33
DAFTAR ISI Kata Pengantar............................................ i Daftar isi................................................ ii Bab I. Pendahuluan .......................................1 Bab II. Isi............................................... 2 - Identifikasi istilah yang tidak diketahui..........2 - Rumusan masalah....................................2 - Analisis Masalah...................................2 - Hipotesis.......................................... 2 - Sasaran Pembelajaran...............................2 Bab III. Pembahasan.......................................3 1. Anamnesis......................................... 3 2. Pemeriksaan - Pemeriksaan Tanda Vital...............3 - Pemeriksaan Fisik................................4 - Pemeriksaan Penunjang............................4 3. Diagnosis - Working Diagnosis................................5 - Differensial Diagnosis...........................7 4. Etiologi.......................................... 12 5. Faktor Resiko ....................................12 6. Epidemiologi .....................................12 7. Patofisiologi.....................................13 8. Penatalaksanaan.....................................14 9. Komplikasi.............................................16 10. Preventif........................................ 16 11. Prognosis........................................ 16 Bab IV. Kesimpulan........................................ 17 Bab V. Penutup............................................ 18

Limfoma Hodgkin

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Limfoma Hodgkin

DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................iDaftar isi..............................................................................................................................ii

Bab I. Pendahuluan ............................................................................................................1

Bab II. Isi............................................................................................................................2

- Identifikasi istilah yang tidak diketahui................................................................2

- Rumusan masalah.................................................................................................2

- Analisis Masalah...................................................................................................2

- Hipotesis...............................................................................................................2

- Sasaran Pembelajaran...........................................................................................2

Bab III. Pembahasan...........................................................................................................3

1. Anamnesis...........................................................................................................3

2. Pemeriksaan

- Pemeriksaan Tanda Vital................................................................................3

- Pemeriksaan Fisik...........................................................................................4

- Pemeriksaan Penunjang..................................................................................4

3. Diagnosis

- Working Diagnosis.........................................................................................5

- Differensial Diagnosis....................................................................................7

4. Etiologi................................................................................................................12

5. Faktor Resiko .....................................................................................................12

6. Epidemiologi ......................................................................................................12

7. Patofisiologi........................................................................................................13

8. Penatalaksanaan....................................................................................................14

9. Komplikasi.....................................................................................................................16

10. Preventif............................................................................................................16

11. Prognosis...........................................................................................................16

Bab IV. Kesimpulan............................................................................................................17

Bab V. Penutup...................................................................................................................18

Daftar pustaka

ii

Page 2: Limfoma Hodgkin

BAB I. PENDAHULUAN

Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup system limfatik

dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu

pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang.

Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar system limfatik dan imunitas antara

lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi

dalam 4 bagian yaitu:

klasifikasi limfoma

- Limfoma Hodgkin (LH)

- Limfoma non Hodgkin (LNH)

- Histiositosis x

- Mycosis fungoides

Dalam praktek, yang dimaksud dengan limfoma adalah LH dan LNH, sedang

Histiositosis x dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.

Di negara maju limfoma maligna relatif jarang yaitu kira-kira 2 % dari kanker yang ada.

Akan tetapi, menurut laporan berbagai sentra patologi di Indonesia, tumor ini merupakan

terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara dan kulit.

Pada sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan penyulit

dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal masih merupakan faktor penting

dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis kemoterapi dan radioterapi. Akhir-akhir

ini angka harapan kehidupan 5 tahun meningkat dan bahkan sembuh (kuratif) berkat

manajemen tumor yang tepat dan tersedianya kemoterapi dan radioterapi. Dalam makalah ini

akan dibahas lebih lanjut dan jelas tentang limfoma Hodgkin (LH).

1

Page 3: Limfoma Hodgkin

BAB II. ISI

Seorang laki-laki datang ke dokter dengan keluhan adanya benjolan di lehar yang mulai

disadari sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan tidak disertai rasa sakit, tapi semakin membesar.

1. Identifikasi istilah yang tidak diketahui:

Tidak ada

2. Rumusan Masalah.

Laki-laki ada benjolan di leher sejak 2 bulan yang lalu, tidak sakit dan makin membesar.

3. Analisis Masalah

4. Hipotesis

Laki-laki dengan keluhan adanya benjolan di leher yang semakin membesar dan tidak sakit

menderita limfadenopati neoplasia.

5. Sasaran Pembelajaran

Mempelajari:

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan: Pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang

3. Diagnosis: working, diferensial

4. Etiologi

5. Faktor Resiko

6. Epidemiologi

7. Patofisiologi

8. Penatalaksanaan

9. Komplikasi

10. Preventif

11. Prognosis

BAB III. PEMBAHASAN2

8.Penatalaksanaan

1.Anamnesis 2. Pemeriksaan 4.Etiologi

7.Patofisiologi

11.Prognosis

3.Diagnosis

6. Epidemiologi

9.Komplikasi

Laki-laki ada benjolan di leher sejak 2 bulan yang

lalu, tidak sakit dan makin membesar.

10.Preventif

5. Faktor Resiko

Page 4: Limfoma Hodgkin

1. Anamnesis1

Dari penderita atau keluarga penderita,ataupun orang terdekat pasien, kita berharap

mendapat keterangan tentang keadaan pasien sebagai manifestasi kelainan yang berkaitan

dengan gejala yang dialami oleh pasien, yaitu :

- Identitas pasien.

Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara,

bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah untuk data rekam medis.

- Keluhan Utama

Mendengar keluhan penderita sangat penting untuk pemeriksaan. Bertanya seperti “apa

keluhan bapak?”, gejala yang dialami, kapan mulai terjadi?

- Riwayat penyakit dahulu

Ditanya apakah pernah menderita penyakit-penyakit berat atau yang lainnya.

Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil sebelumnya,

mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus; luka lecet pada wajah atau leher atau

tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi Staphilococcus; dan adanya infeksi

gigi dan gusi juga dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah

sebelumnya dapat mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV.

- Gejala penyerta

Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran

pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan

mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas

penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit

kolagen atau penyakit serum (serum sickness), ditambah adanya riwayat pemakaian obat-

obatan atau produk darah.

- Riwayat pengobatan, apakah ada masalah dengan obat tertentu untuk alternatif pemberian

obat jika ternyata pasien tidak cocok dengan jenis obat tertentu.

2. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan tanda vital1

Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pengukuran suhu badan, denyut nadi, tekanan

darah, dan pernapasan.

Tekanan Darah

3

Page 5: Limfoma Hodgkin

Tekanan darah pada sistem arteri bervariasi sesuai dengan siklus jantung, yaitu

memuncak pada waktu sistolik dan sedikit menurun pada waktu diastolik.

Tingginya tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya aktifitas fisik,

keadaan emosi, rasa sakit, suhu sekitar, penggunaan kopi, tembakau, dll.

Denyut Nadi

Dengan menghitung frekuensi denyut nadi, dapat diketahui frekuensi denyut jantung

dalam 1 menit. Dalam praktek sehari-hari, pemeriksaan pulsasi a.radialis paling sering

dilakukan.

Pernafasan

Penilaian pada pemeriksaan pernafasan dapat meliputi :

1. Tipe pernafasan: abdomino-torakal, torako-abdominal

2. Frekuensi

a. Normal : 12-20 kali permenit, tetapi ada pula yang menyatakan 8-16 kali/menit.

b. Takipnea : pernafasan yang cepat.

c. Bradipnea : pernafasan yang lebih lambat.

3. Kedalaman Pernafasan: normal, dangkal, dalam

b. Pemeriksaan fisik1

Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikular, aksiler dan

inguinal. Mungkin lien dan hati teraba membesar. Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk

menentukan kemungkinan cincin waldeyer ikut terlibat. Apabila area ini terlihat perlu

diperiksa gastrointestinal sebab sering terlihat bersama-sama.

c. Pemeriksaan penunjang6

- Biopsi

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering

digunakan pada diagnosis pendahuluan

limfadenopati untuk identifikasi penyebab

kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik

kelenjar getah bening, metastasis karsinoma

dan limfoma malignum. Penyulit lain dalam

diagnosis sitologi biopsy aspirasi LH ataupun

LNH adalah adanya negatif palsu dianjurkan melakukan biopsy aspirasi multiple hole di

beberapa tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak

sesuai dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.

4

Page 6: Limfoma Hodgkin

Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan ditemukannya tanda

klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang limfosit, sel plasma, eosinofil dan

histiosit. Sel Reed Sternberg adalah sel yang besar dengan dua inti atau multinucleated

dengan sitoplasma yang banyak dan pucat

- Radiologi1,6

Termasuk didalamnya :

1. foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal

2. Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB didaerah iliaka dan pasca aortal.

3.USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus

menuntun biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi.

4. CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH

- Laboratorium1

Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian penting

dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas penyakit. atau

keterlibatan organ spesifik. Pada pasien penyakit Hodgkin serta pada penyakit neoplastik

atau kronik lainnya mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat sedang

yang berkaitan dengan penurunan kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan

simpanan besi yang normal atau meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi

leukomoid sedang sampai berat, terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya

menghilang dengan pengobatan. Eosinofilia absolute perifer ringan tidak jarang

ditemukan, terutama pada pasien yang menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis

absolute limfositopenia absoluit (<1000 sel per millimeter kubik) biasanya terjadi pada

pasien dengan penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan evaluasi terhadap banyak

pemeriksaan sebagai indicator keparahan penyakit. Sampai saat ini, laju endap darah

masih merupakan pemantau terbaik, tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat

kembali ke normal walaupun masih terdapat penyakit residual. Uji lain yang abnormal

adalah peningkatan kadar tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali, lisozim,

globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain dalam serum.

3. Diagnosis

- Working Diagnosis2,4,6,7

Limfoma Hodgkin

Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging :

· Clinical staging

Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.

5

Page 7: Limfoma Hodgkin

· Pathological staging.

Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada jaringan

yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi organ, yaitu :

hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit.

Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang dimodifikasi sesuai

konferensi Cotswald.

Staging menurut system Ann Arbor modifikasi Costwald.

Stage I : Penyakit menyerang satu regio kelenjar getah bening atau satu struktur limfoid

(missal : limpa, timus, cincin Waldeyer).

Stage II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio kelenjar pada satu sisi diafragma,

jumlah regio yang diserang dinyatakan dengan subskrip angka, misal : II2, II3.

Stage III : Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan di bawah diafragma.

III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal

III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal.

Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang tergolong E (E: bila

primer menyerang satu organ ekstra nodal).

A : bila tanpa gejala sistemik

B : bila disertai gejala sistemik yaitu: panas badan ≥ 38˚C yang tak jelas sebabnya;

penurunan berat badan 10 % atau berkeringat malam atau setiap kombinasi dari 3 gejala itu

selama 6 bulan terakhir penyakit ini.

X : bila ada bulky mass (≥ 1/3 lebar thorax dan ≥ 10 cm untuk ukuran kelenjar).

S : bila limpa (spleen) terkena.

6

Page 8: Limfoma Hodgkin

- Differensial Diagnosis2,4,6,,7

1. Limfoma non hodgkin

Definisi

Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan

primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai

limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat. Limfoma non Hodgkin,

khususnya limfoma susunan saraf pusat biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan

defisiensi imun dan yang mendapat obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan

transplantasi ginjal dan jantung.

Penggolongan Histologis Limfoma non Hodgkin

Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi limfosit dapat dilihat dari ukuran dan

konfigurasi intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat dianggap sebagai sel-sel yang

berdiferensiasi baik, dan sel-sel limfoid kecil yang tidak beraturan bentuknya dianggap

sebagai limfosit yang berdiferensiasi buruk. Anggapan kedua adalah sel-sel limfoid besar

dengan inti vesikular dan mempunyai banyak sitoplasma yang biasanya berwarna pucat

dianggap berasal dari golongan monosit makrofag (histiosit).

Tanda-Tanda Imunologis Limfoma non Hodgkin

Limfosit B mengandung imunoglobulin permukaan (surface immunoglobulins) yang

dapat diwarnai dan menampilkan reseptor-reseptor untuk komplemen dan fraksi Fc dari

imunoglobulin. Limfosit T tidak mempunyai imunoglobulin permukaan yang dapat

diwarnai tetapi mempunyai kemampuan membentuk ikatan dengan sel-sel darah merah

biri-biri. Dengan demikian limfosit B dan T dapat dikenal dan ditetapkan jumlahnya baik

dalam darah tepi maupun dalam suspensi sel yang berasal dari jaringan limfoid.

Pendekatan ini telah membuktikan bahwa sebagian besar LNH berasal dari sel B dan

bahwa sel yang berproliferasi biasanya monoklonal.

Etiologi dan Patogenesis

Abnormalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom. Limfoma malignum subjenis sel

yang tidak berdiferensiasi (DU) ialah LNH derajat keganasan tinggi lainnya, jarang

dijumpai pada dewasa tetapi sering ditemukan pada anak. Subjenis histologis ini

mencakup limfoma Burkitt, yang merupakan limfoma sel B dan mempunyai ciri

abnormalitas kromosom, yaitu translokasi lengan panjang kromosom nomor 8 (8q)

biasanya ke lengan panjang kromosom nomor 14 (14q+). Infeksi virus, salah satu yang

dicurigai adalah virus Epstein-Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt(Afrika).

Infeksi HTLV-1 (Human T Lymphoytopic Virus type 1).

7

Page 9: Limfoma Hodgkin

Gambaran Klinis

Gejala pada sebagian besar pasien asimtomatik sebanyak 2% pasien dapat mengalami

demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Pada pasien dengan limfoma

indolen dapat terjadi adenopati selama beberapa bulan sebelum terdiagnosis, meskipun

biasanya terdapat pembesaran persisten dari nodul kelenjar bening. Untuk

ekstranodalnya, penyakit ini paling sering terjadi pada lambung, paru-paru dan tulang,

yang mengakibatkan karakter gejala pada penyakit yang biasa menyerang organ-organ

tersebut. Dengan menerapkan kriteria yang digunakan oleh Rosenberg dan Kaplan untuk

menentukan rantairantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan. Jones

menemukan bahwa pada 81% di antara 97 penderita LNH jenis folikular dan 90% di

antara 93 penderita LNH jenis difus, penyebaran penyakit juga terjadi dengan cara

merambat dari satu tempat ke tempat yang berdekatan. Walaupun demikian hubungan

antara kelenjar getah bening daerah leher kiri dan daerah para aorta pada LNH jenis

folikular tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus. Rosenberg

melaporkan bahwa pada semua penderita LNH difus dengan jangkitan pada sumsum

tulang, didapati jangkitan pada kelenjar getah bening para aorta yang terjadi sebelumnya

atau bersamaan dengan terjadinya jangkitan pada sumsum tulang. Di antara semua

subjenis LNH menurut klasifikasi Rappaport subjenis histiotik difus menunjukkan angka

yang terendah dari jangkitan penyakit pada hati.

Penatalaksanaan

Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi yang dapat

dilakukan adalah:

1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:

Pada prinsipnya simtomatik

- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu:

COP (Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)

- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif.

Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal dan paliatif. Radioterapi: Low Dose TOI +

Involved Field Radiotherapy saja.

2. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma

- Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU) + radioterapi CHOP (Cyclophosphamide,

Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)

- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan paliatif.

8

Page 10: Limfoma Hodgkin

3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT) DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)

- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:

1. setelah siklus kemoterapi keempat

2. setelah siklus pengobatan lengkap

2. Limfadenitis

Definisi

Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi

primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain.

Peradangan tersebut akan menimbulkan hiperplasia kelenjar getah bening hingga terasa

membesar secara klinik.

Penyebab infeksi berasal dari organisme yaitu bakteri, virus, protozoa, riketsia, atau

jamur.

Infeksi kelenjar limfe dapat disebarkan dari infeksi kulit, telinga, hidung, atau mata.

Jenis limfadenitis :

1. Limfadenitis akut

2. Limfadenitis kronis

Jenis limfadenitis kronis :

1. Limfadenitis kronis spesifik

2. Limfadenitis kronis non spesifik : limfadenitis tuberkulosis

Gejala limfadenitis berupa pembengkakan kelenjar getah bening. Biasanya teraba lunak

dan nyeri.

Cara menentukan penyebab limfadenitis bisa melalui biopsi.

Pengobatan limfadenitis tergantung organisme penyebab. Rasa nyeri dapat dikurangi

dengan memberikan kompres hangat pada kelenjar yang terkena.

Pencegahan limfadenitis bisa dengan menjaga kesehatan dan kebersihan badan.

9

Limfadenitis granulomatosa. Tampak sel epiteloid pada aspirat penderita limfadenitis tuberkulosis

Page 11: Limfoma Hodgkin

3. Struma nodusa non toksik

Definisi

Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai

suatu nodul ,tanpa disertai tanda – tanda hipertiroidisme.

Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif nodul dibedakan menjadi: nodul

dingin ,hangat dan panas.

Sedangkan berdasarkan konsistensinya nodul dibedakan menjadi: nodul lunak, nodul

kistik, nodul keras, nodul sangat keras.

Etiologi

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun

sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu,

diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan

peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif

dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan

mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun

bagian yang lain rusak akibat tiroiditis.

Diagnosis

Anamnesis :

• Sejak kapan benjolan timbul

• Rasa nyeri spontan atau tidak spontan ,berpindah atau tetap

• Cara membesarkanya : cepat atau lambat

• Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau

hanya pembesaran leher saja

• Gangguan menelan ,sesak nafas

• Penurunan berat badan

• Keluhan tirotoksikosis

Pemeriksaan fisik

• Umum

• Local ;

o Nodul tunggal atau majemuk,atau difus

o Nyeri tekan

o Konsistensi

o Permukaan

o Perlekatan pada jaringan sekitarnya

10

Page 12: Limfoma Hodgkin

o Pendesakan atau pendorongan trakea

o Pembesaran kelenjar getah bening regional

o Pemberton’s sign

Pemeriksaan Penunjang

• Laboratorium : T4 atau T3, dan TSHs

• Biosi aspirasi jarum halus ( BAJAH ) nodul tiroid

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel

ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi

biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang

kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

o Bila hasil laboratorium; non –toksik

• USG tiroid

o Pemantau kasus nodul yang tidak diopersi

o Pemendu pada BAJAH

• Sidik tiroid :

o Bila klinis ganas,tetapi hasil sitologi dengan BAJAH ( 2 X );jinak,

o Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas

• Petanda keganasan tiroid ( bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid

medular,diperiksakan kalsitonik)

• Pemeriksaaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat,curiga penyakit hashimoto

Pengobatan

Sesuai hasil BAJAH ,maka terapi :

A. Ganas operasi tirodektomi near total ;

B. curiga operasi dengan lebih dulu melakukan potong beku (VC)

Bila hasil = ganas operasi tiroidektomi total

Bila hasil = jinak operasi lobektomi,atau tiroidektomi total.

C. Jinak

* terapi dengan levo-tiroksin ( LT 4) dosis subtoksis .

• Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug ( 3 hari )

• Dilanjutkan 3 x 25 ug ( 3 – 4 hari )

11

Page 13: Limfoma Hodgkin

4. Etiologi6

Banyak kemajuan telah dicapai dalam bidang biologi penyakit ini. Meskipun masih banyak

yang belum mapan. Seperti pada keganasan yang lain penyebab penyakit Hodgkin ini

multifaktorial dan belum jelas benar. Perubahan genetic, disregulasi gen-gen factor

pertumbuhan, virus dan efek imunologis, semuanya dapat merupakan factor tumorigenik

penyakit ini. Tentang asal usul sel datia Reed-Sternberg masih ada silang pendapat sampai

sekarang. Kejangkitan limfoma Hodgkin ataupun limfoma non Hodgkin kemungkinan ada

kaitannya dengan keluarga. Apabila salah satu anggota keluarga menderita limfoma

Hodgkin, maka resiko anggota lain terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang

lain yang tidak termasuk keluarga itu. Pada orang hidup berkelompok insiden limfoma

Hodgkin cenderung lebih banyak.

5. Faktor Resiko4,5

Faktor risiko adalah sesuatu yang secara statistik meningkatkan kesempatan mendapatkan

penyakit atau kondisi.

Faktor risiko meliputi:

Jenis Kelamin: laki-laki

Usia: 15-40 dan lebih dari 55

Sejarah keluarga

Sejarah mononukleosis menular atau infeksi dengan virus Epstein-Barr, agen penyebab

mononukleosis.

Melemah sistem kekebalan tubuh, termasuk infeksi dengan HIV atau AIDS kehadiran.

Lama penggunaan hormon pertumbuhan manusia.

6. Epidemiologi4,5

Angka kejadian Penyakit Hodgkin yang berdasarkan populasi di Indonesia belum ada. Pada

KOPAPDI II di Surabaya tahun 1973 dilaporkan bahwa di bagian penyakit dalam RS.

Dr.Sutomo Surabaya antara tahun 1963-1972 (9 tahun) telah dirawat 26.815 pasien, dimana

81 diantaranya adalah limfoma malignum dan 12 orang adalah penyakit Hodgkin. Pada

KOPAPDI VIII tahun 1990 di Yogya dilaporkan bahwa selama 1 tahun di bagian penyakit

dalam RSUP Dr. Sardjito dirawat 2246 pasien, 32 di antaranya adalah limfoma malignum

dan semuanya adalah limfoma Hodgkin. Dari laporan-laporan tersebut di atas terlihat bahwa

di Indonesia limfoma non-Hodgkin lebih banyak dari penyakit Hodgkin, dan pria selalu lebih

banyak daripada wanita. Pada limfoma non Hodgkin terdapat peningkatan insidensi yang

linear seiring dengan usia. Sebaliknya, pada penyakit Hodgkin di Amerika Serikat dan di

negaranegara barat yang telah berkembang, kurva insidensi spesifik umur berbentuk bimodal

12

Page 14: Limfoma Hodgkin

dengan puncak awal pada orang dewasa muda (15-35 tahun). Dan puncak kedua setelah 50

tahun. Penyakit Hodgkin lebih prevalen pada laki-laki dan bila kurva insidensi spesifik umur

dibandingkan dengan distribusi jenis kelamin pasien, maka peningkatan prevalensi laki-laki

lebih nyata pada dewasa muda. Pada penyakit Hodgkin anak predominasi laki-laki ini lebih

mencolok dengan lebih dari 80% pasien adalah laki-laki Hal ini menyebabkan beberapa

peneliti beranggapan bahwa terdapat peningkata kerentan yang berhubungan dengan faktor

genetik terkait seks dan hormonal.

7. Patofisiologi6

Asal-usul penyakit Hodgkin tidak diketahui. Pada masa lalu, diyakini bahwa penyakit

Hodgkin merupakan reaksi radang luar biasa (mungkin terhadap agen infeksi) yang

berperilaku seperti neoplasma. Tetapi, kini secara luas diterima bahwa penyakit Hodgkin

merupakan kelainan neoplasi dan bahwa sel Reed-Sternberg merupakan sel transformasi.

Tetapi asal-usul sel Reed-Sternberg tetap menjadi teka-teki. Sel Reed-Sternberg tidak

membawa penanda permukaan sel B atau T. Tidak seperti monosit, tidak memiliki

komplemen dan reseptor Fc. Beberapa pengkaji telah menentukan berdasarkan dari penderita

dengan jalur sel penyakit Hodgkin, yang agaknya berasal dari sel Reed-Sternberg.

Sel-sel yang mirip Reed-Sternberg dari perbenihan ini tampak menimbulkan antigen

permukaan dengan sejumlah kecil sel “dendrit” pada daerah parafolikel nodus limfatik.

Mungkin termasuk kelas antigen HLA II sel dendrit positif, yang aktif dalam pengenalan

antigen oleh sel T ?. Berkurangnya kapasitas “memberitahukan” antigen berkaitan dengan

transformasi neoplasi sel “dendritik”, mungkin menjelaskan adanya gangguan imunitas sel-T,

yang begitu umum terjadi pada penyakit Hodgkin.

Infiltrat radang nonneoplastik yang khas tampaknya terbentuk karena sekresi sejumlah

sitokin oleh sel RS, termasuk IL-5 ( suatu zat penarik dan faktor pertumbuhan untuk

eosinofil), transforming growth faktor â (suatu faktor fibrogenik), dan IL-13 (yang dapat

merangsang sel RS melalui mekanisme autokrin). Sebaliknya, sel reaktif menghasilkan faktor

(seperti ligan CD30) yang membantu pertumbuhan dan kesintasan sel RS.

Patologi

Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan Butler

sesuai keputusan symposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut klasifikasi ini

penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :

13

Page 15: Limfoma Hodgkin

1. Tipe Lymphocyte Predominant

Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel limfosit

yang dewasa, beberapa sel Reed-Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak muda.

Prognosisnya baik.

2. Tipe Mixed Cellularity

Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil,

limfosit dan banyak didapatkan sel Reed-Sternberg. Dan merupakan penyakit yang luas

dan mengenai organ ekstranodul. Sering pula disertai gejala sistemik seperti demam, berat

badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih buruk.

3. Tipe Lymphocyte Depleted

Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed-Sternberg banyak sekali

dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung merupakan

proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik. Prognosis buruk.

4. Tipe Nodular Sclerosis

Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering dilaporkan

sel Reed-Sternberg yang atifik yang disebut sel Hodgkin. Sering didapatkan pada wanita

muda / remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.

8. Penatalaksanaan4,5,7

a. Non Medika Mentosa

1. Dengan melakukan Radioterapi:

Radioterapi dapat kuratif untuk penyakit Hodgkin dini (st I+II) A. kurabilitasnya

menurun bila ada penyakit dibawah diafragma, karena itu untuk stadium IA dan IIA

(tanpa gejala demam, keringat malam, penurunan berat badan) yang direncanakan akan

diberi terapi radiasi kuratif saja perlu dilakukan staging laparotomy untuk memastikan

ada tidaknya lesi dibawah diafragma. Bila ada lesi di bawah diafragma maka radioterapi

saja tidak cukup, perlu ditambah dengan kemoterapi.

2. Pencangkokan sumsum tulang atau sel stem darah

Pencangkokan ini ditujukan pada penderita yang tidak menunjukkan perbaikan setelah

terapi penyinaran atau kemoterapi atau yang membaik tapi kemudian kambuh kembali

dalam 6-9 bulan, memiliki harapan hidup yang lebih kecil dibandingkan dengan penderita

yang mengalami kekambuhan dalam 1 tahun atau lebih setelah terapi awal.

Kemoterapi dosis tinggi yang dikombinasikan dengan pencangkokan sumsum tulang

memiliki resiko tinggi terhadap infeksi, yang bisa berakibat fatal. Tetapi sekitar 20-40%

penderita yang menjalani pencangkokan sumsum tulang terbebas dari penyakit Hodgkin

14

Page 16: Limfoma Hodgkin

selama 3 tahun atau lebih dan bisa sembuh. Hasil terbaik bisa dicapai pada penderita

yang berusia dibawah 55 tahun dengan keadaan kesehatan yang baik.

b. Medika Mentosa

Terapi penyinaran sendiri menyembuhkan sekitar 90% penderita stadium I atau II.

Pengobatan biasanya dilakukan selama 4-5 minggu, penderita tidak perlu dirawat.

Penyinaran ditujukan kepada daerah yang terkena dan kelenjar getah bening di sekitarnya.

Kelenjar getah bening di dada yang sangat membesar diobati dengan terapi penyinaran

yang biasanya mendahului atau mengikuti kemoterapi. Dengan pendekatan ini, 85%

penderita bisa disembuhkan.

Pengobatan untuk stadium III bervariasi, tergantung kepada keadaan. Jika tanpa gejala,

kadang terapi penyinaran saja sudah mencukupi. Tetapi hanya 65-75% penderita yang

sembuh. Penambahan kemoterapi meningkatkan kemungkinan sembuh sampai 75-80%.

Jika pembesaran kelenjar getah bening disertai dengan gejala lainnya, maka digunakan

kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran. Angka kesembuhan diantara 70-80%.

Pada stadium IV digunakan kombinasi dari obat-obat kemoterapi.

2 kombinasi tradisional adalah:

- MOPP (mekloretamin, vinkristin/onkovin, prokarbazin dan prednison)

- ABVD (doksorubisin/adriamisin, bleomisin, vinblastin dan dakarbazin).

Setiap siklus kemoterapi berlangsung selama 1 bulan, dengan waktu pengobatan total

adalah 6 bulan atau lebih. Bisa juga digunakan kombinasi obat lainnya. Pengobatan ini

memberikan angka kesembuhan lebih dari 50%.

Sediaan Obat Keterangan

MOPP Mekloretamin

(nitrogen mustard)

Vinkristin (onkovin)

Prokarbazin

Prednison

Merupakan sediaan pertama, ditemukan pada tahun

1969,kadang masih digunakan

ABVD Doksorubisin

(adriamisin)

Bleomisin

Vinblastin

Dakarbazin

Dikembangkan untuk mengurangi efek samping dari

MOPP (misalnya kemandulan menetap & leukemia)

Menyebabkan e.s. berupa keracunan jantung & paru2.

Angka kesembuhannya menyerupai MOPP.

Lebih sering digunakan dibandingkan MOPP.

ChiVPP Klorambusil

Vinblastin

Prokarbazin

Prednison

Kerontokan rambut yg terjadi lebih sedikit

dibandingkan pada pemakaian MOPP & ABVD

15

Page 17: Limfoma Hodgkin

MOPP/ABVD Bergantian antara

MOPP & ABVD

Dikembangkan untuk memperbaiki angka kesembuhan

menyeluruh, tetapi belum terbukti

Angka harapan hidup bebas kekambuhan lebih baik

dibandingkan sediaan lainnya

MOPP/ABVhibrid MOPP bergantian

dengan

Doksorubisin

(adriamisin)

Bleomisin

Vinblastin

Dikembangkan untuk memperbaiki angka kesembuhan

menyeluruh & untuk mengurangi keracunan

Masih dalam penelitian

9. Komplikasi2,7

Komplikasi yang dialami dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit.

Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual,

muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah

komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek

jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.

Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan

pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut

kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva.

10. Preventif6

Tidak ada pedoman untuk mencegah limfoma Hodgkin karena penyebabnya tidak

diketahui.

11. Prognosis2

Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama

dengan pengobatan meskipun tidak 100%.

16

Page 18: Limfoma Hodgkin

BAB. IV KESIMPULAN

1. Limfoma malignum Hodgkin adalah suatu jenis limfoma yang dibedakan berdasarkan jenis

sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-Stenberg.

2. Etiologi limfoma Hodgkin Seperti pada keganasan yang lain penyebab penyakit Hodgkin ini

multifaktorial dan belum jelas benar

3. Gambaran klinis pada sebagian besar pasien Penyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika

seseorang mengalami pembesaran kelenjar getah bening. Gejala lainnya adalah demam,

berkeringat di malam hari dan penurunan berat badan.

4. Diagnosis banding limfoma Hodgkin adalah limfoma non hodgkin, limfadenitis dan struma

nodusa non toksik.

5. Limfoma Hodgkin mempunyai 4 stadium. Disini dibagi atau ditetapkan tingkat penyakit:

tahap I, tahap II, tahap III dan tahap IV

17

Page 19: Limfoma Hodgkin

BAB V. PENUTUP

Limfadenopati merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sering menimbulkan

keresahan orang tua ataupun pasien itu sendiri. Apakah itu merupakan tanda dari keganasan,

atau suatu keadaan yang normal. Untuk itu diperlukan suatu profil Limfadenopati untuk

membantu menegakkan diagnosis agar diketahui cara penanganannya dengan baik.

Sistem limfatik membawa tipe khusus dari sel darah putih yang disebut limfosit melalui

suatu jaringan dari saluran tubuler (pembuluh getah bening) ke seluruh jaringan tubuh,

termasuk sumsum tulang. Tersebarnya jaringan ini merupakan suatu kumpulan limfosit dalam

nodus limfatikus yang disebut kelenjar getah bening. Limfosit yang ganas (sel limfoma) dapat

bersatu menjadi kelenjar getah bening tunggal atau dapat menyebar di seluruh tubuh, bahkan

hampir di semua organ.

18

Page 20: Limfoma Hodgkin

DAFTAR PUSTAKA.

1. P.D, Welsby. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. EGC. Jakarta. 2010

2. Am Fam Physician, Lymphadenopathy and Malignancy. 2002 Didunduh dari

http://www.aafp.org/afp/2002/1201/p2103.html pada tanggal 24 April 2011.

3. Chandrasoma P, Taylor CR. The Lymphoid System: Structure and Function; Infection and

Proliferation. In: Concise Pathology, Singapore, McGraw-Hill, 2006

4. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 2002

5. Hoffbrand A V, Pettit J E, Darmawan I, editor. Kapita Selekta Haematologi (Essential

Haematology). Edisi 2. Cetakan IV. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2006

6. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease, 8th Edition, 2010

7. Isselbacher K.J, Braunwald E, Asdie H Dr Prof, et al. HARRISON Prinsip-prinsip Ilmu

Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 2000.

19

Page 21: Limfoma Hodgkin

Problem Based Learning

Limfoma Hodgkin

oleh:

Peter Fischer

10-2008-209

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

JAKARTA 2011

20

Page 22: Limfoma Hodgkin

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan syukur keapada Tuhan Yang Maha Esa yang telah membimbing

penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini penulis buat

untuk memenuhi tugas mandiri Problem Based Learning yang diberikan. Dalam pembuatan

makalah ini banyak pihak yang turut membantu. Karena itu penulis ingin mengucapkan juga

terima kasih kepada :

1. Kepada dr. Clara selaku tutor PBL kelompok D7 yang telah memberikan pengarahan

bagi penulis.

2. Kelompok diskusi yang kompak.

3. Perpustakaan Ukrida yang telah menjadi tempat mencari bahan.

4. dan berbagai pihak yang belum tersebutkan satu per satu.

Penulis sadar masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu penulis

akan sangat senang dalam menerima kritik dan saran yang akan disampaikan untuk perbaikan.

Semoga makalah ini bisa berguna bagi kita semua.

Jakarta, 25 April 2011

Penulis

21

i