57
KUMPULAN SNI DISUSUN OLEH ; 1. MOHAMAD ADEN CAHYO SUMARWOTO D111 12 110 2. AHMAD FAUZAN RAHMAN D111 14 004 3. DIANA FAUZIAH D111 14 016 4. ASHAR D111 14 028 5. UMMU SHABIHA D111 14 302 6. REZKI AMALIAH D111 14 324 7. ANDI ASHARIMSYAH C D111 14 506 8. MUH. IQRA HASRUL D111 14 518 9. WAHYU WINARNO D111 14 522 JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2014/2015

LAPORAN KULIAH LAPANGAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tekban

Citation preview

KUMPULAN SNI

DISUSUN OLEH ;

1. MOHAMAD ADEN CAHYO SUMARWOTO D111 12 110

2. AHMAD FAUZAN RAHMAN D111 14 004

3. DIANA FAUZIAH D111 14 016

4. ASHAR D111 14 028

5. UMMU SHABIHA D111 14 302

6. REZKI AMALIAH D111 14 324

7. ANDI ASHARIMSYAH C D111 14 506

8. MUH. IQRA HASRUL D111 14 518

9. WAHYU WINARNO D111 14 522

JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2014/2015

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kita panjatkan untuk Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan seluruh alam atas segala

berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah dengan judul " Analisis Stone Crusher, Asphalt Mixing Plant , dan

Ready Mix “. Adapun lokasi pengamatan dilaksanakan di 3 tempat yaitu :

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Dosen mata kuliah

Teknologi Bahan Konstruksi, Kedua orang tua, segenap keluarga besar, dan teman-teman

penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari

sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit

kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun

selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Gowa, 03 November 2015

Penyusun

DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengangtar ................................................................................................(i)

Daftar Pustaka...................................................................................................(ii)

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Tujuan

1.3 Waktu Pelaksanaan

1.4 Metode Pelaksanaan

BAB 2 Hasil Kunjungan dan Observasi Kuliah Lapangan

2.1 Stone Crusher

2.2 Asphalt Mixing Plant (AMP)

2.3 Ready Mix

BAB 3 Kesimpulan

3.1 Simpulan

3.2 Saran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan sedang berusaha untuk

mengembangkan sarana dan parasarana di bidang infrasruktur. Pembangunan infrastruktur

merupakan salah satu aspek penting untuk mempercepat proses pembangunan. Infrasruktur

memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Maka

dari itu, melihat pentingnya pembangunan dan peningkatan infrastruktur dalam mendukung

laju ekonomi Indonesia khususnya daerah Sulawesi Selatan, kami sebagai mahasiswa terjun

langsung ke lapangan.untuk melihat secara langsung penggunaan dan penerapan teknologi

bahan yang digunakan pada infrastruktur. Selain itu, agar kami memiliki pandangan langsung

tentang bagaimana dunia kerja sesungguhnya

Kunjungan yang diadakan di 3 tempat yaitu, CV Putra Tunggal, PT Sinar Jaya Abadi

dan Grup. Di tempat ini, kami melihat proses kerja dari Stone Crusher, Asphalt Mixing Plant,

dan Ready Mix. Kunjungan ini sangat berguna untuk menyeimbangkan mata kuliah yang

telah diajarkan di dalam kelas. Dalam sudut pandang yang lain, kuliah lapangan ini juga

bertujuan unuk memperkenalkan kami dalam dunia teknik sipil yang sebenarnya.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan kuliah lapangan ini adalah :

1. Sebagai salah satu bagian dari mata kuliah Teknologi Bahan Konstruksi.

2. Untuk mengetahui proses pembuatan bahan-bahan konstruksi.

3. Melihat proses langsung pembuatan bahan-bahan dasar konstruksi.

4. Lebih dapat memahami konsep-konsep non akademis di dunia kerja.

1.3 Waktu Pelaksanaan

Hari : Sabtu

Tanggal : 31 Oktober 2015

Pukul : 13.00 WITA sampai selesai

Tempat : 1. Stone Crusher : CV Putra Tunggal di Jalan Poros Malino, Kec.

Parangloe, Kab. Gowa

2. AMP : PT Sinar Jaya Abadi dan Grup di Jalan Poros Malino,

Kec. Parangloe, Kab. Gowa

3. Ready Mix

BAB II

HASIL KUNJUNGAN DAN

OBSERVASI KULIAH LAPANGAN

2.1.Kunjungan Ke Stone Crusher

KUNJUNGAN ke STONE CRUSHER

Cv Putra Unggul

Sekilas tentang cv putra tunggal :

berdiri sejak tahun 1986 sampai sekarang yang dikepalai oleh Bapak Gunadi dan

William

lokasi : Daerah Samaya kecamatan Parangloe kabupaten Gowa

kegiatan produksi di laksanakan setiap hari mulai pukul 08.00 – 17.00 kecuali hari

libur serta pada saat turun hujan.

Narasumber : Pak Mansur

Pada kegiatan kunjungan ke tempat stone crusher tersebut kami mendapati seorang

pekerja yang kebetulan sedang berdiskusi dengan bosnya. Pada kesempatan ini kami di

izinkan untuk mewawancarai salah satu karyawan dari cv putra tunggal yang bernama Pak

Mansur. Kami mengajukan beberapa pertanyaan sehubungan dengan stone crusher

1. Batu yang dipakai dalam proses produksi berasal dari mana?

Jawaban narasumber :

batu yang di ambil adalah batu kali dari Bontu Jai Kab. Gowa yaitu sungai

Jeneberang.

2. Apakah semua batu yang terdapat di sana bisa di ambil begitu saja tanpa memilih

jenis-jenis batu yang cocok dipakai untuk produksi?

Jawaban narasumber :

Batu yang ada di sungai diambil begitu saja (dengan system pemebelian langsung)

dengan berat batu sebesar 100 kg berukuran 50 cm2 . harga batu Rp 250.000,- / truk,

ketika kembali ke lokasi stone crusher barulah dilakukan pemilahan batu yang ingin di

produksi. Batu yang tidak lolos uji produksi akan di jual kembali.

3. Ada berapa jenis batu yang dihasilkan dari proses produksi?

Jawaban narasumber :

Ada 3 jenis batu yang dihasilkan dari proses produksi yaitu

1) Chipping = ukuran ½ m3

2) Split = 2/3 m3

3) Abu batu = 0,5

4. Bagaiman proses produksi dari stone crusher ini sehingga bisa menghasilkan 3 jenis

produksi batu yang berbeda?

Jawaban narasumber :

1. Langkah paling awal sebelum berlangsungnya stone crusher ini, para pekerja

mengambil batu di sungai terlebih dahulu

2. Sebelum di simpan dalam alat pemecah batu di lakukan pemilihan batu yang dapat

di pakai dalam proses produksi, batu yang bisa digunakan memiliki diameter

maksimum 75 cm.

3. Selanjutnya, batu yang telah diseleksi akan diangkut menggunakan truk ke tempat

pengolahan. Proses biasa mereka sebut proses loading

4. Batu kemudian dituang kedalam alat stone crusher untuk dipecah menjadi bagian-

bagian lebih kecil. Alat tersebut terdiri dari tiga jalur pembagi, setiap kali

dijalankan, secara otomatis alat akan membagi batu menjadi tiga jenis, yaitu

chipping, split, dan abu batu.

5. Begitu seterusnya hingga proses produksi selesai

5. Siapa saja yang biasanya membeli batu di sini?

Jawaban narasumber :

Biasanya yang paling sering (berlangganan) membeli langsung maupun memesan batu

itu dari PT.Harfan dan PT.Makassar Indah

6. Berapa harga untuk setiap jenis batu hasil olahan?

Jawaban narasumber :

- Chipping Rp 190.000 untuk non-skap dan Rp195.000 untuk skap

- Split Rp130.000 untuk non-skap dan 135.000 untuk skap

- Abu batu Rp120.000 untuk non-skap dan Rp125.000 untuk skap

Skap adalah biaya untuk retribusi pemerintah. Sementara untuk pengiriman

dikenakan biaya sebesar Rp85.000/m3, biaya bisa saja bertambah sesuai dengan jarak

tujuan pengiriman.

7. Stone crusher yang digunakan diperoleh dari mana?

Jawaban narasumber :

Alat yang kami gunakan merupakan alat yang dirakit sendiri. Perusahaan hanya

membeli peralatan dan perlengkapannya, kemudian para pekerja merakit. Proses

perakitan memakan waktu kurang lebih 2 bulan.

8. Berapa jumlah batu yang dihasilkan untuk setiap kali produksi?

Jawaban narasumber :

Alat maksimum menghasilkan batu pecah sebanyak 10 kubik untuk setiap 15 menit

produksi.

9. Bagaimana dengan perawatan kondisi peralatan?

Jawaban narasumber :

Para pekerja rutin melakukan pengecekan terhadap kondisi peralatan. Jika alat

mengalami gangguan atau kerusakan, pekerja sendiri yang berupaya untuk

memperbaiki. Caranya dikenal dengan istilah gommo atau gris. Selain itu, juga berupa

penge-las-an. Jika kerusakan parah, alat tidak lagi difungsikan, karena hanya akan

menambah biaya. Berupa biaya perbaikan.

Bagian –bagian Stone crusher

1. Feeder dan Hopper

Fedeer dan hopper adalah komponen dari peralatan pemecah batu yang berfungsi

mengatur aliran dan pemisah bahan – bahan serta penerima bahan baku (raw material).

Fungsi utama feeder adalah mengatur aliran bahan batuan yang masuk kedalam pemecah

batu. Beberapa tipe dari feeder antara lain :

a. Appron feeder, umumnya dipakai untuk batuan yang akan dimasukkan ke dalam

primary crusher. Feeder ini direncanakan sebagai heavy duty construction untuk

menahan beban kejut dari batuan yang ditumpahkan.

b. Reciprocating plate feeder (plat pengumpan bolak – balik), biasanya dipakai untuk

material yang diambil dari gravel pit, material ini umumnya berukuran kecil yang

kadang – kadang tidak perlu pemecahan sehingga harus dikelurkan dari material yang

besar.

c. Grizzly feeder (saringan pemisah pertama), hampir sama dengan appron feeder, hanya

diberikan penambahan untuk sekedar memilih ukuran batu yang akan dipecahkan.

Pada feeder jenis ini, butiran – butiran yang ukurannya lebih kecil dari ukuran rongga

pada rantai feeder akan berjatuhan keluar.

d. Chain feeder, pada chain feeder batu masuk karena berat sendiri melalui suatu

penyalur.

2. Jaw crusher (pemecah tipe rahang)

Jaw crusher digunakan untuk mengurangi besar butiran pada tingkat pertama,

untuk kemudian dipecah lebih lanjut oleh crusher lain. Jenis ini paling efektif

digunakan untuk batuan sedimen sampai batuan yang paling keras seperti granit atau

basalt. Jaw crusher merupakan mesin penekan (compression) dengan rasio pemecahan

6 : 1. Keuntungan yang diperoleh dari jaw crusher antara lain karena kesederhanaan

konstruksinya, ekonomis dan memerlukan tenaga yang relatif kecil. Ukuran material

yang dapat dipecah oleh crusher ini tergantung pada feed opening (bukaan) dan

kekerasan batu yang akan dipecah. Umumnya untuk material hasil peledakan, material

yang berukuran sampai dengan 90% dari feed opening (bukaan) dapat diterima. Untuk

batuan yang tidak terlalu keras disarankan berukuran 80% dari feed opening (bukaan).

3. Grizzly Bar

Grizzly bar juga dipakai pada scalping unit, konstruksinya berupa batang –

batang (bars) besi paralel yang satu sama lainnya diberi jarak antara, dipasang miring ke

arah pit sehingga batu yang ukurannya lebih besar dari jarak antara batang – batang tadi

hanya akan melewatinya, tidak masuk ke dalam crusher. Jarak antara batang– batang

besi tadi dapat diatur sesuai dengan ukuran batu (feed) yang diinginkan oleh primary

crusher.

4. Conveyor

Conveyor adalah komponen dari peralatan pemecah batu yang berfungsi untuk

memindahkan material secara langsung dalam suatu proses dari satu unit ke unit lain.

Fungsi conveyor pada peralatan pemecah batu biasanya terdiri dari unit joint conveyor

(fungsi penyambung atau perantara), discharge conveyor (mendistribusikan ke stock

pile), feed conveyor (fungsi pemasok), return conveyor (fungsi balik untuk dipecah

lagi).

5. Penampungan batu jenis split

6. Penampungan akhir batu jenis chipping

7. Penampungan jenis abu batu

2.2 Asphlat Mixing Plant (AMP) di PT. Sinar Jaya Abadi dan

Grup

PT, Sinar Jaya Abadi dan Grup adalah perusahaan dalam negeri yang bergerak di

bidang konstruksi jalan, jembatan, dan netralisir aspal. Perusahaan ini terletak di Kelurahan

Samayya, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa. Direktur perusahaan ini bernama Bapak

Umar Jaya ST dan Komisarisnya bernama Bapak Muh. Saleh.Dalam kunjungan ini kami

disambut langsung oleh Pak Muh Saleh selaku Komisaris perusahaan dan sebagian

pekerjanya dengan ramah.

Adapun kesimpulan dari hasil pengamatan dan tanya jawab dengan narasumber yaitu

sebagai berikut :

Pengertian AMP

Asphalt mixing plant/AMP (unit produksi campuran beraspal) adalah seperangkat

peralatan mekanik dan elektronik dimana agregat dipanaskan, dikeringkan dan dicampur

dengan aspal untuk menghasilkan campuran beraspal panas yang memenuhi persyaratan

tertentu.

Proses Pembuatan Aspal pada AMP

Material yang digunakan dalam proses ini ialah abu batu, 0.5-1,1-2, dan 2-3.

Proses pencampuran campuran beraspal pada AMP dimulai dengan penimbangan

agregat, bahan pengisi (filler) bila diperlukan dan aspal sesuai komposisi yang telah

ditentukan berdasarkan Rencana Campuran Kerja (RCK) dan dicampur pada

pencampur(mixer/pugmill) dalam waktu tertentu. Pengaturan besarnya bukaan pintu bin

dingin dilakukan untuk menyesuaikan gradasi agregat dengan rencana komposisi

campuran, sehingga aliran material ke masingmasing bin pada bin panas menjadi lancar

dan berimbang.

Bagian –bagian AMP

1. Cold Bin

Bin dingin (cold bin) adalah bak tempat menampung material agregat dari tiap-

tiap fraksi mulai dari agregat halus sampai agregat kasar yang diperlukan dalam

memproduksi campuran aspal panas (hot mix) [5].Bagian pertama dari AMP adalah bin

dingin, yaitu tempat penyimpanan fraksi agregat kasar, agregat sedang, agregat halus dan

pasir. Bin dingin harus terdiri dari minimum 3 sampai 5 bak penampung (bin)[3]. Masing-

masing bin berisi agregat dengan gradasi tertentu. Agregat-agregat tersebut harus terpisah

satu sama lain, untuk menjaga keaslian gradasi dari masing masing bin sesuai dengan

rencana gradasi pada formula campuran kerja (FCK/JMF ). Untuk memisahkannya, dapat

dipasang pelat baja pemisah antar bin. Dengan demikian maka loader (alat pengangkut)

yang digunakan mengisi masing-masing bin harus mempunyai bak (bucket) yang lebih

kecil dari mulut pemisah masing-masing bin. Jika pemisah tidak ada maka pengisian

masing-masing bin tidak boleh berlebih yang dapat berakibat tercampurnya agregat.

Penyimpangan gradasi agregat di bin dingin baik itu karena tercampurnya agregat

pada masing-masing bin atau kalibrasi bukaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan

kesulitan pengaturan gradasi di bin panas. Kemungkinan salah satu bin panas pengisian

agregat relatif lebih lama dibanding dengan bin lainnya. Akibatnya waktu produksi

menjadi lama dan selama menunggu terisinya bin tersebut, terjadi pelimpahan material

(overflow) pada bin panas lainnya.

2

1

2. Pintu pengeluaran agregat pada bin dingin (cold feed gate)

Pintu pengeluaran agregat pada bin dingin (cold feed gate) dipasang di bagian bawah

dari bin dingin, lubang pintu ini dilengkapi dengan skala yang angkanya menunjukkan

besarnya lubang bukaan yang dapat diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan

kebutuhan. Besarnya bukaan pintu pada setiap bin dingin yang telah berisi agregat dan

siap untuk digunakan dalam pencampuran, harus dikalibrasi terlebih dahulu pada setiap

kondisi dan jenis agregat yang akan digunakan. Kelancaran pasokan agregat ke bin panas

dapat terganggu jika pintu pengeluaran bin dingin tersumbat oleh batu atau lainnya. Untuk

menjaga kelancaran pasokan dari bin dingin, biasanya ada personil khusus yang

mengawasi kelancaran pasokan tersebut. Pada musim hujan, jika agregat halus tidak

dilindungi terhadap

hujan, dapat juga menyebabkan penyumbatan pintu pasokan akibat menggumpalnya

agregat halus di pintu pengeluaran/pasokan.

3. Sistem pemasok agregat dingin

Sistem pemasok agregat dingin dipasang pada empat atau lebih bin dingin,

melalui bukaan atau pintu yang dapat diatur, agregat dingin diangkut melalui

reciprocating feeder dan atau ban berjalan (belt conveyor) dan diteruskan

menggunakan elevator dingin (cold elevator) menuju ke drum pengering.

Kesinambungan aliran material dari bin dingin ini sangat berpengaruh

terhadap produksi campuran beraspal, untuk itu perlu pengendalian mutu yang ketat

pada bin dingin salah satu penyimpangan yang sering terjadi pada bin dingin adalah

tidak dipasangnya pembatas antara mulut pasokan agregat pada bin dingin sehingga

agregat dari bin dingin yang satu bercampur dengan agregat dari bin dingin lainnya.

Faktor–faktor yang harus mendapat perhatian pada bin dingin (cold bin) adalah:

Tidak ada perubahan gradasi agregat. Perubahan gradasi dapat disebabkan karena

perbedaan quari atau suplier. Jika terjadi perubahan gradasi agregat maka harus

dilakukan pembuatan FCK (JMF) kembali.

Agregat tidak tercampur. Pencampuran agregat antar bin yang berdekatan dapat

dicegah dengan membuat pemisah yang cukup dan pengisian tidak berlebih.

Bukaan bin dingin dikalibrasi secara periodik.

Tidak ada penghalang pada bukaan bin dingin. Bukaan bin dingin agregat halus

kadang-kadang tersumbat jika agregat halus basah, agregat terkontaminasi tanah

lempung, atau penghalang lain yang tidak umum seperti batu dan kayu.

Tidak terjadi perubahan kecepatan conveyor dan ada operator yang mengontrol

aliran agregat untuk membuang material yang tidak perlu.

4. Pengering (dryer)

Dari bin dingin agregat dibawa melalui elevator dingin dinaikkan ke dalam

pengering (dryer) untuk dipanaskan dan dikeringkan pada temperatur yang diminta.

Pengering ini berbentuk silinder dengan panjang dan diameter tertentu berdasarkan

kapasitas maksimum produksi yang direncanakan per jamnya. Pengering mempunyai

fungsi:

1. menghilangkan kandungan air pada agregat

2. memanaskan agregat sampai temperatur yang disyaratkan.

Komponen yang terdapat pada sistim pengering adalah:

Silinder berputar (pengering) yang umumnya berdiameter 91 cm sampai 305 cm dan

panjang 610 cm sampai 1219 cm.

Ketel pembakar (burner) yang berisi gas atau minyak bakar untuk menyalakan

pemanas.

Kipas (fan) sebagai bagian dari system pengumpul debu dan mempunyai fungsi utama

untuk memberikan udara atau oksigen dalam sistim pemanas.

Pada sistem pengering dipasang serangkaian baris sudu-sudu yang terbuat dari pelat

logam cekung yang dilas dalam bentuk yang bervariasi dan melekat pada permukaan di

bagian dalam silinder tersebut.Sudu-sudu ini (flight cup) digunakan digunakan untuk

mengangkat dan menjatuhkan agregat sehingga pengeringan agregat menjadi merata.

4

Bentuk pengering, kecepatan putaran, diameter , panjang, jumlah dan disain dari sudu

sudu (flight cup) mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk proses

pengeringan di dalam sistim pengering agregat. Oleh karena itu jumlah, bentuk dan

susunan sudu-sudu harus diperhatikan untuk efisiensi pengeringan. Selanjutnya agregat

yang telah dikeringkan dialirkan menuju elevator panas (hotelevator) melalui pintu

pengeluar yang terdapat pada ujung alat pengering.

5. Pengumpul Debu

Alat pengumpul debu (dust collector) harus berfungsi sebagai alat pengontrol polusi udara

di lingkungan lokasi AMP[3]. Gas buang yang keluar dari sistim pengering ditambah

dengan dorongan kipas pengeluar (exhaust fan) akan dialirkan ke pengumpul debu. Alat

pengumpul debu yang tidak berfungsi dengan baik akan menyebabkan terjadinya polusi

udara, dan ini terlihat jelas dari adanya kotoran atau debu di pohon-pohon atau atap rumah

di sekitar lokasi AMP.

Sistem pengumpul debu jenis kering (dry cyclone dust collector), debu yang terbawa

gas buangan diputar, sehingga partikel berat ke bagian bawah dan gas yang telah bersih

keluar dari cerobong asap. Partikel berat selanjutnya dikembalikan ke bin panas (hot bin)

melalui sistim pengatur udara (air lock damper).

5

Sistim pengumpul debu jenis basah (wet scrubber dust collector), debu yang terbawa

gas buangan disemprot dengan air, sehingga partikel berat akan terjatuh ke bawah dan gas

yang telah bersih keluar dari cerobong asap. Partikel berat tersebut kemudian dialirkan ke

bak penampung (bak air). Jika pada bak air penampung terlihat jelaga yang mengambang

dengan jumlah yang cukup banyak, maka hal ini menunjukkan terjadi pembakaran yang

tidak sempurna pada pengering (dryer). Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan maka

segera lakukan koreksi atau perbaikan pada pengering (dryer).

6. Unit Ayakan Panas (hot screening unit)

Kebanyakan AMP menggunakan unit ayakan panas (hot screening unit) jenis

mendatar dengan sistim penggetar yang umumnya terdiri dari empat susunan. Agregat

yang telah dikeringkan dan dipanaskan diangkut dengan mangkok elevator panas (hot

elevatorbucket) untuk disaring dengan susunan unit ayakan panas dan dipisahkan dalam

beberapa ukuran yang selanjutnya dikirim ke bin panas (hot bin).

Umumnya pada proses penyaringan terjadi pelimpahan agregat, misalnya yang

semestinya masuk ke bin panas I tetapi terbawa ke bin panas II. Pelimpahan ini pada

kondisi normal terjadi kurang dari 5 % dan cenderung konstan sehingga tidak terlalu

mengganggu kualitas produksi. Akan tetapi presentase tersebut dapat bertambah jika :

lubang saringan tertutup agregat, kecepatan produksi ditambah sehingga agregat yang

disaring bertambah sementara efisiensi operasi penyaringan tetap, agregat halus basah

6

sehingga pada saat pengeringan dan pemanasan agregat halus tersebut akan menggumpal

dan masuk ke hot bin yang tidak semestinya. Kemungkinan lain adalah lubang-lubang

pada saringan sudah ada yang rusak, sehingga beberapa agregat masuk ke bin panas yang

tidak semestinya.

Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan gradasi dan kadar

aspal secara serius. Unit bagian atas dari susunan ayakan merupakan penutup dari dek dan

merupakan saringan pertama yang biasa disebut pemisah (scalping). Pada susunan unit

ayakan dengan ukuran lubang terbesar berfungsi membuang agregat yang mempunyai

diameter yang lebih besar dari ukuran agregat maksimum yang diminta (oversize) agar

tidak masuk ke bin panas (hot bin) dan membuangnya pada pintu pembuang. Unit ayakan

panas harus dibersihkan dan diperiksa setiap hari untuk menghindarkan dari kemungkinan

rusak atau robek.

7. Hot Bin

Bin panas (hot bin) dipasang pada AMP jenis takaran (batch). Pada AMP jenis

takaranumumnya akan terdapat 4 bin yang dilengkapi dengan pembatas yang rapat dan

kuatdan tidak boleh berlubang serta mempunyai tinggi yang tepat sehingga

mampumenampung agregat panas dalam berbagai ukuran fraksi yang telah dipisah-

pisahkanmelalui unit ayakan panas.Pada bagian bawah dari tiap bin panas harus dipasang

saluran pipa untuk membuangagregat yang berlebih dari tiap bin panas yang dapat

dioperasikan secara manual atauotomatis.Jika agregat halus masih menyisakan kadar air

(pengering kurang baik) setelahpemanasan, maka agregat yang sangat halus (debu) akan

menempel dan menggumpalpada dingding bin panas dan akan jatuh setelah cukup berat.

Hal tersebut dapatmenyebabkan perubahan gradasi agregat, yaitu penambahan material

yang lolossaringan No. 200.

8. Timbangan Agregat

Timbangan untuk agregat ditempatkan langsung di bawah bin panas (hot bin). Hasil

penimbangan dari agregat langsung ditransmisikan oleh mekanisme timbangan pada skala

penunjuk tanpa pegas, sehingga berat agregat tiap bin serta jumlah tiap takaran dapat

dibaca.

Pada bagian ini operator AMP sangat berperan. Jika keseimbangan waktu pencapaian

berat bin panas sulit tercapai, maka operator harus melakukan pengecekan aliran material

mulai dari bin dingin. Akan tetapi jika ketidak seimbangan waktu tersebut dipaksakan

terus berjalan, maka dapat dipastikan akan terjadi penyimpangan gradasi sebagai akibat

8

9 10

proporsi masing-masing hot bin tidak sesuai. Temperatur agregat juga akan berfluktuasi

akibat dari kuantitas aliran agregat pada pengering (dryer) yang tidak stabil.

Urutan penimbangan tiap bin panas harus diamati secara teliti dan sebaiknya

penimbangan fraksi agregat kasar didahulukan. Sebelum AMP dioperasikan, skala

timbangan dibersihkan, tiap bagian diperiksa dan harus dilakukan kalibrasi timbangan

secara periodik oleh instansi berwenang. AMP sebaiknya menggunakan sistem kontrol

yang otomatis untuk memperoleh komposisi campuran yang sesuai. Faktor-faktor penting

pada unit timbangan agregat yang perlu mendapat perhatian antara lain sebagai berikut :

Kalibrasi timbangan.

Weigh box tergantung bebas.

Kontrol harian terhadap kinerja operator AMP.

9. Pencampur (Mixer atau Pugmill)

Setelah aspal, agregat dan bahan pengisi (bila perlu) ditimbang sesuai dengan

komposisi yang direncanakan, bahan tersebut dimasukkan ke dalam pencampur

(mixer/pugmill). Waktu pencampuran harus sesingkat mungkin untuk mencegah oksidasi

yang berlebih namun harus diperoleh penyelimutan yang seragam pada semua butir

agregat. Pencampur terdiri dari ruang (chamber) dan poros kembar (twin shaft) yang

dilengkapi dengan dengan kayuh atau pedal (paddle). Untuk menghasilkan pengadukan

yang baik, pedal harus dalam kondisi baik (tidak aus) dan posisinya sedemikian rupa

sehingga ruang bebas (clearance) antara ujung pedal dan dinding ruang pencampuran

kurang dari 1,5 kali ukuran maksimum agregat. Pengisian yang terlalu banyak akan

menyebabkan hasil pengadukan menjadi kurang sempurna,sementara pengisian terlalu

sedikit tidak efisien. Dalam pugmill terjadi dua jenis pencampuran, yaitu pencampuran

kering dan pencampuran basah (setelah ditambah aspal).

Lamanya pencampuran kering diusahakan sesingkat mungkin untuk meminimalkan

degradasi agregat, umumnya 1 atau 2 detik.Pencampuran basah juga diusahakan

seminimal mungkin untuk menghindari degradasi dan oksidasi atau penuaan (aging) dari

aspal.Apabila agregat kasar (tertahan saringan No. 8) telah terselimuti aspal maka

pencampuran basah dihentikan, karena dapat dipastikan agregat halus juga telah

terselimuti aspal.Umumnya waktu pencampuran sekitar 30 detik.

10. Timbangan Aspal (Asphalt Weight Hopper)

Setelah aspal dipanaskan dalam tangki aspal pada temperatur yang ditentukan

berdasarkan tingkat keencerannya, maka aspal panas dialirkan melalui pipa pemasok

untuk ditimbang beratnya sesuai dengan yang dibutuhkan sebelum dimasukkan ke dalam

pencampur (mixer/pugmill). Kuantitas aspal yang dialirkan ke dalam pencampur (mixer)

harus selalu diamati dan secara berkala timbangannya dikalibrasi, sehingga diperoleh

jumlah aspal yang tepat dengan toleransi sesuai dengan spesifikasi.

11. Tangki Aspal

Tangki aspal pada AMP harus cukup besar sehingga dapat menampung aspal yang

memenuhi kebutuhan aspal saat AMP dioperasikan, dan aspal yang terdapat di dalamnya

dapat dengan mudah terlihat.Pada beberapa AMP terdapat beberapa tangki aspal yang

saling berhubungan satu dengan lainnya.Tangki pertama mempunyai fungsi menampung

aspal yang baru datang dari pemasok, dan tangki lainnya mempunyai fungsi untuk

menampung aspal yang telah dipanaskan dan siap untuk ditimbang dan dimasukkan ke

dalam pencampur (mixer/pugmill). Setiap tangki harus dilengkapi dengan sebuah alat

sensor thermometric yang telah dikalibrasi sehingga temperatur aspal dari tiap tangki akan

terkontrol.

Aspal harus cukup cair untuk dapat dialirkan dengan baik, oleh karena itu diperlukan

penangas aspal. Terdapat beberapa jenis penangas aspal di dalam tangki, antara lain

dengan sistim sirkulasi uap panas atau sirkulasi oli panas di dalam tangki aspal atau dapat

juga dengan sistim elektrik. Pada sirkulasi aspal terdapat dua jenis pipa, yaitu pipa

pemasok yang

berfungsi mengalirkan aspal panas untuk ditimbang dan pipa pengembali yang berfungsi

mengalirkan aspal kembali ke dalam tangki.Tangki aspal, pipa pemasok, pipa

pengembali, dan timbangan aspal harus mempunyai pelindung panas sehingga dapat

menjamin temperatur aspal sesuai dengan yang ditentukan.Pada sirkulasi aspal pipa

pengembali harus terletak di bawah pipa pemasok aspal.Untuk mencegah terjadinya

kekosongan dalam pipa pengembali aspal, perlu dipasang dua atau tiga buah lubang pada

pipa pengembali di atas ambang atas tertinggi aspal dalam tangki.

12. Ruang Pengendali Pengontrol Atau Ruang Pengontrol (Control Room)

Seluruh kegiatan operasi unit peralatan pencampur aspal panas (AMP) dikendalikan

dari ruang pengontrol atau control room ini. Ada 3 cara pengendalian operasi yang

dikenal; yaitu cara manual, cara semi otomatis dan cara otomatis.

Pada pengendalian operasi cara manual, pengaturan/pengoperasian komponen atau

bagian-bagian peralatan pencampur aspal panas (AMP) dilakukan dengan mengatur

sakelar atau tombol mengunakan tangan. Yaitu pengaturan pemasokan agregat, aspal,

pembakaran pada burner, penimbangan, pencampuran serta pengeluaran campuran dari

pencampur atau pugmill.

Pengendalian secara semi otomatis, beberapa pengaturan pembukaan dan

penimbangan masih dikontrol secara manual, termasuk bukaan pintu pengeluaran

pugmill. Pengendalian operasi secara otomatis, maka semua operasinya sudah diatur

secara otomatis dengan sistem komputerisasi, termasuk kontrol apabila ada

kesalahankesalahan atau ketidakcocokan dan ketidaklancaran operasi dari satu atau

beberapa bagian kegiatan/ operasi, misalnya temperatur agregat panas rendah maka

terkontrol pada burnernya, misalnya ditingkatkan pemanasannya. Pada pengendalian

operasi secara otomatis harus lebih teliti pengamatan alat-alat ukurnya serta hubungan-

hubungan sirkuit dari peralatan pencampur aspal panas (AMP) ke ruang pengendalian,

karena besaran-besaran yang sudah diprogram bisa saja bersalahan akibat sirkuit yang

terganggu, sehingga kemungkinan produk akhir berada di luar spesifikasi yang sudah

dirancang atau diformulasikan sebelumnya.

READY MIX CONCRETE

Ready Mix adalah istilah beton yang sudah siap untuk digunakan tanpa perlu lagi

pengolahan dilapangan. Metoda konvensional biasa kita sebut dengan site mix, yang proses

pencampurannya dilakukan di lapangan. Penggunaan ready mix, dapat mempercepat

pekerjaan menghemat waktu dengan kualitas beton yang tetap terjaga.

Tipe – tipe beton disesuaikan dengan pengunaannya, beberapa jenis beton dan

penggunaannya, yaitu :

1. Beton K – 125 (B-0) digunakan untuk lantai dasar kerja

2. Beton K – 225 dan K – 250 digunakan untuk plat rumah berlantai dua atau ruko

3. Beton K – 300 digunakan untuk dasar jalan raya agar tidak cepat rusak

Kualitas ready mix yang sering digunakan untuk rumah tinggal pada umumnya adalah

mutu K-225. Proses persiapan untuk ready mix haruslah sudah tuntas sebelum waktu

pengecoran dilakukan. Dengan fungsional yang berbeda – beda, maka harganya pun

disesuaikan dengan komposisinya. Sebelum harga bahan bakar naik, harga harga beton pun

berkisar antara Rp.570.000 sampai Rp.710.000 perkubik.

Melihat proses dan aktifitas di pabrik beton ini, kelompok kami makin penasaran untuk

oprasional dan kegiatan mereka sehari hari. Menurut salah satu pekerja yang sempat kami

tanyai, setiap hari truck molen ini bisa mengangkut empat sampai lima kali permobil, wilayah

yang dituju pun berbeda beda, namun masih tetap di kota Makassar tentunya. Jarak tempuh

antara batching plant dan lokasi proyek tidak boleh terlalu jauh karena akan mengurangi

tingkat slump yang sudah ditentukan. Pada lokasi proyek, mobil pompa sudah harus siap

untuk memindahkan Ready Mix dari molen ke area pengecoran.

Penyusun Beton

Beton merupakan campuran antara bahan agregat halus dan kasar dengan pasta semen

(kadang-kadang juga ditambah admixture), campuran tersebut apabila dituangkan ke dalam

cetakan kemudian didiamkan akan menjadi keras seperti batuan. Proses pengerasan terjadi

karena adanya reaksi kimiawi antara air dengan semen yang berlangsung terus dari

waktu ke waktu, hal ini menyebabkan kekerasan beton terus bertambah sejalan dengan waktu.

Beton juga dapat dipandang sebagai batuan buatan dimana adanya rongga pada partikel yang

besar (agregat kasar) diisi oleh agregat halus dan rongga yang ada diantara agregat halus akan

diisi oleh pasta (campuran ait dan semen) yang juga berfungsi sebagai bahan perekat sehingga

bahan penyusun dapat menyatu menjadi massa yang padat.

1. Semen

Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan

klinker yang terutama terdiri dari silikatsilikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips

sebagai bahan tambahan (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1996:5). Selain itu semen juga dapat

didefinisikan yaitu bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara

menghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri dari silikat kalsium yang bersifat hidrolis),

dengan batu gips sebagai bahan tambahan (Wuryati S dan Candra Rahmadiyanto, 2001:1).

Dengan demikian semen dapat diartikan sebagai suatu bahan pengikat hidrolis yang berasal

dari klinker yang dihaluskan, mengandung silikat kalsium yang bersifat yang bersifat hidrolis

dengan bahan tambah berupa gips. Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland di

Indonesia menurut SII-0013-81 dalam Kardiyono Tjokrodimulyo (1996) dibagi menjadi 5

jenis, yaitu :

a. Jenis I

Semen portland jenis umum (normal portland cement) yaitu jenis semen Portland

yang penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat-sifat

khusus.

b. Jenis II

Semen jenis umum dengan perubahanperubahan (modified Portland cement).

Semen ini mempunyai panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya panas lebih lambat dari

pada semen jenis I. Digunakan pada bangunan drainase dengan sulfat agak tinggi, dinding

penahan tanah tebal.

c. Jenis III

Semen Portland dengan kekuatan awal tinggi (high early strenght portland

cement). Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat

digunakanuntuk perbaikan bangunan beton yang perlu segera digunakan.

d. Jenis IV

Semen Portland dengan panas hidrasi yang rendah (low heat Portland cement).

Jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan yang memerlukan panas hidrasi

serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh lambat. Jenis ini digunakan untuk bangunan

beton massa seperti bendungan bendungan gravitasi tinggi.

e. Jenis V

Jenis semen tahan sulfat (sulfat resisting Portland cement). Jenis ini merupakan

jenis khusus yang maksudnya hanya untuk penggunaan bangunan yang terkena sulfat,

seperti di tanah/air yang kadar alkalinya tinggi.

2. Air

Berdasarkan Kardiyono Tjokrodimulyo (1996) air merupakan bahan dasar pembuat

beton yang penting namun harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan

semen, serta untuk bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan

dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya 25% berat semen saja,

namun kenyataannya nilai faktor air semen yang dipakai sulit kurang dari 0,35. Kadar air

dalam beton tidak boleh terlalu banyak karena mangakibatkan kekuatan beton akan rendah

serta betonnya porous ( berlubang-lubang). Dalam RKS air yang digunakan pada campuran

beton harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Harus bersih tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang dapat

dilihat secara visual.

b. Tidak mengandung bendabenda yang tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.

c. Tidak mengandung garamgaram yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam-asam,

zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. Kandungan Clorida (Cl) tidak lebih

dari 500 ppm dan senyawa sulfat (SO3)tidak lebih dari 100 ppm.

3. Agregat

Agregat dapat didefinisikan yaitu butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan

pengisi dalam campuran mortar (aduk) dan beton. Agregat aduk dan beton dapat juga

didefinisikan sebagai bahan yang dipakai sebagai pengisi atau pengkurus, dipakai bersama

dengan bahan perekat, dan bahan membentuk suatu massa yang keras, padat bersatu yang

disebut adukan beton (Wuryati S. Dan Candra Rahmadiyanto, 2001:11). Selain itu

berdasarkan Kardiyono Tjokrodimulyo (1996:13) agregat adalah butiran mineral alami yang

berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini kira-kira

menempati sebanyak 70% volume mortar atau beton. Walaupun namanya hanya sebagai

bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar/betonnya,

sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar/beton.

4. Bahan tambah

Bahan tambah ialah bahan selain unsur pokok (air, semen, dan agregat) yang

ditambahkan pada adukan beton, sebelum, segera, atau selama pengadukan beton. Tujuannya

ialah untuk mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar

atau setelah mengeras. Bahan kimia tambahan (chemical admixture) adalah bahan kimia

(berupa bubuk atau cairan) yang dicampurkan pada adukan beton selama pengadukan dalam

jumlah tertentu untuk mengubah beberapa sifatnya (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1996:47).

Berdasarkan Kardiyono Tjokrodimulyo (1996) bahan kimia tambahan dapat dibedakan

menjadi 5 jenis yaitu :

a. Bahan kimia tambahan untuk mengurangi jumlah air yang dipakai. Dengan demikian bahan

ini diperoleh adukan dengan faktor air semen lebih rendah pada nilai kekentalan adukan yang

sama, atau diperoleh kekentalan adukan lebih encer pada faktor air semen sama.

Penjelasan :

1) Dengan memakai bahan kimia tambahan ini, kekentalan adukan dapat dibuat sama,

dengan f.a.s lebih rendah, sehingga kuat tekan beton lebih tinggi.

2) Dengan memakai bahan kimia tambahan ini, nilai f.a.s dibuat sama, berarti kuat

tekannya sama, namun kekentalan adukan beton lebih encer.

b. Bahan kimia tambahan untuk memperlambat proses ikatan beton.

c. Bahan kimia tambahan untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton.

d. Bahan kimia tambahan berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan memperlambat

proses pengikatan.

e. Bahan kimia tambahan berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan mempercepat

proses pengikatan dan pengerasan beton.

2.3 Kualitas, Pencampuran, dan Pengecoran Beton

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 kualitas, pencampuran, dan pengecoran beton adalah sebagai

berikut :

1. Umum

a. Beton harus dirancang sedemikian hingga menghasikan kuat tekan rata-rata. Frekuensi nilai

kuat tekan rata-rata yang jatuh di bawah nilai fc’ haruslah sekecil mungkin. Selain itu, nilai

fc’ yang digunakan pada bangunan yang direncanakan sesuai dengan aturan-aturan dalam

tata cara ini, tidak boleh kurang daripada 17,5 Mpa.

b. Ketentuan untuk nilai fc’ harus didasarkan pada uji silinder yang dibuat dan diuji.

c. Kecuali ditentukan lain, maka penentuan nilai fc’ harus didasarkan pada pengujian beton

yang telah berumur 28 hari. Bila umur beton yang digunakan untuk pengujian bukan 28

hari, maka pengujian tersebut harus sesuai dengan yang ditentukan pada gambar rencana

atau spesifikasi teknis.

2. Kualitas Beton

a. Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian pelaksanaan

pencampuran betonnya. Makin baik mutu pelaksanaan makin kecil nilai deviasi

standarnya (Kardiyono Tjokrodimulyo, 1996:71). Nilai deviasi standar dapat diperoleh

jika fasilitas produksi beton mempunyai catatan hasil uji. Data hasil uji yang akan

dijadikan sebagai data acuan untuk perhitungan deviasi standar sebagai berikut :

1. Mewakili jenis material, prosedur pengendalian mutu dan kondisi yang serupa dengan

yang diharapkan, dan perubahanperubahan pada material maupun proporsi campuran

yang dimiliki datapengujian tidak perlu ketat dari yang digunakan pada pekerjaan

yang akan dilakukan.

2. Mewakili beton yang diperlukan untuk memenuhi kekuatan yang disyaratkan atau kuat

tekan fc’ pada kisaran 7 Mpa dari yang ditentukan untuk pekerjaan yang akan

dilakukan.

3. Terdiri dari sekurang-kurangnya 30 contoh pengujian berurutan atau dua kelompok

pengujian berurutan yang jumlahnya sekurang-kurangnya 30 contoh pengujian.

b. Kuat tekan beton

Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan

benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh

mesin tekan (SNI-03-1974-1990).

3. Evaluasi dan Penerimaan beton

a. Teknisi pengujian lapangan yang memenuhi kualifikasi harus melakukan pengujian beton

segar di lokasi konstruksi, menyiapkan contoh-contoh uji silinder yang diperlukan untuk

mencatat suhu beton segar pada saat menyiapkan contoh uji untuk pengujian kuat tekan.

Teknisi laboratorium yang mempunyai kualifikasi harus melakukan semua pengujian

laboratorium yang disyaratkan.

b. Frekuensi Pengujian

1) Pengujian kekuatan masingmasing mutu beton yang dicor setiap harinya haruslah dari

satu contoh perhari, atau tidak kurang dari satu contoh uji untuk setiap 120 m3 beton, atau

tidak kurang dari satu contoh uji untuk setiap 500 m3 luasan permukaan lantai atau

dinding.

2) Pada suatu pengerjaan pengecoran, jika volume total adalah sedemikian hingga frekuensi

pengujian hanya akan menghasilkan jumlah uji kekuatan beton kurang dari 5 kali untuk

suatu mutu beton, maka contoh uji harus diambil dari paling sedikit 5 adukan yang dipilih

secara acak atau dari masing-masing adukan bilamana jumlah adukan yang digunakan

adalah kurang dari lima.

3) Jika volume total dari suatu mutu beton yang digunakan kurang dari 40 m3, maka

pengujian kuat tekan tidak perlu dilakukan bila bukti terpenuhinya kuat tekan diserahkan

dan disetujui oleh pengawas lapangan.

4) Suatu uji kuat tekan harus merupakan nilai kuat tekan rata-rata dari dua contoh uji silinder

yang berasal dari adukan beton yang sama dan diuji pada umur beton 28 hari atau pada

umur uji yang ditetapkan untuk penentuan fc’.

c. Benda uji yang dirawat dilaboratorium

1) Contoh untuk uji kuat tekan harus diambil menurut SNI 03-2458-1991 tentang Metode

Pengujian Pengambilan Contoh Untuk Campuran Beton Segar.

2) Benda uji silinder yang digunakan untuk uji kuat tekan harus dibentuk dan dirawat di

laboratorium menurut SNI 03-4810-1998 tentang Metode Pembuatan dan Perawatan

Benda. Uji di Lapangan dan diuji menurut SNI 03-1974-1990 tentang Pengujian Kuat

Tekan Beton.

3) Kuat tekan suatu mutu beton dapat dikategorikan memenuhi syarat jika dua hal berikut

terpenuhi :

a) Setiap nilai rata-rata dari tiga uji kuat tekan yang berurutan mempunyai nilai yang sama

atau lebih besar dari fc’.

b) Tidak ada nilai uji kuat tekan yang dihitung sabagai nilai rata-rata dari dua hasil uji

contohsilinder mempunyai nilai di bawah fc’ melebihi dari 3,5 Mpa.

4. Pencampuran

Proses mixing

Proses mixing adalah proses mencampur material-material pembentuk beton, sehingga

menghasilkan campuran beton yang unifirm dengan material-material tersebut yang

terdistribusi secara merata, agar campuran beton yang dihasilkan tidak mangalami

segregasi. 

Apabila proses mixing berjalan dengan sempurna, maka urutan memasukkan material

yang bagaimanapun akan mengahasilkan adukan yang merata. Namun dalam praktek,

awaktu yang diperlukan dalam proses mixing juga terbatas, sehingga urutan juga perlu

diprhatikan. Ide proses mixing adalah sandwich, dengan pengertian bahwa material yang

mahal, yaitu semen, dibungkus dengan agregat agar terjamin merata. Pada umumnya

urutan material-material pembentuk beton yang dimasukkan ke dalam mixer adalah sedikit

air, kemudian agreget kasar, disusul semen, lalu agregat halus, dan yang terakhir adalah

sisa air yang ditambahkan setelah semua material masuk. Tujuannya agar pada waktu

hopper dijungkirkan untuk mengeluarkan isinya, maka bahan yang pertama masuk akan

keluar terakhir. Karenanya lebih baik jika agregat kasar dapat mendorong agregat halus

dan semen yang keluar di depannya. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa penambaahan

air pada mixer tidak boleh langsung dilakukan pada awal proses mixing.

Adapun langkah-langkah dalam proses pencampuran adalah sebagai berikut :

1 Semua bahan beton harus diaduk secara seksama dan harus dituangkan seluruhnya

sebelum pencampur diisi kembali.

2 Beton siap pakai harus dicampur dan diantarkan sesuai persyaratan SNI 03-4433-

1997 tentang Spesifikasi Beton Siap Pakai.

3 Adukan beton yang dicampur di lapangan harus dibuat sebagai berikut :

4 Proses kerja Concrete Mixer Truck

5. Pengantaran

a. Beton harus diantarkan dari tempat pancampuran ke lokasi pengecoran dengan cara-

cara yang dapat mencegah terjadinya pemisahan atau hilangnya bahan.

b. Peralatan pengantar harus mampu mengantarkan beton ke tempat pengecoran tanpa

pemisahan bahan dan tanpa sela yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisitas

campuran.

6. Pengecoran

a. Beton harus dicor sedekat mungkin pada posisi akhirnya untuk menghindari

terjadinya segregasi akibat penanganan kembali atau pengaliran.

b. Pengecoran beton harus dilakukan dengan kecepatan sedemikian hingga beton selama

pengecoran tersebut tetap dalam keadaan kental dan dengan mudah mengisi ruang

diantara tulangan.

c. Beton yang telah mengeras sebagian atau terkontaminasi oleh bahan lain tidak boleh

digunakan untuk pengecoran.

d. Beton yang ditambah air lagi atau beton yang telah dicampur ulang setelah pengikatan

awal tidak boleh digunakan, kecuali bila disetujui oleh pengawas lapangan.

e. Setelah dimulainya pengecoran, maka pengecoran tersebut harus dilakukan secara

menerus hingga memenuhi panel atau penampang pada batas, atau sambungan yang

didekatkan hingga selesai sebagaimana yang diizinkan.

f. Permukaan atas cetakan vertikal secara umum harus datar.

g. Semua beton harus dipadatkan secara menyeluruh dengan menggunakan cara yang

sesuai selama pengecoran dan harus diupayakan mengisi sekeliling tulangan dan

seluruh celah dan masuk kesemua sudut cetakan.

7. Perawatan Beton

Beton (selain beton kuat awal tinggi) harus dirawat pada suhu di atas 100 celcius

dan dalam kondisi lembab untuk sekurang-kurangnya selama 7 hari setelah pengecoran.

Selama cuaca panas, perhatian harus lebih diberikan pada bahan dasar, cara produksi,

penanganan, pengecoran, perlindungan, dan perawatan untuk mencegah terjadinya

temperatur beton atau penguapan air yang berlebihan yang dapat memberi pengaruh

negatif pada kuat perlu beton atau kemampuan layan komponen atau struktur.

Pengendalian merupakan suatu kegiatan untuk menjamin penyesuaian antara rencana yang

telah disusun dengan hasil pekerjaan di lapangan. Pengendalian mutu dalam suatu proyek

konstruksi merupakan hal yang sangat penting dilakukan, terutama pengendalian mutu

pekerjaan struktur beton yangdiproduksi di lapangan bervariasi dari adukan ke adukan.

Besar variasi itu tergantung dari berbagai faktor, antara lain :

1 Variasi mutu bahan (agregat) dari satu adukan ke adukan lainnya.

2 Variasi cara pengadukan.

3 tabilitas pekerja.

Atas adanya variasi kekuatan beton itu maka diperlukan pengawasan terhadap mutu

(Quality Control) agar diperoleh kuat tekan beton yang hampir seragam dengan

memenuhi kuat tekan beton yang dipersyaratkan dalam RKS.

Bagian –bagian dari batching plant

1. Silo semen

  Cement silo, berfungsi untuk tempat penyimpanan semen dan menjaga agar semen

tetap baik.

2. Belt Conveyor

Belt conveyor, berfungsi untuk menarik bahan/material (agregat kasar dan agregat halus)

ke atas dari bin ke storage bin.

3. Bin, berfungsi sebagai tempat pengumpulan bahan/material (agregat kasar dan agregat

halus) yang berasal dari penumpukan bahan di base camp dengan bantuan wheel

loaderuntuk di tarik ke atas (storage bin)

4. Storage bin, digunakan untuk pemisah fraksi agregat. Storage bin dibagi menjadi 4 (empat) fraksi, yaitu: agregat butir kasar (split), butir menengah (screening), butir halus

(pasir), dan fly ash.5. Timbangan pada alat batching plant dibagi menjadi 3 (dua) macam, yaitu: timbangan

untuk agregat, timbangan untuk semen, dan timbangan untuk air.6. Dosage pump, digunakan untuk penambahan bahan admixture seperti retarder.

7. Tempat penampungan air yang berfungsi sebagai supply kebutuhan air pada ready mix

8. Mixer truck

Concrete mixer truck adalah suatu kendaraan truk khusus yang dilengkapi

dengan concrete mixer yang fungsinya mengaduk/mencampur campuran beton ready mix,

sama dengan alat molen. Concrete mixer truck digunakan untuk mengangkut adukan

beton ready mix dari tempat pencampuran beton ke lokasi proyek. Selama

pengangkutan, mixer terus berputar dengan kecepatan 8-12 putaran per menit agar beton

tetap homogen dan beton tidak mengeras. Prinsip kerja concrete mixer truck ini secara

sederhana adalah sebagai berikut.

Dalam drum terdapat bilah-bilah baja, ketika dalam perjalanan menuju lokasi proyek,

drum ini berputar perlahan-lahan berlawanan putaran jarum jam sehingga adukan

mengarah ke dalam. Perputaran di dalam bertujuan agar tidak terjadi pergeseran ataupun

pemisahan agregat sehingga adukan tetap homogen. Dengan demikian, mutu beton akan

selalu terjaga sesuai dengan kebutuhan rencana.

Ketika sampai di lokasi proyek dan pengecoran berlangsung, arah putaran drum

dibalikkan searah putaran jarum jam dan percepatan putaran diperbesar sehingga adukan

beton keluar. Proses pengiriman beton ready mix diatur dengan memperhatikan jarak,

kondisi lalu lintas, cuaca, dan suhu, karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi waktu

dalam pelaksanaan pekerjaan pengecoran. Pada proyek ini pengadaan concrete

mixer truck menjadi tanggung jawab penyedia ready mix.

1) Pencampuran harus dilakukan di dalam pencampur yang telah disetujui.

2) Mesin pencampur harus diputar dengan kecepatan yang disarankan oleh pabrik

pembuat.

3) Pencampuran harus dilakukan secara terus menerus selama sekurang-kurangnya 11/2

menit setelah semua bahan berada dalam wadah pencampur, kecuali bila dapat

diperlihatkan bahwa waktu yang lebih singkat dapat memenuhi persyaratan melalui uji

keseragaman campuran SNI 03-4433-1997 tentang Spesifikasi Beton Siap Pakai.

4) Pengolahan, penakaran, dan pencampuran bahan harus memenuhi aturan yang berlaku

sesuai dengan SNI 03-4433-1997 tentang Spesifikasi Beton Siap Pakai.

Catatan rinci harus disimpan sebagai data yang meliputi :

a) Jumlah adukan yang dihasilkan,

b) Proporsi bahan yang digunakan,

c) Perkiraan lokasi yang akan dicor pada struktur,

d) Tanggal dan waktu pencampuran dan pengecoran. Pekerjaan pencampuran beton

pada proyek dilakukan oleh suatu perseroan yang bergerak dibidang beton ready mix atau

beton siap pakai. Pada proyek Pembangunan

STONE CRUSHER

AMP (ASPHALT MIXING PLANE)

READY MIX