Upload
duongkhue
View
262
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
LAJU INFILTRASI PADA TEGAKAN MAHONI DAN
LAHAN TERBUKA DI UNIVERSITAS HASANUDDIN
Oleh:
AURELIA ANDARA
M 111 14 523
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
iii
ABSTRAK
AURELIA ANDARA (M111 14 523). Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni
dan Lahan Terbuka di Universitas Hasanuddin di bawah bimbingan Daud
Malamassam dan Usman Arsyad.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan laju infiltrasi pada tegakan mahoni
dan lahan terbuka di area kampus Universitas Hasanuddin. Hasil penelitian
diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi semua pihak yang membutuhkan
data laju infiltrasi, khususnya pada tegakan mahoni dan lahan terbuka. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Desember sampai maret 2018. Pengambilan data
dilakukan pada 6 plot, 3 plot pada tegakan mahoni dengan kerapatan tajuk yang
berbeda dan 3 plot pada lahan terbuka yang berpenutupan rumput dengan
kerapatan yang berbeda. Data yang diperoleh terdiri atas laju infiltrasi dan analisis
sifat fisik tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju infiltrasi pada tegakan
mahoni termasuk kategori cepat dengan nilai rata-rata sebesar 202,1 mm/jam dan
laju infiltrasi pada lahan terbuka termasuk kategori sedang sampai cepat dengan
nilai rata-rata sebesar 88,6 mm/jam Sedangkan sifat fisik yang paling berpengaruh
terhadap laju infiltrasi pada tegakan mahoni yaitu kelembaban dan pada lahan
terbuka yaitu porositas.
Kata kunci : Infiltrasi, tanah, tegakan mahoni dan lahan terbuka
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin.
Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala serta yang telah
melimpahkan anugerah, rahmat, karunia dan izin-Nya serta Shalawat dan salam
juga penulis panjatkan kepada Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul Laju Infiltrasi
pada Tegakan Mahoni dan Lahan Terbuka di Universitas Hasanuddin dapat
terselenggara dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Daud Malamassam, M. Agr dan Bapak Dr. Ir. H.
Usman Arsyad, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan perhatian dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Iswara Gautama, M.Si., Ibu Dr. Risma Illa Maulany,
S.Hut. M.Nat.ResSt. dan Ibu Wahyuni, S.Hut., M.Hut. selaku dosen
penguji atas segala masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
3. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Kehutanan Universitas
Hasanuddin Makassar yang telah membantu dalam segenap administrasi.
4. Kepada teman-teman Sanrego khususnya Berlin Rara Andi Eda dan Andi
Baudadi serta teman-teman angkatan “AKAR 14”, terimakasih atas doa,
motivasi dan kebersamaan selama menjadi mahasiswa Fakultas Kehutanan.
5. Partner penelitian Ummu Kultsum, kakak-kakak yang membantu selama
penelitian Muh. Syafiq, Zulqadri, Ahyari, Gufriadi serta teman-teman
seperjuangan DAS 22 di Laboratorium Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
yang senantiasa mendukung.
6. Teman-teman KKN Tematik DSM Gelombang 96 Desa Bonto Mate’ne
Kabupaten Bantaeng terkhusus untuk Eko Suharyadi atas perhatian,
motivasi, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.
7. Semua pihak yang telah turut membantu dan bekerjasama setulusnya dalam
pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini.
v
Akhirnya kebahagiaan ini kupersembahkan kepada Ayahandaku Bahtiar
Diponegoro S.E. dan Ibunda Reni Iriani serta Saudara-saudaraku Muh. Airel
Fachruli dan Muh. Aqil Al-Ghifari terima kasih telah mencurahkan doa, kasih
sayang, cinta, perhatian pengorbanan, motivasi yang sangat kuat yang tak akan
putus dan tak terhingga di dalam kehidupan penulis selama ini.
Kekurangan dan keterbatasan pada dasarnya ada pada segala sesuatu yang
tercipta di alam ini, tidak terkecuali skripsi ini. Untuk itu dengan penuh
kerendahan hati penulis terbuka menerima segala saran dan kritik dari pembaca
dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Makassar, Mei 2018
Aurelia Andara
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan .................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4
2.1. Tegakan Mahoni .......................................................................... 4
2.2. Lahan Terbuka ............................................................................. 5
2.3. Infiltrasi ........................................................................................ 6
2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Infiltrasi ................................ 8
2.5. Pengukuran Infiltrasi .................................................................... 13
III. METODE PENELITIAN ................................................................. 15
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 15
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 16
3.3. Prosedur Penelitian ...................................................................... 16
3.3.1. Pengambilan Data Lapangan.................................................. 16
3.3.2. Analisis Data .......................................................................... 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 22
4.1. Kondisi Umum Plot Sampel Pengamatan ..................................... 22
4.1.1. Kondisi Vegetasi .................................................................... 22
4.1.2. Pengambilan Sampel .............................................................. 23
4.2. Sifat Fisik Tanah dan Kelembaban ............................................... 26
4.2.1. Sifat Fisik Tanah .................................................................... 26
4.2.2. Kelembaban Tanah................................................................. 29
4.3. Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni dan Lahan Terbuka ............ 30
4.4. Kurva Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni dan Lahan Terbuka . 33
4.5. Kurva Perbedaan Laju infiltrasi .................................................... 35
vii
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 37
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 37
5.2. Saran ............................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 38
LAMPIRAN ................................................................................................... 41
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
Tabel 1. Permeabilitas Tanah ........................................................................ 12
Tabel 2. Kapasitas Infiltrasi pada Tanah Gundul dan Bervegetasi
Dihubungkan dengan Berbagai Kelas Tekstur Tanah .................... 13
Tabel 3. Klasifikasi Infiltrasi Tanah dan Laju-Laju Perkolasi ....................... 21
Tabel 4. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah di Tegakan Mahoni dan Lahan
Terbuka ........................................................................................... 27
Tabel 5. Persentase Kelembaban Tanah ........................................................ 29
Tabel 6. Hasil Pengamatan Laju Infiltrasi ................................................... 30
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Data Laju Infiltrasi dan Pengambilan
Sampel Tanah. .......................................................................... 15
Gambar 2. Persentase Tanaman Penutup Tanah ........................................... 17
Gambar 3. Kondisi Tegakan Mahoni ............................................................ 22
Gambar 4. Kondisi Lahan Terbuka ............................................................. 23
Gambar 5. Penutupan Tajuk Tegakan Mahoni ............................................. 24
Gambar 6. Proyeksi Tajuk ............................................................................ 24
Gambar 7. Kondisi Tanaman Bawah ............................................................ 25
Gambar 8. Vegetasi Rumput pada Lahan Terbuka ....................................... 26
Gambar 9. Kurva Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni ............................... 33
Gambar 10. Kurva Laju Infiltrasi pada Lahan Terbuka ................................. 34
Gambar 11. Perbedaan Laju Infiltrasi Tegakan Mahoni dan Lahan Terbuka 36
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Lampiran
Lampiran 1. Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Tegakan
Mahoni (Plot I.1) ................................................................... 42
Lampiran 2. Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Tegakan
Mahoni (Plot I.2) ................................................................... 43
Lampiran 3. Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Tegakan
Mahoni (Plot I.3) ................................................................... 44
Lampiran 4. Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Lahan
Terbuka Plot II.1 ................................................................... 45
Lampiran 5. Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Lahan
Terbuka Plot II.2 .................................................................... 46
Lampiran 6. Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Lahan
Terbuka Plot II.3 .................................................................... 47
Lampiran 7. Data Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni (Plot I.1) ............. 48
Lampiran 8. Data Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni (Plot I.2) ............. 49
Lampiran 9. Data Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni (Plot I.3) ............. 50
Lampiran 10. Data Laju Infiltrasi pada Lahan Terbuka (Plot II.1) .............. 50
Lampiran 11. Data Laju Infiltrasi pada Lahan Terbuka (Plot II.2) .............. 52
Lampiran 12. Data Laju Infiltrasi pada Lahan Terbuka (Plot II.3) .............. 53
Lampiran 13. Data Perbandingan Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni
dan Lahan Terbuka ................................................................. 54
Lampiran 14. Persentase vegetasi penutup tanah pada lahan terbuka
vegetasi rapat (Plot II.1 ) ........................................................ 55
Lampiran 15. Persentase vegetasi penutup tanah pada lahan terbuka
vegetasi sedang (Plot II.2) ..................................................... 56
Lampiran 16. Persentase vegetasi penutup tanah pada lahan terbuka
vegetasi sedang (Plot II.3) ...................................................... 57
Lampiran 17. Dokumentasi Kegiatan Pengamatan ....................................... 58
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh semua
mahluk hidup di bumi khususnya manusia. Keberadaan sumber daya alam berupa
air di bumi terjadi karena hujan atau presipitasi. Ketika air hujan jatuh ke
permukaan tanah, beberapa bagian air tersebut masuk dan diserap ke dalam tanah
melalui permukaan tanah sedangkan sebagian lainnya tidak dapat masuk ke dalam
tanah karena mengalir di atas permukaan tanah serta hilang ke atmosfer dalam
bentuk uap.
Air hujan yang jatuh di bagian permukaan bumi berupa hutan akan
ditahan terlebih dahulu oleh lapisan tajuk dan sebagian diantaranya akan hilang
dalam bentuk intersepsi. Sebagian lainnya menetes dicela-cela tajuk sebagai air
lolos (through fall) dan sebagian lagi mengalir pada batang pohon sebagai aliran
batang (stem flow). Baik air lolos maupun aliran akan sampai di lantai hutan
yang selanjutnya bergerak ke permukaan tanah dan masuk ke dalam tanah melalui
proses infiltrasi.
Menurut Arsyad (2010) peristiwa masuknya air kedalam tanah, umumnya
melalui permukaan tanah dengan arah vertikal disebut proses infiltrasi. Infiltrasi
merupakan penentu besarnya air hujan yang meresap dan masuk ke dalam tanah
secara langsung. Perubahan infiltrasi yang terjadi dinyatakan dalam besar laju
infiltrasi. Laju infiltrasi ini akan mempengaruhi besarnya kapasitas tampungan
tanah tersebut. Besarnya kapasitas tampungan tanah dapat dilihat dari air yang
menginfiltrasi itu pertama-tama diserap untuk meningkatkan kelembaban tanah,
selebihnya akan turun kepermukaan tanah. Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan
intensitas curah hujan, akan tetapi setelah mencapai batasnya banyaknya infiltrasi
akan berlansung sesuai dengan faktor yang mempengaruhinya.
Penutupan lahan dapat mempengaruhi ketersediaan air tanah akibat
perubahan nilai laju infiltrasi yang masuk kedalam tanah. Besarnya faktor
vegetasi yang mempengaruhi infiltrasi dilihat dari banyaknya air yang sampai
dipermukaan tanah yang telah mengalami aliran batang dan air lolos. Hal ini di
2
buktikan dari penelitian Arsyad, U (1983) bahwa besarnya aliran batang pada
hutan alam sebanyak 0.28% dan air lolos 70.00 % dari curah hujan total yang
sampai ke permukaan tanah. Menurut Mahbub (1978) dalam Sarief ( 1986) pada
lahan bervegetasi, persentase air hujan di atas tanah hanya sebesar 0.8 %
dibandingkan air hujan yang jatuh di lahan terbuka sebesar 49.0 %. Pada areal
berhutan koefisien limpasan 19.88 % dan pada lahan terbuka 49.20 % (Arsyad,
U., 2010).
Fungsi vegetasi secara efektif dapat mencerminkan kemampuan tanah
dalam mengabsorpsi air hujan, mempertahankan atau meningkatkan laju infiltrasi
dan menunjukkan kemampuan dalam menahan air atau kapasitas retensi air
(KRA) (Schwab, 1997 dalam Setyowati 2004), hal ini didukung pula dalam
penelitian Utaya (2008), dimana perbedaan kapasitas infiltrasi pada berbagai
penggunaan lahan menunjukkan bahwa faktor vegetasi memiliki peran besar
dalam menentukan kapasitas infiltrasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kapasitas infiltrasi pada tanah bervegetasi akan cenderung lebih banyak maka
makin baik vegetasi, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi dibanding tanah yang
tidak bervegetasi.
Laju infiltrasi pada lahan bervegetasi sangat dipengaruhi oleh penutupan
tajuk pohon. Besarnya pengurangan energi hujan ketika sampai di tanah
dipengaruhi oleh kerapatan dan ketinggian tajuk dari permukaan tanah, semakin
rendah tajuk dan semakin rapat tajuk semakin kecil energi hujan yang sampai di
permukaan tanah.
Penutupan lahan yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan pada sifat
fisik tanah. Lahan di bawah tegakan dan lahan terbuka dapat dipastikan akan
memiliki perbedaan sifat fisik tanah, yang seterusnya akan menyebabkan
perbedaan laju infiltrasi. Sehubungan dengan itu maka dinilai perlu melakukan
penelitian untuk membandingkan laju infiltrasi pada lahan di bawah tegakan dan
pada lahan terbuka yang terdapat di areal kampus Universitas Hasanuddin,
khususnya pada lahan yang berpenutupan tegakan mahoni yang terletak di
halaman Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Tegakan ini terletak pada areal
datar dengan tinggi dan lebar tajuk yang bervariasi. Mahoni dikenal sebagai
tanaman tahunan dengan tidak memiliki persyaratan tipe tanah yang spesifik.
3
Mirzaq (2017) telah melakukan penelitian tentang laju infiltrasi pada tegakan
Pinus, Akasia, dan Mahoni di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin.
Hasilnya menunjukkan bahwa laju infiltrasi terjadi berbeda pada setiap penutupan
lahan. Penutupan lahan yang berbeda menjadi perbandingan besarnya laju
infiltrasi pada tegakan Mahoni dan Lahan terbuka di Universitas Hasanuddin
sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui laju infiltrasi pada
penutupan lahan di lokasi tersebut.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui laju infiltrasi pada tegakan
mahoni dan lahan terbuka di Universitas Hasanuddin.
Kegunaan dari penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk semua
pihak yang membutuhkan data mengenai laju infiltrasi pada tegakan mahoni dan
lahan terbuka di Universitas Hasanuddin.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tegakan Mahoni
Mahoni merupakan salah satu jenis pohon hutan yang berasal dari India dan
banyak ditemui di Indonesia. Tanaman ini banyak ditanam di tepi-tepi jalan
sebagai peneduh. Nama lain di beberapa daerah di antaranya mahagoni, maoni,
dan moni Mulyana dan Asmarahman (2011) dalam Abidin (2015). Klasifikasi
mahoni menurut Oka (1998) dalam Abidin (2015), adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae (Tumbuhan)
Sub regnum : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua)
Ordo : Geraniales
Famili : Meliaceae
Genus : Swietenia
Spesies : Swietenia macrophylla King.
Menurut Sabarnurdin, dkk (2004) riap pertumbuhan tinggi mahoni relatif
mengalami perlambatan, kisaran kepercayaan perlambatan riap pertumbuhan
tersebut sebesar 0,2353 ± 0,0462 m per tahun. Kencederungan perlambatan ini
seiring dengan meningkatnya perkembangan volume tajuk. Perubahan ukuran
diameter mahoni pada fase awal mengalami percepatan. Percepatan riap
pertumbuhan diameter ini sebesar 0,4171 ± 0,2284 cm, Fase selanjutnya,
pertumbuhan mahoni masih dapat terpacu dengan baik. Kondisi ini menyatakan
bahwasan pertumbuhan diameter lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan
tinggi. Pertambahan diameter mahoni mempunyai batas optimal dalam
pemanfaatan lahan sampai umur 8 tahun, sedangkan penurunan riap pertumbuhan
diameter dialami pada saat umur diatas 8 tahun. Kisaran penurunan angka riap
pertumbuhan diameter ini sebesar 0,2465 ± 0,101 cm.
Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35- 40 m
dan diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak
5
berbanir. Kulit luar berwarna coklat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik,
sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah
menjadi cokelat tua (Martawijaya, dkk., 2005). Menurut Mulyana dan
Asmarahman (2011) dalam Abidin (2015), syarat lokasi budidaya mahoni di
antaranya ketinggian lahan maksimal 1.500 m dpl, curah hujan 1.524-5.085
mm/tahun, dan suhu udara 11-36o. Tanaman ini dapat tumbuh di tempat gersang
dengan sedikit air. Selain itu, mahoni juga dapat tumbuh di daerah pasir payau.
Lokasi yang baik untuk budidaya mahoni adalah daerah dengan sinar matahari
langsung (tidak ternaungi).
Pohon mahoni termasuk jenis tanaman yang tidak memiliki persyaratan
tipe tanah secara spesifik, mampu bertahan hidup pada berbagai jenis tanah bebas
genangan dan reaksi tanah sedikit asam-basah tanah, gersang atau marginal
walaupun tidak hujan selama berbulan-bulan mahoni masih mampu untuk
bertahan hidup. Pertumbuhan mahoni akan tetap subur, bersolum dalam aerasi
baik PH 6,5 sampai 7,5 tumbuh dengan baik sampai ketinggian maksimum 1.000
mdpl sampai 1.500 mdpl (Mindawati dan Megawati, 2014).
2.2. Lahan Terbuka
Lahan adalah suatu hamparan ekosistem daratan yang peruntukannya untuk
kegiatan masyarakat. Bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi bahkan,
keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan
berpeng aruh terhadap penggunaan lahan (Departemen Kehutanan, 2006).
Lahan menurut Siswomartono (1989) adalah lingkungan alami dan kultural
tempat berlansungnya produksi; suatu istilah yang lebih luas dari pada tanah.
selain tanah, sifat-sifat meliputi kondisi fisik lainnya, seperti : Deposit mineral,
iklim, dan pasok air, lokasi yang bertalian dengan pusat-pusat kegiatan, populasi
dan lahan lain; ukuran masing-masing daerah; dan penutup tanaman yang ada,
pekerjaan perbaikan, dan sebagainya.
Lynch (1991) Lahan terbuka adalah lahan yang diakses oleh masyarakat
secara tidak langsung maupun langsung dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan
6
kegiatan seperti bermain, berolahraga, dan aktivitas sosial lainnya, pada suatu
tempat yang luas dengan ciri kepemilikan publik atau semi publik. Selanjutnya dia
mengatakan bahwa lahan terbuka merupakan tempat yang tidak terbangun dan
tidak berdiri bangunan diatasnya dan di area yang pemandangannya terbuka.
Tanah Terbuka adalah areal yang tidak digarap karena tidak subur dan atau
menjadi tidak subur setelah digarap serta tidak ditumbuhi tanaman (Peraturan
Menteri Negara Agraria 1997). Pengertian lahan terbuka biasa pada penelitian
mengacu pada pengertian yang digunakan Departemen Kehutanan Republik
Indonesia (2006) bahwa seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi.
Umumnya lahan terbuka dalam penyerapan air itu kecil karena dipengaruhi oleh
tanahnya yang tidak subur, sering terjadi pemapatan oleh manusia yang
menjadikan struktur tanahnya padat.
2.3. Infiltrasi
Infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di
dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow)
menuju mata air, danau, sungai, atau secara vertikal yang dikenal dengan
perkolasi (percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori-
pori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler (Bambang
Triatmodjo, 2008 dalam Aidatul, 2015).
Infiltrasi adalah proses masuknya air ke permukaan tanah. Menurut
Indarto (2012) infiltrasi adalah gerakan air kebawah melalui permukaan tanah ke
dalam profil tanah. Infiltrasi dari segi hidrologi sangat penting, karena hal tersebut
menandai peralihan dari air permukaan yang bergerak cepat ke dalam tanah.
Sementara, menurut Asdak (2010), mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses
yang tidak saling mempengaruhi:
a. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah.
b. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.
c. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).
Meskipun tidak saling mempengaruhi secara langsung, ketiga proses
tersebut saling terkait.
7
Besarnya laju infiltrasi tergantung pada kandungan air dalam tanah.
terjadinya infiltrasi bermula ketika air hujan pada permukaan tanah kering,
permukaan tanah tersebut menjadi basah sedangkan bagian bawahnya relatif
kering maka dengan demikian terjadilah gaya kapiler dan terjadi perbedaan antara
gaya kapiler permukaan atas dengan yang ada dibawahnya.
Penurunan kemampuan infiltrasi dari saat awal dengan laju yang tinggi bisa
merupakan akibat dari kerusakan secara perlahan pada struktur tanah dan
penutupan secara parsial pada profil oleh pembentukan kerak permukaan yang
padat, dari pelepasan dan perpindahan partikel yang menutup pori, dari
pengembangan unsur liat atau dari tertangkapnya gelembung udara yang dicegah
keluar dan diganti oleh air yang masuk (Hillel, 1998).
Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air kedalam tanah, yang umumnya
(tetapi tidak mesti) melalui permukaan dan secara vertikal. Jika cukup air, air
infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam tanah. gerakan air ke
bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi. Laju infiltrasi (infiltration rate)
adalah banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah,
dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam. Pada saat tanah masih kering, laju
infiltrasi cenderung tinggi. Setelah tanah menjadi jenuh air, laju infiltrasi akan
menurun menjadi konstan. Kemampuan tanah untuk menyerap air infiltrasi pada
suatu saat dinamai kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) tanah. laju perkolasi
adalah banyaknya air melalui penampang profil tanah per satuan waktu,
dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam. Kapasitas perkolasi adalah kemampuan
profil tanah melalukan air di dalam profil tanah. infiltrasi dan perkolasi
berhubungan erat. Laju infiltrasi tanah yang jenuh tidak dapat melampaui laju
perkolasi (Arsyad, 2010).
Kecepatan tanah untuk menginfiltrasi air hujan dipengaruhi oleh keadaan
fisik tanah tersebut. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat mempengaruhi laju
infiltrasi adalah bulk density, porositas, permeabilitas dan kadar air tanah.
Pengolahan tanah yang baik dapat menaikkan atau menurunkan sifat fisik tanah,
sehingga pengolahan tanah mempunyai pengaruh dalam menentukan laju infiltrasi
(Plaster, 2003 dalam Andayani, 2009).
8
2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Infiltrasi
Infiltrasi mempunyai arti dalam keadaan sehari-hari yaitu proses limpasan
(run-off), jika infiltrasi besar maka limpasan akan kecil, dengan demikian
kemungkinan terjadi banjir juga akan kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi
daya infiltrasi adalah kondisi tanah, vegetasi, pengelolaan tanah, kadar air dan
curah hujan.
Rahim (2003) dalam Andayani (2009) menuliskan bahwa peranan yang
penting dari tumbuhan adalah melindungi tanah dari pukulan hujan secara lansung
dengan jalan mematahkan energi kinetiknya melalui tajuk, ranting, dan batangnya
dengan serasah yang dijatuhkannya akan terbentuk humus yang berguna untuk
menaikkan kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi juga akan membantu penyerapan
air ke dalam tanah dengan perakaran yang dalam dan memiliki laju transpirasi
yang cukup tinggi sehingga dapat menghabiskan kandungan air tanah hingga
jeluk-jeluk yang dalam. Hal ini meningkatkan peluang penyimpanan air di dalam
tanah dan menyebabkan laju infiltrasi menjadi meningkan (Lee, 1988).
Dalam beberapa hal tertentu, infiltrasi itu berubah-ubah sesuai dengan
intensitas curah hujan. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi
akan berlansung terus sesuai dengan kecepatan absorpsi maksimum setiap tanah
bersangkutan. Kecepatan infiltrasi yang berubah-ubah sesuai dengan variasi
intensitas curah hujan umumnya disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi maksimum
yang terjadi pada suatu kondisi tertentu disebut kapasitas infiltrasi (f). Kapasitas
infiltrasi itu adalah berbeda-beda menurut kondisi tanah. Pada tanah yang sama
kapasitas infiltrasi itu /berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah,
struktur tanah, tumbuh-tumbuhan, suhu dll. Disamping intensitas curah hujan,
infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang
terdapat dalam tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi menurut Sosrodarsono dan
Takeda, (1999), yaitu:
9
a. Tumbuh-tumbuhan. Jika permukaan tanah tertutup oleh pohon-pohon dan
rumput-rumputan maka infiltrasi dapat dipercepat. Tumbuh-tumbuhan bukan
hanya melindungi permukaan tanah dari gaya pemampatan curah hujan,
tetapi juga lapisan humus yang terjadi mempercepat penggalian-penggalian
serangga. Pada tanah yang bercampur lempung yang tidak tertutup dengan
tumbuhan-tumbuhan, lapisan teratas akan dimampatkan oleh curah hujan,
penyumbatan dengan bahan-bahan halus. Tetapi jika tanah itu ditutupi
dengan lapisan-lapisan daun-daunan yang jatuh, maka lapisan itu
mengembang dan menjadi sangat permeabel.
b. Kelembaban tanah. Besarnya kelembaban tanah pada lapisan teratas sangat
mempengaruhi laju infiltrasi. Potensial kapiler bagian bawah lapisan tanah
yang menjadi kering (oleh evaporasi) kurang dari kapasitas menahan air
normal akan meningkat jika lapisan teratas dibasahi oleh oleh curah hujan.
Peningkatan potensial kapiler ini, bersama-sama dengan gravitasi akan
mempercepat infiltrasi. Bila kekurangan kelembapan tanah diisi oleh
infiltrasi, maka potensial kapiler akan menjadi kecil. Pada waktu yang ber
samaan kapasitas infiltrasi pada permulaan hujan akan berkurang tiba-tiba,
yang disebabkan oleh pengembangan bagian kolodial dalam tanah
c. Pemampatan oleh curah hujan. Gaya pukulan butir-butir hujan mengurangi
kapasitas infiltrasi, karena oleh pukulan-pukulan itu butir-butir halus di
permukaan lapisan teratas akan terpancar dan masuk ke dalam ruang-ruang
antara, sehingga terjadi efek pemampatan permukaan tanah yang bercampur
lempung akan menjadi sangat impermiabel oleh pemampatan butir-butir
hujan itu. Tetapi tanah pasiran tanpa bahan-bahan yang lain tidak akan
dipengaruhi oleh gaya hujan itu.
d. Penyumbatan oleh bahan-bahan halus. Kadang-kadang dalam keadaan yang
kering banyak bahan halus yang diendapkan di atas permukaan tanah. Jika
infiltrasi terjadi maka bahan halus akan masuk kedalam tanah bersama air itu.
Bahan-bahan ini akan mengisi ruang-ruang dalam tanah yang mengakibatkan
penurunan kapasitas infiltrasi.
e. Pemampatan oleh orang dan hewan. Pada bagian lalu lintas orang atau
kendaraan, permeabilitas tanah berkurang karena struktur butir-butir tanah
10
dan ruang-ruang yang berbentuk pipa yang halus telah dirusaknya. Contohnya
adalah kebun rumput tempat memelihara banyak hewan, lapangan permainan
dan jalan tanah.
Laju infiltrasi ditentukan oleh besarnya kapasitas infiltrasi dan laju
penyediaan air. Selama intensitas hujan (laju penyediaan air) lebih kecil dari
kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan. Jika
intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi terjadilah genangan air
dipermukaan tanah atau aliran permukaan (Arsyad, 2010).
Sifat-sifat tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi.
Adapun faktor-faktor infiltrasi berdasarkan sifat-sifat tanah:
a. Tekstur dan Struktur tanah. Setiap jenis tanah memiliki sifat fisik yang
berbeda, diantaranya sifat fisik yang erat hubungannya dengan tekstur dan
struktur. Kedua sifat ini menentukan proporsi pori makro dan pori mikro.
Tanah remah memberikan kapasitas infiltrasi yang lebih besar dari tanah liat
(Asdak, 2010). Kadar liat merupakan kriteria penting sebab liat mempunyai
kemampuan menahan air yang tinggi. Tanah yang mengandung liat dalam
jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh
menimpanya dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-butir
liat, semakin tinggi nisbah liat maka laju infiltrasi semakin kecil.
b. Berat Isi (Bulk density). Berat isi adalah berat (massa) satu satuan volume
tanah kering, umumnya dinyatakan dalam g/cm3. Volume tanah termasuk
volume butiran padat dan ruang pori. Berat isi berguna untuk menghitung
berat tanah dilapangan, Berat isi ditentukan oleh porositas dan padatan tanah
(Yulius, 1985). Berat isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari
lapisan ke lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah.
keragaman itu mencerminkan derajat kepadatan tanah. Tanah dengan ruang
pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah menyebabkan
meningkatnya berat isi. Tanah yang mempunyai bobot besar akan sulit
meneruskan air atau sukar ditembus akar tanaman, sebaliknya tanah dengan
berat isi rendah, akar tanaman lebih mudah berkembang (Hardjowigeno, 2003
dalam Andayani, 2009).
11
c. Kadar Air Tanah. Pori tanah dapat dibedakan atas pori kasar dan pori halus.
Pori kasar berisi udara atau air gravitasi, sedangkan pori halus terdiri dari air
kapiler dan udara (Hardjowigeno, 2003 dalam Andayani, 2009). Kandungan
air tanah adalah presentasi air yang dikandung oleh tanah atas dasar berat
kering mutlak tanah (Arsyad, 2010). Tanah dengan pori-pori jenuh air
mempunyai kapasitas lebih kecil daripada tanah dalam keadaan kering
(Asdak, 2010).
d. Porositas Tanah. Volume pori atau porositas adalah persentase dari seluruh
volume tanah, yang tidak diisi bahan padat, terdiri atas pori yang bermacam
ukuran dan bentuk mulai dari ruang submikroskopis dan mikroskopis di
antara partikel primer sampai pada pori-pori besar dan lorong yang dibuat
akar dan binatang yang meliang (Rahim, 2003 dalam Andayani, 2009).
Porositas tanah akan menentukan kapasitas penampungan air infiltrasi, juga
menahan terhadap aliran. Semakin besar porositas maka kapasitas
menampung air infiltrasi semakin besar. Proses infiltrasi akan meningkatkan
kadar air pada kondisi kapasitas lapang, di mana kandungan air dalam tanah
maksimum yang dapat ditahan oleh partikel tanah terhadap gaya tarik bumi.
Jumlah air yang diperlukan untuk mencapai kondisi kapasitas lapang disebut
soil moisture difienciency (Soesanto, 2008 dalam Andayani 2009).
e. Permeabilitas. Permeabilitas adalah kemampuan tanah melewatkan air udara.
Permeabilitas biasanya diukur dengan laju arus air melalui tanah dalam
jangka waktu tertentu. Tanah dengan struktur yang baik memiliki
permeabilitas dan drainase yang sempurna, serta tidak mudah didispersikan
oleh air hujan. Permeabilitas tanah dapat menghilangkan daya air untuk
mengerosi tanah, sedangkan drainase mempengaruhi baik buruknya
pertukaran udara. Faktor tersebut mempengaruhi kegiatan mikroorganisme
perakaran dalam tanah. selanjutnya, kelas permeabilitas dapat dilihat pada
Tabel 1.
12
Tabel. 1. Permeabilitas Tanah (Hardjowigeno, 2007).
NO Permeabilitas (cm/jam) Kelas
1 0.125 Sangat rendah
2 0.125 - 0.50 Rendah
3 0.5 - 2.0 Agak lambat
4 2.0 - 6.25 Sedang
5 6.25 - 12.5 Agak cepat
6 12.5 - 25 Cepat
7 >25 Sangat cepat
Curah hujan dan kandungan air mempengaruhi kapasitas infiltrasi dengan
berbagai cara. Pukulan tetesan hujan cenderung merusak struktur permukaan
tanah, dan bahan – bahan yang halus dari permukaan dapat tercuci ke dalam
rongga – rongga tanah, menyumbat pori – pori, selama periode curah hujan yang
tinggi (atau evaporasi dan transpirasi rendah) tingkat – tingkat air adalah lebih
tinggi, ruang pori tanah terisi oleh air, dan infiltrasi tidak dapat melebihi laju
aliran bawah permukaan (perkolasi) pada lapisan yang kurang permeabel. Pada
tingkat – tingkat kandungan air tanah yang sangat tinggi infiltrasi juga dapat
dihambat karena sulit bagi udara tanah untuk keluar untuk meciptakan ruangan
bagi air tambahan, bila tanah – tanah sangat kering tanah – tanah tersebut dapat
menjadi hidrofob (menolak air) yang akan mengurangi kapasitas infiltrasi (Lee,
1988).
Lahan yang bervegetasi pada umumnya lebih menyerap karena serasah
permukaan mengurangi pengaruh – pengaruh pukulan tetesan hujan, dan bahan
organik, mikroorganisme, serta akar – akar tanaman cenderung meningkatkan
porositas tanah dan memantapkan struktur tanah. Vegetasi juga menghabiskan
kandungan air tanah hingga jeluk – jeluk yang lebih besar, meningkatkan peluang
penyimpanan air dan menyebabkan laju – laju infiltrasi yang lebih tinggi.
Pengaruh – pengaruh ini lebih tegas pada penutupan hutan dimana akar – akar
akan berpenetrasi lebih dalam dan laju – laju evapotranspirasi adalah lebih besar.
Penutupan serasah, dan tumbuhan bawah juga melunakkan iklim mikro tanah,
terutama jeluk dan frakuensi suhu beku tanah, infiltrasi tidak terisi dengan es,
akan tetapi bila tanah – tanah yang jenuh membeku tanah – tanah tersebut akan
13
menjadi tidak permeabel (Lee, 1988). Kapasitas infiltrasi dipengaruhi oleh tekstur
tanah dan tajuk penutup tanah, hubungan dari ketiganya dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Kapasitas Infiltrasi pada Tanah Gundul dan Bervegetasi Dihubungkan
dengan Berbagai Kelas Tekstur Tanah (Lee, 1988).
Tekstur
Kapasitas infiltrasi (mm/jam)
Tanah gundul Bervegetasi
Liat 0 – 5 5 – 10
Lempung berliat 5 – 10 10 – 20
Lempung 10 – 15 20 – 30
Lempung berpasir 15 – 20 30 – 40
Pasir 20 – 25 40 – 50
2.5. Pengukuran Infiltrasi
Pengukuran infiltrasi biasa dilakukan dengan menggunakan alat
infiltrometer. Alat infiltrometer yang biasa digunakan adalah jenis infiltrometer
ganda (double ring infiltrometer), yaitu satu infiltrometer slinder ditempatkan di
dalam infiltrometer lain yang lebih besar. Infiltrometer yang lebih kecil
mempunyai ukuran diameter sekitar 30 cm dan infiltrometer yang besar
mempunyai diameter 46 hingga 50 cm. Pengukurannya hanya dilakukan terhadap
slinder yang kecil. Slinder yang lebih besar berfungsi sebagai penyangga yang
bersifat menurunkan efek batas yang timbul oleh adanya slinder. Kedua
infiltrometer tersebut dibenamkan ke dalam tanah pada kedalaman antara 5 hingga
50 cm. Kemudian air dimasukkan kedalam kedua slinder tersebut dengan
kedalaman 1-2 cm dan dipertahankan besarnya kedalaman dengan cara
mengalirkan air ke dalam silinder tersebut (dari suatu kantong air yang dilengkapi
skala). Laju air yang dimasukkan ke dalam silinder tersebut diukur dicatat. Laju
air tersebut merupakan laju infiltrasi yang diukur. Cara pengukuran infiltrasi
tersebut di atas relatif mudah pelaksanaannya, tetapi perlu diingat bahwa dengan
cara ini hasil laju infiltrasi yang diperoleh biasanya lebih besar dari keadaan yang
berlansung di lapangan (Infiltrasi dari curah hujan), yaitu 2-10 kali lebih besar
(Dunne dan Leopard, dalam Asdak, 2010).
14
Ada tiga cara untuk menentukan besarnya infiltrasi (Knapp, 1978, dalam
Asdak, 2010), yakni :
a. Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume air larian pada
percobaan laboratorium melalui penggunaan simulasi hujan buatan.
b. Menggunakan alat infiltrometer
c. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan.
15
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember sampai dengan bulan
Maret 2018. Aktivitas penelitian dilaksanakan pada dua tahap, tahap pertama
penelitian lapangan dilaksanakan di Tegakan Mahoni Pascasarjana Universitas
Hasanuddin, Lapangan terbuka Universitas Hasanuddin dan tahap kedua kegiatan
Laboratorium dilakukan di Laboratorium Silvikultur dan Fisiologi Pohon Fakultas
Kehutanan Universitas Hasanuddin. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar
1.
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Data Laju Infiltrasi dan Pengambilan Sampel
Tanah.
16
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
a. Alat pengukur infiltrasi turf-tec infiltrometer digunakan untuk mengukur laju
infiltrasi yang dilengkapi dengan penggaris untuk mengetahui penurunan air
dalam ring infiltrometer
b. Stopwatch digunakan untuk mengetahui waktu penurunan air dalam ring
infiltrometer selama pengamatan
c. Jerigen air digunakan untuk mengambil air untuk mengisi turf-tec
infiltrometer
d. Ring sampel digunakan untuk mengambil sampel tanah di lokasi penelitian
selanjutnya di analisis di laboratorium dengan bagian-bagian alat berupa pisau
tipis untuk meratakan pinggiran sampel tanah pada ring, plastik untuk
menyimpan sampel tanah dalam ring, dan karet gelang untuk mengikat sampel
tanah pada plastik untuk mencegah rusaknya sampel tanah.
e. Alat tulis menulis digunakan untuk mencatat hasil pengukuran laju infiltrasi
dilokasi penelitian.
f. Roll meter digunakan untuk mengukur plot
g. Receiver GPS (Geographic Potition System) digunakan untuk mengambil titik
pada pembuatan peta lokasi
h. Soil PH & Moisture Tester digunakan untuk mengetahui kelembapan tanah.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah dan air.
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pengambilan data dilapangan
a. Penentuan Titik Pengamatan
1) Tegakan Mahoni
Pada tegakan mahoni pengambilan data dilakukan di 3 titik
pengamatan berdasarkan kerapatan tegakan pada tegakan mahoni, yaitu
masing-masing pada tegakan yang bertajuk rapat (Plot I.1), bertajuk sedang
(Plot I.2) dan titik pengamatan bertajuk jarang (Plot I.3). Kemudian pada
17
setiap plot dilakukan pengukuran laju infiltrasi sebanyak 5 kali, sehingga
jumlah pengukuran infiltrasi di tegakan mahoni sebanyak 15 titik
pengukuran infiltrasi. Untuk mengetahui persentase tanaman bawah maka
dibuat plot ukuran (2 m x 2 m) dengan menggunakan persentase penutup
tanah pada Gambar 2.
Gambar 2. Persentase Tanaman Penutup Tanah (Paine, 1981)
2) Lahan Terbuka
Pada lahan terbuka pengambilan data dilakukan pada 3 titik
pengamatan berdasarkan vegetasi penutup tanah, yaitu titik pengamatan
pada vegetasi rerumputan yang rapat (Plot II.1), sedang (Plot II.2), dan
lahan gundul (Plot II.3). Pada setiap plot dilakukan pengukuran laju
infiltrasi sebanyak 5 kali, sehingga jumlah pengukuran infiltrasi yang
dilakukan pada penelitian ini adalah sebanyak 15 kali.
18
b. Penentuan Tajuk Pohon dan Vegetasi penutup tanah
Penentuan tajuk pohon dilakukan dengan terlebih dahulu mengamati secara
visual luasan tajuk dengan mengikuti pedoman Life Crown Diameter, untuk
memilih tajuk yang rapat, sedang dan jarang. Langkah berikutmya adalah
menghitung luasan tajuk tersebut dengan mengukur diameter dari 4 arah yaitu
timur, barat, selatan, dan utara untuk memproyeksikan tajuk ke atas permukaan
tanah lalu dirata-ratakan untuk memperoleh diameter tajuk. Luas penutupan tajuk
dapat diketahui dengan menggunakan rumus L = 2
Penentuan vegetasi penutup tanah dilakukan dengan mengamati secara
visual dan mencocokkannya dengan presentase vegetasi penutup tanah yang
dibedakan atas penutup tanah rapat, sedang dan lahan gundul sesuai dengan
metode Paine (1981) dan seterusnya mengukur tinggi vegetasi penutup tanah
tersebut.
c. Pengukuran Laju Infiltrasi
Pengukuran laju infiltrasi di lapangan dilakukan dengan menggunakan alat
double ring infiltrometer alat ini memiliki slinder ganda dengan slinder dalam
berukuran 3/8 in (6,03 cm) dan silinder luar berukuran ¼ in (10,79 cm) dengan
kedalaman 6 in. Pengukuran laju infiltrasi menurut
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengukur kelembaban tanah menggunakan alat Soil PH & Moisture tester
model DM-15
3. Memasang Double Ring Infiltrometer pada titik pengamatan. lalu masukkan
alat dengan menekan secara perlahan-lahan kedalam tanah.
4. Masukkan air kedalam ring dengan terlebih dahulu memasukkan ring luar
lalu dilanjutkan di ring dalam. Pengisian air dilakukan secara perlahan-lahan
agar tidak merusak struktur permukaan tanah.
5. Stopwatch dihidupkan saat ring dalam telah terisi air
6. Mengamati penurunan air yang ada di ring dalam sampai mencapai titik
konstan.
7. Mencatat hasil penurunan air yang terjadi dalam proses infiltrasi
19
d. Pengukuran kelembaban tanah
Pengukuran kelembaban tanah dilakukan menggunakan alat Soil PH &
Moisture Tester. Pengamatan dilakukan dengan menancapkan alat ukur ke dalam
tanah sampai jarum skala pada alat tidak bergerak lalu mencatat hasil pengukuran
kelembabannya.
e. Pengambilan Sampel Tanah
Penentuan sifat fisik tanah dilakukan dengan mengambil sampel uji tanah di
lapangan sebanyak 6 sampel tanah berdasarkan dengan titik pengukuran laju
infiltrasi, pengambilan sampel uji tanah dilakukan untuk menganalisis tekstur,
permeabilitas, porositas, bahan organik dan bobot isi (bulk density) yang
dilakukan di Laboratorium Silvikultur dan Fisiologi Pohon Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin. Pengambilan sampel tanah mengunakan metode tanah
terusik dan tidak terusik. Pengambilan sebanyak tiga kali pada pengamatan di
tegakan mahoni dan tiga kali di lahan terbuka. Cara pengambilan sampel tanah
dengan ring sample (Purwowidodo 2005):
1) Membersihkan permukaan bagian tubuh tanah yang diambil dari tumbuhan,
serasah, dan batu kemudian meratakannya.
2) Meletakkan tabung silinder secara acak pada permukaan tubuh tanah yang
akan diambil dengan bagian tajam yang bersinggungan dengan tanah.
3) Menekan tabung silinder perlahan-lahan dengan tekanan merata sampai
terbenam tiga per empat bagian.
4) Meletakkan tabung silinder kedua di atas tabung silinder pertama sampai
jeluk yang diinginkan.
5) Menggali tanah di sekeliling tabung silinder sehingga tabung-tabung tersebut
dapat diambil secara bersamaan dalam keadaan tetap utuh dan berhubungan.
6) Mengeratkan tanah lebihan di sisi depan tabung silinder pertama dan diantara
tabung silinder itu dengan pisau tipis kemudian tutup tabung silinder pertama
dengan tutup yang tersedia.
7) Mengambil sampel tanah terusik. Setelah sampel tanah diambil, proses
selanjutnya yang akan dilakukan yaitu pengamatan di laboratorium untuk
20
menganalisis tekstur, porositas, permeabilitas, bahan organik, dan bobot isi
(bulk density) dari tanah tersebut.
f. Pengamatan Sifat Fisik Tanah
1) Penentuan Tekstur Tanah
Penentuan tekstur tanah ditetapkan berdasarkan hasil analisis sampel tanah
yang telah dilakukan di laboratorium. Dari hasil analisis tersebut dapat
diketahui persentase pasir, debu dan liat sehingga dapat ditentukan kelas
tekstur dengan menggunakan segitiga tekstur dari United State Department
of Agriculture (USDA).
2) Penentuan berat volume tanah (BD) dan Berat Partikel Tanah (PD)
Penentuan BD/PD dilakukan dengan metode core yaitu didasarkan pada
pengambilan contoh tanah dengan menggunakan ring sampel. Sampel tanah
dalam ring sampel selanjutnya dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada
suhu 1050C, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat volume tanah.
3) Penentuan porositas tanah
Penentuan % pori tanah diperoleh dari hasil analisis persentase berat volume
tanah (BD) dan berat partikel tanah (PD) yang kemudian dikalikan dengan
100%.
4) Penentuan permeabilitas tanah
Penentuan ini ditetapkan dengan menggunakan perbandingan waktu dan
volume. Sampel tanah diambil dengan menggunakan ring sampel, kemudian
direndam pada bak perendaman. Setelah itu, tanah dalam keadaan jenuh
kemudian dipindahkan ke alat ukur untuk mengukur laju permeabilitasnya.
5) Bahan organik
Penentuan bahan organik dilakukan dengan metode titrasi sampai tanah
berubah warna menjadi hijau, hasil dari titrasi tersebut diolah data hingga
mendapatkan kandungan C Organik dan kandungan bahan organik.
21
3.3.2. Analisis data
a. Analisis Laju Infiltrasi
Nilai laju infiltrasi dapat diperoleh dari nilai infiltrasi pada menit ke 15 pada
setiap pengukuran yang kemudian dibagi dengan lama waktu pengukuran (15
Menit). Nilai dari hasil tersebut dijumlahkan yang selanjutnya dibagi dengan
jumlah titik pengukuran pada setiap plot, satuan dari nilai tersebut adalah
(mm/menit) atau menggunakan persamaan :
= Tinggi penurunan (mm) dalam selang waktu tertentu
= Selang waktu yang dibutuhkan oleh air pada untuk masuk ketanah
(menit) (Asdak, 1995) dalam (Elfiati dan Delvian, 2009).
(Ket : untuk mengkonversi menit ke jam dikali 60)
b. Kurva Infiltrasi
Data hasil pengamatan laju infiltrasi di setiap plot pengamatan yang
dimasukkan untuk menghasilkan kurva infiltrasi adalah waktu pengamatan
(menit) dan laju infiltrasi (mm/menit).
c. Klasifikasi Laju Infiltrasi
Kohnke (1968) dalam Lee (1988) mengklasifikasikan kelas laju infiltrasi
dan laju perkolasi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Klasfikasi Infiltrasi Tanah dan Laju – Laju Perkolasi (Lee, 1988)
Deskripsi Infiltrasi (mm/jam) Perkolasi (mm/jam)
Sangat lambat 1 1
Lambat 1 – 5 1 – 5
Sedang lambat 5 – 20 5 – 16
Sedang 20 – 65 16 – 50
Sedang cepat 65 – 125 50 – 160
Cepat 125 – 250 > 160
Sangat cepat > 250
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Plot Sampel Pengamatan
4.1.1 Kondisi Vegetasi
a. Tegakan Mahoni
Tegakan mahoni yang menjadi aspek penelitian terletak di depan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Tegakan mahoni terletak pada
koordinat 5o7’39,8’’ Lintang selatan dan 119o29’11,2’’ Bujur Timur yang terdapat
dalam areal Kampus Universitas Hasanuddin. Luas wilayah penelitian pada
tegakan mahoni yaitu 0,35 Ha dengan keadaan permukaan tanah yang datar.
Tegakan mahoni ini terdiri atas 90 pohon dengan beberapa jenis yaitu Pohon
mahoni Switenia macrophilla King, pohon mangga Mangifera indica, pohon pulai
Alstonia Scholaris dan pohon tanjung Mimusops elengi. Tegakan mahoni berumur
kurang lebih enam tahun dengan diameter rata-rata 24,03 cm dan tinggi pohon
yaitu 15,27 m dengan jarak tanam 5 x 5 m. Gambar tegakan Mahoni dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Kondisi Tegakan Mahoni
23
b. Lahan Terbuka
Lahan terbuka yang menjadi aspek penelitian terletak diantara Fakultas
Kelautan Perikanan dan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin pada
koordinat Lintang selatan 5o7’43” dan Bujur Timur 119o29’4’’. dengan luas 0,20
Ha. Pada lahan terbuka beberapa areal didominasi rumput yang heterogen
diantaranya yaitu rumput teki Cyperus rotundus L dan rumput gajah Cenchrus
purpureus. Pada areal terbuka ini dikelilingi oleh beberapa pohon yang berfungsi
sebagai pohon penedu. Jika dilihat keadaan fisik tanah dilahan terbuka diduga
akan mudah terjadi pemadatan tanah yang disebabkan oleh injakan manusia
karena sering digunakan sebagai lahan bermain bola. Pada lahan terbuka. Gambar
lahan terbuka dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kondisi Lahan Terbuka
4.1.2. Pengamatan Sampel
Pengamatan dilakukan pada tegakan mahoni terdiri atas 3 plot. Plot I.1
(tajuk rapat), plot I.2 (tajuk sedang), plot I.3 (tajuk jarang) dan pengamatan pada
lahan terbuka plot II.1 (vegetasi rumput rapat), plot II.2 (vegetasi rumput sedang),
plot II.3 (Lahan gundul). Pengukuran laju infiltrasi sebanyak 5 titik dengan lama
waktu pengukuran 15 menit setiap plot, pengukuran infiltrasi dilakukan secara
acak.
24
a. Kondisi Tegakan Mahoni
Pada tegakan mahoni pohon yang terpilih sebagai sampel penelitian terdiri
atas pohon bertajuk rapat dengan diameter 32,80 cm dan tinggi pohon 24,5 m,
pohon bertajuk sedang dengan diameter 36,31 cm dan tinggi pohon 20 m, dan
pohon bertajuk jarang berdiameter 32,17 cm dengan tinggi pohon 14 cm. Pohon
bertajuk rapat memiliki luasan tajuk 14,2 m2, pohon bertajuk sedang memiliki
luasan tajuk 21,9 m2, dan pohon bertajuk jarang 11,5 m2, kondisi tajuk dapat
dilihat pada Gambar 5 dan 6.
(a) (b) (c)
Gambar 5. Penutupan Tajuk (a) Tajuk Rapat, (b) Tajuk Sedang, dan (c) Tajuk
Jarang
Gambar 6. Proyeksi Tajuk
25
Kondisi vegetasi tanaman bawah pada tegakan mahoni memiliki kerapatan
yang sangat kecil atau sangat jarang. Pada plot I.1 kerapatan tanaman bawahnya
5% dan pada plot I.2 dan I.3 kerapatan tanaman bawahnya 1% atau hampir tidak
terdapat penutupan tanaman bawah berdasarkan klasifikasi kerapatan tanaman
bawah menurut Paine (1981). Persentase tanaman bawah diamati dengan
membuat plot ukuran 2 m x 2 m. Kondisi tanaman bawah dapat dilihat pada
Gambar 7.
(a) (b) (c)
Gambar 7. Kondisi Tanaman Bawah (a) Tajuk Rapat, (b) Tajuk Sedang, dan (c)
Tajuk Jarang
b. Kondisi Lahan Terbuka
Pada lahan terbuka hanya terdapat satu jenis vegetasi yaitu Rumput.
Vegetasi yang terpilih sebagai sampel penelitian yaitu areal yang memiliki
vegetasi rumput rapat memiliki kerapatan 85% dengan ketinggian rumput 7 cm,
vegetasi rumput sedang memiliki kerapatan 35% dengan tinggi rumput 5 cm dan
lahan gundul 0% atau tidak memiliki tanaman penutup tanah atau rumput
berdasarkan klasifikasi kerapatan tanaman bawah menurut Paine (1981). Pada
lahan terbuka tidak memiliki luasan sampel karena dilakukan secara acak. Adapun
kondisi penutup tanah pada lahan terbuka dapat dilihat pada Gambar 8.
26
(a) (b) (c)
Gambar 8. Vegetasi Rumput pada Lahan Terbuka (a) Vegetasi Rapat (b) Vegetasi
Sedang, dan (c) Lahan Gundul
4.2. Sifat Fisik Tanah dan Kelembaban
4.2.1. Sifat Fisik Tanah
Jenis tanah yang terdapat pada tegakan mahoni dan lahan terbuka yaitu jenis
tanah mediteran. Sifat fisik tanah pada tegakan mahoni dan lahan terbuka yang
dianalisis adalah tekstur tanah (persentase pasir, debu, dan liat), porositas (%),
permeabilitas (cm/jam), bobot isi (bulk density) (g/cm3), dan bahan organik tanah
(persentase kandungan C dan unsur hara). Sifat fisik tanah diperoleh melalui
pengambilan sampel yang dilakukan dilapagan dengan menggunakan ring sampel
pada 2 lokasi (tanah terusik dan tanah utuh/tanpa gangguan). Analisis sampel
tanah dilakukan di Laboratorium Silvikultur dan Pemuliaan Pohon Fakultas
Kehutanan Universitas Hasanuddin. Hasil analisis tersebut disajikan dalam bentuk
tabel untuk setiap plot pada tegakan mahoni dan lahan terbuka. Hasil analisis
sifat fisik tanah pada tegakan mahoni dan lahan terbuka di area kampus
Universitas Hasanuddin dapat dilihat pada Tabel 4.
27
Tabel 4. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah di Tegakan Mahoni dan Lahan Terbuka
Sifat Fisik Tanah Tegakan Mahoni
Plot BD
(g/cm3)
Porositas
(%)
Permea
bilitas
(cm/jam)
Tekstur tanah Kandungan
C organic
(%)
Kandung
an Bahan
Organik
(%)
Pasir Debu Liat
I.1 1,27 30 0,43 33 12 55 0,63 1,08
I.2 1,23 37 0,54 54 14 32 0,52 0,89
I.3 1,3 31 0,52 55 10 35 0,44 0,75
Rata-rata 1,26 32,66 0,49 47,33 12 40,66 0,53 0,90
Sifat Fisik Tanah Lahan Terbuka
Plot BD
(g/cm3)
Porositas
(%)
Permea-
bilitas
(cm/jam)
Tekstur tanah
Kandungan
C organic
(%)
Kandu
ngan
Bahan
Organi
k (%)
Pasir Debu Liat
II.1 1,35 28 0,34 26 17 57 0,42 0,72
II.2 1,34 24 0,20 14 19 67 0,02 0,03
II.3 1,53 23 0,16 23 28 49 0,01 0,01
Rata-rata 1,40 25 0,23 21 21,33 57,66 0,15 0,25
Tekstur Tanah
Penentuan klasifikasi tekstur tanah dilakukan dengan menggunakan diagram
segitiga tekstur berdasarkan klasifikasi USDA (United States Departement of
Agriculture). Berdasarkan klasifikasi tersebut maka didapatkan bahwa tekstur
tanah pada tegakan Mahoni tergolong dalam kelas lempung liat berpasir dan pada
lahan terbuka termasuk dalam kelas liat. Kelas tekstur pada tegakan mahoni
diperoleh dari rata-rata 3 plot yaitu plot 1 yang di dominasi oleh liat sebanyak
57% dan plot 2,3 yang di dominasi oleh pasir sebanyak 54% dan 55%. Kelas
tekstur tanah pada lahan terbuka diperoleh dari 3 plot dan semua plot didominasi
oleh liat. Tekstur tanah mempengaruhi laju infiltrasi suatu lahan. Tekstur tanah
pada dasarnya berhubungan dengan keadaan pori tanah. jumlah dan ukuran pori
yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang berukuran besar. Makin banyak
pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar. Liat memiliki pori yang
halus dan kurang akan pori besar. Berbanding terbalik akan fraksi pasir yang
memiliki banyak pori besar dan sedikit pori halus, oleh karena itu infiltrasi pada
tanah pasir jauh lebih besar dari pada tanah liat (Irawan dkk., 2016).
28
Bulk density
Berdasarkan analisis laboratorium diperoleh nilai bulk density pada tegakan
mahoni yaitu 1,26 g/cm3 dan pada lahan terbuka 1,40 g/cm3. Hal ini diduga karena
pada lahan terbuka banyak mengalami injakan atau pemapatan oleh manusia yang
melakukan aktivitas olahraga dan menyebabkan tanah tersebut padat. Nilai ini
menunjukkan bahwa hubungan bulk density dengan laju infiltrasi berbanding
terbalik yaitu semakin kecil nilai bulk density maka semakin besar laju infiltrasi.
bulk density yang tinggi merupakan petunjuk kepadatan tanah yang sulit
meneruskan air atau ditembus akar tanaman (Hardjowigeno, 2007).
Porositas
Pada tegakan mahoni memiliki nilai porositas tanah yaitu 32,66% dan pada
lahan terbuka memiliki porositas tanah yaitu 25%. Pada tegakan mahoni memiliki
agregat tanah yang stabil dan akan membentuk banyak pori dan akan menampung
air yang masuk kedalam tanah berbeda halnya dengan lahan terbuka yang
memiliki agregat tanah yang tidak stabil. Aktivitas biologi seperti aktivitas
tanaman dan organisme tanah mempengaruhi pembentukan agregat tanah.
banyaknya perakaran meningkatkan granulasi dan aktivitas mikroorganisme yang
pada akahirnya meningkatkan porositas dan kestabilan struktur tanah. Porositas
merupakan nisbah persentase dari ruang pori total. Besarnya total ruang pori tanah
menunjukkan tanah trsebut tanah gembur dan memiliki banyak ruang pori tanah
dan proses penyerapan air atau laju infiltrasi berlansung cepat (Elfiati dan
Delvian, 2009).
Permeabilitas
Permeabilitas pada tegakan mahoni yaitu 0,49 cm/jam dan pada lahan
terbuka 0,23 cm/jam. Lahan terbuka memiliki tanah yang padat dan sulit untuk
meloloskan air masuk ke dalam tanah karena memiliki tingkat kepadatan yang
tinggi dibandingkan dengan tegakan mahoni, hal ini yang menyebabkan nilai
permeabilitas pada lahan terbuka lebih tinggi dibandingkan pada tegakan mahoni.
Bahan Organik
Hasil analisis menunjukkan kandungan bahan organik pada tegakan mahoni
yaitu 0,90 % dan pada lahan terbuka 0,25 %. Bahan organik pada kedua
penutupan lahan tidak menunjukkan hasil yang jauh berbeda hal ini disebabkan
29
karena pada tegakan mahoni tanaman penutup tanah sangat sedikit atau hampir
tidak terdapat tanaman penutup tanah, oleh karena itu produksi bahan organik
sangat minim sedangkan pada lahan terbuka menunjukkan bahan organik yang
rendah disebabkan karena tidak tersedianya bahan pembentuk bahan organik
tanah seperti daun dan sisa-sisa tanaman lainnya. Hal ini didukung oleh penelitian
(Rahayu, dkk., 2009 dalam Budianto, dkk., 2012) bahwa semakin tinggi bahan
organik suatu lahan dimana banyak serasah yang menutupi permukaan tanah akan
meningkatkan aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisikan bahan
organik dan akan menjaga struktur tanah sedangkan daerah yang tanpa serasah
kemungkinan akan mengeras dan membentuk lapisan kerak akibat tinggi aliran
permukaan.
4.2.2. Kelembaban Tanah
Hasil Pengukuran kelembaban tanah dilakukan di setiap plot yaitu 3 pada
tegakan mahoni dan 3 pada lahan terbuka dengan menggunakan alat ukur Soil PH
& Moisture Tester. Pengukuran kelembaban tanah yang didapatkan lansung
dilapangan dalam bentuk (%) dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase Kelembaban Tanah
No Plot
pengamatan
Kelembaban
Tegakan Mahoni
(%)
Plot pengamatan
Kelembaban
Lahan terbuka
(%)
1 I.1 60 II.1 60
2 I.2 50 II.2 65
3 I.3 50 II.3 70
Rata-rata 53.3 Rata-rata 65
Hasil pengukuran menunjukkan pada lahan terbuka memiiliki kelembaban
yang tinggi yaitu 65% didapatkan dari masing-masing plot. Plot I.1 yaitu 60%
(Tabel 5). Plot I.2 dan I.3 yaitu 50% (Tabel 5). Persentase kelembaban tanah pada
tegakan mahoni di setiap plot berbeda disebabkan oleh tempat tumbuh pohon
pada plot 1 lebih rendah dibandingkan tempat tumbuh pohon pada plot 2 dan 3,
saat terjadi hujan air hujan akan bertumpuh di plot 1 Sedangkan pada lahan
terbuka memiliki kelembaban yang tinggi yaitu 65% dengan kelembaban masing-
30
masing plot yaitu 60% pada plot II.1, 65% pada plot II.2 dan 70% pada plot II.3,
hal ini disebabkan karena tekstur tanahnya yang liat. Tingginya kelembaban pada
lahan terbuka disebabkan oleh tekstur tanah liat yang mampu menahan air lebih
banyak dibandingkan kelas tekstur lainnya sedangkan pada tegakan mahoni
memiliki tekstur tanah lempung liat berpasir. Hillel (1998) mengatakan bahwa
serapan tanah bernilai rendah saat kelembaban tanah tinggi dan serapan tanah
akan meningkat dengan menurunnya kelembaban tanah, akibatnya laju infiltrasi
awal lebih tinggi pada tanah kering daripada tanah basah.
4.3. Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni dan Lahan Terbuka
Pengukuran laju infiltrasi sebanyak lima kali pada masing-masing plot
dengan lama waktu pengukuran 15 menit setiap plot, pengukuran laju infiltrasi
dilakukan secara acak. Laju infiltrasi pada tegakan mahoni dan lahan terbuka
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni dan Lahan
Terbuka
Plot
penga
matan
Laju Infiltrasi
Tegakan Mahoni
Deskripsi
Plot
Pengama
tan
Laju Infiltrasi
Lahan Terbuka
Deskripsi cm/
menit
mm/
jam
cm/
menit
mm/
jam
I.1 0,268 160,8 Cepat II.1 0,256 153,6 Cepat
I.2 0,378 227,2 Cepat II.2 0,142 85,2 Sedang
Cepat
I.3 0,364 218,4 Cepat II.3 0,045 27 Sedang
Rata-
rata
0,336 202.1 Cepat Rata-rata 0,148 88,8 Sedang
Cepat
Berdasarkan hasil penelitian laju infiltrasi pada tegakan mahoni dan lahan
terbuka (Tabel 6) diperoleh 202,1 mm/jam untuk tegakan mahoni dan 88,8
mm/jam untuk lahan terbuka. Laju infiltrasi pada tegakan mahoni dikategorikan
cepat dan laju infiltrasi pada lahan terbuka dikategorikan sebagai laju yang sedang
cepat berdasarkan Tabel klasifikasi laju infiltrasi tanah dan perkolasi menurut
31
(Kohnke, 1968) dalam (Lee, 1988). Besarnya laju infiltrasi pada tegakan mahoni
dipengaruhi oleh kerapatan tajuk yang bervariasi Gambar 4 dan vegetasi tanaman
bawah Gambar 6 dibandingkan dengan lahan terbuka yang tidak memiliki tajuk
pohon . Kerapatan tajuk akan membuat kondisi sifat fisik tanah yang lebih baik
untuk proses infiltrasi. Penutupan tajuk yang semakin rapat meningkatkan
kegiatan biologi dipermukaan tanah karena tersedianya bahan organik dari serasah
yang dihasilkan. Kondisi vegetasi penutup tanah dan serasah dalam penelitian ini
juga berperan dimana pada tegakan mahoni vegetasi penutup tanahnya sangat
minim dan pada lahan terbuka vegetasi penutup tanahnya didominasi oleh rumput.
Infiltrasi akan semakin kecil pada penggunaan lahan yang memiliki vegetasi
dengan perakaran pendek dibandingkan dengan lahan yang memiliki banyak
vegetasi. Tidak adanya tegakan atau penutup tanah secara otomatis berpengaruh
lansung terhadap kandungan bahan organik.
Kondisi vegetasi penutup tanah di tegakan mahoni Universitas Hasanuddin
berbeda dengan kondisi vegetasi yang terdapat di Hutan Alam oleh karena itu
nilai laju infiltrasi di Universitas Hasanuddin lebih rendah dibandingkan
penelitian laju infiltrasi pada hutan alam yang telah dilakukan Mirzaq (2017) yaitu
810 mm/jam. hal ini terjadi karena air hujan yang jatuh tidak langsung menimpa
permukaan tanah akan tetapi tertahan oleh vegetasi baik lapisan tajuk maupun
tanaman penutup tanah sehingga laju infiltrasi akan meningkat (Yanrilla, 2001).
Menurut Morgan (2004) dalam Irawan (2016), efektivitas vegetasi dalam
menekan aliran permukaan dan erosi dipengaruhi oleh tinggi tajuk, luas tajuk dan
kerapatan vegetasi. Vegetasi berperan penting dalam melindungi tanah dari
pukulan air hujan secara lansung dengan mematahkan energi kinetiknya melalui
tajuk, ranting dan batang. Serasa yang jatuh akan membentuk humus yang
berguna untuk menaikkan kapasitas infiltrasi tanah. selain itu kondisi tajuk yang
bervariasi yang terdapat pada tegakan mahonimenjadi penyebab tingginya laju
infiltrasi pada lahan ini. Hal ini didukung dengan pernyataan bahwa dengan
adanya pohon-pohon maka sistem perakarannya akan meningkatkan kemampuan
tanah dalam meresapkan air sehingga memperbesar infiltrasi dan menaikkan
permeabilitas tanah (Setyowati, 2007).
32
Selain itu besarnya laju infiltrasi pada tegakan mahoni disebabkan oleh
kondisi tekstur tanah, bulk density, porositas, permeabilitas, bahan organik dan
kelembaban tanah. Hasil analisis sifat fisik tanah menunjukkan bahwa sifat fisik
tanah pada tegakan mahoni sangat mendukung proses infiltrasi yang terjadi
dibandingkan pada lahan terbuka. Tekstur tanah menentukan banyaknya pori-pori
yang terdapat pada tanah dimana banyaknya pori-pori besar maka kapasitas
infiltrasi makin besar karena air yang terinfiltrasi masuk kedalam tanah mengisi
pori-pori yang kosong. Tekstur tanah dengan fraksi pasir yang tinggi menjadikan
tanah memiliki laju infiltrasi yang tinggi.
Berdasarkan analisis laboratorium diperoleh nilai rata-rata bulk density pada
tegakan mahoni yaitu 1,26 g/cm3 dan lahan terbuka 1,40 g/cm3. Nilai ini
menunjukkan bahwa hubungan bulk density dengan laju infiltrasi berbanding
terbalik yaitu semakin kecil nilai bulk density maka semakin besar laju infiltrasi,
hal tersebut sesuai dengan yang disebutkan dalam Hardjowigeno (2007)
menyatakan bulk density yang tinggi merupakan petunjuk kepadatan tanah yang
sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman.
Porositas berhubungan dengan nilai bobot isi tanah dan tekstur tanah.
semakin tinggi nilai bobot isi tanah maka ruang pori yang ada di dalam tanah akan
semakin berkurang adapun porositas pada tegakan mahoni sebesar 32,66 % dan
pada lahan terbuka 25% hal ini terjadi karena pada lahan terbuka nilai bobot isi
tanah lebih tinggi dibandingkan pada tegakan mahoni Ini berarti daya hantar air
semakin berkurang. Sejalan dengan itu maka permeabilitas akan menurun
sehingga infiltrasi akan menurun pula. Permeabilitas yang dihasilkan pada
tegakan mahoni yaitu 0,49 cm/jam dan lahan terbuka yaitu 0,23 cm/jam, nilai ini
dikategorikan dalam kelas rendah menurut tabel klasifikasi Hardjowigeno (2003).
Porositas dan permeabilitas juga dipengaruhi oleh jumlah bahan organik di dalam
tanah sehingga tanah menjadi remah dan ruang pori juga akan semakin
bertambah.
Ruang pori yang terdapat dalam tanah memberikan pengaruh pada
pergerakan air di dalam tanah, dan apabila pada tanah terdapat akar tanaman maka
ruang pori ini dapat bertambah besar seiring dengan pertumbuhan akar tersebut.
Tingginya laju infiltrasi disebabkan oleh kualitas fisik tanah yang baik terutama
33
porositas tanahnya yang tinggi akibat tingginya kandungan C-organik. Tingginya
bahan organik tanah pada tegakan mahoni yaitu 0,53% dan lahan terbuka 0,15 %.
Menurut Franzluebbers (2002) dalam Irawan dan Yuwono (2016) salah satu peran
penting bahan organik adalah menurunkan bobot isi tanah dan meningkatkan laju
infiltrasi tanah.
4.4. Kurva Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni dan Lahan Terbuka
Laju infiltrasi pada tegakan mahoni dan lahan terbuka di setiap pengamatan
disajikan melalui kurva infiltrasi pada setiap plot yang diperoleh dari selisih laju
infiltrasi setiap menitnya. Setelah dilakukan pengukuran laju infiltrasi selama 15
menit, diperoleh laju infiltrasi pada masing-masing plot pada tegakan mahoni
dapat dilihat pada Gambar 9 dan laju infiltrasi pada masing-masing plot pada
lahan terbuka dapat dilihat pada Gambar 10 sedangkan data laju infiltrasi dapat
dilihat pada Lampiran 6 sampai Lampiran 12.
Gambar 9. Kurva Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni
34
Laju infiltrasi tertinggi pada tegakan mahoni terjadi pada pohon bertajuk
sedang dengan penurunan tertinggi pada menit pertama 9 mm/menit kemudian
dimenit ke-2 sampai menit ke-7 mengalami penurunan yang kecil. Pada saat
memasuki menit ke 8 laju infiltrasi mengalami penurunan yang bervariasi hingga
menit ke 13 sampai ke-15 lajunya konstan. Sedangkan untuk laju terendah di
tegakan mahoni ada pada pohon bertajuk rapat dengan penurunan air di menit
pertama 7 mm/menit, kemudian pada menit selanjutnya laju infiltrasi kecil hingga
menit 11-15 infiltrasi mencapai keadaan konstan. Laju infiltrasi pada tajuk yang
jarang menunjukkan bahwa lajunya tidak jauh berbeda dengan pohon yang
bertajuk sedang, penurunan menit pertama 8.2 mm/menit dan menit selanjutnya
mengalami penurunan yang bervariasi sampai dengan menit ke 14 penurunannya
mencapai titik konstan Gambar 9. Data Laju Infiltrasi pada tegakan mahoni dapat
dilihat pada Lampiran 6 sampai 8.
Gambar 10. Kurva Laju Infiltrasi pada Lahan Terbuka
35
Laju infiltrasi menit ke-1 sampai menit ke-3 pada lahan yang
berpenutupan vegetasi banyak mengalami penurunan yang besar, dan pada menit
selanjutnya terjadi penurunan yang tidak signifikan. Pada menit ke-6 terjadi laju
infirasi yang konstan sampai menit ke-8 kondisi yang demikian ini berlanjut
sampai menit-menit terakhir. Hal ini diduga karena pada saat pengambilan data,
kondisi lapangan kering karena tidak terjadi hujan selama beberapa hari dan
diketahui ketinggian rumput pada plot ini setinggi 7 cm. Berdasarkan kurva
tersebut dapat dikatakan bahwa pada tahap awal laju infiltrasi di lahan terbuka
dengan penutupan tanah vegetasi rumput sedang yaitu 4.6 mm/menit, di menit-
menit selanjutnya mengalami penurunan yang tidak signifikan hingga di menit ke-
13 sampai menit ke-14 tidak lagi memperlihatkan penurunan. Hal ini terjadi
karena kelembaban awal pada tanahnya lebih tinggi dibandingkan plot vegetasi
rapat. Ketinggian rumput pada plot ini yaitu 3 cm. laju infiltrasi terkecil terjadi
pada lahan gundul dimana penurunan awal yaitu 0,18 cm/menit. Kemudian di
menit-menit selanjutnya terjadi penurunan yang kecil dan tidak signifikan dan
pada menit ke 15 mencapai titik jenuh. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi
tanah pada plot ini yang sangat padat. Selain itu pada malam hari ada malam hari
sebelum dilakukan pengukuran laju infiltrasi, terjadi hujan yang menyebabkan
tanah menjadi jenuh airData laju infiltrasi pada lahan gundul dapat dilihat pada
Lampiran 12.
4.5. Kurva Perbedaan Laju infiltrasi
Laju infiltrasi pada tegakan mahoni dan lahan terbuka di area kampus
Universitas Hasanuddin diperoleh dari rata-rata laju infiltrasi pada setiap plot
pengamatan. Pada Gambar 7 diperlihatkan laju infiltrasi pada dua tipe penutupan
lahan, laju infiltrasi pada tegakan mahoni lebih besar dibandingkan pada lahan
terbuka berdasarkan tabel Kohnke (1968) dalam Lee (1988). Data perolehan rata-
rata dari laju infiltrasi dapat dilihat pada Lampiran 13.
36
Gambar 11. Kurva Perbedaan Laju Infiltrasi Tegakan Mahoni dan Lahan Terbuka
37
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Tingkat penutupan tajuk pada tegakan mahoni dan tingkat penutupan
tumbuhan bawah pada lahan terbuka mempengaruhi proses infiltrasi. Laju
infiltrasi di tegakan Mahoni yang memiliki variasi tajuk di area kampus
Universitas Hasanuddin termasuk kategori cepat dengan nilai rata-rata sebesar
202,1 mm/jam dan nilai ini sekitar 2,3 kali lipat bila dibandingkan dengan laju
infiltrasi di lahan terbuka yang tidak memiliki tajuk tetapi hanya bervegetasi
rumput yaitu hanya sebesar 88,6 mm/jam termasuk kategori sedang sampai cepat.
Sedangkan sifat fisik yang paling berpengaruh terhadap laju infiltrasi pada
tegakan mahoni yaitu kelembaban dan pada lahan terbuka yaitu porositas.
5.2. Saran
Untuk mengetahui besaran infiltrasi pada seluruh wilayah di Universitas
Hasanuddin diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai infiltrasi di
beberapa penutupan lahan yang ada di Universitas Hasanuddin.
38
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, F., 2015. Partisi Curah Hujan pada Tegakan Mahoni (Swietenia
Macrophylla King.) di Daerah Tangkapan Air Binanga Jajang. Skripsi.
Fakultas Kehutanan UNHAS. Makassar.
Aidatul, N., 2015. Pemetaan Laju Infiltrasi Menggunakan Metode Horton Di Sub
DAS Tenggarang Kabupaten Bondowoso. Skripsi. Fakultas Teknik
UNJEM. Jember.
Andayani. W,S. 2009. Laju Infiltrasi Tanah pada Tegakan Jati (Techtona grandis
Linn F) di BKPH Subah KPH Kendal Unit I Jawa Tengah. Fakultas
Kehutanan IPB. Skripsi. Diakses Pada Tanggal 25 Mei 2015.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah IPB
Arsyad, U. 1983. Studi Intersepsi Curah Hujan pada Hutan Alam di Sub Malino
DAS Sa’dan. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Arsyad, U. 2010. Analisis Erosi pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan dan
Kemiringan Lereng di Daerah Aliran Sungai Jeneberang Hulu. Disertasi.
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Budianto, H., R., Wirosoedarmo., dan B, Suhartono, 2014. Perbedaan Laju
Infiltrasi pada Lahan Hutan Tanaman Industri Pinus Jati dan Mahoni.
Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, hlm.15-24.
Departemen Kehutanan. 2006. Glossary Pengelolaan DAS. Departemen
Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai
Penelitian dan Teknologi Pengelolaan DAS, Indoneisa Bagian Timur.
Makassar.
Elfiat D., dan Delvian, 2009. Laju Infiltrasi pada Berbagai Tipe Kelerengan
Dibawah Tegakan Eucalyptus Di Areal Hphti Pt. Toba Pulp Lestari Sektor
Aek Nauli. J.Hidrolitan, 1:2:29-34. [email protected]. Diakses pada tanggal
6 Oktober 2017.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Buku. Akademika Pressindo.
Hillel, D. 1998. Pengantar Fisika Tanah. Buku. Diterjemahkan oleh Purnomo dan
Susanto. Yogyakarta. 463 p: Mitra Gama Widya.
Irawan, T dan S.D Yuwono., 2016. Infiltrasi pada Berbagai Tegakan Hutan di
Arboretum Universitas Lampung. Jurnal Sylva Lestari. Vol 4 No.3
39
Lee, R.1988. Hidrologi Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lynch, K. 1991. City Sense and City Design. Massachusetts: MIT Press.
Martawijaya, A., I, Kartasujana., K, Kadir., S.A Prawira. 2005. Atlat Kayu Jilid I,
II, III. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian & Pengembangan Kayu.
Bogor.
Mindawati, N., dan Megawati. 2014. Manual Budidaya Mahoni (Swietenia
macrophylla king). Bogor: PT Citra Adidaya Bakti.
Mirzaq, M.R., 2017. Laju Infiltrasi pada Tegakan Pinus, Akasia, dan Mahoni di
Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin. Skripsi. Fakultas Kehutanan
Unhas. Makassar.
Paine, 1981. Crown density scale used for estimating density of SAV beds from
aerial photography. Aerial photography and Image Interpretation for
ResourceManagement.571pp.http://web.vims.edu/bio/say/sav/sav14/crown
_density.html. diakses pada tanggal 20 Maret 2018.
Peraturan Menteri Negara Agraria. 1997. Pemetaan Penggunaan Tanah
Perdesaan, Penggunaan Tanah Perkotaan, Kemampuan Tanah dan
Penggunaan Simbol/Warna untuk Penyajian dalam Peta. Badan Pertanah
Nasioanal.
Purwowidodo. 2005. Mengenal Tanah. Bogor: Laboratorium Pengaruh Hutan
Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Sarief, S. 1986. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: Pustaka Buana.
Sabarnurdin, Suryanto dan Aryono, 2004. Dinamika Pohon Mahoni (Swietenia
Macrophylla King) Pada Agroforestry Pola Lorong (Alley Cropping)
Mahoni (Swietenia Macrophylla King) Trees Dynamics In Alley Cropping
Agroforestry. Jurnal Ilmu Pertanian, 11 (1), hlm 63 - 73
Setyowati, Dl., 2004. Sifat Fisik Tanah dan Kemampuan Tanah Meresapkan Air
pada Lahan Hutan, Sawah, dan Permukiman. Skripsi. Jurusan Geografi
FIS UNNES. Semarang.
Siswomartono, D. 1989. Ensiklopedia Konservasi Sumber Daya. Jakarta:
Erlangga.
Sosrodarsono dan Takeda., 1999. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya
Paramita.
40
Utaya, S. 2008. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Sifat Biofisik
Tanah dan Kapasitas Infiltrasi di Kota Malang. Forum Geografi 22,00-
112.
Yulius, P.A., 1985. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Makassar: Lembaga Penerbit
Universitas Hasanuddin.
41
LAMPIRAN
42
Lampiran 1
Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Tegakan Mahoni (Plot 1.1)
MENIT
KE
PLOT 1.1 RATA-
RATA
(mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 6 6 5 8 10 7
2 11 9 7 13 18 11.6
3 16 12 9 16 22 15
4 21 15 11 18 24 17.8
5 25 18 12 20 27 20.4
6 30 21 13 21 29 22.8
7 33 23 15 23 31 25
8 37 25 17 24 33 27.2
9 41 27 18 25 35 29.2
10 44 30 19 26 37 31.2
11 46 33 20 28 38 33
12 49 35 21 29 40 34.8
13 52 37 22 31 41 36.6
14 55 40 23 32 42 38.4
15 58 42 24 33 44 40.2
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 1.1 dan seterusnya)
43
Lampiran 2
Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Tegakan Mahoni (Plot 1.2)
MENIT KE PLOT 1.2 RATA-
RATA
(mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 1 6 12 7 12 7.6
2 19 8 14 10 20 14.2
3 17 9 19 12 27 16.8
4 25 10 22 15 33 21
5 31 11 24 17 42 25
6 37 13 27 20 47 28.8
7 42 14 29 22 55 32.4
8 46 16 31 24 61 35.6
9 51 17 34 26 66 38.8
10 55 18 36 28 72 41.8
11 64 19 38 30 77 45.6
12 67 20 40 32 82 48.2
13 70 2.1 42 35 87 47.22
14 73 21 44 37 91 53.2
15 76 23 47 38 92 55.2
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 1.2 dan seterusnya)
44
Lampiran 3
Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Tegakan Mahoni (Plot 1.3)
MENIT KE PLOT 1.3 RATA-
RATA
(mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 11 6 8 11 5 8.2
2 16 10 10 20 8 12.8
3 20 13 13 26 11 16.6
4 24 16 16 32 14 20.4
5 28 19 18 38 17 24
6 34 21 20 45 19 27.8
7 37 25 23 51 20 31.2
8 41 28 26 57 21 34.6
9 45 30 28 63 23 37.8
10 48 33 31 68 25 41
11 51 35 33 73 28 44
12 55 38 35 76 31 47
13 59 40 37 81 32 49.8
14 63 433 39 85 35 131
15 66 45 41 90 36 55.6
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 1.3 dan seterusnya)
45
Lampiran 4
Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Lahan Terbuka Plot II.1
MENIT
KE
PLOT 2.1 RATA-
RATA
(mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 4 4 10 1 15 6.8
2 9 5 16 2 25 11.4
3 11 6 21 3 30 14.2
4 14 7 26 3 34 16.8
5 17 9 30 4 40 20
6 19 10 34 4 44 22.2
7 21 10 28 5 48 22.4
8 24 10 43 5 51 26.6
9 26 11 45 5 54 28.2
10 27 12 49 5 58 30.2
11 29 12 52 6 60 31.8
12 32 13 55 6 63 33.8
13 34 14 59 7 65 35.8
14 36 14 62 7 67 37.2
15 38 15 64 7 69 38.6
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 2.1 dan seterusnya)
46
Lampiran 5
Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Lahan Terbuka Plot II.2
MENIT KE PLOT 2.2 RATA-
RATA
(mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 6 4 5 6 2 4.6
2 10 5 6 8 5 6.8
3 16 7 6 10 5 8.8
4 20 7 7 11 6 10.2
5 24 9 8 12 7 12
6 27 10 8 13 7 13
7 30 11 9 14 7 14.2
8 34 12 9 15 7 15.4
9 36 14 9 15 7 16.2
10 39 15 10 16 7 17.4
11 41 15 10 17 8 18.2
12 44 16 10 17 8 19
13 46 17 10 19 8 20
14 48 19 10 19 8 20.8
15 50 19 10 19 8 21.2
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 2.2 dan seterusnya)
47
Lampiran 6
Hasil pengukuran infiltrasi di Lapangan pada Lahan Terbuka Plot II.3
MENIT
KE
PLOT 2.3 RATA-
RATA
(mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 2 2 1 2 2 1.8
2 3 2 1 3 3 2.4
3 4 2 1 4 3 2.8
4 4 3 1 5 4 3.4
5 4 3 2 6 4 3.8
6 5 3 2 6 4 4
7 5 3 2 7 5 4.4
8 6 4 2 9 5 5.2
9 6 4 2 10 6 5.6
10 6 4 2 11 6 5.8
11 6 4 2 11 6 5.8
12 7 4 2 12 7 6.4
13 7 4 3 13 7 6.8
14 7 4 3 13 7 6.8
15 7 4 3 13 7 6.8
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 2.3 dan seterusnya)
48
Lampiran 7
Data Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni (Plot I.1)
MENIT
KE PLOT 1
RATA-
RATA
(mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 6 6 5 8 10 7
2 5 3 2 5 8 4.6
3 5 3 2 3 4 3.4
4 5 3 2 2 2 2.8
5 4 3 1 2 3 2.6
6 5 3 1 1 2 2.4
7 3 2 2 2 2 2.2
8 4 2 2 1 2 2.2
9 4 2 1 1 2 2
10 3 3 1 1 2 2
11 2 3 1 2 1 1.8
12 3 2 1 1 2 1.8
13 3 2 1 2 1 1.8
14 3 3 1 1 1 1.8
15 3 2 1 1 2 1.8
mm/menit 2.68
mm/jam 160.8
Kategori cepat
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 1.1 dan seterusnya)
49
Lampiran 8
Data Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni (Plot I.2)
MENIT
KE
PLOT 1 RATA-
RATA (mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 10 6 12 7 12 9.4
2 9 2 2 3 8 4.8
3 8 1 5 2 7 4.6
4 8 1 3 3 6 4.2
5 6 1 2 2 9 4
6 6 2 3 3 5 3.8
7 5 1 2 2 8 3.6
8 4 2 2 2 6 3.2
9 5 1 3 2 5 3.2
10 4 1 2 2 6 3
11 5 1 2 2 5 3
12 4 1 2 2 5 2.8
13 3 1 2 3 5 2.8
14 3 1 2 2 4 2.4
15 3 1 3 2 1 2
mm/menit 3.78
mm/jam 227.2
kategori Cepat
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 1.2 dan seterusnya)
50
Lampiran 9
Data Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni (Plot I.3)
MENIT
KE
PLOT 1 RATA-RATA
(mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 11 6 8 11 5 8.2
2 5 4 2 9 3 4.6
3 4 3 3 6 3 3.8
4 4 3 3 6 3 3.8
5 4 3 2 6 3 3.6
6 4 2 2 7 2 3.4
7 3 4 3 6 1 3.4
8 4 3 3 6 1 3.4
9 4 2 2 6 2 3.2
10 3 3 3 5 2 3.2
11 3 2 2 5 3 3
12 4 3 2 3 3 3
13 4 2 2 5 1 2.8
14 4 2 1 5 1 2.6
15 3 2 2 5 1 2.6
mm/menit 3.64
mm/jam 218.4
kategori Cepat
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 1.3 dan seterusnya)
51
Lampiran 10
Data Laju Infiltrasi pada Lahan Terbuka (Plot II.1)
MENIT
KE
PLOT 1 RATA-RATA
(mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 4 4 10 1 15 6.8
2 5 1 6 1 10 4.6
3 2 1 5 1 5 2.8
4 3 1 5 0 4 2.6
5 3 2 4 1 4 2.8
6 2 1 4 0 4 2.2
7 2 0 4 1 4 2.2
8 3 0 5 0 3 2.2
9 2 2 2 0 3 1.8
10 1 1 4 0 4 2
11 2 0 3 1 2 1.6
12 3 1 3 0 3 2
13 2 1 4 1 2 2
14 2 0 3 0 2 1.4
15 2 1 2 0 2 1.4
mm/menit 2.56
mm/jam 153.6
kategori Cepat
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 2.1 dan seterusnya)
52
Lampiran 11
Data Laju Infiltrasi pada Lahan Terbuka (Plot II.2)
MENIT
KE
PLOT 1 RATA-RATA
(mm) T1 T2 T3 T4 T5
1 6 4 5 6 2 4.6
2 4 1 1 2 3 2.2
3 6 2 0 2 0 2
4 4 0 0 1 1 1.2
5 4 2 1 1 1 1.8
6 3 1 0 1 0 1
7 3 1 1 1 0 1.2
8 4 1 0 1 0 1.2
9 2 2 0 0 0 0.8
10 3 1 1 1 0 1.2
11 2 0 0 1 1 0.8
12 3 1 0 0 0 0.8
13 2 1 0 2 0 1
14 2 2 0 0 0 0.8
15 2 2 0 0 0 0.8
mm/menit 1.42
mm/jam 85.6
kategori sedang
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 2.2 dan seterusnya)
53
Lampiran 12
Data Laju Infiltrasi pada Lahan Terbuka (Plot II.3)
MENIT
KE
PLOT 1 RATA-
RATA
(CM) T1 T2 T3 T4 T5
1 2 2 1 2 2 1.8
2 1 0 0 1 1 0.6
3 1 0 0 1 0 0.4
4 0 1 0 1 1 0.6
5 0 0 1 1 0 0.4
6 1 0 0 0 0 0.2
7 0 0 0 1 1 0.4
8 1 1 0 2 0 0.8
9 0 0 0 1 1 0.4
10 0 0 0 1 0 0.2
11 0 0 0 0 0 0
12 1 0 0 1 1 0.6
13 0 0 1 1 0 0.4
14 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0
mm/menit 0.45
mm/jam 27.2
Kategori Sedang
Keterangan : T1 (Titik pengukuran 1 pada plot 2.3 dan seterusnya
54
Lampiran 13. Perbandingan Laju Infiltrasi pada Tegakan Mahoni dan Lahan Terbuka
No Tajuk
Rapat
Tajuk
Sedang
Tajuk
Jarang
Tegakan
Mahoni No
Vegetasi
Rapat
Vegetasi
Sedang
Lahan
Gundul
Lahan
Terbuka
1 7 9.4 8.2 8.2 1 6.8 4.6 1.8 4.4
2 4.6 4.8 4.6 4.66 2 4.6 2.2 0.6 2.46
3 3.4 4.6 3.8 3.93 3 2.8 2 0.4 1.73
4 2.8 4.2 3.8 3.6 4 2.6 1.2 0.6 1.46
5 2.6 4 3.6 3.4 5 2.8 1.8 0.4 1.66
6 2.4 3.8 3.4 3.2 6 2.2 1 0.2 1.13
7 2.2 3.6 3.4 3.06 7 2.2 1.2 0.4 1.26
8 2.2 3.2 3.4 2.93 8 2.2 1.2 0.8 1.4
9 2 3.2 3.2 2.8 9 1.8 0.8 0.4 1
10 2 3 3.2 2.73 10 2 1.2 0.2 1.13
11 1.8 3 3 2.6 11 1.6 0.8 0 0.8
12 1.8 2.8 3 2.53 12 2 0.8 0.6 1.13
13 1.8 2.8 2.8 2.46 13 2 1 0.4 1.13
14 1.8 2.4 2.6 2.26 14 1.4 0.8 0 0.73
15 1.8 2 2.6 2.13 15 1.4 0.8 0 0.73
2.68 3.78 3.64 3.36 2.56 1.42 0.45 1.48
mm/Jam 202.13 mm/Jam 88.8
55
Lampiran 14
Persentase vegetasi penutup tanah pada lahan terbuka vegetasi rapat (Plot II.1 )
dengan kerapatan 85%
56
Lampiran 15
Persentase vegetasi penutup tanah pada lahan terbuka vegetasi sedang (Plot II.2)
dengan kerapatan 35%
57
Lampiran 16
Persentase vegetasi penutup tanah pada lahan terbuka vegetasi jarang (Plot II.3)
kerapatan 0% atau lahan gundul
58
Lampiran 17
Dokumentasi Kegiatan Pengamatan
Alat Infiltrasi
(a) (b)
Pengukuran Infiltrasi pada (a) Tegakan Mahoni dan (b) Lahan Terbuka
59
(a) (b)
Pengambilan Sampel Tanah (a) Tegakan Mahoni dan (b) Lahan Terbuka
(a) (b)
Pengukuran Kelembaban tanah (a) Tegakan Mahoni dan (b) Lahan Terbuka
60
Analisis Bulk density
(a) (b)
Analisis Permeabilitas (a) perendaman sampel tanah (b) proses permeabilitas
61
Proses Titrasi pada Pengamatan Analisis Bahan Organik
Analisis Tekstur Tanah