12
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK Judul : Rekristalisasi Tujuan Percobaan : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik. Pendahuluan Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat-zat tersebut setelah dilarutkan dalam suatu pelarut yang sesuai. Larutan zat yang diinginkan dilarutkan dalam suatu pelarut yang kemudian dikristalkan kembali dengan cara menjenuhkan larutan tersebut. Prinsip proses rekristalisasi ini berdasarkan pada perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat pencampurnya. Senyawa dilarutkan ke dalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan sampai semua senyawanya terlarut sempurna, namun apabila pada temperatur kamar senyawa tersebut dapat terlarut sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan apabila suatu senyawa belum atau tidak terlarut sempurna dalam pelarut pada suhu kamar. Pelarut yang cocok dapat dipilih pelarut yang mempunyai titik didih rendah untuk dapat mempermudah proses pengeringan kristal, mempunyai titik didih yang lebih rendah daripada titik leleh zat padat yang dilarutkan agar zat yang akan diuraikan tidak terdisosiasi, dan pelarut yang digunakan harus inert agar tidak bereaksi dengan zat yang akan dilarutkan Paraf Asisten

Laporan 4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Kimia Organik

Citation preview

Page 1: Laporan 4

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

Judul : Rekristalisasi

Tujuan Percobaan : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik.

Pendahuluan

Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara

mengkristalkan kembali zat-zat tersebut setelah dilarutkan dalam suatu pelarut yang sesuai.

Larutan zat yang diinginkan dilarutkan dalam suatu pelarut yang kemudian dikristalkan

kembali dengan cara menjenuhkan larutan tersebut. Prinsip proses rekristalisasi ini

berdasarkan pada perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat

pencampurnya. Senyawa dilarutkan ke dalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan

sampai semua senyawanya terlarut sempurna, namun apabila pada temperatur kamar senyawa

tersebut dapat terlarut sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu dilakukan pemanasan.

Pemanasan hanya dilakukan apabila suatu senyawa belum atau tidak terlarut sempurna dalam

pelarut pada suhu kamar. Pelarut yang cocok dapat dipilih pelarut yang mempunyai titik didih

rendah untuk dapat mempermudah proses pengeringan kristal, mempunyai titik didih yang

lebih rendah daripada titik leleh zat padat yang dilarutkan agar zat yang akan diuraikan tidak

terdisosiasi, dan pelarut yang digunakan harus inert agar tidak bereaksi dengan zat yang akan

dilarutkan (Fessenden, 1983).

Rekristalisasi sebelumnya terjadi proses kristalisasi, dimana dilakukan pemisahan zat

padat dari larutannya dengan menguapkan pelarutnya, zat padat tersebut dalam keadaan lewat

jenuh dan akan berbentuk kristal. Selama proses kristalisasi hanya partikel murni yang akan

mengkristal sedangkan zat-zat yang tidak diinginkan akan tetap dalam wujud cair. Kristal

yang terbentuk selama pengendapan semakin besar, maka semakin mudah kristal-kristal

tersebut dapat disaring dan semakin cepat turun keluar dari larutan. Proses rekristalisasi

berkaitan dengan reaksi pengendapan. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh

dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari

larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung pada suhu, tekanan, konsentrasi zat lain yang

terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya (Arsyad, 2001).

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan bergantung pada dua faktor, yaitu laju

Paraf Asisten

Page 2: Laporan 4

pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti bergantung

pada derajat lewat jenuh dari larutan, semakin tinggi derajat lewat jenuh maka semakin besar

kemungkinan untuk membentuk inti baru, sehingga laju pembentukan intinya akan semakin

besar. Laju pembentukkan inti tinggi, maka semakin banyak kristal yang terbentuk dalam

bentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pertumbuhan kristal merupakan

faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan

berlangsung, apabila laju pertumbuhan kristal tinggi maka kristal-kristal besar akan terbentuk

yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).

Partikel-partikel padat zat pengotor juga dapat berfungsi sebagai inti kristal, semakin

banyak inti kristal yang terbentuk maka semakin halus butir-butir hasil kristalisasi. Hasil

kristalisasi biasanya diharapkan mempunyai butir-butir yang kasar dan seragam, sehingga

perlu dilakukan pemantauan terhadap proses pembentukan inti. Pertumbuhan kristal itu sendiri

merupakan penggabungan dari dua proses, yaitu:

a. Transportasi molekul-molekul atau ion-ion dari bahan yang akan dikristalisasi dari dalam

larutan ke permukaan kristal dengan cara difusi. Proses ini dapat berlangsung semakin cepat

apabila derajat lewat jenuh dalan larutan semakin besar.

b. Penempatan molekul-molekul atau ion-ion pada kisi kristal, semakin luas permukaan total

kisi kristal maka semakin banyak zat yang dapat ditempatkan pada kisi kristal per satuan

waktu

(Bernasconi, 1995).

Proses rekristalisasi dimulai dengan memilih pelarut yang sesuai, melarutkan zat dalam

pelarut, melakukan filtrasi gravitasi, mengambil dan memindahkan kristal zat padat,

mengumpulkan kristal dengan filtrasi vacum, menguapkan dan menghilangkan pelarut dari

kristal, mengeringkan kristal yang terbentuk. Kristal dapat digolongkan berdasarkan sifat

ikatan antara atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul yang menyusunnya. Penggolongan ini

menggunakan jumlah dan jenis unsur yang semestinya, apabila hasil rotasi, pantulan atau

invers suatu zat dapat dengan tepat di suspensi pada benda asalnya maka struktur tersebut

dikatakan mengandung unsur seperti simetri sumbu rotasi, bidang pantulan, atau titik pusat.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan pembentukkan kristal antara lain derajat

lewat jenuh, jumlah inti (luas permukaan total dari kristal yang ada), pergerakan antara larutan

dan kristal, viskositas larutan, jenis serta banyaknya pengotor (Wilbraham, 1992).

Page 3: Laporan 4

Prinsip Kerja

A. Pemilihan pelarut pada prinsipnya didasarkan pada kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut,

pelarut yang baik yaitu apabila suatu zat dilarutkan dalam suatu pelarut pada suhu ruang tidak

dapat larut, tetapi ketika dipanaskan maka zat tersebut akan larut dan ketika didinginkan zat

tersebut akan mengkristal kembali.

B. Prinsip rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan

dengan zat pengotornya dalam suatu pelarut yang cocok, sehingga akan diperoleh kristal yang

lebih murni.

Alat

Tabung reaksi, gelas beaker, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer,

corong Buchner, timbangan, alat penentu titik leleh.

Bahan

Etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, akuades, sampel A, sampel B, bodrex,

kapas, es batu.

Prosedur Kerja

A. Pemilihan Pelarut

Masing-masing sampel yang telah dihaluskan dimasukkan sebanyak 0,05 g kedalam 6

tabung reaksi. Ditambahkan 3 mL akuades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan n-

heksana pada masing-masing tabung reaksi dan diberi nomor 1-6 secara berurutan. Tabung

dikocok dan diamati apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar dan dicatat

pengamatannya.

Tabung yang berisi sampel yang tidak larut dipanaskan, kemudian tabung dikocok dan

dicatat pengamatannya bilamana sampel tersebut larut dalam pelarut panas. Larutan kemudian

dibiarkan hingga menjadi dingin dan diamati pembentukan kristalnya. Masing-masing pelarut

dicatat dan ditunjukkan pelarut manakah yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan

dicocokkan untuk proses rekristalisasi sampel. Dilakukan prosedur yang sama dengan langkah

di atas untuk sampel unknown dan ditentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya.

B. Rekristalisasi Sampel Unknown

Sampel unknown dimasukkan sebanyak 0,1 g kedalam erlenmeyer dan ditambahkan 1 mL

pelarut yang sesuai (hasil dari prosedur A.6). Campuran dipanaskan perlahan sambil dikocok

Page 4: Laporan 4

larutannya hingga semua padatan larut dan dilanjutkan pemanasan. Setiap penambahan pelarut

diamati apakah lebih banyak padatan yang terlarut atau tidak, jika tidak banyak padatan yang

larut kemungkinan karena adanya pengotor. Larutan panas tersebut disaring melewati pipet

Pasteur penyaring untuk menghilangkan pengotor yang tidak larut atau dapat menggunakan

karbon aktif. Langkah ini bisa diloncati langsung menuju langkah B.7 jika tidak terdapat

partikel yang tidak larut atau semua padatan telah dapat larut sempurna.

Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan memasukkan sedikit kapas pada pipet lalu

ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada di bagian bawah. Pipet penyaring

dipanaskan dengan cara melewatkan pelarut panas beberapa kali dalam pipet dan tampung

pelarut panas yang telah melewati pipet dalam wadah penampung atau erlenmeyer. Bilamana

larutan memenuhi pipet, larutan didorong dengan bantuan karet penghisap. Sebelum larutan

sampel dilewatkan dalam pipet penyaring, diencerkan terlebih dahulu untuk mencegah

terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan. Pipet Pasteur penyaring dicuci dengan

sejumlah pelarut panas untuk recovery solute yang kemungkinan terkristalisasi didalam pipet

dan kapas. Wadah penampung atau erlenmeyer ditutup dan biarkan filtrat (larutan) menjadi

dingin. Setelah larutan berada dalam suhu kamar, disiapkan ice bath untuk menyempurnakan

proses kristalisasi. Wadah larutan dimasukkan ke dalam ice bath, dan amati pembentukan

kristalnya. Kristal disaring dan dicuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan

penyaring Buchner dan dilanjutkan penyaringan hingga kering. Kristal ditimbang dan dihitung

persen recovery-nya. Tentukan dan catat titik leleh kristal.

Waktu yang dibutuhkan

No Kegiatan Pukul Waktu

1. Preparasi alat dan bahan 07.00-07.15 15 menit

2. Pemilihan pelarut pada sampel A dan C 07.15-08.15 60 menit

3. Pemilihan pelarut pada sampel unknown 08.15-08.45 30 menit

4. Rekristalisasi sampel unknown dengan pelarut yang cocok 08.45-09.15 30 menit

5. Penyaringan sampel dengan pipet pasteur dan penyaring buchner 09.15-09.45 30 menit

6. Pengeringan sampel dan penimbangan sampel recovery 09.45-10.10 25 menit

7. Penentuan titik leleh pada sampel unknown 10.10-10.40 15 menit

Total waktu 160 menit

Page 5: Laporan 4

Data dan Perhitungan

a. Pemilihan Pelarut

No Pelarut Sampel

A B (Bodrex) C

1 Etil asetat Larut Larut sebagian (+) Larut

+ dipanaskan - Larut -

+ didinginkan Larut Tidak larut Larut

2 Aseton Larut Larut sebagian (++) Larut

+ dipanaskan - Larut -

+ didinginkan Larut Larut Larut

3 Etanol 95% Larut Larut sebagian (+++) Larut

+ dipanaskan - Larut -

+ didinginkan Larut Tidak larut Larut

4 Akuades Tidak larut Larut sebagian (+++++) Tidak larut

+ dipanaskan Larut Larut Larut

+ didinginkan Larut Mengkristal Mengkristal

5 n-heksana Tidak larut Tidak larut (+++) Tidak larut

+ dipanaskan Tidak larut Tidak larut Larut

+ didinginkan Tidak larut Tidak larut Mengkristal

6 Toluena Tidak larut Larut sebagian (++++) Larut

+ dipanaskan Larut Tidak larut -

+ didinginkan Larut Tidak larut Larut

b. Rekristalisasi untuk sampel unknown

Massa sampel awal = 0,10 g

Massa kertas saring awal = 0,50 g

Massa kertas saring + sampel = 0,56 g

Massa recovery sampel = 0,06 g

% recovery = 0,06 g0,10g

x100 %=60 %

Page 6: Laporan 4

Titik leleh kristal yang diperoleh = 183˚C

Hasil

a. Pemilihan Pelarut pada Sampel A

No Pelarut Pengamatan Gambar

+ pelarut dipanaskan didinginkan

1. Etil asetat Larut - Larut

2. Aseton Larut - Larut

3. Etanol

95%

Larut - Larut

4. Akuades Tidak larut Larut Larut

5. n-heksana Tidak larut Tidak larut Tidak larut

6. Toluena Tidak larut Larut Larut

b. Pemilihan Pelarut pada Sampel B (unknown)

No Pelarut Pengamatan Gambar

+ pelarut dipanaskan didinginkan

1. Etil asetat Larut sebagian

(+)

Larut Tidak larut Dipanaskan

Didinginkan

2. Aseton Larut sebagian

(++)

Larut Larut

3. Etanol 95% Larut sebagian

(+++)

Larut

sebagian

Tidak larut

4. Akuades Larut sebagian

(+++++)

Larut Mengkristal

5. n-heksana Tidak larut Tidak larut Tidak larut

6. Toluena Larut sebagian

(++++)

Tidak larut Tidak larut

Page 7: Laporan 4

c. Pemilihan Pelarut pada Sampel C

No Pelarut Pengamatan Gambar

+ pelarut dipanaskan didinginkan

1. Etil asetat Larut - Larut

2. Aseton Larut - Larut

3. Etanol 95% Larut - Larut

4. Akuades Tidak larut Larut Tidak larut

5. n-heksana Tidak larut Larut Mengkristal

6. Toluena Larut - Larut

d. Rekristalisasi Sampel Unknown dengan Pelarut akuades

No Percobaan Hasil

1. Persen recovery 60%

2. Titik leleh sampel

unknown (Bodrex)

183˚C

Pembahasan Hasil

Percobaan kali ini mengenai proses rekristalisasi yang terbagi menjadi dua tahap. Tahap

pertama dimana keempat sampel yang tidak diketahui menggunakan enam pelarut berbeda.

Perlakuan tersebut bertujuan untuk memilih pelarut yang terbaik bagi keempat sampel untuk

proses rekristalisasi. Tahap kedua yaitu memulai proses rekristalisasi untuk satu sampel yaitu

bodrexin dengan satu pelarut yang paling baik diantara enam pelarut tersebut. Enam pelarut

tersebut adalah heksana, akuades, etanol 95%, etil asetat, aseton dan toluena.sampel yang

yang digunakan adalah asam benzoat, asam salisilat, asetanilida, dan bodrexin.

Page 8: Laporan 4

Nama Praktikan

Vivi Ruthmianingsih

131810301018