23
LAPORAN KASUS RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME Pembimbing: dr. Hj. Artsini Manfaati, SpA Oleh Baiq Trisna Satriana H1A 008 042 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

Lapsus RDS_nicu Rsup Ntb Dr.atik

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN KASUSRESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Pembimbing: dr. Hj. Artsini Manfaati, SpA

OlehBaiq Trisna SatrianaH1A 008 042

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYADI BAGIAN/ SMF ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTBFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM2013

BAB ILAPORAN KASUSI.1.Identitas PasienNama: By. Ny. A.Jenis Kelamin: Laki-lakiUmur: 1 hari.Tempat/ Tanggal Lahir: Mataram, 28 Juli 2013Tanggal MRS: 28 Juli 2013.Tanggal Pemeriksaan: 29 Juli 2013I.2.AnamnesisKeluhan Utama: Bayi tampak biruRiwayat Penyakit Sekarang: Pasien rujukan RS Siti Hajar Mataram dengan Respiratory distress dd asfiksia sedang + BBL dengan ibu DM gestasional, umur 5 jam 30 menit. Pasien dibawa ke ruang NICU RSUP NTB dengan keluhan bayi tampak biru dan terlihat kurang aktif sesaat setelah dilahirkan secara SC di RS Siti Hajar Mataram, A-S: 6-8, ketika di NICU keadaan umum bayi lemah, tangis merintih, sesak (-), warna kulit bayi kebiruan, tampak cekung di dada saat bernapas, kulit bayi teraba dingin terutama di ujung kaki dan tangan, tali pusat terlihat segar. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Saat Ini: Ini adalah kehamilan yang ke empat, selama hamil ibu pasien mengaku menjalani ANC di praktek dokter Sp.OG lebih dari 4 kali, pada trimester pertama kehamilan ibu pasien mengatakan tidak ada masalah dalam kehamilannya maupun kesehatannya secara umum dan hanya diberikan suplemen kehamilan, namun pada trimester kedua, bulan ke 7 kehamilan gula darah ibu menjadi tinggi sekitar 320 mg% dan selalu rata-rata di atas 250 tiap kali diperiksa, kemudian ibu pasien diberikan insulin suntik 3x8 IU, dan menjelang melahirkan dosis insulin dinaikkan menjadi 3x12 IU. Ibu pasien tidak pernah mengalami tekanan darah yang tinggi selama hamil, tidak juga mengeluh mual muntah berlebihan ataupun kejang. Riwayat trauma selama hamil (-). Riwayat perdarahan melalui jalan lahir (-). Riwayat mengkonsumsi obat-obatan dan jamu selama kehamilan (-) kecuali insulin suntikan. Ibu pasien melahirkan secara SC dengan indikasi DM gestational di RS Siti Hajar Mataram pada tanggal 28 Juli 2013 pukul 11.30 WITA, berat badan lahir = 2900 gram, pasien langsung menangis sesaat setelah dilahirkan (AS = 6-8), ketuban mekoneal (-). Usia kehamilan38-39 minggu.Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sebelumnya: Pada kehamilannya yang ketiga ibu pasien juga pernah mengalami DM gestational namun tidak diberikan pengobatan suntik insulin seperti pada kehamilan saat ini, tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi sebelumnya.I. Bayi lahir normal, , BL: 3000 gram, lahir di RSUD Selong, usia 13 tahunII. IUFD (aterm) BBL: 4000 gram, lahir di RSUD Selong, 8 tahun yang laluIII. SC gagal drip, , BL: 3400 gram, lahir di RSUD Selong, usia 4,5 tahunIV. Ini

Riwayat Keluarga: Riwayat DM dalam keluarga (+) kakek pasien, nenek pasien dan saudara perempuan ibu pasien. Riwayat penyakit jantung bawaan dalam keluarga (-), penyakit asma (-), hipertensi (-).I.3.Pemeriksaan Fisik ( 29 Juli 2013)Keadaan umum: SedangBerat badan: 2780 gram.Panjang badan: 48 cm.Lingkar kepala: 33 cm.Vital sign Frekuensi nadi: 144 kali/ menit, regular, isi cukup. Frekuensi napas: 48 kali/ menit Suhu aksila: 36,0C.SpO2 92% dengan oksigen 1 lpmGDS: 141 mg/dlKepala: Normocephali; kaput suksedaneum (-); UUB terbuka, datar.Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).Telinga: Daun telinga elastis, fistel (-), otore (-).Hidung: Rhinorea (-), sekret (-), napas cuping hidung (-).Mulut: Mukosa bibir pucat (-), cleft (-), sianosis (-).Thoraks-Kardiovaskuler Inspeksi: Dinding dada simetris, deformitas (-), retraksi suprasternal (-), retraksi subkostal (+) ringan, retraksi intercostals (-), pulsasi iktus cordis tak tampak, warna kulit kuning (-). Palpasi: Gerakan napas simetris, pulsasi iktus cordis teraba di ICS V linea midclavikula sinistra. Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru. Auskultasi Cor: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-). Pulmo: Bronkovesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-).

Abdomen Inspeksi: Distensi (-); tali pusat berwarna keputihan, licin, terawat, warna kulit kuning (-). Auskultasi: BU (+) N. Perkusi : Timpani (+). Palpasi: H/ L/ R tak teraba; massa (-).Ekstremitas: Tungkai AtasTungkai Bawah

KananKiriKananKiri

Akral hangat++++

Edema----

Pucat----

Kelainan bentuk----

Pembengkakan Sendi----

Gerakan ++++

Kulit: Tampak kemerahan, sianosis (-).Skor DownFrekuensi napas= 0Total skor = 4 ( Gawat napas)Retraksi= 1Sianosis= 1Air entry= 1Merintih= 11.4 Pemeriksaan penunjang Darah Lengkap Tanggal 28/07/2013WBC : 15,88 x 103/LRBC : 5,86 x 106/LHGB: 16,5 g/dlHCT : 49,6%MCV : 84,6 fLMCH : 28,2 pgMCHC: 33,3 g/dLPLT : 240 x 103/LPemeriksaan kimia klinikGDS:34mg%I.5.AssessmentDiagnosis Kerja: Respiratory Distress Syndrome (penyakit membran hyalin)Diagnosis Banding: Transient Tachypnea of the Newborn

I.6.Planning Terapi O2 canul 1-2 Lpm. Kebutuhan cairan100cc/kgBB/hari : 100 x 2,78 : 278 cc/hari Infus D10% 11,58 tetes mikro/menit Injeksi ampicillin 150 mg/ 12 jam Injeksi gentamicin 15 mg/ 24 jam Observasi kondisi umum & tanda vital; jaga kehangatan (suhu: 36,5-37,5 C).

Pemeriksaan Saturasi oksigen setiap hari GDS setiap hari Foto rontgen thorax

Follow Up pasien

TanggalSubjectiveObjectiveAssessmentPlanning

30/07/13Minum ASI dari ibu (-), napas cepat (-), gerakan aktif, tonus otot baik, menangis kuat, warna kulit tampak kekuningan. BAB dan BAK normalKU: sedangHR:144x/menitRR:42x.menitT:37oC K/L: normocephali, KA (-) SI (+), napas cuping hidung (-), bibir sianosis (-),warna kulit muka kuning Thorax:Cor: S1S2 tunggal reg,m(-) g (-)Pulmo: retraksi (-)Bronkovesikuler +/+, rh -/-, wh-/- Abd: distensi (-), BU (+) N, soefl, H/L/R ttb, warna kulit kuning Ekstremitas: warna kuning sampai ekstremitas inferior tungkai atas, sianosis (-/-/-/-) akral hangat (+/+/+/+)

Post Respiratory distress e.c asfiksia sedang BBL dari ibu DM Ikterus neonatorum kramer 3 Cek lab: gol darah, bilirubin total, bilirubin direk O2 stop ASI 8x5cc Pro foto terapi

31/07/13Minum ASI dari ibu (+) sering, napas cepat (-), gerakan aktif, tonus otot baik, menangis kuat, warna kulit tampak kekuningan. BAB dan BAK normalKU: sedangHR:140x/menitRR:44x.menitT:36,7oC

Hasil lab:Gol darah: A Rh: (+)Bilirubin total: 18, 33Bilirubin direct: 0,40 Post respiratory distress e.c asfiksia sedang BBL dari ibu DM Hiperbilirubinemia ASI langsung dari ibu Fototerapi

01/08/13Minum ASI dari ibu (+) sering, napas cepat (-), gerakan aktif, tonus otot baik, menangis kuat, warna kulit kuning berkurang, BAB dan BAK normalKU: sedangHR:144x/menitRR:38x.menitT:37,1oC

Post respiratory distress e.c asfiksia sedang BBL dari ibu DM Hiperbilirubinemia ASI langsung dari ibuFototerapi

02/08/13Minum ASI dari ibu (+) sering, napas cepat (-), gerakan aktif, tonus otot baik, menangis kuat, warna kulit mulai kemerahan, BAB dan BAK normalKU: sedangHR:136x/menitRR:36x.menitT:36,5oC

Hasil lab:Bil total: 10,74Bil direk: 0,81 Post respiratory distress e.c asfiksia sedang BBL dari ibu DM BPL jika Bilirubin 60-80 kali/menit2. Retraksi: cekungan atau tarikan kulit antara iga(interkostal) dan atau di bawah sternum (sub sternal) selama inspirasi.3. Napas cuping hidung4. Merintih atau grunting: terdengar merintih atau menangis saat inspirasi5. Sianosis: sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda dengan biru lebam atau warna membran mukosa)6. Apnu atau henti napas7. Dalam jam-jam pertama sesudah lahir, empat gejala distress pernapasan (takipnea, retraksi, napas cuping hidung, grunting) kadang juga dijumpai pada BBL normal tetapi tidak berlangsung lama. Bila keadaan tersebut menetap pada beberapa jam setelah lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan napas atau distress respirasi yang harus dilakukan tindakan segera.Evaluasi gawat napas dengan skor DownesPemeriksaan123

Frekuensi napas< 60x/menit60-80 x/menit>80 x/menit

RetraksiTidak ada retraksiRetraksi ringanRetraksi berat

SianosisTidak ada sianosisSianosis hilang dengan O2Sianosis menetap walaupun diberi O2

Air entryUdara masukPenurunan ringan udara masukTidak ada udara masuk

MerintihTidak merintihDapat didengar dengan stetoskopDapat didengar tanpa alat bantu

Evaluasi:1-3 :tidak ada gawat napas4-7 : gawat napas> 7 : ancaman gagal napasPenyebab gangguan napas pada BBL diantaranya:1. Obstruksi jalan napas2. Trakhea: trakheomalasia, fistula trakheoesofagus, stenosis trakhea dan stenosis bronkhial3. Penyebab pulmonal:a. Apirasi mekonium, darah atau susu formulab. Penyakit membran hialinc. Atelektasisd. Kebocoran udara: pneumothoraks, pneumomediastinum, emfisema pulmonalis interstisialise. TTN (Transient tachypnea of the newborn)f. Pneumonia, pnemonia hemoragikkelainan kongenital: hernia diafragmatika, kista atau tumor intratorakal,agenesia atau hipoplasia pparu, emfisema lobaris kongenitalg. Efusi, silotoraks4. Penyebab non-pulmonal:a. Gagal jantung kogestifb. Penyebab metabolik: asidosis, hipoglikemi, hipokalsemiac. Hipertensi pulmonal menetapd. Depresi neonatale. Syokf. Polisitemiag. Hipotermiah. Bayi dari ibu dengan DMi. Perdarahan susunan saraf pusatPada pasien ini, kemungkinan penyebab gawat napasnya bisa dikarenakan respiratory distress syndrom (penyakit membran hialin) atau Transient Tachypnea of the Newborn (TTN). Pasien merupakan bayi yang lahir dari ibu yang menderita DM gestasional. Pada janin dengan hiperinsulinemia memiliki keterbatasan substrat untuk biosintesis surfaktan dan dapat menghambat fibroblast-pneumocyte faktor yang bekerja merangsang sel-sel alveolar tipe II menghasilkan surfaktan. Selain itu, penilaian yang tidak akurat mengenai usia kehamilan karena makrosomia janin menyebabkan kelahiran prematur tidak disengaja dan dapat mengakibatkan respiratory distress syndrome. Namun pada bayi ini, tidak terjadi makrosomia dan bayi tidak prematur. Selain itu, dalam beberapa hari pemantauan, atau saat usia bayi 3 hari, gawat napas sudah tidak ada, skor down 0. Jadi kecenderungan diagnosis akhir mengarah pada TTN dimana faktor resiko untuk TTN secara umum yaitu: bedah sesar sebelum ada kontraksi, makrosomia, partus lama, sedasi ibu berlebihan, skor Apgar rendah (1 menit: < 7). Bayi pada kasus ini memiliki resiko pula untuk terjadi TTN yaitu bedah sesar sebelum ada kontraksi dan skor Apgar pada bayi 6-8 (asfiksia sedang). Pada TTN gawat napas muncul segera setelah lahir dan hilang dengan sendirinya dalam 3-5 hari. Pada pasien ini yang hanya diberikan suplementasi O2 dengan kanul dan kemudian gawat napas menghilang pada usia 3 hari. Untuk menegakkan diagnosis bisa juga dilakukan pemeriksaan rontgen thoraks. Gambaran foto thoraks bayi dengan TTN yaitu tampak garis pada perihilar, kardiomegali ringan, peningkatan volume paru, cairan pada fissura minor, dan umumnya ditemukan cairan pada rongga pleural. Sedangkan pada RDS atau penyakit membran hyalin bisa didapatkan gambaran foto thoraks adanya penampilan seperti ground glass appearance, infiltrat halus dengan bronkogram udara.Kehamilan dengan diabetes dihubungkan dengan peningkatan morbiditas perinatal. Bayi dari ibu diabetes mempunyai permasalahan yang unik dan membutuhkan penanganan khusus. Ibu dengan DM gestasional dapat meningkatkan resiko pada bayi yang dilahirkan untuk mengalami keadaan sebagai berikut: Macrosomia Hypoglycemia Respiratory distress syndrome Polycythemia Hyperbilirubinemia Unexpected fetal death Cardiomyopathy Congenital anomalies

2) Ikterus NeonatorumIkterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah lebih dari 5 mg/dl.Pada pasien ini didapatkan pewarnaan kuning pada sklera mata, badan, dan ekstremitas bawah, namun tidak mencapai bagian bawah lutut. Hal tersebut sesuai dengan pembagian derajat Ikterus Kramer Derajat III. Pembagian ikterus menurut metode Kramer berguna untuk memperkirakan kadar bilirubin dalam darah. Dalam metode Kramer, didapatkan pembagian lima derajat ikterus, yaitu :

Data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa lebih dari 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86 mol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk > 1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.Ikterus non-fisiologis, yang dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut : Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apneu, takipneu atau suhu yang tidak stabil). Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.Peningkatan kadar bilirubin yang berlebih ikterus non-fisiologis menurut (Moeslichan, 2004) dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor di bawah ini : Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rh, penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, sferosis herediter), dan pengaruh obat-obatan (Streptomycin, Kloramfenikol, Benzylalkohol, Sulfisoxazol). Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, ISK, dan infeksi intrauterin. Trauma lahir dan cephal hematoma Hipoksia/asfiksia Bayi makrosomia dari ibu DM Kurangnya asupan ASI Prematuritas Faktor genetik Hipoglikemia Hipoalbuminemia Pada pasien ini, hiperbilirubinemia dapat terjadi karena suatu keadaan hipoksia ( oksigen) dan hipoglikemia ( glukosa). Oksigen dan glukosa dibutuhkan oleh enzim uridine diphosphate glucoronosyl trasferase (UDPG-T) pada proses konjugasi untuk mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi. Jika terjadi penurunan oksigen dan glukosa, maka akan terjadi penurunan aktivitas UDPG-T yang kemudian akan mempengaruhi proses konjugasi bilirubin sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi yang tampak sebagai suatu keadaan ikterus. Pada bayi baru lahir, kadar serum albumin umumnya rendah. Selain itu, keadaan hipoksia dan hipoglikemia juga menyebabkan bayi baru lahir memiliki kapasitas ikatan plasma yang rendah. Kedua hal tersebut menyebabkan jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang berikatan dengan albumin rendah dan terjadi peningkatan jumlah bilirubin bebas dalam plasma. Penurunan bilirubin clearance dalam plasma ini merupakan salah satu penyebab terjadinya keadaan ikterus.Selain itu, pada pasien ini terdapat keterlambatan oral feeding dan pemberian ASI yang menyebabkan meningkatnya sirkulasi enterohepatik meningkatkan resiko terjadinya hiperbilirubinemia. pasien juga lahir dari ibu dengan DM gestational yang dapat meningkatkan resiko bayi lahir dengan imaturitas hepar, akibatnya akan terjadi gangguan metabolisme bilirubin sehingga bilirubin didarah akan meningkat.Pada pasien dengan ikterus non-fisiologis memerlukan tindak lanjut seperti fototerapi dan penanganan penyakit lain yang mendasari. Setelah dilakukan fototerapi, kuning pada tubuh pasien terus berkurang. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Dengan dilakukannya fototerapi maka akan terjadi fotooksidasi bilirubin sehingga menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. Sedangkan mengenai pemberian ASI pada bayi yang mendapatkan fototerapi, AAP (The American Academy of Pediatrics) tidak menganjurkan penghentian ASI dan telah merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Pemantauan lanjut saat bayi sudah di rumah juga penting dilakukan. Pemantauan dapat berlangsung selama kurang lebih 14 hari. Pemantauan dilakukan terutama jika kadar bilirubin mencapai > 12 mg/dl.

DAFTAR PUSTAKA

Etika R, et al. 2007. Hiperbilirubinemia Pada Bayi Baru Lahir. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo : Surabaya.IDAI . 2012. Buku Ajar Neonatologi. Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta.Ogata, E.S. 2010. Problems of the Infant of the Diabetic Mother. American Academy of Pediatrics. NeoReviews 2010;11;e627-e631Susanto R. 2007. Hipoglikemia Pada Bayi dan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Dipenogoro - Rumah Sakit Dr. Kariadi : Semarang.Syamhudi, B. 2012. Bayi dari Ibu dengan Diabetes Melitus. Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang