21
LAPORAN KASUS ASMA BRONCHIAL DISUSUN OLEH: FERI IDHAM LAKSONO 2007730055 PUSKESMAS KECAMATAN SETIABUDI dr. Ika Dewi PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2011

Laporan Kasus Asma Fer

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Asma Fer

LAPORAN KASUS

ASMA BRONCHIAL

DISUSUN OLEH:

FERI IDHAM LAKSONO

2007730055

PUSKESMAS

KECAMATAN SETIABUDI

dr. Ika Dewi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2011

Page 2: Laporan Kasus Asma Fer

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Bapak Ahmad

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 43 tahun

Alamat : Jl. Madiun no. 15

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Tgl.Kunjungan : 01 Maret 2011

II. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)

Keluhan Utama : Sesak sejak 2 hari yang lalu

Keluhan Tambahan : Batuk

Riwayat Penyakit Sekarang : sesak terutama pada pagi hari, sekitar jam 3

dini hari, sesak saat berjalan, naik tangga, dan

bekerrja. Pasien merasa serangan terjadi jika ia

capek dan kurang fit. Pada malam hari tidak

terbangun karena sesak, sesak jika mencium bau

tiner, cat, asap. Sesak disertai batuk (+), batuk

darah (-), keringat malam (-), demam (-), pilek

(-).

Riwayat Penyakit Dahulu : sebelumnya pernah mengalami hal yang sama,

khususnya dalam kurun waktu 1 tahun ini.

Riwayat asma (+), Riwayat DM (-), Riwayat

Hipertensi disangkal. Alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : asma (+) kakek, DM (-), penyakit jantung (-),

hipertensi (-), Alergi (-)

Riwayat Pengobatan : sebelumnya sudah minum obat warung, dan

sesak berkurang, namun pasien masih terasa

agak sesak.

Riwayat Psikososial : makan teratur, merokok (-), di tempat kerja

teman-teman merokok

Page 3: Laporan Kasus Asma Fer

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kasadaran : Compos mentis

Vital sign:

Tekanan darah: 120/80 mmHg

Suhu : 36,50C

Frek. Nadi : 100 x/menit

Frek. Napas : 24 kali/ menit

Status Lokalis

Kepala : Normocephal

Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Mulut : Mukosa mulut kering, sianosis (-), lidah kotor (-)

Dada : Bentuk dada simetris, retraksi (+)

Paru- paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing +/+

Abdomen : Tanda peradangan (-), distensi abdomen (-), bising usus

normal

Ekstremitas : Akral hangat

Kulit : Sianosis (-), edema (-), turgor baik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

APE = 200

V. DIAGNOSIS

Asma Bronchiale

VI. PENATALAKSANAAN

Non-Medikamentosa

- Hindari faktor pencetus

- Istirahat

Medikamentosa

- Salbutamol 3 x 2

Page 4: Laporan Kasus Asma Fer

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang

bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea

dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

2.2. Etiologi

Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti meski telah

banyak penelitian oleh para ahli. Teori atau hypotensi mengenai penyebab seseorang

mengidap asma belum disepakati oleh para ahli didunia kesehatan. Namun demikian yang

dapat disimpulkan adalah bahwa pada penderita asma saluran pernafasannya memiliki

sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap barbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity

= hipereaktivitas saluran nafas) seperti polusi udara (asap,debu,zat kimia), serbuk sari,

udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa, bau/aroma menyengat

(misalnya :parfum) dan olahraga. Selain itu terjadinya serangan asma sebagai akibat

dampak penderita mengalami infeksi saluran pernafasan atas ( ISPA) baik flu ataupun

sinusitis. Angka peningkatan penderita asma dikaitkan dengan adanya factor resiko yang

mendukung seseorang menderita penyakit asma, misalnya factor keturunan. Jika seorang

ibu atau ayah menderita penyakit asma, maka kemungkinan besar adanya penderita asma

dalam anggota keluarga tersebut

2.3 Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang

menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus

terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga

terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan

untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini

menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Page 5: Laporan Kasus Asma Fer

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial

paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang

menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi

dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan

mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi

lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek

gabungan dari semua faktor- faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding

bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan

spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi

sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama

inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian

luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya

adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama

ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan

adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas

residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan

asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.

Page 6: Laporan Kasus Asma Fer

2.3 Klasifikasi

A. Berdasarkan Etiologi

a. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang

spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin)

dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi

genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti

yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

b. Intrinsik / Idiopatik (non alergik)

Page 7: Laporan Kasus Asma Fer

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak

spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh

adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat

dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis

kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

Sifat dari asma intrinsik:

Alergen pencetus sukar ditentukan

Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil

negatif

Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan

oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda- beda

Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun

dan disebut juga late onset asma

Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali

menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.

Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak

dapat dibuktikan dengan keterlibatan IgE

Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan asma ekstrinsik

Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48% polip hidung dan

sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai

B. Berdasarkan Keparahan Penyakit

1. Asma intermiten

Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau

hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan

asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced

Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%.

2. Asma ringan (Persisten Ringan)

Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi

mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1

bulan, PEF dan PEV1 > 80%.

Page 8: Laporan Kasus Asma Fer

3. Asma sedang (Persisten sedang)

Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma

malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja

cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%.

4. Asma parah (Persisten Berat)

Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering

terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%.

C. Berdasarkan Terkontrol atau Tidaknya Asma

Dibagi menjadi 3 yaitu asma terkontrol, asma terkontrol sebagian (partial),dan asma tak

terkontrol.

Karakteristik Terkontrol Terkontrol

Partial

Tak Terkontrol

Gejala Harian Tidak ada (<2 kali

perminggu)

>2 kali perminggu 3 atau lebih dari

karakteristik asma terkontrol

partial terjadi dalam

seminggu

Keterbatasan

Aktifitas

Tidak Beberapa

Gejala asma

malam hari

Tidak Beberapa

Kebutuhan

akan obat-

obatan pelega

< 2kali perminggu >2 kali perminggu

Fungsi paru

(PEF atau

PEV1)

Normal <80%

Eksaserbasi Tidak Satu atau lebih

dalam setahun

Satu kali dalam beberapa

minggu

2.4 Gejala Klinis

Page 9: Laporan Kasus Asma Fer

Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi

yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi

(wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa

penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas

penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba

menjadi lebih berat.

Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung

cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan

atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar

sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih

berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.

Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk

membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati

juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain

yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama

pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan

ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti

dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi

yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan

PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah

dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin

dalam darah akibat respons hipoksemia.

2.5 Langkah Diagnostik

1. Anamnesa

Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak

kunjung sembuh, atau batuk malam hari. Semua keluhan biasanya bersifat episodik

dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau

penyakit alergi yang lain.

2. Pemeriksaan Fisik

Page 10: Laporan Kasus Asma Fer

penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi

duduk. Pada Auskultasi dada : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes temple.

b) Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat

dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan

bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian

bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan

FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya

respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja

penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi

dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan

spirometrinya menunjukkan obstruksi.

2.6 Penatalaksanaan

A. Pendidikan / Edukasi Kepada Penderita dan Keluarga

Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya

adalah:

1. Memahami sifat dari penyakit asma

Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.

Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena

faktor tertentu bisa kambuh lagi.

Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan

pengobatan jangka panjang secara teratur.

2. Memahami faktor yang dapat menyebabkan serangan atau memperberat serangan

Page 11: Laporan Kasus Asma Fer

Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing, kuda

dan spora jamur.

Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.

Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.

Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab.

Infeksi saluran pernafasan.

Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan

3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu

perbaikan, dan mengurangi serangan.

Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat

individual).

Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.

Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.

Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.

Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan

lembab.

Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.

Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk

dan pilek.

Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat

simptomatis maupun obat profilaksis.

Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum

air hangat guna membantu pengenceran dahak.

4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat– obatan yang

diberikan oleh dokter

Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.

Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.

Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.

Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya

infeksi saluran nafas.

B. Pengobatan

Page 12: Laporan Kasus Asma Fer

1. Pengobatan simptomatik

Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah :

a. Mengatasi serangan asma dengan segera.

b. Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.

c. Mencegah serangan berikutnya.

Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik adalah :

a. Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta)

Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 :

1.000 injeksi subcutan. Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis

maksimal 0,25 cc. Bila belum ada perbaikan, bisa diulangi sampai 3 x tiap

15-30 menit.

Efedrin. Tersedia berupa tablet 25 mg. Aktif dan efektif diberikan peroral.

Salbutamol. Tersedia berupa tablet kemasan 2 mg dan 4mg. Salbutamol

merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek

samping minimal. Dosis : 3-4 x 0,05-0,1 mg/kg BB

b. Bronkodilator golongan teofilin

Teofilin. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV.

Aminofilin. Tersedia berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul.

Dosis intravena : 5-6 mg/kgBB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8

jam kemudian, bila tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4 x 3-5 mg/kg BB

c. Kortikosteroid. Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid dapat

diberikan dalam dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa perlu tapering

off. Obat pilihan hidrocortison dan dexamethason.

d. Ekspektoran

Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran

pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus

diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya jangan memberikan ekspektoran yang

mengandung antihistamin.

e. Antibiotik

Page 13: Laporan Kasus Asma Fer

Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan

infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.

2. Pengobatan profilaksis

Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling

rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang

menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung

dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut :

a. Menghambat pelepasan mediator.

b. Menekan hiperaktivitas bronkus.

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah:

a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik

b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid

c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai

d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekuensi serangan, dan

meringankan beratnya serangan.

Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah:

a. Steroid dalam bentuk aerosol.

b. Disodium Cromolyn.

c. Ketotifen.

d. Tranilast.

Tatalaksana Asma Akut Intermiten

1. Aminofilin : 3 x 3-5 mg/kg BB atau

2. Salbutamol : 3 x 0,05-0,1 mg/kg BB

3. Bila ada batuk berikan ekspectoran

4. Bila ada tanda infeksi (demam) berikan antibiotika

Page 14: Laporan Kasus Asma Fer

Tatalaksana Asma Berat dan Status Asmatikus

1. Adrenalin 0,3 mg-0,5 mg SK, dapat diulang 15-30 menit kemudian, atau

aminofilin bolus 5-6 mg/kg BB IV pelan-pelan. Pemberian Adrenalin pada

orang tua harus hati-hati, dan tidak boleh diberikan pada penderita hipertensi

dan penyakit jantung.

2. Dexametason 5 mg IV.

3. Bila ada berikan Oksigen : 2-4 lt/menit.

4. Bila tidak ada respon dianggap sebagai Status Asmatikus :

– Pasang infus Glukosa 5% atau NaCl 0,9% : 2-3 lt/24 jam.

– Rujuk segera ke Rumah Sakit.

2.7 Prognosis

Prognosis :

Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat pronosa adalah baik.

Asma karena faktor imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil

prognosanya lebih baik dari pada yang muncul sesudah dewasa.

Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai.

Page 15: Laporan Kasus Asma Fer

DAFTAR PUSTAKA

Astowo, pudjo dkk. Asma Bronkiale. Bagian Pulmonologi FKUI

Garna Baratawidjaja, Karnen. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke-7. Jakarta : FKUI

Price, A. Sylvia. 2006 PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit volume 2

edisi 6. Jakarta: EGC

Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : IPD

FKUI

http://medicafarma.blogspot.com

http://medlinux.blogspot.com

http://www.scribd.com/doc/19256106/Penyakit-Asma