia. Sejalan dengan masa imobilisasi yang berlanjut, asupan

cairan yang terbatas, dan penyebab lain seperti demam, akan mengakibatkan

resiko dehidrasi. Akibatnya haluaran urine menurun, umunya urine yang

diproduksi berkonsentrasi tinggi.Urine yang pekat ini meningkatkan risiko

terjadi batu dan infeksi.Perawatan perineal yang buruk setelah defekasi

terutama pada wanita, meningkatkan risiko kontaminasi saluran perkemihan

oleh bakteri Escherechia Coli. Penyebab lain infeksi saluran perkemihan

pada klien imobilisasi adalah pemakaian kateter urine menetap.

9. Perubahan Perilaku

Page 15: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain timbulnya rasa

bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus

tidur, dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku

tersebut merupakan dampak imobilisasi karena selama proses imobilisasi

seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan

lain-lain

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian (data subjektif dan objektif berdasarkan 11 Pola Funsional

Gordon)

a. Persepsi dan Penanganan Kesehatan

DS : upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya

DO : pengamatan umum

b. Nutrisi-Metabolik

DS : - intake makanan dan minuman per 24 jam

- mual/muntah

DO : - diet yang dianjurkan

- Nutrisi parenteral total

c. Eliminasi

DS : frekuensi BAK (polyuria, nokturia, bisa menjadi oliguria.anuria jika terjadi

hipovalemi), karakteristik BAK dan BAB

DO : jumlah urine, warna, bau, dan berat jenis urine

gangguan eliminasi urine dan fekal

d. Aktivitas-Latihan

Tanyakan pada klien atau keluarga mengenai pola aktivitas/ latihan klien

sebelum sakit dan saat sakit.

Kemampuan perawatan

diri0 1 2 3 4

Makan dan minum

Mandi

Toileting

Berpakaian

Page 16: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Berpindah

Keterangan :

0 = Mandiri 3 = Di bantu orang lain dan alat

1 = Alat bantu 4 = Tergantung total

2 = Di bantu orang lain

e. Tidur-Istirahat

DS : kebiasaan lama tidur

DO :waktu tidur siang, malam, sering menguap

f. Kognitif-Persepsi

DS : ada masalah sensori persepual : pendengaran, pengligatan, sensasi,

penciuman, pengecapan

DO : kemampuan melihat, menengar, mencium dan merasakan

g. Persepsi Diri – Konsep Diri

DS : perasaan tidak berdaya dengan sakit yang diderita

DO : ekspresi wajah

h. Peran – Hubungan

DS :- pengaruh sakit terhadap pekerjaan

- keefektifan hubungan dengan orang lai

DO :- tingkah laku yang pasif

- interaksi yang terjadi

i. Seksualitas – Reproduksi

DS : dampak sakit terhadap seksualitas

DO : pemeriksaan genetalia

j. Koping – Toleransi Stres

DS : stressor sebelumnya dan metode koping yang digunakan

DO : interaksi dengan orang lain dan tidak ada kontak mata

k. Nilai – Kepercayaan

DS : agama, spiritual maupun kegiatan keagamaan

DO : usaha untuk mencari bantuan spiritual (kunjungan rohaniawan)

2. Kemampuan Fungsi Motorik

Pengkajian motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri

untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.

3. Kemampuan Mobilisasi

Page 17: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai kemampuan

gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah anpa bantuan.

Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut :

Tingkat Aktivitas/Mobilisasi Kategori

Tingkat 0 Mempu merawat diri secara penuh

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang

lain

Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang

lain, dan peralatan

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan

atau berpartisipasi dalam perawatan

4. Kemampuan Rentang Gerak

Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah seperti

bau, siku, lengan, panggul dan kaki.

Tipe gerakan Derajat rentang

normal

Leher, spinal, servikal

Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada 45

Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45

Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejau mungkin 10

Fleksi lateral : memiringkan kepala sejau mungkin ke arah

setiap bahu

40-45

Rotasi : memutar kepala sejau mungkin dalam gerakan

sirkuler

180

Bahu

Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke

depan ke posisi di atas kepala

180

Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180

Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas

kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala

180

Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang 320

Page 18: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

tubu sejau mungkin

Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan

menggerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam

dan ke belakang.

90

Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan

sampai ibu jari ke atas dan samping kepala

90

Lengan bawa

Supinasi : memutar lengan bawa dan telapak tangan seingga

telapak tangan menghadap ke atas

70-90

Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan

menghadap ke bawah

70-90

Pergelangan tangan

Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan

bawah

80-90

Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan,

dan lengan bawa berada pada arah yg sama

80-90

Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan miring

(medial) ke ibu jari

Sampai 30

Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring

(medial) ke ibu jari

30-50

Jari-jari tangan

Fleksi : membuat pergelangan 90

Ekstensi : meluruskan jari tangan 90

Hiperkstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang

sejau mungkin

30-60

Ibu jari

Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan

telapak tangan

90

Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjau dari tangan 90

Pinggul

Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120

Ekstensi : menggerakkan kembali ke samping tungkai yang

lain

90-12 0

Page 19: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Lutut

Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130

Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130

Mata kaki

Dorsofleksi : menggerakkan sehingga jari-jari kaki menekuk

ke atas

20-30

Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki

menekuk ke bawah

45-50

5. Kekuatan Otot Dan Gangguan Koordinasi

Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau

tidak. Derajat kekuatan otot ditentukan dengan :

Skala Presentase

kekuatan normal

Karakteristik

0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi

atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan

topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi

dan melawan tahanan minimal

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh ang normal

melawan gravitasi dan tahanan penuh

6. Pengkajian Fisik

Keadaan umum pasien

Kesadaran

Pemeriksaan TTV

Analisa (pegelompokan data)

No Tgl Data Penyebab/interpretasi Masalah

1 Ds :

Page 20: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

Klien mengatakan

tidak bisa beraktivitas

secara mandiri

Klien mengeluh nyeri

sehingga sulit untuk

bergerak

Do :

Klien tampak lemah

dan aktivitasnya

bergantng pada orang

lain

2. Diagnosa keperawatan dan masalah kolaborasi yang mungkin muncul

berdasarkan NANDA

No

Dx

Tgl Muncul Dx Keperawatan Tgl Teratasi Ttd

1. Hambatan mobilitas

fisik

2. Defisit perawatan diri

3. Risiko kerusakan integritas kulit

3. Rencana Asuhan Keperawatan dan Evaluasi menggunakan SOAP

No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan dan

Kriteria Hasil

Intervensi Rasional Evaluasi

1 Hambatan

Mobilitas Fisik

berhubungan

dengan

Setelah dilakukan

asuhan

keperawatan ...x24ja

m diharapkan pasien

NIC Label :

Exercise Therapy:

Joint Mobility

·

S :

Klien mengatakan

kekakuan

sendinya mulai

Page 21: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

gangguan

muskuloskeletal

ditandai dengan

keterbatasan

kemampuan

melakukan

keterampilan

motorik halus

dan motorik

kasar

dapat tetap

mempertahankan

pergerakannya,

dengan criteria:

NOC Label : Body

Mechanics

Performance

Menggunakan

posisi duduk

yang benar

Mempertahankan

kekuatan otot

Mempertahankan

fleksibilitas sendi

Gerakan yang

terkoordinir

Kaji keterbatasan

gerak sendi

Kaji motivasi klien

untuk

mempertahankan

pergerakan sendi

Jelaskan

alasan/rasional

pemberian latihan

kepada pasien/

keluarga

Monitor lokasi

ketidaknyamanan

atau nyeri selama

aktivitas

Lindungi pasien dari

cedera selama

latihan

Bantu klien ke posisi

yang optimal untuk

latihan rentang

gerak

Anjurkan klien

untuk melakukan

latihan range of

motion secara aktif

jika

memungkinkan

Anjurkan untuk

melakukan range

of motion pasif

jika diindikasikan

Beri reinforcement

positif setiap

Menentukan batas

gerakan yang

akan dilakukan

Motivasi yang

tinggi dari

pasien dpt

melancarkan

latihan

Agar pasien

beserta

keluarga dapat

memahami dan

mengetahui

alasanpemberia

n latihan

Agar dapat

memberikan

intervensi

secara tepat

Cedera yg timbul

dapat

memperburuk

kondisi klien

Memaksimalkan

latihan

ROM dapat

mempertahank

an pergerakan

sendi

ROM pasif

dilakukan jika

klien tidak

berkurang

O :

Klien tampak

berusaha dan

mulai bisa untuk

menggerakkan

tubuhnya

A :

Intervensi

tercapai

sebagaian atau

intervensi dapat

tercapai

seluruhnya

P :

Intervensi

dilanjutkan

Page 22: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

kemajuan klien dapat

melakukan

secara mandiri

Meningkatkan

harga diri klien

DAFTAR PUSTAKA

Mubarak,Wahit Iqbal.(2008).Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan Aplikasi

Dalam Praktik.Jakarta:EGC

Bulechec M.Gloria, Butcher K. Howard, Dochterman Joanne McCloskey. 2004.

Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 5. Amerika: Mosby

Moorhead, Sue. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. USA:

Mosby Elseviyer.

Page 23: Laporan Pendahuluan Mobilisasi

limul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan

Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC

T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi

20012-2014, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC