kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    1/121

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1  Latar Belakang 

    Penuaan adalah sesuatu yang pasti terjadi pada manusia. Bertambahnya

    usia dan menjadi tua adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Pada umumnya

    manusia menganggap bahwa keluhan-keluhan yang berhubungan dengan proses

     penuaan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan proses alamiah

    yang sewajarnya muncul pada usia tua, sehingga bila timbul keluhan mereka tidak

    cepat-cepat berusaha untuk mencari pengobatan. Bila keluhan semakin berat

     barulah mencari pertolongan dokter. Mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya

    manusia dapat hidup dengan umur lebih panjang dengan kualitas hidup yang tetap

     baik.

    Ada banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua. Penyebab

     penuaan dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.

    Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon berkurang, proses glikolisasi,

    metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal

    yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan,

    stress, dan kemiskinan (Pangkahila, 2011).

    Beberapa teori menjelaskan mengapa seseorang menjadi tua. Salah satu

    teori penuaan yang sangat berkembang adalah Teori Radikal Bebas. Teori ini

    menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi

    kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas akan

    merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    2/121

    2

    menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul

    utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah desoxyribonucleic

    acid (DNA), lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000).

    Kulit manusia seperti organ tubuh lainnya juga mengalami penuaan.

    Fungsi kulit manusia yang menurun seiring usia adalah fungsi barier, pergantian

    sel, pembersihan zat kimia, persepsi sensoris, mekanisme proteksi, penyembuhan

    luka, respon imun, termoregulasi, produksi keringat, produksi sebum, produksi

    vitamin D dan perbaikan DNA. Perubahan histologis paling mencolok dan

    konsisten adalah penyempitan dermal – epidermal juction dengan penipisan pada

     papila dermal dan epidermal rete pegs. Pemisahan ini menyebabkan orang tua

    cenderung mudah terjadi luka pada kulit, abrasi superfisial pada trauma minor dan

     pembentukan bula pada lokasi oedem.

    Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian dari jaringan tubuh. Luka juga

    didefinisikan sebagai kerusakan fisik akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit

    yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori

    and   Solanki, 2011). Keadaan luka ini banyak faktor penyebabnya di antaranya

    trauma benda tajam atau tumpul, ledakan, zat kimia, perubahan suhu, sengatan

    listrik, gigitan hewan.

    Pada manusia dan golongan vertebrata yang lebih tinggi penyembuhan

    luka terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana hasil yang dicapai bukan

     berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada hasil yang fungsional

    (Falanga, 2007). Berbeda dengan mekanisme yang terjadi pada amphibi dan reptil

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    3/121

    3

    yang mampu mengalami regenerasi ke bentuk dan susunan asli dari suatu organ

    atau bagian anatomi tubuh seperti sebelum terjadi perlukaan.

    Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan

    interaksi yang terus menerus antara sel dengan sel dan antara sel dengan matriks

    yang terangkum dalam tiga fase yang saling tumpang tindih. Tiga fase mekanisme

     penyembuhan luka yang terjadi yaitu fase inflamasi (0-3 hari), fase proliferasi dan

     pembentukan jaringan (3-14 hari) (Reddy et al ., 2012) serta fase  remodeling  

     jaringan (bisa dimulai pada hari ke 8 dan berlangsung sampai 1 tahun) (Broughton

    et al ., 2006)). Hasil dari mekanisme penyembuhan luka ini tergantung dari

     perluasan dan kedalaman luka, serta ada tidaknya komplikasi yang mengganggu

     perjalanan proses penyembuhan luka yang alami. Gangguan pada proses

     perbaikan jaringan yang menyebabkan proses penyembuhan luka yang lama,

    terjadi pada berbagai kondisi seperti pada orang yang berusia lanjut, pengobatan

    dengan steroid, dan yang menderita penyakit diabetes dan kanker (Gurtner et al .,

    2008). Pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar.

    Proses penyembuhan luka merupakan proses biologik dimulai dari adanya

    trauma dan berakhir dengan terbentuknya luka parut. Tujuan dari manajemen luka

    adalah penyembuhan luka dalam waktu sesingkat mungkin, dengan rasa sakit,

    ketidaknyamanan, dan luka parut yang minimal pada pasien (Soni  and   Singhai,

    2012), meminimalkan kerusakan jaringan, penyediaan perfusi jaringan yang

    cukup dan oksigenasi, nutrisi yang tepat untuk jaringan luka (Reddy et al ., 2012).

    Pengobatan dari luka bertujuan untuk mengurangi faktor-faktor risiko yang

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    4/121

    4

    menghambat penyembuhan luka, mempercepat proses penyembuhan dan

    menurunkan kejadian luka yang terinfeksi (Soni and  Singhai, 2012).

    Sampai saat ini tidak ada substansi yang sangat efektif untuk

    mempercepat proses penyembuhan luka walaupun banyak usulan dalam ilmu

     pharmaceutical. Sebagai akibatnya, perhatian meningkat dalam menemukan

    ekstrak tanaman untuk meningkatkan regenerasi penyembuhan luka, meskipun

     penggunaan dari ekstrak tanaman untuk pengobatan luka umumnya baru

    merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat tradisional (Mathivanan et

    al ., 2006). Di negara berkembang, 25 persen dari pengobatan didasarkan pada

     pemakaian tanaman obat, yang secara luas digunakan pada masyarakat pedesaan.

     Nenek moyang menemukan kekuatan penyembuhan dari tumbuhan melalui proses

    trial and error  (Soni and  Singhai, 2012). Banyak tanaman obat yang biasa dipakai

    untuk mempercepat penyembuhan luka, diantaranya adalah tanaman mengkudu 

    (Morinda citrifolia) (Nagori and  Solanki, 2011).

    Mengkudu atau noni adalah satu dari tumbuhan tropikal penting yang

     berasal dari Polynesia. Disebut penting karena fungsinya yang banyak untuk

    kesehatan (Pal, 2012). Secara tradisional dari daun segar mengkudu dipakai

    sebagai obat untuk patah tulang, luka sayat atau potong yang dalam, luka bakar

    dan nyeri (Rasal et al ., 2008).

    Komposisi mengkudu adalah sebagai berikut :  scopoletin, octoanoic acid,

     potassium, ascorbic acid   (vitamin C), triterpenoids, alkaloids, anthraquinones,

     sitosterol, beta carotene, vitamin A,  flavones glycosides dan  linoleic acid   (Rasal

    et al ., 2008),  saponin (Satwadhar et al ., 2010),  tannin (Nayak et al ., 2009),

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    5/121

    5

     xeronin  (Peter, 2007).  Phytoconstituent   dari semua tumbuhan obat yang

     berpengaruh dalam mekanisme penyembuhan luka adalan  tannins, flavonoids,

     saponins, sterol dan  polyphenols  serta  triterpenoid   (Soni and   Singhai, 2012).

    Daun mengkudu mengandung semua kandungan tersebut. Kandungan daun

    mengkudu yang kaya antioksidan terutama vitamin C, catalase, beta karoten,

     flavonoid glycosides  dan  iridoid glycosides  dianggap paling berperan penting

    dalam mekanisme penyembuhan luka (Rasal et al ., 2008). Kandungan zat-zat

    aktif ini berperan pada semua fase penyembuhan luka.

    Vitamin C, catalase, dan terutama flavonoid diduga dapat memperpendek

    fase inflamasi dengan cara mengeliminasi  reactive oxygen species (ROS),

    detoksifikasi hidrogen peroksida  (H2O2) sehingga menurunkan level lipid

     peroksida (Rasal et al ., 2008), meningkatkan kadar enzim antioksidan dalam

     jaringan luka sehingga menghambat efek berantai radikal bebas (Thakur et al .,

    2011), serta efek antibakteri. Pada fase proliferasi dan  remodelling  jaringan,

    flavonoid pada daun mengkudu berperan dalam meningkatkan vaskuler,

    meningkatkan sintesis kolagen (Patil et al ., 2012), meningkatkan kekuatan serat

    kolagen (Thakur et al ., 2011; Nayak   et al., 2009), merangsang  platelet derived

     growth factor   (PDGF) yang berperan dalam merangsang dan mengatur migrasi

    fibroblas, mitogenik untuk fibroblas, sel otot polos dan sel endotel (Fitzpatrick

    and   Mehta, 2009). Semua proses ini akan meningkatkan kecepatan epitelisasi

     jaringan luka.

    Penelitian oleh Nayak et al.  (2009) menyebutkan bahwa pemberian

    ekstrak etanol daun mengkudu secara oral pada tikus yang dilukai menghasilkan

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    6/121

    6

    secara signifikan meningkatan kecepatan kontraksi luka, kecepatan pembentukan

    kolagen dan hidroksiprolin, waktu epitelisasi yang lebih singkat. Rasal et al .

    (2008) juga melaporkan ekstrak daun mengkudu per oral dapat meningkatkan

    kontraksi luka, memperkuat jaringan penyembuhan luka, meningkatkan kolagen

    dan hidroksiprolin, mempercepat epitelisasi dan menurunkan level

    malondialdehyde (MDA). Secara histopatologis Rasal et al. (2008) juga

    melaporkan peningkatan secara signifikan neovaskularisasi, fibroblas dan

    epitelisasi.

    Penelitian ekstrak daun mengkudu secara topikal untuk penyembuhan

    luka, belum pernah dilakukan sebelumnya, padahal masyarakat turun temurun

    telah menggunakanya secara tradisional, dan produk topikal dengan bahan

    mengkudu sudah beredar tanpa penelitian yang jelas. Selain itu, untuk obat luka,

     biasanya masyarakat lebih menyukai pemakaian produk topikal yang bisa

    langsung diaplikasikan ke jaringan luka karena lebih praktis.

    Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian dengan

    menggunakan formula ekstrak daun mengkudu dalam bentuk salep untuk

    mengetahui efeknya terhadap regenerasi luka dengan parameter neovaskularisasi,

    epitelisasi dan fibroblas, pengamatan hari ke 4 dan hari ke 8. Penentuan hari ke 4

    dan ke 8 ini berdasarkan laporan jurnal dari Li et al. (2007) yang menyebutkan

     bahwa pembentukan kembali dermis di mulai kira-kira hari ke 3-4 setelah

     perlukaan, dengan ciri pembentukan neovaskularisasi dan penumpukan fibroblas,

     juga laporan yang menyebutkan bahwa kolagen tipe III disekresikan maksimal

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    7/121

    7

    oleh fibroblas antara hari ke 5 dan 7, dan setelah itu terjadi perubahan fenotip

    fibroblas menjadi miofibroblas.

    Pemilihan sediaan salep disebabkan karena telah dilakukan penelitian

    sediaan ini sebelumnya terhadap daun Cajanus scarabaeoides yang mengandung

    zat aktif  flavonoid glycosides untuk regenerasi jaringan luka, dengan formulasi

    salep hidrofilik (Pattanayak et al ., 2011), juga salep merupakan sediaan yang

    stabilitasnya baik, berupa sediaan halus, mudah digunakan, mampu menjaga

    kelembaban kulit, tidak mengiritasi kulit, mempunyai tampilan yang lebih

    menarik, dan lebih lama berada di jaringan luka dibandingkan dengan bentuk

    sediaan lain.

    Walaupun tidak ada perbedaan nilai hematologi, biokimia, maupun bobot

    organ antara tikus jantan dan betina (Sihombing and   Tuminah, 2011), untuk

    mendapatkan sampel yang homogen, dipilih tikus jantan pada penelitian ini.

    1.2 Rumusan Masalah 

    Dari uraian latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan masalah penelitian

    sebagai berikut :

    1.  Apakah pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan epitelisasi

     jaringan luka pada tikus putih wistar jantan?

    2. 

    Apakah pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan fibroblas

     jaringan luka pada tikus putih wistar jantan?

    3. 

    Apakah pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan

    neovaskularisasi jaringan luka pada tikus putih wistar jantan?

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    8/121

    8

    1.3 Tujuan Penelitian

    1.3.1 Tujuan Umum 

    Untuk mengetahui efek pemberian salep ekstrak daun mengkudu efektif

    dapat meningkatkan proses regenerasi jaringan luka pada tikus putih wistar jantan.

    1.3.2 Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui efek pemberian salep ekstrak daun mengkudu dapat

    meningkatkan epitelisasi jaringan luka pada tikus putih wistar jantan.

    2. Untuk mengetahui efek pemberian salep ekstrak daun mengkudu dapat

    meningkatkan fibroblas jaringan luka pada tikus putih wistar jantan.

    3. Untuk mengetahui efek pemberian salep ekstrak daun mengkudu dapat

    meningkatkan neovaskularisasi jaringan luka pada tikus putih wistar jantan.

    1.4 Manfaat Penelitian

    1.4.1 Manfaat Ilmiah

    1. Memberi informasi ilmiah mengenai fungsi salep ekstrak daun mengkudu

    untuk meningkatkan regenerasi jaringan luka.

    2. Sebagai dasar untuk digunakan sebagai penelitian lebih lanjut pada manusia.

    1.4.2 Manfaat Praktis

    Diharapkan masyarakat mengetahui manfaat salep ekstrak daun

    mengkudu dalam meningkatkan regenerasi jaringan luka sehingga dapat

    digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    9/121

    9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Teori Penuaan

    Populasi orang tua di dunia mencapai laju yang sangat luar biasa. Sebagian

     besar berhubungan dengan penurunan laju kelahiran dan peningkatan angka

    harapan hidup dalam 20 tahun terakhir. Perkembangan ilmu kedokteran, dalam

    hal ini Ilmu Kedokteran Anti Penuaan (KAP) atau  Anti-Aging Medicine  (AAM)

    telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Penuaan diperlakukan

    sebagai penyakit, sehingga dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan

    dikembalikan ke keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih

     panjang dengan kualitas hidup yang baik (Goldman and  Klatz, 2007; Pangkahila,

    2011). Dengan mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat

    dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti

     pada usia yang lebih muda, walaupun usia sebenarnya bertambah. Dengan

    demikian penampilan dan kualitas hidupnya lebih muda dibandingkan dengan

    sebenarnya (Pangkahila, 2011).

    Para ahli mengemukakan banyak teori mengapa kita menjadi tua. Namun

    tidak satupun teori yang dapat menjelaskan secara tuntas. Teori terbaru dari aging  

    tingkat seluler hingga molekuler secara umum terdiri dari 2 latar belakang, yaitu

    aging adalah program dan aging adalah kebetulan. Teori program berdasarkan

     pemikiran bahwa sejak konsepsi hingga kematian, perkembangan manusia

    diperintah oleh jam biologis. Jam ini mengatur waktu yang tepat untuk sejumlah

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    10/121

    10

     perubahan. Teori kebetulan menyatakan organisme menjadi tua oleh sejumlah

    kejadian acak. Contohnya kerusakan desoxyribonucleic acid (DNA) oleh radikal

     bebas atau hanya wear and tear dari kehidupan sehari-hari. Terdapat 4 prinsip

    teori penuaan menurut Goldman and  Klatz (2007) :

    1. Teori Wear and Tear  

    Tubuh dan sel-selnya rusak karena banyak dipakai secara berlebihan (overuse) 

    dan disalahgunakan (abuse). Proses penuaan yang lebih cepat berkaitan dengan

    adanya toksin dalam diet dan lingkungan; mengkonsumsi makanan yang

     banyak lemak, gula, kafein, alkohol, nikotin, paparan sinar ultraviolet dan stres

    emosional.

    2. Teori Neuroendokrin

    Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh.

    Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus,

    sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan

    hipofise dan organ target yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan

     bertambahnya usia, tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang

    akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.

    3. 

    Teori Kontrol Genetik

    Teori ini berfokus pada program genetik DNA, dimana kita dilahirkan dengan

    kode genetik yang unik, sehingga penuaan dan lama usia hidup telah

    terprogram dan diwariskan secara genetik untuk tiap-tiap spesies. Tiap spesies

    di dalam inti selnya mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    11/121

    11

    suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan

    replikasi sel bila berhenti berputar.

    4. Teori Radikal Bebas

    Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi

    akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal

     bebas adalah suatu atom atau molekul yang mempunyai susunan elektron tidak

     berpasangan sehingga bersifat amat tidak stabil. Untuk menjadi stabil, radikal

     bebas menyerang sel-sel untuk mendapatkan elektron pasangannya dan

    terjadilah reaksi berantai yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas.

    Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA,

    lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka

    akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan,

    sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang

    akhirnya bisa berakibat kanker dan kematian.

    2.2 Kulit

    Secara mikroskopis struktur kulit manusia terdiri dari : epidermis, dermis

    dan subkutis (Baumann et al ., 2009). Dua struktur yaitu epidermis dan dermis

    saling berhubungan dibatasi dermal epidermal junction.

    1. Lapisan epidermis

    Merupakan lapisan terluar. Bervariasi ketebalannya antara 0,04 mm (kulit

    kelopak mata) sampai 1,5 mm (kulit telapak tangan) (Jain, 2012). Keratinosit atau

    dikenal juga dengan sebutan korneosit, adalah sel utama pada lapisan epidermis.

    Keratin filamen merupakan komponen utama dari keratinosit, dan berfungsi

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    12/121

    12

    sebagai jaringan pendukung. Keratinosit permulaan terdapat pada basal epidermis

    dan di dermal-epidermal junction. Diproduksi oleh stem cell , dan ketika stem cell  

    membelah, menghasilkan sel serupa, dengan lambat berpindah ke lapisan atas

    epidermis. Proses ini disebut keratinisasi (Baumann et al ., 2009). Lapisan

    epidermis dibagi menjadi empat lapisan berdasarkan ciri-ciri bentuk sel dan

     protein intraseluler yaitu dari luar ke dalam stratum korneum, stratum

    granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale (germinativum).

    Gambar 2.1 Struktur anatomi kulit (Dikutip dari : Anonym, 2009)

    Stratum Basale

    Lapisan terdalam kulit, terletak diatas membran dasar, mengandung sel

    keratinosit, melanosit, sel merkel, dan sel Langerhans (utamanya terletak di

    stratum spinosum). 10% dari sel basal merupakan  stem cell , 50% amplifying cell ,

    dan 40%  postmitotic cell   (Baumann et al ., 2009). Normalnya,  stem cell  

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    13/121

    13

    membelah dengan lambat, tetapi pada kondisi tertentu seperti pada proses

     penyembuhan luka atau pengaruh  growth factors, akan membelah dengan cepat

    (Baumann et al ., 2009). Dibentuk oleh sel kolumnar dan terjadi multiplikasi pada

    lapisan ini, dan juga terjadi ekspresi dari ornithine decarboxylase (ODC) sebagai

    marker dari aktivitas proliferasi (Jain, 2012).

    Stratum Spinosum

    Terdiri dari 5-12 lapisan dengan bentuk sel polyhedral, inti sel bulat dan

    „spiny‟ . Lapisan ini mengandung sel keratinosit dan sel Langerhans. Sel-sel

    mengandung granula lamellar yang membawa lipid intraseluler, mengandung

    glikoprotein dan prekursor lipid, terlibat dalam pembentukan lapisan barier

    kutaneus (Jain, 2012). Pelepasan lipid melapisi permukaan memberikan fungsi

     barrier (Baumann et al ., 2009).

    Stratum Granulosum

    Lapisan tipis, terdiri dari 1-3 lapisan, merupakan lapisan sel fusiform,

    datar dan mengandung granuler keratohialin.

    Stratum Korneum

    Merupakan lapisan teratas dari epidermis, disebut juga horny layer .

    Keratinosit menetap pada lapisan ini, menjadi matang, dan terjadi proses

    keratinisasi yang sempurna. Keratinosit tidak mengandung organel dan tersusun

    menyerupai dinding batu bata (Baumann et al ., 2009). Melindungi kulit secara

    mekanik, kehilangan cairan, dan impermeabiliti. Korneosit mengandung keratin

    yang tertanam dalam matriks kaya filaggrin. Hasil dari degradasi filaggrin adalah

    urocanic acid  yang mengabsorbsi radiasi ultra violet dan membentuk secara alami

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    14/121

    14

    moisturization factor , sehingga terhindar dari kekeringan kulit. Seramid

    merupakan barrier lipid utama untuk kulit, barrier lipid lainnya meliputi

    cholesterol, cholesterol sulfat dan asam lemak (Jain, 2012).

    Membran Basalis

    Barier selektif antara epidermis dan dermis, mengikat epidermis ke

    dermis. Ada dua membran basalis yaitu  dermo-epidermal junction  dan dermal

     pembuluh darah.

    2. Lapisan Dermis

    Lapisan yang tebalnya 15  –  40 x tebal epidermis, mengandung komponen

    mesoderm, dibagi menjadi lapisan superfisial yaitu papila dermis dan lapisan

    dalam yaitu retikular dermis (mengandung sejumlah besar kolagen dan serat-serat

    elastin, pembuluh darah, saraf, limfatik, otot, pilosebasea, kelenjar apokrin dan

    ekrin).

    Kolagen

    Kolagen merupakan satu dari sejumlah protein alam terkuat dan

     jumlahnya terbanyak dan berlimpah pada manusia yaitu di bagian kulit,

    memberikan ketahanan dan daya lentur pada kulit (Baumann et al ., 2009).

    Merupakan protein fibrous, 70 -80% berat dari dermis, komponen terpenting dari

    dermis (Jain, 2012). Kolagen disintesa dalam fibroblas dalam bentuk prekursor

    kolagen yaitu prokolagen. Sisa prolin dalam rantai prokolagen diubah menjadi

    hidroksiprolin oleh enzim  prolyl hydroxylase. Sisa lisin pada rantai prokolagen

     juga diubah menjadi hidroksilisin oleh enzim lysyl hydroxylase. Kedua reaksi ini

    membutuhkan Fe++, vitamin C, dan α-ketoglutarate  (Baumann et al ., 2009).

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    15/121

    15

    Kolagen dihancurkan oleh metalloprotein, sintesisnya dirangsang oleh asam

    retinoat, dihambat oleh  IL-1,  glukokortikoid, D-penicillamine, radiasi ultraviolet

    (Jain, 2012 ).

    3. Lapisan subkutis

    Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari

    lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit

    secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda

    menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang

    suplai darah ke dermis untuk regenerasi (Baumann et al ., 2009).

    Banyak fungsi dari kulit, yaitu: fungsi barier, mengatur suhu, sintesa

    vitamin D3, melindungi dari sinar ultraviolet yang merusak, melindungi dari

    mikro organisme patogen, fungsi sensasi, ekskresi dan metabolisme (Baumann et

    al ., 2009). Dari berbagai fungsi itu, kulit sebagai barier adalah yang terpenting.

    Kulit berfungsi sebagai barier antara bagian luar dan dalam untuk melindungi dari

    agen-agen mekanik, kimia, dan serangan mikroba di lingkungan sekitar (Elias et

    al ., 2007).

    2.3 Luka

    2.3.1 Definisi Luka

    Berdasarkan Wound Healing Society, luka adalah kerusakan fisik sebagai

    akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan

    ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and Solanki, 2011).

    Luka juga didefinisikan sebagai gangguan dari seluler, anatomi, dan fungsi yang

     berkelanjutan dari jaringan hidup yang disebabkan oleh trauma fisik, kimia, suhu,

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    16/121

    16

    mikroba, atau imunologi yang mengenai jaringan (Thakur et al ., 2011).

    Disebutkan juga luka adalah kerusakan dari integritas epitel kulit diikuti dengan

    terganggunya struktur dan fungsi dari jaringan normal sebagai akibat dari luka

    memar, luka lebam, luka robek, luka koyak atau luka lecet (Soni and   Singhai,

    2012). Luka ini mengakibatkan kehilangan kesinambungan dari epitel dengan atau

    tanpa kehilangan dari jaringan penunjangnya.

    Menurut Nagori and  Solanki (2011), klasifikasi luka berupa luka terbuka

    dan tertutup berdasarkan penyebab dasar dari luka, serta luka akut dan kronis

     berdasarkan fisiologi dari penyembuhan luka. Meliputi :

    Luka terbuka  : terjadi perdarahan yang terlihat secara kasat mata dimana darah

    keluar dari tubuh. Luka terbuka meliputi luka insisi, luka laserasi, abrasi atau luka

    dangkal, luka tusukan kecil, luka penetrasi, dan luka tembak

    Luka tertutup : pada luka jenis ini darah keluar dari sistem sirkulasi darah tetapi

    tersisa di dalam tubuh. Telihat dalam bentuk luka memar. Luka tertutup sedikit

     penggolongannya tetapi lebih berbahaya dari luka terbuka. Luka tertutup meliputi

     benturan atau luka memar, hematoma atau tumor darah, dan cedera yang keras.

    Luka akut : merupakan cedera pada jaringan yang normalnya dilanjutkan dengan

     proses perbaikan yang tersusun rapih dan tepat waktu, mengakibatkan pemulihan

    integritas jaringan secara anatomi dan fungsi dapat dipertahankan. Biasanya

    disebabkan oleh luka terpotong atau insisi bedah dan proses penyembuhan luka

    yang lengkap dalam kerangka waktu yang diharapkan.

    Luka kronis : terjadi karena kegagalan penyembuhan luka dalam tahap yang

    normal dan kemudian masuk ke dalam tahap inflamasi yang patologi. Luka kronis

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    17/121

    17

    membutuhkan periode waktu penyembuhan yang lama, tidak sembuh, atau

    kekambuhan yang sering. Merupakan sebab utama ketidakmampuan secara fisik.

    Infeksi lokal, hipoksia, trauma, benda asing dan problem sistemik seperti diabetes

    mellitus, malnutrisi, defisiensi fungsi imun atau obat-obatan seringkali

    menyebabkan luka kronis.

    2.3.2 Penyembuhan Luka

    Luka dapat menyebabkan ketidakmampuan seseorang secara fisik.

    Penyembuhan luka merupakan reaksi kompleks yang saling mempengaruhi dari

    kegiatan seluler dan biokimia, yang mengatur pemulihan integritas struktural dan

    fungsional jaringan luka (Thakur et al ., 2011). Penyembuhan luka terdiri dari

    serangkaian proses yang tersusun rapih sehingga jaringan yang rusak dapat

     bersatu seperti semula.

    Penyembuhan luka yang normal dipengaruhi banyak faktor. Bila proses

     penyembuhan ini gagal dapat berkembang menjadi luka yang kronis (Nagori and  

    Solanki, 2011). Luka yang tidak sembuh secara terus menerus menghasilkan

    mediator inflamasi yang menyebabkan sakit dan bengkak di tempat luka. Luka

    tersebut menyebabkan infeksi dan pemulihan luka yang panjang. Selain infeksi,

    komplikasi yang sering dihubungkan dengan penyembuhan luka yang buruk

    meliputi selulitis, deformitas, keloid, gangrene, sepsis, tetanus, infeksi fatal dari

    sistem saraf. Pada luka terbuka sering terjadi isemik dan nekrosis yang bisa

    mengakibatkan amputasi (Reddy et al ., 2012).

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    18/121

    18

    Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka diantaranya adalah :

    Diet yang salah: penyembuhan luka adalah suatu proses anabolik yang

    membutuhkan energi dan nutrisi. Serum albumin 3,5 gram/dl atau lebih

    dibutuhkan untuk penyembuhan luka. Protein penting untuk sintesa kolagen pada

    luka. Keadaan malnutrisi berakibat menurunnya kecepatan sintesa kolagen pada

     jaringan luka dan meningkatkan kejadian infeksi (Nagori and  Solanki, 2011).

    Infeksi di daerah luka : Infeksi pada luka merupakan alasan terkuat bagi

    kegagalan penyembuhan luka. Organisme terpenting adalah  Staphylococcus

    aureus, Streptococcus pyogenes, Corynebacerium sp, Escherichia coli  dan

     Pseudomonas aeruginosa (Nagori and Solanki, 2011).

    Kekurangan asupan oksigen dan perfusi jaringan ke daerah luka  : misalnya

    dalam keadaan sakit yang sangat, dingin, atau cemas dapat menyebabkan

    vasokonstriksi lokal dan meningkatkan waktu penyembuhan. Merokok dan

     penggunaan tembakau menurunkan perfusi jaringan dan tekanan oksigen pada

    luka (Nagori and  Solanki, 2011).

    Obat-obatan  : kemoterapi untuk kanker merupakan grup obat-obatan yang

    memperlambat proses penyembuhan luka. Glukokortikoid sistemik juga

    mempengaruhi proses penyembuhan yang normal, dengan menurunkan sintesa

    kolagen dan proliferasi fibroblast (Nagori and  Solanki, 2011).

    Umur tua  : Pada usia lanjut terjadi keterlambatan penyembuhan luka yang

    disebabkan karena aktifitas dan pertumbuhan fibroblas yang berkurang dan

     produksi kolagen menurun, juga kontraksi luka yang melambat (Nagori  and  

    Solanki, 2011).

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    19/121

    19

    Diabetes dan kondisi penyakit lainnya : Pasien diabetes lebih memungkinkan

    terjadinya infeksi pada luka, juga terjadi pada gangguan fungsi imun tubuh.

    Keterlambatan penyembuhan luka juga terjadi pada pasien dengan penyakit akut

    dan kronik liver (Nagori and Solanki, 2011).

    Gambar 2.2 Fase Penyembuhan Luka (dikutip dari : Vowden, 2002)

    Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dibagi menjadi

    tiga fase yang saling overlapping  yaitu fase inflamasi, proliferasi dan remodeling. 

    Disebut overlapping   karena mediator yang dikeluarkan pada fase-fase tersebut

    sering sama. Ini menunjukkan seluruh fase berjalan secara berurutan dan juga

    menerangkan hubungan secara linear mengenai penyembuhan luka mulai dari

    terjadinya luka sampai dengan terjadinya perbaikan, bahkan sampai bisa menjadi

    luka kronis. Beberapa penulis membagi fase penyembuhan luka menjadi empat

    fase dimana fase pertama merupakan proses hemostatis yang lebih menekankan

     pada respon vaskuler (Li et al ., 2007). Yang menjadi perhatian adalah penjabaran

    mengenai seluruh proses perbaikan luka sulit dijelaskan atau digolongkan dalam

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    20/121

    20

    fase-fase yang tepat dan hal ini harus menjadi pertimbangan karena fase-fase

    tersebut sering overlapping  (Falanga, 2007).

    Fase Inflamasi

    Inflamasi merupakan reaksi awal bila tubuh terkena luka ( Li et al ., 2007).

    Fase ini terjadi segera setelah cedera dan dapat berlangsung sampai 4-6 hari

    (Broughton et al ., 2006). Reaksi awal adalah terjadinya vasodilatasi lokal,

    keluarnya darah dan cairan menuju ruangan ekstravaskuler, dan terhambatnya

    aliran limfatik. Semua ini mengakibatkan timbulnya tanda-tanda utama untuk

    terjadinya suatu inflamasi, termasuk bengkak, merah dan panas. Respon inflamasi

    akut ini biasanya antara 24-48 jam dan dapat menetap diatas 2 minggu untuk

     beberapa kasus ( Li et al ., 2007). Fase ini merupakan tahap awal yang alami untuk

    mengangkat jaringan debris dan mencegah infeksi yang invasif (Gurtner, 2007).

    Gambar 2.3 Regenerasi Luka (Dikutip dari : Schafer, 2012)

    Fase ini dibagi menjadi dua yaitu respon vaskular dan respon seluler (Li

    et al ., 2007). Pada respon vaskular, perdarahan terjadi segera sesudah jaringan

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    21/121

    21

    cedera sebagai akibat dari terganggunya atau rusaknya pembuluh darah. Langkah

     pertama dari proses penyembuhan luka adalah hemostasis. Hemostasis terdiri dari

    dua proses utama: pembentukan  fibrin clot   dan koagulasi. Platelet adalah sel

     pertama yang muncul sesudah terjadinya cedera dan mengatur hemostasis normal.

    Perubahan trombin menjadi fibrinogen dan kemudian menjadi fibrin selama

    agregasi platelet, menyebabkan  fibrin clot terbentuk dan menghentikan

     perdarahan.

    Komponen ke dua dari hemostasis adalah koagulasi melalui   intrinsik dan

    ekstrinsik coagulation pathways. Kerusakan jaringan melepaskan lipoprotein yang

    dikenal sebagai  tissue factor . Platelet meningkatkan pembentukan jaringan baru

    melalui pelepasan beberapa growth factors kuat yang berpengaruh pada perbaikan

    luka, seperti transforming growth factor alpha  (TGF-α),  transforming growth

     factor beta (TGF-β) , dan platelet-derived growth factor  (PDGF) ( Li et al ., 2007).

    Pada respon seluler, ciri-ciri fase inflamasi adalah masuknya lekosit ke

    daerah luka Segera setelah terjadinya luka sel netrofil dalam jumlah besar

     berpindah dari kapiler menuju jaringan luka, kemudian jumlah netrofil menurun

    dan digantikan dengan makrofag (perubahan dari monosit). Monosit segera

     berubah menjadi makrofag pada jaringan luka fase selanjutnya, kurang lebih

    dalam 48 sampai 72-96 jam setelah luka (Broughton et al ., 2006; Gurtner, 2007).

    Monosit ini ditarik ke jaringan luka oleh chemoattractans yang sama dengan

    netrofil, juga oleh  monocyte chemoattractant protein  dan  macrophage

    inflammatory protein, oleh produk dari degradasi matriks ekstraseluler seperti

    fragmen kolagen, fragmen fibronectin, dan trombin ( Li et al ., 2007).

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    22/121

    22

    Makrofag berperan penting dalam pengaturan sel seperti fungsi

    fagositosis, memakan dan mencerna serta membunuh organisme patogen,

    membersihkan debris jaringan dan merusak sisa netrofil, menarik fibroblas ke

     jaringan luka dan memicu pembuluh darah baru. Makrofag merupakan pabrik

     produksi growth factors seperti PDGF,  fibroblast growth factor (FGF),  vascular

    endothelial growth factor  (VEGF), TGF- β , dan TGF-α. 

    Dalam fase inflamasi ini, netrofil dan makrofag menghasilkan sejumlah

     besar anion superoksid radikal, yang sering digambarkan sebagai „respiratory

    burst‟ . Kemudian sel lain seperti fibroblas dirangsang oleh sitokin pro inflamasi

    untuk memproduksi reactive oxygen spesies  (ROS) (Keller et al ., 2006). Selain

    efek positif untuk membunuh bakteri, ROS ini juga berdampak negatif,

    menghambat migrasi sel, merusak jaringan dan bahkan berubah menjadi

    neoplasma (Keller et al ., 2006). Untuk melindungi dari stres oksidatif, sel-sel

    mempunyai beberapa sistem untuk mendetoksifikasi ROS, yaitu secara non-

    enzimatik dan enzimatik. (Keller et al ., 2006).

    Suatu luka disebut luka kronis bila fase inflamasi menetap berbulan-bulan

     bahkan tahunan. Fase inflamasi menetap pada keadaan luka yang hipoksia,

    infeksi, defisiensi nutrisi, penggunaan obat-obatan tertentu, atau faktor lain yang

    dihubungkan dengan respon imun pasien (Reddy et al ., 2012). Luka kronis

    membentuk jaringan nekrotik yang tercemar oleh organisme patogen atau

    mengandung material asing yang tidak dapat di fagositosis selama fase akut

    inflamasi. Granulosit tidak muncul, sebaliknya sel mononuklear terutama limfosit,

    monosit, dan makrofag menetap pada daerah inflamasi. Tidak ada tanda-tanda

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    23/121

    23

    inflamasi. Makrofag menarik fibroblas dan dalam waktu yang lama memproduksi

    sejumlah besar kolagen, membentuk masa encapsulated dari jaringan fibrous

    dengan lambat, suatu granuloma (Li et al ., 2007).

    Fase Proliferasi

    Pada fase ini aktifitas seluler lebih utama. Tahap-tahap utama meliputi

     pembentukan barier permeabilitas (epitelisasi), kecukupan suplai darah

    (angiogenesis) dan pembentukan kembali jaringan dermis pada jaringan yang luka

    (fibroplasia) (Li et al ., 2007). Ciri-ciri fase proliferasi adalah angiogenesis,

    deposit kolagen, pembentukan jaringan granulasi, epitelisasi, dan kontraksi luka

    (Nayak et al ., 2007). Fase ini akan dimulai pada hari ke 3 bersamaan dengan

    memudarnya fase inflamasi dan terus sampai pada hari ke 14, bahkan lebih

    setelah luka, didominasi dengan pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi

    (Reddy et al ., 2012). Broughton et al . (2006) menyebutkan fase proliferasi

    dimulai segera setelah fase inflamasi yang berlangsung 4 - 6 hari.

    Epitelisasi

    Proses ini mengembalikan epidermis utuh seperti semula. Faktor yang

    terlibat adalah migrasi keratinosit pada jaringan luka, proliferasi keratinosit,

    diferensiasi neoepitelium menjadi epidermis yang berlapis-lapis, dan

    mengembalikan basement membrane zone (BMZ) menjadi utuh yang

    menghubungkan epidermis dan dermis (Li et al ., 2007). Epidermal growth factor

    (EGF), keratinocyte growth factor   (KGF), dan TGF-α merupakan faktor penting

    untuk merangsang migrasi keratinosit, proliferasi, dan epitelisasi. Hari ke 7-9

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    24/121

    24

    sesudah epitelisasi, BMZ terbentuk. Struktur kulit pada BMZ terdiri dari banyak

     protein matriks ekstraseluler seperti kolagen dan laminins.

    Pembentukan kembali dermis dimulai kira-kira hari ke 3-4 setelah

     perlukaan, dengan ciri klinik pembentukan jaringan granulasi, meliputi

     pembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis, dan penumpukan fibroblas

    atau fibroplasia ( Li et al ., 2007).

    Fibroplasia

    Adalah suatu proses proliferasi fibroblas, migrasi  fibrin clot   ke daerah

    luka, dan produksi dari kolagen baru dan matriks protein lainnya, yang terlibat

    dalam pembentukan jaringan granulasi. Respon awal saat terjadinya luka,

    fibroblas di pinggir luka memulai proliferasi dan kira-kira hari ke 4 dimulai

    migrasi menuju matriks dari bekuan luka yang kaya kolagen, proteoglikan, dan

    elastin. PDGF, TGF-β , EGF dan FGF merangsang dan mengatur migrasi fibroblas

    dan mengatur ekspresi dari reseptor integrin. Proliferasi fibroblas diatur dan

    dirangsang oleh EGF, FGF, kondisi asam rendah oksigen yang ditemukan pada

     pusat luka. Sekali fibroblas bermigrasi ke daerah luka, selanjutnya akan berubah

    fenotipnya secara bertahap menjadi  profibrotic phenotype yang fungsi utamanya

     juga berubah yaitu untuk sintesa protein. Selain itu fibroblas juga berubah

    fenotipnya menjadi  myofibroblast   yang berperan pada kontraksi luka (Li et al .,

    2007)

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    25/121

    25

    Gambar 2.4 Fase Inflamasi (1), Fase Proliferasi (2), Fase Remodelling (3a, 3b) (dikutip dari : Romo, 2012)

    Fibroblas tampak berbentuk fusiformis diantara serabut-serabut jaringan,

    memiliki tonjolan-tonjolan sitoplasma yang tidak teratur, inti bulat telur, besar,

    kromatin halus, dan memiliki nukleus yang jelas (Kalangi, 2004). Pada jaringan

    ikat longgar dijumpai berbentuk bintang atau stelata sebagai akibat serabut-

    serabut jaringan ikat yang tidak teratur. Fibroblas memiliki banyak mikrofilamen

     proaktin serta mikrotubul. Fibroblas berfungsi untuk mensintesis matriks

    ekstraseluler seperti serabut kolagen, serbut elastin, dan zat-zat amorf.

    Angiogenesis (Neovaskularisasi)

    Angiogenesis ditandai dengan migrasi sel endotel dan pembentukan

    kapiler (Broughton et al ., 2006). Terjadi pertumbuhan kapiler baru pada daerah

    yang berdekatan dengan luka berupa tunas-tunas yang terbentuk dari pembuluh

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    26/121

    26

    darah dan akan berkembang menjadi percabangan baru pada jaringan luka (Singer

    and  Clark, 1999).

    Selama angiogenesis, sel endotelial juga memproduksi dan mengeluarkan

    substansi biologikal aktif atau sitokin. Beberapa  growth factor terlibat dalam

    angiogenesis adalah VEGF , angiopoietins,  FGF , dan TGF-β.  Berbagai tipe sel

    termasuk keratinosit, fibroblas, dan sel endotelial menghasilkan  endothelial

     growth factor. VEGF ini terdapat dalam kadar rendah pada kulit normal,

    sebaliknya kadarnya tinggi pada waktu penyembuhan luka. Keadaan

    mempengaruhi timbulnya  growth factor   (Li et al ., 2007). Angiogenesis

     berlangsung proporsional untuk perfusi darah dan tekanan parsial oksigen arteri

    (Ueno et al ., 2006).

    Kontraksi Luka

    Kontraksi dari luka dimulai segera sesudah terjadinya perlukaan dan

    mencapai puncaknya 2 minggu. Derajat kontraksi luka bervariasi tergantung

    kedalaman luka. Untuk luka yang dalam, kontraksi merupakan bagian penting dari

     penyembuhan dan lebih dari 40% menurun dalam ukuran luka. Luka dengan

    kedalaman yang parsial, kontraksi kurang penting ( Li et al ., 2007).

     Myofibroblast   adalah mediator utama dari proses kontraksi karena

    kemampuannya untuk meluas dan menarik. Selama pembentukan jaringan

    granulasi, secara bertahap fibroblas berubah menjadi myofibroblast   yang

    memegang peranan pada kontraksi luka (Broughton et al ., 2006), dengan ciri

    ikatan mikrofilamen aktin (tidak terlihat pada kulit yang normal) ( Li et al ., 2007)

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    27/121

    27

    yang mampu meregenerasi matriks dan kontraksi (Gurtner, 2007). Fibronectin

    membantu dalam kontraksi luka. 

    Fase Remodeling

    Merupakan fase terpanjang penyembuhan luka yaitu pematangan proses,

    yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang

    membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno

    et al ., 2006).  Remodeling  meliputi deposit dari matriks ( Li et al ., 2007), deposit

    kolagen pada tempatnya (Broughton et al ., 2006), dan kontraksi  scar   (Gurtner,

    2007).. Pada fase remodeling  kekuatan peregangan jaringan ditingkatkan karena

    cross-linking intermolekular dari kolagen melalui hidroksilasi yang membutuhkan

    vitamin C (Reddy et al ., 2012).

    Satu dari ciri-ciri fase ini adalah perubahan komposisi matriks

    ekstraseluler. Kolagen tipe III muncul pertama kali sesudah 48  –   72 jam dan

    maksimal disekresi antara 5  –  7 hari. Jumlah kolagen total meningkat pada awal

     perbaikan, mencapai maksimum antara 2 sampai 3 minggu sesudah cedera (Li et

    al ., 2007). Kolagen tipe III yang diproduksi oleh fibroblas selama fase proliferasi

    akan diganti oleh kolagen tipe I selama beberapa bulan berikutnya melalui proses

    yang lambat dari kolagen tipe III (Gurtner, 2007).

    Selama periode 1 tahun atau lebih, dermis secara bertahap kembali kepada

    fenotip yang stabil seperti sebelum cedera, dan komposisi terbanyak adalah

    kolagen tipe I. Kekuatan regangan yang merupakan penilaian dari fungsi kolagen,

    meningkat 40% kekuatannya dalam jangka waktu 1 bulan dan terus meningkat

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    28/121

    28

    sampai 1 tahun, mencapai lebih dari 70% kekuatannya dari normal pada akhir

    fase remodeling  ( Li et al ., 2007).

    Proses perubahan dari dermis dilaksanakan melalui kontrol yang ketat

    antara sintesa kolagen baru dan lisis dari kolagen lama yang dilakukan oleh matrix

    metalloprotein (MMP). MMP biasanya tidak terdeteksi atau kadarnya sangat

    rendah pada jaringan sehat, dan timbul selama perbaikan luka. Aktifitas katalitik

    dari MMP juga dikontrol oleh inibitor jaringan dari metaloprotein. Keseimbangan

    antara aktifitas MMP dan inhibitornya juga merupakan hal penting dalam

     perbaikan luka dan remodeling  ( Li et al ., 2007). Ketidakseimbangan yang terjadi

    dapat menyebabkan keterlambatan penyembuhan luka atau berlebihnya jaringan

    fibrosis sehingga menyebabkan jaringan parut, hipertropi scar  atau bahkan keloid.

    Keadaan ini dapat terjadi pada penderita diabetes, infeksi, usia lanjut, dan nutrisi

    yang buruk ( Li et al ., 2007).

    2.4 Radikal Bebas dan Antioksidan

    Radikal bebas didefinisikan sebagai berikut: Radikal bebas adalah atom

    yang memiliki elektron bebas atau elektron yang tidak berpasangan. Elektron ini

     bersifat tidak stabil sehingga bersifat liar dan mudah menggandeng molekul lain

    yang ada di sekitarnya. Ikatan tersebut menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.

    Definisi lain radikal bebas adalah senyawa oksigen reaktif yang memiliki elektron

    yang tidak berpasangan dan mencari pasangannya dengan cara mengikat elektron

    yang ada di sekitarnya (Lingga, 2012).

    Radikal bebas dihasilkan oleh tubuh sendiri (endogen), dan yang berasal

    dari luar tubuh (eksogen). Radikal bebas endogen berasal dari proses biokimia

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    29/121

    29

    yang berlangsung di dalam mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum

    endoplasma, dan inti sel. Ketika sel membutuhkan oksigen untuk menghasilkan

    energi, timbul radikal bebas sebagai akibat dari produksi adenosine triphosphate

    (ATP) oleh mitokondria. Hasil akhirnya berupa ROS, yang mempunyai dua sifat

    yang berlawanan, racun dan komponen yang berguna (Huy et al ., 2008).

    Pembentukan ROS terjadi pada rantai respirasi, fagositosis, sintesa prostaglandin,

    dan sistem sitokrom P450 (Huy et al ., 2008).

    Sedangkan radikal bebas eksogen berasal dari polusi udara dan air, asap

    rokok, alkohol, logam berat (Cd, Hg, Pb, Fe, As), radiasi ultraviolet, obat-obatan

    tertentu (cyclosporine, tacrolimus, gentamycin, bleomycin), pestisida, dan proses

    memasak (daging asap, penggunaan minyak, lemak). Sesudah mencemari tubuh

    dari berbagai jalan yang berbeda, komponen eksogen di metabolisme menjadi

    radikal bebas (Huy et al ., 2008).

    Radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling berbahaya karena

    reaktivitasnya sangat tinggi. Radikal hidroksil dapat merusak tiga jenis senyawa

    yang penting untuk mempertahankan integritas sel, yaitu : asam lemak, khusus

    asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun

    membran sel; DNA, merupakan perangkat genetik sel; protein, memegang

     berbagai peran penting sesperti enzim, reseptor, antibodi, dan pembentuk matriks

    sitoskeleton. Perusakan membran sel dan lipoprotein ini disebut lipid peroksidase. 

    Hal ini bisa terjadi pada keadaan stres oksidasi yang disebabkan

    ketidakseimbangan antara pembentukan dan netralisasi radikal bebas. Radikal

     bebas ini dapat dinetralisir bila kecukupan antioksidan di dalam tubuh terpenuhi.

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    30/121

    30

    Antioksidan adalah zat atau senyawa alami yang dapat melindungi sel

    tubuh dari kerusakan dan penuaaan yang disebabkan oleh radikal bebas (Lingga,

    2012).

    Secara alami tubuh kita memiliki antioksidan endogen yang dihasilkan

    sendiri oleh tubuh. Kapasitas antioksidan yang dimiliki oleh setiap individu

     berbeda-beda, tergantung pola hidup yang dijalani masing-masing individu, serta

    faktor usia. Sistem pertahanan tubuh yang utama dilakukan oleh antioksidan

    endogen, selebihnya dilakukan oleh antioksidan eksogen. Antioksidan endogen

    merupakan antioksidan alami yang dihasilkan tubuh atau disebut pula sebagai

    antioksidan primer, sedangkan antioksidan eksogen terdiri atas antioksidan

    sekunder, tersier, pengikat oksigen (oxygen scavenger ), dan pengikat logam

    (chelator   atau  sequestrans) (Lingga, 2012). Macam-macam antioksidan adalah

    sebagai berikut:

    Antioksidan primer

    Antioksidan primer berbentuk enzim sehingga disebut juga sebagai

    antioksidan enzimatis. Disebut primer karena bekerja secara cepat memberikan

    atom hidrogen kepada senyawa radikal, sehingga berubah menjadi stabil

    (Suwardi, 2011; Lingga, 2012), merupakan antioksidan enzimatik utama yang

    terlibat langsung menetralkan ROS (Huy et al ., 2008). Antioksidan enzimatis

    diantaranya adalah superoxide dismutase (SOD), catalase, glutathion peroksidase

    (GPx). 

    Radikal bebas oksigen atau superoksid dinetralkan oleh SOD menjadi

    H2O2. Enzim  catalase  menetralkan H2O2 dengan menguraikannya menjadi air

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    31/121

    31

    dan oksigen. Sedangkan  glutathion peroksidase  berfungsi seperti katalase

    menguraikan H2O2 menjadi air dan oksigen (Huy et al ., 2008).

    Antioksidan sekunder

    Disebut juga antioksidan non-enzimatis, berfungsi menangkap radikal

     bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga menghindari kerusakan

    sel yang lebih parah (Lingga, 2012). Antioksidan ini dibagi menjadi antioksidan

    metabolik dan antioksidan nutrient.

    Antioksidan metabolik yang termasuk antioksidan endogen diproduksi

    oleh metabolisme tubuh, seperti asam lipoid , glutation, L-arginin, coenzim Q10,

    melatonin, uric acid, bilirubin, metal-chelating protein, transferrin  (Huy et al .,

    2008). Sedangkan antioksidan nutrient yang termasuk antioksidan eksogen adalah

    komponen yang tidak dapat diproduksi tubuh dan hanya didapat dari makanan

    atau suplemen, misalnya vitamin A, C, dan E, serta beberapa macam zat nirgizi

    antara lain  karotenoid, flavonoid, tanin dan sejumlah fitokimia lainnya (Lingga,

    2012), trace metals (selenium, manganese, zinc), omega-3, dan omega-6 (Huy et

    al , 2008).

    Antioksidan tersier

    Antioksidan kelompok ini adalah enzim DNA-repair. Enzim ini

    memperbaiki biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Suwardi,

    2011). Antioksidan tersier berupa enzim metionin sulfoksida (Lingga, 2012). Cara

    kerjanya memperbaiki kerusakan DNA melalui proses metilasi, yakni

    terbentuknya sadenosylmetionin (SAMe) dari asam amino metionin yang bereaksi

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    32/121

    32

    dengan ATP. Kekurangan metilasi ini salah satunya dapat menimbulkan penuaan

    dini (Suwardi, 2011).

    Cara kerja antioksidan

    Cara kerja antioksidan melalui satu dari dua cara yaitu: memutus rantai

    atau pencegahan. Antioksidan pemutus rantai (Vitamin C, E,  karotenoid,

     flavonoid   dan lain-lain), memutus rantai pembentukan radikal bebas yang

     berantai, misalnya memutus rantai lipid peroksidase. Untuk pencegahan, berperan

    antioksidan enzim (SOD , catalase, dan GPx), yang mencegah proses oksidasi

    rantai awal, misalnya membasmi radikal bebas sejak awal pembentukan atau

    menstabilkan radikal logam seperti tembaga dan besi (Huy et al ., 2008).

    Antioksidan nutrient

    Antioksidan yang didapat dari makanan memegang peranan penting dalam

    membantu antioksidan endogen untuk mengatasi stres oksidatif. Masing-masing

    nutrient ini unik dalam struktur dan fungsi sebagai antioksidan.

    Vitamin E. Merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan mempunyai

     potensi antioksidan yang tinggi. Karena larut dalam lemak, vitamin E dalam

     bentuk α-tocopherol  melindungi membran sel dari kerusakan akibat radikal bebas

    (Huy et al ., 2008).

    Vitamin C. Merupakan vitamin yang larut dalam air. Sangat penting

    untuk biosintesa kolagen, karnitin, dan neurotransmiter. Vitamin C bekerja

    sinergis dengan vitamin E untuk menghilangkan radikal bebas dan juga

    memperbaharui bentuk vitamin E (Huy et al ., 2008).

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    33/121

    33

    Beta karoten. Sifat larut dalam lemak, termasuk karotenoid yang

     berbentuk provitamin, karena dapat diubah menjadi vitamin A aktif. Merupakan

    antioksidan kuat dan terbaik menghilangkan singlet oksigen (Huy et al ., 2008).

    Selenium (Se).  Merupakan trace mineral ditemukan dalam tanah, air,

    sayur-sayuran (bawang putih, bawang merah, kaacang-kacangan), sea food,

    daging, hati. Untuk mengaktifkan glutathion peroksidase (Huy et al ., 2008).

    Zinc (Zn). Merupakan ko-faktor berbagai sistem enzim termasuk   zinc-

    dependent matrix metalloproteinase (Thakur et al ., 2011).

    Flavonoids . Merupakan komponen polyphenolic yang terdapat pada

     banyak tanaman. Berdasarkan struktur kimia, diketahui terdapat lebih 4000

     flavonoid , yang efeknya menguntungkan bagi kesehatan tubuh, utamanya sebagai

    antioksidan yang kuat dan kemampuan mengikat zat tertentu yang berbahaya bagi

    tubuh (chelat ). Efek perlindungan dari  flavonoid dalam sistem biologikal adalah

    kapasitasnya untuk mentransfer elektron kepada radikal bebas, mengikat katalis

    logam, mengaktifkan antioksidan enzimatik, mengurangi radikal α-tocopherol,

    dan menghambat oksidase (Heim et al ., 2002). Kemampuan untuk membasmi

    radikal bebas utamanya disebabkan karena reaktifitas yang tinggi dari gugus

    hydroxyl flavonoid  dengan reaksi sebagai berikut ;

    F-OH + R .  F-O.+ RH

    Efek chelating   dari  flavonoid   dengan menetralkan ion besi dari kelebihan besi

    dalam sel hepar, sehingga menghambat kerusakan oksidatif. Reaksi dari besi fero

    dengan hidrogen peroksida menghasilkan radikal hidroksil yang kemudian

    mengoksidasi biomolekul di sekitarnya. Dikenal sebagai reaksi Fenton, yang

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    34/121

    34

     berhubungan dengan konsentrasi tembaga atau besi. Reaksi Fenton  ini dihambat

    dengan kuat oleh flavonoid (Heim et al ., 2002).

    Saponins . Merupakan komponen sekunder yang ditemukan dalam banyak

    tanaman dapat berbentuk busa stabil dalam larutan yang mengandung air, seperti

    sabun. Secara kimiawi, saponin sebagai sebuah grup yang meliputi  glycosylated

     steroid, triterpenoids  dan  steroid alkaloids. Sebagai antioksidan,  saponin 

    mempunyai kekuatan mereduksi, aktivitas membasmi radikal superoksid, aktivitas

    mengikat logam, dan antibakteri (Li et al ., 2009).

    Tannins . Berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah kerusakan

    oksidatif DNA dengan dua cara, yaitu mengikat logam terutama besi dan secara

    langsung membasmi radikal bebas (Lodovici et al ., 2001).

    2.5 Tanaman Obat

    Tumbuh-tumbuhan mempunyai kemampuan yang besar dalam mengobati

     berbagai macam luka. Sejumlah besar tumbuh-tumbuhan digunakan oleh berbagai

    suku bangsa di banyak negara untuk mengobati luka dan luka bakar. Bahan-bahan

    alami ini dapat mengobati dan meregenerasi jaringan yang rusak dengan berbagai

    mekanisme. Tanaman obat ini tidak hanya murah harganya dan mempunyai

    kemampuan mengobati yang baik, tetapi juga aman (Thakur et al ., 2011).

    Menurut Nayak and Pereira (2006), keberadaan dari berbagai kandungan utama

    dalam tumbuh-tumbuhan mendesak para ilmuwan untuk meneliti yang

     berpengaruh pada penyembuhan luka. Kandungan obat yang bernilai pada

    tumbuh-tumbuhan berupa kandungan bioactive phytochemical . Kandungan

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    35/121

    35

    tersebut meliputi berbagai macam unsur kimia seperti alkaloid, minyak esensial,

     flavonoids, tannins, terpenoids, saponins, dan phenolic (Edeoga et al ., 2005).

    Perlukaan pada kulit rentan terjadi infeksi mikroba yang dapat

     berkembang menjadi sepsis pada luka. Hal ini dapat terjadi karena daerah yang

    terluka merupakan media yang ideal bagi berkembangnya organisme penyebab

    infeksi. Pengobatan dengan topikal antibakteri merupakan salah satu cara

    terpenting dalam perawatan luka. Ekstrak tanaman obat efektif menghentikan

     perdarahan dari luka baru, menghambat pertumbuhan bakteri dan meningkatkan

     penyembuhan luka (Okoli et al ., 2007).

    Banyak tanaman obat dilaporkan mempunyai aktifitas penyembuhan luka

    dan berguna untuk pengobatan luka. Tanaman obat merupakan sumber penting

    dari substansi kimia baru yang mempunyai fungsi dan efek terapeutik (Nagori and  

    Solanki, 2011). Dilaporkan baru-baru ini beberapa tanaman obat secara signifikan

    terlibat dalam proses penyembuhan luka yaitu  Alternanthera sessilis, Morinda

    citrifolia, Lycopodium serratum, Sesamum indicum, Catharanthus roseus,

    Cecropia peltata, Euphorbia hirta, Ginkgo biloba, Clerodendrum serratum,

     Pterocarpus santalinus, Lawsonia alba, Napoleona imperialis, Kaempferia

     galangal, Radix paeoniae, Prosopis cineraria dan Trigonella foenum-graecum

    (Nagori and  Solanki, 2011). Khusus untuk  Morinda citrifolia akan dibahas berikut

    ini.

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    36/121

    36

     Phytoconstituent

    Gambar 2.5 Mekanisme Penyembuhan Luka

    (dikutip dari : Soni and  Singhai, 2012)

    Tannins   Flavonoids Saponins Sterols dan

     polyphenol

    Triterpenoid

    Sebagai pembasmi

    radikal bebas

    Efek astringent dan

    anti mikroba

    Antioksidan kuat dan efek

     pembasmi radikal bebas,

    memperbesar level enzim

    antioksidan pada jaringan

    granuloma

    Aktivitas antioksidan dan

    antimikroba,

     berpengaruh pada

    kontraksi luka dan

    meningkatkan kecepatan

    epitelisasi

    Berpengaruh pada penyembuhan luka dengan aktivitas antioksidan dan

     pembasmi radikal bebas, mengurangi lipid peroksidasi, mengurangi

    nekrosis sel dan meningkatkan vaskularisasi

    Meningkatkan

     penyembuhan luka

    dengan efek astringent

    dan antimikroba

    Mekanisme Penyembuhan Luka

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    37/121

    37

    2.6 Mengkudu (Morinda citrif olia)  

    2.6.1 Deskripsi dan Karakteristik Tumbuhan Mengkudu

    Genus  Morinda (Rubiaceae), meliputi spesies  Morinda citrifolia L,

    seluruhnya terdapat 80 spesies. Hanya sekitar 20 spesies Morinda yang

    mempunyai nilai ekonomis, antara lain : Morinda bracteata, Morinda officinalis,

     Morinda fructus, Morinda tinctoria dan Morinda citrifolia. Morinda citrifolia 

    adalah jenis yang paling populer, sehingga sering disebut sebagai “Queen of The

     Morinda” (Waha, 2001; Suwardi, 2011).

    Penyebarannya cukup luas, meliputi seluruh kepulauan Pasifik Selatan,

    Malaysia, Indonesia, Taiwan, Filipina, Vietnam, India, Afrika, dan Hindia Barat

    (Djauhariya et al ., 2006). Mengkudu tumbuh hampir di seluruh wilayah

    kepulauan Indonesia. Ada dua jenis tumbuhan keluarga mengkudu yang terkenal

    di Indonesia, yaitu : Morinda bracteata  dan  Morinda citrifolia.  M.citrifolia  atau

    mengkudu adalah spesies yang lebih populer digunakan untuk pengobatan dan

     bahan makanan (Waha, 2001).

    Tumbuhan mengkudu mudah sekali tumbuh, terutama di daerah tropis dan

    sekitarnya. Biasanya tumbuh secara liar di pantai, hutan, ladang, atau ditanam di

     pekarangan sebagai tanaman sayur atau tanaman obat (Dalimartha, 2006).

    Tumbuhan mengkudu termasuk tumbuhan tahunan (parenial), berbatang kecil,

    dan berdaun lebar (Tadjoedin and   Iswanto, 2002) Bagian tumbuhan ini terdiri

    dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Khusus untuk daun karakteristiknya

    sebagai berikut :

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    38/121

    38

    Daun : berbentuk tunggal, letak berhadapan, bertangkai pendek, tebal mengkilap,

     berbentuk bulat telur lebar sampai berbentuk elips, ujung runcing, pangkal

    menyempit, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 10-40 cm, lebar 5-17 cm, dan

     berwarna hijau tua (Dalimartha, 2006).

    Gambar 2.6 Pohon Mengkudu

    2.6.2 Kandungan Utama Mengkudu

    Selama satu abad, para ilmuwan dan dokter profesional telah meneliti

    kandungan kimia dalam semua bagian dari mengkudu, meliputi daun, buah, kulit

    kayu dan akar (Pal et al ., 2012). Berdasarkan hasil penelitian, senyawa metabolit

    sekunder yang terkandung pada mengkudu telah banyak dilaporkan sejumlah

    literatur dan publikasi ilmiah. Ternyata hampir semua bagian tumbuhan

    mengkudu mengandung berbagai macam metabolit sekunder yang berguna bagi

    kesehatan manusia. Awalnya ilmuwan menduga ada zat yang berbeda dalam buah

    mengkudu yang bekerja secara bersama-sama menghasilkan efek yang baik bagi

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    39/121

    39

    tubuh. Namun setelah ditelusuri ternyata dalam akar, kulit, daun, dan bunganya

     juga mengandung senyawa metabolit sekunder yang berkhasiat sebagai obat

    (Kandi, 2006).

    Sekitar 160 kandungan fitokimia telah diidentifikasi dari tumbuhan

    mengkudu dan mikronutrien utama adalah kandungan  fenol, asam organik,  β -

     sitosterol, caroten, flavon glikosid, rutin, terpenoid, dan alkaloid   (Pal et al .,

    2012). Kandungan zat penting dari mengkudu adalah anthraquinones, flavonol

     glycosides, idridoid glycosides, lipid glycosides,  dan triterpenoids  (Su et al .,

    2005).

    Mengkudu mempunyai kandungan antioksidan yang banyak dan

    merupakan sumber utama dari antioksidan natural atau  phytochemical  

    (Ramamoorthy and  Bono, 2007).

    Kandungan kimia yang terdapat dalam daun mengkudu adalah sebagai

     berikut: asam amino, mineral (kalsium, besi, zinc, magnesium, selenium, kalium,

    natrium, fosfor) (Suwardi, 2011), vitamin (asam askorbat, beta karoten, niasin,

    riboflavin, tiamin, beta sitosterol, asam ursolat), alkaloid (antrakuinon, glikosida,

    resin)  (Waha, 2001),  saponin, tannins, triterpenoid, flavonoid   (Nayak et al .,

    2009), flavone glycosides, iridoid glycosides (Rasal et al ., 2008).

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    40/121

    40

    Tabel 2.1

    Analisis Fitokimia dari Ekstrak Methanol Morinda citrifolia (mg/g)

    (Sibi et al ., 2012)

    EKSTRAK PHENOL FLAVONOID ALKALOID TANNIN SAPONIN TRITERPENOID STEROID GLIKOSIDA

    DAUN + + ++ ++ + ++ - ++

    BATANG - - + + - + - +

    AKAR ++ ++ - ++ + - ++ +

    2.6.3 Daun mengkudu dan Penyembuhan Luka

    Pada penelitian akhir-akhir ini dilaporkan bahwa mengkudu secara

    signifikan dapat meningkatkan kecepatan kontraksi luka, meningkatkan kekuatan

    kulit sebagai akibat dari meningkatnya kolagen. Peningkatan berat kering

    granuloma dan kekuatan granuloma sebagai indikasi pematangan yang baik dari

    kolagen karena meningkatnya cross-linking . Scar  yang terjadi juga lebih dangkal.

    Semua ini didukung secara histopatologi. Semua bukti memperkuat bahwa

    mengkudu mempercepat penyembuhan luka pada berbagai fase proses

     penyembuhan luka (Pal et al ., 2012).

    Penelitian oleh Nayak et al  (2009) melaporkan bahwa ekstrak etanol dari

    daun Morinda citrifolia secara signifikan meningkatkan kontraksi luka, kecepatan

    epitelisasi dan berat jaringan granulasi. Sehingga pemberian ekstrak mengkudu

    dapat meningkatkan pembentukan kolagen pada fase proliferasi penyembuhan

    luka.

    Penelitian oleh Rasal et al (2008) melaporkan bahwa ekstrak daun 

     Morinda citrifolia secara signifikan dapat meningkatkan kecepatan kontraksi luka,

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    41/121

    41

    kekuatan kulit sebagai cermin dari meningkatnya level kolagen. Dilaporkan juga

     scar  yang terbentuk lebih dangkal, kadar MDA menurun, dan secara histopatologi

    digambarkan secara signifikan peningkatan neovaskularisasi, epitelisasi dan

    fibroblas.

    Kandungan  triterpenoid dan  flavonoid   dari daun mengkudu diketahui

    memegang peranan penting dalam meningkatkan proses penyembuhan luka.

    Kedua zat tersebut diketahui mempunyai efek astringent, antimikroba, dan

    antioksidan yang kuat diduga bertanggungjawab dalam kontraksi luka dan

     peningkatan kecepatan dari epitelisasi (Nayak et al ., 2009; Saroja et al ., 2012).

    Selain itu efek mengurangi dampak ROS dilaporkan merupakan strategi

     penting dalam peningkatan proses penyembuhan luka. Disini berperan beberapa

    antioksidan dalam kandungan daun mengkudu seperti asam askorbat, catalase 

    (Pal et al ., 2012).

    Kandungan mineral dalam daun mengkudu bertindak sebagai ko-faktor

    enzim, misalnya Mn, Cu, Zn, Mg, Fe, dan Se mengaktifkan antioksidan endogen

    SOD dan  glutation peroksidase (Suwardi, 2011).

    Pada penelitian terbaru, penurunan kadar lipid peroksida terjadi pada

     pemberian daun mengkudu, karena kandungan  β -carotene, flavonol glycosides

    dan  iridoid glycosides yang berperan dalam aktivitas antioksidan, sehingga

    menyebabkan percepatan dalam penyembuhan luka (Rasal et al ., 2008).

    Pengaruh berbagai asam lemak dalam kandungan mengkudu juga terutama

    asam linoleik menyebabkan percepatan penyembuhan luka. (Cardoso et al .,

    2004).

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    42/121

    42

    Zat aktif tannins dan  saponin  juga berperan sebagai antioksidan dan

    antimikroba, meningkatkan kontraksi luka dan meningkatkan kecepatan

    epitelisasi (Thakur et al ., 2011).

    Penemuan zat-zat anti bakteri dalam mengkudu mendukung kegunaanya

    untuk merawat penyakit infeksi termasuk pada kulit dan terhadap proses

     penyembuhan luka.  Acubin, L.asperuloside, alizarin  dan beberapa zat 

    anthraquinone  telah terbukti sebagai zat anti bakteri, efektif melawan golongan

     bakteri  Pseudomonas aeruginosa, Proteus morganii, Staphylococus aureus,

     Bacillus subtilis, Escherichia coli, Salmonella, dan Shigela  (Peter, 2007).  5,15-

    dimethyl-morindol  adalah anthraquinone utama yang terkandung dalam buah dan

    daun mengkudu (> 60% dari total anthraquinone), merupakan indikator utama

    dari kandungan anthraquinone (Zhoe and Jensen, 2009).

    Penelitian terakhir menyebutkan bahwa daun mengkudu mempunyai

    mekanisme merangsang PDGF dan merangsang reseptor  Adenosin A2A sehingga

    meningkatkan penutupan luka (Palu et al ., 2010; Fitzpatrick and   Mehta, 2009;

    Chan et al ., 2006).

    2.7 Amoxicillin

    Farmakodinamik  :

    Amoxicillin (alpha-amino-p-hydroxy-benzyl-penicillin) merupakan

    antibiotik semisintetik, mempunyai struktur penicillin, analog dengan ampicillin,

    derivat dari 6 aminipenicillonic acid, merupakan antibiotik dengan spektrum luas

    yang mempunyai daya kerja bakterisidal melawan mikroorganisma gram positif

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    43/121

    43

    dan gram negatif. Keberadaan cincin benzyl pada rantai samping memperluas

    aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram negatif (De Abreu, et al ., 2003).

    Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridan,

    Streptococcus faecalis, Diplococcus pnemoniae, Corynebacterium sp,

    Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus anthracis.

    Bakteri gram negatif: Neisseria gonorrhoeae, Neisseria menigitidis,

    Haemophillus influenzae, Bordetella pertussis, Escherichia coli, Salmonella sp,

    Proteus mirabillis, Brucella sp.

    Farmakokinetik :

    Amoxicillin diserap secara baik sekali pada saluran pencernaan, dan tidak

     berubah walau bersamaan dengan penyerapan makanan. Kadar bermakna di

    dalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian per-oral, ikatan rendah

    dengan protein plasma (17%), didistribusikan cepat ke seluruh badan, dan

    eliminasi setengahnya dalam 1 jam. Kadar puncak di dalam serum darah 5,3

    mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah pemberian per-oral. Kurang lebih 60% pemberian

     per-oral dan 75% pemberian parenteral akan diekskresikan melalui urin dalam 6

     jam (De Abreu et al ., 2003).

    Indikasi :

    1.  Infeksi saluran pernafasan atas: tonsilitis, pharingitis (kecuali pharyngitis

    gonorrhoeae), sinusitis, laringitis, otitis media.

    2.  Infeksi saluran pernafasan bawah: acute dan chronic bronchitis, bronchiectasis,

     pneumonia.

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    44/121

    44

    3.  Infeksi saluran kemih dan kelamin: gonorrhoeae yang tidak terkomplikasi,

    sistitis, pielonefritis.

    4.  Infeksi kulit dan selaput lendir: celulitis, luka, karbunkel, furunkulosis.

    5.  Menurut Harianto et al . (2006), amoxicillin dapat dipakai sebagai profilaksis

    untuk pencegahan terhadap infeksi sekunder.

    Mekanisme kerja :

    Amoxicillin mengikat  penicillin-binding protein 1A (PBP-1A) yang

    lokasinya berada di dalam sel bakteri. Menghambat aktifasi dari enzim penicillin-

     sensitive transpeptidase C-terminal   dengan membuka cincin lactam, sehingga

    mencegah pembentukan dari cross-link   dua tali  peptidoglycan yang bekerja

    menghambat stadium akhir dari sintesa dinding sel bakteri (De Abreu et al .,

    2003).

    Farmakologi :

    Amoxicillin biasanya merupakan drug of choice  pada kelasnya karena

    lebih baik diabsorbsi pada pemberian oral dibandingkan dengan antibiotik beta-

    lactam lainnya. Amoxicillin peka terhadap penurunan bakteri yang memproduksi

     beta lactamase, dan kombinasi pemberian dengan clavulanic acid dapat

    meningkatkan kepekaan.

    Dosis :

    Untuk infeksi pada kulit yang ringan sampai sedang: dosis dewasa adalah

    250  –   500 mg setiap 8 jam, untuk infeksi pada kulit yang berat: dosis dewasa

    adalah 500 –  875 mg setiap 8 jam.

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    45/121

    45

    2.8 Salep 

    Salep merupakan sediaan farmasi dalam bentuk semipadat. Sediaan

    semipadat digunakan untuk penggunaan topikal, baik dengan tujuan sebagai

     pengobatan suatu penyakit dan sebagai kosmetik (Anwar, 2012). Kandungan

    salep terdiri dari lebih dari 50% bahan minyak (hydrocarbon, waxes, polyethelene

     glycols) dan kurang dari 20% bahan air (Buhse et al ., 2005). Bahan obatnya harus

    larut atau terdispersi homogen dalam basis salep yang cocok.

    Definisi salep menurut Farmakope Indonesia Edisi IV adalah sediaan

    setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir.

    Salep tidak boleh berbau tengik. Pemilihan basis salep yang tepat juga diperlukan

    untuk formulasi sehingga didapatkan sifat yang paling diharapkan dalam salep

    tersebut. Basis dapat pula dikatakan sebagai eksipien (bahan tambahan) utama

     pada salep dan eksipien salep sendiri adalah bahan tambahan pendukung dari

    salep seperti humektan, pengawet, dan sebagainya (Anwar, 2012).

    Basis salep digolongkan menjadi empat kelompok besar, tergantung dari

    sifat bahan obat dan tujuan pemakaian (Anwar, 2012), yaitu :

    1.  Basis salep hidrokarbon.

    Basis golongan ini bersifat lemak dan bebas air. Preparat yang mengandung air

    masih dapat diberikan namun dalam jumlah yang relatif kecil. Basis ini

    memiliki waktu bertahan pada kulit, cenderung stabil dan tidak dipengaruhi

    oleh waktu. Contoh vaseline flavum dan vaseline album.

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    46/121

    46

    2.  Basis Absorpsi

    Basis absopsi adalah dasar salep yang memungkinkan penambahan sedikit

    larutan berair kedalamnya. Basis ini dibentuk dengan penambahan zat-zat yang

    dapat bercampur dengan hidrokarbon dan zat-zat yang memiliki gugus polar.

    Basis ini tidak mudah tercuci oleh air. Contoh petrolatum hidrofilik dan

    lanolin.

    3. 

    Basis salep tercuci air

    Basis ini adalah emulsi yang dapat dibersihkan dari kulit dengan air. Basis ini

     bersifat seperti krim dan dapat diencerkan dengan air atau larutan berair,

    memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi cairan serosal yang keluar dalam

    kondisi dermatologis. Contoh salep hidrofilik yang mengandung natrium lauril

    sulfat sebagai bahan pengemulsi dengan alkohol stearat dan petrolatum putih

    mewakili fase berlemak serta propilen glikol dan air mewakili fase air.

    4.  Basis larut dalam air

    Berbeda dengan basis salep lainnya, basis yang larut dalam air disebut sebagai

     greaseless karena tidak mengandung bahan berlemak. Larutan air tidak efektif

     bila dicampurkan dengan basis ini karena sifat basis yang mudah melunak

    dengan penambahan air.

    2.9 Tikus Wistar (Rattus norvegicus)

    Mamalia kecil menjadi pilihan untuk berbagai penelitian karena

    mempunyai beberapa keuntungan, yaitu tidak mahal, mudah didapat, hanya

    membutuhkan sedikit ruang, makan, dan minum, mudah dalam pemeliharaan, dan

    dapat diubah secara genetik. Hewan kecil biasanya mempunyai cara mempercepat

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    47/121

    47

     penyembuhan dibandingkan manusia, dengan jangka waktu beberapa hari,

    sedangkan pada manusia dalam beberapa minggu atau bulan (Thakur et al ., 2011).

    Syarat hewan yang digunakan untuk penelitian farmakologi harus

    terpenuhi yaitu harus jelas fisiologinya, bebas dari penyakit, didapat dari Breeding

    Centre yang baik atau dibiakkan sendiri (Syamsudin and  Darmono, 2011).

    Etika terhadap hewan percobaan juga harus diperhatikan berdasarkan

     pada hasil lokakarya Pembentukan Panitia Etik Penelitian Kedokteran tahun 1986.

    Salah satu butir dalam etika tersebut disebutkan bahwa bila percobaan

    menimbulkan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa nyeri atau penderitaan ringan

    dalam waktu singkat, harus dilakukan dengan premedikasi yang memadai dan

    dibawah anesthesia sesuai dengan praktik kedokteran hewan yang lazim.

    Kemudian pada butir yang lain disebutkan bahwa pada akhir percobaan, hewan

    yang akan menanggung nyeri hebat atau kronik penderitaan, rasa tidak enak, cacat

    yang tidak dapat disembuhkan, harus dibunuh dengan cara yang layak

    (Syamsudin and  Darmono, 2011).

    Persentase penggunaan hewan percobaan pada penelitian secara invivo

    adalah sebagai berikut: tikus (80%), mencit (11%), kelinci dan babi (4%), dan

    ayam (1%) (Thakur et al ., 2011). Bulu tikus yang tidak tebal mempunyai

     beberapa keuntungan dalam penelitian yang menggunakan model perlukaan pada

    epidermis. Pertama, epidermis yang tidak tertutup bulu tebal mengganggu

     pemisahan epidermis dari dermis; kedua, ukuran dari bulu tikus yang tidak tebal

    membuat model yang ideal untuk penilaian efek dari bahan farmakologi pada

     proses penyembuhan luka (Choi et al ., 2001).

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    48/121

    48

    Tikus wistar lebih besar dari mencit, maka untuk beberapa macam

     percobaan, tikus lebih menguntungkan. Tikus liar semarga dengan tikus

    laboratorium dan diberi nama ilmiah Rattus rattus, walaupun mirip tetapi jarang

    dipakai sebagai hewan laboratorium (Smith and  Mangkoewidjojo, 1988).

    Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus

    dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat melihat atau mendengar tikus

    lain. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus ini tenang dan mudah

    ditangani di laboratorium. Pemeliharaan dan makanan tikus lebih mahal daripada

    mencit tetapi tikus berbiak sebaik mencit (Smith and  Mangkoewidjojo, 1988).

    Tikus wistar panjangnya dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai

    ujung ekor, dan berat 140-500 gram. Tikus jantan biasanya memiliki ukuran yang

    lebih besar dari tikus betina, berwarna putih, memiliki ukuran ekor yang lebih

     panjang dari tubuhnya (Kusumawati, 2004). Tikus jantan tua dapat mencapai 500

    gram tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 gram (Smith and Mangkoewidjojo,

    1988). Tidak ada perbedaan nyata pada nilai hematologi, biokimia darah dan

     bobot organ pada tikus putih jantan dan betina (Sihombing and  Tuminah, 2011).

    Pada penelitian dengan menggunakan tikus, dosis obat-obatan untuk tikus

    dikonversi dari dosis untuk manusia. Menurut Ings et al   (1990) dosis konversi

    ditentukan dengan membandingkan luas permukaan tubuh hewan percobaan dan

     berat badan yaitu 70 kg manusia : 200 gr tikus = 1: 0,018 (Syamsudin and

    Darmono, 2011)

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    49/121

    49

    BAB III

    KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Berpikir

    Luka pada kulit mengakibatkan hilangnya sebagian bahkan seluruh

    fungsi lapisan kulit yang terkena, timbulnya perdarahan, respon stres simpatis,

    kontaminasi bakteri bahkan bisa terjadi kematian sel.

    Pada proses regenerasi jaringan luka terjadi tiga proses yaitu inflamasi,

     proliferasi dan remodeling . Pada serangkaian proses ini terjadi pelepasan platelet,

    koagulasi, pembentukan fibroblas, neovaskularisasi atau angiogenesis, migrasi

    keratinosit, pembentukan fibronectin, asam hialuronat, kolagen dan terakhir

    kontraksi luka.

    Proses regenerasi jaringan luka ini berlangsung lambat bahkan terhambat

     pada kulit yang mengalami penuaan, kekurangan nutrisi, terdapat penyakit

     penyerta dan bila terjadi infeksi. Hal ini bila tidak ditanggulangi bisa

    menimbulkan kesakitan yang lama, komplikasi infeksi yang bisa berakibat fatal

    atau penyembuhan luka yang tidak sempurna. Pada kulit yang menua hal ini bisa

    terjadi karena semua faktor yang berperan dalam mekanisme penyembuhan luka

    sudah menurun fungsinya seiring usia.

    Mengkudu dalam hal ini daunnya mengandung berbagai macam

    antioksidan yaitu vitamin C, catalase, beta caroten, flavonoid ,  saponin, tannin,

     berbagai macam asam lemak terutama asam lemak linoleik, beberapa mineral dan

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    50/121

    50

     juga zat aktif antraquinone  yang bersifat antibakteri. Kandungan berbagai zat

    aktif tersebut dapat mempercepat proses penyembuhan luka.

    3.2 Konsep Penelitian

    Bagan 3.1 Kerangka Konsep

    3.3 Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan kerangka konsep maka hipotesis yang dapat diajukan adalah :

    1.  Pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan epitelisasi jaringan

    luka pada tikus putih wistar jantan.

    Faktor eksternal:

    -  Infeksi

    -  Dalamluka

    Luas luka

    -  Makanan

    -  Penyakit

    Salep ekstrak

    daun mengkudu

    Faktor internal :

    -  Genetik

    -  Metabolisme

    Usia

    -  Jenis kelamin

    Tikus dilukai

    Fibroblas

    Epitelisasi

     Neovaskularisasi

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    51/121

    51

    2.  Pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan fibroblas jaringan

    luka pada tikus putih wistar jantan.

    3.  Pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan neovaskularisasi

     jaringan luka pada tikus putih wistar jantan.

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    52/121

    52

    BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan

    randomized post test only control group design (Marczyk et al ., 2005).

    Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian 

    Keterangan Gambar :

    P = populasi

    S = sampel

    R = random

    O1 = observasi epitelisasi, fibroblas dan neovaskularisasi hari ke 4 kelompok

    kontrol

    O2 = observasi epitelisasi, fibroblas dan neovaskularisasi hari ke 4

    kelompok perlakuan

    O3 = observasi epitelisasi, fibroblas dan neovaskularisasi hari ke 8 kelompok

    P S R

    O1

    O2

    O3

    O4

    P0

    P1

    P2

    P3

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    53/121

    53

    kontrol

    O4 = observasi epitelisasi, fibroblas dan neovaskularisasi hari ke 8

    kelompok perlakuan

    P0 = perlakuan pada kelompok kontrol dengan salep plasebo + oral

    amoxicillin selama 4 hari

    P1 = perlakuan pada kelompok perlakuan dengan salep ekstrak daun

    mengkudu + oral amoxicillin selama 4 hari

    P2 = perlakuan pada kelompok kontrol dengan salep plasebo + oral

    amoxicillin selama 8 hari

    P3 = perlakuan pada kelompok perlakuan dengan salep ekstrak daun

    mengkudu + oral amoxicillin selama 8 hari

    4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di  Laboratory Animal Unit , Bagian Farmakologi

    Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Bali. Penelitian dilakukan

     bulan Juli 2013. Pemeriksaan Histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi

    Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar Bali.

    4.3 Subjek dan Besar Sampel

    4.3.1 Variabilitas Populasi

    Populasi pada penelitian ini adalah tikus putih yang sesuai dengan sampel

    yang telah ditentukan dalam penelitian.

    4.3.2 Kriteria Subjek

    Sampel dalam penelitian ini adalah tikus yang memenuhi kriteria inklusi

    sebagai berikut:

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    54/121

    54

    Kriteria Inklusi :

    1. 

    Tikus putih galur wistar ( Rattus norvegicus) dewasa dan sehat.

    2.  Jenis kelamin jantan.

    3.  Umur 3 –  4 bulan.

    4.  Berat 200-250 gram.

    Kriteria Drop out : tikus mati saat penelitian sedang berlangsung.

    4.3.3 Besaran Sampel

    Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rumus

    Federer (1999) : (n –  1) (t –  1 ) ≥ 15 

    (n –  1) (4 –  1 ) ≥ 15 

    3 n –  3 ≥ 15 

    3n ≥ 18

    n ≥ 6

    Keterangan : n = Banyaknya sampel setiap perlakuan

    t = Banyaknya perlakuan

    Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas maka diperoleh n = 6. Karena pada

     penelitian ini terdapat 4 perlakuan, maka jumlah sampel seluruhnya adalah 24.

    Sampel ditambah 15% untuk menjaga kemungkinan drop out, sehingga jumlah

    sampel seluruhnya adalah 28.

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    55/121

    55

    4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

    Semua sampel yang memenuhi kriteria penelitian (yang memenuhi

    kriteria eligibilitas) dimasukkan dalam sampel penelitian. Dua puluh delapan ekor

    tikus putih wistar jantan diambil dan dibagi menjadi empat kelompok secara acak

    sederhana. Dua kelompok merupakan kelompok kontrol dan dua kelompok yang

    lain merupakan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol diolesi salep plasebo,

    sedangkan kelompok perlakuan diolesi salep ekstrak daun mengkudu. Keempat

    kelompok diberi oral amoxicillin.

    4.4 Variabel Penelitian 

    4.4.1 Klasifikasi Variabel

    1. Variabel bebas adalah variabel yang akan mempengaruhi hasil penelitian

    secara langsung yaitu salep ekstrak daun mengkudu.

    2. Variabel tergantung adalah variabel yang merupakan hasil perlakuan variabel

     bebas yaitu fibroblas, neovaskularisasi, dan epitelisasi.

    3. Variabel kendali adalah variabel yang dapat dikendalikan antara lain jenis tikus,

    umur, sehat, jenis kelamin yang sama, berat badan, tempat luka yang sama,

    makanan dan minuman, temperatur.

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    56/121

    56

    4.4.2 Hubungan Antar Variabel

    Bagan 4.2 Hubungan Antar Variabel

    4.4.3 Definisi Operasional Variabel

    1. Salep ekstrak daun mengkudu adalah sediaan salep dengan formulasi tertentu

    ( sodium lauryl sulphate, propylene glycol, stearyl alcohol, white petrolatum,

     purified water ) ditambah ekstrak maserasi bertingkat daun mengkudu (pelarut

    etanol 96% dan etil asetat) dengan konsentrasi 15%, diaplikasikan sebanyak 2

    kali sehari.

    2. Salep plasebo adalah sediaan salep yang hanya mengandung bahan dasar salep

    ( sodium lauryl sulphate, proylene glycol, stearyl alcohol, white petrolatum,

    Variabel Tergantung :

    -  Fibroblas

    -  Epitelisasi

    -   Neovaskularisasi

    Variabel Bebas :

    Salep ekstrak daun

    mengkudu

    Variabel Kendali :

    -  Umur tikus

    -  Jenis tikus

    -  Jenis kelamin

    -  Berat badan

    -  Makanan dan minuman

    -  Temperatur

    -  Tempat luka yang sama

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    57/121

    57

     purified water ) tanpa penambahan zat aktif , diaplikasikan dalam jumlah yang

    sama dengan salep mengkudu sehari 2 kali.

    3. Amoxicillin adalah antibiotik yang digunakan untuk mencegah infeksi

    sekunder, diberikan secara oral dengan dosis 70/60 kg bb x 1500 mg

    amoxicillin x 0,018 (untuk bb tikus 200 gram) = 31,5 mg amoxicillin sehari.

    Dosis per sekali minum 31,5 : 3 = 10,5 mg. Diberikan selama 3 hari.

    4. Regenerasi jaringan luka adalah proses penyembuhan jaringan luka dengan

     parameter fibroblas, epitelisasi dan neovaskularisasi.

    5. Fibroblas adalah sel-sel yang berbentuk fusiformis diantara serabut-serabut

     jaringan ikat yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka. Dihitung

     jumlahnya dengan menggunakan mikroskop elektron pembesaran objektif 40x.

    Adanya peningkatan regenerasi jaringan luka, dilihat dari perbedaan jumlah

    fibroblas secara signifikan dibandingkan dengan kontrol.

    6. Epitelisasi adalah tahapan perbaikan luka, terjadi migrasi keratinosit, proliferasi

    keratinosit, diferensiasi neoepitel menjadi epitel berlapis-lapis. Dihitung

    tingkat kerapatannya dengan menggunakan metoda morfometri, satuannya

    mikrometer. Adanya peningkatan regenerasi jaringan luka, dilihat dari

     perbedaan ukuran kerapatan epitel yaitu perbedaan ketebalan epitel dan lebar

    celah epitel luka secara signifikan dibandingkan dengan kontrol.

    Ketebalan epitel adalah ukuran ketebalan lapisan-lapisan epidermis yang

    terbentuk pada daerah luka. Lebar celah epitel luka adalah ukuran celah pada

    lapisan epitel di daerah luka yang belum menutup sempurna.

  • 8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf

    58/121

    58

    7. Neovaskularisasi adalah pertumbuhan kapiler baru pada daerah luka berupa

    tunas-tunas yang terbentuk dari pembuluh darah dan akan berkembang menjadi

     percabangan baru pada jaringan luka. Dihitung jumlahnya dengan

    menggunakan mikroskop elektron pembesaran objektif 40x. Adanya

     peningkatan regenerasi jaringan luka, dilihat dari perbedaan jumlah

    neovaskularisasi secara signifikan dibandingkan dengan kontrol.

    8.Tikus putih jantan jenis Wistar adalah hewan percobaan yang berupa tikus jenis

    Wistar umur 3-4 bulan, jenis kelamin jantan, dengan berat 200-250 gram.

    4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian, Hewan Percobaan

    4.5.1 Bahan Penelitian

    Bahan penelitian yang digunakan adalah: sediaan salep ekstrak daun

    mengkudu, sediaan salep plasebo, larutan neutral buffer formalin  10% untuk

    fiksasi, kapas, ketamin dan xylazin untuk anestesi, dan bahan-bahan untuk sediaan

    histopatologi yaitu larutan  Mayer‟s Hematoxylin, larutan eosin, alkohol dengan

    konsentrasi yang bert