Upload
ghanirahmani
View
400
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hm
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM FAAL INDERA PENDENGARAN
KELOMPOK B2-3
ANGGOTA :
ANNISA CHASTALA 121.0211.121
AGNES 121.0211.044
NANDEN S 121.0211.057
ANISA EKA PUTRI 121.0211.058
NIA NURAINI 121.0211.009
GANI RAHMANI 121.0211.034
IMAM MUHAMAD 121.0211.118
ABUL 121.0211.129
ANTON 121.0211.158
GEULISSA A 121.0211.194
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “Veteran” JAKARTAPROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN
I PENDAHULUAN
II TINJAUAN PUSTAKA
Pendengaran
2.1 Gangguan Pendengaran
Ada dua jenis tuli yang dapat dibedakan secara klinis yaitu tuli telinga tengah(konduktif) dan
tuli telinga dalam (sensorineural).
Tuli konduktif. Tuli konduktif disebabkan oleh proses yang mengenai kanalis auditorius
eksternus atau telinga tengah. Getaran udara hanya sedikit yang dihantarkan ke telinga dalam,
atau bahkan tidak dihantarkan sama sekali. Getaran tulang masih dapat dihantarkan ke organ
Corti dan masih dapat didengarkan. Penyebab tuli konduktif meliputi kerusakan membran
timpani, serotimpanum, mukotimpanum, atau hemotimpanum; gangguan rantai osikular oleh
trauma atau inflamasi, kalsifikasi tulang, kolesteatom, dan tumor. 2
Tuli telinga dalam atau tuli sensorineural paling sering disebabkan oleh hilangnya sel rambut
koklear tetapi dapat juga disebabkan karena gangguan nervus VIII atau dalam jaras auditorik.
Gangguan sering terjadi dalam mendengan pitch tertentun sementara yang lain tidak
terganggu. Antibiotik aminoglikosida seperti streptomisin dan gentamisin mengobstruksi
kanal mekanosensitif pada sel rambut dan dapat menyebabkan sel degenerasi, dan
menyebabkan hilangnya pendengaran sensorineural dan fungsi vestibular yang abnormal. 2
2.2 Evaluasi diagnostik gangguan pendengaran
Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 80.000 Hz. Untuk
pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Untuk pemeriksaan
pendengaran digunakan garputala 512, 1024, dan 2048. Namun, bila tidak mungkin dapat
hanya menggunakan garputala 512 Hz karena penggunaan garputala ini tidak terlalu
dipengaruhi suara bising di sekitarnya. Tes penala merupakan tes kualitatif. Berbagai macam
tes penala seperti tes rinne, tes weber dan tes schwabach. 8
Tabel 1. Membedakan Tuli konduktif dan Tuli Sensorineural pada Tes Penala1
Webber Rinne Schwabach
Metode Meletakkan garpu tala
yang bergetar pada dahi
Meletakkan garpu tala yang
bergetar di prosesus mastoid
hingga subjek tidak
mendengar lalu di
dipindahkan ke depan telinga
Konduksi tulang
pasien dibandingkan
dengan pemeriksa
(normal)
Normal Mendengar sama pada
kedua telinga
Mendengar vibrasi di udara
setelah konduksi tulang
selesai
Sama panjang antara
pemeriksa dan pasien
Tuli Konduktif Suara terdengar pada
telinga sakit karena
tidak adanya masking
effect pada sisi yang
sakit
Vibrasi di udara tidak
terdengar setelah konduksi di
tulang selesai
Konduksi tulang
lebih baik
dibandingkan normal
(defek konduksi
mendiadakan
masking effect)
Tuli
Sensorineural
Suara terdengar pada
telinga normal
Vibrasi pada udara terdengar
setelah konduksi tulang
selesai, sepanjang tuli
sarafnya parsial
Konduksi tulang
lebih buruk
dibandingkan normal.
*Tuli konduktif dan sensorineural terjadi pada satu telinga
2.3 Audiometer
Audiometer adalah alat untuk mengetahui ketajaman pendengaran melalui nada murni
dengan berbagai frekuensi yang diberikan melalui earphone. Pada masing-masing frekuensi,
intensitas ambang ditentukan dan diplot pada sebuah grafik sebagai presentase dari
pendengaran normal. Audiometri nada murni merupakan tes dasar untuk mengetahui ada
tidaknya gangguan pendengaran. Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal
atau tuli, kemudian jenis dan derajat ketuliannya. Derajat ketulian dihitung dengan indeks
Fletcher, yaitu rata-rata ambang pendengaran pada frekuensi 500, 1.000 dan 2.000 Hz. Pada
interpretasi audiogram harus ditulis telinga yang mana, apa jenis ketuliannya, dan bagaimana
derajat ketuliannya.3,7
Fisiologi Gelombang Suara
Secara umum, kenyaringan suara berkorelasi dengan amplitudo gelombang suara dan pitch
(rendah tingginya suara) dengan frekuensi (jumlah gelombang per unit waktu). Semakin
besar amplitudo, makin keras suara, dan semakin besar frekuensi, semakin tinggi suara.
Namun, pitch ditentukan oleh faktor-faktor lain selain frekuensi, dan frekuensi juga
mempengaruhi kenyaringan, karena ambang pendengaran lebih rendah di beberapa frekuensi
dari yang lain. Gelombang suara yang memiliki pola berulang dianggap sebagai suara musik;
getaran tidak berulang menyebabkan sensasi kebisingan. Amplitudo dari gelombang suara
dapat dinyatakan dalam perubahan tekanan maksimum pada gendang telinga. Intensitas suara
1 desibel adalah logaritma rasio intensitas suara itu dan suara standar. Satu desibel (dB)
adalah 0,1 bel. Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri.
Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas
(pada axis vertikal). Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat menentukan derajat
sebenarnya dari gangguan pendengaran yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi
seperti lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang
pendengaran sementara setelah pajanan terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula
permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah menderita gangguan pendengaran
permanen.3,7
2.4 Keseimbangan
Aparatus vestibular merupakan organ yang berperan dalam keseimbangan. Jaringan
tulang menutupi saluran-saluran bermembran. Saluran tersebut terdiri dari duktus koklearis,
tiga kanalis semisirkularis, utrikulus dan sakulus. Akan tetapi, duktus koklearis (skala media)
lebih berperan dalam pendengaran dibanding keseimbangan. 3,4,6
Di dalam sakulus dan utrikulus, terdapat suatu area sensorik yang kecil (diameter
sekitar 2mm) yang disebut sebagai makula. Makula terdiri dari sel-sel rambut yang sisi
basolateralnya bersinaps dengan nervus vestibularis. Sedangkan silianya tertanam di lapisan
gelatinosa. Pada lapisan gelatinosa ini juga terdapat kristal kalsium karbonat yang disebut
statokonia/otolith. Otolith mempunyai berat jenis sebesar 2-3 kali lipat dibanding
jaringan/cairan disekitarnya. Berat jenis yang besar ini berperan untuk menarik silia ke arah
gravitasi. Pada setiap sel rambut, terdapat 50-70 silia kecil (stereosilia) dan satu silia besar
(kinosilium). Kinosilium terletak di tepi permukaan apikal sel rambut, dan kinosilium yang
terletak di sebelahnya berukuran semakin kecil. Cara kerja sel rambut di aparatus vestibular
sama dengan sel rambut di organ Corti. Pada setiap makula, setiap sel rambut memiliki
kinosilium pada tepi yang berbeda-beda. Sehingga pada suatu posisi, sebagian sel rambut
terangsang, namun sebagian lain tidak terangsang karena berbeda orientasi. Pola-pola eksitasi
yang berbeda tersebut akan diterjemahkan sebagai posisi yang berbeda-beda. 4,5
Makula di utrikulus terletak di bidang horizontal pada permukaan inferior utrikulu.
Sedangkan makula di sakulus terletak di bidang vertikal. Keduanya bekerja sama untuk
mendeteksi posisi dan percepatan.
Di dekat utrikulus, terdapat tiga kanalis semisirkularis: anterior, posterior, dan lateral.
Pada satu ujung setiap kanalis semisirkularis terdapat pembesaran yang disebut ampula. Di
dalam ampula ini terdapat suatu bubungan yang disebut krista ampularis. Diatas krista ini
terdapat massa jaringan gelatinosa yang disebut kupula. Ketika kepala seseorang bergerak,
inersia cairan endolimfe yang terdapat dalam kanalis semisirkularis menyebabkan cairan
cenderung diam, sedangkan kanalis semisirkularis ikut bergerak bersama kepala. Hal ini
menyebabkan cairan bergerak dari saluran ke ampula, yang akhirnya mendorong kupula ke
satu arah.
Dalam kupula terdapat ratusan silia yang dapat terstimulasi jika membengkok (seperti
sel rambut di organ Corti). Kinosilia pada kupula mengarah ke satu arah, berbeda dengan sel
rambut pada makula. Jika kupula terdorong ke satu arah, maka sel rambut terdepolarisasi;
jika terdorong ke arah lain, sel rambut akan terhiperpolarisasi. Stimulus dari sel rambut
diteruskan ke nervus vestibularis lalu ke sistem saraf pusat untuk diolah.
III ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan
1. Model kanalis semisirkularis 2. Tongkat atau statif yang panjang
3. Kursi Barany 4. Penala berfrekuensi 512 Hz
5. Kapas 6. Audiogram
T ata Kerja
I. PERCOBAAN SEDERHANA KANALIS SEMISIRKULARIS HORIZONTAL
Praktikan diinstruksikan untuk berdiri tegak ;
Kemudian praktikan diminta untuk menundukkan kepala dan menutup mata ;
Setelah itu, praktikan diputar ke arah kanan sebanyak 3 kali ;
Kemudian praktikan diminta untuk membuka mata dan diarahkan untuk berjalan ;
Selanjutnya praktikan kembali diminta menundukkan kepala dan menutup mata
lagi dan diputar kembali ke arah berlawanan (kiri) sebanyak 3 kali ;
Kemudian praktikan diminta kembali membuka mata dan diarahkan untuk
berjalan lagi ;
Setelah itu, praktikan diminta merasakan perbedaan antara putaran pertama atau
kedua yang membuatnya lebih pusing
II. PENGARUH KEDUDUKAN KEPALA DAN MATA YANG NORMAL
TERHADAP KESEIMBANGAN BADAN
Praktikan diminta untuk berjalan lurus dengan mata terbuka ;
Kemudian praktikan diminta untuk kembali berjalan lurus ;
Lalu praktikan diminta berbalik arah dengan mata tertutup kemudian kepala
dihentakkan ke sebelah kanan atau kiri ;
Praktikan diminta berjalan lagi dengan mata tertutup.
III. PERCOBAAN DENGAN KURSI BARANY
a. Nistagmus
OP diputar di kursi Barany dengan mata tertutup dan kepala dimiringkan 30o ke depan.
Kemudian OP membuka mata dan melihat jauh ke depan.
b. Tes penyimpangan penunjukan (Past Pointing Test of Barany)
OP menutup mata dan menunjuk jari pemeriksa, lalu mengangkat tangannya dan kembali
mencoba menyentuh ujung jari pemeriksa. Kemudian OP melakukan hal yang sama setelah
diputar di kursi Barany sebanyak 10 kali dengan kepala ditundukkan 30o.
c. Tes jatuh
OP diputar di kursi Barany sebanyak 10 kali dengan mata tertutup dan posisi kepala
membentuk 120o dengan sumbu tegak, lalu dengan kepala miring ke kanan sebesar 90o , lalu
dengan kepala menengadah ke belakang membentuk sudut 60o. Mengamati ke arah mana OP
akan jatuh.
d. Kesan (sensasi)
OP duduk di kursi Barany dengan mata tertutup, lalu diputar dengan kecepatan yang
berangsur-angsur bertambah dan kemudian dikurangi secara berangsur-angsur pula sampai
berhenti. Menanyakan arah perasaan berputar pada OP.
IV. PEMERIKSAAN FUNGSI PENDENGARAN DENGAN GARPUTALA
A. Cara Rinne
Menggetarkan penala berfrekuensi 512 dengan cara memukul ujung jari penala ke telapak
tangan, dan menekan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP
dengan tidak menyentuh jari-jari penala. Menyuruh OP mengacungkan jari jika mendengar
bunyi penala dan menurunkan jari jika tidak mendengarnya lagi, kemudian memindahkan
penala ke depan liang telinga OP dan menanyakan apakah masih mendengar atau tidak bunyi
dengungan penala tersebut.Mencatat hasil pemeriksaan, rinne positif jika OP masih
mendengar melalui hantaran aerotimpanal (normal/tuli sensorineural), dan rinne negatif jika
OP tidak lagi mendengar melalui hantaran aerotimpanal (tuli konduktif).
B. Cara Weber
Menggetarkan penala berfrekuensi 512 dengan cara memukul ujung jari penala ke telapak
tangan dan menekan ujung tangkai penala pada dahi OP di garis median. Menanyakan OP
apakah mendengar bunyi dengungan penala sama kuat pada kedua telinga atau terjadi
lateralisasi.
C. Cara Schwabach
Menggetarkan penala berfrekuensi 512 dengan cara memukul ujung jari penala ke telapak
tangan dan menekan ujung tangkai penala pada prosesus mastoideus salah satu telinga OP.
Menyuruh OP mengacungkan jari jika mendengar bunyi dengungan penala lagi, kemudian
memindahkan penala ke prosesus mastoideus pemeriksa sendiri. Pada pemeriksaan
schwabach telinga pemeriksa dianggap normal. Mencatat hasil pemeriksaan yaitu
schawabach memanjang, schawabach normal atau schwabach memendek dan untuk
memastikan ulangi cara yang sama pada pemeriksa terlebih dahulu lalu ke OP.
AUDIOMETRI
Alat dan Bahan
Headphone, Laptop program audiometri, dan formulir
Tata Kerja:
1. Persiapkan program audiometer pada laptop
2. Suruh OP duduk dan pasanglah headphone
3. OP melakukan pemeriksaan ambang pendengaran secara mandiri dan konsentrasi
Setelah selesai, Buatlah audiogram OP pada formulir yang telah disediakan dengan
data yang diperoleh dari pengukuran
IV HASIL
IV.1 PERCOBAAN SEDERHANA KANALIS SEMISIRKULARIS HORIZONTAL
Pada putaran yang pertama, lebih mengalami pusing dan kesulitan untuk
berjalan lurus.
Pada putaran yang kedua, lebih terasa biasa saja dan bisa berjalan lurus
4.2 PENGARUH KEDUDUKAN KEPALA DAN MATA YANG NORMAL
TERHADAP KESEIMBANGAN BADAN
Pada saat berjalan dengan mata terbuka, praktikan dapat berjalan lurus.
Kemudian saat praktikan diminta kembali berjalan dengan mata terbuka,
masih dapat berjalan lurus.
Namun saat praktikan diminta berjalan dengan mata tertutup setelah
menghentakkan kepala ke sebelah kiri maka praktikan akan berjalan miring ke
sebelah kanan
4.3 Percobaan dengan Kursi Barany
Percobaan Nama OP Kejadian
Nistagmus Nanden Setelah berputar 10 kali ke kanan, dengan kepala menunduk
30º ke depan, terdapat nistagmus:
- arah komponen cepat: kiri
- arah komponen lambat: kanan
Tes
Penyimpangan
Penunjukan
Abul Setelah berputar 10 kali ke kanan, dengan kepala menunduk
30o ke depan, terjadi penyimpangan penunjukan ke arah kiri.
Setelah sampai beberapa saat terjadi penyimpangan, barulah
kemudian OP tidak salah lagi menyentuh jari tangan
pemeriksa.
Tes Jatuh Gani Saat diputar dengan kepala ke depan membentuk sudut 120o
dengan sumbu tegak, OP merasa akan jatuh ke kiri.
Nia Saat diputar dengan kepala ke belakang membentuk sudut
60o dengan sumbu tegak, OP merasa akan jatuh ke kanan.
Imam Saat diputar dengan kepala ke kanan membentuk sudut 90o
dengan sumbu tegak, OP merasa akan jatuh ke depan.
Kesan
(Sensasi)
Agnes OP tetap merasa diputar ke kanan meskipun kecepatan
putaran sudah konstan. Saat kursi dihentikan, OP merasa
kursinya dihentikan.
4.4 Pemeriksaan Fungsi Pendengaran dengan Garputala
Nama
OP
Hasil Pemeriksaan Interpretasi
Rinne Weber Schwabach
Annisa positif tidak ada lateralisasi sama dengan pemeriksa Normal
Geulisa positif tidak ada lateralisasi sama dengan pemeriksa Normal
Gani positif tidak ada lateralisasi sama dengan pemeriksa Normal
Imam positif tidak ada lateralisasi sama dengan pemeriksa Normal
4.5 Audiometri
Pada pemeriksaan ini, audiometer yang dipakai hanya dari software freeware yang
didapatkan dari internet. Sehingga pengukuran hanya bersifat demo.
Hasil
Tanggal: 20 Maret 2015
Nama OP: Gani Rahmani, Umur: 20 tahun, Kelompok B2-3
No. Frekuensi Telinga Kanan Telinga Kiri
1. 250 Hz 20 20
2. 500 Hz 10 20
3. 1000 Hz 0 10
4. 2000 Hz 0 0
5. 4000 Hz 0 0
6. 8000 Hz 10 10
Nama OP: Nia Nuraini, Umur : 20 tahun, Kelompok B2-3
No. Frekuensi Telinga Kanan Telinga Kiri
1. 250 Hz 30 30
2. 500 Hz 10 20
3. 1000 Hz 0 0
4. 2000 Hz 0 0
5. 4000 Hz 0 0
6. 8000 Hz 10 20
Dari tiap hasil pada frekuensi tersebut, diambil hasil yang terkecil (ambang pendengaran)
yang didapat dari hasil pengukuran.
Gambar Audiogram
Grafik 1 Hasil Audimetri OP: Gani
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
kanankiri
Frekuensi (Hz)
Inte
nsita
s (dB
)
Grafik 2 Hasil Audiometri OP: Nia
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 90000
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
kanankiri
Frekuensi (Hz)
Inte
nsita
s (dB
)
V PEMBAHASAN
5.1 PERCOBAAN SEDERHANA KANALIS SEMISIRKULARIS HORIZONTAL
Apabila cairan endolimph dan perilimph ternggangu atau bergejolak maka kita akan
kesulitan untuk berjaalan lurus
5.2 PENGARUH KEDUDUKAN KEPALA DAN MATA YANG NORMAL TERHADAP
KESEIMBANGAN BADAN
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan orientasi tubuh dan bagian-
bagiannya dalam hubungannyag dengan ruang internal. Keseimbangan tergantung pada
continous visual, labirintin, dan input somatosensorius (proprioceptif) dan integrasinya dalam
batang otak dan serebelum. Kesulitan berjalan lurus biasa dialami, hal ini dikarenakan cairan
endolimph dan perilimph terganggu atau bergejolak. Dan pada saat percobaan kedua tidak
terlalu kesulitan berjalan, karena cairan endolimph dan perilimph-nya normal kembali. Jika di
putar kedua lebih pusing, maka cairan endolimp dan perilimph baru bekerja
5.3 Percobaan dengan Kursi Barany
NISTAGMUS
Setelah berputar ke kanan, terdapat nistagmus komponen cepat ke arah kiri dan komponen
lambat ke arah kanan. Hal ini disebabkan oleh adanya refleks vestibulo-okular (VOR) yang
merupakan refleks gerakan mata untuk menstabilkan gambar pada retina selama gerakan
kepala dengan memproduksi sebuah gerakan mata ke arah yang berlawanan dengan gerakan
kepala, sehingga mempertahankan gambar untuk berada pada pusat bidang visual.
TES PENYIMPANGAN PENUNJUKAN (PAST POINTING TEST OF BARANY)
Penyimpangan penunjukan ke arah kiri yang terjadi setelah OP diputar ke kanan bukan suatu
refleks, tetapi merupakan tindakan berdasarkan keinginan. Saat mata OP dalam keadaan
tertutup, terdapat koordinasi yang salah dari OP karena sensasi perputaran yang dialaminya.
Namun, setelah mata dibuka, OP dapat menyentuh jari tangan dengan tepat.
TES JATUH
Saat OP diputar dengan kepala ke belakang membentuk sudut 60o, kanalis semisirkularis
posterior berada pada bidang horizontal, sehingga sumbunya akan sesuai dengan arah putaran
kursi Barany. Saat OP mulai diputar ke kanan (searah jarum jam), endolimfe akan bergerak
ke arah berlawanan sehingga kupula juga bergerak ke arah berlawanan yaitu berlawanan
jarum jam. Akibatnya, OP merasa bergerak ke kiri. Kemudian, kupula akan bergerak searah
dengan putaran kursi yaitu ke kanan sehingga OP merasa bergerak ke kanan. Saat kecepatan
konstan, kupula dalam posisi tegak sehingga OP merasa tidak berputar. Begitu dihentikan,
endolimfe akan tersentak dan cupula bergerak ke arah sebaliknya, yaitu ke kiri. Saat kepala
OP kembali ke posisi tegak, kanalis semisirkularis posterior akan kembali ke posisi semula
dengan endolimfe yang masih bergerak ke kiri. Dengan demikian, OP akan merasa bergerak
ke kanan sehingga OP akan jatuh ke kanan.
Saat OP diputar dengan kepala ke kanan membentuk sudut 90o, kanalis semisirkularis
anterior berada pada posisi horizontal, sehingga efek pemutaran kursi Barany pada kanalis
semisirkularis anterior akan maksimal. Saat kursi mulai diputar ke kanan, endolimfe dan
kupula akan bergerak ke kiri atau ke arah anterior. Saat kursi dihentikan, endolimfe dan
kupula akan bergerak ke arah sebaliknya, yaitu ke posterior. Begitu kepala diangkat, OP akan
merasa akan jatuh ke depan.
Saat OP diputar dengan kepala ke depan membentuk sudut 120o, kanalis semisirkularis
posterior berada pada posisi horizontal, sehingga efek pemutaran kursi Barany pada kanalis
semisirkularis posterior akan maksimal. Saat kursi mulai diputar ke kanan, endolimfe akan
bergerak ke kiri atau berlawanan arah jarum jam. Saat kursi dihentikan, endolimfe dan kupula
akan bergerak searah jarum jam sehingga OP akan merasa akan jatuh ke kiri.
KESAN (SENSASI)
Saat kursi mulai diputar ke kanan, endolimfe akan berputar ke arah sebaliknya, yaitu ke kiri.
Akibatnya, kupula akan bergerak ke kiri dan OP akan merasa berputar ke kiri. Kemudian,
kupula akan bergerak ke kanan searah dengan putaran kursi sehingga OP akan merasa
bergerak ke kanan. Saat kecepatan mulai konstan, kupula dalam posisi tegak sehingga OP
akan merasa tidak berputar. Saat kursi dihentikan, kupula akan bergerak ke arah sebaliknya,
yaitu ke kanan, sehingga OP akan merasa berputar ke kanan. Namun, pada praktikum OP
masih merasa berputar ke kanan saat kecepatan sudah konstan dan OP tidak merasa berputar
ke kanan saat kursi dihentikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh persepsi keseimbangan OP
yang bagus.
5.4 Pemeriksaan dengan Garputala
Pada keempat OP didapatkan hasil rinne positif menunjukkan OP masih dapat mendengar
melalui hantaran melalui udara (aerotimpanal) sesaat setelah dipindahkan dari prosesus
mastoideus. Hasil weber menunjukkan tidak adanya lateralisasi ke salah satu telinga atau OP
mendengar bunyi sama kuat di kedua telinga. Hasil schwabach menunjukkan bunyi penala
yang menghilang pada OP juga terdengar berhenti oleh pemeriksa yaitu schwabach sama
dengan pemeriksa. Hasil tersebut memberi interpretasi bahwa pada keempat OP tidak
terdapat gangguan pendengaran atau normal.
5.5 Audiometri
Dari skema dapat disimpulkan bahwa OP memiliki kemampuan pendengaran dalam batas
normal yang tercatat dalam bentuk angka terkecil (ambang) suara yang masih dapat didengar
dalam setiap frekuensi suara yang berbeda. Karena hasil dari pengukuran percobaan dengan
alat audiometri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: faktor alat
(kondisi dan kualitas baik atau tidak), faktor ruangan yang tidak kedap suara, faktor
kemampuan konsentrasi/memusatkan pikiran OP (sebaiknya konsentrasi OP tidak terganggu
dengan kondisi suara sekitar dan fokus pada pemeriksaan), dan faktor hantaran (udara dan
tulang). Disamping itu, standard yang dipakai pada alat bukanlah intensitas Hearing Level
(HL), jadi tidak disesuaikan dengan keadaan fisiologi telinga.
VI PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks LH. Ganong’s review of medical
physiology. 23rd edition. The McGraw-Hill Companies, Inc : USA, 2010.
2. Frotscher M, Baehr M. Batang Otak- Gangguan Pendengaran. Dalam: Diagnosis
Topik Neurologi Duus. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal. 162-3.
3. Ganong WF. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGraw-Hill
companies; 2005.
4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia:
Elsevier. 2006.p663-6.
5. Marieb EN, Hoehn K. Human anatomy & physiology. 7th Ed. Pearson education, Inc;
2010.
6. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi 2.
Jakarta:EGC.1996.h189-90.
7. Snow JB. Disorders of Smell, Taste, and Hearing. Dalam Braunwald, Fauci, Kasper.
Hauser, Longo, Jameso, dkk. 2008. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th
Ed. The McGraw-Hill Companies, Inc.
8. Soepardi EA, Iskandar N, dkk. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6.
Jakarta: FKUI. ; 2010. hal. 17-8.
9. Tortora GJ, Derrickson BH. Priciples of anatomy and physiology volume 1.
Massachusetes: John Wiley & Sons. 2009.p602-4
10. Towle, Albert. 1989. Modern Biology. USA: Holt, Rinehartand Winstan, Inc