Upload
vivi-ruthmianingsih
View
240
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Kimia Organik
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Judul : Rekristalisasi
Tujuan Percobaan : Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik.
Pendahuluan
Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara
mengkristalkan kembali zat-zat tersebut setelah dilarutkan dalam suatu pelarut yang sesuai.
Larutan zat yang diinginkan dilarutkan dalam suatu pelarut yang kemudian dikristalkan
kembali dengan cara menjenuhkan larutan tersebut. Prinsip proses rekristalisasi ini
berdasarkan pada perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan zat
pencampurnya. Senyawa dilarutkan ke dalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan
sampai semua senyawanya terlarut sempurna, namun apabila pada temperatur kamar senyawa
tersebut dapat terlarut sempurna di dalam pelarut, maka tidak perlu dilakukan pemanasan.
Pemanasan hanya dilakukan apabila suatu senyawa belum atau tidak terlarut sempurna dalam
pelarut pada suhu kamar. Pelarut yang cocok dapat dipilih pelarut yang mempunyai titik didih
rendah untuk dapat mempermudah proses pengeringan kristal, mempunyai titik didih yang
lebih rendah daripada titik leleh zat padat yang dilarutkan agar zat yang akan diuraikan tidak
terdisosiasi, dan pelarut yang digunakan harus inert agar tidak bereaksi dengan zat yang akan
dilarutkan (Fessenden, 1983).
Rekristalisasi sebelumnya terjadi proses kristalisasi, dimana dilakukan pemisahan zat
padat dari larutannya dengan menguapkan pelarutnya, zat padat tersebut dalam keadaan lewat
jenuh dan akan berbentuk kristal. Selama proses kristalisasi hanya partikel murni yang akan
mengkristal sedangkan zat-zat yang tidak diinginkan akan tetap dalam wujud cair. Kristal
yang terbentuk selama pengendapan semakin besar, maka semakin mudah kristal-kristal
tersebut dapat disaring dan semakin cepat turun keluar dari larutan. Proses rekristalisasi
berkaitan dengan reaksi pengendapan. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh
dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari
larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung pada suhu, tekanan, konsentrasi zat lain yang
terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya (Arsyad, 2001).
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan bergantung pada dua faktor, yaitu laju
Paraf Asisten
pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti bergantung
pada derajat lewat jenuh dari larutan, semakin tinggi derajat lewat jenuh maka semakin besar
kemungkinan untuk membentuk inti baru, sehingga laju pembentukan intinya akan semakin
besar. Laju pembentukkan inti tinggi, maka semakin banyak kristal yang terbentuk dalam
bentuk endapan yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju pertumbuhan kristal merupakan
faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan
berlangsung, apabila laju pertumbuhan kristal tinggi maka kristal-kristal besar akan terbentuk
yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh (Svehla, 1979).
Partikel-partikel padat zat pengotor juga dapat berfungsi sebagai inti kristal, semakin
banyak inti kristal yang terbentuk maka semakin halus butir-butir hasil kristalisasi. Hasil
kristalisasi biasanya diharapkan mempunyai butir-butir yang kasar dan seragam, sehingga
perlu dilakukan pemantauan terhadap proses pembentukan inti. Pertumbuhan kristal itu sendiri
merupakan penggabungan dari dua proses, yaitu:
a. Transportasi molekul-molekul atau ion-ion dari bahan yang akan dikristalisasi dari dalam
larutan ke permukaan kristal dengan cara difusi. Proses ini dapat berlangsung semakin cepat
apabila derajat lewat jenuh dalan larutan semakin besar.
b. Penempatan molekul-molekul atau ion-ion pada kisi kristal, semakin luas permukaan total
kisi kristal maka semakin banyak zat yang dapat ditempatkan pada kisi kristal per satuan
waktu
(Bernasconi, 1995).
Proses rekristalisasi dimulai dengan memilih pelarut yang sesuai, melarutkan zat dalam
pelarut, melakukan filtrasi gravitasi, mengambil dan memindahkan kristal zat padat,
mengumpulkan kristal dengan filtrasi vacum, menguapkan dan menghilangkan pelarut dari
kristal, mengeringkan kristal yang terbentuk. Kristal dapat digolongkan berdasarkan sifat
ikatan antara atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul yang menyusunnya. Penggolongan ini
menggunakan jumlah dan jenis unsur yang semestinya, apabila hasil rotasi, pantulan atau
invers suatu zat dapat dengan tepat di suspensi pada benda asalnya maka struktur tersebut
dikatakan mengandung unsur seperti simetri sumbu rotasi, bidang pantulan, atau titik pusat.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan pembentukkan kristal antara lain derajat
lewat jenuh, jumlah inti (luas permukaan total dari kristal yang ada), pergerakan antara larutan
dan kristal, viskositas larutan, jenis serta banyaknya pengotor (Wilbraham, 1992).
Prinsip Kerja
A. Pemilihan pelarut pada prinsipnya didasarkan pada kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut,
pelarut yang baik yaitu apabila suatu zat dilarutkan dalam suatu pelarut pada suhu ruang tidak
dapat larut, tetapi ketika dipanaskan maka zat tersebut akan larut dan ketika didinginkan zat
tersebut akan mengkristal kembali.
B. Prinsip rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan
dengan zat pengotornya dalam suatu pelarut yang cocok, sehingga akan diperoleh kristal yang
lebih murni.
Alat
Tabung reaksi, gelas beaker, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer,
corong Buchner, timbangan, alat penentu titik leleh.
Bahan
Etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, akuades, sampel A, sampel B, bodrex,
kapas, es batu.
Prosedur Kerja
A. Pemilihan Pelarut
Masing-masing sampel yang telah dihaluskan dimasukkan sebanyak 0,05 g kedalam 6
tabung reaksi. Ditambahkan 3 mL akuades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan n-
heksana pada masing-masing tabung reaksi dan diberi nomor 1-6 secara berurutan. Tabung
dikocok dan diamati apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar dan dicatat
pengamatannya.
Tabung yang berisi sampel yang tidak larut dipanaskan, kemudian tabung dikocok dan
dicatat pengamatannya bilamana sampel tersebut larut dalam pelarut panas. Larutan kemudian
dibiarkan hingga menjadi dingin dan diamati pembentukan kristalnya. Masing-masing pelarut
dicatat dan ditunjukkan pelarut manakah yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan
dicocokkan untuk proses rekristalisasi sampel. Dilakukan prosedur yang sama dengan langkah
di atas untuk sampel unknown dan ditentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya.
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Sampel unknown dimasukkan sebanyak 0,1 g kedalam erlenmeyer dan ditambahkan 1 mL
pelarut yang sesuai (hasil dari prosedur A.6). Campuran dipanaskan perlahan sambil dikocok
larutannya hingga semua padatan larut dan dilanjutkan pemanasan. Setiap penambahan pelarut
diamati apakah lebih banyak padatan yang terlarut atau tidak, jika tidak banyak padatan yang
larut kemungkinan karena adanya pengotor. Larutan panas tersebut disaring melewati pipet
Pasteur penyaring untuk menghilangkan pengotor yang tidak larut atau dapat menggunakan
karbon aktif. Langkah ini bisa diloncati langsung menuju langkah B.7 jika tidak terdapat
partikel yang tidak larut atau semua padatan telah dapat larut sempurna.
Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan memasukkan sedikit kapas pada pipet lalu
ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada di bagian bawah. Pipet penyaring
dipanaskan dengan cara melewatkan pelarut panas beberapa kali dalam pipet dan tampung
pelarut panas yang telah melewati pipet dalam wadah penampung atau erlenmeyer. Bilamana
larutan memenuhi pipet, larutan didorong dengan bantuan karet penghisap. Sebelum larutan
sampel dilewatkan dalam pipet penyaring, diencerkan terlebih dahulu untuk mencegah
terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan. Pipet Pasteur penyaring dicuci dengan
sejumlah pelarut panas untuk recovery solute yang kemungkinan terkristalisasi didalam pipet
dan kapas. Wadah penampung atau erlenmeyer ditutup dan biarkan filtrat (larutan) menjadi
dingin. Setelah larutan berada dalam suhu kamar, disiapkan ice bath untuk menyempurnakan
proses kristalisasi. Wadah larutan dimasukkan ke dalam ice bath, dan amati pembentukan
kristalnya. Kristal disaring dan dicuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan
penyaring Buchner dan dilanjutkan penyaringan hingga kering. Kristal ditimbang dan dihitung
persen recovery-nya. Tentukan dan catat titik leleh kristal.
Waktu yang dibutuhkan
No Kegiatan Pukul Waktu
1. Preparasi alat dan bahan 07.00-07.15 15 menit
2. Pemilihan pelarut pada sampel A dan C 07.15-08.15 60 menit
3. Pemilihan pelarut pada sampel unknown 08.15-08.45 30 menit
4. Rekristalisasi sampel unknown dengan pelarut yang cocok 08.45-09.15 30 menit
5. Penyaringan sampel dengan pipet pasteur dan penyaring buchner 09.15-09.45 30 menit
6. Pengeringan sampel dan penimbangan sampel recovery 09.45-10.10 25 menit
7. Penentuan titik leleh pada sampel unknown 10.10-10.40 15 menit
Total waktu 160 menit
Data dan Perhitungan
a. Pemilihan Pelarut
No Pelarut Sampel
A B (Bodrex) C
1 Etil asetat Larut Larut sebagian (+) Larut
+ dipanaskan - Larut -
+ didinginkan Larut Tidak larut Larut
2 Aseton Larut Larut sebagian (++) Larut
+ dipanaskan - Larut -
+ didinginkan Larut Larut Larut
3 Etanol 95% Larut Larut sebagian (+++) Larut
+ dipanaskan - Larut -
+ didinginkan Larut Tidak larut Larut
4 Akuades Tidak larut Larut sebagian (+++++) Tidak larut
+ dipanaskan Larut Larut Larut
+ didinginkan Larut Mengkristal Mengkristal
5 n-heksana Tidak larut Tidak larut (+++) Tidak larut
+ dipanaskan Tidak larut Tidak larut Larut
+ didinginkan Tidak larut Tidak larut Mengkristal
6 Toluena Tidak larut Larut sebagian (++++) Larut
+ dipanaskan Larut Tidak larut -
+ didinginkan Larut Tidak larut Larut
b. Rekristalisasi untuk sampel unknown
Massa sampel awal = 0,10 g
Massa kertas saring awal = 0,50 g
Massa kertas saring + sampel = 0,56 g
Massa recovery sampel = 0,06 g
% recovery = 0,06 g0,10g
x100 %=60 %
Titik leleh kristal yang diperoleh = 183˚C
Hasil
a. Pemilihan Pelarut pada Sampel A
No Pelarut Pengamatan Gambar
+ pelarut dipanaskan didinginkan
1. Etil asetat Larut - Larut
2. Aseton Larut - Larut
3. Etanol
95%
Larut - Larut
4. Akuades Tidak larut Larut Larut
5. n-heksana Tidak larut Tidak larut Tidak larut
6. Toluena Tidak larut Larut Larut
b. Pemilihan Pelarut pada Sampel B (unknown)
No Pelarut Pengamatan Gambar
+ pelarut dipanaskan didinginkan
1. Etil asetat Larut sebagian
(+)
Larut Tidak larut Dipanaskan
Didinginkan
2. Aseton Larut sebagian
(++)
Larut Larut
3. Etanol 95% Larut sebagian
(+++)
Larut
sebagian
Tidak larut
4. Akuades Larut sebagian
(+++++)
Larut Mengkristal
5. n-heksana Tidak larut Tidak larut Tidak larut
6. Toluena Larut sebagian
(++++)
Tidak larut Tidak larut
c. Pemilihan Pelarut pada Sampel C
No Pelarut Pengamatan Gambar
+ pelarut dipanaskan didinginkan
1. Etil asetat Larut - Larut
2. Aseton Larut - Larut
3. Etanol 95% Larut - Larut
4. Akuades Tidak larut Larut Tidak larut
5. n-heksana Tidak larut Larut Mengkristal
6. Toluena Larut - Larut
d. Rekristalisasi Sampel Unknown dengan Pelarut akuades
No Percobaan Hasil
1. Persen recovery 60%
2. Titik leleh sampel
unknown (Bodrex)
183˚C
Pembahasan Hasil
Percobaan kali ini mengenai proses rekristalisasi yang terbagi menjadi dua tahap. Tahap
pertama dimana keempat sampel yang tidak diketahui menggunakan enam pelarut berbeda.
Perlakuan tersebut bertujuan untuk memilih pelarut yang terbaik bagi keempat sampel untuk
proses rekristalisasi. Tahap kedua yaitu memulai proses rekristalisasi untuk satu sampel yaitu
bodrexin dengan satu pelarut yang paling baik diantara enam pelarut tersebut. Enam pelarut
tersebut adalah heksana, akuades, etanol 95%, etil asetat, aseton dan toluena.sampel yang
yang digunakan adalah asam benzoat, asam salisilat, asetanilida, dan bodrexin.
Nama Praktikan
Vivi Ruthmianingsih
131810301018