Upload
juli-gultom
View
214
Download
38
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Penyakit Dalam
Citation preview
Pemicu :
Seorang anak laki-laki datang ke puskesmas dengan keluhan sesak napas dan batuk.
Anamneses seak napas sudah berulang-ulang dialaminya terutama bila ada perubahan udara
da menderita pilek. Serangan sesak napas rata-rata 2x/bulan, sehingga dia tidak dapat masuk
sekolah atau mengerjakan pekerjaannya sehari-hari. Riwayat family ibu anak sewaktu masa
anak-anak menderita sakit yang serupa. Pemeriksaan Nampak seorang anak laki-laki umur 8
tahun seak napas, denyut jantung 120x/menit, pernapasan 24x/menit ekspirasi lebih panjang
dari inspirasi pada auskultasi terdengar Wheezing pada seluruh lapangan paru.
More Info
Laboratorium darah : WBC 7.900/mm3, RBC 4.380/mm3, HGB 12,5g/dl HCT 38% MCV
87µm3 MHC 28,5 pg MCHC 32,8 g/dl RDW 14,4 % PLT 372000/mm3 MPV 6,5µm3
Differensial telling : LYM 37,7 % NEU 50,5 % EOS 3 % BAS 1%
X-Foto Thoraks : gambaran paru lebih gelap atau lebih hitam (air trapping)
Unfamiliar Terms:
Wheezing : Suara yang dibuat dalam bernafas
Masalah:
Sesak Nafas
Batuk
Analisa Masalah:
Sesak Nafas
- Memakai otot tambahan
- Frekuensi pernafasan meningkat
- Sesak nafas brulang-ulang karena perubahan cuaca
Batuk
- Yaitu reflex tubuh untuk mengeluarka sesuatu / benda asing di daerah saluran
pernafasan.
Kelompok 2 Respiratory System Page 1
Hipotesa :
Asthma Bronkialis
Learning Issue :
1. Anatomi Laring sampai Bronkus
2. Histologi Laring sampai Bronkus
3. Fisiologi Pernafasan saluran nafas, persarafan dan Volume Pernafasan
4. All About Asthma
Defenisi dan Klasifikasi Asthma
Etiologi, Sign and Symtoms Asthma
Patofisiology Asthma
Penegakan Diagnosa Asthma
Diagnosa Banding
Penatalaksanaan Asthma
Komplikasi Asthma
Kelompok 2 Respiratory System Page 2
1. Anatomi Trachea dan Bronkus
Kelompok 2 Respiratory System Page 3
2. Histologi Trachea dan Bronkus
Laring
Berada diantar faring dan trakea.
Lamina propria :
1. Besar ; - Tiroid
- Krikoid
- Aritenoid
2. Kecil : - Epiglotis
- Ujung Aritenoid
- Kuneiformis
- Kurnikulatum
Trachea
Kelompok 2 Respiratory System Page 4
Tulang rawan hialin
Tulang rawan elastik
Gambar 1-1. Sediaan trakea yang memperlihatkan epitel respirasi dengan sel goblet dan sel silindris
bersilia. Juga tampak kelenjar serosa di dalam lamina propria dan tulang rawan hialin. Cairan
mukosa yang dihasilkan sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan
pergerakan silia untuk mendorong partikel asing keluar sistem pernafasan.
Trakea adalah saluran pendek (10-12 cm panjangnya) dengan diameter sekir 2 cm.
Trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Sejumlah sel-sel goblet terdapat di antara sel-sel
epitelnya, dan jumlah tergantung ada tidaknya iritasi kimia atau fisika dari epitelium ( yang
dapat meningkatkan jumlah sel goblet). Iritasi yang berlangsung dalam waktu yang lama
dapat mengubah tipe sel dari tipe sel epitel berlapis pipih menjadi metaplasia. Pada lapisan
epitel terdapat sel brush, sel endokrin (sel granul kecil ), sel klara (sel penghasil surfaktan)
dan sel serous.
Lapisan-lapisan pada trakea meliputi lapisan mukosa, lapisan submukosa dan
lapisan tulang rawan trakeal dan lapisan adventitia. Lapisan mukosa meliputi lapisan sel-sel
epitel respirasi dan lamina propria. Lamina proprianya banyak mengandung jaringan ikat
longgar dengan banyak serabut elastik, yang selanjutnya membentuk membran elastik yang
menghubungkan lapisan mukosa dan submukosa. Pada submukosa terdapat kelenjar muko-
serous yang mensekresikan sekretnya menuju sel-sel epitel.
Kelompok 2 Respiratory System Page 5
Tulang rawan pada trakea berbentuk huruf C yang terdiri dari tulang rawan hialin.
Ujung-ujung dorsal dari huruf C dihubungkan oleh otot polos dan ligamentum fibroelastin.
Ligamentum mencegah peregangan lumen berlebihan, dan kontraksi otot polos
menyebabkan tulang rawan saling berdekatan. Hal ini digunakan untuk respon batuk. Tulang
rawan trakea dapat mengalami osifikasi dengan bertambahnya umur.
Lapisan adventitia terdiri dari jaringan ikat fibrous. Trakea bercabang dua yaitu dua
bronkus utama
Bronkus
Gambar 1-2. Struktur sebuah bronkus. Otot polos terdapat disepanjang percabangan bronkioli,
termasuk bronkiolus respiratorius.
Kelompok 2 Respiratory System Page 6
Gambar 1-3. Sediaan dinding bronkus yang memperlihatkan epitel respirasi dengan sel goblet dan
sel-sel silindris bersilia. Jaringan ikat lamina propria mengandung kelenjar serosa dan otot polos
(SM). Dibagian bawah gambar terlihat jelas potongan besar tulang rawan hialin.
Bronkus primer kiri dan kanan bercabang membentuk 3 bronkus pada paru-paru
kanan dan 2 bronkus pada paru-paru kiri. Bronkus-bronkus ini bercabang berulang-ulang
membentuk bronkus-bronkus yang lebih kecil, dan cabang-cabang terminalnya dinamakan
bronkiolus. Masing-masing bronkiolus bercabang-cabang lagi membentuk 5 – 7 bronkiolus
terminalis. Tiap-tiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 bronkiolus respiratorius atau
lebih.
Histologi bronkus terdiri dari lapisan mukosa, submukosa, dan lapisan adventitia.
Lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel-sel epitel silindris berlapis semu bersilia dengan
lamina propria yang tipis (dengan banyak serabut elastin), limfosit yang tersebar dan berkas
otot polos yang silang menyilang tersusun seperti spiral. Limfosit dapat berupa nodulus
limfatikus terutama pada percabangan bronkus. Lapisan submukosa terdiri dari alveoli dari
kelenjar mukosa dan seromukosa. Pada lapisan adventitia terdapat tulang rawan berupa
lempeng-lempeng tulang rawan dan jaringan ikat longgar dengan serabut elastin.
Kelompok 2 Respiratory System Page 7
3. Fisiologi Pernafasan (saluran nafas, persarafan
dan Volume Pernafasan)o Inspirasi
Diafragma kontraksi → menarik permukaan bawah paru kearah bawah
Otot-otot inspirasi mengelevasikan rangka iga → daya ungkit pada tulang iga
Otot-otot ini menarik paru kearah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan
menyebabkan tekanan intrapulmonal(alveolus) dari 0cm H2O yang dianggap
tekanan atmosfir → -1cm H2O
Tekanan intra pulmonal menjadi lebih negative,dari -5 ke -7,5 cm H2O
Tekanan alveolus menurun -1 cm H2O lebih kecil dari atmosfer
Udara masuk ke dalam paru.
o Ekspirasi
Diafragma relaksasi →mendorong permukaan bawah paru ke atas
Sifat elastic daya lenting paru (elastic recoil)
Daya elastic jaringan paru
Ditentukan oleh jalinan serabut elastin dan serabut kolagen di antara
porenkim paru pada paru yang mengempis.Serabut-serabut ini secara
elastic berkontraksi dan menjadi kaku;kemudian ketika paru
mengembang,serabut-serabut menjadi teregang dan tidak kaku
lagi,dengan demikian menjadi lebih panjang dan menggerakkan gaya
elastic yang lebih kuat.
Daya elastic yang disebabkan oleh tegangan permukaan
Pengaruh surfaktan terhadap tegangan permukaan.
Kelompok 2 Respiratory System Page 8
Kelompok 2 Respiratory System Page 9
alergen
Makrofag/monosit berperan sebagai sel penyaji (antigen presenting cell / APC) akan menangkap
allergen yg menempel di permukaan mukosa hidung
Antigen akan membentuk fragmen pendek peptida
Dan bergabung dengan molekul HLA kelas II
Komplek peptide MHC kelas II
Di presentasikan pada sel T helper (TH0)
Sel penyaji akan melepas sitokin, ex: IL-1
Mengaktifkan sel TH0 berploriferasi TH1 dan TH2
menghasilkan sitokin (IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, IL-14)
IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B
Sel B aktif
Memproduksi Ig E
TH2TH1
IFN-ϒ, limfotoksin, IL-2
Kelompok 2 Respiratory System Page 10
Ig E disirkulasi darah jaringanDiikat reseptor Ig E di permukaan sel
mastosit atau basofil
Mastosit atau basofil aktif
Sel mediator
+ terpapar dengan alergen yang sama
Kedua rantai Ig E akan mengikat oksigen spesifik
Degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil
Mediator kimia (terutama histamin)
Dikeluarkan“ Newly formed mediators” :
PG D2, leukotriene D4 (LT D4), leukotriene C4 (LT C4), bradikinin,
platelet activating factor sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-
CSF)
Meransang saraf adrenergic
Edema mukosa, Bronkokontriksi, sekret berlebihan
Meransang sel goblet dan kelenjar mukosa dan seromukosa
Penyumbatan saluran nafas
atelektasis hiperinflasi
Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusiSurfaktan
Vasokonstriksi pulmunal
asidosi Hipoventilasi alveolar
Kerja pernafasan bertambah
Kelenturan berkurang
PCO2
PO2
Ventilasi tidak seragam
4. All About Asthma
I. Defenisi dan Klasifikasi Asthma
a. Defenisi Asma
Menurut WHO Pada Tahun 1975 :
Asma adalah suatu keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme rekuren
akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap suatu stimuli
yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada kebanyakan orang
Menurut Global Initiative For Asthma (GINA) 2006 :
Asma adalah gangguan inflamasi kronis saluran nafas yang disertai oleh
peranan berbagai sel, khususnya sel Mast, Eosinofil, dan Limfosit T..
b. Klasifikasi Asma
Menurut GINA 2006 asma diklasifikasikan berdasarkan etiologi, derajat
penyakit asma, serta pola obstruktif aliran udara di saluran napas.
Pembagian derajat Asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
1. Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali/minggu
Serangan singkat
Gejala nokturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan (≤2kali)
2. Persisten Ringan
Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari
Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala nokturnal > 2 kali/bulan
3. Persisten Sedang
Gejala terjadi setiap hari
Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala nokturnal > 1 kali/minggu
4. Persisten Berat
Gejala terjadi setiap hari
Serangan sering terjadi
Gejala asma nokturnal sering terjadi
Kelompok 2 Respiratory System Page 11
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak Indonesia membagi asma menjadi 3
derajat penyakit :
Tabel 1.1 Pembagian derajat penyakit asma pada anak menurut PNAA 2004.
N
o
Parameter klinis,
kebutuhan obat, dan
faal paru
Asma Episodik
Jarang
(Asma ringan)
Asma Episodik
Sering
(Asma Sedang)
Asma Persisten
(Asma Berat)
1. Frekuensi Serangan < 1 x/bulan > 1 x/bulan sering
2. Lama Serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang tahun,
tidak ada remisi
3. Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
4. Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
5. Pemeriksaan Fisik diluar
serangan
Normal (tidak ada
kelainan)
Mungkin terganggu
( ada kelainan)
Tidak pernah normal
6. Obat pengendali
(Anti inflamasi)
Tidak perlu Nonsteroid/steroid
hirupan dosis rendah
Steroid hirupan/oral
7. Uji faal paru ( diluar
serangan)
PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 <60%
Variabilitas 20-30%
8. Variabilitas faal paru ( bila
ada serangan)
Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%
II. Etiologi, Sign and Symtoms
a. Etiologi
Faktor Resiko dan Faktor Pencetus Asma :
Faktor Resiko :
● Endogen Factor
1. Faktor Genetik
2. Atopy
3. Jenis Kelamin
4. Etnis
● Faktor Lingkungan
1. Asap rokok
2. Infeksi respiratorik
3. Indoor allergens
Kelompok 2 Respiratory System Page 12
4. Polusi udara
Faktor Pencetus(Triggers) :
b. Sign and Symtoms
Mengi pada saan menghirup nafas
Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak yang terjadi
berulang, dan nafas tersengal-sengal
Hambatan pernafasan yang reversible secara bervariasi pada siang hari
Adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, infeksi virus, pemaparan
alergen, dan perubahan musim.
Terbangun pada malam hari dengan gejala seperti diatas
III. Penegakan Diagnosa
Anamnesis
Awal mula serangan, frekwensi serangan
Faktor pencetus
Riwayat atopi pada keluarga
Jenis obat yang biasa diminum
Pemeriksaan fisik
Tanda sesak nafas
Wheezing expiratoir, experium memanjang
Kadang didapatkan ronkhi
Tanda-tanda infeksi saluran nafas
Kelompok 2 Respiratory System Page 13
IV. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah tepi (hitung jenis, hitung eosinofil, kadar IgE total)
Pemeriksaan sputum (peningkatan sel-sel radang eosinofil, netrofil, spiral
Krushman, Creola bodies)
Foto thorak (normal atau peningkatan bronchovascular pattern)
Pemeriksaan faal paru (tanda obstruksi, PEFR, FEV1)
Uji reversibilitas (pengukuran PEFR, FEV1 sebelum dan sesudah inhalasi
agonis 2)
Uji kulit (Skin prick test terhadap beberapa alergen inhalasi, dan lain-lain)
Uji provokasi bronkus (methacholine, histamine, udara dingin
V. Penanganan Asma
Kelompok 2 Respiratory System Page 14
Kesimpulan :
Kelompok 2 Respiratory System Page 15
Daftar Pustaka :
Kelompok 2 Respiratory System Page 16