40
SGD 4 HERBAL LBM 1 KRITERIA DAN REGULASI OBAT TRADISIONAL STEP 1 Obat tradisional Bahan atau ramuan bahan yg berupa bahan tumbuhan, hewani, mineral, sediaan bisa sarian (galenik) atau campuran dari bahan tsb yg secara turun temurun telah digunakan dalam pengobatan, berdasarkan pengalaman. Jamu Produk ramuan bahan alam asli Indonesia untuk kesehatan, mencegah penyakit, pengobatan penyakit, pemulihan kesehatan dan kebugaran. Belum dibuktikan secara ilmiah, tapi dipercaya orang berdasarkan pengalaman empirik. STEP 2 1. pa sa!a macam"macam obat tradisional# Bedanya apa# $. Bagaimana kriteria obat tradisional yg bisa diresepkan sesuai Permenkes# %. Peraturan pemerintah ttg obat tradisional# &. pa sa!a kelebihan dan kelemahan obat tradisional# '. pa perbedaan antara obat kimia sintetik dan obat tradisional# . Bagaimana sistem pengawasan obat tradisional# .pa sa!a u!i untuk menentukan suatu bahan dikatakan obat tradisional*herbal# STEP 3 1. pa sa!a macam"macam obat tradisional# Bedanya apa# +acam"macam a. Jamu (ada ranting, lingkaran hi!au) riteria- " man, sesuai ketentuan yg sudah disyaratkan " laim khasiat dibuktikan berdasar data empiris " +emenuhi persyaratan mutu yg berlaku !i secara klinik (& /ase- 1) untuk mengetahui e/ek pada manusia, $) dosisnya- untuk 100"$00 manusia, %) untuk terapi- pada pasien, &) dipasarkan), sebelumnya preklinik dlu, u!inya u!i toksisitas.

lbm 1 herbal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

herbal

Citation preview

SGD 4 HERBAL LBM 1KRITERIA DAN REGULASI OBAT TRADISIONAL

STEP 1

Obat tradisional Bahan atau ramuan bahan yg berupa bahan tumbuhan, hewani, mineral, sediaan bisa sarian (galenik) atau campuran dari bahan tsb yg secara turun temurun telah digunakan dalam pengobatan, berdasarkan pengalaman.

Jamu

Produk ramuan bahan alam asli Indonesia untuk kesehatan, mencegah penyakit, pengobatan penyakit, pemulihan kesehatan dan kebugaran.

Belum dibuktikan secara ilmiah, tapi dipercaya orang berdasarkan pengalaman empirik.

STEP 2

1. Apa saja macam-macam obat tradisional? Bedanya apa?2. Bagaimana kriteria obat tradisional yg bisa diresepkan sesuai Permenkes?

3. Peraturan pemerintah ttg obat tradisional?

4. Apa saja kelebihan dan kelemahan obat tradisional?

5. Apa perbedaan antara obat kimia sintetik dan obat tradisional?

6. Bagaimana sistem pengawasan obat tradisional?7. Apa saja uji untuk menentukan suatu bahan dikatakan obat tradisional/herbal?

STEP 3

1. Apa saja macam-macam obat tradisional? Bedanya apa?

Macam-macama. Jamu (ada ranting, lingkaran hijau)Kriteria:

Aman, sesuai ketentuan yg sudah disyaratkan

Klaim khasiat dibuktikan berdasar data empiris

Memenuhi persyaratan mutu yg berlaku

Uji secara klinik

(4 fase: 1) untuk mengetahui efek pada manusia, 2) dosisnya: untuk 100-200 manusia, 3) untuk terapi: pada pasien, 4) dipasarkan),

sebelumnya preklinik dlu, ujinya uji toksisitas.

b. Obat herbal terstandar (3 pasang jari2 daun): obat tradisional yg disajikan dari ekstrak/penyaringan, dari tanaman obat/hewani/mineral

Kriteria:

Aman, sesuai ketentuan

Klain dibuktikan secara ilmiah/preklinik

Telah dilakukan standarisasi trhadp bahan baku yg digunakan

Memenuhi persyaratan mutu yg berlaku

c. Fitofarmaka (jari2 daun, seperti rangka segi 6, dilingakari warna hijau): bentuk obat tradisional yg disejajarkan dg obat modern, karena sudah terstandar dan ditunjak bukti klinik pada manusia.Kriteria:

Aman, sesuai persyaratan

Klaim khasiat dibuktikan berdasar uji klinik

Telah dilakukan standarisasi trhdp bahan baku pada produk jadi

Memenuhi persyaratan mutu yg berlaku

Obat tradisional termasuk obat herbal.Obat herbal: obat tradisional, obat bahan alam, obat asli.

Obat tradisonal: asli dari negara itu sendiri, turun temurun

Obat bahan alam: belum diapa2in

Obat asli: dari bahan alam, ramuan dan pembuktian khasiat berdasarkan masyarakat, pengetahuan tradisioanal.

Regulasi obat tradisional???

Mulai dari yg belum diketahui khasiatnya secara ilmiah (jamu) ( uji preklinik (OHT) ( fitofarmaka (uji klinik) ( bisa digunakan.

OHT

Persyaratan

Logo/tulisan

Bahan baku; syarat mutu

Syarat uji

Kriteria

Persyaratan mutu: bahan utama, bahan tambahan

Produk jadi

Cara pembuatan

Cara pengujian obat tradisional

Spesifikasi produk jadi

Bentuk sediaan

FITOFARMAKA

Persyaratan

Logo/tulisan

Bahan baku; syarat mutu

Isi ramuan/komposisi

Bentuk sediaan: topikal, oral

Standar fitofarmaka

Khasiat: dengan istilah medis

Kriteria

Syarat uji: dasar pemikiran, Tujuan uji fitofarmaka, Tahapan uji

Syarat2 uji klinik

Daftar OT yg harus dikembangkan menjadi fitofarmaka

Persyaratan mutu: bahan utama, tambahan

Produk jadi

Cara pembuatan

Cara pengujian OT

Spesifikasi produk jadi

2. Bagaimana kriteria obat tradisional yg bisa diresepkan sesuai Permenkes?

a. Sudah tergolong fitofarmakab. Jaminan kualitas, bahan produksi akhir harus memenuhi kestabilan kandungan aktif

c. Jaminan keamanan, produk akhir harus aman, tdak toksik pada hewan, preklinik, maupun manusia

d. Jaminan efikasi, produk akhir harus menunjukkan aktivitas biologis pada uji preklinik, hewan coba, dan uji klinik pada manusia.

OT yg boleh diedarkan harus memenuhi kriteria

a. Menggunakan bahan yg memenuhi persyarakatn keamanan dan mutu

b. Dibuat dg menerapkan cara pembuatan obat tradisional yg baik (CPOTB)

c. Memenuhi persyaratan farmakope herbal Indonesia/ yg lain yg diakui

d. Berkhasiat yg dibuktikan secara empiris turun-temurun, dan/atau secara ilmiah

e. Penandaan berisi informasi yg objektif, lengkap dan tidak menyesatkan.

OT dilarang mengandung:

Etil alkohol > 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yg pemakaiannya dg pengenceran

Bahan kimia obat yg merupakan hasil isolasi/sintetik yg berkhasiat obat

Obat narkotika/psikotropika

Bahan lain berdasarkan pertimbangan kesehatan / berdasarkan penelitian bisa menyebabkan/membahayakan kesehatan.

Obat tradisional tidak boleh ada bahan sintetik.

3. Peraturan pemerintah ttg obat tradisional?

a. Permenkes No 007 tahun 2012 tentang Registrasi obat tradisionalBab I: ketentuan umum

Isi tentang frase/kata2 yg ada di permenkes

Bab II: izin edar

Bab III: syarat registrasi

Bab IV: tata cara registrasi

Bab V: evaluasi kembali

Bab VI: kewajiban pemegang nomor izin edar

Bab VII: sanksi

Bab VIII: ketentuan peralihan

Bab IX: ketentuan penutup

27 pasal

Cari lagi yaaa...., dibaca!!!

4. Apa saja kelebihan dan kelemahan obat tradisional?

Kelebihan

a. Memiliki efek samping yg saling mendukung jika berada dalam 1 ramuan yg berbeda

b. Memiliki efek samping yg relatif rendah

c. Pada 1 tanaman memiliki > 1 efek farmakologi

d. Sesuai pada penyakit yg diakibatkan pertukaran zat didalam tubuh dan genetik

e. Murah,

f. mudah digunakan, tergantung sediaannya

sediaan yg tidak boleh:

intravaginal

supositoria, kecuali untuk wasir.

tetes mata

parenteral

sediaan yg tersedia? Beserta contohnya, gambarnya juga... :P

Kapsul

Sirup

Serbuk

Pil

Salep

g. mudah didapat

h. sudah dikenal dan dipercaya masyarakat

Kelemahan

a. Takaran harus tepat, ok bisa jadi toksik

b. Harus tepat memilih jenis obat sesuai riwayat penyakitnya.

c. Beberapa spesifitasnya masih rendah

d. Beberapa efek samping belum diketahui dg jelas

e. Beberapa kadar zat belum jelas

f. Efikasi belum jelas.

5. Apa perbedaan antara obat kimia sintetik dan obat tradisional?

Obat kimia: satu kandungan senyawa

noperbedaanKimia sintetikOT

1Kandungan senyawasatubanyak

2Zat aktifjelasAda yg jelas, ada jg yg belum diketahui

3mutuBisa dikendalikanMasih sulit dikendalikan

4keamananPasti sudah melalui uji preklinik dan klinik ( amanJamu dan OHT ( belum tentu aman

Fitofarmaka: bisa aman ok sudah diuji

5Lebih diarahakn utk menghilangkan gejalaDiarahkan pada sumber penyakit dan perbaikan fungsi organ yg rusak

6SifatSimptomatis, paliatifRekonstruktif, kuratif

7Untuk penyakit akutMencegah penyakit, pemulihan penyakit komplikasi

8Reaksi didalam tubuhlebih cepatLebih lambat

9

Persamaan dan perbedaan jamu, Oht, fitofarmaka (dibuat tabel)

Persamaan: izin edar, kriteria, syarat bahan baku, persyaratan mutu, produk jadi, cara pembuatan, cara pengujian OT, spesifikasi, produk jadi

Perbedaan: syarat bahan baku, kriteria (klaim, jenis klain), uji penelitian dalam isi ramuan, logo dan penggunaan

OT yg tidak perlu memiliki izin edar

Larangan bahan-bahan (nama simplisia (nama umum dan nama ilmiah)

6. Bagaimana sistem pengawasan obat tradisional?

Lapis pertama: dari produsen OT, harus sesuai standar mutu mulai dari bahan baku, alat produksi Lapis kedua: dari pemerintah, membuat regulasi dan peraturan untuk mencegah obat berbahaya beredar, membuat BPOM.

Lapis ketiga: masyarakat, harus punya pengetahuan dan kesadaran tentang obat yg sesuai dg penyakitnya.

7. Apa saja uji untuk menentukan suatu bahan dikatakan obat tradisional/herbal?

a. Uji preklinik; pada hewan coba1) Uji farmakologi

2) Uji farmakodinamik: efek obat didalam tubh

3) Uji toksisitas: mengetahui seberapa toksik bahan tersebut; kadar toksik

b. Uji klinik; pada manusia

1) Fase 1: untuk mengetahui efek pada manusia pada orang sehat

2) Fase 2: untuk mengetahui dosisnya; untuk 100-200 orang

3) Fase 3: untuk terapi: pada pasien, RCT

4) Fase 4: dipasarkan, dan dievaluasi lagi

STEP 4

MAPPING

STEP 7

1. Apa saja macam-macam obat tradisional? Bedanya apa?

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

http://www.binfar.depkes.go.id/dat/Permenkes_007-2012_Registrasi_Obat_Tradisional1.pdf Sediaan galenik adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari 600C.

Regulasi obat tradisional???

JAMU Jamu adalah obat tradisional Indonesia.

Saintifkasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.

Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah:

a. Memberikan landasan ilmiah (evidence based ) penggunaan jamu secara empiris melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan.

b) Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan jamu.

c) Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien dengan penggunaan jamu.

Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

(1) Jamu harus memenuhi kriteria:

a. aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu;

b. klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada; dan

c. memenuhi persyaratan mutu yang khusus untuk itu.

(2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan yang berlaku.KEPUTUSAN

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA

Nomor : HK.00.05.4.2411

T e n t a n g

KETENTUAN POKOK PENGELOMPOKAN DAN PENANDAAN

OBAT BAHAN ALAM INDONESIA

Pasal 2

Jamu harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris;

c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium;

Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata kata : Secara tradisional digunakan untuk , atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.

Pasal 5

(1).Kelompok Jamu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir a untuk

pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan JAMU sebagaimana contoh terlampir;

(2).Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus/brosur :

(3).Logo (ranting daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo;

(4).Tulisan JAMU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan JAMU;

OHT

Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi

Persyaratan

Logo/tulisan

Pasal 7

(1).Obat Herbal Terstandar sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir b harus mencantumkan logo dan tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR sebagaimana contoh terlampir;

(2).Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa JARI JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah /pembungkus /brosur;

(3).Logo (jari jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo;

(4).Tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR yang dimaksud pada Ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR.

Bahan baku; syarat mutu

Syarat uji

Kriteria

Pasal 3

Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

b. Klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik;

c. Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;

Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.

Persyaratan mutu: bahan utama, bahan tambahan

Produk jadi

Cara pembuatan

Cara pengujian obat tradisional

Spesifikasi produk jadi

Bentuk sediaan

FITOFARMAKA

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi.

Persyaratan

Logo/tulisan

Bahan baku; syarat mutu

Isi ramuan/komposisi

Bentuk sediaan: topikal, oral

Standar fitofarmaka

Khasiat: dengan istilah medis

Kriteria

Pasal 8

(1).Kelompok Fitofarmaka sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir c harus mencantumkan logo dan tulisan FITOFARMAKA sebagaimana contoh terlampir;

(2).Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah /pembungkus / brosur;

(3).Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo;

(4).Tulisan FITOFARMAKA yang dimaksud pada Ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan FITOFARMAKA.

Pasal 4

Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :

a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik;

c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.

Syarat uji: dasar pemikiran, Tujuan uji fitofarmaka, Tahapan uji

Syarat2 uji klinik

Daftar OT yg harus dikembangkan menjadi fitofarmaka

Persyaratan mutu: bahan utama, tambahan

Produk jadi

Cara pembuatan

Cara pengujian OT

Spesifikasi produk jadi

Jenis-jenis Obat Tradisional yang dikembangkan Menjadi FitofarmakaLampiran Permenkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 tanggal 4 September 1992 tentang daftar obat tradisional yang harus menjadi Fitofarmaka

Antelmintik

Anti ansietas (anti cemas)

Anti asma

Anti diabetes (hipoglikemik)

Anti diare

Anti hepatitis kronis

Anti herpes genitalis

Anti hiperlipidemia

Anti hipertensi Anti hipertiroidisme

Anti histamine

Anti inflamasi

Anti kanker

Anti malaria

Anti TBC

Antitusif/ekspektoransia

Disentri

Dispepsia (gastritis)

Diuretik

http://www2.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/KRITCARA%20PENDAFT.OT.pdf http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-content/uploads/downloads/2012/07/permenkes-003-tahun2010.pdf2. Bagaimana kriteria obat tradisional yg bisa diresepkan sesuai Permenkes?

OT yg boleh diedarkan harus memenuhi kriteria

Pasal 6

(1) Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria

sebagai berikut:

a. menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan

mutu;

b. dibuat dengan menerapkan CPOTB;

c. memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan

lain yang diakui;

d. berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau

secara ilmiah; dan

e. penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak

menyesatkan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan.

OT dilarang mengandung:

Pasal 7

(1) Obat tradisional dilarang mengandung:

a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran;

b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;

c. narkotika atau psikotropika; dan/atau bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau

berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan.

(2) Bahan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan

dengan Peraturan Kepala Badan.

Tingtur??

Pasal 8

Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan:

a. intravaginal;

b. tetes mata;

c. parenteral; dan

d. supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.

Obat tradisional tidak boleh ada bahan sintetik.

3. Peraturan pemerintah ttg obat tradisional?

Permenkes RI No. 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1: istilah-istilah yang ada di Permenkes, 21.

BAB II IZIN EDAR

Pasal 2: izin edar; (1) - (3)

Pasal 3: berlaku

Pasal 4: yang boleh beredar tanpa izin edar (a) - (c)

Pasal 5: ketentuan ttg pasal 4 (c)

Pasal 6: kriteria OT yg dpt izin edar (1) (2)

Pasal 7: kandungan OT yg dilarang (1) (2)

Pasal 8: sediaan yg dilarang

BAB III PERSYARATAN REGISTRASIBagian kesatu: Registrasi OT produksi dalam negeri Pasal 9

Bagian kedua: Registrasi OT kontrak

Pasal 10 : (1) (4)

Bagian ketiga: Registrasi OT lisensi

Pasal 11

Bagian keempat: Registrasi OT impor

Pasal 12 (1) (6)

Bagian kelima: Registrasi OT khusus ekspor

Pasal 13: (1) (3)

BAB IV TATA CARA REGISTRASIBagian kesatu: Umum

Pasal 14: (1) (3)

Pasal 15: (1) (2)

Bagian kedua: Evaluasi

Pasal 16

Pasal 17: (1) (2)

Bagian ketiga: Pemberian Izin Edar

Pasal 18: (1) (2)

Bagian keempat: Peninjaun Kembali

Pasal 19: (1) (2)

Bagian kelima: Pelaksanaan izin edar

Pasal 20: (1) (2)

BAB V EVALUASI KEMBALI

Pasal 21: (1) (2)

BAB VI KEWAJIBAN PEMEGANG NOMOR IZIN EDAR

Pasal 22: (1) (3)

BAB VII SANKSI

Pasal 23: (1) (2)

BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24: (1) (3)

BAB IX KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Pasal 26

Pasal 27

http://www.binfar.depkes.go.id/dat/Permenkes_007-2012_Registrasi_Obat_Tradisional1.pdf4. Apa saja kelebihan dan kelemahan obat tradisional?

Kelebihan

sediaan yg tersedia? Beserta contohnya, gambarnya juga... :P

Kelebihan Obat Tradisional

Dibandingkan obat-obat modern, memang OT/TO memiliki beberapa kelebihan,

antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif.

1). Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat

OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai dengan indikasi tertentu.

a. Ketepatan takaran/dosis

Daun sledri (Apium graviolens) telah diteliti dan terbukti mampu menurunkan tekanan darah, tetapi pada penggunaannya harus berhati-hati karena pada dosis berlebih (over dosis) dapat menurunkan tekanan darah secara drastis sehingga jika penderita tidak tahan dapat menyebabkan syok. Oleh karena itu dianjurkan agar jangan mengkonsumsi lebih dari 1 gelas perasan sledri untuk sekali minum.

Demikian pula mentimun, takaran yang diperbolehkan tidak lebih dari 2 biji besar untuk sekali makan. Untuk menghentikan diare memang bisa digunakan gambir, tetapi penggunaan lebih dari 1 ibu jari, bukan sekedar menghentikan diare bahkan akan menimbulkan kesulitan buang air besar selama berhari-hari (kebebelen).

Sebaliknya penggunaan minyak jarak (Oleum recini) untuk urus-urus yang tidak terukur akan menyebabkan iritasi saluran pencernaan. Demikian juga dengan pemakaian keji beling (Strobilantus crispus) untuk batu ginjal melebihi 2 gram serbuk (sekali minum) bisa menimbulkan iritasi saluran kemih.

b. Ketepatan waktu penggunaan

Sekitar tahun 1980-an terdapat suatu kasus di salah satu rumah sakit bersalin,

beberapa pasien mengalami kesulitan persalinan akibat mengkonsumsi jamu cabe puyang sepanjang masa (termasuk selama masa kehamilan).

Setelah dilakukan penelitian, ternyata jamu cabe puyang mempunyai efek menghambat kontraksi otot pada binatang percobaan. Oleh karena itu kesulitan melahirkan pada ibu-ibu yang mengkonsumsi cabe puyang mendekati masa persalinan karena kontraksi otot uterus dihambat terus-menerus sehingga memperkokoh otot tersebut dalam menjaga janin didalamnya.

Sebaliknya jamu kunir asem bersifat abortivum sehingga mungkin dapat menyebabkan keguguran bila dikonsumsi pada awal kehamilan. Sehubungan dengan hal itu, seyogyanya bagi wanita hamil minum jamu cabe-puyang di awal kehamilan (antara 1-5 bulan) untuk menghindari resiko keguguran dan minum jamu kunir-asem saat menjelang persalinan untuk mempermudah proses persalinan.

Kasus lain adalah penggunaan jamu sari rapet terus menerus sejak gadis hingga berumah tangga dapat menyebabkan kesulitan memperoleh keturunan bagi wanita yang kurang subur karena ada kemungkinan dapat memperkecil peranakan.

c. Ketepatan cara penggunaan

Daun kecubung (Datura metel L.) telah diketahui mengandung alkaloid turunan tropan yang bersifat bronkodilator (dapat memperlebar saluran pernafasan) sehingga digunakan untuk pengobatan penderita asma. Penggunaannya dengan cara dikeringkan lalu digulung dan dibuat rokok serta dihisap (seperti merokok). Akibat kesalahan informasi yang diperoleh atau kesalah fahaman bahwasanya secara umum penggunaan TO secara tradisional adalah direbus lalu diminum air seduhannya; maka jika hal itu diperlakukan terhadap daun kecubung, akan terjadi keracunan karena tingginya kadar alkaloid dalam darah. Orang Jawa menyebutnya mendem kecubung dengan salah satu tandanya midriasis, yaitu mata membesar.

d. Ketepatan pemilihan bahan secara benar

Berdasarkan pustaka, tanaman lempuyang ada 3 jenis, yaitu lempuyang emprit (Zingiber amaricans L) lempuyang gajah (Zingiber zerumbert L.) dan lempuyang wangi (Zingiber aromaticum L.). Lempuyang emprit dan lempuyang gajah berwarna kuning berasa pahit dan secara empiris digunakan untuk menambah nafsu makan; sedangkan lempuyang wangi berwarna lebih putih (kuning pucat) rasa tidak pahit dan berbau lebih harum, banyak digunakan sebagai komponen jamu pelangsing.

Kenyataannya banyak penjual simplisia yang kurang memperhatikan hal tersebut, sehingga kalau ditanya jenisnya hanya mengatakan yang dijual lempuyang tanpa mengetahui apakah lempuyang wangi atau yang lain.

Kerancauan serupa juga sering terjadi antara tanaman ngokilo yang dianggap sama dengan keji beling, daun sambung nyawa dengan daun dewa, bahkan akhir-akhir ini terhadap tanaman kunir putih, dimana 3 jenis tanaman yang berbeda (Curcuma mangga, Curcuma zedoaria dan Kaempferia rotunda) seringkali sama-sama disebut sebagai kunir putih yang sempat mencuat kepermukaan karena dinyatakan bisa digunakan untuk pengobatan penyakit kanker.

e. Ketepatan pemilihan TO/ramuan OT untuk indikasi tertentu

Kenyataan dilapangan ada beberapa TO yang memiliki khasiat empiris serupa bahkan dinyatakan sama (efek sinergis). Sebaliknya untuk indikasi tertentu diperlukan beberapa jenis TO yang memiliki efek farmakologis saling mendukung satu sama lain (efek komplementer). Walaupun demikian karena sesuatu hal, pada berbagai kasus ditemui penggunaan TO tunggal untuk tujuan pengobatan tertentu. Misalnya seperti yang terjadi sekitar tahun 1985, terdapat banyak pasien di salah satu rumah sakit di Jawa Tengah yang sebelumnya mengkonsumsi daun keji beling.

Pada pemeriksaan laboratorium dalam urine-nya ditemukan adanya sel-sel darah merah (dalam jumlah) melebihi normal. Hal ini sangat dimungkinkan karena daun keji beling merupakan diuretik kuat sehingga dapat menimbulkan iritasi pada saluran kemih. Akan lebih tepat bagi mereka jika menggunakan daun kumis kucing (Ortosiphon stamineus) yang efek diuretiknya lebih ringan dan dikombinasi dengan daun tempuyung (Sonchus arvensis) yang tidak mempunyai efek diuretik kuat tetapi dapat melarutkan batu ginjal berkalsium.

Penggunaan daun tapak dara (Vinca rosea) untuk mengobati diabetes bukan merupakan pilihan yang tepat, sebab daun tapak dara mengandung alkaloid vinkristin dan vinblastin yang dapat menurunkan jumlah sel darah putih (leukosit). Jika digunakan untuk penderita diabetes yang mempunyai jumlah leukosit normal akan membuat penderita rentan terhadap serangan penyakit karena terjadi penurunan jumlah leukosit yang berguna sebagai pertahanan tubuh.2). Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional/komponen bioaktif tanaman obat

Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri dari beberapa jenis TO yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan.

Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki. Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan bahwa suatu formulasi terdiri dari komponen utama sebagai unsur pokok dalam tujuan pengobatan, asisten sebagai unsur pendukung atau penunjang, ajudan untuk membantu menguatkan efek serta pesuruh sebagai pelengkap atau penyeimbang dalam formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih dari 1 jenis TO sehingga komposisi OT lazimnya cukup komplek.

Misalnya suatu formulasi yang ditujukan untuk menurunkan tekanan darah, komponennya terdiri dari : daun sledri (sebagai vasodilator), daun apokat atau akar teki (sebagai diuretika), daun murbei atau besaren (sebagai Ca-antagonis) serta biji pala (sebagai sedatif ringan). Formulasi lain dimaksudkan untuk pelangsing, komponennya terdiri dari : kulit kayu rapet dan daun jati belanda (sebagai pengelat), daun jungrahap (sebagai diuretik), rimpang kunyit dan temu lawak (sebagai stomakik sekaligus bersifat pencahar). Dari formulasi ini walaupun nafsu makan ditingkatkan oleh temu lawak dan kunyit, tetapi penyerapan sari makanan dapat ditahan oleh kulit kayu rapet dan jati belanda. Pengaruh kurangnya defakasi dinetralisir oleh temulawak dan kunyit sebagai pencahar, sehingga terjadi proses pelangsingan sedangkan proses defakasi dan diuresis tetap berjalan sebagaimana biasa. Terhadap ramuan tersebut seringkali masih diberi bahan-bahan tambahan (untuk memperbaiki warna, aroma dan rasa) dan bahan pengisi (untuk memenuhi jumlah/volume tertentu). Bahan tambahan sering disebut sebagai Coringen, yaitu c.saporis (sebagai penyedap rasa, misalnya menta atau kayu legi), c.odoris (penyedap aroma/bau, misalnya biji kedawung atau buah adas) dan c.coloris (memperbaiki warna agar lebih menarik, misalnya kayu secang, kunyit atau pandan). Untuk bahan pengisi bisa digunakan pulosari atau adas, sekaligus ada ramuan yang disebut adas-pulowaras atau adas-pulosari. KELEMAHAN

http://cintaialam.tripod.com/keamanan_obat%20tradisional.pdf5. Apa perbedaan antara obat kimia sintetik dan obat tradisional?

Bikin tabel yaa

Persamaan dan perbedaan jamu, Oht, fitofarmaka (dibuat tabel)PerbedaanJamuOHTFitofarmaka

Lambang

Keterangan Lambang Logo berupa RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditmpatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur. Logo tersebut dicetak dengan warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo

Tulisan JAMU harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan JAMU.Logo berupa JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur. Logo tersebut dicetak dengan warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.

Tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan OBAT HERBAL TERSTANDAR.Logo berupa JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditmpatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur. Logo tersebut dicetak dengan warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.

Tulisan FITOFARMAKA harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan FITOFARMAKA.

DefinisiJamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut.Sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.Sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku.

KriteriaAman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

Klaim khasiat dibuktikan berdasarakan data empiris

Memenuhi persyaratan yang telah berlaku.Aman dibuktikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan

Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik

Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk Aman sesuai dengna persyaratan yang ditetapkan

Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik

Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi Memenuhi persyaratan yang telah berlaku

PeralatanPeralatan sederhanadibutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal dari jamuDiperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit.

Pembuatanmengacu pada resep peninggalan leluhurtidak memerlukan pembuktian ilmiah secara uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empirisDitunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis. Penelitian ini meliputi standarisasi kandungan senyawa berkhasiat dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang higienis, serta uji toksisitas akut maupun kronis.telah terstandar dgn uji klinis pada manusia.

Contoh1.JAMU GEMPUR BATU (AIR MANCUR)

- Sonchi fol (daun tempuyung).

- Strobilanthi fol (daun kejibeling).

- Orthosiphonis fol (daun kumis kucing).

- Phyllanthi herba (herba meniran).

- Imperata rad (akar alang-alang).

- Pinnatae rad (akar aren).

2. JAMU SIRNA KARANG (CAP JAGO)

- Strobilanthus crispus (kejibeling)

- Ortosiphon stamineus (kumis kusing)

- Phyllanthus niruri (meniran)

- Hidrocotyle asitica (kaki kuda)

- Foeniculum vulgare (adas)

- Curcuma xanthorrhiza (temulawak)

- Alyxia stellata (pula sari)

- Plantago major (daun urat)

1.Diapet SOHO, OHT diare (mencret)

2.Fitolac Kimia Farma, OHT laktagoga (pelancar ASI)

3.Fitogaster Kimia Farma, OHT karminatif (peluruh kentut)

4.Glucogard Phapros, OHT diabetes (kencing manis)

5.Irex Max Bintang Toedjoe, OHT lemah syahwat (impoten - aphrodisiaka)

6.Kiranti Pegal Linu Orang Tua, OHT pegal linu

7.Kiranti Sehat Datang Bulan Orang Tua, OHT sindrom prahaid (PMS - Pre-menstruation Syndrom)

8.Sehat Kuat (Chang Sheuw Tian Ran Ling Yao) Daun Teratai, OHT kanker (neoplasma ganas)

9.Lelap SOHO, OHT gangguan tidur (hipnotika)

10.Teh Songgolangit Songgolangit Herbal - Surabaya, OHT rematik

11.Stop Diar Plus Air Mancur - Wonogiri, OHT diare (mencret)

12.Virugon Cream Konimex, OHT herpes (dompo)

13.Tolak Angin Sido Muncul, OHT masuk anginNodiar (POM FF 031 500 361) (PT. Kimia Farma)

Komposisi :

Attapulgite 300 mg

Psidii Folium ekstrak 50 mg

Curcumae domesticae Rhizoma ekstrak 7,5 mg

Sebagai anti diare

Rheumaneer (POM FF 032 300 351) (PT. Nyonya Meneer)

Komposisi:

Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg

Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg

Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg

Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg

Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg

Sebagai anti reumatikStimuno (POM FF 041 300 411, POM FF 041 600 421)

(PT. Dexa Medica)

Komposisi:

Phyllanthi Herba ekstrak 50 mg

Sebagai imunomodulator

Tensigrad Agromed ( POM FF 031 300 031, POM FF 031 300 041) (PT. Phapros)

Komposisi:

Apii Herba ekstrak 95 mg

Sebagai anti hipertensi

X-Gra (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300 021) (PT. Phapros)

Komposisi:

Ganoderma lucidum 150 mg

Eurycomae Radix 50 mg

Panacis ginseng Radix 30 mg

Retrofracti Fructus 2,5 mg

Royal jelly 5 mg

Persamaan: izin edar, kriteria, syarat bahan baku, persyaratan mutu, produk jadi, cara pembuatan, cara pengujian OT, spesifikasi, produk jadi Perbedaan: syarat bahan baku, kriteria (klaim, jenis klain), uji penelitian dalam isi ramuan, logo dan penggunaan OT yg tidak perlu memiliki izin edarBAB II

IZIN EDAR

Pasal 2

(1) Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin

edar.

(2) Izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala

Badan.

(3) Pemberian izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan

melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan.

Pasal 4

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

terhadap:

a. obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu

gendong;

b. simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan

layanan pengobatan tradisional;

c. obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk

registrasi dan pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Pasal 3 PERATURAN BPOM RI NO: HK.00.05.41.1384 TENTANG

KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENDAFTARAN OBAT TRADISIONAL,

OBAT HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA

Dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 terhadap :

a. obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang digunakan untuk penelitian;

b. obat tradisional impor untuk digunakan sendiri dalam jumlah terbatas;

c. obat tradisional impor yang telah terdaftar dan beredar di negara asal untuk tujuan pameran dalam jumlah terbatas;

d. obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong;

bahan baku berupa simplisia dan sedaan galenik.

Larangan bahan-bahan (nama simplisia (nama umum dan nama ilmiah)

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/833/4/BK2008-G105.pdf6. Bagaimana sistem pengawasan obat tradisional?

7. Apa saja uji untuk menentukan suatu bahan dikatakan obat tradisional/herbal?

NOOBAT TRADISIONALPENGUJIAN

1JAMUmengacu pada resep peninggalan leluhurtidak memerlukan pembuktian ilmiah secara uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris

2OHTuji praklinik.

Dari uji diperoleh informasi penting tentang efikasi farmakologi, profil farmakokinetik, dan toksisitas calon obat. Uji praklinik adalah pengujian obat pada reseptor kultur sel terisolasi atau organ yang terisolasi. Setelah itu diuji pada hewan utuh seperti mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata. Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui efek toksik obat pada dosis pengobatan. Selain itu toksisitas merupakan cara mengevaluasi kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenesitas), pertumbuhan tumor (onkogenisitas dan karsinogenisitas), dan kejadian cacat waktu lahir. Selain uji pada hewan, juga dikembangkan uji in vitro untuk menentukan khasiat obat. Contohnya, uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji antimikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi.

Jika sudah dinyatakan memiliki manfaat dan aman pada hewan percobaan, bahan obat diuji ke manusia. Uji itu disebut dengan uji klinik.

3FITOFARMAKAUji klinik

Adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit atau pengobatan segala penyakit.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No: 760/Menkes/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka

Uji klinis

Uji klinis fase 1 : untuk melihat keamanan dan tolerasnsi yang dilakukan terhadap sukarelawan yang sehat.

Uji klinis fase 2 : terhadap sejumlah pasien di RS untuk menggunakan keputusan arah penggunaan dan dosis serta uji khasiat dan keamanan terhadap pasien.

Uji klinis fase 3 : terhadap pasien dalam jumlah besar.

Uji klinis fase 4 : melihat efek setelah di pasarkan

Tahap-tahap Pelaksanaan

Merencanakan tahap-tahap pelaksanaan uji klinik fitofarmaka termasuk formulasi, uji farmakologik eksperimental dan uji kimia.

Melaksanakan uji klinik fitofarmaka

Melakukan evaluasi hasil uji klinik fitofarmaka

Menyebar luaskan informasi tentang hasil uji klinik informatika kepada masyarakat (peneliti boleh mempublikasikan pengujian yang dilakukan dengan memperhatikan kode etik publikasi ilmiah)

Memantau penggunaan dan kemungkinan timbulnya efek samping fitofarmaka.

Tahap-tahap Pengembangan

Pemilihan jenis obat tradisional yang akan mengalami pengujian dan pengembangan kearah fitofarmaka berdasarkan prioritas yang digariskan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pengujian Farmakologik

Pengujian Toksisitas

a. Toksisitas akut waktunya 24 jam

b. Toksisitas sub akut waktunya 4 minggu 3 bulan

c. Toksisitas kronik waktunya >3 bulan

Pengujian Farmakodinamik

Pengembangan sediaan (formulasi)

Penapisan Fitokimia dan standarisasi sediaan

Pengujian klinik

Prof Dr Ellin Yulinah, Farmakolog Institut Teknologi Bandung. http://www.trubus-online.co.id/mod.php?mod=publisher&op=printarticle&artid=1467

Dari segi pengujian :

Secara garis besar ada 5 tahapan uji klinik obat

1. Farmakologi & toksikologi, untuk menentukan batas keamanan dan efektivitas obat. Dilakukan terhadap hewan (biasanya mencit, tikus dan kera). Pada hewan, dalam penelitian pra-klinik, telah diteliti sifat-sifat farmakologik suatu obat baru.

2. Fase 1 - untuk mengetahui apa efek obat itu di dalam tubuh manusia. Tujuan penelitian fase ini ialah meneliti sifat-sifat farmakologik obat tsb. sehingga tercapai efek terapetik maksimum. Biasanya dilakukan terhadap 50-150 sukarelawan yang sehat.

3. Fase 2 - untuk menentukan dosis terapi si obat. Tujuan utama dari percobaan-percobaan di sini ialah meneliti apakah suatu obat baru berguna untuk satu (atau lebih) indikasi

klinik. Dilakukan terhadap 100-200 pasien.

4. Fase 3 - untuk memastikan efek terapi, efek samping dan keamanan. Yang dipakai sebagai pembanding adalah obat standar dan placebo. Keputusan untuk memasuki fase 3 diambil bila para peneliti yakin bahwa rasio manfaat : risiko obat itu dapat diterima. Pasien yang

dilibatkan biasanya 50-5000 orang. Uji ini mutlak perlu untuk registrasi obat baru ke FDA.

5. Fase 4 - uji klinik setelah obat dipasarkan, jika diminta oleh badan yang berwenang. Dapat dikatakan bahwa fase 4 mencakup semua penelitian yang dilakukan setelah obat baru mendapat izin untuk pemasarannya. Oleh sebab itu penelitian fase 4 harus di-disain untuk mengungkapkan: Efek samping akibat penggunaan kronik; Manfaat obat dalam penggunaan jangka panjang; Data-data komparatif lainnya dalam penggunaan jangka panjang; Non-responder; Penggunaan-penggunaan baru dan indikasi baru; Penilaian kemungkinan penyalahgunaan obat; Penilaian kemungkinan penggunaan obat secara berlebihan; Interaksi obat dan kompatibilitasnya dengan zat-zat lain.

http://www.kalbe.co.id/index.php?mn=med&tipe=cdk&detail=printed&cat=det&det_id=141

Berkurangnya respons thdp obat akibat pemberian berulang Toleransi terjadi: berkurangnya konsentrasToleransi konsentrasi obat di reseptor

berkurangnya respons dari reseptor terhadap konsentrasi

obat yang sama

Toleransi:peristiwa dimana dosis obat harus dinaikkan terus menerus untuk mencapai efek terapeutiknya yang sama

Macam-macan toleransi :

a)Toleransi primer (bawaan)

b)Toleransi sekunder: timbul setelah menggunakan obat selama waktu tertentu

c)Toleransi silang : terjadi antara zat-zat yang mempunyai struktur kimia serupa

Habituasi:kebiasaan dalam mengkonsumsi obat

Adiksi:adanya ketergantungan jasmani dan bila pengobatan dihentikan menimbulkan efek yang hebat

Bagaimana terjadinya toleransi obat?Pada orang-orang yang memulai penggunaan obat karena ada gangguan medis/psikis sebelumnya, penyalahgunaan obat terutama untuk obat-obat psikotropika, dapat berangkat dari terjadinyatoleransi,dan akhirnyaketergantungan.Menurut konsep neurobiologi, istilah ketergantungan(dependence)lebih mengacu kepada ketergantungan fisik, sedangkan untuk ketergantungan secara psikis istilahnya adalah ketagihan(addiction).Pada bagian ini akan dipaparkan secara singkat tentang toleransi obat.Toleransi obat sendiri dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu : toleransi farmakokinetik, toleransi farmakodinamik, dan toleransi yang dipelajari(learned tolerance).Toleransi farmakokinetikaadalah perubahan distribusi atau metabolisme suatu obat setelah pemberian berulang, yang membuat dosis obat yang diberikan menghasilkan kadar dalam darah yang semakin berkurang dibandingkan dengan dosis yang sama pada pemberian pertama kali. Mekanisme yang paling umum adalah peningkatan kecepatan metabolisme obat tersebut. Contohnya adalah obat golongan barbiturat. Ia menstimulasi produksi enzim sitokrom P450 yang memetabolisir obat, sehingga metabolisme/degradasinya sendiri ditingkatkan. Karenanya, seseorang akan membutuhkan dosis obat yang semakin meningkat untuk mendapatkan kadar obat yang sama dalam darah atau efek terapetik yang sama. Sebagai tambahan infromasi, penggunaan barbiturate dengan obat lain juga akan meningkatkan metabolisme obat lain yang digunakan bersama, sehingga membutuhkan dosis yang meningkat pula.

Toleransi farmakodinamikamerujuk pada perubahan adaptif yang terjadi di dalam system tubuh yang dipengaruhi oleh obat, sehingga respons tubuh terhadap obat berkurang pada pemberian berulang. Hal ini misalnya terjadi pada penggunaan obat golongan benzodiazepine, di mana reseptor obat dalam tubuh mengalami desensitisasi, sehingga memerlukan dosis yang makin meningkat pada pemberian berulang untuk mencapai efek terapetik yang sama.

Toleransi yang dipelajari (learned tolerance)artinya pengurangan efek obat dengan mekanisme yang diperoleh karena adanya pengalaman terakhir.

Kebutuhan dosis obat yang makin meningkat dapat menyebabkan ketergantungan fisik, di mana tubuh telah beradaptasi dengan adanya obat, dan akan menunjukkan gejala putus obat(withdrawal symptom) jika penggunaan obat dihentikan. Ketergantungan obat tidak selalu berkaitan dengan obat-obat psikotropika, namun dapat juga terjadi pada obat-obat non-psikotropika, seperti obat-obat simpatomimetik dan golongan vasodilator nitrat.

Di sisi lain,adiksiatauketagihanobat ditandai dengan adanya dorongan, keinginan untuk menggunakan obat walaupun tahu konsekuensi negatifnya. Obat-obat yang bersifat adiktif umumnya menghasilkan perasaaneuphoriayang kuat danreward,yang membuat orang ingin menggunakan dan menggunakan obat lagi. Adiksi obat lama kelamaan akan membawa orang pada ketergantungan fisik juga.

Bagaimana mekanisme terjadinya adiksi ?Untuk menjelaskan tentang adiksi, perlu dipahami dulu istilah systemrewardpada manusia. Manusia, umumnya akan suka mengulangi perilaku yang menghasilkan sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang menyebabkan rasa menyenangkan tadi dikatakan memilikiefekreinforcement positif.Reward bisa berasal secara alami, sepertimakanan, air, sex, kasih sayang, yang membuat orang merasakan senang ketika makan, minum, disayang, dll. Bisa juga berasal dari obat-obatan. Pengaturan perasaan dan perilaku ini ada pada jalur tertentu di otak, yang disebutreward pathway.Perilaku-perilaku yang didorong oleh reward alami ini dibutuhkan oleh mahluk hidup untuksurvived(mempertahankan kehidupan).

OBAT TRADISIONAL

HERBAL STANDAR

JAMU

OHT

Penggunaan dalam yankes

persyaratan

informal

formal

Perbedaan

Persamaan