49
BAB I PENDAHULUAN Pecahnya limpa dapat terjadi akibat rudapaksa tajam atau tumpul, sewaktu operasi, dan yang jarang terjadi, ruptur spontan. Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau trauma toraks kiri bagian bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati dan pankreas. 1 Walaupun dilindungi di bawah tulang rusuk, limpa tetap rentan terkena cedera tumpul abdomen pada semua kelompok umur. 2 Penyebab utamanya adalah cedera langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada olahraga luncur atau olahraga kontak, seperti yudo, karate, dan silat. 1 Limpa mendapat vaskularisasi yang banyak, yaitu dilewati kurang lebih 350 liter darah per harinya yang hampir sama dengan satu kantung unit darah sekali pemberian. Karena alasan ini, trauma pada limpa mengancam kelangsungan hidup seseorang. 3 Trauma limpa terjadi pada 25% dari semua trauma tumpul abdomen. Perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 3 : 2, ini mungkin berhubungan dengan tingginya kegiatan dalam olahraga, berkendaraan dan bekerja kasar pada laki-laki. 3

lapkas ruptur limpa

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: lapkas ruptur limpa

BAB I

PENDAHULUAN

Pecahnya limpa dapat terjadi akibat rudapaksa tajam atau tumpul, sewaktu

operasi, dan yang jarang terjadi, ruptur spontan. Limpa merupakan organ yang

paling sering terluka pada trauma tumpul abdomen atau trauma toraks kiri bagian

bawah. Keadaan ini mungkin disertai kerusakan usus halus, hati dan pankreas.1

Walaupun dilindungi di bawah tulang rusuk, limpa tetap rentan terkena

cedera tumpul abdomen pada semua kelompok umur.2 Penyebab utamanya adalah

cedera langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat tinggi, pada

olahraga luncur atau olahraga kontak, seperti yudo, karate, dan silat.1 Limpa

mendapat vaskularisasi yang banyak, yaitu dilewati kurang lebih 350 liter darah

per harinya yang hampir sama dengan satu kantung unit darah sekali pemberian.

Karena alasan ini, trauma pada limpa mengancam kelangsungan hidup seseorang.3

Trauma limpa terjadi pada 25% dari semua trauma tumpul abdomen.

Perbandingan laki-laki dan perempuan yaitu 3 : 2, ini mungkin berhubungan

dengan tingginya kegiatan dalam olahraga, berkendaraan dan bekerja kasar pada

laki-laki.3

Angka kejadian tertinggi pada umur 15-35 tahun. Diagnosis untuk trauma

tembus limpa mudah ditegakkan karena biasanya pasien datang dirujuk untuk

tindakan operasi. Pada banyak kasus, foto thoraks dan abdomen menjadi langkah

awal untuk menilai pasien dengan trauma tumpul abdomen. Namun efek dari

trauma tumpul abdomen kadang tertutupi oleh trauma yang lebih nyata. Pada

beberapa pasien, kadang tanpa gejala. Hal ini membuat tingginya mortalitas

trauma tumpul abdomen dibanding trauma tembus. Oleh karena itu, radiologis

harus mempunyai indeks kecurigaan lebih tinggi dan menyarankan pemeriksaan

pencitraan bentuk lain lebih lanjut untuk mengevalusi ulang.3

Page 2: lapkas ruptur limpa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAN

1. Anatomi dan Fisiologi

Limpa berasal dari diferensiasi jaringan mesenkimal mesogastrium

dorsal. Berat rata-rata pada manusia dewasa berkisar 75-100 gram, biasanya

sedikit mengecil setelah berumur 60 tahun sepanjang tidak disertai adanya

patologi lainnya , ukuran dan bentuk bervariasi, panjang ± 10-11cm, lebar + 6-

7 cm, tebal + 3-4 cm.4

Limpa terletak di kuadran kiri atas dorsal di abdomen pada permukaan

bawah diafragma, terlindung oleh iga ke IX, X, dan XI. Limpa terpancang

ditempatnya oleh lipatan peritoneum yang diperkuat oleh beberapa ligamentum

suspensorium yaitu:3,4

1. Ligamentum splenoprenika posterior (mudah dipisahkan secara tumpul).

2. Ligamentum gastrosplenika, berisi vasa gastrika brevis

3. Ligamentum splenokolika terdiri dari bagian lateral omentum majus

4. Ligamentum splenorenal.

Limpa merupakan organ paling vaskuler, dialiri darah sekitar 350 L per

hari dan berisi kira-kira 1 unit darah pada saat tertentu. Vaskularisasinya

meliputi arteri lienalis, variasi cabang pankreas dan beberapa cabang dari

gaster (vasa Brevis). Arteri lienalis merupakan cabang terbesar dari trunkus

celiakus. Biasanya menjadi 5-6 cabang pada hilus sebelum memasuki limpa.

Pada 85 % kasus, arteri lienalis bercabang menjadi 2 yaitu ke superior dan

inferior sebelum memasuki hilus. Sehingga hemi splenektomi bisa dilakukan

pada keadaan tersebut. Vena lienalis bergabung dengan vena mesenterika

superior membentuk vena porta.3,4

Limpa asesoria ditemukan pada 30% kasus. Paling sering terletak di hilus

limpa, sekitar arteri lienalis, ligamentum splenokolika, ligamentum

gastrosplenika, ligamentum splenorenal, dan omentum majus. Bahkan mungkin

ditemukan pada pelvis wanita, pada regio presakral atau berdekatan dengan

Page 3: lapkas ruptur limpa

ovarium kiri dan pada scrotum sejajar dengan testis kiri. Dibedakan menjadi 2

tipe:5

1. Berupa konstriksi bagian organ yang dibatasi jaringan fibrosa.

2. Berupa massa terpisah.

Secara fisik, limpa banyak berhubungan dengan organ vital abdomen

yaitu, diafragma kiri di superior, kaudal pankreas di medial, lambung di

anteromedial, ginjal kiri dan kelenjar adrenal di posteromedial, dan fleksura

splenikus di inferior.2

Gambar 1. Anatomi Limpa

Fisiologi

Fungsi limpa dibagi menjadi 5 kategori:3

1. Filter sel darah merah

2. Produksi opsonin-tufsin dan properdin

3. Produksi Imunoglobulin lg M

4. Produksi hematopoesis in utero

5. Regulasi T dan B limfosit

Pada janin usia 5-8 bulan limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan

sel darah merah dan putih. Fungsi ini tidak berlanjut dan hilang sama sekali

pada usia dewasa. Selain itu, limpa berfungsi menyaring darah, artinya sel yang

tidak normal, diantaranya eritrosit, leukosit, dan trombosit tua ditahan dan

dirusak oleh sistem retikuloendotelium disana. Untuk menjalankan faal ini,

Page 4: lapkas ruptur limpa

limpa diedari darah sampai 350 liter sehari sehingga merupakan alat yang

paling kaya pendarahannya.1

Limpa juga merupakan organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi

oleh bakteri melalui darah dan tubuh belum atau sedikit memiliki antibodi.

Kemampuan ini akibat adanya mikrosirkulasi yang unik pada limpa. Sirkulasi

ini memungkinkan aliran yang lambat sehingga limpa punya waktu untuk

memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk. Antigen partikulat

dibersihkan dengan cara yang mirip oleh efek filter ini dan antigen ini

merangsang respon anti bodi lg M di centrum germinale. Sel darah merah juga

dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati limpa.3

Limpa dapat secara selektif membersihkan bagian-bagian sel darah

merah, dapat membersihkan sisa sel darah merah normal. Sel darah merah tua

akan kehilangan aktifitas enzimnya dan limpa mengenali kondisi ini akan

menangkap dan menghancurkannya. Pada asplenia kadar tufsin ada dibawah

normal. Tufsin adalah sebuah tetra peptida yang melingkupi sel – sel darah

putih dan merangsang fagositosis dari bakteri dan sel-sel darah tua. Properdin

adalah komponen penting dari jalur alternatif aktivasi komplemen, bila

kadarnya dibawah normal akan mengganggu proses opsonisasi bakteri yang

berkapsul seperti meningokokkus, dan pneumokokus.3

2. Etiologi

Berdasarkan penyebab, trauma limpa dibagi atas:1

1) Trauma Tajam

Ruptur limpa jenis ini dapat terjadi akibat luka tembak, tusukan pisau atau

benda tajam lainnya. Pada luka jenis ini biasanya organ lain ikut terluka

bergantung arah trauma. Organ yang sering dicederai ialah paru, lambung,

lebih jarang adalah pankreas, ginjal kiri dan pembuluh darah mesenterium.

Pemeriksaan splenografi yang dilakukan melalui pungsi dapat menimbulkan

perdarahan. Perdarahan pasca splenografi ini jarang terjadi selama jumlah

trombosit > 70.000 dan waktu protrombin 20 % di atas normal.

Page 5: lapkas ruptur limpa

2) Trauma Tumpul

Limpa merupakan organ yang paling sering terluka pada trauma tumpul

abdomen atau trauma thoraks kiri bawah. Keadaan ini mungkin disertai

kerusakan usus halus, hati, dan pankreas. Penyebab utamanya adalah cedera

langsung atau langsung karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari tempat

tinggi, pada olahraga luncur dan olahraga kontak seperti judo, karate dan

silat.

Ruptur limpa yang lambat dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari

sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada separuh masa laten ini kurang

dari 7 hari. Hal ini karena adanya tamponade sementara pada laserasi kecil,

atau adanya hematom subkapsuler yang membesar secara lambat dan

kemudian pecah.

3) Trauma Iatrogenik

Ruptur limpa sewaktu operasi dapat terjadi pada operasi abdomen bagian

atas, umpamanya karena retractor yang dapat menyebabkan limpa

terdorong atau ditarik terlalu jauh sehingga hilus atau pembuluh darah

sekitar hilus robek. Cedera iatrogen lain dapat terjadi pada punksi limpa

(splenoportografi).

4) Ruptur spontan

Limpa pecah spontan sering dilaporkan pada penyakit yang disertai dengan

pembesaran limpa, seperti gangguan hematologik jinak maupun ganas,

mononukleosis, malaria kronik, sarkoidosis, dan splenomegali kongestif

pada hipertensi portal.

3. Patologi

Kerusakan limpa dikelompokkan atas jenis:1

1) Ruptur kapsul

2) Kerusakan parenkim

3) Laserasi luas sampai ke hilus

4) Avulsi limpa

Page 6: lapkas ruptur limpa

Gambar 2. Jenis trauma limpa

4. Manifestasi Klinik

Tanda fisik yang ditemukan pada ruptur limpa bergantung pada ada

tidaknya organ lain yang ikut cedera, banyak sedikitnya perdarahan, dan ada

tidaknya kontaminasi rongga peritoneum. Perdarahan dapat sedemikian

hebatnya sehingga mengakibatkan renjat (syok) hipovolemik hebat yang fatal.

Dapat pula terjadi perdarahan yang berlangsung sedemikian lambat sehingga

sulit diketahui pada pemeriksaan.1

Pada setiap kasus trauma limpa harus dilakukan pemeriksaaan abdomen

secara berulang-ulang oleh pemeriksa yang sama karena yang lebih penting

adalah mengamati perubahan gejala umum (syok, anemia) dan lokal di perut

(cairan bebas, rangsangan peritoneum).1

Pada ruptur limpa yang lambat, biasanya penderita datang dalam keadaan

syok dengan tanda perdarahan intraabdomen, atau datang dengan menyerupai

gambaran tumor intraabdomen pada bagian kiri atas yang nyeri tekan disertai

Page 7: lapkas ruptur limpa

tanda anemia sekunder. Oleh sebab itu, menanyakan riwayat trauma yang

terjadi sebelumnya sangat penting dalam menghadapi kasus seperti ini.1

Tanda lokal

Penderita umumnya berada dalam berbagai tingkat renjat hipovolemi

dengan atau tanpa (belum) takikardi dan penurunan tekanan darah. Penderita

mengeluh nyeri perut bagian atas, tetapi sepertiga dari seluruh penderita

mengeluh nyeri perut kuadran kiri atas atau punggung kiri. Nyeri di daerah

puncak bahu disebut tanda Kehr, terdapat pada kurang dari separuh kasus.

Mungkin nyeri di daerah bahu kiri baru timbul pada posisi Tredenlenberg. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan masa di kiri atas dan pada perkusi terdapat bunyi

pekak akibat adanya hematom subkapsular atau omentum yang membungkus

suatu hematoma ekstrakapsular disebut tanda Ballance. Kadang darah bebas di

perut dapat dibuktikan dengan perkusi pekak geser.1

5. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu

biasanya didapat leukositosis.1 Pemeriksaan kadar Hb, hematokrit, leukosit dan

urinalisis. Bila terjadi perdarahan akan menurunkan Hb dan hematokrit serta

terjadi leukositosis. sedangkan bila terdapat eritrosit dalam urine akan

menunjang akan adanya trauma saluran kencing.5

6. Pemeriksaan radiologi

Setelah trauma tumpul, organ intraabdominal yang sering terkena yaitu

limpa, dan limpa akan cedera dan terbentuk hematom. Meskipun ahli bedah

biasanya mencoba untuk mengatasi trauma ini dengan konservatif, ruptur limpa

mungkin baru disadari setelah seminggu atau sepuluh hari setelah trauma

pertama. Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan, diantaranya USG,

CT scan dan Angiography. Jika ada kecurigaan trauma limpa, CT Scan

merupakan pemeriksaan pilihan utama. Pendarahan dan hematom akan tampak

sebagai daerah yang kurang densitasnya dibanding limpa. Daerah hitam

melingkar atau ireguler dalam limpa menunjukkan hematom atau laserasi, dan

Page 8: lapkas ruptur limpa

area seperti bulan sabit abnormal pada tepi limpa menunjukkan hematom

subkapular. Kadang, dengan penanganan konservatif, abses mungkin akan

terbentuk kemudian dan dapat diidentifikasi pada CT Scan karena mengandung

gas. Sensitivitas pada CT Scan tinggi, namun spesifikasinya rendah, dan

kadang riwayat dan gejala penting untuk menentukkan diagnosis banding.4

Gambaran yang paling sering ditemui yaitu fraktur tulang iga kiri bawah.

Fraktur iga menunjukkan adanya tekanan yang kuat pada kuadran kiri atas

yang menyebabkan keadaan patologi pada limpa. Fraktur iga kiri bawah

terdapat pada 44 % pasien dengan ruptur limpa dan perlu dilakukan

pemeriksaan CT Scan lebih lanjut.4

Tanda klasik yang menentukan adanya akut ruptur limpa (tingginya

diafragma sebelah kiri, atelektasis lobus bawah kiri, dan efusi pleura) tidak

selalu ada dan tidak bisa dijadikan tanda yang pasti. Namun, tiap pasien

dengan diafragma sebelah kiri yang meninggi disertai dengan trauma

tumpul abdomen harus dipikirkan sebagai trauma limpa sampai dibuktikan

sebaliknya. 4

Tanda yang lebih dapat dipercaya dari trauma pada kuadran kiri atas yaitu

perpindahan ke medial udara gaster dan perpindahan inferior dari pola

udara limpa. Gambaran ini menunjukkan adanya massa pada kuadran kiri

atas dan menunjukkan adanya hematom subkapsular atau perisplenik.

o Hematom kuadran kiri atas, jika besar, dapat menggeser bayangan

dari tepi kaudal bawah limpa, menjadi gambaran splenomegali.

o Hematom subkapsular dapat memberikan gambaran yang hampir

sama, dan massa yang ada memiliki batas yang tegas.

o Pergeseran gambaran ginjal kiri juga mungkin ditemukan. 4

Gambaran yang dapat menunjang yaitu ketika adanya perdarahan

retroperitonial atau darah bebas intraabdominal terlihat kontras dengan

yang disebutkan diatas. 4

o Sedikit, jika ada, munculnya efek masa pada kuadran kiri atas.

o Batas limpa tidak jelas, tapi gambaran ini tidak spesifik.

Page 9: lapkas ruptur limpa

o Darah retroperitoneal dapat menghapus gambaran ginjal kiri dan

batas otot psoas.

o Kumpulan darah bebas di sekitar kolon kiri, menggeser pola udara

pada kolon desenden ke medial.

o Pendarahan yang banyak pada abdomen dapat menghilangkan

garis flank.

o Pola udara usus yang sedikit dapat digeser keluar pelvis oleh

kumpulan darah.

o Gambaran midpelvik yang opak dengan tepi lateral yang konveks

dan tajam dapat ditemukan.

o Tepi kandung kemih bertambah dan dibatasi oleh gambaran lusen

yang tipis membentuk kubah dan seperti ekstraperitonial fat.

Hematom limpa kronik memberikan gambaran yang berbeda dan lebih

komplek karena diikuti dengan daftar panjang diagnosis banding.

Perubahan dari hematom subkapsuler atau parenkimal yaitu menetap,

menjadi cair, dan biasanya terserap lagi. 4

Kadang, degenerasi kistik dari hematom intrasplenik menyebabkan

formasi yang salah dari kista.

o Sekitar 80 % dari kista limpa diperkirakan berasal dari posttrauma.

Sekitar 80 % terbentuk dari kista hemoragik, dan 20 % dari kista

serous dan kemungkinan adanya darah telah diserap kembali

semuanya.

o Tipis, teratur dan annular kalsifikasi terbentuk sebagai garis

fibrosis pada sekitar 30 % kista.

o Bentuk kista simetris dan unilokal, dan terdapat garis kalsifikasi di

dalam dan luar batas.

o Satu buah, besar, annular kalsifikasi limpa mirip seperti sebuah

kista residual traumatik pada area tindak endemik untuk organisme

Echinococcus.

o Karakteristik dari gambaran kista traumatik tidak begitu spesifik.

Page 10: lapkas ruptur limpa

o Penyebab utama dari penyebaran kalsifikasi kista limpa yaitu

infeksi dari Echinococcus granulosus, tapi organisme ini jarang

ada di normal geografik. 4

Hematom subkapsular merupakan hasil yang umum terjadi dari trauma

limpa dan karakteristik gambarannya berbeda dari patologi parenkim.

Dalam penyembuhan hematom, kalsifikasi dari batas kavitas dapat

muncul. Tergantung pada proyeksi, kalsifikasi kavitas dapat muncul linear

atau diskoid. Derajat dari efek masa tergantung dari ukuran regresi

hematom. 4

Banyak kelainan patologi lain yang dapat memberikan gambaran yang

hampir sama, seperti pada penyakit sickle sel. Infark limpa kronik dapat

berkembang menjadi kalsifikasi yang mirip dengan hematom subkapsular.

Gambar 3. Gambaran trauma limpa.Tampak gambaran masa yang pinggirnya mengalami kalsifikasi pada kuadran kiri atas dibawah diafragma. Masa tersebut

menggambarkan kalsifikasi hematom limpa

Gambar 4. Gambaran cedera limpa

Page 11: lapkas ruptur limpa

2.6.1. USG

Pemeriksaan USG sulit dilakukan pada pasien trauma yang distensi

abdomen, luka-luka, memakai WSD dll. USG berguna untuk mendiagnosis darah

bebas intraperitoneal. Darah dalam peritoneum tampak sebagai gambaran cairan

anechoic, kadang dengan septiasi, memisahkan bagian usus dengan organ solid

disekitarnya. USG kurang sensitif dibanding CT Scan untuk mendiagnosis trauma

organ solid atau trauma intestinal.6

Gambaran

Tujuan utama pemeriksaan USG limpa pada trauma tumpul abdomen yaitu untuk

menentukan apakah ada darah di kuadran kiri atas.

Perdarahan akut tampak hipoechoic dan dapat juga hampir anechoic.

Membedakan perdarahan subkapsular dan perisplenic sulit, tapi beberapa

tanda dapat ditemukan yaitu:

o Sebuah gambaran bulan sabit halus sesuai dengan tepi limpa dapat

dipikirkan sebagai subkapsular.

o Sebagai perbandingan, perdarahan ekstrakapsular biasanya

bentuknya tidak reguler.

o Walaupun efek massa dihasilkan juga pada kedua kasus,

perdarahan subkapsular lebih mungkin merubah bentuk limpa.

o Membran diatas subkapsular tipis dan jarang digambarkan, oleh

karena itu tidak adanya temuan ini tidak menunjukkan diagnosis.

Dalam beberapa jam, pembekuan darah terjadi. Echogenesiti meningkat

seiring pembentukkan trombus. Hematom yang telah lama menunjukkan

echogenesiti yang sama atau lebih terang dibanding parenkim dan tetap

tampak dalam 48 jam sampai lisis dimulai. Fase echogenik biasanya sesuai

dengan waktu ketika pencitraan dilakukan dalam keadaan yang paling

akut. Sebagai hasil lisis, hematom kembali ke echogenesiti cairan, dan

patologi ini kembali lebih jelas. 4

Kelainan parenkim umum yang halus.

Page 12: lapkas ruptur limpa

o Laserasi tampak sebagai daerah yang hipoechoic, yang dapat

berbentuk tidak teratur ataupun linear.

o Infark limpa mempunyai gambaran yang sama, tapi biasanya lebih

baik dapat ditentukan. Infark berbentuk baji, dengan puncak

mengarah ke hilus. Dibandingkan dengan cedera traumatis dimana

distribusi lebih kompleks terlihat.

o Kehalusan cedera parenkim mungkin berhubungan dengan

perdarahan lokal yang terkait. Setiap darah terjebak segera

menggumpal, menjadi isoechoic dengan jaringan sekitarnya

Gambar 5. USG abdomen yang menunjukkan cairan bebas peritoneum. Pada trauma tumpul abdomen biasanya hemoperiteneum.

Gambar 6. (a) USG abdomen tampak area anechoic pada daerah trauma. (b) hematom subkapsular.

Page 13: lapkas ruptur limpa

2.6.2. Computed Tomography

CT digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan trauma tumpul tidak

hanya sebagai awal, tetapi juga untuk tindak lanjut, ketika pasien ditangani secara

non-bedah. CT juga semakin banyak digunakan untuk trauma tembus yang secara

tradisional ditangani dengan operasi.4

CT pada trauma abdomen:

1. Evaluasi awal dari:

a. Trauma tumpul

b. Trauma tembus

2. Follow up dari pengelolaan non-operatif

3. Menyingkirkan adanya cedera

Beberapa gambaran CT scan pada trauma limpa: 7

Gambar 7

Temuan gambar adalah sebagai berikut:

1. Terdapat beberapa daerah yang kurang jelas pengurangan atenuasinya.

Bentuknya tidak linear oleh sebab itu ini bukanlah sebuah laserasi limpa. Ini

merupakan penampakan klasik dari kontusio.

2. Tidak ada contrast blush maupun hemoperitoneum

Page 14: lapkas ruptur limpa

Gambar 8. Karena tidak adanya hemoperitoneum atau perdarahan aktif, pasien ini memiliki prognosis yang baik dan akan ditangani secara non-

operatif.

Gambar 9

Temuan adalah sebagai berikut:

1. Area hipodens linear menggambarkan laserasi.

2.Area hipodense bulat dan oval menggambarkan hematom intrasplenic

3. Hemoperitoneum.

Tergantung pada kondisi klinis, pasien ini akan ditatalksana secara non-operatif,

karena tidak ada perdarahan aktif.

Page 15: lapkas ruptur limpa

Gambar 10.a

Gambar 10.b

Gambar 10.c

Page 16: lapkas ruptur limpa

Gambar 10.d

Gambar 11. Pria berusia 22 tahun, 3 jam setelah kecelakaan papan ski

Gambar 11.a

Page 17: lapkas ruptur limpa

Gambar 11.b

Gambar 11.c

Gambar 11.d

Temuan adalah sebagai berikut:

Hemoperitoneum sekitar limpa dan hati.

Daerah oval atau bulat di limpa menunjukkan adanya hematoma.

Page 18: lapkas ruptur limpa

Daerah hipodens linear di bagian anterior limpa menunjukkan adanya

laserasi.

Bagian depan serta medial limpa terdapat penumpukan kontras yang

menunjukkan adanya ekstravasasi.

Jadi dalam hal ini ada kemungkinan besar kegagalan pengelolaan dengan non-

operatif.

Grading untuk trauma limpa menurut gambaran CT

Sumber: American Association for the Surgery of Trauma Splenic Injury Scale5

Sebuah cara untuk mengingat sistem ini adalah:

1. Grade 1 kurang dari 1 cm.

2. Grade 2 adalah sekitar 2 cm (1-3 cm).

3. Grade 3 lebih dari 3 cm.

4. Grade 4 adalah lebih dari 10 cm.

5. Grade 5 adalah devascularization total atau maserasi.

Kelemahan grading ini adalah:

1. Sering meremehkan tingkat cedera.

2. kemungkinan variasi antar pembaca

3. Tidak memasukkan:

a. Adanya perdarahan aktif

b. Kontusio

Page 19: lapkas ruptur limpa

4. Post-traumatik infark

5. Yang paling penting: tidak ada nilai prediktif untuk manajemen non-

operasi (NOM)

Gambar 12. Gambaran trauma limpa dengan laserasi. Tampak hemoperitoneum, dan kemungkinan pasien memerlukan tindakan operatif.9

Gambar 13. Penyangatan kontras pada arterial-phase CT scan abdomen menunjukkan bintik-bintik pada limpa. 2

Temuan ini tidak dapat salah disalahartikan sebagai cedera limpa. Konfirmasi dari

limpa normal dapat ditunjukkan oleh pencitraan ulang di fase berikutnya dari

penyangatan kontras. Limpa kemudian tampak lebih homogen.

Page 20: lapkas ruptur limpa

Gambar 14. Penyangatan kontras CT scan abdomen menunjukkan penumpukan cairan perisplenic dengan peningkatan atenuasi internal. Batas lien digantikan oleh efek massa. Ini adalah hematoma subcapsular subakut. Ini adalah cedera derajat 1.2

Gambar 15. Menunjukkan laserasi kompleks dari pul bawah limpa. Ini adalah cedera derajat II.2

Gambar 16. Menunjukkan penumpukan cairan yang banyak di bagian atas abdomen. Ini adalah hematoma kronis lien subcapsular dan merupakan cedera

derajat III.2

Page 21: lapkas ruptur limpa

Gambar 17. Menunjukkan laserasi hilar kecil. Ini adalah cedera derajat III-IV.2

Gambar 18. Menunjukkan laserasi kompleks yang meluas ke hilus. Ini adalah cedera kelas IV.2

Gambar 19. Menunjukkan area yang terlokalisasi dari penumpukan kontras padat di hilus limpa, dengan sejumlah besar cairan / darah di sekitarnya. Temuan di sini

mengindikasikan ekstravasasi aktif dari kontras pada pasien dengan autosplenectomy traumatik. Ini adalah cederaderajat V.2

Page 22: lapkas ruptur limpa

The Organ Injury Scaling Committee of the American Association for the

Surgery of Trauma juga telah menyusun sistem grading yang telah direvisi pada

tahun 1994, sebagai berikut:5

Grade I

Hematoma subcapsular kurang dari 10% dari luas permukaan

Capsular tear kedalamannya kurang dari 1 cm.

Grade II

Hematoma Subkapsular sebesar 10-50% dari luas permukaan

Hematoma intraparenkim kurang dari diameter 5 cm

Laserasi dengan kedalaman dari 1-3 cm dan tidak melibatkan pembuluh

darah trabecular.

Grade III

Hematoma subcapsular lebih besar dari 50% dari luas permukaan atau

meluas dan terdapat ruptur hematoma subcapsular atau parenkim

Hematoma Intraparenkim lebih besar dari 5 cm atau mengalami perluasan

Laserasi yang lebih besar dari 3 cm kedalamannya atau melibatkan

pembuluh darah trabecular.

Grade IV

Laserasi melibatkan pembuluh darah segmental atau hilar dengan devascularisasi

lebih dari 25% dari limpa.

Grade V

Shattered spleen atau cedera vaskuler hilar.

Tingkat Keyakinan

Dalam pengalaman penulis, secara keseluruhan sensitivitas dan spesifisitas CT

dalam deteksi cedera limpa mendekati 100%.

Page 23: lapkas ruptur limpa

2.6.3. ANGIOGRAPHY2

Gambar 20. Arteriogram yang diperoleh dengan injeksi kateter arteri utama limpa menunjukkan beberapa daerah ekstravasasi agen kontras parenkim.

Gambar 21. Arteriogram lienalis selektif menunjukkan pseudoaneurysms traumatis dengan ekstravasasi di kutub atas.

Gambar 22. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri lienalis utama setelah embolisasi koil superselectif dari pseudoaneurisma. Opasifikasi kontras irregular

masih tampak dengan area avaskular, itu mungkin mewakili daerah lain dari cedera vaskular.

Page 24: lapkas ruptur limpa

Gambar 23. Arteriogram diperoleh dengan suntikan arteri lien superselektif di kutub atas, menegaskan zona kedua dari gangguan vaskular dengan ekstravasasi

agen kontras.

Gambar 24. Gambaran arteriographic akhir dari injeksi kateter arteri utama lienalis setelah selektif / embolisasi koil superselektif. Sekitar 50% dari limpa telah devascularisasi. Tidak ada sisa cedera pembuluh darah arteri atau tampak

ekstravasasi.

Penemuan2

Trauma limpa dapat menghasilkan berbagai temuan angiografik, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Tanda-tanda tidak langsung termasuk

perpindahan limpa dari dinding perut dan daerah parenkim avaskular dari

hematoma. Ketidakteraturan parenkim atau bintik-bintik pada limpa mungkin

akibat dari edema lokal dari memar tanpa kelainan yang jelas.

Fragmentasi limpa atau cedera arteri utama menandakan komplikasi yang

mengancam nyawa pada kebanyakan pasien, dan mereka memerlukan intervensi

bedah segera.

Page 25: lapkas ruptur limpa

7. Tatalaksana

Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan limpa yang

masih berfungsi dengan teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada

trauma tumpul maupun tajam. Tindak bedah ini terdiri atas membuang jaringan

nonvital, mengikat pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul limpa

yang terluka. Jika penjahitan laserasi saja kurang memadai, dapat ditambahkan

dengan pemasangan kantong khusus dengan atau tanpa penjahitan omentum.1

Mengingat fungsi filtrasi limpa, indikasi splenektomi harus

dipertimbangkan benar. Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang

tidak boleh dianggap ringan. Eksposisi limpa sering tidak tidak mudah karena

splenomegali biasanya disertai dengan perlekatan pada diafragma. Pengikatan

a.lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna. Pembuluh

ini dipertemukan dengan menelusuri bursa omentalis pada pinggir kranial

pankreas.1

Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak dapat

diatasi dengan splenorafi, splenektomi parsial, atau pembungkusan.

Splenektomi parsial yang bisa terdiri dari eksisi satu segmen dilakukan jika

ruptur limpa tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital.1

Splenektomi total juga dilakukan secara elektif pada penyakit yang

menuntut pengangkatan limpa, misalnya pada hipersplenisme dan kelainan

hematologik tertentu.1

Splenektomi total harus selalu diikuti dengan reimplantasi limpa yang

merupakan suatu autotransimplantasi. Caranya ialah dengan membungkus

pecahan parenkim limpa dengan omentum dan meletakannya di bekas tempat

limpa atau menanamnya di pinggang dibelakang peritoneum dengan harapan

limpa dapat tumbuh dan berfungsi kembali.1

8. Komplikasi

Komplikasi paska splenektomi terdiri atas atelektasis lobus bawah paru

kiri karena gerak diafragma sebelah kiri pada pernafasan kurang bebas.

Page 26: lapkas ruptur limpa

Trombositosis paska bedah, yang mencapai puncaknya sekitar hari ke sepuluh,

tidak cenderung menimbulkan trombosis karena trombosit yang bersangkutan

merupakan trombosit tua. Sepsis pascasplenektomi (OPSS, overwhelming

postsplenectomy sepsis) yang berat dan mungkin fatal mengancam penderita

seumur hidup. Sepsis ini pertama ditemukan pada anak, tetapi kemudian

ditemukan pada setiap keadaan hiposplenisme atau asplenisme. Sepsis

biasanya disebabkan oleh pneumokokus, kadang H. Influenzae atau

meningokokus. Penderita dianjurkan untuk vaksinasi dengan pneumovaks 23

(campuran vaksin berbagai macam pneumokokus) dan diberi amoksilin

profilaksis setiap kali ada infeksi yang menyebabkan demam diatas 38,5oC.1

Splenosis yaitu inplantasi pecahan limpa kecil pada peritoneum, kadang

dijumpai pasca ruptur limpa dan hal ini akan mencegah terjadinya OPSS.

OPSS juga tidak akan terjadi bila terdapat limpa aksesoris.1

9. Prognosis

Hasil dari penatalaksanaan baik operatif ataupun nonoperatif dari ruptur

limpa penyembuhan 90% lebih baik pada pasien yang ditatalaksana secara

nonoperatif. Angka kematian yang berhubungan dengan trauma limpa berkisar

antara 10% hingga 25% dan biasanya akibat trauma pada organ lain dan

kehilangan darah yang banyak.4

Page 27: lapkas ruptur limpa

BAB III

PENYAJIAN KASUS

1. Identitas Pasien

a. Nama : Tn. Yonki

b. Umur : 18 tahun

c. Pekerjaan : Petani

d. Alamat : Dusun Sekek, Kecamatan Toho, Kabupaten Landak

e. Agama : Katolik

f. Suku : Dayak

Masuk RS Dokter Soedarso tanggal 7 September 2012.

2. Anamnesis

Anamnesis dilakukan tanggal 11-15 September 2012. Anamnesis dilakukan

dengan aloanamnesis dan autoanamnesis.

a. Keluhan Utama

Nyeri perut dan penurunan kesadaran

b. Riwayat Penyakit

Satu hari SMRS nyeri perut disertai penurunan kesadaran. Keluhan timbul

pasca kecelakaan lalu lintas. Nyeri dirasakan pada seluruh lapang perut

terutama perut sebelah kiri atas. Nyeri menetap tidak hilang timbul. Riwayat

nyeri tekan pada seluruh lapang perut (+). Pasien mengerang-ngerang dan

gelisah karena nyeri perut. Riwayat pingsan pasca trauma (+) selama < 30

menit. Riwayat muntah disangkal, riwayat keluar darah maupun cairan

bening dari hidung dan telinga disangkal, namun terdapat riwayat darah

yang keluar dari mulut akibat robekan pada bibir atas mulut. Robekan pada

bibir atas mulut sudah dijahit.

Keluhan nyeri berkurang setelah operasi segera setelah masuk rumah sakit.

Page 28: lapkas ruptur limpa

3. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit lain disangkal oleh keluarga pasien.

4. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 11 September 2012

Primary survey:

A: Tidak terdapat sumbatan jalan nafas.

B: Pernafasan regular. Simetris antara dada kanan dan dada kiri.

C: Arteri radialis teraba, denyut nadi kuat dan regular.

Secondary survey:

D: GCS: E=3 M=6 V=5. Pupil isokor, reflek pupil langsung +/+, reflek pupil

tak langsung +/+. Refleks fisiologis patela (+/+). Refleks patologis

Hoffman trommer (-/-), Babinski (-/-), Oppenheim (-/-), Gordon (-/-),

Schaefer (-/-), Chadock (-/-).

E: Rangsang nyeri (+/+)

F: Suhu : 36,7oC

G: TD= 110/70 mmHg, N= 60 x/menit, RR= 20 x/menit

H: Pemeriksaan kepala, mata, dan hidung:

Deformitas kepala (-), nyeri tekan kepala (-), krepitasi pada kepala (-),

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), diviasi septum nasal (-)

Pemeriksaan jantung:

Ispeksi : iktus kordis tampak pada sela iga 5

Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari.

Perkusi : batas kanan jantung pada linea midsternum kanan sela iga

IV, batas kiri jantung pada linea parasternum kiri sela iga V.

Auskultasi : S1 dan S2 (+), S3 dan S4 (-). Gallop (-)

Page 29: lapkas ruptur limpa

Pemeriksaan paru:

Inspeksi : jejas (-), pergerakan dada simetri, tidak ada bagian yang

tertinggal.

Palpasi : nyeri tekan (-). Taktil vokal fremitus dalam batas normal,

simetris antara paru kanan dan kiri.

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : vesikuler/vesikular, ronkhi (-), wheezing (-)

Pemeriksaan abdomen:

Inspeksi : terdapat jejas pada perut kiri atas

Palpasi : nyerti tekan berkurang

Perkusi : timpani

Auskultasi : suara bising usus 3 x/menit

Pemeriksaan Orthopaedi:

Look : tidak terdapat deformitas, tidak terdapat patah tulang terbuka

Feel : nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Move : tidak terdapat keterbatasan gerak aktif maupun pasif.

Kekuatan otot motorik 55555 I 5 55 55555 55 I 55 555

I: Terdapat luka bekas operasi posisi memanjang pada abdomen area

periumbilikal. Terpasang drain pada abdomen area lumbal dextra dan

sinistra. Terpasang kateter urin. Terpasang IVFD line.

5. Perjalanan penyakit

No

.

Tanggal Perjalanan Penyakit

1. 07.09.2012

(IGD)

S : Rujukan datang dengan trauma tumpul abdomen

pasca KLL.

O: Kesadaran: Somnolen. KU: Pucat. GCS: E=3 M=4

V=2

Page 30: lapkas ruptur limpa

TD: 110/80 mmHg R: 28 x/menit.

Bising usus menurun. Distensi abdomen (+).

Konjungtiva anemis (+/+)

A: CKR + peritonitis generalisata ec. Internal bleeding

ec. Trauma tumpul abdomen

P: - cek darah

- BT

- Foto thorax

- Foto BNO

Dilakukan operasi cito laparotomi eksplorisasi +

splenektomi.

2 11.09.2012 S: Sakit perut berkurang, demam (-)

O: Kesadaran: Somnolen, GCS: E=3 V=5 M=6. KU:

Sedang, terpasang drain di perut sebelah kanan dan

kiri, terdapat luka bekas operasi diperut yang ditutup

dengan kasa. Vulnus laseratum di bibi atas yang sudah

dijahit. Konjungtiva anemis (-/-)

TD: 110/70 mmHg N: 60 x/menit R: 20 x/menit Suhu:

37,0oC

A: Post Laparotomi Eksplorasi + Laparotomi

P: Terapi lanjut

3. 12.09.2012 S: Sakit perut (-), demam (-), mules (+), BAB mencret

(+) 2x, campur darah agak hitam.

O: Kesadaran: Somnolen, GCS: E=3 V=5 M=6. KU:

sedang, drain sebelah kiri terlepas.

TD: 100/60 mmHg N: 60 x/menit R: 24x/menit Suhu:

36,7 oC. Nyeri tekan abdomen (-), distensi abdomen

(-), Konjungtiva anemis (-/-).

A: - dispepsia

- melena

P: - aff. drain

Page 31: lapkas ruptur limpa

- aff. kateter

- boleh makan dan minum

Ʀ/ Ciproploxacin 3x500 mg

Ʀ/ Asam mefenamat 3x500 mg

13.09.2012 S: Perut mulas, BAB mencret 2x. Campur darah agak

hitam, demam (-).

O: Kesadaran: CM. GCS: E=4 V=5 M=6. KU: baik,

drain sudah dilepas.

TD: 110/60 mmHg N: 64 x/menit R: 28 x/menit Suhu:

76,8 oC. Nyeri tekan abdomen (-), distensi abdomen

(-). Konjungtiva anemis (-/-)

A: - dispepsia

- melena

P: lepas jahitan di bibir

14.09.2012 S: Demam (+), BAB cair (-), BAB darah (-)

O: Kesadaran: CM. GCS: E=4 V=5 M=6. KU: baik,

infus sudah dilepas, jahitan di bibir sudah dibuka.

TD: 100/60 mmHg N: 60 x/menit R: 24x/menit Suhu:

38,2 oC

Nyeri tekan badomen (-). Konjungtiva anemis (-/-)

A: febris

P: Ʀ/ Paracetamol 3x500 mg

15.09.2012 S: BAB cair (-), nyeri perut (-), demam (-)

O: Kesadaran: CM. GCS: E=4 V=5 M=6. KU: baik

TD: 110/70 mmHg N: 64 x/menit R: 20 x/menit Suhu:

36,5 oC

A: -

P: Boleh pulang

Page 32: lapkas ruptur limpa

6. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

7 September 2012 WBC = 20, 5 k/µL

MID = 1,2 k/µL

GRA = 17,5 k/µL

LYM = 8,8 %

RBC = 4,11

HGB = 10,4 g/dl

HCT = 32,9 %

MCH = 25,3 pg

MPV = 6,2 fl

PCT = 0,16 %

4-12 k/µL

0,1-1.0 k/µL

2-8 k/µL

25,0-50,0 %

4,0-6,2 k/µL

11,0-17,0 g/dl

35-55 %

26,0-34,0 pg

7,0-11,0 fl

0.20-0,50 %

8 September 2012 WBC = 14,2 k/µL

GRA = 12,2 k/µL

LYM = 8,9 %

RBC = 3,42 k/µL

HGB = 8,5 g/dl

HCT = 27 %

MCV = 78,9 fl

MCH = 24,9 pg

MPV = 6,3 fl

PCT = 0,14 %

4-12 k/µL

2-8 k/µL

25,0-50,0 %

4,0-6,2 k/µL

11,0-17,0 g/dl

35-55 %

80-100 fl

26,0-34,0 pg

7,0-11,0 fl

0.20-0,50 %

8 September 2012 WBC = 14,1 k/µL

GRA = 10,9 k/µL

MID = 1,3 k/µL

LYM = 13,9 %

RBC = 3,99 k/µL

HGB = 9,6 g/dl

HCT = 31,1 %

MCV = 78 fl

MCH = 24,1 pg

4-12 k/µL

2-8 k/µL

0,1-1.0 k/µL

25,0-50,0 %

4,0-6,2 k/µL

11,0-17,0 g/dl

35-55 %

80-100 fl

26,0-34,0 pg

Page 33: lapkas ruptur limpa

MCHC = g/dl

MPV = 6,8 fl

PCT = 0,16 %

31-35-5 g/dl

7,0-11,0 fl

0.20-0,50 %

7. Pemeriksaan Radiologis

a. Foto thorak

b. Head CT Scan

Page 34: lapkas ruptur limpa

8. Diagnosis

CKR + Peritonitis Umum ec Ruptur Limpa.

9. Tatalaksana

a. Medikamentosa

Ʀ RL 20 tpm

Ʀ Ceftriaxon 1 g 1x1

Ʀ Asam tranexamat 100 mg 3x1

Ʀ Ranitidin 25 mg 3x1

Ʀ Ketorolak 10 mg 3x1

b. Non medikamentosa

Page 35: lapkas ruptur limpa

Laparotomi

10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad fungtionam : dubia ad bonam

Ad sanactionam : dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

Page 36: lapkas ruptur limpa

1. R. Syamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit

Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2004. Hal 608-612.

2. Klepac Steven R. Spleen Trauma. University of Illinois School of

Medicine, Department of Radiology. 2009. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/373694-overview pada tanggal

20 Oktober 2-13.

3. Brunicardy, Charles, et all. Schwartz’s Principles of Surgery. The Mc

Graw-Hill Companies. 2005.

4. Lisle, David. Imaging for Student, second edition.Arnold, New

York.2001.

5. Ledbetter, S, Smithuis, R. Abdominal Trauma – Role of CT. Department of

Radiology of the Brigham and Women's Hospital, Boston and the Rijnland Hospital in

Leiderdorp, the Netherlands. 2007. Diakses dari http://www.radiologyassistant.nl/en

/466181ff61073 pada tanggal 20 Oktober 2-13