52
BAB I REKAM MEDIK 1.1 Identifikasi Pasien Nama : Nontjik binti M.Hasan Umur : 65 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Jl. Dr Moh. M Isah, Lor Sepakat, No. 765 Kebangsaan : Indonesia No RM : 905027 1.2 Anamnesis Utama : Penderita dikonsulkan dari Bagian Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi dari gigi dan mulut a. Riwayat Perjalanan Penyakit ±5 tahun yang lalu penderita mengeluh gigi geraham belakang lepas, trauma sebelum lepas (-). ±3 tahun lalu penderita mengeluh sakit gigi pada gigi geraham kiri atas. Sakit gigi dirasakan ketika mengunyah makanan maupun ketika tidak mengunyah makanan. Penderita sangat suka mengonsumsi permen. Penderita jarang membersihkan mulut dan giginya. Penderita tidak berobat ke dokter gigi 1

Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aa

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

BAB I

REKAM MEDIK

1.1 Identifikasi Pasien

Nama : Nontjik binti M.Hasan

Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Dr Moh. M Isah, Lor Sepakat, No. 765

Kebangsaan : Indonesia

No RM : 905027

1.2 Anamnesis Utama :

Penderita dikonsulkan dari Bagian Penyakit Dalam RSMH untuk

dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi dari gigi dan mulut

a. Riwayat Perjalanan Penyakit

±5 tahun yang lalu penderita mengeluh gigi geraham belakang lepas,

trauma sebelum lepas (-).

±3 tahun lalu penderita mengeluh sakit gigi pada gigi geraham kiri atas.

Sakit gigi dirasakan ketika mengunyah makanan maupun ketika tidak

mengunyah makanan. Penderita sangat suka mengonsumsi permen. Penderita

jarang membersihkan mulut dan giginya. Penderita tidak berobat ke dokter gigi

± 2 tahun penderita mengeluh gigi depan seperti busuk, busuk tidak terlalu

banyak. Gigi seri tidak nyeri. Gigi geraham belakang penderita sudah tidak

nyeri lagi. Penderita tidak berobat ke rumah sakit.

± 1 tahun penderita mengeluh gigi seri depan busuk semakin parah, busuk

hampir terjadi pada keseluruhan bagian gigi seri depan . Pasien berobat dan

dirawat di RSMH dengan diagnosis Diabettes Miletus

b. Keluhan Tambahan :

- Gigi berlubang

- Gigi hilang

1

Page 2: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

c. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik

Penyakit atau Kelainan Sistemik Ada Disangkal

Alergi : debu, dingin √

Penyakit Jantung √

Penyakit Tekanan Darah Tinggi √

Penyakit Diabetes Melitus √

Penyakit Kelainan Darah √

Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H √

Kelainan Hati Lainnya √

HIV/ AIDS √

Penyakit Pernafasan/paru √

Kelainan Pencernaan √

Penyakit Ginjal √

Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah √

Epilepsy √

d. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya

- Penderita tidak pernah melakukan pemeriksaan gigi

e. Riwayat Kebiasaan dan Hiegenitas

- Penderita jarang menyikat gigi

1.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status Umum Pasien

1. Konsultasi: dari teman sejawat untuk fokal gigi

2. Keadaan Umum Pasien : Compos Mentis

3. Berat Badan : 50 kg

4. Tinggi Badan : 155 cm

5. Vital Sign

- Nadi : 88x/menit, isi dan tegangan cukup

- RR : 20x/menit

2

Page 3: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

- T : 36,60C

- TD =120/80 mmHg

b. Pemeriksaan Ekstra Oral

- Wajah : Simetris

- Bibir : Simetris

- KGB submandibula : kanan dan kiri tidak teraba dan tidak terasa sakit

- TMJ : Tidak ada dislokasi dan clicking

c. Pemeriksaan Intra Oral

- Mukosa bukal : cheek biting (-), enlargement (+), nyeri (-)

- Mukosa labial : stomatitis (-)

- Palatum : torus (-)

- Lidah : Lidah kotor ( susp. Candidiasis oral)

- Dasar Mulut : tidak ada kelainan

- Debris : (+)

- Plak : tidak ada

- Kalkulus : ada ( generalisata )

- Hubungan rahang : ortonagti

- Multiple diastem : ada

- Xerostomia : (+)

3

Page 4: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

d. Status Lokalis

Gigi Lesi Sondas

e

CE Perkusi Palpasi Diagnosis/ ICD Terapi

1.1 - Td Td - - nekrosis dan erosi pro exodentia

1.6 Missing teeth Protesa

2.4 Missing teeth Protesa

2.6 Missing teeth Protesa

2.7 D4 Td Td - - KariesPro

Konservatif

3.5 Missing teethPro

Konservatif

3.7 Missing teeth Protesa

4.5 Missing teeth Protesa

4.6 Missing teeth Protesa

4.7 Missing teeth Protesa

*Td : Tidak dilakukan

4

Nekrosis pulpa (1.1)

Page 5: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

e. Temuan Masalah

a) Nekrosis Pulpa : 1.1

b) Karies dentin : 2.7

c) Kalkulus : Generalisata

d) Missing Teeth : 1.6, 2.4, 2.6, 3.5, 3.7, 4.5, 4.6, 4.7

e) Lidah kotor : (+)

f. Perencanaan Terapi

a. Nekrosis Pulpa : proexodentia

b. Karies dentin : Pro Konservatif.

c. Kalkulus : Pro Scalling.5

Lidah kotot ( susp. Candidiasis oral )

Karies ( 2.7 )

Missing teeth (1.6, 2.4, 2.6,

3.5, 3.7, 4.5, 4.6, 4.7 )

Kalkulus ( Generalisata)

Page 6: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

d. Missing teeth : Protesa

e. Lidah kotor : swab candida

g. Prognosis

a. Quo ad Vitam : Dubia.ad malam

b. Quo ad fungsionam : Dubia ad malam

6

Page 7: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karies Gigi

Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi

adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai

akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan

oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-

komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas.1 Dengan perkataan lain, dimana

prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga

membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses

penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya

interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu.2

Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi

hingga menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada

jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Proses ini ditandai

timbulnya white spot pada permukaan gigi. White spot merupakan bercak putih pada

permukaan gigi. Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila tidak segera

dibersihkan dan ditambal, karies akan menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa

yang berisi saraf dan pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya

gigi tersebut bisa mati.3,4

7

Page 8: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Klasifikasi

Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya dikelompokkan

menjadi:

a. Karies pada email

Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang berasal

dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu.

b. Karies pada dentin

Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila sisa

makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.

c. Karies pada ke pulpa

Gigi terasa sakit terus menerus sifatnya tiba tiba atau muncul dengan sendirinya.

Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang rasa sakit

Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)

a. Karies Superfisialis

dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.

Gambar. Karies Superfisialis

8

Page 9: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

b. Karies Media

dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

Gambar. Karies Media

c. Karies Profunda

dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang

sudah mengenai pulpa.

Gambar. Karies Profunda

Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :

D1: Dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.

D2:Dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada

permukaan gigi.

D3: Terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi.

D4: Lesi email lebih dalam, tampak bayangan gelap dentin atau lesi

sudah mencapai bagiandentino enamel junction (DEJ).

D5: Lesi telah mencapai dentin.

D6: Lesi telah mencapai pulpa.

9

Page 10: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Etiologi

Teori Multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi mempunyai banyak

faktor seperti: host atau tuan rumah yang rentan, agen atau mikroorganisme yang

kariogenik, substrat atau diet yang cocok, dan waktu yang cukup lama. Faktor-faktor

tersebut digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih (Gambar 1). Untuk

terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung.

10

Page 11: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Gambar 4. Menunjukkan karies sebagai penyakit multifactorial yang disebabkan faktor

host, agen, substrat dan waktu.

a. Faktor host atau tuan rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap

karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor

kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies

karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur

yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah

melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh

dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat,

karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami

mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat, sedikit

karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel.

Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan

enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi

tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan

organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dari pada gigi tetap. Selain

itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap dan email orang

muda lebih lunak dibandingkan orang tua. Mungkin alasan ini menjadi salah satu

penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.

Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies adalah:

1. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan

pit palatal insisif;

11

Page 12: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

2. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak;

3. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingiva;

4. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat melekatnya plak

pada pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium;

5. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper;

6. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

b. Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak

adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang

berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan

gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme

dalam plak yang berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif

merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans,

Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis, dan Streptokokus salivarius serta beberapa

strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus

pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar

104-105 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang diakui sebagai

penyebab utama karies.3,4

c. Faktor substrat atau diet

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu

perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel.

Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan

bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang

menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang

banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan

pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan

protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting

12

Page 13: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya

karies.

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi bakteri mulut dan secara

langsung terlibat dalam penurunan pH. Dibutuhkan waktu tertentu bagi plak dan

karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu

mengakibatkan demineralisasi email, tidak semua karbohidrat sama derajat

kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati (polisakarida) relatif tidak

berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat

dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan meresap ke dalam plak dan

dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri, sehingga makanan dan minuman yang

mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai level yang

menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa

waktu, untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh

karena itu konsumsi gula yang berulang-ulang menyebabkan demineralisasi email.5,6

d. Faktor waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang

berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies

untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.

Patogenesis Karies Gigi

Proses terjadinya karies gigi diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis

pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang

dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu

melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa dan glukosa),

untuk memproduksi asam, menyebabkan pH plak akan menurun sampai di bawah 5

dalam 1-3 menit. Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan

demineralisasi pada permukaan gigi. Namun, asam yang diproduksi dapat dinetralkan

oleh saliva, sehingga pH saliva meningkat dan berlangsungnya pengambilan mineral.

Keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi

dan mineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk.

13

Page 14: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami.

Pembentukan biofilm dan aktifitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat dicegah.

Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan

mengakibatkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal

sehingga menyebabkan rasa sakit.

Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna putih

mengkilat pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor yang harus

ada dalam proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu. Makanan yang

mengandung gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak (coccus) maka berbentuk

asam (H+) dan jika berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan pH plak menjadi ±

5. Asam (H+) dengan pH ini akan masuk kedalam sub surface dan akan melarutkan

kristal-kristal hidroxyapatit yang ada, lama kelamaan kalsium akan keluar dari email,

proses ini disebut sub surface decalsifikasi.6,7

14

White spot

(lesi subsurface/lesi insipien/lesi putih)

Karies email

Karies dentin

Karies mencapai pulpa vital

Karies mencapai pulpa non vital

Abses

Page 15: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Akibat Karies yang Tidak Dirawat

Terjadinya demineralisasi lapisan email, menyebabkan email menjadi rapuh. Jika

karies gigi dibiarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut sampai ke lapisan

dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi biasanya penderita mengeluh

giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan, akan menyababkan kematian

pulpa, serta proses radang berlanjut sampai ke tulang alveolar. Beberapa masalah akan

timbul pada karies yang tidak terawat apabila dibiarkan seperti pulpitis, ulserasi, fistula

dan abses.

1. Pulpitis

Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya

merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan keras

gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinis sulit untuk menentukan

seberapa jauh proses radang tersebut terjadi. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai

persarafan terbanyak dibandingkan bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati

pembuluh saraf yang banyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal pulpitis.

Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis dibagi menjadi:

1. Pulpitis reversible, yaitu inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya

dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal. Gejala Pulpitis

reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit yang tajam dan hanya sebentar. Lebih

sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas. Tidak

timbul spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya di hilangkan.

2. Pulpitis Irrevesible, yaitu lanjutan dari pulpitis reversible. Pulpitis irreversible

merupakan inflamasi parah yang tidak bisa pulih walaupun penyebabnya

dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadi nekrosis.11 Biasanya, gejala

asimtomatik atau pasien hanya mengeluhkan gejala yang ringan. Nyeri pulpitis

irreversible ini dapat tajam, tumpul, setempat, atau difus (menyebar) dan dapat

berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam.

15

Page 16: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Gambar 5. Pulpitis

2. Ulkus Traumatik

Ulkus traumatik atau ulserasi adalah ulserasi akibat trauma, dapat disebabkan

kontak dengan sisa mahkota gigi atau akar yang tajam akibat proses karies gigi. Ulserasi

akibat trauma sering terjadi pada daerah mukosa pipi dan bagian perifer lidah. Secara

klinis ulserasi biasanya menunjukkan permukaan sedikit cekung dan oval bentuknya.

Pada awalnya daerah eritematous di jumpai di bagian perifer, yang perlahan-lahan

warnanya menjadi lebih muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah ulkus biasanya

berwarna kuning-kelabu. Setelah pengaruh traumatik hilang, ulkus akan sembuh dalam

waktu 2 minggu.

Gambar 6. Ulkus Traumatik

16

Page 17: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

3. Fistula

Fistula terjadi karena peradangan karies kronis dan pernanahan pada daerah sekitar

akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan kerusakan tulang dan

jaringan penyangga gigi. Peradangan yang terlalu lama menyebabkan pertahanan tubuh

akan berusaha melawan, dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak dengan cara

mengeluarkan nanah keluar tubuh melalui permukaan yang terdekat, daerah yang

terdekat adalah menembus tulang tipis dan gusi yang menghadap ke pipi, melalui

saluran yang disebut fistula. Jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi pengumpulan

nanah.

Gambar 7. Fistula

4. Abses

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa

yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar ke arah

jaringan periapikal secara progresif. Pada saat infeksi mencapai akar gigi, patofisiologi

proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan

anatomi jaringan yang terlibat.

Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan infeksi bakteri

campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses yaitu

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses

ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi

fibrin, sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam

penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase.

17

Page 18: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Gambar 8. Abses periapika

5. Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan radang pulpa akut

maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma. Nekrosis

pulpa dapat bersifat parsial atau total. Ada dua tipe nekrosis pulpa, yaitu:

1. Tipe koagulasi, di sini terdapat jaringan yang larut, mengendap, dan berubah

menjadi bahan yang padat.

2. Tipe liquefaction, enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu

bahan yang lunak atau cair. 8,11

Gambar 9. Nekrosis pulpa

18

Page 19: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Tindakan

a. Penambalan

Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan

dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati

dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang

pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.

Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan

gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi

yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah

masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk

meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi ulang. Tambalan terbuat dari berbagai

bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan

tambalan yang digunakan adalah perak amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca,

emas tuang, porselen. Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak

digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar.

Perak amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih

mahal tetapi lebih kuat dan bias digunakan pada karies yang sangat besar. Campuran

damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya mendekati warna

gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal dari pada perak

amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang digunakan untuk

mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang sama dengan gigi.

Bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada

orang-orang yang cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer

juga digunakan untuk menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang

berlebihan.3,10

b. Pencabutan

Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah sukar

dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak tersebut.

Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, dimana biasanya pembiusan

dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan pembiusan

19

Page 20: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat

pencabutan dilakukan.

2.2. Fokal Infeksi

Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka waktu cukup

lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh, yang kemudian dapat

menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis pada bagian tubuh yang lain.

Contohnya, tetanus yang disebabkan oleh suatu pelepasan dari eksotoksin yang berasal

dari infeksi lokal. Teori tentang fokal infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian

gigi, dimana akan mempengaruhi fungsi sistemik seseorang seperti sistem sirkulasi,

skeletal dan sistem saraf. Hal ini disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme atau

toksin yang dapat berasal dari gigi, akar gigi, atau gusi yang terinfeksi.6,7

Pada mulut terdapat beberapa keadaan yang bisa menjadi fokal infeksi pada tubuh

misalnya pada plak, abses, kalkulus, nekrosis pulpa, pulpitis, periodonitis, dan karies.

Sedangkan menurut W.D Miller (1890), bahwa seluruh bagian dari sistem tubuh yang

utama telah menjadi target utama dari infeksi yang berasal dari mulut, terutama bagian

pulpa dan periodontal.

Organisme yang berasal dari mulut tersebut dapat menyebar ke daerah sinus

(termasuk sinus darah kranial), saraf pusat dan perifer, sistem kardiovaskuler,

mediastinum, paru-paru dan mata.

Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui

beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui

aliran limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus

gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.

20

Page 21: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Gambar 3. Fokus infeksi tersering yang menyebabkan infeksi fokal

1. Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)

Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya

merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan

masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di

lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang

selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam

pembuluh darah. Vena-vena yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke

pleksus vena pterigoid yang menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena

faringeal dan vena maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan

dan edema menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini

tidak berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah,

memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala atau

faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap infeksi tersebut.

Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis internal dan eksternal

dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan. Namun, saat berada di

dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun yang

kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu.2,9

21

Page 22: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

2. Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)

Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya dengan

aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke

kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah dari

kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak

ditemukan pada rahang bawah.

Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi

penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau

melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya. Kelenjar getah

bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:

Sumber infeksi KGB regional

Gingiva bawah Submaksila

Jaringan subkutan bibir bawah Submaksila, submental,

servikal profunda

Jaringan submukosa bibir atas dan bawah Submaksila

Gingiva dan palatum atas Servikal profunda

Pipi bagian anterior Parotis

Pipi bagian posterior Submaksila, fasial

Weinmann mengatakan bahwa inflamasi gingiva yang menyebar sepanjang sisi

krista alveolar dan sepanjang jalur pembuluh darah ke sumsum tulang. Ia juga

menyatakan bahwa inflamasi jarang mengenai membran periodontal. Kapiler berjalan

beriringan dengan pembuluh limfe sehingga memungkinkan absorbsi dan penetrasi

toksin ke pembuluh limfe dari pembuluh darah.

22

Page 23: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

3. Perluasan langsung infeksi dalam jaringan

Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi menyatakan bahwa supurasi yang

berasal dari gigi ketiga lebih sering terjadi daripada gigi-gigi lain dan cairan yang

disekresikan dari hidung dan nyeri juga berkaitan dengan hal tersebut, dengan kata lain

infeksi antrum. Supurasi peritonsilar, faringeal, adenitis servikal akut, selulitis, dan

angina Ludwig dapat disebabkan oleh penyakit periodontal da infeksi prikoronal sekitar

molar ketiga. Parotitis, keterlibatan sinus kavernosus, noma, dan gangren juga dapat

disebabkan oleh infeksi gigi. Osteitis dan osteomyelitis seringkali merupakan perluasan

infeksi dari abses alveolar dan pocket periodontal. Keterlibatan bifurkasio apikal pada

molar rahang bawah melalui infeksi periodontal merupakan faktor yang penting yang

menyebabkan osteomyelitis dan harus menjadi bahan pertimbangan ketika

mengekstraksi gigi yang terinfeksi.

Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material septik atau

organisme ke dalam tulang atau sepanjag bidang fasial dan jaringan penyambung di

daerah yang paling rentan. Tipe terakhir tersebut merupakan selulitis sejati, di mana pus

terakumulasi di jaringan dan merusak jaringan ikat longgar, membentuk ruang (spaces),

menghasilkan tekanan, dan meluas terus hingga terhenti oleh barier anatomik. Ruang

tersebut bukanlah ruang anatomik, tetapi merupakan ruang potensial yang normalnya

teriis oleh jaringan ikat longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan areolar hancur,

membentuk ruang sejati, dan menyebabkan infeksi berpenetrasi sepanjang bidang

tersebut, karena fasia yang meliputi ruang tersebut relatif padat.

Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:

a) Perluasan di dalam tulang tanpa pointing

Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan osteomyelitis.

Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering pada rahang bawah.

DI rahang atas, letak yang saling berdekatan antara sinus maksila dan dasar

hidung menyebabkan mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran infeksi

melalui tulang.

23

Page 24: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

b) Perluasan di dalam tulang dengan pointing

Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi perluasan tidak

terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan lunak dan kemudian

membentuk abses. Di rahang atas proses ini membentuk abses bukal, palatal,

atau infraorbital. Selanjutnya, abses infraorbital dapat mengenai mata dan

menyebabkan edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari infeksi

menyebabkan abses bukal. Apabila pointing terarah menuju lingual, dasar mulut

dapat ikut terlibat atau pusa terdorong ke posterior sehingga membentuk abses

retromolar atau peritonsilar.

c) Perluasan sepanjang bidang fasial

Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya yang

membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta karena

adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi

dapat menurun.

Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan klasifikasi dari

Burman:

Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda

Regio submandibula

Ruang (space) sublingual

Ruang submaksila

Ruang parafaringeal

Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum dihubungkan oleh

fasia, sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar hingga ke dada. Infeksi menyebar

sepanjang bidang fasia karena mereka resisten dan meliputi pus di area ini. Pada regio

infraorbita, edema dapat sampai mendekati mata. Tipe penyebaran ini paling sering

melibatkan rahang bawah karena lokasinya yang berdekatan dengan fasia

24

Page 25: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

4. Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan

Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat menimbulkan

tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi produk septik dapat

menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia. Absorbsi limfogenik dari

fokus infeksi dapat menyebabkan adenitis akut dan selulitis dengan abses dan

septikemia. Penyebaran hematogen terbukti sering menimbulkan infeksi lokal di tempat

yang jauh. 5,11

Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas atas

dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat

memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan diabetes

mellitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang jelas walaupun

pasien memiliki sistem imun yang normal. Suatu tipe pneumonia dapat disebabkan oleh

aspirasi material infeksi, terutama pada kelainan periodontal yang lanjut. Juga telah

ditunjukkan bahwa tuberkel basil dapat memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket

periodontal dan flap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral,

selain dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat menambah systemic

load, yang menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB

tersebut. Mendel telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi melalui limfe,

KGB submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer. Tertelannya material

septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti konstipasi dan ulserasi.

Etiologi Fokus Infeksi

Infeksi odontogenik dapat disebabkan karena trauma, infeksi post-operasi dan

sekunder dari infeksi jaringan periodontal atau perikoronal. Bakteri penyebab infeksi

umumnya bersifat endogen dan bervariasi berupa bakteri aerob, anaerob maupun infeksi

campuran bakteri aerob dan anaerob. Disebutkan mikroba penyebab tersering yaitu

Streptococcus mutans dan Lactobacillus sp yang memiliki aktivitas produksi asam yang

tinggi.

25

Page 26: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Disebutkan bahwa etiologi dari infeksi odontogenik berasal dari bakteri komensal

yang berproliferasi dan menghasilkan enzim. Pada saat bayi baru dilahirkan, proses

kolonisasi bakteri dimulai dan dikatakan predominan terdiri atas Streptococcus

salivarius. Pada saat gigi pertama tumuh, yaitu pada saat bayi berusia 6 bulan,

komunitas bakteri berubah menjadi predominan S.sanguis dan S.mutans dan pada saat

gigi selesai tumbuh terdapat komunitas heterogen antara bakteri aerobik dan anaerobik.

Diperkirakan terdapat 700 spesies bakteri yang berkolonisasi di mulut dimana 400 dari

spesies tersebut dapat ditemukan pada area subgingival.

Infeksi odontogenik merupakan suatu infeksi polimikrobial dan campuran. Infeksi

tersebut merupakan hasil dari perubahan bakteri, hubungan antar bakteri dengan

morfotipe yang berbeda dan peningkatan jenis bakteri. Perubahan bakteri yang terjadi

berupa perubahan yang pada awalnya predominan gram positif, fakultatif dan

sakarolitik menjadi predominan gram negatif, anaerobik dan proteolitik.5,6,10

Patogenesis Fokus Infeksi

Penetrasi dari bakteri komensal yang mengalami perubahan, baik secara kualitatif

maupun kuantitatif bila diikuti sistem imun dan pertahanan seluler yang terganggu, akan

menyebabkan infeksi. Selain itu terganggunya keseimbangan mikroflora akibat

penggunaan antibiotik tertentu juga dapat menyebabkan adanya dominasi bakteri

lainnya yang potensial. Kondisi-kondisi maupun penyakit yang menyebabkan keadaan

imunokompromais seperti penyakit metabolik tak terkontrol (uremia, alkoholisme,

malnutrisi, diabetes), penyakit suppresif(leukimia, limfoma, tumor ganas), dan

penggunaan obat-obat immunosupresif misalnya pada pasien yang menjalani

kemoterapi kanker juga dapat memfasilitasi dengan mudah terjadinya infeksi

odontogenik.2,3

Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari karies dentis.

Proses demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya melanjutkan

invasi bakteri ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan pulpitis hingga

nekrosis pulpa. Dari Pulpa maka infeksi dapat menyebar ke akar gigi dan selanjutnya

menyebar ke os maksila atau mandibula, menyebabkan osteomyelitis. Kerusakan ini

26

Page 27: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

dapat menyebabkan perforasi sehingga melibatkan pula mukosa mulut maupun kulit

wajah.

Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah gram positif,

fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana terdapat karbohidrat

terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam ini akan membuat enamel

mengalami demineralisasi yang memfasilitasi infiltrasi dari bakteri pada dentin dan

pulpa. Dengan adanya invasi dari bakteri pada jaringan internal gigi, bakteri

berkembang, terutama bakteri gram negatif, anaerobik dan proteolitik akan menginfeksi

rongga pulpa. Beberapa bakteri ini memiliki faktor virulensi yang dapat menyebabkan

invasi bakteri pada jaringan periapikal melalui foramen apikal. Lebih dari sebagian lesi

periapikal yang aktif tidak dapat dideteksi dengan sinar-X karena berukuran kurang dari

0.1 mm2. Jika respon imun host menyebabkan akumulasi dari netrofil maka akan

menyebabkan abses periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun

jikan respon imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit T, maka

akan berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai dengan reorganisasi jaringan

melebihi destruksi jaringan. Perubahan pada status imun host ataupun virulensi bakteri

dapat menyebabkan reaktivasi dari silent periapical lessions.

Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan periodontal. Ketika bakteri

subgingival berkembang dan membentuk kompleks dengan bakteri periodontal patogen

yang mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu respon imun host yang

secara kronis dapat menyebabkan periodontal bone loss. Abses periodontal dapat

berasal dari eksaserbasi periodontitis kronik, defek kongenital yang dapat memfasilitasi

invasi bakteri(fusion dari akar, development grooves, dll), maupun iatrogenik karena

impaksi dari kalkulus pada epitel periodontal pocket selama scaling. Beberapa abses

akan membentuk fistula dan menjadi kronik yang pada umumnya bersifat asimptomatik

ataupun paucisimptomatik. Bentuk khusus dari abses periodontal rekuren adalah

perikoronitis yang disebabkan oleh invasi bakteri pada coronal pouch selama erupsi. 9,10

27

Page 28: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

2.2 Diabetes Mellitus

Menurut Cawson dan Odell (2008), sekitar 2% dari populasi terkena diabetes mellitus,

tetapi sekitar 50% di antaranya tidak terdeteksi. Sedangkan menurut Scully (2010), 3 –

4% dari populasi menderita diabetes mellitus, tetapi 75% di antaranya tidak terdeteksi.

Berdasarkan sebuah penelitian di Universitas Sumatera Utara (USU), disebutkan bahwa

jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2000 ada 8,4 juta orang.

Diperkirakan pada tahun 2030 penderita diabetes mellitus dapat mencapai jumlah 21,3

juta orang. Dalam sebuah iklan di televisi tahun 2011 disebutkan bahwa 5 dari 100

orang di Indonesia menderita diabetes mellitus.

Ada dua tipe klinis diabetes mellitus menurut Cawson dan Odell (2008), yaitu: 1.

Juvenile onset (insulin dependent) diabetes. Gejala biasanya muncul sebelum usia 25

tahun dan umumnya cukup parah, disertai polidipsi, polifagi, poliuri, rasa lapar, berat

badan turun dan rentan terhadap infeksi, 2. Maturity onset diabetes. Pada tipe ini

penderita biasanya dalam usia pertengahan dan mengalami obesitas. Perkembangan

penyakit berjalan perlahan tapi pasti, seringkali disertai penurunan penglihatan, pruritus,

kadang terjadi polidipsi, poliuri dan rasa lelah. Namun banyak juga kasus yang tidak

disertai gejala. Penyakit masih dapat dikontrol melalui diet makanan yang ketat dan bila

perlu diberikan obat-obatan hipoglikemik. Obesitas yang terjadi pada anak-anak

memudahkan terjadinya bentuk kelainan diabetes mellitus tipe ini dalam waktu yang

lebih awal. Tipe lain yang juga dapat ditemukan adalah gestational diabetes, bentuk

diabetes yang terjadi pada wanita yang sedang mengandung. Kelainan pada wanita ini

berkaitan dengan faktor genetik, obesitas dan hormon yang menyebabkan timbulnya

resistensi insulin dan biasanya terjadi pada trimester ketiga. Gestational diabetes dapat

terjadi pada sekitar 4% kehamilan. Diagnosis tersebut perlu ditentukan kembali 6

minggu atau lebih setelah melahirkan (Cawson dan Odell, 2008). 3,5,11

Untuk perawatan gigi dan mulut, masalah utama ditemukan pada penderita diabetes

yang tidak terkontrol. Namun demikian, penderita diabetes mellitus yang tidak

terkontrol juga bermacam-macam. Ada bentuk ringan, yang tidak terdeteksi sehingga

tidak dirawat. Bentuk lain adalah diabetes mellitus yang dirawat, tapi bentuk

penyakitnya sulit dikontrol (brittle diabetes) atau ada kesalahan dalam perawatan.

28

Page 29: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Kelompok yang terakhir inilah yang paling mungkin menimbulkan komplikasi dan

menimbulkan kesulitan dalam perawatan gigi dan mulut.

Beberapa komplikasi diabetes mellitus yang dapat berpengaruh pada perawatan gigi dan

mulut:

- Rentan terhadap infeksi, terutama kandidiasis

- Koma hipoglikemik

- Koma diabetikum

- Ischemic heart disease

- Bila pemeliharaan kesehatan mulut kurang baik, maka penyakit periodontal akan

meningkat

- Mulut terasa kering akibat poliuri dan dehidrasi

- Reaksi lichenoid oral akibat penggunaan obat hipoglikemik oral.

- Sialadenitis

Diabetes mellitus menimbulkan kelainan dalam mulut, mempengaruhi perawatan gigi

dan mulut, pengobatannya juga menimbulkan kelainan dalam mulut, serta

mempengaruhi perawatan gigi dan mulut.

Pengaruh diabetes mellitus pada perawatan gigi dan mulut (Wilkins, 2009):

- Manifestasi utama dalam mulut pada penderita diabetes mellitus umumnya

terjadi akibat rendahnya resistensi terhadap infeksi. Proses penyembuhan luka

membutuhkan waktu yang lebih panjang akibat gangguan metabolism tersebut.

Kadang berbagai gejala yang ditemukan dalam mulut menunjukkan adanya

diabetes mellitus yang belum terdeteksi.

- Kerusakan jaringan periodontal yang berjalan dengan cepat dapat terjadi akibat

diabetes mellitus berat yang tidak dirawat, tapi kini kondisi seperti ini sudah

semakin jarang ditemukan. Namun demikian, bahkan pada anak-anak penderita

diabetes mellitus yang dirawat sekalipun kesehatan jaringan periodontalnya

lebih buruk bila dibandingkan dengan anak-anak yang normal. Menyempitnya

saluran kelenjar liur pada penderita diabetes mellitus menyebabkan xerostomia,

sehingga pasien ini memiliki tingkat DMFT yang lebih tinggi walaupun sudah

29

Page 30: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

menggunakan diet bebas gula, serta lebih banyak kehilangan gigi yang terjadi

bila dibandingkan kondisi normal.

- Bentuk komplikasi lainnya adalah kerentanan terhadap kandidiasis.

Gb 1. Kandidiasis lidah yang terjadi Gb 2. Angular cheilitis disertai kandidiasis pada penderita diabetes mellitus. pada penderita diabetes mellitus. (Cawson dan Odell, 2008) (Lamey dan Lewis, 1991)

Gb 3. Penyakit periodontal berat pada penderita diabetes mellitus. (Cawson dan Odell, 2008)

- Koma hipoglikemik dapat dipicu oleh perawatan gigi yang menyebabkan

tertundanya waktu makan rutin, sehingga menimbulkan kondisi gawat darurat

bila dilakukan tindakan operasi. Oleh karena itu perawatan perlu memperhatikan

waktu untuk menghindari berbagai risiko yang mungkin timbul. Waktu yang

paling ideal untuk perawatan adalah segera sesudah makan pagi.

- Vasokonstriktor yang terdapat di dalam anestetikum dapat meningkatkan kadar

gula darah. Oleh karena itu perlu berhati-hati dalam penggunaannya.

- Hal lain yang perlu dipertimbangkan selain adanya keluhan mulut terasa seperti

terbakar, adalah kemungkinan terjadi interaksi antara obat hipoglikemik dengan

obat yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi, seperti golongan salisilat,

anti inflamasi non steroid (AINS), barbiturat, juga antikoagulan.

30

Page 31: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

- Sedangkan koma diabetikum merupakan komplikasi yang terjadi pada penderita

diabetes mellitus tidak terkontrol, namun sekarang sudah jarang ditemukan

kondisi seperti ini.

Dalam hal penderita diabetes mellitus, seorang dokter gigi dapat berperan dengan cara:

- Membantu mendeteksi penderita diabetes mellitus yang belum terdeteksi

- Memberikan penyuluhan kepada pasien tentang manifestasi yang dapat terjadi

dalam mulut dan tindakan preventif yang dapat dilakukan

- Melakukan perawatan gigi dan mulut penderita diabetes mellitus

Seorang penderita dapat diduga mengidap diabetes mellitus apabila ditemukan dua dari

tiga gejala di bawah ini (Little dkk, 2008):

- Polidipsi, polifagi, poliuri

Badan terasa lemah

Berat badan turun drastis, walaupun banyak makan dan minum

- Kadar gula darah > 120 mg/dL

- Kadar gula 2 jam sesudah makan > 200 mg/dL

Bila hasil pemeriksaan berulang berada di atas nilai normal, maka berarti pasien

menderita diabetes mellitus.

Seseorang dianggap memiliki risiko tinggi untuk menderita diabetes mellitus apabila:

- Ada riwayat menderita diabetes mellitus dalam keluarga (kedua orangtua/salah

satu orang tua/saudara kandung)

- Bertusia > 40 tahun

- Terlalu gemuk

- Hipertensi

- Dalam riwayat kehamilan ditemukan berat badan bayi lahir > 4kg

- Menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu lama (kortikosteroid untuk

penyakit asma, kulit, rematik)

- Memiliki pekerjaan tertentu (tukang masak, stres)

- Kebiasaan hidup (merokok, minum minuman beralkohol)

31

Page 32: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

Komplikasi akut penderita diabetes mellitus

Komplikasi akut yang dialami oleh seorang penderita diabetes mellitus terbagi atas

kelainan yang disebabkan oleh kondisi hipoglikemia dan hiperglikemia:

1. Hipoglikemia: kadar gula darah < 60 mg/dL

* Fase 1: Keringat berlebihan, tremor, timbul rasa lapar, mual

* Fase 2: Timbul rasa pusing, pandangan kabur, kesadaran menurun, timbul

kejang dan koma

2. Hiperglikemia: kadar gula darah > 600 mg/dL

- Wajah terlihat sangat merah, kulit terasa panas dan kering

- Timbul rasa haus sehingga ingin minum banyak

- Ada rasa mual dan ingin muntah

- Nafas terasa dalam dan cepat

- Mulut berbau aseton

- Tensi lebih rendah dibandingkan normal

Komplikasi klinis kronik pada penderita diabetes mellitus

Beberapa komplikasi klinis kronik yang dapat ditemukan pada penderita diabetes

mellitus terdiri

dari:

- Retinopati

- Nefropati

- Neuropati

- Penyakit makrovaskular

- Kelambatan proses penyembuhan

Prinsip perawatan gigi dan mulut pada penderita diabetes mellitus (Cawson dan Odell,

2008):

- Waktu perawatan perlu dipertimbangkan dengan matang untuk mencegah

terjadinya gangguan pada pemberian insulin yang dilakukan secara rutin.

Perawatan yang dilakukan juga tidak boleh mengganggu waktu makan rutin

yang sudah ditentukan pada penderita diabetes mellitus.

32

Page 33: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

- Tindakan operasi yang memerlukan anestesi umum sebaiknya hanya dilakukan di rumah sakit di bawah pengawasan ahlinya.

- Lakukan penanganan untuk setiap komplikasi diabetik.Tatalaksana penderita koma hipoglikemik (Cawson dan Odell, 2008):

- Hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes setelah pemberian insulin

berlebihan atau jika tidak makan pada waktunya akibat perawatan gigi dan

mulut yang dilakukan.

- Gejala hipoglikemia akut yang ditemukan: pingsan, tetapi respon pasien sedikit

sekali saat dibaringkan datar; ketidaksadaran tersebut akan bertambah dalam.

- Penanganan hipoglikemia penting untuk dilakukan. Bila ada keraguan tentang

penyebab ketidaksadaran tersebut, insulin tidak boleh diberikan karena dapat

berakibat fatal untuk penderita hipoglikemia.

- Penanganan hipoglikemia:

Pasien biasanya menyadari kondisinya dan dapat memperingatkan dokter

gigi yang merawatnya

Sebelum kesadaran menghilang, berikan tablet atau bubuk glukosa ataupun

gula (paling tidak 4 potong/cube) untuk membuat minuman manis. Ulangi

lagi bila gejala belum reda.

Bila sudah tidak sadar, berikan glukosa steril intravena (hingga 50 mL dari

cairan 50%). Bila sulit untuk dilakukan dalam praktek dokter gigi, langkah

berikutnya adalah tindakan gawat darurat untuk mendapatkan akses ke vena.

Bila glukosa steril tidak tersedia, berikan glukagon subkutan (1 mg),

kemudian berikan gula melalui mulut selama masa penyembuhan.

Hypostop adalah gel mengandung glukosa yang dapat digunakan supaya

glukosa mudah diserap pada seluruh mukosa mulut untuk mencegah

turunnya kesadaran.6,7,11

33

Page 34: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

BAB III

ANALISIS KASUS

Pasien Nontjik binti M.Hasan 65 tahun dirawat di Bagian Penyakit Dalam

RSMH Palembang dengan Diabetes Miletus. Penderita dikonsulkan dari Bagian

Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi dari

gigi dan mulut.

± 5 tahun yang lalu penderita mencabut gigi geraham belakang kiri atas,

dikarenakan giginya goyang.

± 3 tahun lalu penderita mengeluh sakit gigi pada gigi geraham kiri atas. Sakit

gigi dirasakan ketika mengunyah makanan maupun ketika tidak mengunyah makanan.

Penderita sangat suka mengonsumsi permen. Penderita jarang membersihkan mulut dan

giginya. Penderita tidak berobat ke dokter gigi

± 2 tahun penderita mengeluh gigi depan seperti busuk, busuk tidak terlalu

banyak. Gigi seri tidak nyeri. Gigi geraham belakang penderita sudah tidak nyeri lagi.

Penderita tidak berobat ke rumah sakit.

± 1 tahun penderita mengeluh gigi seri depan busuk semakin parah, busuk

hampir terjadi pada keseluruhan bagian gigi seri depan . Pasien berobat dan dirawat di

RSMH dengan diagnosis Diabettes Miletus

Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum penderita tampak

kompos mentis, Nadi 88 x/m, pernafasan 20x/m, suhu 36,60C dan TD 120/80 mmHg.

Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan adanya kelainan pada kepala, wajah,

bibir, maupun kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan

kalkulus,xerostomia dan lidah kotor. Pada status lokalis ditemukan adanya Nekrosis

Pulpa: 1.1, karies dentin: 2.7, missing Teet: 1.6, 2.4, 2.6, 3.5, 3.7, 4.5, 4.6, 4.7.

Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro exsodentia pada gigi

nekrosis, Pro Konservatif pada Karies dentin, Pro Scalling pada gigi yang mengalami

Kalkulus. Protesa pada gigi yang lepas. Edukasi juga diberikan kepada pasiendalam

pemilihan makanan misalnya menghindari makanan yang terlalu manis seperti permen,

34

Page 35: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

dan menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi dengan cara yang benar

minimal dua kali sehari.

Pada pasien didapatkan manifestasi oral berupa xerostomia, lidah kotor suspec

candidiasis, nekrosis pulpa, karies dentin, kalkulus dan missing teeth.

Manifestasi oral erat kaitannya dengan penyakit sistemik, pada pasien penyakit sistemik

yang diderita adalah Diabetes Mellitus sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa

kemungkinan penyebab terbentuknya xerostomia adalah penyempitan pada saluran

kelenjar liur selain itu gangguan pada DM berupa poliuria juga menyebabkan cairan

dalam tubuh berkurang sehingga berakibat produksi saliva berkurang , lidah kotor

suspec candidiasis adalah penderita dengan diabetes rentan terhadap infeksi sehingga

dalam pengobatan sering diberikan antibiotik sehingga menyebabkan keseimbangan

kuman pada mulut terganggu serta perkembangan jamjr pada mulut menjadi tidak

terkontrol, nekrosis pulpa dan karies dentin pada pasien adalah hubungan antar gigi-

substrat- kuman- waktu, pada penderita DM produksi saliva menurun, sehingga

makanan gampang melekat pada gigi, jika makanan yang dikonsumsi mengandung

karbohidrat tidak langsung dibersihkan meyebabkan keasaman pada mulut menurun

sehingga menyebabkan kuman semakin mudah membentuk karies pada gigi. Selain itu

penyebab dari karies dan nekrosis bisa disebkan oleh aliran darah penderitan DM yang

banyak mengandung glukosa yang berperan sebagian substrat kariogenik. Selain itu

keadaan nekrosis dan karies penderita semakin diperburuk dengan kebiasan oral

hiegenitas penderita yang buruk, yang semakin mempercepat kerja kuman membentuk

karies pada gigi.

35

Page 36: Laporan Kasus Gigi Dan Mulut Azka Firman

DAFTAR PUSTAKA

1. Yuwono, P. 2013. Perancangan video animasi 3D edukatif Morfologi Gigi

Permanen

2. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral infection.

Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.

3. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd ed.

Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.

4. Kidd A.E.M. 2005. Essentials of Dental Caries Third edition. Oxford University

Press Inc: United States.

5. Murrsy JJ. The Prevention Of Dental Disease. 2nded. New York, Oxford

University Press; 1989: 441-7

6. Rock WP, Andlaw RJ, A Manual Of Paedodontics.2nded. United State of

america, Churchill Livingstone Inc; 1999: 123,131

7. Salzmann JA. Orthodontics: Practice and Technics. Philadelphia, WB Saunders

Co; 2000: 30-3

8. Veronika W, Gross JC. Malposition, Malocclusion of Teeth Buds.

http://hoag.myelectronicmd.com/screening/partners_3.shtml .

9. Gangren radiks.www.medicastore.com. Diakses tanggal 15 Agustus 2015.

10. Karies gigi.http//medicascore.com. [Diakses 15 Agustus 2015]

11. Tooth Eruption.http://www.adandental.com.au/tooth_eruption_dates.htm

[diakses 15 Agustus 2015]

36