Upload
putri-astikasanti-subroto
View
634
Download
31
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN HASIL FIELD TRIP SOSIOLOGI PERTANIANDI DESA BULUKERTO, DUSUN KELIRAN, KOTA BATU
Oleh:1. Nurul Fauziah (105040101111062)2. Agustin Dwi P. (1050401011110)3. Sayyidah Satya Anggun A. (1050401011110)4. Vioryza Balgies P. (105040101111095)5. Setyo Bayu Handiawan (1050401011110)
Asissten : Dhanang Adhi P.
Program Studi AgribisnisJurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas PertanianUniversitas Brawijaya Malang
2010
KATA PENGANTAR
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang memiliki ciri-ciri khasnya
sendiri antara lain adalah bahwa para ahlinyta dituntut untuk memiliki suatu visi,
suatu perspektif teori yang merupakan total pangkal kerja mereka. Oleh karenanya
ilmu sosiologi penting dianjurkan bagi mereka yang mempelajari sosiologi dan juga
menekuni sejarah sosiologi.
Makalah ini berisi tentang laporan fieldtrip sosiologi pertanian di desa
Bulukerto pada tanggal 4 – 5 Desember 2010. Dan dalam proses pembuatan makalah
ini banyak terdapat kendala dan kekurangan yang dialami penulis. Namun, penulis
telah berusaha mencari referensi yang benar dan dengan berdiskusi.
Penulis mengucapkan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah – Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang mendukung
pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna kepada semua pihak dan digunakan dengan
sebaik – baiknya. Atas saran dan kritik saudara, penulis ucapkan terima kasih.
Malang, 10 Desember 2010
Penulis
Daftar Pustaka
Hlmn.
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab III Metodologi Pelaksanaan
3.1 Metode Pengumpulan Data
3.2 Metode Penentuan Tempat
Bab IV Pembahasan
4.1 Keadaan Wilayah
4.2 Rumusan Masalah
Bab V Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sosiologi menurut tradisi studi Eropa daratan dan Anglo-Amerika
lahir sekitar akhir abad ke 19, melalui suatu proses yang cukup panjang
dalam sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan yang dinamis-
dialektis dan akumulatif. Sosiologi ialah ilmu yang mempelajari tentang
hubungan masyarakat antara individu satu dengan individu yang lainnya,
antara kelompok satu dengan kelompok lainnya, dan antara individu satu ke
kelompok lainnya.
Dalam pertanian mempelajari sosiologi juga sangat dibutuhkan, karena
kita juga berinteraksi dengan masyarakat yang berhubungan dengan
pertanian. Adanya masyarakat petani dalam suatu desa pasti menjadi factor
penting terjadinya interaksi. Dengan begitu pasti akan ada masalah-masalah
sosial yang terjadi.
Yang dapat kita pelajari dari masyarakat petani yaitu mulai dari
budaya petani, cara-cara bertani atau berladang yang kental dengan budaya
desa pasti ada yang berbeda dari setiap petani-petani yang ada di tiap-tiap
desa. Stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat pertanian, adanya
perbedaan kelas petani yang ada dalam masyarakat juga perlu dibahas atau
dikaji, mulai dari buruh tani, petani sedang, dan petani sukses. Selain itu
kelembagaan yang ada dalam masyarakat pertanian juga perlu dibahas,
adanya kelompok tani yang membantu dalam masalah pertanian mulai dari
peminjaman modal dan bibit untuk petani akan dibahas dalam makalah ini.
Jaringan sosial yang ada dalam masyarakat pertanian yang ada di desa
berhubungan erat dengan sosiologi karena adanya kerjasam antara petani
dengan pihak luar. Hal penting lainnya yang harus dibahas juga yaitu adanya
globalisasi dalam pertanian, mulai dari perubahan yang terjadi di masyarakat
dengan adanya teknologi baru yang masuk dalam dunia pertanian dan
kebiasaan-kebiasaaan lama yang masih ada di masyarakat petani desa.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa saja kebudayaan yang ada dalam masyarakat pertanian di desa
Bulukerto?
2. Bagaimana stratifikasi sosial yang terjadi di desa Bulukerto?
3. Apa saja kelembagaan yang terdapat di desa Bulukerto?
4. Apakah ada jaringan sosial yan terjadi di desa Buluketo?
5. Bagaimana globalisasi yang terjadi di desa Bulukerto?
6. Bagaimana usaha tani yang ada di desa Bulukerto dusun Keliran-
Batu?
1.3. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengerti tugas akhir
praktikum sosiologi pertanian. Selain itu juga untuk menganalisis
kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan, jaringan sosial, dan globalisasi
serta usaha tani para petani di desa Bulukerto.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa dan
masyarakat terkait sebagai bahan acuan untuk memperbaiki pertanian di
daerah tersebut agar lebih berpengalaman dalam mengatasi masalah-masalah
pertanian khususnya untuk petani-petani apel.
Melalui makalah ini petani atau pihak yang terkait dapat mengacu
masalah-masalah seperti kebudayaan yang ada seperti adanya selamatan
setiap malam tahun baru hijriah, selain itu adanya kerjasama antar warga
kampung juga perlu dilestarikan. Sehingga keunikan dari desa tersebut tetap
terjaga dengan tetap memperhatikan lingkungan dan peraturan yang berlaku.
Selain itu dalam makalah ini juga membahas tentang stratifikasi
sosial, masyarakat dapat melihat pembagian kelas yang ada dalam desa
tersebut. Jika ada yang tidak sesuai masyarakat dapat mengganti sesuai
dengan kemajuan zaman yang ada seperti sekarang ini, apakah diperlukan
penggolongan kelas atau tidak.
Adanya kelembagaan yang dibahas juga bermanfaat bagi mahasiswa
atau penduduk setenpat. Pihak yang terkait dapat memperhatikan apakah
manfaat adanya beberapa lembaga itu bermanfaat atu tidak bagi petani apel
untuk meningkatkan produksi apel.
Dengan membahas jaringan sosial juga memberikan pengetahuan
bagi petani apel, hubungan kerjasama dengan pihak luar apakah ada efek
dengan peningkatkan produksi apel di desa tersebut. Adanya jaringan sosial
juga berhubungan erat dengan globalisasi. Manfaat teknologi baru yang
masuk dalam desa tersebut sudah bermanfaat atau tidak bagi masyarakat di
sana.
Analisis usaha tani yang ada di desa Bulukerto, dusun Keliran ini juga
dapat dilihat dalam makalah ini, sehingga bisa menjadi acuan beberapa petani
untuk usaha tani tanaman apelnya.
Diharapakan petani apel dapat menganalisis masalah yang ada dalam
makalah ini sehingga petani dapat menanggulangi masalah-masalah yang
ada, dan produksi apel dapat meningkat sesuai dengan permintaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebudayaan
2.1.1 Pengertian Kebudayaan
Budaya atau Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuiakan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Kebudayaan
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari
buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
2.1.2 Unsur-unsur Kebudayaan
Kebudayaan memiliki unsur-unsur universal, antara lain:
1. Sistem religi dan kehidupan kerohanian yang meliputi sistem kepercayaan
dan keyakinan, sistem upacara keagamaan, kesusastraan suci, komuniti
keagamaan, ilmu gaib, sistem nilai dan pandangan hidup.
2. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup manusia yang meliputi alat-alat
produksi, alat-alat distribusi dan transportasi, wadah dan tempat untuk
menaruh, makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung
dan perumahan.
3. Sistem mata pencaharian hidup yang meliputi berburu dan meramu,
perikanan, bercocok tanam di ladang, bercocok tanam menetap, peternakan,
perdagangan.
4. Sistem kemasyarakatan yang meliputi sistem kesatuan hidup setempat,
asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan.
5. Sistem pengetahuan yang meliputi pengetahuan mengenai alam sekitar,
pengetahuan mengenai alam flora, pengatahuan mengenai alam fauna,
pengetahuan mengenai tubuh manusia, pengathuan mengenai kelakuan
manusia.
6. Bahasa yang meliputi bahasa Lisan dan bahasa Tulisan
7. Seni yang meliputi seni patung, seni pahat, seni lukis dan seni gambar, seni
rias (seni merias dan seni menghias), seni suara atau seni vokal, seni
instrumental, seni sastra, dan seni drama.
2.1.3 Kebudayaan Indonesia
Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai hasil cipta rasa dan karsa manusia
yang sudah sejak lama ada. Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah
perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya
upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa,
serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional
dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional
merupakan pembangunan yang berbudaya. Dalam perjalanannya kedepan (abad 21),
sebagai bangsa besar, Indonesia seperti sebuah “kapal induk” yang sedang oleng di
tengah badai. Perjalanan hidup bangsa Indonesia bukan saja seperti kapal induk tanpa
peta navigasi, melainkan juga seperti kapal induk yang kehilangan energy untuk
menggerakkan seluruh system navigasinya. Dikaitkan dengan cita-cita awal pendirian
nagara, seharusnya bangsa Indonesia memiliki daya imortalitas yang tinggi. Dari
awal yang dibangun founding fathers adalah semangat atau jiwa bangsa, bukan
bangunan material. Gejala yang mengarah pada “kematian” bangsa Indonesia akhir-
akhir ini dapat diidentikkan dengan semakin memudarnya atau tereliminasinya roh,
jiwa atau semangat bangsa. Upaya penemuan kembali nilai-nilai bangsa Indonesia
yang telah memudar atau nyaris hilang bukan saja bisa dipandang sebagai upaya
menghindarkan bangsa Indonesia tereliminasi dari pergaulan masyarakat dunia,
melainkan juga untuk memberi pencerahan ke depan agar Indonesia bisa menjadi
bangsa besar di awal abad 21.
Upaya menemukan kembali nilai-nilai untuk membangun kehidupan bangsa
Indonesia ke depan saat ini mendesak dilakukan. Diharapkan aktualisasi penemuan
kembali nilai-nilai untuk membangun kehidupan bangsa ini bisa dijadikan semacam
plant form atau bagian dari visi utama rencana strategis Depdagri di masa yang akan
datang. Sejalan dengan itu dalam waktu dekat diharapkan dapat dibuat panduan
langkah-langkah kongkrit untuk pengembangan konsep “Pembangunan Berbasis
Nilai-Nilai” yang bisa dioperasionalkan oleh kabinet.
Dalam rangka pengembangan konsep yang dimaksud dikemukakan langkah-
langkah penting yang perlu ditempuh, yaitu: pertama, perlunya melakukan eksplorasi
terhadap nilai-nilai ideal dari khasanah agama-agama yang ada di Indonesia. Kedua,
perlu ada gagasan awal tentang rumusan niali-nilai yang dianggap mampu
merepresentasikan persyaratan agar suatu bangsa dapat mencapai kemajuan secara
meyakinkan dalam waktu relative cepat. Ketiga, pemetaan kesenjangan antara nilai-
nilai ideal dan penerapan atau aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari. Keempat,
agar strategi pengembangan nilai social-budaya efektif perlu ditelaah faktor
pendukung apa saja yang dibutuhkan.
2.2 Stratifikasi Sosial
2.2.1 Pengertian stratifikasi sosial
Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukkan adanya
pembedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara
bertingkat. Misalnya dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata sedang, dan
strata rendah. Pembedaan dan/atau pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu
simbol-simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai, baik berharga atau
bernilai secara sosial, ekonomi, politik, hokum, budaya maupun dimensi lainnya
dalam suatu kelompok sosial. Simbol-simbol tersebut misalnya, kekayaan,
pendidikan, jabatan, kesalehan dalam beragama, dan pekerjaan. Dengan kata lain,
selama dalam suatu kelompok sosial pasti ada sesuatu yang dianggap berharga atau
bernilai, maka selama itu pula aka nada stratifikasi sosial dalam kelompok sosial
(komunitas) tersebut.
2.2.2 Lapisan Sosial
Tiap kelompok sosial bersifat berlapis-lapis yang mencerminkan adanya
kelompok tertentu berada di atas yang lain karena keadaan dan hal-hal tertentu yaitu
sesuatu yang pada tempat dan waktu tertentu dihargai dan dipandang dapat
menentukan kehidupan kelompok yang bersangkutan. Mereka yang memiliki sesuatu
yang berharga akan dipandang oleh masyarakat sebagai kelompok yang terhormat.
Benda atau kemampuan yang dihargai di dalam suatu kelompok bisa berupa kharisma
seseorang, benda-benda bernilai ekonomi seperti tanah dan barang berharga lain yang
dalam perwujudannya bisa berupa kekuasaan seseorang, ilmu pengetahuan, kekayaan
dan mungkin juga berada dalam lapisan tertentu karena keturunan. Dalam sejarah
ditemukan contoh-contoh mengenai lapisan terjadi karena adanya kelompok yang
dipandang berada pada lapisan atas. Sebagai contoh, pada system kekastaan Hindu,
seperti Brahmana Ksatria, Waisya, Sudra dan seterusnya.
Paparan mengenai pelapisan sosial atau social stratification adalah pelajaran
mengenai cara-cara dengan mana kelompok-kelompok manusia mengalokasikan
kekuasaan dan hak-hak serta akibat-akibat daripadanya. Ini adalah pelajaran
mengenai siapa yang mendapat apa, kapan, mengapa, dan bagaimana. Hal-hal
tersebut akan dipaparkan dalam butir-butir sebagai berikut:
a. Sistem-sistem kepangkatan.
Untuk maksud-maksud analitis, maka relevanlah untuk mengakui
bahwa jabatan-jabatan atau posisi-posisi social dimana kekuasaan diletakkan,
diatur ke dalam serangkaian hierarkhi sosial. Hierarkhi-hierarkhi jabatan
sosial ini akan dinamakan sistem-sistem pangkat atau rank system. Suatu
system pangkat dapat didefinisikan sebagai suatu pengaturan hierarkhi atas
jabatan-jabatan sosial yang dapat diperbandingkan atas dasar variasi-variasi
dalam tingkatan kekuasaan yang diletakkan dalam jabatan-jabatan itu oleh
kelompok.
b. Sistem-sistem kelas.
Bermacam-macam sistem pangkat ada di dalam setiap masyarakat.
Oleh karena itu salah satu dari persoalan-persoalan penting yang harus
diperhatikan di dalam memperlajari suatu masyarakat adalh adalah persoalan
mengenai tingkatan dimana beberapa sistem pangkat membentuk satu susunan
tunggal. Perubahan-perubahan dalam sistem kelas sebagai keseluruhan
mempengaruhi bagian-bagian dan perubahan-perubahan dalam bagian-bagian
yang mempengaruhi sistem sebagai satu keseluruhan.
1. Pergaulan yang berlainan dalam sistem-sistem kelas.
Suatu akibat yang nampaknya tidak dapat dihindari dari
kristalisasi kelas adalah bahwa orang cenderung untuk bergaul
terutama dengan orang-orang yang mempunyai status yang sama.
2. Differensiasi Kebudayaan dalam Sistem-sistem Kelas.
Kebudayaan disampaikan atau diteruskan melalui komunikasi
dan pergaulan, yang mana pribadi banyak berfungsi sebagai
perantara komunikasi.
3. Alat-alat dalam kebudayaan untuk mempertunjukkan kalau
seseorang diketahui sebagai seorang yang mempunyai status
tinggi.
2.2.3 Terjadinya Stratifikasi Sosial (Lapisan Masyarakat)
Terjadinya stratifikasi sosial (lapisan masyarakat) dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Terjadi dengan sendirinya
Unsur-unsur yang terjadinya stratifikasi sosial yang terbentuk dngan
sendirinnya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian keanggotan seorang
kepala masyarakat. Unsur-unsur yang dipakai oleh setiap komunitas berbeda-beda.
Misalnya pada masyarakat yang mata pencahariannya sebagai petani, kerabat yang
membuka tanah dianggap sebagai orang-orang yang menduduki jbatan yang lebih
tinggi dan dalam istilahnya disebut juragan tanah.
b) Sengaja disusun
Hal ini biasanya berkaitan dengan adanya suatu tujuan bersama yang
berkaitan dengan pembagian kekuasaan. Stratifikasi sosial semacam ini digunakan di
dalam suatu instansi, organisasi, pemeritahan, dan lain sebagainya.
2.2.4 Sifat Sistem Stratifikasi Sosial (Lapisan Masyarakat)
Sifat sistem stratifikasi sosial (lapisan masyarakat) dibagi menjadi 3, yaitu :
a) Bersifat tertutup (closed social stratification)
Sistem stratifikasi tertutup tidak memungkinkan untuk pindahnya seseorang
dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik gerak pindahnya itu ke atas atau ke bawah.
Dalam sistem seperti ini, jalan satu-satunya untuk menjadi salah satu anggota suatu
lapisan adalah kelahiran. Sistem ini masih dianut oleh beberapa Negara di dunia salah
satunya adalah India. Di India, kasta tertinggi dijabat oleh kasta Brahmana (pendeta),
Kasta kedua dijabat oleh kasta Ksatria (bangsawan), kasta ketiga di jabat oleh kasta
Vaicya (pedagang), kasta keempat dijabat oleh kasta Sudra (rakyat jelata), kasta
kelima atau biasanya tidak dianggap dalam sistem kasta adalah Paria.
b) Bersifat terbuka (open social stratification)
Dalam sistem ini setiap anggota masyarakat berkesempatan unutuk dapat
memperbaiki lapisannya sesuai dengan ketrampilan serta kerja keras. Bagi yang
beruntung, orang yang berasal dari lapisan bawah dapat naik ke lapisan atas dan bagi
yang kurang beruntung, orang yang berasal dari lapisan atas dapat jatuh ke lapisan
bawah. Hampir seluruh negara di dunia ini menganut sistem ini termasuk Indonesia.
c) Bersifat campuran
Dalam sistem ini terjadi perpaduan antara sistem tertutup dengan sistem
terbuka. Misalkan suatu daerah terdapat suku pribumi yang menganut sistem tertutup
kemudian tanah mereka didatangi oleh masyarakat pendatang yang menganut sistem
terbuka setelah itu para pendatang menetap dan bertempat tinggal di tanah suku
penganut sistem tertutup sehingga terjadilah percampuran atau perpaduan antara
kedua sistem tersebut.
2.2.5 Kelas-kelas dalam Masyarakat (social classes)
Kelas Sosial adalah semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukannya
dalam suatu lapisan, sedangkan kedudukan mereka itu diketahui serta diakui oleh
masyarakat umum. Kelas sosial dalam setiap komunitas berbeda-beda dan
penentuannya-pun berbeda, misalnya saja di Inggris kaum bangsawan disebut sebagai
nobility sedangkan kaum rakyat dinamakan commoners hal ini mereka sadari bahawa
kaum nobility lebih tinggi kedudukannya daripada kaum commoners (sesuai adat
istiadat).
Kriteria-kriteria untuk meninjau kelas sosial dari segi tradisional:
a) Besar jumlah anggota-anggotanya
b) Kebudayaan yang sama, yang menentukan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban warganya
c) Kelanggengan
d) Tanda/lambang-lambang yang merupakan ciri khas
e) Batas-batas yabg tegas (bagi kelompok itu terhadap kelompok lain)
f) Antagonisme tertentu
2.2.6 Dasar Stratifikasi Sosial (Lapisan Masyarakat)
Ukuran-ukuran yang biasanya dipakai untuk menggolongkan anggota
masyarakat ke dalam lapisan-lapisan adalah :
a) Ukuran Kekayaan
Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan
teratas. Kekayaan tersebut, misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang
bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan
pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan
seterusnya.
b) Ukuran Kekuasaan
Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar, menempati lapisan atasan. Misalkan juragan tanah berwenang mengatur
tanahnya dan dengan mudah mmenyuruh bawahannya untuk mengerjakan tanah
tersebut yang kemudian nanti diolah untuk bidang pertanian.
c) Ukuran Kehormatan
Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan
dan/atau keuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang
teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai pada masyarakat tradisional, biasanya
mereka adalah golongan tua atau yang pernah berjasa.
d) Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan
terjadinya akibat-akibat yang negatif. Karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu
pengetahuan yang dijadikan ukuran, ternyata gelar kesarjanaannya. Sudah tentu hal
yang demikian memacu segala macam usaha untuk mendapat gelar, walau tidak halal.
2.2.7 Unsur-unsur Stratifikasi Sosial (Lapisan Masyarakat)
Unsur-unsur baku yang ada dalam stratifikasi sosial dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Kedudukan (Status)
Kedudukan adalah tenpat seseorang dalam suatu pola tertentu. Seseorang
memiliki beberapa kedudukan dikarenakan seseorang tersebut biasanya ikut serta
dalam bebagai pola kehidupan. Masyarakat pada umumnya mengembangkan 3
macam kedudukan yaitu:
i) Ascribed Status
yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa
memerhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan
kemampuan.kedudukan ini diperoleh melalui kelahiran. Misalkan
kedudukan anak bangsawan adalah bangsawan pula. Kedudukan
semacam ini banyak dijumpai pada sistem lapisan tertutup.
Namun, kedudukan semacam ini masih dijumpai pada sistem
lapisan terbuka, misalkan kedudukan anak laki-laki lebih tinggi
daripada anak perempuan.
ii) Achieved Status
Yaitu keududkan yang dicapai seseorang dengan usaha-usaha
yang disengaja. Kedudukan ini diperoleh tidak berdasarkan
kelahiran melainkan melalui perjuangan dan kerja keras.
Misalkan kedudukan seseorang sebagai manager suatu
perusahaan dikarenakan orang tersebut memenuhi kriteria sebagai
manager.
iii) Assigned Status
Yaitu kedudukan yang diberikan. Kedudukan semacam ini erat
kaitannya dengan achieved status. hal ini bisa diartikan sebagai
pemberian kedudukan yang lebih tinggi kepada orang yang
berjasa oleh suatu organisasi atau instansi.
2) Peranan (Role)
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan. Peranan dan kedudukan tak
dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan. Pentingnya peranan adalah
karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-
batas tertentu, sehingga orang tersebut dapat menyesuaikan perilaku diri sendiri
dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Peranan mencakup 3 hal, yaitu :
a) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan merupakan rangkaian-
rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
masyarakat.
b) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c) Peranan merupakn perilaku individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat.
2.2.8 Perlunya Sistem Stratifikasi Sosial
Setiap masyarakat harus menempatkan individu-individu pada tempat-tempat
tertentu dalam struktur sosial dan mendorong mereka untuk melaksanakan kewajiban-
kewajibannya sebagai akibat penempatan tersebut. Dengan demikian, masyarakat
menghadapi dua persoalaan, yaitu pertama, menempatkan individu-individu tersebut
dan kedua mendorong agar mereka melaksanakan kewajibannya.
Apabila semua kewajiban selalu sesuai dengan keinginan setiap orang maka
maka persoalan yang mereka hadapi tentunya akan mudah, tetapi kenyataannya lain.
Setiap kedudukan memiliki kewajiban – kewajiban yang berbeda dengan kedudukan
lainnya. Maka, dengan demikian sistem stratifikasi sosial sangat dibutuhkan untuk
memilah-milah kewajiban agar setiap individu mengetahui kewajiban-kewajiban apa
saja yang harus dikerjakan. Hal ini juga dapat menjadikan solusi untuk memecahkan
masalah yag dihadapi masyarakat, yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat
yang tersedia dalam struktur sosial dan mendorongnya agar melaksanakan
kewajibannya yang sesuai dengan kedudukan serta peranannya.
2.3 Kelembagaan
2.3.1 Pengertian kelembagaan
Kelembagaan merupakan
2.3.2 Permasalahan Kelembagaan Agribisnis
Selama pembangunan jangka panjang tahap pertama, telah berhasil
ditumbuhkan dan dibangun berbagai kelembagaan agribisnis baik kelembagaan
formal maupun kelembagaan nonformal.
Kebijaksanaan pemerintah selama ini dalam membangun kelembagaan
agribisnis telah banyak mendorong tumbuhnya usaha/industry yang bergerak
dibidang agribisnis baik BUMN, swasta maupun koperasi. Namun demikian sector
agribisnis ini tetap berkembang agak lamban, terutama agribisnis tanaman pangan
dan holtikultura.
Apabila ditelususri lebih jauh lambatnya perkembangan agribisnis tanaman
pangan dan holtikultura disebabkan antara lain:
Kebujaksanaan yang kurang mendukung.
Berbagai kebijaksanaan pemerintah yang menumbuhkan kelembagaan
melalui Top-down policy tampaknya belum dapat menghasilkan
kelembagaan agribisnis yang kuat dan mandiri. Hal ini dapat dilihat
dengan jelas dalam mendesain penumbuhan kelompok tani, koperasi
unit desa, dan kelembagaan sarana produksi lainnya. Hal yang sama
juga terjadi pada kelembagaan pasca panen, pengolahan, pemasaran
hasil serta kelembagaan permodalan.
Intervensi pemerintah tampaknya terlalu jauh masuk dalam
kelembagaan agribisnis, sehingga terkesan membatasi ruang gerak
bisnis yang dilakukan oleh kelembagaan yang bersangkutan. Hal ini
diperparah lagi dengan berbagai kebijaksanaan yang mendorong kea
rah terjadinya “monopoli” dalam usaha di bidang agribisnis,
pengendalian harga, subsidi, dan sebagainya.
Dalam menghadapi era globalisasi dan liberalisasi yang dicirikan
dengan persaingan yang semakin ketat; reformasi di bidang
kebijaksanaan dalam membangun kelembagaan agribisnis ini
merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi, dan mutlak harus
dilaksanakan. Upaya deregulasi, dan debirokratisasi di bidang
pembangunan kelembagaan agribisnis ini merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari proses reformasi.
Masalah Intern Kelembagaan.
Sebagai dampak dari kebijaksanaan sebagaimana diuraikan di atas,
terlihat dengan jelas pada kinerja kelembagaan yang masih belum
sesuai dengan harapan. Apabila ditelusuri lebih jauh kedalam setiap
subsistem agribisnis, akan ditemukan titik-titik rawan berupa
kelembagaan yang kinerjanya rendah sebagai berikut:
1. Kelembagaan Sarana Produksi
Titik rawan dan kelemahan yang terlihat dalam kelembagaan
sarana produksi antara lain dalam penyediaan dan penyaluran
sarana produksi yang dilakukan oleh KUD.
Titik rawan berikutnya dalam rangkaian kelembagaan sarana
produksi adalah kelembagaan penyedia bibit/benih, baik produsen
benih (BUMN, swasta) maupun kelembagaan penangkar dan
penyaluran benih di tingkat lapangan.
Akibat kelemahan kelembagaan ini dalam menangani penyediaan
saprodi maka prinsip enam tepat yaitu tepat jenis, jumlah, waktu,
lokasi, harga, dan mutu sarana produksi sering tidak tercapai.
2. Kelembagaan Usaha Tani/Produksi
Unit usaha tani keluarga sebagai kelembagaan usaha tani terkecil
masih menghadapi masalah struktural yang masih sangat sulit di
atasai. Masalah yang menonjol antara lain, rendahnya tingkat
pendidikan petani selaku pelaku agribisnis. Selain tingkat
pendidikan yang rendah, kepemilikan lahan usaha juga relatif
kecil. Sejalan dengan masalah tersebut di atas, dari segi
kelembagaan tani berupa kelompok tani, juga mengalami masalah
yaitu, sebagian besar kelompok tani memiliki tingkat kemampuan
kelas pemula 37,1%, kelas lanjut 33,8%, sedangkan kelas madya
batu sebesar 20,8% dan kelas utama sebanyak 3,0%.
Masalah struktural tersebut diatas tampaknya menyulitkan upaya
memposisikan petani/kelompok tani sebagai kelembagaan
agribisnis yang tangguh.
3. Kelembagaan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil
Masalah kelembagaan yang dialami pasca panen yang melakukan
usaha dibidang pasca panen primer adalah: masalah teknologi yang
terkait dengan alsin, permodalan, dan manajemen usaha.
Berbeda dengan unit usaha pasca panen primer, unit usaha
dibidang pengolahan hasil tanaman pangan dan hortikultura
mengahdapi permasalahan yang berbeda, tergantung komoditi
yang diolah. Permasalahan di bidang pengolahan hasil dapat dalam
bentuk keseterdiaan bahan baku yang tidak kontinu, kesulitan
modal usaha (bagi usaha kecil), persaingan bisnis (usaha kecil vs
perusahaan besar), permodalan dan manajemen usaha.
4. Kelembagaan Pemasaran
Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang pemasaran hasil
tanaman pangan dan hortikultura menghadapi berbagai
permasalahan yang menyangkut:
a. Efisiensi pemasaran yang rendah, karena panjangnya rantai
pemasaran dan biaya transportasi yang tinggi sehingga biaya
pemasaran menjadi tinggi.
b. Fluktuasi harga yang besar.
c. permodalan usaha.
d. Keterampilan manajemen di bidang usaha pemasaran hasil
yang rendah.
Kemampuan kelembagaan pemasaran dalam mengkoordinasikan
permintaan dan penawaran komoditas tanaman pangan dan
hortikultura secara efektif masih rendah, dan tidak mampu
mengendalikan sifat pasar yang monopsonistis atau oligopsonistis
yang cenderung menekan harga pada tingkat petani.
5. Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung
Diantara kelembagaan jasa layanan pendukung, maka
kelembagaan permodalan merupakan kelembagaan penting yang
posisinya relative rendah. Banyak skema-skema kredit yang
disediakan pemerintah di bidang agribisnis belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong perkembangan
agribisnis.
Selain kelembagaan permodalan, kelembagaan jasa layanan
pendukung yang mempunyai fungsi strategis dalam pembangunan
system agribisnis adalah BPP. Kelembagaan ini meskipun
jumlahnya banyak dan tersebar di hamper setiap kecamatan,
namun kemampuannya dalam pengembangan agribisnis di
pedesaan masih sangat lemah. Oleh Karena itu kemampuan
malakukan alih teknologi di bidang agribisnis kepada kelompok
tani juga lemah.
2.3.3 Fungsi Kelembagaan
Suatu lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan –
kebutuhan pokok dari manusia, pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi:
1. Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana
mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi
masalah-masalah dalam masyarakat yang terutama menyangkut
kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan.
2. Menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistim
pengendalian sosial (social control) yaitu artinya sistim masyarakat
terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
2.4 Jaringan Sosial
2.4.1 Pengertian Jaringan Sosial
Menurut Mitchel (1969;1-2), jaringan social merupakan seperangkat
hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk diantara sekelompok orang dimana
karakteristik hubungan-hubungan tersebut dapat digunakan untuk
menginterpretasikan motif-motif perilaku social dari orang-orang yang terlibat
didalamnya. Dalam kenyataan kehidupan, jaringan social ini sedemikian kompleks
dan saling tumpang tindih atau saling memotong satu sama lain.
2.4.2 Macam-macam Jaringan Sosial
Menurut Barnas(1969), membedakan jaringan social menjadi dua, yaitu :
1. Jaringan social menyeluruh, yaitu keseluruhan jaringan yang
dimiliki individu-individu dan mencakup beberapa konteks atau
bidang dalam kehidupan masyarakat.
2. Jaringan social parsial, yaitu jaringan yang dimiliki individu-
individu terbatas pada bidang-bidang kehidupan tertentu, misalnya
jaringan ekonomi, keagamaan, dam kekerabatan.
Ditinjau dari hubungan social yang membentuk jaringan social, dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Jaringan kekuatan (power), merupakan hubungan-hubungan social
yang membentuk kekuasaan. Dalam jaringan kekuasaan,
konfigurasi keterkaitan antar pelaku didalamnya disengaja atau
diatur. Tipe jaringan ini muncul bila pencapaian tujuan-tujuan
yang telah ditargetkan membutuhkan tindakan kolektif dan
konfigurasi yang saling berhubungan antar pelaku yang biasanya
bersifat permanen.
2. Jaringan kepentingan (interest), merupakan jaringan di mana
hubungan-hubungan social yang membentuknya bemuatan
kepentingan. Jaringan ini terbentuk oleh hubungan-hubungan yang
bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus. Struktur yang
muncul dari tipe jaringan social ini adalah sebentar dan berubah.
3. Jaringan social perasaan (sentiment), merupakan jaringan yang
terbentuk atas dasar muatan perasaan, dimana hubungan-hubungan
social itu sendiri menjadi tujuan dan tindakan social. Struktur yang
dibentuk oleh hubungan perasaan ini cenderung mantap dan
permanen. Hubungan soial yang terwujud biasanya cenderung
menjadi hubungan dekat dan kontinyu. Diantara para pelaku
cenderung menyukai atau tidak menyukai pelaku-pelaku lain
dalam jaringan social. Oleh karena itu, muncul adanya saling
control yang relative kuat antar pelaku.
Apabila dilihat dari status social ekonomi individu yang terlibat, terdapat dua
jenis jaringan social, yaitu:
1. Jaringan social horizontal, jaringan social dikatakan bersifat
horizontal jika individu-individu yang terlibat didalamnya
memiliki status social yang relative sama. Mereka memiliki
kewajiban yang sama dalam perolehan sumber daya dan suber
daya yang yang dipertukarkan relative sama.
2. Jaringan social vertical, jaringan social dikatakn bersifat vertical
jika individu-individu yang terlibat di dalamnya tidak memiliki
status social yang sepadan.
2.4.3 Perspektif Teori dalam Kajian Jaringan Sosial
Grootaert (2002), menyatakan bahwa capital social merupakan salah satu
alternative unjtuk mengatasi kemiskinan, kesehatan, pendidikan, dan ketersediaan
capital ekonomi di tingkat ekonomi. Bahkan menurutnya, kontribusi capital social
sebanding dengan modal manusia. Artinya, capital social yang bersifat non fisik
diyakini mampu menandingi.
Perkembangan pemikiran mengenai capital itu sendiri tidak lepas dari kritik,
terutama mengenai beragamnya konsep dan definisi capital social. Aspek lainnya
yang perlu dicermati adalah mengenai penetuan indicator yang sesuai dalam
mengukur capital social,serta dalam hal bagaimana membangun atau
mengembangkan capital social. Perbedaan pandangan dan cara mendefinisikan
capital-kapital social juga terkait dengan metode yang digunakan untuk menjelaskan
capital social itu sendiri. Akan tetapi, bagaimanapun perbedaan cara pandang dan
metode analisis dalam studi-studi capital social, ternyata tidak saling
mempertentangkan peran capital social terutama kontribusi jaringan social dalam
dinamika pembangunan, termasuk dalam upaya pengembangan komunitas agribisnis.
2.4.4 Perspektif Sosiologi Ekonomi Pemberdayaan Jaringan Sosial dalam
Pengembangan Agribisnis
Pemberdayaan jaringan social dalam pengembangan agribisnis dapat
dikaitkan dengan upaya Nee dalam menjelaskan konsep new institusionalism atau
kelembagaan ekonomi baru yang dikembangkan Victor Nee. Menurut Nee, new
institusionalism adalah sebuah gagasan yang menggabungkan antara ekonmi
institusional dan teori ktertambatan Granocetter, yakni melekatnya jaringan social
dalam struktur social.
2.5 Globalisasi
2.5.1 Ciri yang menunjukkan adanya Globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena
globalisasi di dunia:
Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti
telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global
terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme
memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional,
peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi
semacam World Trade Organization (WTO).
Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama
televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). Saat ini,
kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai
hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion,
literatur, dan makanan.
Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
2.5.2 Bentuk – bentuk dari Globalisasi
Globalisasi Informasi
Kemajuan teknologi informasi melalui satelit, komputer, internet dan media
massa memungkinkan berita dari belahan dunia dapat cepat sampai ke
belahan dunia lain. Mengecilnya ruang dan waktu telah mengakibatkan bahwa
hampir tidak ada kelompok orang atau bagian dunia yang hidup dalam
isolasi . Informasi tentang keadaan/situasi lain dapat menciptakan suatu
pengetahuan umum yang jauh lebih luas dan aktual dari yang ada sebelumnya.
Batas-batas teritorial suatu negara menjadi tidak relevan. Batas negara tidak
lagi menjadi batas informasi karena seseorang mahasiswa di Indonesia dapat
dengan cepat berkomunikasi langsung dengan seorang mahasiswa di Harvard
( AS ).
Globalisasi Ekonomi
Dalam bidang ekonomi ada tuntutan dunia yang berupa perdagangan
internasional tanpa hambatan batas-batas negara ( eksport dan import ).
Proteksi berupa bea masuk yang tinggi atau larangan masuknya barang dari
luar negeri dianggap bertentangan dengan arus globalisasi.
Menurut Tantri Abeng perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi meliputi:
a.Globalisasi produksi
b.Globalisasi pembiayaan
c.Globalisasi tenaga kerja
d.Globalisasi jaringan informasi
e.Globalisasi perdagangan
Globalisasi Kebudayaan
Perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada
awal abad ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi membutuhkan penyesuaian tata nilai dan
perilaku yang kemudian menjadi suatu budaya. Pengembangan kebudayaan
diharapkan dapat memberikan arah bagi perwujudan identitas nasional yg
sesuai dgn nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Ciri-ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan antara lain :
Ø Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional
Ø Penyebaran prinsip multikebudayaan
Ø Berkembangnya industri pariwisata
Ø Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain
Ø Berkembangnya mode yang berskala global
Ø Bertambah banyaknya event-event berskala global
Isu-isu global yang muncul dengan adanya globalisasi :
- Demokrasi
- Hak Asasi Manusia
- Pelestarian lingkungan hidup
- Pluralisme ( perbedaan dan keanekaragaman )
- Pasar Bebas ( AFTA untuk Asean, APEC untuk Asia Pasifik)
2.5.3 Dampak yang ditimbulkan Globalisasi
Dampak Positif
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan
sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas
dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang
canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan
taraf hidup masyarakat.
Dampak Negatif
Dampak negatif modernisasi dan globalisasi adalah sebagai berikut:
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan
masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi
barang dengan banyak pilihan yang ada.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa
tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa
bahwa mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di
Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi
hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang
dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang
pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan
kesenjangan sosial.
2.5.4 Indonesia sebagai korban Globalisasi
Globalisasi melestarikan kompradorisme (kaki tangan dan kepanjangan
tangan kapitalisme internasional), tetapi sekaligus juga hendak menancapkan
kukunya lebih dalam lagi guna menguasai secara total perekonomian nasional
suatu negara. Pada intinya adalah menghancurkan kedaulatan nasional. Di
Indonesia telah banyak terjadi kasus globalisasi yang kemudian telah
menghancurkan dan mengorbankan Indonesia, baik dari segi kedaulatan
nasional, kedaulatan hukum, dan korban berjuta – juta rakyat Indonesia
memasuki masa depan yang gelap.
Krisis yang terjadi hingga kini adalah gambaran bahwa Indonesia merupakan
korban terparah globalisasi. Berikut contoh kasus – kasus dampak globalisasi
di Indonesia:
1. Perampokan besar – besaran Bank Sentral
2. Tambal sulam kemiskinan lewat utang
3. Penghancuran ketahanan pangan
4. Penciptaan pasar tanah
5. Penguasaan air minum
6. Mafia utang lewat kredit ekspor
7. Penjarah kekayaan intelektual masyarakat/komunitas
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metodologi Pengumpulan Data
Data yang kami peroleh guna memenuhi tugas akhir praktikum
sosiologi pertanian diambil dari desa Bulukerto dusun Keliran kecamatan Bumi Aji,
kota Batu, Malang. Kami melakukan pengambilan data secara berkelompok, yakni
satu kelompok besar yang terdiri dari dua puluh orang kemudian dibagi menjadi
sebuah kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 orang mahasiswa dan didampingi oleh
seorang asisten praktikum yakni Dhanang adhi P. Pengambilan data dilakukan selama
dua hari satu malam, yakni pada hari Sabtu dan Minggu pada tanggal 4-5 Desember
2010. Kami bertempat tinggal di rumah bapak X selaku ketua RW desa tersebut.
Kami menuju lokasi pengambilan data pada pukul 08.00 WIB dan
sesampainya disana pada pukul 09.00. Kami disambut ramah oleh keluarga bapak X
dan kami pun dijelaskan sekilas tentang profil desa serta para penduduknya yang
mayoritas berprofesi sebagai petani apel. Pengumpulan data dimulai pada sore hari
ketika para petani sudah pulang dari kebun mereka. Hal ini memang telah
diprediksikan oleh asisten kami agar kegiatan kami ini tidak mengganggu kegiatan
para petani setempat.
Pengambilan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Wawancara
Para petani yang akan kami wawancara terdiri dari tiga kelas, yakni
kelas petani miskin, petani sedang, dan petani kaya. Pengambilan data secara
wawancara dilakukan secara kelompok kecil dan dilakukan pada sore hari.
Kami diberi beberapa lembar pertanyaan yang menjadi acuan kami untuk
melakukan wawancara dengan para petani. Pertanyaan-pertanyaan tersebut
merupakan cakupan yang nantinya akan disusun menjadi sebuah laporan
akhir.
Pertanyaan tersebut terdiri dari profil petani, pengetahuannya tentang
lembaga ataupun keadaan desa, kegiatannya dalam melakukan usaha,
pendapatnya tentang perubahan jaman yang berdampak pada usaha
pertaniannya hingga perannya dalam kelembagaan yang ada di desa. Selain
itu, kami juga bertanya bagaimana usaha para petani dalam menanggulangi
hama yang menyerang.
Wawancara dilakukan selama kurang lebih tiga puluh menit dan
diakhiri dengan pemberian sembako sebagai rasa terima kasih kami kepada
para petani selaku narasumber.
2. Dokumentasi
Selain wawancara kami juga melakukan dokumentasi kepada para
narasumber. Foto serta video kami ambil guna kelengkapan serta bukti yang
nantinya akan dilampirkan dalam laporan. Foto dan video tersebut kami ambil
bersamaan dengan wawancara. Jadi selain wawancara dengan narasumber,
kami pun meminta izin untuk mengambil foto sang narasumber serta
merekamnya dengan media handphone.
3. Observasi Langsung
Observasi dilakukan pada keesokan harinya ketika para narasumber
pergi ke kebun. Kami meminta izin untuk turut ikut ke kebun guna terjun
langsung dalam lapang. Kami berkesempatan untuk pergi ke kebun seorang
petani sukses yang mempunyai kebun apel dan sayuran. Pukul 06.00 WIB
kami berangkat dengan panduan sang narasumber yang bernama bapak Y. Di
kebun, selain wawancara kami juga turut membantu pekerjaan sang
narasumber. Kebetulan pada saat itu bapak Y sudah memanen buah apel dan
pekerjaan selanjutnya ialah merontokkan daunnya. Hal ini dilakukan agar
daun baru dapat tumbuh. Perontokan daun ini memerlukan cukup banyak
orang sehingga bapak Y menyewa buruh tani yang semuanya adalah ibu
rumah tangga. Butuh waktu sekitar tiga hari untuk merontokkan seluruh daun
di kebun tersebut karena jumlah pohonnya yang banyak. Kami juga
mengambil foto kegiatan tersebut serta tanaman-tanaman yang ada di kebun
tersebut. Selama hampir dua jam kami melakukan observasi langsung di
kebun apel milik bapak Y.
3.2 Metode Penentuan Tempat
Tempat atau desa yang kami datangi ditentukan oleh para asisten praktikum
masing-masing kelompok, dan kami mendapatkan desa Bulukerto sebagai tempat
pengambilan data. Selain itu, pembagian narasumber pun ditentukan oleh asisten atas
data dari bapak X.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Wilayah
KEADAAN SOSIAL EKONOMI
A. LUAS TANAH
No. Jenis Tanah Luas (Ha)
1. Tanah Irigasi milik Penduduk 63.241
2. Tanah Irigasi Ganjaran 6.504
B. LUAS TANAH KERING
No. Jenis Tanah Luas (Ha)
1. Tanah Pekarangan milik Penduduk 29.467
2. Tanah Tegalan milik Penduduk 414.350
3. Tanah Ganjaran milik Penduduk 24.850
4. Tanah Bondo Desa 1.500
5. Tanah Kuburan milik Desa 3
6. Tanah Sekolah milik Desa 600
C. LUAS TANAH KERING LAINNYA
No. Jenis Tanah Luas (Ha)
1. Tanah Waqof 1.225
2. Tanah Jalan Desa 5.000
3. Tanah Kehutanan Negara 400
Keterangan :
Tanah WAQOF, antara lain :
1. Kebun apel keliran dari sawdari Denok Sukesi
2. Masjid keliran dari almarhum Bapak Da’im
3. Langgar keliran RT.07 dari Ibu Sriatun
4. Langgar Jl. Kenangan RT.07 dari Ibu Sriatun
5. Tanah Balik keliran muka Sawdara Tariman
6. Masjid R. Anam
7. Langgar RT.01 R Anam dari Bapak Kasemo
ASAL-USUL / LATAR BELAKANG DESA
Telah kami terangkan bahwa Desa Bulukerto terdiri dari beberapa pendukuhan,
dimana masing-masing pendukhan memiliki beberapa desa. Desa-desa tersebut juga
mmiliki sejarah dan latar belakang yang berbeda-beda. Dari sekian banyak desa
tersebut, desa Buludendenglah yang merupakan sentra daripada terbentuknya desa
Bulukerto.
Nama Bulukero Berasal dari kata “BULU= pohon bulu” dan “KERTO= ramai”. Jadi
desa Bulukerto berarti pohon bulu yang ramai dikunjungi dan dikelilingi oleh
beberapa desa. Tempat dimana pohon bulu berada, memang selalu ramai didatangi
orang. Terutama pada hari Jum’at legi. Mereka datang untuk mengadakan selamatan
yang tujuannya adalah ucapan syukur kepada arwah di Bedek Krawang yang telah
berjasa membuka desa dan merestui perkembangan desa hingga saat ini.
Kini pohon bulu yang punya nilai sejarah itu sudah tidak ada karena sudah roboh.
Bersamaan dengan robohnya phon bulu tersebut, Kepala Desa sebelum ini meniggal
dunia. Sebagai penghormatan di tempat dimana pohon itu roboh, sekarang telah
dibangun sebuah altar yang biayanya diperoleh dari swadaya masyarakat desa. Perlu
diketahui bahwa di Bedek krawang tersebut dahulu juga dimakamkan di baah pohon
bulu, dan hingga saat ini empa kerama tersebut terkenal dengn sebutan “PUNDEN”.
Adapun erita singkat untuk maing-masing desa yang berada pada tiap-tiap pnduuhan
adalah sebagai berikut:
1. CANGAR
Berasal dari kata “CINGUR=CANGAR”. Cangar yang dimakud disini tidak
lain adalah cingur sapi yang letaknya pda bagian kepala sapi.
Dahulu kala cangar adalah hutan leba yang mana hal ini merupkan senjata
terbaik bagi para pencuri spi unuk menghilang atau menghindr dari kejarn
orang-orang desa. Setiap sapi yang hilang pasti dilarikan ke hutan tersebut dan
pengejarnya akan pulang dengan tangan hampa. Kejadian ini menyebabkan
kegelisahan bagi warga desa yang bertempat tinggal disekitar hutan tersebut.
Bagi pencuri itu sendiri hasil curiannya dijagal ditempat itu dimana bagian
kepala sapinya igantugkan pada pohon-pohon pinggiran hutan, sedangkan
dagingnya dijual ke pasar.
Peritiwa ini menimbulkan tanda anya bagi warga desa, terutamabagi mereka
yang kehilangan sapinya. Anehnya pada kesokan harinya bagian kepala sapi
tersebut selalu didapatnya tergntung pada pohon-pohon di pinggir hutan.
Kejadian ini bagi bedek krawang dijadikannya sebagai dasar untuk
memberikan nam bagi desa yang dibabatnya.
Karena banyaknya cingur sapi yang terdapat dalam hutan tersebut, maka si
bedek krawang menamakan desa yang dibentuknya itu dengan sebutan DESA
CANGAR
2. GRINTING
Grinting berasal dari nama sejenis rumput, yaitu “RUMPUT GRINTING”.
Dahulu pada waktu bedek krawang meninggal, jenazahnya dimakamkan di
desa itu. Karena makam tersebut kurang terpelihara, maka pada bagian pusara
banyak ditumbuhi rumput grinting. Untuk mengenang jasa si bedek krawang,
maka tempat tersebut dinamakan Desa Grinting.
3. KELIRAN
Keliran berasl dari kata KALIREN=KELAPARAN. Sebutan keliran diberikan
Karena meninggalnya si bedek krawang dalam kondisi kelaparan dan tidak
ada yang sudi merawatnya.
4. GEMULO
Gemulo berasal dari kata “GEMULENG” yang berarti asap yang mengepul-
ngepul berkumpul menjadi satu. Maksudnya di tempat tersebut terdapat
sebuah mata air yang dpat memberikan kehidupan bagi 3 desa. Untuk
mengucapkan rasa terimakasih itu, maka pada saat tertentu mereka dating
untuk mengadakan selamtan dan menaruh sesajen pada tempat tersebut yang
sering disebut dengan “UMBUL”
Banyaknya orang yang berkumpul diibaratkan seperti asap yang gemulung.
Kejadian itulah yang mengakibatkan lahirnya sebuah desa yng disebut
GEMULO.
5. GINTUNG
Gintung berasal dari sejenis pohon hutan yng sangat besar. Oleh si bedek
krawang, pohn tersebut dinamakan pohon “GINTUNGAN”. Dari nama pohon
tersebut dijadikanlah sebuah desa yang diberi nama “GINTUNG”.
6. BULUDNDENG
Buludendeng berasal dari kata “BULU=pohon bulu” dan
“DENDENG=sejenis makanan”. Buludeneng rtinya seorng nak dibelah di
pohon bulu. Adapun ceritanya adalah sebagai berikut :
Dahulu kala hiduplah seorang ayah yang memiliki 2 orang anak,satu
perempuan (kakaknya) dan satu lki-laki asih bayi (adiknya). Suatu ketik sang
yh hendak bepergian dan sebelum meninggalkan rumah, beliau berpesan
kepada anaknya,”anakku..selama ayah pergi, adikmu ini rumaten yang baik”.
Kat rumaten dikira remeten yang berarti ditumbuk-tumbuk/didendeng. Maka
setelah sng yah pergi, segeralah si putrid tersebut menunaikan tugasnya.
Diambilnya sebilah pisau dan disembelihnya di bawah pohon bulu. Setelah
disembelih ank terebut kemudin didndeng yng kemudian dihidngkn kepada
ayahnya sewktu pulang. Karena bda letih dan perut lapar, dimakanlah
dendeng itu dengan lahapnya. Selesai makan, ayahnya menanyakan anak laki-
lakinya pad putrinya. Kemudian oleh putrinya dijawab bahwa masakan
dendeng yang telh dimakan tadi adalah anak laki-lakinya sendiri.
Dari peistiwa ini oleh si bdek krawang dijadikan nama desa yaitu desa
“BULUDENDENG”.
7. REKESAN
Rekesan berasal dari kta REKES(dari bahasa Belanda) yang artinya perijinan.
Jadi trbentuknya desa Rekesan ini berdasrkan ijin dari pemerintah Belanda
pada tahun 1934.
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI
PEMERINTAH DESA BULUKERTO
(LAMPIRAN KEPUTUSAN WALIKOTA BATU NO.28 TAHUN 2003
TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAH
DESA)
LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
LPMD
DESA BULUKERTO-KECAMATAN BUMIAJI
KOTA BATU
Ketua Untung Santoso
BPD
NURCHOLIQ
KAUR KEUANGAN
HERI WAHYUDI
KAUR UMUM
SUNTARI WALUYO
KASUN GINTUNG
MISTOHADI
KASUN KLIRAN
AGUS SETIONO
KASUN CANGAR
SUPARTO
KAUR KESRA
EDY ZAKARIA
KAUR EKBANG
SUPI’I
KAUR PEMBANGUNAN
EKO HADI IRAWAN, S
SEKRETARIAT DESA
SISWA PRAYITNO, S.Sos
KEPALA DESA
SUGENG MARIONO, SR
Wakil ketua Sujianto
Sekretaris 1 Zainul Kaenani
Sekretaris 2 Indah WahIndah Wahuningsih
Bendahara Budiono
Sie pembangunan dan lingkungan hidup Ra’un
Sie sosial Kadis
Sie peranan wanita Sri bawon
Sie agama Amenan
Sie kesehatan Sukarni
Sie pemuda dan olahraga Sugeng wahyudi
Sie linmas Akyak
Sie pendidikan Hadi
Sie ekonomi / BUMDES Nurman Efendi
SUSUNAN PENGURUS KARANG TARUNA
DESA BULUKERTO
Ketua Arif Rahman
Wakil ketua Dwi Suhermanto
Sekretaris Laila Anisa
Bendahara Dwi Ekawati
Ketua RW I Agus Sigiharto
Ketua RW II Fauzi Purnomo
Ketua RW III Prayit
Ketua RW IV Sugeng Wahyudi
4.2. Jawaban Rumusan Masalah
Ada beberapa aspek yang dapat dibahas di desa Bulukerto, dusun Keliran,
kota batu ini mulai dari kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan, jaringan sosial,
dan globalisasi. Masyarakat desa tidak memiliki system budaya/adat istiadat yang
diterapkan dalam kegiatan pertanian, begitu juga tentang pranoto mongso atau
penggunaan tanda-tanda alam untuk melakukan aktivitas pertanian. Secara umum
jenis komoditi yang dibudidayakan adalah apel namun ada juga petani yang
membudidayakan beberapa sayuran seperti cabai rawit, terong, dan jagung manis.
Karena petani setempat menggunakan system pertanian tradisional tidak ada
pengaruh dari teknologi modern yang ada sekarang.
Meskipun peran dan kedudukan petani sangat penting karena mayoritas
penduduk desa Bulukerto, dusun Keliran bekerja sebagi buruh tani dan petani tidak
ada penggolongan kelas dalam masyarakat tersebut, begitu juga tidak ada perbedaan
gender antara laki-laki dan perempuan karena pekerjaan yang dilakukan sama saja.
Sebuah lembaga pertanian merupakan salah satu sarana untuk menunjang
usahatani. Sama halnya di desa Bulukerto, lembaga pertanian tersebut berperan
sebagai sarana yang membantu para petani dalam pengembangan usaha mereka,
seperti membantu pengadaan bibit maupun mengadakan penyuluhan-penyuluhan
guna pengembangan usaha. Namun di desa tersebut, peran lembaga pertanian
kuranglah maksimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya petani yang tidak tahu
akan keberadaan lembaga, selain itu banyak petani yang belum merasakan manfaat
dari adanya lembaga pertanian.
Para petani di desa Bulukerto telah banyak yang melakukan kerjasama dengan
pihak luar. Mereka bekerjasama dengan para pedagang guna pemasaran hasil panen
mereka. Namun ada pula petani yang melakukan pemasaran seorang diri. Mereka
tidak melakukan kerjasama dengan pihak luar. Mereka menjual sendiri hasil panen
mereka ke pasar.
Tidak banyak perubahan yang terjadi pada masyarakat Bulukerto. Masih
terdapat kebiasaan-kebiasaan lama, seperti gotong royong, wiwit, dll. Rasa
kekeluargaan pun masih terasa kental disana. Budaya modern pun belum banyak
masuk ke desa tersebut. Mereka masih menggunakan pertanian tradisional dalam
usahatani mereka.
Buruh Tani
I. IDENTIFIKASI PETANI
Lokasi : RT 4/RW 2 Desa Bulukerto, Kec/Kab Bumiaji, kota
Batu.
Nama Petani : Bpk. Suwaris
Umur : 47 tahun
Tingkat pendidian formal : STM
Pekerjaan KK :a. Utama: Buruh Tani
b. Sampingan: Pengerajin Keranjang Apel
Jumlah anggota RTG : 3 orang
Luas lahan pertanian sawah :a. Milik: - ha
b. Sewa: - ha
c. Bagi hasil: - ha
Luas lahan tegal :a. Milik: - ha
b. Sewa: - ha
c. Bagi hasil: - ha
Jumlah ternak yang dipelihara : a. Sapi: - ekor
b. Kerbau: - ekor
c. Kambing: - ekor
d. Domba: - ekor
e. Ayam: - ekor
II. KEBUDAYAAN
Dari hasil identifikasi kearifan lokal yang ada di masyarakat desa Bulukerto,
info yang kami dapat dari Bpk. Suwaris seorang buruh tani di desa setempat tidak
ada adat istiadat yang istimewa yang diterapkan masyarakat setempat dalam
kegiatan pertanian. Selain itu tidak ada pranoto mongso atau penggunaan tanda-
tanda alam untuk melakukan aktivitas pertanian. Hanya saj ada selamatan pada
malam satu suro sekitar pukul 24.00 warga desa berkumpul dan membaca doa
bersama bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan.
Menurut Bpk. Suwaris jenis tanaman yang ditanam di lahan tegal ada apel dan
jagung manis yang diselingi dan ditumpangsarikan. Karena di sana masih
menggunakan sistem pertanian tradisional, dan tidak menggunakan peralatan
modern. Hanya saja pengaruh pupuk anorganik yang berdampak tidak baik bagi
tanah. Di desa tersebut tidak ada aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh setiap
anggota masyarakat, karena tidak ada keterikatan kebiasaan cara-cara dalam
usaha tani.
III. STRATIFIKASI SOSIAL
Peran dan kedudukan petani dalam kegiatan partisipasi (paguyuban) di desa
Bulukerto sangat penting, karena sebagian besar masyarakat di desa ini bekerja
sebagai buruh tani dan petani apel. Selain itu penggolongan kelas dalam
masyarakat di desa tersebut tidak ada, perbedaan gender antara laki-laki dan
perempuan pun juga tidak ada karena ada juga perempuan yang mencangkul di
tegal dan ad juga laki-laki yang memetik apel / daun apel begitu juga sebaliknya.
Jadi laki-laki dan perempuan sama saja.
IV. KELEMBAGAAN
Kelembagaan yang ada dalam desa Bulukerto adalah kelompok tani, menurut
Bpk.Suwaris beberapa tahun lalu ada banyak kelompok tani namun setelah
mencoba menjadi anggotanya para petani di desa tersebut belummerasakan hasil
yang maksimal dari adanya kelompok tani tersebut. Karena dirasakan
kepengurusan yang ada dalam kelompok tani yang penah diikuti tidak sesuai,
penyuluhan hanya dilakukan 1 bulansekali setelah itu tidak pernah ada
penyuluhan lagi. Dan dana bantuan yang seharusnya diberikan kepada petani
hanya sedikit bahkan pernah tidak sampai ke tangan petani. Jadi tidak ada
keuntungan yang didapatkan petani dengan adanya kelompok tani tersebut.
Hingga sekarang hanya beberapa kelompok tani yang masih ada.
Selain kelompok tani juga ada pengajian mingguan yang diikuti ibu-ibu yang
diadakan rutin setiap satu minggu sekali, dan berkeliling dimasing-masing rumah
warga desa tersebut. Pengajian yang diikuti bapak-bapak juga ada yang dilakukan
setiap satu minggu sekali dan dilakukan malam hari bergantian di rumah salah
satu warga desa tersebut. Dengan adanya pengajian rutin ini keuntungna yang
didapat masyarakat adalah semakin mempererat hubungan antar warga desa dan
juga melestarikan budaya turun-menurun dari nenek moyang yang biasa disebut
oleh warga sekitar “tahlilan”.
V. JARINGAN SOSIAL
Para petani desa Bulukerto tidak melakukan kerjasama dengan pihak luar.
Karena pendistribusian barang langsung diberikan pada tengkulak, lalu tengkulak
menyalurkan ke pasar dari sana mengikuti alur pasar kemana distributor akan
menyalurkan barangnya. Ada beberapa tengkulak yang menyalurkan barangnya
ke luar kota ataupun luar jawa, namun akhir-akhir ini sudah jarang ada
pengiriman karena produksi apel semakin menurun tidak seperti beberapa tahun
yang lalu. Para petani apel di desa Bulukerto hanya memproduksi dan memanen
saja.
Adanya dana bantuan sosial dari pemerintah dalam melakukan pengolahan
lahan pertanian masih belum bisa dirasakan oleh semua petani, hanya petani
tertentu saja yang mendapatkan bantuan. Petani tertentu yang pernah
mendapatkan bantuan puntidak merasakan sepenuhnya, hanya setengah saja yang
didapatkan dari seharusnya bahkan tidak kurang dari seperempat bantuan yang
turun ke tangan petani.
VI. GLOBALISASI
Perubahan yang terjadi di masyarakat dengan adanya teknoogi baru belum
terasa, karena para petani tidak menggunakan teknologi modern atau perlatan
modern yang ada karena terbatasnya dana. Kebiasan – kebiasaan lama (gotong
royong, wiwit, metal) sudah tidak ada dalam masyarakat desa Bulukerto ini.
VII. ANALISIS USAHA TANI
a. Pengadaan SAPRODI
Petani apel desa Bulukerto menggunakan teknik undestam, jadi tidak
menanam langsung benih. Untuk menanam apel teknik undestam ini paling
cocok, petani dapat mendapatkan berbagai macam jenis apel dengan
mensteknya dan kualitas apel unggulan pun bisa diproduksi.
Menurut Bpk. Suwaris yang sudah berpuluhan tahun menjadi buruh tani
pupuk yang cocok untuk tanaman apel adalah NPK, dan pupuk lain seperti
Urea/ZA/KCL/Phonska pernah dicoba dan kurang baik untuk tanaman apel di
desa Bulukerto. Dan pemberian pupuk seperti musim hujan sekarang ini akan
mempengaruhi dosisnya. Pemberian pupuk akan dua kali lebih besar dari
musim sebelumnya, karena pada musim penghujan hama dan penyakit yang
menyerang tanaman apel akan semakin banyak.
b. Pengolahan Usaha Tani
Tanaman apael yang cara menanamnya tidak menggunakan benih ini cara
persemaiannya dilakukan dengan cara stek batang. Tanaman yang memiliki
kualitas unggul seperti apel dengan ukuran besar namun rasanya kurang manis
dapat distek dengan apel yang memiliki ukuran kecil namunrasanya manis,
dank an didapat kualitas apel dengan ukuran besar dengan rasa manis.
Pengolahan tanah untuk laha tegal apel ini biasa - biasa saja, hanya saja
penggunaan dari pupuk kimia yang terlalu sering mengakibatkan tanah
menjadi keras. Namun sampai sekarang belum sampai ke titik terparah yaitu
erosi tanah.
Kegiatan tanam yang dilakukan Bpk. Suwaris ini adalah mengerjakan
lahan tegal milik orang lain. Beliau hanya bekerja sebagai buruh tani, yang
biasanya memetik buah,memetik daun, member pupuk, dan segala macam
perawatan untuk tanaman yang ada di laha tegal yang sedang dikerjakan.
Sejak satu tahun yang lalu penyakit yang menyerang tanaman apel adalah
kutu sisik, penyakit ini memakan kambium pada batang sampai akar dan
pertumbuhan tanaman apel menjadi terhambat. Pada musim hujanseperti saat
ini kutu sisik akan semakin banyak ditemui pada batang apel dan sampai
sekarang belum diketahui obat yang dapat menghilangkannya.
Penyiangan (upah harian atau upah borongan) yang di dapat dari seorang
buruh tani adalah Rp 27.500,- bekerja mulai pukul 07.00 – 14.00 , Rp 15.000,-
jika mendapat makan mulai pukul 07.00 – 11.30 , dan jika 10 orang
mengepack apel akan mendapatkan upah borongan sebesar Rp 375.000,-, dan
Bpk. Suwaris mendapatkan upah harian setiap harinya.
Informasi benih didapatkan Bpk Suwaris dari pengalaman yang sudah
bekerja perpuluh-puluh tahun sebagai buruh tani apel,melalui pengalaman
yang telah diajarkan dari pemilik lahanlama-lama BPk Suwaris mengerti seluk
beluk tentang cara bertanam apel.
Kebanyakan petani apel yang ada di desa Bulukerto memasarkan hasil
panennya 100% ke tengkulak, lalu tengkulak yang menyalurkan ke penjual
pasar atau distributor lainnya. Para petani menjual dengan hitungan perkilo ke
tengkulak.
Petani apel di desa Bulukerto ini tidak menggunakan system irigasi pada
musim penghujanseperti saat ini. Namun pada musim kemarau mereka
menggunakan pump untuk mengairi lahan mereka danbergiliran dalam
penggunaanya.
c. Perubahan Sosial
Dalam usaha tani yang terjadi di desa Bulukerto dalam tahun ke tahun
pasti terjadi perubahan sosial. Ada beberapa aspek perubahan sosial yang
tejadi di dalamnya, yaitu tanah, produksi apel, dan jumlah petani. Dilihat
pada tahun 2000 lalu tanah yang ada di lahan desa Bulukerto masih subur dan
belum tercemar oleh zat-zat kimia lain, namun sekarang pada tahun 2010
tingkat keasaman pada tanah sudah tinggi hal ini dikarenakan penggunaan
pupuk kimia yang sudah sering dilakukan sehingga unsure hara yang ada
pada tanah berkurang dan mempngaruhi produksi apel yang semakin sedikit.
Selain itu produksi apel pada tahun 2000 masih tinggi dan banyak
hamper seminggu sekali mengirim panen ke luar kota, sekarang pada tahun
2010 prosuksi apel menurun pengiriman apel ke luar kota hanya satu kali
dalam sebulan. Hal tersebut mempengaruhi jumlah petani yang ada di desa
Bulukerto. Pada tahun 2000 hampir setiap rumah di sana memiliki lahan
sendiri dan memproduksi apel, namun sekarang banyak petani apel yang
memilih menjadi buruh tani karena penghasilan yang didapatkan tidak
sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
Petani Sedang
IDENTIFIKASI PETANI
Lokasi : RT 03/RW 04, desa Bulukerto dusun Keliran, kota
Batu.
Nama petani : Hj. Supari Sujanto
Umur : 47 tahun
Tingkat pendidikan formal : -
Pekerjaan KK : a. Utama : petani
b. Sampingan : pedagang
Jumlah anggota RTG : 4 orang
Luas lahan pertanian sawah : a. Milik : 2000 m2
b. Sewa : -
c. Bagi hasil : -
Luas lahan tegal : a. Milik : 2000 m2
b. Sewa : -
c. Bagi hasil : -
Jumlah ternak yang dipelihara : a. Sapi : - ekor
b. Kerbau : - ekor
c. Kambing : - ekor
d. Domba : - ekor
e. ayam : - ekor
I. KEBUDAYAAN
Hj. Supari Sujanto yang bertempat tinggal di desa Bulukerto dusun Keliran
kecamatan Bumi Aji kota Batu, Malang ini adalah seorang petani apel yang memiliki
lahan pertanian sawah dan tegal seluas 2000 m2. Bapak berusia 47 tahun ini selain
berprofesi sebagai petani juga berprofesi sebagai pedagang. Setelah selesai tugasnya
di kebun, bapak dari dua orang anak ini pergi ke pasar untuk menjual hasil kebunnya.
Beliau memiliki kebun apel dan sayuran, seperti jagung, wortel, dan buncis. Lahan
yang beliau miliki adalah lahan pribadinya yang dikelolanya sendiri sehingga tidak
ada pembagian hasil dengan petani lain.
Bapak Supari membeli bibit dari pasar kemudian yang diolanya sendiri.
Apabila tanaman yang ia tanam terkena penyakit, ia mencoba untuk mengobatinya
dengan obat yang ia tahu dari petani-petani lain, seperti sulfin. Penyakit yang sering
diderita oleh pohon apel ialah kutu sisik, mata ayam, cabuk merah, cabuk hijau dan
cabuk putih. Karena penyakit-penyakit tersebut bapak Supari sering mengalami gagal
panen yang mengakibatkan kerugian. Oleh karena itu, untuk menambah daya tahan
dan peningkatan kualitas tanaman yang beliau budidayakan, maka bapak Supari
menggunakan pupuk kimia seperti urea, ZA, rose3, dan Bloner.
Desa Bulukerto merupakan suatu desa yang masih kental dengan kebudayaan
tradisionalnya meskipun sudah banyak perubahan yang terjadi akibat budaya modern
yang masuk ke desa. Menurut bapak Supari kebudayaan yang masih dipertahankan
di desa Bulukerto adalah budaya selamatan. Hal ini didasari karena mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai petani sehingga banyak petani sebelum panen
mengadakan selamatan guna kesuksesan panennya. Selain itu, adanya pranoto
mongso juga merupakan kebudayaan di desa tersebut. Misalnya bapak Supari
menanam jagung dan buncis dilahannya ketika musim hujan, sedangkan wortel pada
musim kemarau.
Musim kemarau menyebabkan adanya pembagian aliran air. Bapak Supari
mendapat air selama dua malam dalam satu minggu. Air yang bersumber dari
sumberbrantas ini harus dibagi rata antar para petani. Ini merupakan suatu aturan
yang harus dipatuhi oleh para petani desa Bulukerto. Selain itu, sistem pertanian yang
ada di desa tersebut masih tradisional. Hal ini dapat dilihat dari alat-alat pertaniannya
yang masih tradisional seperti cangkul. Sistemnya pun masih tradisional. Bapak
Supari pun masih menggunakan sistem tradisional dan menurut beliau belum ada
pengaruh dari teknologi modern dalam usaha tani yang dilakoninya.
II. STRATIFIKASI SOSIAL
Bapak Supari yang sudah menunaikan haji merupakan anggota dari
perkumpulan haji di desa Bulukerto, ia menjabat sebagai anggota dan setiap hari
jum’at malam diadakan pengajian. Pengajian tersebut bertujuan untuk mengingatkan
para anggota untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan untuk
penggolongan kelas, menurut bapak Supari pribadi tidak ada penggolongan kelas di
desa tempatnya tinggal. Namun terdapat pembagian tugas antara laki-laki dan wanita.
Misalnya saja dalam keluarga Bapak Supari, beliau berperan sebagai kepala keluarga
sekaligus sebagai pencari nafkah. Sedangkan istrinya berperan sebagai ibu rumah
tangga yang kadang juga turut membantu bapak Supari di kebun. Namun tugasnya
ialah membawakan makanan untuk bapak Supari dan juga buruhnya apabila hari
sudah siang.
III. KELEMBAGAAN
Di dalam sebuah desa yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani
seharusnya terdapat sebuah lembaga yang menaungi para petani dalam kegiatan
usahanya. Namun menurut bapak Supari, kelembagaan seperti lembaga pertanian di
desa tersebut tidaklah ada, padahal menurut sumber kami yang lain di desa yang sama
menyebutkan ada sebuah lembaga pertanian yang aktif di desa Bulukerto. Ini
membuktikan bahwa tidak meratanya sebuah informasi di desa tersebut yang
berdampak pada pengetahuan bapak Supari tentang lembaga pertanian sehingga
beliau tidak pernah merasakan manfaat yang dihasilkan oleh lembaga pertanian desa,
seperti bantuan bibit untuk para petani. Bapak Supari harus bekerja seorang diri, baik
dalam hal pembelian bibit, pengelolaan, hingga mencari informasi tentang obat-obat
yang dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit tanamannya.
IV. JARINGAN SOSIAL
Dalam kerjasama dengan pihak luar, petani apel ini seperti menutup diri.
Selain tidak mengetahui adanya lembaga pertanian, bapak Supari pun tidak
melakukan kerjasama dengan pihak luar dalam pengembangan kebunnya. Beliau
murni melakukan usahanya seorang diri. Mulai dari pembelian bibit, pengolaan,
hingga pemasarannya. Untuk pemasaran, bapak Supari menjual langsung ke pasar.
Oleh karena itu, tidak ada pembagian lahan maupun hasil yang dilakukan oleh bapak
Supari.
V. GLOBALISASI
Untuk alat-alat pertanian, di desa Bulukerto masih menggunakan alat-alat
tradisional. Menurut petani yang kami wawancara, belum ada teknologi modern yang
masuk ke desanya. Selain itu di desa Bulukerto masih terdapat kebiasaan-kebiasaan
lama seperti gotong royong.
ANALISIS USAHA TANI
a. Pengadaan SAPRODI
Petani mendapatkan benih dari membeli di pasar. Selain itu penggunaan
pupuk yang digunakanBpk supari adalah pupuk ura, ZA, dan Rose3 untuk
tanaman apel.
b. Pengolahan Usaha Tani
Bapak Supari membeli bibit dari pasar kemudian yang diolanya sendiri.
Hasilnya pun beliau jual sendiri di pasar. Apabila tanaman yang ia tanam
terkena penyakit, ia mencoba untuk mengobatinya dengan obat yang ia tahu
dari petani-petani lain, seperti sulfin. Penyakit yang sering diderita oleh
pohon apel ialah kutu sisik, mata ayam, cabuk merah, cabuk hijau dan cabuk
putih. Karena penyakit-penyakit tersebut bapak Supari sering mengalami
gagal panen yang mengakibatkan kerugian. Oleh karena itu, untuk
menambah daya tahan dan peningkatan kualitas tanaman yang beliau
budidayakan, maka bapak Supari menggunakan pupuk kimia seperti urea,
ZA, rose3, dan Bloner.
c. Perubahan Sosial
Namun banyak perubahan yang terjadi di desa tersebut selama sepuluh
tahun terakhir. Seperti, tanah, tanaman, peralatan, air, penjualan hasil, dan
transportasi. Dulu tanah lebih subur, tanaman pun lebih baik kualitasnya.
Namun untuk penjualan hasil serta transportasi lebih menguntungkan
sekarang.
Petani Sukses
I. IDENTIFIKASI PETANI
Lokasi : RT 5 RW 2 Desa Bulukerto, Kec/Kab Bumiaji – Batu
Nama Petani : Bpk. Sugiono
Umur : 28 tahun
Tingkat pendidian formal : SMP
Pekerjaan KK :a. Utama: Petani
b. Sampingan: -
Jumlah anggota RTG : 3 orang
Luas lahan pertanian sawah :a. Milik: 1/8 ha
b. Sewa: - ha
c. Bagi hasil: - ha
Luas lahan tegal :a. Milik: - ha
b. Sewa: - ha
c. Bagi hasil: - ha
Jumlah ternak yang dipelihara : a. Sapi: - ekor
b. Kerbau: - ekor
c. Kambing: 7 ekor
d. Domba: - ekor
e. Ayam: - ekor
II. KEBUDAYAAN
Budaya kearifan lokal yang ada di masyarakat desa Bulukerto menurut Bpk
Sugiono dulu pernah ada sistem budaya/adat istiadat yang diterapkan, namun
sekarang sudah tidak ada lagi. Untuk melakukan aktivitas petanian masyarakat
setempat tidak mneggunakan tanda-tanda alam atau biasa disebut dengan pranoto
mongso. Jika sudah panen selama 4,5 bulan mereka akan memulai dengan tanam
baru lagi tidak ada syarat-syarat yang harus dilakukan.
Ada beberapa jenis komoditas yang ditanam di lahan milik Bpk Sugiono,
yaitu apel, terong, lobak, dancabai rawit. System pertanian yang digunakan adalah
system petanian tradisional, dan tidak ada aturan-aturan dalam penggunaannya.
Karena menggunakan system pertanian tradisional tidak ada pengaruh teknologo
modern yang terjadi di lahan milik Bpk Sugiono ini.
III. STRATIFIKASI SOSIAL
Sebagian atau setengah dari masyarakat desa Bulukerto bekerja sebagai petani
dan buruh tani sehingga peran dan kedudukan petani dalamkegiatan pertisipasi
masyarakat (paguyuban) di desa sangt penting sekali.
Penggolongan kelas dalam masyarakat desa tersebut tidak ada sehingga tidak
ada perbedaan gender antar laki-laki dan perempuan. Tugas yang dilakukan laki-
laki sama juga dilakukan perempuan desa tersebut dalam kegiatan budidaya
pertanian.
IV. KELEMBAGAAN
Kegiatan kelompok tani di desa tersebut pernah ada dulu banyak sekali
kelompok tani namun sekarang hanya tinggal beberapa saja. Menurut Bpk
Sugiono pernah mengikuti kelompok tani satu kali, dan mendapatkan hanya 10
biji bibit apel namun bibit tersebut tidak layak digunakan. Selain pembagian bibit
kegiatan kelompok tani waktu itu adalah pembahasan masalah penyakit yang
sedang terjadi namun penyuluh hanya pernah datang satu kali dama satu bulan,
dan tidak ada perubahan yang terjadi pada kegiatan usaha tani di desa tersebut.
Akhirnya sekarang beliau tidak pernah ikut dalam kegiatan kelompok tani lagi.
Karena menurutnya ada atau tidak ada kelompok tani petani tetap berjalan
menanam apel. Selain itu menurut beliau di tempatnya tidak ada lembaga
pertanian masyarakat atau pengajian mingguan di desa.
V. JARINGAN SOSIAL
Dalam hal jaringan sosial petani tidak pernah bekerjasama dengan pihak luar,
petani menjalankan sendiri usahanya. Dan tidak pernah ada bantuan dana sosial
dari pemerintah dalam melakukan pengolahan lahan pertanian di desa Bulukerto.
VI. GLOBALISASI
Bpk Sugiono menggunakan sistem pertanian tradisional sehingga beliau tidak
menggunakan teknologi baru atau modern yang sudah ada sekarang. Selain itu
kebiasan-kebiasn lama seperti gtong royong, wiwit, metal sudah tidak ada dalm
masyarakat desa Bulukerto.
VII. ANALISIS USAHA TANI
d. Pengadaan SAPRODI
Petani mendapatkan benih dari hasil sendiri. Selain itu penggunaan
pupuk yang digunakanBpk Sugiono adalah pupuk kandang dan pupuk
Mutiara untuk tanaman apel. Sedangkan untuk sayuran beliau
menggunakan pupuk urea.
e. Pengolahan Usaha Tani
Cara persemaian yang dilakukan Bpk Sugiono yaitu stek batang.
Sedangkan tanah di lahannya masih subur, kegiatan tanam yang
dilakukan sehari-hari dilakukan pemilik sendiri dan beberapa temannya.
Sama dengan warga desa lainnya jenis penyakit yang sedang menyerang
tanaman apel di lahannya adalah kutut sisik yang sampai sekarang belum
ada obatnya.
Upah harian yang diberikan untuk pekerjanya selama setengah haru
mulai dari pukul 06.00 – 12.00 adalah Rp 12.000 + makan siang + rokok.
Bpk Sugiono mendapatkan informasi tentang benih yang didapat dari
ketua ketua kelompok tani dulu yang pernah diikutinya. Pemasaran hasil
budidaya pertanian 99% dijual ke tengkulal dan 1% digunakan untuk
kegiatan sehari-hari. Karena saat ini adalah musim hujan lahan Bpk
Sugiono tidak menggunkan system irigasi hanya mengandalakan cuaca,
dan mengatur saluran pembuangan agar lancer.
f. Perubahan Sosial
Menurut Bpk Sugiono mulai dari tahun 2000 sampai tahun 2010 ada
beberapa aspek yang berubah sesuai dengan perubahan sosial. Mulai dari
produksi apel pada tahun 2000 yang banyak sekarang menjadi menurun
dan sedikit. Dan pekerjaan penduduk yang dulu pada tahunn 2000
mayoritas sebagai petani sekarang banyak petani yang gulung tikar
karena produksi apel sekarang sudah menurun. Berbeda dengan beberapa
tahun yang lalu tanah masih subur belum tercemar denga zat-zat kimia
yang terdapat dalam pupuk anorganik, sehingga mempengaruhi kualitas
produksi apel. Selain itu dulu juga banyak berdiri kelompok tani, namun
sekarang setelah petani merasakan tidak ada perubahan yang signifikan
terjadi dalam pertanian apel di desa tersebut jumlh kelompk tani menjadi
sedikit.
Anilisis Usaha Tani Hasil KomoditiPertanian Anggota Kelompok Tani1.Komoditi Buah Apel/…..haNo Uraian Satuan/…..Ha Nilai satuan Jumlah
(Rp)1 Input sarana produksi
-Bibit (batang)-Pupuk (urea)-Pupuk SP-36(kg)-Pupuk KCL(kg)-Pupuk kandang(kg)Jumlah biaya
2 -pembersihan lahan-lubang tanaman-tanam-pemupukan-penyiangan-pembersihan hama-panen
3 Jumlah biaya
4 Total biaya5 Hasil(kg)6 KeuntunganPerhitungan analisis usaha tani:a.Break even point (BEP)1.BEP produksi=Total biaya produksi=Rp…………………….=……………...
Harga Rp
Hasil tersebut menandakan bahwa saat produksi mencapai………kgusaha buah apel tidak mengalami keuntungan atau kerugian pada tingkat hargaRp……../kg
2.BEP harga=Total biaya produksi=Rp…………………….=……………...Harga Rp
Hasil tersebut menandakan bahwa saat produksi mencapai………kgusaha buah apel tidak mengalami keuntungan atau kerugian pada tingkat hargaRp……../kg
b.Return of coast ratio(R/C)
R/C=Total pendapatan=Rp…………………….=……………...Total biaya RpArtinya dari setiap Rp……..biaya yang dikeluarkan untuk usaha produksi
buah apel akan memperoleh keuntungan
Anilisis Usaha Tani Hasil KomoditiPertanian Anggota Kelompok Tani1.Komoditi Buah sayur/…..haNo Uraian Satuan/…..Ha Nilai satuan Jumlah
(Rp)1 Input sarana produksi
-Bibit (kg)-Pupuk urea-Pestisida-Pupuk kandang(kg)Jumlah biaya
2 -tanam-pemupukan-penyiangan-panen
3 Jumlah biaya4 Total biaya5 Hasil(kg)6 KeuntunganPerhitungan analisis usaha tani:a.Break even point (BEP)1.BEP produksi=Total biaya produksi=Rp…………………….=……………...
Harga Rp
Hasil tersebut menandakan bahwa saat produksi mencapai………kgusaha buah apel tidak mengalami keuntungan atau kerugian pada tingkat hargaRp……../kg
2.BEP harga=Total biaya produksi=Rp…………………….=……………...Harga Rp
Hasil tersebut menandakan bahwa saat produksi mencapai………kgusaha buah apel tidak mengalami keuntungan atau kerugian pada tingkat hargaRp……../kg
b.Return of coast ratio(R/C)
R/C=Total pendapatan=Rp…………………….=……………...Total biaya RpArtinya dari setiap Rp……..biaya yang dikeluarkan untuk usaha produksi
buah apel akan memperoleh keuntungan
BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara di desa Bulukerto, para petani mayoritas
merupakan petani apel yang masih menggunakn pertanian tradisional. Di
lihat dari sudut pandang kami, para narasumber termasuk dalam tiga
golongan, yaitu buruh tani, petani sedang, dan petani kaya. Kebudayaan
pada desa Bulukerto masih terdapat budaya kepercayaan, misalnya
selametan sebelum panen. Mereka yang melakukannya percaya apabila
melakukan hal tersebut hasil panennya akan berjalan lancar.
Para petani di bulukerto masih kurang akan informasi tentang
pertanian modern.maka dari itu mereka sampai saat ini masih menjadi
petani yang menggunakan system tradisional. Di tambah lagi dengan
adanya penyakit yang menyerang tanaman sehingga menyebabkan
banyak petani mengalami rugi. Apalagi saat ini sedang mengalami musim
penghujan sehingga para petani banyak yang gagal panen. Kegagalan ini
sangat merugikan para petani karena mereka kebanyakan hanya penjadi
petani meskipun ada pula darimereka yang tidak hanya bermata
pencaharian petani seperti berdagang.
Dalam system pertanian di bulukerto tidak ada penggolongan kelas
seperti petani kaya, petani miskin dan petani sedang. Di desa bulukerto
informasi tentang lembaga pertanian belumlah merata. Hal ini dapat
dibuktikan dengan tidak semua petani mengetahui keberadaan lembaga
pertanian.
Para petani di desa Bulukerto tidak bekerjasama dengan pihak luar
karena mereka lebih memilih bekerja sendiri tanpa berhubungan dengan
pihak luar. Mereka berfikir jika bekerjasama dengan pihak luar akan
membagi hasil dengan pihak luar.
6.2 Saran
Kurangnya informasi tentang pertanian modern membuat masyarakat
masih terikat dengan pertanian tradisional. Sebaiknya para petani
bulukerto mulai mencari informasi tentang system modern saat ini. Selain
itu pemerintah harus lebih memaksimalkan kerjanya untuk memajukan
pertanian di desa bulukerto khususnya.
Daftar Pustaka
Lampiran