Upload
olivia-brown
View
240
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA
A. Konsep Dasar Teori
1. Anatomi Fisiologi paru-paru
a. Paru-paru (pulmo)
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa,alveoli). Paru-paru terletak di dalam rongga dada
bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah
dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister)
yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut
pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura
dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
- Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer
kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara
atmosfer.
- Menyaring bahan beracun dari sirkulasi
- Reservoir darah
- Fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura
yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah
yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air
dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh
darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan
dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas. Di dalam paru-paru, bronkiolus
bercabang-cabang halus dengan diameter ± 1 mm, dindingnya makin menipis jika
dibanding dengan bronkus.
Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai
silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian
distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara
(alveolus). Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang
salah satu sisinya terbuka. Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.
Membran alveolar :
- Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
- Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant.
- Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling
berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga
endotel
Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler, epitel
alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
b. Pertukaran Gas dalam Alveolus
Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup
pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalui saluran
pernapasan dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam
alveolus berdifusi menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam
pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi
oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.
Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin
kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan
diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus
Dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu
kita mengeluarkan napas.
Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk
dan karnbondioksida keluar.
c. Proses Pernapasan
Bernapas meliputi dua proses yaitu menarik napas atau memasukkan udara
pernapasan dan mengeluarkan napas atau mengeluarkan udara pernapasan. Menarik
napas disebut inspirasi dan mengeluarkan napas disebut ekspirasi.Pada waktu
menarik napas, otot diafragma berkontraksi. Semula kedudukan diafragma
melengkung keatas sekarang menjadi lurus sehingga rongga dada menjadi
mengembang. Hal ini disebut pernapasan perut. Bersamaan dengan kontraksi otot
diafragma, otot-otot tulang rusuk juga berkontraksi sehingga rongga dada
mengembang. Hal ini disebut pernapasan dada.
Akibat mengembangnya rongga dada, maka tekanan dalam rongga dada menjadi
berkurang, sehingga udara dari luar masuk melalui hidung selanjutnya melalui
saluran pernapasan akhirnya udara masuk ke dalam paru-paru, sehingga paru-paru
mengembang.
Pengeluaran napas disebabkan karena melemasnya otot diafragma dan otot-otot
rusuk dan juga dibantu dengan berkontraksinya otot perut. Diafragma menjadi
melengkung ke atas, tulang-tulang rusuk turun ke bawah dan bergerak ke arah dalam,
akibatnya rongga dada mengecil sehingga tekanan dalam rongga dada naik. Dengan
naiknya tekanan dalam rongga dada, maka udara dari dalam paru-paru keluar
melewati saluran pernapasan.
d. Kapasitas Paru-paru
Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa
disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang dewasa
lebih kurang 500 ml. Setelah kita melakukan inspirasi biasa, kita masih bisa menarik
napas sedalam-dalamnya. Udara yang dapat masuk setelah mengadakan inspirasi
biasa disebut udara komplementer, volumenya lebih kurang 1500 ml. Setelah kita
melakukan ekspirasi biasa, kita masih bisa menghembuskan napas sekuat-kuatnya.
Udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi biasa disebut udara suplementer,
volumenya lebih kurang 1500 ml.
Walaupun kita mengeluarkan napas dari paru-paru dengan sekuat-kuatnya
ternyata dalam paru-paru masih ada udara disebut udara residu. Volume udara residu
lebih kurang 1500 ml. Jumlah volume udara pernapasan, udara komplementer, dan
udara suplementer disebut kapasitas vital paru-paru.
2. Definisi
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa
cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau
pus (Baughman C Diane, 2000).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam rongga pleural,
antara lapisan visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).
3. Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (Suzanue C Smeltezer
dan Brenda G. Bare, 2002).
a. Transudat
Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi
jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura
terganggu yaitu karena ketidakseimbangan tekanan hidrostaltik atau ankotik.
Transudasi menandakan kondisi seperti asites, perikarditis. Penyakit gagal jantung
kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan. Ciri-ciri cairan:
Serosa jernih, berat jenis rendah (dibawah 1.012), terdapat limfosit dan mesofel tetapi
tidak ada neutrofil, protein < 3%.
b. Eksudat
Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh
produk bakteri atau tumor yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada,
infeksi virus. Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif.
TBC, pneumonia, infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis
hepatis, embolisme paru, infeksi parasitik. Cirri-ciri cairan eksudat: Berat jenis >
1.015 %, kadar protein > 3% atau 30 g/dl, ratio protein pleura berbanding LDH serum
0,6, LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal, warna
cairan keruh.
4. Penyebab / Etiologi
a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior.
b. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena
tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari
empat mekanisme dasar :
- Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
- Penurunan tekanan osmotic koloid darah
- Peningkatan tekanan negative intrapleural
- Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura
vicelaris, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 5-15 cc yang merupakan
lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan
pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di
ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi
tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan
tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system
limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena
adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena
adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm
H2o.
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan
tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel
mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui
pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat
maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya
pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada
hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam
rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru
akibat gaya gravitasi. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan
pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah
bening.Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema
disebabkan oleh prluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan
komplikasi dari pneumonia, abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura.
Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan
karena trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan
cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka
jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik
yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal
nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial
Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50
mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul (Tierney,2002 dan Tucker,1998) adalah:
a. Sesak nafas
b. Nyeri dada
c. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
d. Keletihan
e. Batuk
f. Deviasi trachea menjauhi tempat sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
g. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karenacairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung(garis Ellis
Damoiseu).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
c. USGdada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke
dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
f. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat
diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml,
sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura
sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya
sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah didiagnosis,
penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum,
tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan
pemeriksaan seperti:
- Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase,
pH, dan glucose
- Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan
terjadi infeksi bakteri.
- Pemeriksaan hitung sel
8. Komplikasi
a. Pneumonia
b. Fibrosis paru
c. Pneumotorak
d. Emfisema
e. Arelektasis
9. Penatalaksanaan medis
a. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan
dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk
melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan
pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas
pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum
penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu
pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
1) Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh
darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat
menyebabkan pneumothorak.
2) Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura
tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya
kembali struktur mediastinal. Tekanan negatif yang berlangsung singkat
menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur semula atau
struktur yang retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama
disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
3) Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan tiga pengaruh pokok :
- Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat
menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam
tubuh
- Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang negatif
sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih
banyak
- Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
b. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang
kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan cairan
karena malignancy adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan
citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-
zat lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil
yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya
cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula
menimbulkan gangguan fungsi vital.
c. Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD
atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan
torasentesis adalah :
1) Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam
rongga plera.
2) Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
3) Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena pengambilan
cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat
menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian:
1) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam
cairan pleura.
2) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
3) Dapat terjadi pneumothoraks.
d. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena
kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat
laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum..
e. Water Seal Drainase (WSD)
1. Pengertian
Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan suatu intervensi yang penting
untuk memperbaiki pertukaran gas dan pernapasan pada periode pasca operatif
yang dilakukan pada daerah thorax khususnya pada masalah paru-paru.
WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukan
suatu kateter/ selang kedalam rongga pleura ,rongga thorax,mediastinum dengan
maksud untuk mengeluarkan udara, cairan termasuk darah dan pus dari rongga
tersebut agar mampu mengembang atau ekspansi secara normal.
Bedanya tindakan WSD dengan tindakan punksi atau thorakosintesis
adalah pemasangan kateter / selang pada WSD berlangsung lebih lama dan
dihubungkan dengan suatu botol penampung.
2. Tujuan Pemasangan
a. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura
b. Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
c. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian
d. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada.
3. Indikasi
a. Pneumothoraks :
f. Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
g. Luka tusuk tembus
h. Klem dada yang terlalu lama
i. Kerusakan selang dada pada sistem drainase
b. Hemothoraks :
- Robekan pleura
- Kelebihan antikoagulan
- Pasca bedah thoraks
c. Hemopneumothorak
d. Thorakotomy :
- Lobektomy
- Pneumoktomy
e. Efusi pleura : Post operasi jantung
f. Emfiema :
- Penyakit paru serius
- Kondisi indflamsi
g. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
h. Flail Chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
4. Kontraindikasi Pemasangan WSD
a. Infeksi pada tempat pemasangan
b. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol
5. Macam-macam WSD
a. WSD dengan sistem satu botol
Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple
pneumothoraks. Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2
lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Jenis
ini mempunyai 2 fungsi, sebagai penampung dan botol penampung. Air steril
dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk
mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru
Note:
- Apabila < 2 cm H2O, berarti no water seal. Hal ini sangat
berbahaya karena menyebabkan paru kolaps.
- Apabila > 2 cm H2O, berarti memerlukan tekanan yang lebih
tinggi dari paru untuk mengeluarkan cairan atau udara.
Apabila tidak ada fluktuasi yang mengikuti respirasi apat disebabkan karena
adanya kinking, clotting atau perubahan posisi chest tube. Selang untuk
ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara dari rongga
pleura keluar. Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi.
Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan : Inspirasi akan
meningkat dan ekpirasi menurun.
b. WSD dengan sistem 2 botol
Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2
botol water seal. Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya
kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan
selang di botol 2 yang berisi water seal. Dapat dihubungkan dengan suction
control. Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari
rongga pleura masuk ke water seal botol 2. Prinsip kerjasama dengan ystem 1
botol yaitu udara dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan
udara dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD. Biasanya digunakan
untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks, efusi peural.
Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
c. WSD dengan sistem 3 botol
Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah
hisapan yang digunakan. Selain itu terpasang manometer untuk mengontrol
tekanan. Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan. Yang terpenting adalah
kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah hisapan tergantung
pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD. Drainage
tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan. Botol ke-3
mempunyai 3 selang :
- Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke
dua
- Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
- Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan
terbuka ke atmosfer
6. Tempat pemasangan
a. Apikal
- Letak selang pada interkosta III mid klavikula
- Dimasukkan secara antero lateral
Fungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Basal
- Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller
Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
7. Cara Pemasangan Wsd
a. Persiapan
1) Pengkajian
- Memeriksa kembali instruksi dokter
- Mengecek inform consent
- Mengkaji status pasien; TTV, status pernafasan
2) Persiapan pasien
- Siapkan pasien
- Memberi penjelasan kepada pasien mencakup : tujuan tindakan, posisi
tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD. Posisi klien dapat
duduk atau berbaring, upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan
nyeri seperti nafas dalam, distraksi, latihan rentang sendi (ROM) pada
sendi bahu sisi yang terkena
3) Persiapan alat
- Sistem drainage tertutup
- Motor suction
- Slang penghubung steril
- Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau
jaringan/silet, trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya,
duk bolong, sarung tangan , spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%,
konektor, set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain), masker.
b. Pelaksanaan
Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar prosedur
dapat dilaksanakan dengan baik , dan perawat memberi dukungan moril
pada pasien.
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di
linea aksilaris anterior dan media
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai muskulus interkostalis
4. Pada saat inspirasi:
- Tekanan dalam paru-paru > kecil dibanding tekanan yang ada di
dalam WSD
- Paru- paru mengembang
Note:
Apabila menggunakan WSD tipe satu botol, saat inspirasi cairan
biasanya akan tertarik ke atas, namun tidak sampai masuk kembali ke
rongga pleura karena adanya gaya gravitasi dan perbedaan sifat cairan
yang lebih berat daripada udara.
5. Pada saat ekspirasi:
- Tekanan dalam paru- paru > besar dibanding tekanan yang ada di
dalam WSD
- Masukkan Kelly klem melalui pleura parietalis kemudian
disebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut. untuk
memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru
- Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat
dengan menggunakan Kelly forceps
- Chest tube yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan di
dinding dada
- Chest tube disambung ke WSD yang telah disiapkan
6. Foto X-ray dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan
8. Tindakan setelah prosedur
Perhatikan undulasi pada selang WSD. Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi
dapat terjadi antara lain :
a. Motor suction tidak berjalan
b. Slang tersumbat dan terlipat
c. Paru-paru telah mengembang
d. Yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi system
drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas
e. Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
f. Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah
ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
g. Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui
jumlah cairan yg keluar
h. Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
i. Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
j. Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan
sampai slang terlipat
k. Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
l. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
m. Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan
yang dibuang.
n. Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
o. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema
subkutan
p. Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan ystem cara batuk efektif
q. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
r. Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
s. Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan
latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
9. Perawatan WSD
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana
masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan
agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh
dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang
hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
1) Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang
yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
2) Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak
dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada
slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang
cedera.
3) Mendorong berkembangnya paru-paru.
- Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
- Latihan napas dalam.
- Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
- Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
- Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika
banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan
keadaan pernapasan. Suction harus berjalan efektif :
a. Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1
- 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
b. Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka,
keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
c. Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika
suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2
terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di
cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang
bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan
di dinding paru-paru.
d. Perawatan “slang” dan botol WSD/ Bullow drainage.
- Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan
yang keluar kalau ada dicatat.
- Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya
gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
- Penggantian botol harus “tertutup” untuk mencegah udara masuk yaitu
meng”klem” slang pada dua tempat dengan kocher.
- Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol
dan slang harus tetap steril.
- Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri,
dengan memakai sarung tangan.
Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang
terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll WSD (Water Seal Drainage).
10. Indikasi Pelepasan WSD
a. Produksi cairan <50 cc/hari
b. Bubling sudah tidak ditemukan
c. Pernafasan pasien normal
d. 1-3 hari post cardiac surgery
e. 2-6 hari post thoracic surgery
f. Pada thorax foto menunjukkan pengembangan paru yang adekuat atau tidak
adanya cairan atau udara pada rongga intra pleura
11. Komplikasi Pemasangan WSD
a. Perdarahan intercosta
b. Empisema
c. Kerusakan pada saraf interkosta, vena, arteri
d. Pneumothoraks kambuhan.
WOC (web of caution)
TB, Pneumonia Neoplasma Hipoalbuminemia
Infeksi Penghambatan tekanan osmotic koloid
drainase limfatik plasma ↓
Peradangan di tekanan kapiler transudasi cairan
permukaan pleura paru ↑ intravaskuler
permeabilitas tekanan hidrostatik ↑ edema cavum pleura
vaskuler ↑
transudasi
EFUSI PLEURA
Penumpukan cairan peningkatan produksi secret
dlm rongga pleura dan penurunan kemampuan
batuk efektif
ekspansi paru ↓
Gangguan ventilasi, O2 paru ↓ dyspnea keluhan mekanisme
difusi,distribusi & klinis (mual, muntah)
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Pemasangan WSD
Resiko Infeksi
transportasi O2
Pa O2 ↓, PCO2 ↑ perfusi O2 ↓ tidak nafsu makan
ke jaringan
keletihan
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Efusi Pleura
Resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Pola nafas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas
Intoleransi aktivitas
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan
dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
- Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
- Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain
sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat. Adanya tindakan medis danperawatan
di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
- Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien.
- Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
- Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan
effusi pleura keadaan umumnyalemah.
3) Pola eliminasi
- Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
- Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada
struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
- Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
- Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
- Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada.
- Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
- Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat
- Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-
mandir, berisik dan lain sebagainya.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2) B1 (Breath)
- Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
pasien biasanya dyspneu.
- Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
- Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan
berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam
posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas
di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
- Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) B2 (Blood)
- Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS –
5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
- Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
- Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
- Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) B3 (Brain)
- Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma.
Tentukan keluhan pusing, lama istirahat/tidur.
- Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
- Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
5) B4 (Bladder)
- Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria, oliguria, anuria, retensi,
inkontinensia
- Produksi urine tiap hari, warna, dan bau. Produksi urine normal adalah sekitar
500cc/hari dan berwarna kuning bening
- Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya nyeri tekan
- Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui oral atau parenteral. Intake
cairan yang normal setiap hari adalah sekitar 1 liter air.
- Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter
6) B5 (Bowel)
- Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
- Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35kali per menit.
- Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba.
- Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
7) B6 (Bone)
- Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
- Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
- Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
- Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2.
- Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang,
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan ventilasi, difusi, distribusi
dan transportasi O2
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mucus yang kental
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
d. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dyspnea.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke jaringan
f. Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam tubuh
3. Perencanaan Keperawatan
a. Prioritas Masalah
Prioritas yang digunakan berdasarkan keluhan pasien yaitu :
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan ventilasi, difusi,
distribusi dan transportasin O2.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mucus yang
kental.
3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
4) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke jaringan.
6) Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam tubuh
b. Intervensi
(terlampir)
4. Implementasi (pelaksanaan)
Pelaksanaan atau implementasi merupakan penatalaksanaan atau perwujudan dari
rencana (intervensi) yang telah disusun.
5. Evaluasi
a. Pertukaran gas kembali efektif setelahan dilakukan tindakan keperawatan
b. Bersihan jalan nafas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
c. Pola nafas kembali kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
d. Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan
e. Peningkatan toleransi terhadap aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan.
f. Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan.