Upload
musliminwalmuslimat
View
58
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN EVALUASI PROGRAM SLPTT TERHADAP ASPEK
PERLINDUNGAN TANAMAN PADA KELOMPOK TANI RUKUN TANI
ANTIROGO - JEMBER
Disusun Oleh :
Golongan D
Dwi Hartatik 111510501150
Novia Ayu S 111510501151
Bayu Gusti S 111510501152
Anggi Rahayu W 111510501153
Yuli Arista 111510501154
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekolah Lapang - Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) merupakan
bentuk sekolah yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan,
yang dilaksanakan di lahan petani sebagai upaya peningkatan perlindungan dan
produksi tanaman. Program Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(SL-PTT) merupakan program nasional pemerintah Indonesia sejak tahun 2008
yang di lakukan oleh Departemen Pertanian. Program ini bertujuan untuk
meningkatkan kemandirian pangan nasional melalui usaha peningkatkan produksi
pangan nasional, khususnya padi, jagung dan kedelai yang melibatkan sekitar
60.000 kelompok tani di seluruh indonesia. Pengelolaan lahan dalam kegiatan
SLPTT ini adalah seluas 25 Ha untuk setiap kelompok yang nantinya 1 Ha dari
luasan tersebut akan dijadikan sebagai laboratorium lapangan (LL) yang akan
dijadikan sebagai media pembelajaran petani, penyuluh/petugas dan peneliti.
Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu bisa diartikan sebagai
suatu tempat Pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam mengenali tanaman beserta pengganggunya dengan baik
menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan
dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat
secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi
efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan. Dalam melaksanakan
kegiatannya SL-PTT dilaksanakan berdasarkan 5 (lima) prinsip utama, yaitu:
1. Partisipatif, petani berperan aktif dalam penentuan teknologi sesuai kondisi
setempat serta meningkatkan kemampuan melalui pembelajaran di
laboratorium lapangan.
2. Spesifik lokasi, memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan
sosial budaya, dan ekonomi petani setempat.
3. Terpadu, sumberdaya tanaman, tanah, dan air dikelola dengan baik secara
terpadu.
4. Sinergis atau serasi, pemanfaatan teknologi terbaik memperhatikan
keterkaitan antar komponen teknologi yang saling mendukung.
5. Dinamis, penerapan teknologi selalu disesuaikan dengan perkembangan dan
kemajuan Iptek serta kondisi sosial ekonomi setempat.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka pada acara
praktikum ini kegiatan difokuskan pada pelaksanaan evaluasi orientasi lapang
untuk menggali informasi mengenai realisasi implementasi SLPTT padi, jagung,
kedelai di wilayah Kabupaten Jember dan sejauh mana penerapan SLPTT
mendukung keberhasilan upaya peningkatan produksi dan produktivitas nasional
komoditi tanaman pangan utama tersebut.
1.1 Tujuan
1. Untuk megetahui realisasi implementasi SLPTT pada berbagai daerah di
wilayah Kabupaten Jember.
2. Untuk mengatahui teknik pengendalian hama dan penyakit sesuai dengan
anjuran SLPTT.
1.2 Manfaat
1. Mengetahui keadaan terbaru realisasi implementasi SLPTT pada berbagai
daerah di wilayah Kabupaten Jember.
2. Meningkatkan pengetahuan tentang pengendalian hama dan penyakit yang
dianjurkan oleh SLPTT.
1.3 Rumusan masalah
1. Bagaimana keadaan terbaru realisasi implementasi SLPTT pada berbagai
daerah di wilayah Kabupaten Jember ?
2. Bagaimana pengendalian penyakit yang dianjurkan oleh penyuluh SLPTT ?
3. Apakah memang masih ada atau masih berjalan program SLPTT di beberapa
kelompok tani di wilayah Kabupaten Jember
BAB 2. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan wawancara SLPTT dilaksanakan pada hari Senin tanggal 22
April 2013 pukul 15.00 WIB sampai selesai, dilaksanakan dengan narasumber
Bapak H. Nur Hasyim, ketua kelompok tani Rukun Tani dengan alamat Jl.
Sarangan No.75 Antirogo Jember di desa Wirolegi kecamatan Sumber Sari
kabupaten Jember.
2.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Alat
1. Sepeda motor
2. Kamera
3. Alat tulis
2.2.2 Bahan
1. Lahan
2. Tanaman Padi
2.3 Cara Kerja
1) Kegiatan praktikum dilaksanakan secara kelompok maka pada setiap kelas
membentuk kelompok yang terdiri atas 5-6 mahasiswa untuk setiap kelompok,
dan pilih salah satu peserta atau praktikan sebagai koordinator kelompok.
2) Cari atau telusuri informasi mengenai kecamatan/desa diwilayah kabupaten
jember yang telah melaksanakan kegiatan SLPTT (sumber informasi didapat
dari kecamatan/dinas pertanian kecamatan jember), dan tentukan berapa persen
kecamatan dan desa yang telah melaksanakan SLPTT
3) Setiap kelompok kemudian memilih satu desa yang telah menerapkan SLPTT
(tergantung kondisi dan situasi dapat dipilih SLPTT padi, atau jagung maupun
kedelai kalau ada)
4) Lakukan orientasi pada desa yang dipilih untuk memperoleh gambaran ruang
lingkup pelaksanaan SLPTT sesuai yang dimaksud tujuan praktikum
5) Buat laporan praktikum, susun secara ringkas menggunakan format yang
memuat hasil praktikum (berupa data yang telah dianalisis), pembahasan,
kesimpulan atau simpulan, dan daftar pustaka. Topik atau acara praktikum
cantumkan pada cover laporan sebagai judul dan dilengkapi dengan tujuan
praktikum.
BAB 2. PEMBAHASAN
Dalam upaya pengembangan PTT secara nasional, Departemen Perttanian
meluncurkan program Sekolah Lapang (SL) PTT. Panduan SLPTT padi ini
dimaksudkan sebagai : (1) acuan dalam pelaksanaan SLPTT padi dalam upaya
peningkatan produksi beras pada tahun 2008 di tingkat provinsi maupun
kabupaten; (2) pedoman dalam koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan program
peningkatan produksi; (3) acuan dalam penerapan komponen teknologi PTT padi
oleh petani sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
mengelola usaha taninya untuk mendukung peningkatan produksi; dan (4)
pedoman dalam peningkatan produktivitas, produksi, pendapatan, dan
kesejahteraan petani padi.
Menurut Suryana (2008) Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu
atau disingkat PTT adalah pendekatan dalam upaya mengelola lahan, air,
tanaman, OPT dan iklim secara terpadu/menyeluruh/holistic dan dapat diterapkan
secara lumintu (berkelanjutan). PTT dapat diilustrasikan sebagai sistem
pengelolaan yang menggabungkan berbagai sub sistem pengelolaan, seperti sub
sistem pengelolaan hara tanaman, Konservasi tanah dan air, Bahan organik dan
organisme tanah, tanaman (benih, varietas, bibit, populasi tanaman dan jarak
tanam), pengendalian hama dan penyakit/organisme pengganggu tanaman, dan
sumberdaya manusia. Tujuan penerapan PTT adalah untuk meningkatkan
produktivitas dan pendapatan petani serta melestarikan lingkungan produksi
melalui pengelolaan lahan, air, tanaman, OPT, dan iklim secara terpadu (Suryana,
2008).
Adapun komponen teknologi PTT padi sawah adalah sebagai berikut :
1. Varietas Unggul Baru
VUB adalah varietas yang mempunyai hasil tinggi, ketahanan terhadap
biotik dan abiotik, atau sifat khusus tertentu. Penggunaan varietas yang dianjurkan
akan memberikanpeluang lebih besar untuk mencapai tingkat hasil yanglebih
tinggi dengan mutu beras yang lebih baik. Pemilihan varietas baik inbrida maupun
hibridadidasarkan kepada hasil pengkajian spesifik lokasi (tempat, musim
tertentu), pengalaman petani,ketahanan terhadap OPT, rasa nasi, permintaan
pasardan mempunyai harga pasar yang lebih tinggi. Hindari penanaman varietas
yang sama secara terus menerus pada lokasi yang sama untuk mengurangi
serangan hama dan penyakit (OPT). Untuk mengetahui adaptasi, kesesuaian dan
preferensi atau penerimaan petani, maka dapat dilakukan demplot varietas atau
display varietas pada lokasi SLPTT atau lahan BPP (Balai Penyuluhan Pertanian)
atau lahan Balai Benih atau lahan percontohan milik petani/ kelompok
tani/gabungan kelompok tani yang dapat diamati bersama oleh penyuluh, POPT,
PBT dan petani
2. Benih bermutu dan berlabel
Benih bermutu adalah benih berlabel dengan tingkat kemurnian dan daya
tumbuh yang tinggi. Pada umumnya benih bermutu dapat diperoleh dari benih
berlabel yang sudah lulus proses sertifi kasi. Benih bermutu akan menghasilkan
bibit yang sehat dengan akar yang banyak sehingga pertumbuhannya akan lebih
cepat dan merata serta lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
Manfaat penggunaan benih bermutu diantaranya dapat mempertahankan
sifat-sifat unggul termasuk daya hasil yang tinggi dari varietas, jumlah pemakaian
benih persatuan luas pada PTT lebih hemat dari 20 – 25 kg/ ha menjadi 10 – 15
kg/ha, pertumbuhan pertanaman dan tingkat kemasakan dilapangan lebih merata
dan seragam dengan demikian panen dapat dilakukan sekaligus dan rendemen
beras tinggi dan mutu beras seragam. Karakteristik benih padi bermutu dan
berlabel yaitu :
a. Mutu benih padi inbrida (non-hibrida) dapat di uji dengan teknik pengapungan,
caranya benih dimasukkan ke dalam larutan garam 2-3% atau larutan pupuk ZA
20-30 g/liter air. Benih yang tenggelam dipergunakan sedangkan benih yang
terapung dibuang.Mutu benih padi hibrida diuji dengan uji daya kecambah.
b. Hasil pemilahan benih yang digunakan adalah benih yang tenggelam yaitu
benih yang terisi penuh.Benih dibilas dulu agar tidak mengandung larutan pupuk
Za ataupun garam.Benih kemudian direndam dalam air selama 24 jam, setelah itu
ditiriskan selama 48 jam.
3. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah
Pemberian pupuk bervariasi antar lokasi, musim tanam, dan jenis padi
yang digunakan. Pengaruh spesifi k lokasi pemupukan memberikan peluang untuk
meningkatkan hasil per unit pemberian pupuk, mengurangi kehilangan pupuk, dan
meningkatkan effisiensi agronomi dari pupuk. Acuan rekomendasi pemupukan N,
P dan K tanaman padi sawah dapat didasarkan pada BWD (bagan warna daun)
untuk N dan PUTS (perangkat uji tanah sawah untuk P dan K) dan uji Petak
Omisi (minus 1 unsur untuk N, P dan K). Lahan potensial yang sesuai dan layak
untuk pelaksanaan pengkajian Petak Omisi (berikut kaji terap penggunaan BWD)
adalah lahan irigasi yang mempunyai ketersediaan air minimal 10 bulan, baik
berupa irigasi teknis maupun sederhana. Untuk lebih menjamin ketersediaan dan
pendistribusian air, lokasi yang diprioritaskan adalah lahan yang berada di dekat
saluran sekunder. Pengkajian melibatkan > 6 petani di setiap lokasi. Kriteria
umum dalam pemilihan lokasi sekaligus petani yang terlibat antara lain: (1)
mewakili variasi kesuburan tanah dari wilayah yang bersangkutan, (2) mewakili
variasi pola tanam, (3) mewakili tingkat kondisi sosial ekonomi dalam hal luas
sempitnya kepemilikan lahan, dan tingkat kesejahteraan petani, (4) kemudahan
jangkauan untuk kunjungan lapang, dan (5) loyalitas petani berpartisipasi dalam
melaksanakan pengkajian. Apabila variasi keadaan kesuburan tanah tidak
ditemukan dalam hamparan pengkajian 100 ha maka dimungkinkan untuk
memilih sebagian lokasi pengkajian di luar hamparan tersebut.
4. Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
Tahapan pelaksanaan pengendalian OPT berdasarkan pendekatan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Identifi kasi jenis dan penghitungan tingkat
populasi hama. Dilakukan oleh petani dan atau Pengamat OPT melalui kegiatan
survei dan monitoring hama-penyakit tanaman pada pagi hari. Menentukan
tingkat kerusakan hama. Tingkat kerusakan dihitung secara ekonomi yaitu besar
tingkat kerugian atau tingkat ambang tindakan. Tingkat ambang tindakan identik
dengan ambang ekonomi, lebih sering digunakan sebagai dasar penentuan teknik
pengendalian hama dan penyakit.
Menurut Jamal dan Erizal (2009) SLPTT adalah bentuk sekolah yang seluruh
proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan. Hamparan sawah milik petani
peserta program penerapan PTT disebut hamparan SLPTT. Sekolah lapang
seolah-olah menjadikan petani peserta sebagai murid dan pemandu lapang sebagai
guru. Namun pada sekolah lapang tidak dibedakan antara guru dengan muridny,
karena aspek kekeluargaan lebih diutamakansehingga antara guru dan murid
saling memberi pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. SLPTT memiliki
kurikulum, evaluasi pra dan pasca kegiatan serta sertifikasi.
Tujuan utama SLPTT adalah mempercepat alih teknologi melalui
pelatihan dari peneliti atau narasumber lainnya. Narasumber memberikan ilmu
dan teknologi yang telah dikembangkan kepada pemandu lapang 1 (PL1) sebagai
Training of Master Trainer. Selanjutnya PL1 menurunkan IPTEK tersebut kepada
PL II yang terdiri atas penyuluh pertanian, POPT, dan PBT tingkat kabupaten atau
kota. Peserta pelatihan adalah penyuluh pertanian, POPT, dan PBT tingkat
kecamatan/desa. Materi diberikan oleh narasumber dan PL II. Melalui SLPTT
diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologo PTT dari peneliti ke petani
peserta kemudian berlangsung diusi secara alamiah dari alumni SLPTT kepada
petani disekitarnya (Suryana, 2008).
Bagi petani SLPTT ini menguntungkan karena petani peserta diberi
kebebasan memormulasikan ide, rencana dan keputusan bagi usahataninya
sendiri. Mereka dilatih agar mampu membentuk dan menggerakkan kelompok
tani dalam alih tehnologi kepada petani lain. Melalui SLPTT, petani peserta
diharapkan terpanggil dan bertanggungjawab untuk bersama-sama meningkatkan
produksi padi dalam upaya mewujudkan swasembada beras. Kebersamaan semua
pihak yang terlibat merupakan faktor pendorong bagi petani dalam mengelola
usahataninya.
Agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan keinginan, SL-PTT hendaknya
dilaksanakan berdasarkan prinsip pendidikan untuk orang dewasa berdasarkan
pengalaman sendiri. Untuk itu, materi pendidikan yang akan diberikan dalam SL-
PTT mencakup aspek yang diperlukan oleh kelompok tani di wilayah
pengembangan PTT. Dalam kaitan itu, tiga aspek berikut perlu mendapat
perhatian :
1. Aspek teknologi : keterampilan dan pengetahuan
Dalam SL-PTT, petani diberikan berbagai keterampilan dan pengetahuan
yang mereka butuhkan untuk menjadi manager di lahan usahataninya sendiri,
seperti analisis ambang ekonomi hama dan penyakit tanaman, analisis perubahan
iklim, analisis kecukupan hara bagi tanaman, dan efisiensi penggunaan air dengan
sistem pengairan berselang.
2. Aspek hubungan antarpetani : interaksi dan komunikasi
SL-PTT mendorong petani untuk dapat bekerja sama, melakukan analisis
secara bersama-sama, diskusi, dan berkomunikasi dengan santun menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti oleh orang lain.
3. Aspek pengelolaan : manager di lahan usahatani sendiri
Dalam SL-PTT, petani peserta didorong untuk pandai menganalisis
masalah yang dihadapi dan membuat keputusan tentang tindakan yang diperlukan
untuk mengatasi masalah tersebut.
Proses belajar pada SL-PTT berawal dari kegiatan yang kemudian
memberikan pengalaman pribadi, mengungkapkan pengalaman tersebut,
menganalisis masalah yang terjadi, dan menyimpulkan hasil kegiatan. Apabila
petani peserta SL-PTT telah merasakan dampak positif dari teknologi yang
diterapkan baik dari teknologi yang diterapkan, baik dari aspek materi maupun
nonmateri, maka mereka akan menerapkan teknologi itu kembali pada musim
berikutnya.
Sebelum panen, petani peserta SL-PTT dianjurkan untuk mengadakan
temu lapang sebagai media komunikasi antara petani dengan aparat dari dinas
terkait, peneliti, petani non SL-PTT, dan masyarakat tani pada umumnya. Acara
ini diperlukan dalam upaya memperkenalkan PTT dan alih teknologi kepada
masyarakat di sekitar SL-PTT. Pada saat temu lapang, peserta sekolah lapang
menampilkan proses SL-PTT, hasil kajian, analisis agroekosistem, organisasi
kelompok tani, dan diskusi di lapang pada saat pertanaman akan dipanen
(Suryana, 2008).
Strategi dalam penerapan PTT ada dua, yakni pertama, anjuran teknologi
didasarkan pada bobot sumbangan teknologi terhadap peningkatan produktivitas
tanaman, baik secara parsial maupun terintegrasi dengan komponen teknologi
lainnya. Kedua, teknologi disuluhkan (didiseminasikan) kepada petani secara
bertahap. Penerapan PTT juga didasarkan pada 4 prinsip utama, yaitu:
(1) Partisipatif: artinya PTT membutuhkan partisipasi berbagai pihak, baik
fasilitator atau petugas (Penyuluh, POPT, PBT, Widyaiswara, Peneliti) maupun
petani. Petugas mendorong partisipasi aktif petani pelaksana dalam memilih
dan menentukan teknologi yang akan diterapkan pada lahan usahataninya serta
mendorong agar petani dapat menguji teknologi rekomendasi tersebut sesuai
dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran.
(2) Integrasi atau Terpadu: artinya PTT merupakan suatu keterpaduan
pengelolaan sumberdaya lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman
(OPT) dan iklim secara bijak untuk menjamin keberlanjutan proses produksi.
(3) Dinamis atau Spesifik Lokasi: artinya PTT memperhatikan kesesuaian
teknologi yang dikembangkan dengan lingkungan fi sik dan lingkungan sosial
ekonomi petani. Komponen teknologi di dalam PTT bukan “paket teknologi”
yang bersifat tetap, kaku atau “fixed” melainkan komponen teknologi yang
dikembangkan bersifat fl eksibel dan petani diberikan ruang dan kesempatan
untuk memilih, menentukan, menetapkan, mencoba, menguji, mengevaluasi
dan memperbaiki teknologi sesuai dengan permasalahan usahatani, kebutuhan
teknologi dan karakteristik sumberdaya (lahan, air, iklim, OPT, sosial ekonomi,
dan sosial budaya) setempat (spesifik lokasi) sehingga bersifat dinamis.
(4) Interaksi atau Sinergisme: artinya PTT memanfaatkan teknologi pertanian
terbaik yang dihasilkan, dimaksudkan mendapatkan efek sinergisme dari
interaksi akibat penerapan berbagai komponen teknologi PTT, baik tergolong
ke dalam teknologi dasar maupun tergolong ke dalam teknologi pilihan
(alternatif). (Admin, 2011).
Evaluasi dilakukan dengan narasumber Bapak H. Nur Hasyim, ketua
kelompok tani Rukun Tani dengan alamat Jl. Sarangan No.75 Antirogo Jember.
Kelompok tani ini memiliki jumlah anggota sebanyak 48 orang. Total dari semua
kepemilikan sawah dan tegal adalah luas sawah 27 hektar dan total luas tegal 6
hektar. Berdasarkan hasil wawancara maka dapat diketahui beberapa keterangan
tentang kabar dan perkembangan SLPTT dikelompok tani tersebut.
Bapak H. Nur Hasyim sangat terbuka dengan datangnya kami, sehingga
untuk mendapatkan berbagai informasi kami sangat leluasa. Data yang kami
dapatkan pertama adalah mengenai keaktifan kelompok tani Rukun Tani.
Berdasarkan keterangan beliau, kelompok rukun tani masih aktif dan berbagai
program masih terlaksana dengan baik. Sebelum membahas lebih dalam maka
akan kami tampilkan bagan susunan kepengurus kelompok tani rukun tani.
Bagan Susunan Kepengurus Kelompok Tani Rukun Tani
Jl. Sarangan No.75 Antirogo Jember
Menurut Bapak H. Nur Hasyim sebagai ketua kelompok tani Rukun Tani,
SL-PTT merupakan suatu tempat pendidikan bagi petani di Antirogo. Pendidikan
yang mengajarkan petani meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
mengenali potensi dan mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan
menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara
sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi lebih efisien,
berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan.
Pelaksanaan SL-PTT menggunakan sarana kelompok tani yang sudah
terbentuk dan masih aktif. Kelompok tani dimaksud adalah berbasis domosili atau
hamparan dimana lokasi lahan usahataninya masih dalam satu hamparan. Kali ini
responden evaluasi pelaksanaan SL-PTT yang ada di kelompok tani bernama
Rukun Tani, di Antirogo dengan narasumber H. Nur Hasyim selaku ketua
kelompok tani. Kelompok Tani ini berdiri sejak tahun 1985. Di Antirogo sendiri
terdapat 16 kelompok tani.
Secara umum luas satu unit SL-PTT adalah 25 hektar, dan di dalam SL-
PTT seluas itu dibangun laboratorium lapang (LL) seluas satu hektar. LL adalah
kawasan atau area dalam kawasan SL-PTT yang berfungsi sebagai percontohan,
tempat belajar dan tempat praktek penerapam teknologi yang disusun dan
diaplikasikan bersama kelompok tani atau petani. Seharusnya seperti itu namun
dalam prakteknya di kolompok Rukun Tani kegiatan pelatihan, tempat belajar
dapat dilakukan di tempat mana saja, baik di rumah anggota kelompok tani
maupun secara langsung di lapang. Hal ini mungkin dikarenakan keterbatasan
waktu untuk membuat laboratorium lapang, sehingga dalam prakteknya kegiatan
SL-PTT dapat dilakukan di rumah rumah petani sebagai anggota pelatihan SL-
PTT tersebut.
Kegiatan SL-PTT didukung oleh Pemandu Lapang (PL) yang terdiri dari
Penyuluh Pertanian, Pengamat Organisme Penganggu Tanaman (POPT),
Pengawas Benih Tanaman (PBT) yang telah mengikuti pelatihan. Di Antirogo
tersebut penyuluhan rutin diadakan oleh Dinas Pertanian sekali dalam satu bulan.
Apabila terjadi serangan berat maka Dinas Pertanian akan turun langsung dengan
memberikan obat secara gratis, namun apabila serangan berat maka petani
memang mendapatkan bantuan namun tidak gratis (diminta untuk membeli). Di
Antirogo pada umumnya permasalahan-permasalahan yang dibahas saat
pertemuan yaitu terkait dengan hama penyakit dan upaya peningkatan produksi.
Dalam satu tahun, tanaman yang dibudidayakan di daerah Antirogo ini
yaitu Padi-Padi-Tembakau. Hal ini dikarenakan untuk beralih ke tanaman lain
misalnya kedelai dirasa tidak menguntungkan, dikarenakan tanaman kedelai
produksinya kurang memuaskan maka petani di daerah tersebut tidak pernah lagi
menanamnya. Untuk rata-rata hasil atau produksi padi di daerah tersebut berkisar
antara 5-10 ton/ha. Pentingnya SL-PTT dimana prinsip PTT Padi sebagai suatu
pendekatan ekoregional yang ditempuh untuk meningkatkan produktivitas
tanaman padi dengan memperhatikan kaidah kaidah efisiensi. Dengan pendekatan
ini diharapkan selain produktivitas padi naik, biaya produksi optimal, produknya
berdaya saing dan lingkungan tetap terpelihara sehingga bisa berkelanjutan.
Dalam pengembangan inovasi teknologi dengan pendekatan PTT, diterapkan
prinsip sinergisme yaitu bahwa pengaruh komponen teknologi secara bersama
terhadap produktivitas lebih tinggi dari pengaruh penjumlahan dan komponen
teknologi sendiri sendiri. Selama pelatihan diberikan pengetahuan mengenai
pentingnya penggunaan benih atau bibit varietas unggul dalam sistem budidaya
tanaman, khusunya pertanaman padi. Di Antirogo apabila bibit yang digunakan
berasal dari bibit unggul maka produksinya akan lebih dari 5 ton/ha dengan
perawatan yang sederhana dan benih unggul juga lebih respon terhadap
pemupukan yang diberikan, sedangkan untuk varietas IR-64, Cibogo dan Ciheran
supaya menghasilkan produksi yang tinggi memerlukan pengolahan tanah secara
intensif dan pemupukan berimbang. Dahulu pernah ada bantuan bernama Bernas
Super dari luar yang harganya mahal dan dirasa petani sangat membantu
produktivitas padi, namun saat ini sudah tidak ada lagi bantuan seperti itu.
Prinsip pertanian berkelanjutan juga diterapkan dalam aplikasi SL-PTT.
Hal ini terlihat dari anjuran penyuluh kepeda para petani di Antirogo untuk
meminimalisir pemakaian pupuk anorganik, dan mengusahakan pemupukan yang
efektif dan efisien. Selain itu petani juga diajarkan untuk pembuatan kompos
organik berasal dari dedaunan dengan seperti itu petani diharapkan sedikit demi
sedikit beralih dari penggunaan pupuk an organik ke pemakaian kompos. Di
Antirogo pada penanaman padi yang pertama, penggunaan pupuk urea ditekan
seminim mungkin karena menurut petani, lahan bekas tembakau masih subur
sehingga cukup dengan menambahkan kompos sedikit saja dan kalau bisa tanpa
pemberian pupuk urea agar tidak tumbuh jamur. Pada penanaman padi yang
kedua, pemberian pupuk Nitrogen dimaksimumkan karena waktu penanamannya
sendiri telah menginjak musim panas. Pengolahan tanah pada tanam kedua ini
cukup mudah karena sudah rata namun seringkali pada penanaman kedua ini
timbul masalah. PPL sendiri juga menyerap informasi dari petani apabila ada
penemuan baru dari petani yang mana dapat ditularkan kepada petani lain. Setelah
pemanenan, hasil panen pertama biasanya langsung dijual (Kering Sawah) karena
petani tidak memiliki alat pengering gabah dan terburu-buru untuk keperluan
melunasi hutang. Meskipun begitu, petani tidak merasa rugi karena selisihnya
hanya sedikit apabila dibandingkan dengan hasil panen Kering Lumbung atau
Kering Gudang.
Dari segi penanggulangan hama dan penyakit, petani rata-rata melakukan
penyemprotan sebanyak 2 kali berdasarkan penuturan Bapak Hasyim, penyakit
akibat jamur dan bakteri dapat ditanggulangi asalkan dengan cara yang tepat
dengan menggunakan Amestatok atau Ujiman. Sedangkan apabila ada tanaman
yang terinfeksi virus satu-satunya jalan yang bisa ditempuh yaitu dengan langsung
membabat tanaman yang sakit tersebut agar tidak menular. Berdasarkan
pengetahuan Bapak Hasyim, gejala tanaman yang terserang virus yaitu terdapat
daun yang merah yang akan mati beberapa hari kemudian. Sedangkan apabila
terinfeksi bakteri maka gejala yang terlihat yaitu tanaman menjadi kerdil dan
banyak anaknya. Namun serangan bakteri dapat diatasi dengan penyemprotan.
Pertemuan setiap sebulan sekali tersebut dirasa petani sudah cukup untuk
membahas permasalahan-permasalahan yang muncul. Namun apabila terdapat
masalah yang sulit untuk diselesaikan, maka ahli hama dan penyakit yaitu Bapak
Makrom langsung terjun ke lapang.
Kegiatan monitoring dan evalusi dilakukan oleh Pemandu Lapang,
ditujukan untuk mengetahui perkembangan dan pelaksanaan SL-PTT. Aspek yang
dievaluasi antara lain meliputi : tingkat partisipasi peserta pada setiap kegiatan
SL-PTT, ketepatan penerapan teknologi, tingkat ketrampilam peserta, pencatatan
data. Kegiatan evaluasi dilakukan secara berkala dan rutin untuk memantau
kegiatan pertanaman yang dilakukan. Apabila terjadi suatu permasalahan di
lapang baik dikarenakan OPT meliputi hama, penyakit yang menyerang. Maka
secepatnya dilakukan penanggulangan permasalahan tersebut. Pemandu Lapang
akan mengkoordinasi petani untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi.
Bantuan yang sedikit menjadi daya tarik agar petani mau mengikuti
kegiatan penyuluhan. Namun bagi petani yang maju, kesadaran untuk mengikuti
setiap bentuk penyuluhan merupakan hal yang wajib karena selalu ada teknologi
baru yang diajarkan oleh Dinas Pertanian dan supaya tidak ketinggalan zaman.
Apabila mendapatkan bantuan sudah pasti juga mendapatkan sekolah lapang
sebanyak 8 kali pertemuan mulai dari sebelum penanaman sampai dengan panen.
Banyak sekali pelajaran yang dapat diaplikasikan oleh petani, salah satunya yaitu
mengenai cara memantau serangan hama penyakit yaitu dengan masuk ke tengah
sawah dan mengamati tanaman yang sakit dari bawah ke atas, mengumpulkan
sampel ham yang ditemukan serta menghitung populasi hama tersebut. Sehingga
pengalaman yang didapatkan ini akan dibagi dalam pertemuan selanjutnya
(sharing antar petani).
Peningkatan produktivitas usahatani padi melalui pendekatan SL-PTT
menjadi salah satu strategi yang diharapkan mampu memnberikan sumbangan
nyata dan lebih besar terhadap produksi padi daerah bahkan nasional. Pendekatan
ini akan berhasil meningkatkan produksi dan pendapatan petani manakala
didukung oleh semua pihak, termasuk pihak pihak yang bersangkutan baik dari
hulu maupun di hilir. Evaluasi dari SL-PTT yang di laksanakan di Antirogo
bahwasanya SL-PTT telah berlangsung dengan baik. Penyuluhan dan pelatihan
yang diberikan banyak membantu petani dalam budidaya tanaman yang
berdampak pada peningkatan hasil atau produktivitas di wilayah tersebut.
Pelatihan yang diberikan selama 1 kali dalam sebulan dirasa sudah cukup untuk
petani namun menurut responden bantuan masih diraskan kurang, sebab bantuan
yang diberikan pada dasarnya hanya untuk perangsang terlaksananya SL-PTT.
Pesan yang disampaikan Bapak Hasyim melalui kami yaitu supaya petani
di daerah tersebut dicarikan bibit unggul agar produksi lebih dari 6 ton (ada
peningkatan), petani pun membutuhkan bantuan karena pada dasarnya petani
masih memerlukan bantuan dari berbagai pihak baik berupa pupuk, penjualan
hasil panen dan penyuluhan secara rutin dan intensif karena sekarang ini telah
banyak ditemukan teknologi baru yang canggih yang tentunya pengetahuan petani
sangat terbatas. Kemudian bagi mahasiswa, diharapkan ada tindakan
keberlanjutan dari hasil evaluasi SLPTT ini. Sebagai contoh langkah sederhana
yaitu melaporkan kepada pihak terkait akan kesan dan harapan kelompok tani
terhadap SLPTT didaerahnya. Hal tersebut dirasa sebagai wujud rasa terimakasih
dan kepedulian akademisi terhadap keadaan petani saat ini.
BAB 4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) adalah suatu tempat
Pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi
permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai
dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan
lingkungan sehingga usahataninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan
berkelanjutan.
2. Teknik berjalannya SLPTT pada setiap daerah adalah menggunakan sarana
kelompok tani yang sudah terbentuk dan masih aktif.
3. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) untuk tanaman padi kelompok tani
Rukun Tani dengan alamat Jl. Sarangan No.75 Antirogo Jember merupakan
upaya sistematis Dinas Pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman petani terhadap masalah yang dihadapinya dalam usahatani padi
serta identifikasi peluang pengembangan yang mungkin dilakukan.
4.2 Saran
Untuk perbaikan praktikum kedepannya para praktikan diharapkan lebih
cermat dalam memperhatikan pengarahan dan pengumuman baik dari Dosen
maupun Asisten. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesalahan informasi.
Kemudian diharapkan ada tindakan keberlanjutan dari hasil evaluasi SLPTT ini.
Sebagai contoh langkah sederhana yaitu melaporkan kepada pihak terkait akan
kesan dan harapan kelompok tani terhadap SLPTT didaerahnya. Hal tersebut
dirasa sebagai wujud rasa terimakasih dan kepedulian akademisi terhadap keadaan
petani.
DAFTAR PUSTAKA
Admin.2011. SLPTT Padi Sawah. http://a289431visidanmisi.blogspot.com /2012/02/slptt-padi-sawah.html. Diakses pada 4 Mei 2013.
Ishaq, Iskandar dkk.. 2009. Petunjuk Teknis Lapangan Bagi Penyuluh Pertanian. Jawa Barat : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Jamal, Erizal. 2009. Telaah Penggunaan Pendekatan Sekolah Lapang dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi : Kasus di Kabupaten Blitar dan Kediri, Jawa Timur. Analisis Kebijakan Pertanian. 7(4) 337-349
Novia dan Rifki. 2011. Respon Petani Terhadap Kegiatan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpad (SLPTT) di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. Ilmu Pertanian. 7(2): 48-60.
Suryana, Achmad. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan tanaman Terpadu (SL-PTT). Jakarta : Departemen Pertanian.