Upload
jajank-japar-s
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
1/121
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan adalah sesuatu yang pasti terjadi pada manusia. Bertambahnya
usia dan menjadi tua adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Pada umumnya
manusia menganggap bahwa keluhan-keluhan yang berhubungan dengan proses
penuaan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan proses alamiah
yang sewajarnya muncul pada usia tua, sehingga bila timbul keluhan mereka tidak
cepat-cepat berusaha untuk mencari pengobatan. Bila keluhan semakin berat
barulah mencari pertolongan dokter. Mereka tidak menyadari bahwa sebenarnya
manusia dapat hidup dengan umur lebih panjang dengan kualitas hidup yang tetap
baik.
Ada banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua. Penyebab
penuaan dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
Beberapa faktor internal ialah radikal bebas, hormon berkurang, proses glikolisasi,
metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal
yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan,
stress, dan kemiskinan (Pangkahila, 2011).
Beberapa teori menjelaskan mengapa seseorang menjadi tua. Salah satu
teori penuaan yang sangat berkembang adalah Teori Radikal Bebas. Teori ini
menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi
kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas akan
merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
2/121
2
menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul
utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah desoxyribonucleic
acid (DNA), lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000).
Kulit manusia seperti organ tubuh lainnya juga mengalami penuaan.
Fungsi kulit manusia yang menurun seiring usia adalah fungsi barier, pergantian
sel, pembersihan zat kimia, persepsi sensoris, mekanisme proteksi, penyembuhan
luka, respon imun, termoregulasi, produksi keringat, produksi sebum, produksi
vitamin D dan perbaikan DNA. Perubahan histologis paling mencolok dan
konsisten adalah penyempitan dermal – epidermal juction dengan penipisan pada
papila dermal dan epidermal rete pegs. Pemisahan ini menyebabkan orang tua
cenderung mudah terjadi luka pada kulit, abrasi superfisial pada trauma minor dan
pembentukan bula pada lokasi oedem.
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian dari jaringan tubuh. Luka juga
didefinisikan sebagai kerusakan fisik akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit
yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori
and Solanki, 2011). Keadaan luka ini banyak faktor penyebabnya di antaranya
trauma benda tajam atau tumpul, ledakan, zat kimia, perubahan suhu, sengatan
listrik, gigitan hewan.
Pada manusia dan golongan vertebrata yang lebih tinggi penyembuhan
luka terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana hasil yang dicapai bukan
berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada hasil yang fungsional
(Falanga, 2007). Berbeda dengan mekanisme yang terjadi pada amphibi dan reptil
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
3/121
3
yang mampu mengalami regenerasi ke bentuk dan susunan asli dari suatu organ
atau bagian anatomi tubuh seperti sebelum terjadi perlukaan.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan
interaksi yang terus menerus antara sel dengan sel dan antara sel dengan matriks
yang terangkum dalam tiga fase yang saling tumpang tindih. Tiga fase mekanisme
penyembuhan luka yang terjadi yaitu fase inflamasi (0-3 hari), fase proliferasi dan
pembentukan jaringan (3-14 hari) (Reddy et al ., 2012) serta fase remodeling
jaringan (bisa dimulai pada hari ke 8 dan berlangsung sampai 1 tahun) (Broughton
et al ., 2006)). Hasil dari mekanisme penyembuhan luka ini tergantung dari
perluasan dan kedalaman luka, serta ada tidaknya komplikasi yang mengganggu
perjalanan proses penyembuhan luka yang alami. Gangguan pada proses
perbaikan jaringan yang menyebabkan proses penyembuhan luka yang lama,
terjadi pada berbagai kondisi seperti pada orang yang berusia lanjut, pengobatan
dengan steroid, dan yang menderita penyakit diabetes dan kanker (Gurtner et al .,
2008). Pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya infeksi lebih besar.
Proses penyembuhan luka merupakan proses biologik dimulai dari adanya
trauma dan berakhir dengan terbentuknya luka parut. Tujuan dari manajemen luka
adalah penyembuhan luka dalam waktu sesingkat mungkin, dengan rasa sakit,
ketidaknyamanan, dan luka parut yang minimal pada pasien (Soni and Singhai,
2012), meminimalkan kerusakan jaringan, penyediaan perfusi jaringan yang
cukup dan oksigenasi, nutrisi yang tepat untuk jaringan luka (Reddy et al ., 2012).
Pengobatan dari luka bertujuan untuk mengurangi faktor-faktor risiko yang
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
4/121
4
menghambat penyembuhan luka, mempercepat proses penyembuhan dan
menurunkan kejadian luka yang terinfeksi (Soni and Singhai, 2012).
Sampai saat ini tidak ada substansi yang sangat efektif untuk
mempercepat proses penyembuhan luka walaupun banyak usulan dalam ilmu
pharmaceutical. Sebagai akibatnya, perhatian meningkat dalam menemukan
ekstrak tanaman untuk meningkatkan regenerasi penyembuhan luka, meskipun
penggunaan dari ekstrak tanaman untuk pengobatan luka umumnya baru
merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat tradisional (Mathivanan et
al ., 2006). Di negara berkembang, 25 persen dari pengobatan didasarkan pada
pemakaian tanaman obat, yang secara luas digunakan pada masyarakat pedesaan.
Nenek moyang menemukan kekuatan penyembuhan dari tumbuhan melalui proses
trial and error (Soni and Singhai, 2012). Banyak tanaman obat yang biasa dipakai
untuk mempercepat penyembuhan luka, diantaranya adalah tanaman mengkudu
(Morinda citrifolia) (Nagori and Solanki, 2011).
Mengkudu atau noni adalah satu dari tumbuhan tropikal penting yang
berasal dari Polynesia. Disebut penting karena fungsinya yang banyak untuk
kesehatan (Pal, 2012). Secara tradisional dari daun segar mengkudu dipakai
sebagai obat untuk patah tulang, luka sayat atau potong yang dalam, luka bakar
dan nyeri (Rasal et al ., 2008).
Komposisi mengkudu adalah sebagai berikut : scopoletin, octoanoic acid,
potassium, ascorbic acid (vitamin C), triterpenoids, alkaloids, anthraquinones,
sitosterol, beta carotene, vitamin A, flavones glycosides dan linoleic acid (Rasal
et al ., 2008), saponin (Satwadhar et al ., 2010), tannin (Nayak et al ., 2009),
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
5/121
5
xeronin (Peter, 2007). Phytoconstituent dari semua tumbuhan obat yang
berpengaruh dalam mekanisme penyembuhan luka adalan tannins, flavonoids,
saponins, sterol dan polyphenols serta triterpenoid (Soni and Singhai, 2012).
Daun mengkudu mengandung semua kandungan tersebut. Kandungan daun
mengkudu yang kaya antioksidan terutama vitamin C, catalase, beta karoten,
flavonoid glycosides dan iridoid glycosides dianggap paling berperan penting
dalam mekanisme penyembuhan luka (Rasal et al ., 2008). Kandungan zat-zat
aktif ini berperan pada semua fase penyembuhan luka.
Vitamin C, catalase, dan terutama flavonoid diduga dapat memperpendek
fase inflamasi dengan cara mengeliminasi reactive oxygen species (ROS),
detoksifikasi hidrogen peroksida (H2O2) sehingga menurunkan level lipid
peroksida (Rasal et al ., 2008), meningkatkan kadar enzim antioksidan dalam
jaringan luka sehingga menghambat efek berantai radikal bebas (Thakur et al .,
2011), serta efek antibakteri. Pada fase proliferasi dan remodelling jaringan,
flavonoid pada daun mengkudu berperan dalam meningkatkan vaskuler,
meningkatkan sintesis kolagen (Patil et al ., 2012), meningkatkan kekuatan serat
kolagen (Thakur et al ., 2011; Nayak et al., 2009), merangsang platelet derived
growth factor (PDGF) yang berperan dalam merangsang dan mengatur migrasi
fibroblas, mitogenik untuk fibroblas, sel otot polos dan sel endotel (Fitzpatrick
and Mehta, 2009). Semua proses ini akan meningkatkan kecepatan epitelisasi
jaringan luka.
Penelitian oleh Nayak et al. (2009) menyebutkan bahwa pemberian
ekstrak etanol daun mengkudu secara oral pada tikus yang dilukai menghasilkan
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
6/121
6
secara signifikan meningkatan kecepatan kontraksi luka, kecepatan pembentukan
kolagen dan hidroksiprolin, waktu epitelisasi yang lebih singkat. Rasal et al .
(2008) juga melaporkan ekstrak daun mengkudu per oral dapat meningkatkan
kontraksi luka, memperkuat jaringan penyembuhan luka, meningkatkan kolagen
dan hidroksiprolin, mempercepat epitelisasi dan menurunkan level
malondialdehyde (MDA). Secara histopatologis Rasal et al. (2008) juga
melaporkan peningkatan secara signifikan neovaskularisasi, fibroblas dan
epitelisasi.
Penelitian ekstrak daun mengkudu secara topikal untuk penyembuhan
luka, belum pernah dilakukan sebelumnya, padahal masyarakat turun temurun
telah menggunakanya secara tradisional, dan produk topikal dengan bahan
mengkudu sudah beredar tanpa penelitian yang jelas. Selain itu, untuk obat luka,
biasanya masyarakat lebih menyukai pemakaian produk topikal yang bisa
langsung diaplikasikan ke jaringan luka karena lebih praktis.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian dengan
menggunakan formula ekstrak daun mengkudu dalam bentuk salep untuk
mengetahui efeknya terhadap regenerasi luka dengan parameter neovaskularisasi,
epitelisasi dan fibroblas, pengamatan hari ke 4 dan hari ke 8. Penentuan hari ke 4
dan ke 8 ini berdasarkan laporan jurnal dari Li et al. (2007) yang menyebutkan
bahwa pembentukan kembali dermis di mulai kira-kira hari ke 3-4 setelah
perlukaan, dengan ciri pembentukan neovaskularisasi dan penumpukan fibroblas,
juga laporan yang menyebutkan bahwa kolagen tipe III disekresikan maksimal
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
7/121
7
oleh fibroblas antara hari ke 5 dan 7, dan setelah itu terjadi perubahan fenotip
fibroblas menjadi miofibroblas.
Pemilihan sediaan salep disebabkan karena telah dilakukan penelitian
sediaan ini sebelumnya terhadap daun Cajanus scarabaeoides yang mengandung
zat aktif flavonoid glycosides untuk regenerasi jaringan luka, dengan formulasi
salep hidrofilik (Pattanayak et al ., 2011), juga salep merupakan sediaan yang
stabilitasnya baik, berupa sediaan halus, mudah digunakan, mampu menjaga
kelembaban kulit, tidak mengiritasi kulit, mempunyai tampilan yang lebih
menarik, dan lebih lama berada di jaringan luka dibandingkan dengan bentuk
sediaan lain.
Walaupun tidak ada perbedaan nilai hematologi, biokimia, maupun bobot
organ antara tikus jantan dan betina (Sihombing and Tuminah, 2011), untuk
mendapatkan sampel yang homogen, dipilih tikus jantan pada penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan masalah penelitian
sebagai berikut :
1. Apakah pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan epitelisasi
jaringan luka pada tikus putih wistar jantan?
2.
Apakah pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan fibroblas
jaringan luka pada tikus putih wistar jantan?
3.
Apakah pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan
neovaskularisasi jaringan luka pada tikus putih wistar jantan?
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
8/121
8
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui efek pemberian salep ekstrak daun mengkudu efektif
dapat meningkatkan proses regenerasi jaringan luka pada tikus putih wistar jantan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui efek pemberian salep ekstrak daun mengkudu dapat
meningkatkan epitelisasi jaringan luka pada tikus putih wistar jantan.
2. Untuk mengetahui efek pemberian salep ekstrak daun mengkudu dapat
meningkatkan fibroblas jaringan luka pada tikus putih wistar jantan.
3. Untuk mengetahui efek pemberian salep ekstrak daun mengkudu dapat
meningkatkan neovaskularisasi jaringan luka pada tikus putih wistar jantan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
1. Memberi informasi ilmiah mengenai fungsi salep ekstrak daun mengkudu
untuk meningkatkan regenerasi jaringan luka.
2. Sebagai dasar untuk digunakan sebagai penelitian lebih lanjut pada manusia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan masyarakat mengetahui manfaat salep ekstrak daun
mengkudu dalam meningkatkan regenerasi jaringan luka sehingga dapat
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
9/121
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Penuaan
Populasi orang tua di dunia mencapai laju yang sangat luar biasa. Sebagian
besar berhubungan dengan penurunan laju kelahiran dan peningkatan angka
harapan hidup dalam 20 tahun terakhir. Perkembangan ilmu kedokteran, dalam
hal ini Ilmu Kedokteran Anti Penuaan (KAP) atau Anti-Aging Medicine (AAM)
telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Penuaan diperlakukan
sebagai penyakit, sehingga dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan
dikembalikan ke keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih
panjang dengan kualitas hidup yang baik (Goldman and Klatz, 2007; Pangkahila,
2011). Dengan mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat
dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti
pada usia yang lebih muda, walaupun usia sebenarnya bertambah. Dengan
demikian penampilan dan kualitas hidupnya lebih muda dibandingkan dengan
sebenarnya (Pangkahila, 2011).
Para ahli mengemukakan banyak teori mengapa kita menjadi tua. Namun
tidak satupun teori yang dapat menjelaskan secara tuntas. Teori terbaru dari aging
tingkat seluler hingga molekuler secara umum terdiri dari 2 latar belakang, yaitu
aging adalah program dan aging adalah kebetulan. Teori program berdasarkan
pemikiran bahwa sejak konsepsi hingga kematian, perkembangan manusia
diperintah oleh jam biologis. Jam ini mengatur waktu yang tepat untuk sejumlah
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
10/121
10
perubahan. Teori kebetulan menyatakan organisme menjadi tua oleh sejumlah
kejadian acak. Contohnya kerusakan desoxyribonucleic acid (DNA) oleh radikal
bebas atau hanya wear and tear dari kehidupan sehari-hari. Terdapat 4 prinsip
teori penuaan menurut Goldman and Klatz (2007) :
1. Teori Wear and Tear
Tubuh dan sel-selnya rusak karena banyak dipakai secara berlebihan (overuse)
dan disalahgunakan (abuse). Proses penuaan yang lebih cepat berkaitan dengan
adanya toksin dalam diet dan lingkungan; mengkonsumsi makanan yang
banyak lemak, gula, kafein, alkohol, nikotin, paparan sinar ultraviolet dan stres
emosional.
2. Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh.
Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus,
sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan
hipofise dan organ target yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan
bertambahnya usia, tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang
akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.
3.
Teori Kontrol Genetik
Teori ini berfokus pada program genetik DNA, dimana kita dilahirkan dengan
kode genetik yang unik, sehingga penuaan dan lama usia hidup telah
terprogram dan diwariskan secara genetik untuk tiap-tiap spesies. Tiap spesies
di dalam inti selnya mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
11/121
11
suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan
replikasi sel bila berhenti berputar.
4. Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi
akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal
bebas adalah suatu atom atau molekul yang mempunyai susunan elektron tidak
berpasangan sehingga bersifat amat tidak stabil. Untuk menjadi stabil, radikal
bebas menyerang sel-sel untuk mendapatkan elektron pasangannya dan
terjadilah reaksi berantai yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas.
Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA,
lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka
akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan,
sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang
akhirnya bisa berakibat kanker dan kematian.
2.2 Kulit
Secara mikroskopis struktur kulit manusia terdiri dari : epidermis, dermis
dan subkutis (Baumann et al ., 2009). Dua struktur yaitu epidermis dan dermis
saling berhubungan dibatasi dermal epidermal junction.
1. Lapisan epidermis
Merupakan lapisan terluar. Bervariasi ketebalannya antara 0,04 mm (kulit
kelopak mata) sampai 1,5 mm (kulit telapak tangan) (Jain, 2012). Keratinosit atau
dikenal juga dengan sebutan korneosit, adalah sel utama pada lapisan epidermis.
Keratin filamen merupakan komponen utama dari keratinosit, dan berfungsi
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
12/121
12
sebagai jaringan pendukung. Keratinosit permulaan terdapat pada basal epidermis
dan di dermal-epidermal junction. Diproduksi oleh stem cell , dan ketika stem cell
membelah, menghasilkan sel serupa, dengan lambat berpindah ke lapisan atas
epidermis. Proses ini disebut keratinisasi (Baumann et al ., 2009). Lapisan
epidermis dibagi menjadi empat lapisan berdasarkan ciri-ciri bentuk sel dan
protein intraseluler yaitu dari luar ke dalam stratum korneum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale (germinativum).
Gambar 2.1 Struktur anatomi kulit (Dikutip dari : Anonym, 2009)
Stratum Basale
Lapisan terdalam kulit, terletak diatas membran dasar, mengandung sel
keratinosit, melanosit, sel merkel, dan sel Langerhans (utamanya terletak di
stratum spinosum). 10% dari sel basal merupakan stem cell , 50% amplifying cell ,
dan 40% postmitotic cell (Baumann et al ., 2009). Normalnya, stem cell
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
13/121
13
membelah dengan lambat, tetapi pada kondisi tertentu seperti pada proses
penyembuhan luka atau pengaruh growth factors, akan membelah dengan cepat
(Baumann et al ., 2009). Dibentuk oleh sel kolumnar dan terjadi multiplikasi pada
lapisan ini, dan juga terjadi ekspresi dari ornithine decarboxylase (ODC) sebagai
marker dari aktivitas proliferasi (Jain, 2012).
Stratum Spinosum
Terdiri dari 5-12 lapisan dengan bentuk sel polyhedral, inti sel bulat dan
„spiny‟ . Lapisan ini mengandung sel keratinosit dan sel Langerhans. Sel-sel
mengandung granula lamellar yang membawa lipid intraseluler, mengandung
glikoprotein dan prekursor lipid, terlibat dalam pembentukan lapisan barier
kutaneus (Jain, 2012). Pelepasan lipid melapisi permukaan memberikan fungsi
barrier (Baumann et al ., 2009).
Stratum Granulosum
Lapisan tipis, terdiri dari 1-3 lapisan, merupakan lapisan sel fusiform,
datar dan mengandung granuler keratohialin.
Stratum Korneum
Merupakan lapisan teratas dari epidermis, disebut juga horny layer .
Keratinosit menetap pada lapisan ini, menjadi matang, dan terjadi proses
keratinisasi yang sempurna. Keratinosit tidak mengandung organel dan tersusun
menyerupai dinding batu bata (Baumann et al ., 2009). Melindungi kulit secara
mekanik, kehilangan cairan, dan impermeabiliti. Korneosit mengandung keratin
yang tertanam dalam matriks kaya filaggrin. Hasil dari degradasi filaggrin adalah
urocanic acid yang mengabsorbsi radiasi ultra violet dan membentuk secara alami
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
14/121
14
moisturization factor , sehingga terhindar dari kekeringan kulit. Seramid
merupakan barrier lipid utama untuk kulit, barrier lipid lainnya meliputi
cholesterol, cholesterol sulfat dan asam lemak (Jain, 2012).
Membran Basalis
Barier selektif antara epidermis dan dermis, mengikat epidermis ke
dermis. Ada dua membran basalis yaitu dermo-epidermal junction dan dermal
pembuluh darah.
2. Lapisan Dermis
Lapisan yang tebalnya 15 – 40 x tebal epidermis, mengandung komponen
mesoderm, dibagi menjadi lapisan superfisial yaitu papila dermis dan lapisan
dalam yaitu retikular dermis (mengandung sejumlah besar kolagen dan serat-serat
elastin, pembuluh darah, saraf, limfatik, otot, pilosebasea, kelenjar apokrin dan
ekrin).
Kolagen
Kolagen merupakan satu dari sejumlah protein alam terkuat dan
jumlahnya terbanyak dan berlimpah pada manusia yaitu di bagian kulit,
memberikan ketahanan dan daya lentur pada kulit (Baumann et al ., 2009).
Merupakan protein fibrous, 70 -80% berat dari dermis, komponen terpenting dari
dermis (Jain, 2012). Kolagen disintesa dalam fibroblas dalam bentuk prekursor
kolagen yaitu prokolagen. Sisa prolin dalam rantai prokolagen diubah menjadi
hidroksiprolin oleh enzim prolyl hydroxylase. Sisa lisin pada rantai prokolagen
juga diubah menjadi hidroksilisin oleh enzim lysyl hydroxylase. Kedua reaksi ini
membutuhkan Fe++, vitamin C, dan α-ketoglutarate (Baumann et al ., 2009).
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
15/121
15
Kolagen dihancurkan oleh metalloprotein, sintesisnya dirangsang oleh asam
retinoat, dihambat oleh IL-1, glukokortikoid, D-penicillamine, radiasi ultraviolet
(Jain, 2012 ).
3. Lapisan subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi (Baumann et al ., 2009).
Banyak fungsi dari kulit, yaitu: fungsi barier, mengatur suhu, sintesa
vitamin D3, melindungi dari sinar ultraviolet yang merusak, melindungi dari
mikro organisme patogen, fungsi sensasi, ekskresi dan metabolisme (Baumann et
al ., 2009). Dari berbagai fungsi itu, kulit sebagai barier adalah yang terpenting.
Kulit berfungsi sebagai barier antara bagian luar dan dalam untuk melindungi dari
agen-agen mekanik, kimia, dan serangan mikroba di lingkungan sekitar (Elias et
al ., 2007).
2.3 Luka
2.3.1 Definisi Luka
Berdasarkan Wound Healing Society, luka adalah kerusakan fisik sebagai
akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan
ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and Solanki, 2011).
Luka juga didefinisikan sebagai gangguan dari seluler, anatomi, dan fungsi yang
berkelanjutan dari jaringan hidup yang disebabkan oleh trauma fisik, kimia, suhu,
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
16/121
16
mikroba, atau imunologi yang mengenai jaringan (Thakur et al ., 2011).
Disebutkan juga luka adalah kerusakan dari integritas epitel kulit diikuti dengan
terganggunya struktur dan fungsi dari jaringan normal sebagai akibat dari luka
memar, luka lebam, luka robek, luka koyak atau luka lecet (Soni and Singhai,
2012). Luka ini mengakibatkan kehilangan kesinambungan dari epitel dengan atau
tanpa kehilangan dari jaringan penunjangnya.
Menurut Nagori and Solanki (2011), klasifikasi luka berupa luka terbuka
dan tertutup berdasarkan penyebab dasar dari luka, serta luka akut dan kronis
berdasarkan fisiologi dari penyembuhan luka. Meliputi :
Luka terbuka : terjadi perdarahan yang terlihat secara kasat mata dimana darah
keluar dari tubuh. Luka terbuka meliputi luka insisi, luka laserasi, abrasi atau luka
dangkal, luka tusukan kecil, luka penetrasi, dan luka tembak
Luka tertutup : pada luka jenis ini darah keluar dari sistem sirkulasi darah tetapi
tersisa di dalam tubuh. Telihat dalam bentuk luka memar. Luka tertutup sedikit
penggolongannya tetapi lebih berbahaya dari luka terbuka. Luka tertutup meliputi
benturan atau luka memar, hematoma atau tumor darah, dan cedera yang keras.
Luka akut : merupakan cedera pada jaringan yang normalnya dilanjutkan dengan
proses perbaikan yang tersusun rapih dan tepat waktu, mengakibatkan pemulihan
integritas jaringan secara anatomi dan fungsi dapat dipertahankan. Biasanya
disebabkan oleh luka terpotong atau insisi bedah dan proses penyembuhan luka
yang lengkap dalam kerangka waktu yang diharapkan.
Luka kronis : terjadi karena kegagalan penyembuhan luka dalam tahap yang
normal dan kemudian masuk ke dalam tahap inflamasi yang patologi. Luka kronis
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
17/121
17
membutuhkan periode waktu penyembuhan yang lama, tidak sembuh, atau
kekambuhan yang sering. Merupakan sebab utama ketidakmampuan secara fisik.
Infeksi lokal, hipoksia, trauma, benda asing dan problem sistemik seperti diabetes
mellitus, malnutrisi, defisiensi fungsi imun atau obat-obatan seringkali
menyebabkan luka kronis.
2.3.2 Penyembuhan Luka
Luka dapat menyebabkan ketidakmampuan seseorang secara fisik.
Penyembuhan luka merupakan reaksi kompleks yang saling mempengaruhi dari
kegiatan seluler dan biokimia, yang mengatur pemulihan integritas struktural dan
fungsional jaringan luka (Thakur et al ., 2011). Penyembuhan luka terdiri dari
serangkaian proses yang tersusun rapih sehingga jaringan yang rusak dapat
bersatu seperti semula.
Penyembuhan luka yang normal dipengaruhi banyak faktor. Bila proses
penyembuhan ini gagal dapat berkembang menjadi luka yang kronis (Nagori and
Solanki, 2011). Luka yang tidak sembuh secara terus menerus menghasilkan
mediator inflamasi yang menyebabkan sakit dan bengkak di tempat luka. Luka
tersebut menyebabkan infeksi dan pemulihan luka yang panjang. Selain infeksi,
komplikasi yang sering dihubungkan dengan penyembuhan luka yang buruk
meliputi selulitis, deformitas, keloid, gangrene, sepsis, tetanus, infeksi fatal dari
sistem saraf. Pada luka terbuka sering terjadi isemik dan nekrosis yang bisa
mengakibatkan amputasi (Reddy et al ., 2012).
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
18/121
18
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka diantaranya adalah :
Diet yang salah: penyembuhan luka adalah suatu proses anabolik yang
membutuhkan energi dan nutrisi. Serum albumin 3,5 gram/dl atau lebih
dibutuhkan untuk penyembuhan luka. Protein penting untuk sintesa kolagen pada
luka. Keadaan malnutrisi berakibat menurunnya kecepatan sintesa kolagen pada
jaringan luka dan meningkatkan kejadian infeksi (Nagori and Solanki, 2011).
Infeksi di daerah luka : Infeksi pada luka merupakan alasan terkuat bagi
kegagalan penyembuhan luka. Organisme terpenting adalah Staphylococcus
aureus, Streptococcus pyogenes, Corynebacerium sp, Escherichia coli dan
Pseudomonas aeruginosa (Nagori and Solanki, 2011).
Kekurangan asupan oksigen dan perfusi jaringan ke daerah luka : misalnya
dalam keadaan sakit yang sangat, dingin, atau cemas dapat menyebabkan
vasokonstriksi lokal dan meningkatkan waktu penyembuhan. Merokok dan
penggunaan tembakau menurunkan perfusi jaringan dan tekanan oksigen pada
luka (Nagori and Solanki, 2011).
Obat-obatan : kemoterapi untuk kanker merupakan grup obat-obatan yang
memperlambat proses penyembuhan luka. Glukokortikoid sistemik juga
mempengaruhi proses penyembuhan yang normal, dengan menurunkan sintesa
kolagen dan proliferasi fibroblast (Nagori and Solanki, 2011).
Umur tua : Pada usia lanjut terjadi keterlambatan penyembuhan luka yang
disebabkan karena aktifitas dan pertumbuhan fibroblas yang berkurang dan
produksi kolagen menurun, juga kontraksi luka yang melambat (Nagori and
Solanki, 2011).
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
19/121
19
Diabetes dan kondisi penyakit lainnya : Pasien diabetes lebih memungkinkan
terjadinya infeksi pada luka, juga terjadi pada gangguan fungsi imun tubuh.
Keterlambatan penyembuhan luka juga terjadi pada pasien dengan penyakit akut
dan kronik liver (Nagori and Solanki, 2011).
Gambar 2.2 Fase Penyembuhan Luka (dikutip dari : Vowden, 2002)
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dibagi menjadi
tiga fase yang saling overlapping yaitu fase inflamasi, proliferasi dan remodeling.
Disebut overlapping karena mediator yang dikeluarkan pada fase-fase tersebut
sering sama. Ini menunjukkan seluruh fase berjalan secara berurutan dan juga
menerangkan hubungan secara linear mengenai penyembuhan luka mulai dari
terjadinya luka sampai dengan terjadinya perbaikan, bahkan sampai bisa menjadi
luka kronis. Beberapa penulis membagi fase penyembuhan luka menjadi empat
fase dimana fase pertama merupakan proses hemostatis yang lebih menekankan
pada respon vaskuler (Li et al ., 2007). Yang menjadi perhatian adalah penjabaran
mengenai seluruh proses perbaikan luka sulit dijelaskan atau digolongkan dalam
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
20/121
20
fase-fase yang tepat dan hal ini harus menjadi pertimbangan karena fase-fase
tersebut sering overlapping (Falanga, 2007).
Fase Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi awal bila tubuh terkena luka ( Li et al ., 2007).
Fase ini terjadi segera setelah cedera dan dapat berlangsung sampai 4-6 hari
(Broughton et al ., 2006). Reaksi awal adalah terjadinya vasodilatasi lokal,
keluarnya darah dan cairan menuju ruangan ekstravaskuler, dan terhambatnya
aliran limfatik. Semua ini mengakibatkan timbulnya tanda-tanda utama untuk
terjadinya suatu inflamasi, termasuk bengkak, merah dan panas. Respon inflamasi
akut ini biasanya antara 24-48 jam dan dapat menetap diatas 2 minggu untuk
beberapa kasus ( Li et al ., 2007). Fase ini merupakan tahap awal yang alami untuk
mengangkat jaringan debris dan mencegah infeksi yang invasif (Gurtner, 2007).
Gambar 2.3 Regenerasi Luka (Dikutip dari : Schafer, 2012)
Fase ini dibagi menjadi dua yaitu respon vaskular dan respon seluler (Li
et al ., 2007). Pada respon vaskular, perdarahan terjadi segera sesudah jaringan
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
21/121
21
cedera sebagai akibat dari terganggunya atau rusaknya pembuluh darah. Langkah
pertama dari proses penyembuhan luka adalah hemostasis. Hemostasis terdiri dari
dua proses utama: pembentukan fibrin clot dan koagulasi. Platelet adalah sel
pertama yang muncul sesudah terjadinya cedera dan mengatur hemostasis normal.
Perubahan trombin menjadi fibrinogen dan kemudian menjadi fibrin selama
agregasi platelet, menyebabkan fibrin clot terbentuk dan menghentikan
perdarahan.
Komponen ke dua dari hemostasis adalah koagulasi melalui intrinsik dan
ekstrinsik coagulation pathways. Kerusakan jaringan melepaskan lipoprotein yang
dikenal sebagai tissue factor . Platelet meningkatkan pembentukan jaringan baru
melalui pelepasan beberapa growth factors kuat yang berpengaruh pada perbaikan
luka, seperti transforming growth factor alpha (TGF-α), transforming growth
factor beta (TGF-β) , dan platelet-derived growth factor (PDGF) ( Li et al ., 2007).
Pada respon seluler, ciri-ciri fase inflamasi adalah masuknya lekosit ke
daerah luka Segera setelah terjadinya luka sel netrofil dalam jumlah besar
berpindah dari kapiler menuju jaringan luka, kemudian jumlah netrofil menurun
dan digantikan dengan makrofag (perubahan dari monosit). Monosit segera
berubah menjadi makrofag pada jaringan luka fase selanjutnya, kurang lebih
dalam 48 sampai 72-96 jam setelah luka (Broughton et al ., 2006; Gurtner, 2007).
Monosit ini ditarik ke jaringan luka oleh chemoattractans yang sama dengan
netrofil, juga oleh monocyte chemoattractant protein dan macrophage
inflammatory protein, oleh produk dari degradasi matriks ekstraseluler seperti
fragmen kolagen, fragmen fibronectin, dan trombin ( Li et al ., 2007).
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
22/121
22
Makrofag berperan penting dalam pengaturan sel seperti fungsi
fagositosis, memakan dan mencerna serta membunuh organisme patogen,
membersihkan debris jaringan dan merusak sisa netrofil, menarik fibroblas ke
jaringan luka dan memicu pembuluh darah baru. Makrofag merupakan pabrik
produksi growth factors seperti PDGF, fibroblast growth factor (FGF), vascular
endothelial growth factor (VEGF), TGF- β , dan TGF-α.
Dalam fase inflamasi ini, netrofil dan makrofag menghasilkan sejumlah
besar anion superoksid radikal, yang sering digambarkan sebagai „respiratory
burst‟ . Kemudian sel lain seperti fibroblas dirangsang oleh sitokin pro inflamasi
untuk memproduksi reactive oxygen spesies (ROS) (Keller et al ., 2006). Selain
efek positif untuk membunuh bakteri, ROS ini juga berdampak negatif,
menghambat migrasi sel, merusak jaringan dan bahkan berubah menjadi
neoplasma (Keller et al ., 2006). Untuk melindungi dari stres oksidatif, sel-sel
mempunyai beberapa sistem untuk mendetoksifikasi ROS, yaitu secara non-
enzimatik dan enzimatik. (Keller et al ., 2006).
Suatu luka disebut luka kronis bila fase inflamasi menetap berbulan-bulan
bahkan tahunan. Fase inflamasi menetap pada keadaan luka yang hipoksia,
infeksi, defisiensi nutrisi, penggunaan obat-obatan tertentu, atau faktor lain yang
dihubungkan dengan respon imun pasien (Reddy et al ., 2012). Luka kronis
membentuk jaringan nekrotik yang tercemar oleh organisme patogen atau
mengandung material asing yang tidak dapat di fagositosis selama fase akut
inflamasi. Granulosit tidak muncul, sebaliknya sel mononuklear terutama limfosit,
monosit, dan makrofag menetap pada daerah inflamasi. Tidak ada tanda-tanda
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
23/121
23
inflamasi. Makrofag menarik fibroblas dan dalam waktu yang lama memproduksi
sejumlah besar kolagen, membentuk masa encapsulated dari jaringan fibrous
dengan lambat, suatu granuloma (Li et al ., 2007).
Fase Proliferasi
Pada fase ini aktifitas seluler lebih utama. Tahap-tahap utama meliputi
pembentukan barier permeabilitas (epitelisasi), kecukupan suplai darah
(angiogenesis) dan pembentukan kembali jaringan dermis pada jaringan yang luka
(fibroplasia) (Li et al ., 2007). Ciri-ciri fase proliferasi adalah angiogenesis,
deposit kolagen, pembentukan jaringan granulasi, epitelisasi, dan kontraksi luka
(Nayak et al ., 2007). Fase ini akan dimulai pada hari ke 3 bersamaan dengan
memudarnya fase inflamasi dan terus sampai pada hari ke 14, bahkan lebih
setelah luka, didominasi dengan pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi
(Reddy et al ., 2012). Broughton et al . (2006) menyebutkan fase proliferasi
dimulai segera setelah fase inflamasi yang berlangsung 4 - 6 hari.
Epitelisasi
Proses ini mengembalikan epidermis utuh seperti semula. Faktor yang
terlibat adalah migrasi keratinosit pada jaringan luka, proliferasi keratinosit,
diferensiasi neoepitelium menjadi epidermis yang berlapis-lapis, dan
mengembalikan basement membrane zone (BMZ) menjadi utuh yang
menghubungkan epidermis dan dermis (Li et al ., 2007). Epidermal growth factor
(EGF), keratinocyte growth factor (KGF), dan TGF-α merupakan faktor penting
untuk merangsang migrasi keratinosit, proliferasi, dan epitelisasi. Hari ke 7-9
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
24/121
24
sesudah epitelisasi, BMZ terbentuk. Struktur kulit pada BMZ terdiri dari banyak
protein matriks ekstraseluler seperti kolagen dan laminins.
Pembentukan kembali dermis dimulai kira-kira hari ke 3-4 setelah
perlukaan, dengan ciri klinik pembentukan jaringan granulasi, meliputi
pembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis, dan penumpukan fibroblas
atau fibroplasia ( Li et al ., 2007).
Fibroplasia
Adalah suatu proses proliferasi fibroblas, migrasi fibrin clot ke daerah
luka, dan produksi dari kolagen baru dan matriks protein lainnya, yang terlibat
dalam pembentukan jaringan granulasi. Respon awal saat terjadinya luka,
fibroblas di pinggir luka memulai proliferasi dan kira-kira hari ke 4 dimulai
migrasi menuju matriks dari bekuan luka yang kaya kolagen, proteoglikan, dan
elastin. PDGF, TGF-β , EGF dan FGF merangsang dan mengatur migrasi fibroblas
dan mengatur ekspresi dari reseptor integrin. Proliferasi fibroblas diatur dan
dirangsang oleh EGF, FGF, kondisi asam rendah oksigen yang ditemukan pada
pusat luka. Sekali fibroblas bermigrasi ke daerah luka, selanjutnya akan berubah
fenotipnya secara bertahap menjadi profibrotic phenotype yang fungsi utamanya
juga berubah yaitu untuk sintesa protein. Selain itu fibroblas juga berubah
fenotipnya menjadi myofibroblast yang berperan pada kontraksi luka (Li et al .,
2007)
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
25/121
25
Gambar 2.4 Fase Inflamasi (1), Fase Proliferasi (2), Fase Remodelling (3a, 3b) (dikutip dari : Romo, 2012)
Fibroblas tampak berbentuk fusiformis diantara serabut-serabut jaringan,
memiliki tonjolan-tonjolan sitoplasma yang tidak teratur, inti bulat telur, besar,
kromatin halus, dan memiliki nukleus yang jelas (Kalangi, 2004). Pada jaringan
ikat longgar dijumpai berbentuk bintang atau stelata sebagai akibat serabut-
serabut jaringan ikat yang tidak teratur. Fibroblas memiliki banyak mikrofilamen
proaktin serta mikrotubul. Fibroblas berfungsi untuk mensintesis matriks
ekstraseluler seperti serabut kolagen, serbut elastin, dan zat-zat amorf.
Angiogenesis (Neovaskularisasi)
Angiogenesis ditandai dengan migrasi sel endotel dan pembentukan
kapiler (Broughton et al ., 2006). Terjadi pertumbuhan kapiler baru pada daerah
yang berdekatan dengan luka berupa tunas-tunas yang terbentuk dari pembuluh
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
26/121
26
darah dan akan berkembang menjadi percabangan baru pada jaringan luka (Singer
and Clark, 1999).
Selama angiogenesis, sel endotelial juga memproduksi dan mengeluarkan
substansi biologikal aktif atau sitokin. Beberapa growth factor terlibat dalam
angiogenesis adalah VEGF , angiopoietins, FGF , dan TGF-β. Berbagai tipe sel
termasuk keratinosit, fibroblas, dan sel endotelial menghasilkan endothelial
growth factor. VEGF ini terdapat dalam kadar rendah pada kulit normal,
sebaliknya kadarnya tinggi pada waktu penyembuhan luka. Keadaan
mempengaruhi timbulnya growth factor (Li et al ., 2007). Angiogenesis
berlangsung proporsional untuk perfusi darah dan tekanan parsial oksigen arteri
(Ueno et al ., 2006).
Kontraksi Luka
Kontraksi dari luka dimulai segera sesudah terjadinya perlukaan dan
mencapai puncaknya 2 minggu. Derajat kontraksi luka bervariasi tergantung
kedalaman luka. Untuk luka yang dalam, kontraksi merupakan bagian penting dari
penyembuhan dan lebih dari 40% menurun dalam ukuran luka. Luka dengan
kedalaman yang parsial, kontraksi kurang penting ( Li et al ., 2007).
Myofibroblast adalah mediator utama dari proses kontraksi karena
kemampuannya untuk meluas dan menarik. Selama pembentukan jaringan
granulasi, secara bertahap fibroblas berubah menjadi myofibroblast yang
memegang peranan pada kontraksi luka (Broughton et al ., 2006), dengan ciri
ikatan mikrofilamen aktin (tidak terlihat pada kulit yang normal) ( Li et al ., 2007)
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
27/121
27
yang mampu meregenerasi matriks dan kontraksi (Gurtner, 2007). Fibronectin
membantu dalam kontraksi luka.
Fase Remodeling
Merupakan fase terpanjang penyembuhan luka yaitu pematangan proses,
yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang
membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno
et al ., 2006). Remodeling meliputi deposit dari matriks ( Li et al ., 2007), deposit
kolagen pada tempatnya (Broughton et al ., 2006), dan kontraksi scar (Gurtner,
2007).. Pada fase remodeling kekuatan peregangan jaringan ditingkatkan karena
cross-linking intermolekular dari kolagen melalui hidroksilasi yang membutuhkan
vitamin C (Reddy et al ., 2012).
Satu dari ciri-ciri fase ini adalah perubahan komposisi matriks
ekstraseluler. Kolagen tipe III muncul pertama kali sesudah 48 – 72 jam dan
maksimal disekresi antara 5 – 7 hari. Jumlah kolagen total meningkat pada awal
perbaikan, mencapai maksimum antara 2 sampai 3 minggu sesudah cedera (Li et
al ., 2007). Kolagen tipe III yang diproduksi oleh fibroblas selama fase proliferasi
akan diganti oleh kolagen tipe I selama beberapa bulan berikutnya melalui proses
yang lambat dari kolagen tipe III (Gurtner, 2007).
Selama periode 1 tahun atau lebih, dermis secara bertahap kembali kepada
fenotip yang stabil seperti sebelum cedera, dan komposisi terbanyak adalah
kolagen tipe I. Kekuatan regangan yang merupakan penilaian dari fungsi kolagen,
meningkat 40% kekuatannya dalam jangka waktu 1 bulan dan terus meningkat
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
28/121
28
sampai 1 tahun, mencapai lebih dari 70% kekuatannya dari normal pada akhir
fase remodeling ( Li et al ., 2007).
Proses perubahan dari dermis dilaksanakan melalui kontrol yang ketat
antara sintesa kolagen baru dan lisis dari kolagen lama yang dilakukan oleh matrix
metalloprotein (MMP). MMP biasanya tidak terdeteksi atau kadarnya sangat
rendah pada jaringan sehat, dan timbul selama perbaikan luka. Aktifitas katalitik
dari MMP juga dikontrol oleh inibitor jaringan dari metaloprotein. Keseimbangan
antara aktifitas MMP dan inhibitornya juga merupakan hal penting dalam
perbaikan luka dan remodeling ( Li et al ., 2007). Ketidakseimbangan yang terjadi
dapat menyebabkan keterlambatan penyembuhan luka atau berlebihnya jaringan
fibrosis sehingga menyebabkan jaringan parut, hipertropi scar atau bahkan keloid.
Keadaan ini dapat terjadi pada penderita diabetes, infeksi, usia lanjut, dan nutrisi
yang buruk ( Li et al ., 2007).
2.4 Radikal Bebas dan Antioksidan
Radikal bebas didefinisikan sebagai berikut: Radikal bebas adalah atom
yang memiliki elektron bebas atau elektron yang tidak berpasangan. Elektron ini
bersifat tidak stabil sehingga bersifat liar dan mudah menggandeng molekul lain
yang ada di sekitarnya. Ikatan tersebut menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.
Definisi lain radikal bebas adalah senyawa oksigen reaktif yang memiliki elektron
yang tidak berpasangan dan mencari pasangannya dengan cara mengikat elektron
yang ada di sekitarnya (Lingga, 2012).
Radikal bebas dihasilkan oleh tubuh sendiri (endogen), dan yang berasal
dari luar tubuh (eksogen). Radikal bebas endogen berasal dari proses biokimia
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
29/121
29
yang berlangsung di dalam mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum
endoplasma, dan inti sel. Ketika sel membutuhkan oksigen untuk menghasilkan
energi, timbul radikal bebas sebagai akibat dari produksi adenosine triphosphate
(ATP) oleh mitokondria. Hasil akhirnya berupa ROS, yang mempunyai dua sifat
yang berlawanan, racun dan komponen yang berguna (Huy et al ., 2008).
Pembentukan ROS terjadi pada rantai respirasi, fagositosis, sintesa prostaglandin,
dan sistem sitokrom P450 (Huy et al ., 2008).
Sedangkan radikal bebas eksogen berasal dari polusi udara dan air, asap
rokok, alkohol, logam berat (Cd, Hg, Pb, Fe, As), radiasi ultraviolet, obat-obatan
tertentu (cyclosporine, tacrolimus, gentamycin, bleomycin), pestisida, dan proses
memasak (daging asap, penggunaan minyak, lemak). Sesudah mencemari tubuh
dari berbagai jalan yang berbeda, komponen eksogen di metabolisme menjadi
radikal bebas (Huy et al ., 2008).
Radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling berbahaya karena
reaktivitasnya sangat tinggi. Radikal hidroksil dapat merusak tiga jenis senyawa
yang penting untuk mempertahankan integritas sel, yaitu : asam lemak, khusus
asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun
membran sel; DNA, merupakan perangkat genetik sel; protein, memegang
berbagai peran penting sesperti enzim, reseptor, antibodi, dan pembentuk matriks
sitoskeleton. Perusakan membran sel dan lipoprotein ini disebut lipid peroksidase.
Hal ini bisa terjadi pada keadaan stres oksidasi yang disebabkan
ketidakseimbangan antara pembentukan dan netralisasi radikal bebas. Radikal
bebas ini dapat dinetralisir bila kecukupan antioksidan di dalam tubuh terpenuhi.
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
30/121
30
Antioksidan adalah zat atau senyawa alami yang dapat melindungi sel
tubuh dari kerusakan dan penuaaan yang disebabkan oleh radikal bebas (Lingga,
2012).
Secara alami tubuh kita memiliki antioksidan endogen yang dihasilkan
sendiri oleh tubuh. Kapasitas antioksidan yang dimiliki oleh setiap individu
berbeda-beda, tergantung pola hidup yang dijalani masing-masing individu, serta
faktor usia. Sistem pertahanan tubuh yang utama dilakukan oleh antioksidan
endogen, selebihnya dilakukan oleh antioksidan eksogen. Antioksidan endogen
merupakan antioksidan alami yang dihasilkan tubuh atau disebut pula sebagai
antioksidan primer, sedangkan antioksidan eksogen terdiri atas antioksidan
sekunder, tersier, pengikat oksigen (oxygen scavenger ), dan pengikat logam
(chelator atau sequestrans) (Lingga, 2012). Macam-macam antioksidan adalah
sebagai berikut:
Antioksidan primer
Antioksidan primer berbentuk enzim sehingga disebut juga sebagai
antioksidan enzimatis. Disebut primer karena bekerja secara cepat memberikan
atom hidrogen kepada senyawa radikal, sehingga berubah menjadi stabil
(Suwardi, 2011; Lingga, 2012), merupakan antioksidan enzimatik utama yang
terlibat langsung menetralkan ROS (Huy et al ., 2008). Antioksidan enzimatis
diantaranya adalah superoxide dismutase (SOD), catalase, glutathion peroksidase
(GPx).
Radikal bebas oksigen atau superoksid dinetralkan oleh SOD menjadi
H2O2. Enzim catalase menetralkan H2O2 dengan menguraikannya menjadi air
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
31/121
31
dan oksigen. Sedangkan glutathion peroksidase berfungsi seperti katalase
menguraikan H2O2 menjadi air dan oksigen (Huy et al ., 2008).
Antioksidan sekunder
Disebut juga antioksidan non-enzimatis, berfungsi menangkap radikal
bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga menghindari kerusakan
sel yang lebih parah (Lingga, 2012). Antioksidan ini dibagi menjadi antioksidan
metabolik dan antioksidan nutrient.
Antioksidan metabolik yang termasuk antioksidan endogen diproduksi
oleh metabolisme tubuh, seperti asam lipoid , glutation, L-arginin, coenzim Q10,
melatonin, uric acid, bilirubin, metal-chelating protein, transferrin (Huy et al .,
2008). Sedangkan antioksidan nutrient yang termasuk antioksidan eksogen adalah
komponen yang tidak dapat diproduksi tubuh dan hanya didapat dari makanan
atau suplemen, misalnya vitamin A, C, dan E, serta beberapa macam zat nirgizi
antara lain karotenoid, flavonoid, tanin dan sejumlah fitokimia lainnya (Lingga,
2012), trace metals (selenium, manganese, zinc), omega-3, dan omega-6 (Huy et
al , 2008).
Antioksidan tersier
Antioksidan kelompok ini adalah enzim DNA-repair. Enzim ini
memperbaiki biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Suwardi,
2011). Antioksidan tersier berupa enzim metionin sulfoksida (Lingga, 2012). Cara
kerjanya memperbaiki kerusakan DNA melalui proses metilasi, yakni
terbentuknya sadenosylmetionin (SAMe) dari asam amino metionin yang bereaksi
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
32/121
32
dengan ATP. Kekurangan metilasi ini salah satunya dapat menimbulkan penuaan
dini (Suwardi, 2011).
Cara kerja antioksidan
Cara kerja antioksidan melalui satu dari dua cara yaitu: memutus rantai
atau pencegahan. Antioksidan pemutus rantai (Vitamin C, E, karotenoid,
flavonoid dan lain-lain), memutus rantai pembentukan radikal bebas yang
berantai, misalnya memutus rantai lipid peroksidase. Untuk pencegahan, berperan
antioksidan enzim (SOD , catalase, dan GPx), yang mencegah proses oksidasi
rantai awal, misalnya membasmi radikal bebas sejak awal pembentukan atau
menstabilkan radikal logam seperti tembaga dan besi (Huy et al ., 2008).
Antioksidan nutrient
Antioksidan yang didapat dari makanan memegang peranan penting dalam
membantu antioksidan endogen untuk mengatasi stres oksidatif. Masing-masing
nutrient ini unik dalam struktur dan fungsi sebagai antioksidan.
Vitamin E. Merupakan vitamin yang larut dalam lemak dan mempunyai
potensi antioksidan yang tinggi. Karena larut dalam lemak, vitamin E dalam
bentuk α-tocopherol melindungi membran sel dari kerusakan akibat radikal bebas
(Huy et al ., 2008).
Vitamin C. Merupakan vitamin yang larut dalam air. Sangat penting
untuk biosintesa kolagen, karnitin, dan neurotransmiter. Vitamin C bekerja
sinergis dengan vitamin E untuk menghilangkan radikal bebas dan juga
memperbaharui bentuk vitamin E (Huy et al ., 2008).
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
33/121
33
Beta karoten. Sifat larut dalam lemak, termasuk karotenoid yang
berbentuk provitamin, karena dapat diubah menjadi vitamin A aktif. Merupakan
antioksidan kuat dan terbaik menghilangkan singlet oksigen (Huy et al ., 2008).
Selenium (Se). Merupakan trace mineral ditemukan dalam tanah, air,
sayur-sayuran (bawang putih, bawang merah, kaacang-kacangan), sea food,
daging, hati. Untuk mengaktifkan glutathion peroksidase (Huy et al ., 2008).
Zinc (Zn). Merupakan ko-faktor berbagai sistem enzim termasuk zinc-
dependent matrix metalloproteinase (Thakur et al ., 2011).
Flavonoids . Merupakan komponen polyphenolic yang terdapat pada
banyak tanaman. Berdasarkan struktur kimia, diketahui terdapat lebih 4000
flavonoid , yang efeknya menguntungkan bagi kesehatan tubuh, utamanya sebagai
antioksidan yang kuat dan kemampuan mengikat zat tertentu yang berbahaya bagi
tubuh (chelat ). Efek perlindungan dari flavonoid dalam sistem biologikal adalah
kapasitasnya untuk mentransfer elektron kepada radikal bebas, mengikat katalis
logam, mengaktifkan antioksidan enzimatik, mengurangi radikal α-tocopherol,
dan menghambat oksidase (Heim et al ., 2002). Kemampuan untuk membasmi
radikal bebas utamanya disebabkan karena reaktifitas yang tinggi dari gugus
hydroxyl flavonoid dengan reaksi sebagai berikut ;
F-OH + R . F-O.+ RH
Efek chelating dari flavonoid dengan menetralkan ion besi dari kelebihan besi
dalam sel hepar, sehingga menghambat kerusakan oksidatif. Reaksi dari besi fero
dengan hidrogen peroksida menghasilkan radikal hidroksil yang kemudian
mengoksidasi biomolekul di sekitarnya. Dikenal sebagai reaksi Fenton, yang
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
34/121
34
berhubungan dengan konsentrasi tembaga atau besi. Reaksi Fenton ini dihambat
dengan kuat oleh flavonoid (Heim et al ., 2002).
Saponins . Merupakan komponen sekunder yang ditemukan dalam banyak
tanaman dapat berbentuk busa stabil dalam larutan yang mengandung air, seperti
sabun. Secara kimiawi, saponin sebagai sebuah grup yang meliputi glycosylated
steroid, triterpenoids dan steroid alkaloids. Sebagai antioksidan, saponin
mempunyai kekuatan mereduksi, aktivitas membasmi radikal superoksid, aktivitas
mengikat logam, dan antibakteri (Li et al ., 2009).
Tannins . Berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah kerusakan
oksidatif DNA dengan dua cara, yaitu mengikat logam terutama besi dan secara
langsung membasmi radikal bebas (Lodovici et al ., 2001).
2.5 Tanaman Obat
Tumbuh-tumbuhan mempunyai kemampuan yang besar dalam mengobati
berbagai macam luka. Sejumlah besar tumbuh-tumbuhan digunakan oleh berbagai
suku bangsa di banyak negara untuk mengobati luka dan luka bakar. Bahan-bahan
alami ini dapat mengobati dan meregenerasi jaringan yang rusak dengan berbagai
mekanisme. Tanaman obat ini tidak hanya murah harganya dan mempunyai
kemampuan mengobati yang baik, tetapi juga aman (Thakur et al ., 2011).
Menurut Nayak and Pereira (2006), keberadaan dari berbagai kandungan utama
dalam tumbuh-tumbuhan mendesak para ilmuwan untuk meneliti yang
berpengaruh pada penyembuhan luka. Kandungan obat yang bernilai pada
tumbuh-tumbuhan berupa kandungan bioactive phytochemical . Kandungan
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
35/121
35
tersebut meliputi berbagai macam unsur kimia seperti alkaloid, minyak esensial,
flavonoids, tannins, terpenoids, saponins, dan phenolic (Edeoga et al ., 2005).
Perlukaan pada kulit rentan terjadi infeksi mikroba yang dapat
berkembang menjadi sepsis pada luka. Hal ini dapat terjadi karena daerah yang
terluka merupakan media yang ideal bagi berkembangnya organisme penyebab
infeksi. Pengobatan dengan topikal antibakteri merupakan salah satu cara
terpenting dalam perawatan luka. Ekstrak tanaman obat efektif menghentikan
perdarahan dari luka baru, menghambat pertumbuhan bakteri dan meningkatkan
penyembuhan luka (Okoli et al ., 2007).
Banyak tanaman obat dilaporkan mempunyai aktifitas penyembuhan luka
dan berguna untuk pengobatan luka. Tanaman obat merupakan sumber penting
dari substansi kimia baru yang mempunyai fungsi dan efek terapeutik (Nagori and
Solanki, 2011). Dilaporkan baru-baru ini beberapa tanaman obat secara signifikan
terlibat dalam proses penyembuhan luka yaitu Alternanthera sessilis, Morinda
citrifolia, Lycopodium serratum, Sesamum indicum, Catharanthus roseus,
Cecropia peltata, Euphorbia hirta, Ginkgo biloba, Clerodendrum serratum,
Pterocarpus santalinus, Lawsonia alba, Napoleona imperialis, Kaempferia
galangal, Radix paeoniae, Prosopis cineraria dan Trigonella foenum-graecum
(Nagori and Solanki, 2011). Khusus untuk Morinda citrifolia akan dibahas berikut
ini.
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
36/121
36
Phytoconstituent
Gambar 2.5 Mekanisme Penyembuhan Luka
(dikutip dari : Soni and Singhai, 2012)
Tannins Flavonoids Saponins Sterols dan
polyphenol
Triterpenoid
Sebagai pembasmi
radikal bebas
Efek astringent dan
anti mikroba
Antioksidan kuat dan efek
pembasmi radikal bebas,
memperbesar level enzim
antioksidan pada jaringan
granuloma
Aktivitas antioksidan dan
antimikroba,
berpengaruh pada
kontraksi luka dan
meningkatkan kecepatan
epitelisasi
Berpengaruh pada penyembuhan luka dengan aktivitas antioksidan dan
pembasmi radikal bebas, mengurangi lipid peroksidasi, mengurangi
nekrosis sel dan meningkatkan vaskularisasi
Meningkatkan
penyembuhan luka
dengan efek astringent
dan antimikroba
Mekanisme Penyembuhan Luka
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
37/121
37
2.6 Mengkudu (Morinda citrif olia)
2.6.1 Deskripsi dan Karakteristik Tumbuhan Mengkudu
Genus Morinda (Rubiaceae), meliputi spesies Morinda citrifolia L,
seluruhnya terdapat 80 spesies. Hanya sekitar 20 spesies Morinda yang
mempunyai nilai ekonomis, antara lain : Morinda bracteata, Morinda officinalis,
Morinda fructus, Morinda tinctoria dan Morinda citrifolia. Morinda citrifolia
adalah jenis yang paling populer, sehingga sering disebut sebagai “Queen of The
Morinda” (Waha, 2001; Suwardi, 2011).
Penyebarannya cukup luas, meliputi seluruh kepulauan Pasifik Selatan,
Malaysia, Indonesia, Taiwan, Filipina, Vietnam, India, Afrika, dan Hindia Barat
(Djauhariya et al ., 2006). Mengkudu tumbuh hampir di seluruh wilayah
kepulauan Indonesia. Ada dua jenis tumbuhan keluarga mengkudu yang terkenal
di Indonesia, yaitu : Morinda bracteata dan Morinda citrifolia. M.citrifolia atau
mengkudu adalah spesies yang lebih populer digunakan untuk pengobatan dan
bahan makanan (Waha, 2001).
Tumbuhan mengkudu mudah sekali tumbuh, terutama di daerah tropis dan
sekitarnya. Biasanya tumbuh secara liar di pantai, hutan, ladang, atau ditanam di
pekarangan sebagai tanaman sayur atau tanaman obat (Dalimartha, 2006).
Tumbuhan mengkudu termasuk tumbuhan tahunan (parenial), berbatang kecil,
dan berdaun lebar (Tadjoedin and Iswanto, 2002) Bagian tumbuhan ini terdiri
dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Khusus untuk daun karakteristiknya
sebagai berikut :
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
38/121
38
Daun : berbentuk tunggal, letak berhadapan, bertangkai pendek, tebal mengkilap,
berbentuk bulat telur lebar sampai berbentuk elips, ujung runcing, pangkal
menyempit, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 10-40 cm, lebar 5-17 cm, dan
berwarna hijau tua (Dalimartha, 2006).
Gambar 2.6 Pohon Mengkudu
2.6.2 Kandungan Utama Mengkudu
Selama satu abad, para ilmuwan dan dokter profesional telah meneliti
kandungan kimia dalam semua bagian dari mengkudu, meliputi daun, buah, kulit
kayu dan akar (Pal et al ., 2012). Berdasarkan hasil penelitian, senyawa metabolit
sekunder yang terkandung pada mengkudu telah banyak dilaporkan sejumlah
literatur dan publikasi ilmiah. Ternyata hampir semua bagian tumbuhan
mengkudu mengandung berbagai macam metabolit sekunder yang berguna bagi
kesehatan manusia. Awalnya ilmuwan menduga ada zat yang berbeda dalam buah
mengkudu yang bekerja secara bersama-sama menghasilkan efek yang baik bagi
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
39/121
39
tubuh. Namun setelah ditelusuri ternyata dalam akar, kulit, daun, dan bunganya
juga mengandung senyawa metabolit sekunder yang berkhasiat sebagai obat
(Kandi, 2006).
Sekitar 160 kandungan fitokimia telah diidentifikasi dari tumbuhan
mengkudu dan mikronutrien utama adalah kandungan fenol, asam organik, β -
sitosterol, caroten, flavon glikosid, rutin, terpenoid, dan alkaloid (Pal et al .,
2012). Kandungan zat penting dari mengkudu adalah anthraquinones, flavonol
glycosides, idridoid glycosides, lipid glycosides, dan triterpenoids (Su et al .,
2005).
Mengkudu mempunyai kandungan antioksidan yang banyak dan
merupakan sumber utama dari antioksidan natural atau phytochemical
(Ramamoorthy and Bono, 2007).
Kandungan kimia yang terdapat dalam daun mengkudu adalah sebagai
berikut: asam amino, mineral (kalsium, besi, zinc, magnesium, selenium, kalium,
natrium, fosfor) (Suwardi, 2011), vitamin (asam askorbat, beta karoten, niasin,
riboflavin, tiamin, beta sitosterol, asam ursolat), alkaloid (antrakuinon, glikosida,
resin) (Waha, 2001), saponin, tannins, triterpenoid, flavonoid (Nayak et al .,
2009), flavone glycosides, iridoid glycosides (Rasal et al ., 2008).
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
40/121
40
Tabel 2.1
Analisis Fitokimia dari Ekstrak Methanol Morinda citrifolia (mg/g)
(Sibi et al ., 2012)
EKSTRAK PHENOL FLAVONOID ALKALOID TANNIN SAPONIN TRITERPENOID STEROID GLIKOSIDA
DAUN + + ++ ++ + ++ - ++
BATANG - - + + - + - +
AKAR ++ ++ - ++ + - ++ +
2.6.3 Daun mengkudu dan Penyembuhan Luka
Pada penelitian akhir-akhir ini dilaporkan bahwa mengkudu secara
signifikan dapat meningkatkan kecepatan kontraksi luka, meningkatkan kekuatan
kulit sebagai akibat dari meningkatnya kolagen. Peningkatan berat kering
granuloma dan kekuatan granuloma sebagai indikasi pematangan yang baik dari
kolagen karena meningkatnya cross-linking . Scar yang terjadi juga lebih dangkal.
Semua ini didukung secara histopatologi. Semua bukti memperkuat bahwa
mengkudu mempercepat penyembuhan luka pada berbagai fase proses
penyembuhan luka (Pal et al ., 2012).
Penelitian oleh Nayak et al (2009) melaporkan bahwa ekstrak etanol dari
daun Morinda citrifolia secara signifikan meningkatkan kontraksi luka, kecepatan
epitelisasi dan berat jaringan granulasi. Sehingga pemberian ekstrak mengkudu
dapat meningkatkan pembentukan kolagen pada fase proliferasi penyembuhan
luka.
Penelitian oleh Rasal et al (2008) melaporkan bahwa ekstrak daun
Morinda citrifolia secara signifikan dapat meningkatkan kecepatan kontraksi luka,
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
41/121
41
kekuatan kulit sebagai cermin dari meningkatnya level kolagen. Dilaporkan juga
scar yang terbentuk lebih dangkal, kadar MDA menurun, dan secara histopatologi
digambarkan secara signifikan peningkatan neovaskularisasi, epitelisasi dan
fibroblas.
Kandungan triterpenoid dan flavonoid dari daun mengkudu diketahui
memegang peranan penting dalam meningkatkan proses penyembuhan luka.
Kedua zat tersebut diketahui mempunyai efek astringent, antimikroba, dan
antioksidan yang kuat diduga bertanggungjawab dalam kontraksi luka dan
peningkatan kecepatan dari epitelisasi (Nayak et al ., 2009; Saroja et al ., 2012).
Selain itu efek mengurangi dampak ROS dilaporkan merupakan strategi
penting dalam peningkatan proses penyembuhan luka. Disini berperan beberapa
antioksidan dalam kandungan daun mengkudu seperti asam askorbat, catalase
(Pal et al ., 2012).
Kandungan mineral dalam daun mengkudu bertindak sebagai ko-faktor
enzim, misalnya Mn, Cu, Zn, Mg, Fe, dan Se mengaktifkan antioksidan endogen
SOD dan glutation peroksidase (Suwardi, 2011).
Pada penelitian terbaru, penurunan kadar lipid peroksida terjadi pada
pemberian daun mengkudu, karena kandungan β -carotene, flavonol glycosides
dan iridoid glycosides yang berperan dalam aktivitas antioksidan, sehingga
menyebabkan percepatan dalam penyembuhan luka (Rasal et al ., 2008).
Pengaruh berbagai asam lemak dalam kandungan mengkudu juga terutama
asam linoleik menyebabkan percepatan penyembuhan luka. (Cardoso et al .,
2004).
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
42/121
42
Zat aktif tannins dan saponin juga berperan sebagai antioksidan dan
antimikroba, meningkatkan kontraksi luka dan meningkatkan kecepatan
epitelisasi (Thakur et al ., 2011).
Penemuan zat-zat anti bakteri dalam mengkudu mendukung kegunaanya
untuk merawat penyakit infeksi termasuk pada kulit dan terhadap proses
penyembuhan luka. Acubin, L.asperuloside, alizarin dan beberapa zat
anthraquinone telah terbukti sebagai zat anti bakteri, efektif melawan golongan
bakteri Pseudomonas aeruginosa, Proteus morganii, Staphylococus aureus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli, Salmonella, dan Shigela (Peter, 2007). 5,15-
dimethyl-morindol adalah anthraquinone utama yang terkandung dalam buah dan
daun mengkudu (> 60% dari total anthraquinone), merupakan indikator utama
dari kandungan anthraquinone (Zhoe and Jensen, 2009).
Penelitian terakhir menyebutkan bahwa daun mengkudu mempunyai
mekanisme merangsang PDGF dan merangsang reseptor Adenosin A2A sehingga
meningkatkan penutupan luka (Palu et al ., 2010; Fitzpatrick and Mehta, 2009;
Chan et al ., 2006).
2.7 Amoxicillin
Farmakodinamik :
Amoxicillin (alpha-amino-p-hydroxy-benzyl-penicillin) merupakan
antibiotik semisintetik, mempunyai struktur penicillin, analog dengan ampicillin,
derivat dari 6 aminipenicillonic acid, merupakan antibiotik dengan spektrum luas
yang mempunyai daya kerja bakterisidal melawan mikroorganisma gram positif
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
43/121
43
dan gram negatif. Keberadaan cincin benzyl pada rantai samping memperluas
aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram negatif (De Abreu, et al ., 2003).
Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridan,
Streptococcus faecalis, Diplococcus pnemoniae, Corynebacterium sp,
Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus anthracis.
Bakteri gram negatif: Neisseria gonorrhoeae, Neisseria menigitidis,
Haemophillus influenzae, Bordetella pertussis, Escherichia coli, Salmonella sp,
Proteus mirabillis, Brucella sp.
Farmakokinetik :
Amoxicillin diserap secara baik sekali pada saluran pencernaan, dan tidak
berubah walau bersamaan dengan penyerapan makanan. Kadar bermakna di
dalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian per-oral, ikatan rendah
dengan protein plasma (17%), didistribusikan cepat ke seluruh badan, dan
eliminasi setengahnya dalam 1 jam. Kadar puncak di dalam serum darah 5,3
mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah pemberian per-oral. Kurang lebih 60% pemberian
per-oral dan 75% pemberian parenteral akan diekskresikan melalui urin dalam 6
jam (De Abreu et al ., 2003).
Indikasi :
1. Infeksi saluran pernafasan atas: tonsilitis, pharingitis (kecuali pharyngitis
gonorrhoeae), sinusitis, laringitis, otitis media.
2. Infeksi saluran pernafasan bawah: acute dan chronic bronchitis, bronchiectasis,
pneumonia.
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
44/121
44
3. Infeksi saluran kemih dan kelamin: gonorrhoeae yang tidak terkomplikasi,
sistitis, pielonefritis.
4. Infeksi kulit dan selaput lendir: celulitis, luka, karbunkel, furunkulosis.
5. Menurut Harianto et al . (2006), amoxicillin dapat dipakai sebagai profilaksis
untuk pencegahan terhadap infeksi sekunder.
Mekanisme kerja :
Amoxicillin mengikat penicillin-binding protein 1A (PBP-1A) yang
lokasinya berada di dalam sel bakteri. Menghambat aktifasi dari enzim penicillin-
sensitive transpeptidase C-terminal dengan membuka cincin lactam, sehingga
mencegah pembentukan dari cross-link dua tali peptidoglycan yang bekerja
menghambat stadium akhir dari sintesa dinding sel bakteri (De Abreu et al .,
2003).
Farmakologi :
Amoxicillin biasanya merupakan drug of choice pada kelasnya karena
lebih baik diabsorbsi pada pemberian oral dibandingkan dengan antibiotik beta-
lactam lainnya. Amoxicillin peka terhadap penurunan bakteri yang memproduksi
beta lactamase, dan kombinasi pemberian dengan clavulanic acid dapat
meningkatkan kepekaan.
Dosis :
Untuk infeksi pada kulit yang ringan sampai sedang: dosis dewasa adalah
250 – 500 mg setiap 8 jam, untuk infeksi pada kulit yang berat: dosis dewasa
adalah 500 – 875 mg setiap 8 jam.
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
45/121
45
2.8 Salep
Salep merupakan sediaan farmasi dalam bentuk semipadat. Sediaan
semipadat digunakan untuk penggunaan topikal, baik dengan tujuan sebagai
pengobatan suatu penyakit dan sebagai kosmetik (Anwar, 2012). Kandungan
salep terdiri dari lebih dari 50% bahan minyak (hydrocarbon, waxes, polyethelene
glycols) dan kurang dari 20% bahan air (Buhse et al ., 2005). Bahan obatnya harus
larut atau terdispersi homogen dalam basis salep yang cocok.
Definisi salep menurut Farmakope Indonesia Edisi IV adalah sediaan
setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir.
Salep tidak boleh berbau tengik. Pemilihan basis salep yang tepat juga diperlukan
untuk formulasi sehingga didapatkan sifat yang paling diharapkan dalam salep
tersebut. Basis dapat pula dikatakan sebagai eksipien (bahan tambahan) utama
pada salep dan eksipien salep sendiri adalah bahan tambahan pendukung dari
salep seperti humektan, pengawet, dan sebagainya (Anwar, 2012).
Basis salep digolongkan menjadi empat kelompok besar, tergantung dari
sifat bahan obat dan tujuan pemakaian (Anwar, 2012), yaitu :
1. Basis salep hidrokarbon.
Basis golongan ini bersifat lemak dan bebas air. Preparat yang mengandung air
masih dapat diberikan namun dalam jumlah yang relatif kecil. Basis ini
memiliki waktu bertahan pada kulit, cenderung stabil dan tidak dipengaruhi
oleh waktu. Contoh vaseline flavum dan vaseline album.
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
46/121
46
2. Basis Absorpsi
Basis absopsi adalah dasar salep yang memungkinkan penambahan sedikit
larutan berair kedalamnya. Basis ini dibentuk dengan penambahan zat-zat yang
dapat bercampur dengan hidrokarbon dan zat-zat yang memiliki gugus polar.
Basis ini tidak mudah tercuci oleh air. Contoh petrolatum hidrofilik dan
lanolin.
3.
Basis salep tercuci air
Basis ini adalah emulsi yang dapat dibersihkan dari kulit dengan air. Basis ini
bersifat seperti krim dan dapat diencerkan dengan air atau larutan berair,
memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi cairan serosal yang keluar dalam
kondisi dermatologis. Contoh salep hidrofilik yang mengandung natrium lauril
sulfat sebagai bahan pengemulsi dengan alkohol stearat dan petrolatum putih
mewakili fase berlemak serta propilen glikol dan air mewakili fase air.
4. Basis larut dalam air
Berbeda dengan basis salep lainnya, basis yang larut dalam air disebut sebagai
greaseless karena tidak mengandung bahan berlemak. Larutan air tidak efektif
bila dicampurkan dengan basis ini karena sifat basis yang mudah melunak
dengan penambahan air.
2.9 Tikus Wistar (Rattus norvegicus)
Mamalia kecil menjadi pilihan untuk berbagai penelitian karena
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu tidak mahal, mudah didapat, hanya
membutuhkan sedikit ruang, makan, dan minum, mudah dalam pemeliharaan, dan
dapat diubah secara genetik. Hewan kecil biasanya mempunyai cara mempercepat
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
47/121
47
penyembuhan dibandingkan manusia, dengan jangka waktu beberapa hari,
sedangkan pada manusia dalam beberapa minggu atau bulan (Thakur et al ., 2011).
Syarat hewan yang digunakan untuk penelitian farmakologi harus
terpenuhi yaitu harus jelas fisiologinya, bebas dari penyakit, didapat dari Breeding
Centre yang baik atau dibiakkan sendiri (Syamsudin and Darmono, 2011).
Etika terhadap hewan percobaan juga harus diperhatikan berdasarkan
pada hasil lokakarya Pembentukan Panitia Etik Penelitian Kedokteran tahun 1986.
Salah satu butir dalam etika tersebut disebutkan bahwa bila percobaan
menimbulkan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa nyeri atau penderitaan ringan
dalam waktu singkat, harus dilakukan dengan premedikasi yang memadai dan
dibawah anesthesia sesuai dengan praktik kedokteran hewan yang lazim.
Kemudian pada butir yang lain disebutkan bahwa pada akhir percobaan, hewan
yang akan menanggung nyeri hebat atau kronik penderitaan, rasa tidak enak, cacat
yang tidak dapat disembuhkan, harus dibunuh dengan cara yang layak
(Syamsudin and Darmono, 2011).
Persentase penggunaan hewan percobaan pada penelitian secara invivo
adalah sebagai berikut: tikus (80%), mencit (11%), kelinci dan babi (4%), dan
ayam (1%) (Thakur et al ., 2011). Bulu tikus yang tidak tebal mempunyai
beberapa keuntungan dalam penelitian yang menggunakan model perlukaan pada
epidermis. Pertama, epidermis yang tidak tertutup bulu tebal mengganggu
pemisahan epidermis dari dermis; kedua, ukuran dari bulu tikus yang tidak tebal
membuat model yang ideal untuk penilaian efek dari bahan farmakologi pada
proses penyembuhan luka (Choi et al ., 2001).
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
48/121
48
Tikus wistar lebih besar dari mencit, maka untuk beberapa macam
percobaan, tikus lebih menguntungkan. Tikus liar semarga dengan tikus
laboratorium dan diberi nama ilmiah Rattus rattus, walaupun mirip tetapi jarang
dipakai sebagai hewan laboratorium (Smith and Mangkoewidjojo, 1988).
Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus
dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat melihat atau mendengar tikus
lain. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus-tikus ini tenang dan mudah
ditangani di laboratorium. Pemeliharaan dan makanan tikus lebih mahal daripada
mencit tetapi tikus berbiak sebaik mencit (Smith and Mangkoewidjojo, 1988).
Tikus wistar panjangnya dapat mencapai 40 cm diukur dari hidung sampai
ujung ekor, dan berat 140-500 gram. Tikus jantan biasanya memiliki ukuran yang
lebih besar dari tikus betina, berwarna putih, memiliki ukuran ekor yang lebih
panjang dari tubuhnya (Kusumawati, 2004). Tikus jantan tua dapat mencapai 500
gram tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 gram (Smith and Mangkoewidjojo,
1988). Tidak ada perbedaan nyata pada nilai hematologi, biokimia darah dan
bobot organ pada tikus putih jantan dan betina (Sihombing and Tuminah, 2011).
Pada penelitian dengan menggunakan tikus, dosis obat-obatan untuk tikus
dikonversi dari dosis untuk manusia. Menurut Ings et al (1990) dosis konversi
ditentukan dengan membandingkan luas permukaan tubuh hewan percobaan dan
berat badan yaitu 70 kg manusia : 200 gr tikus = 1: 0,018 (Syamsudin and
Darmono, 2011)
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
49/121
49
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Luka pada kulit mengakibatkan hilangnya sebagian bahkan seluruh
fungsi lapisan kulit yang terkena, timbulnya perdarahan, respon stres simpatis,
kontaminasi bakteri bahkan bisa terjadi kematian sel.
Pada proses regenerasi jaringan luka terjadi tiga proses yaitu inflamasi,
proliferasi dan remodeling . Pada serangkaian proses ini terjadi pelepasan platelet,
koagulasi, pembentukan fibroblas, neovaskularisasi atau angiogenesis, migrasi
keratinosit, pembentukan fibronectin, asam hialuronat, kolagen dan terakhir
kontraksi luka.
Proses regenerasi jaringan luka ini berlangsung lambat bahkan terhambat
pada kulit yang mengalami penuaan, kekurangan nutrisi, terdapat penyakit
penyerta dan bila terjadi infeksi. Hal ini bila tidak ditanggulangi bisa
menimbulkan kesakitan yang lama, komplikasi infeksi yang bisa berakibat fatal
atau penyembuhan luka yang tidak sempurna. Pada kulit yang menua hal ini bisa
terjadi karena semua faktor yang berperan dalam mekanisme penyembuhan luka
sudah menurun fungsinya seiring usia.
Mengkudu dalam hal ini daunnya mengandung berbagai macam
antioksidan yaitu vitamin C, catalase, beta caroten, flavonoid , saponin, tannin,
berbagai macam asam lemak terutama asam lemak linoleik, beberapa mineral dan
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
50/121
50
juga zat aktif antraquinone yang bersifat antibakteri. Kandungan berbagai zat
aktif tersebut dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
3.2 Konsep Penelitian
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep maka hipotesis yang dapat diajukan adalah :
1. Pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan epitelisasi jaringan
luka pada tikus putih wistar jantan.
Faktor eksternal:
- Infeksi
- Dalamluka
-
Luas luka
- Makanan
- Penyakit
Salep ekstrak
daun mengkudu
Faktor internal :
- Genetik
- Metabolisme
-
Usia
- Jenis kelamin
Tikus dilukai
Fibroblas
Epitelisasi
Neovaskularisasi
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
51/121
51
2. Pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan fibroblas jaringan
luka pada tikus putih wistar jantan.
3. Pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan neovaskularisasi
jaringan luka pada tikus putih wistar jantan.
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
52/121
52
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan
randomized post test only control group design (Marczyk et al ., 2005).
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian
Keterangan Gambar :
P = populasi
S = sampel
R = random
O1 = observasi epitelisasi, fibroblas dan neovaskularisasi hari ke 4 kelompok
kontrol
O2 = observasi epitelisasi, fibroblas dan neovaskularisasi hari ke 4
kelompok perlakuan
O3 = observasi epitelisasi, fibroblas dan neovaskularisasi hari ke 8 kelompok
P S R
O1
O2
O3
O4
P0
P1
P2
P3
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
53/121
53
kontrol
O4 = observasi epitelisasi, fibroblas dan neovaskularisasi hari ke 8
kelompok perlakuan
P0 = perlakuan pada kelompok kontrol dengan salep plasebo + oral
amoxicillin selama 4 hari
P1 = perlakuan pada kelompok perlakuan dengan salep ekstrak daun
mengkudu + oral amoxicillin selama 4 hari
P2 = perlakuan pada kelompok kontrol dengan salep plasebo + oral
amoxicillin selama 8 hari
P3 = perlakuan pada kelompok perlakuan dengan salep ekstrak daun
mengkudu + oral amoxicillin selama 8 hari
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratory Animal Unit , Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Bali. Penelitian dilakukan
bulan Juli 2013. Pemeriksaan Histopatologi dilakukan di Laboratorium Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Denpasar Bali.
4.3 Subjek dan Besar Sampel
4.3.1 Variabilitas Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah tikus putih yang sesuai dengan sampel
yang telah ditentukan dalam penelitian.
4.3.2 Kriteria Subjek
Sampel dalam penelitian ini adalah tikus yang memenuhi kriteria inklusi
sebagai berikut:
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
54/121
54
Kriteria Inklusi :
1.
Tikus putih galur wistar ( Rattus norvegicus) dewasa dan sehat.
2. Jenis kelamin jantan.
3. Umur 3 – 4 bulan.
4. Berat 200-250 gram.
Kriteria Drop out : tikus mati saat penelitian sedang berlangsung.
4.3.3 Besaran Sampel
Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rumus
Federer (1999) : (n – 1) (t – 1 ) ≥ 15
(n – 1) (4 – 1 ) ≥ 15
3 n – 3 ≥ 15
3n ≥ 18
n ≥ 6
Keterangan : n = Banyaknya sampel setiap perlakuan
t = Banyaknya perlakuan
Berdasarkan perhitungan dengan rumus diatas maka diperoleh n = 6. Karena pada
penelitian ini terdapat 4 perlakuan, maka jumlah sampel seluruhnya adalah 24.
Sampel ditambah 15% untuk menjaga kemungkinan drop out, sehingga jumlah
sampel seluruhnya adalah 28.
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
55/121
55
4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Semua sampel yang memenuhi kriteria penelitian (yang memenuhi
kriteria eligibilitas) dimasukkan dalam sampel penelitian. Dua puluh delapan ekor
tikus putih wistar jantan diambil dan dibagi menjadi empat kelompok secara acak
sederhana. Dua kelompok merupakan kelompok kontrol dan dua kelompok yang
lain merupakan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol diolesi salep plasebo,
sedangkan kelompok perlakuan diolesi salep ekstrak daun mengkudu. Keempat
kelompok diberi oral amoxicillin.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Klasifikasi Variabel
1. Variabel bebas adalah variabel yang akan mempengaruhi hasil penelitian
secara langsung yaitu salep ekstrak daun mengkudu.
2. Variabel tergantung adalah variabel yang merupakan hasil perlakuan variabel
bebas yaitu fibroblas, neovaskularisasi, dan epitelisasi.
3. Variabel kendali adalah variabel yang dapat dikendalikan antara lain jenis tikus,
umur, sehat, jenis kelamin yang sama, berat badan, tempat luka yang sama,
makanan dan minuman, temperatur.
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
56/121
56
4.4.2 Hubungan Antar Variabel
Bagan 4.2 Hubungan Antar Variabel
4.4.3 Definisi Operasional Variabel
1. Salep ekstrak daun mengkudu adalah sediaan salep dengan formulasi tertentu
( sodium lauryl sulphate, propylene glycol, stearyl alcohol, white petrolatum,
purified water ) ditambah ekstrak maserasi bertingkat daun mengkudu (pelarut
etanol 96% dan etil asetat) dengan konsentrasi 15%, diaplikasikan sebanyak 2
kali sehari.
2. Salep plasebo adalah sediaan salep yang hanya mengandung bahan dasar salep
( sodium lauryl sulphate, proylene glycol, stearyl alcohol, white petrolatum,
Variabel Tergantung :
- Fibroblas
- Epitelisasi
- Neovaskularisasi
Variabel Bebas :
Salep ekstrak daun
mengkudu
Variabel Kendali :
- Umur tikus
- Jenis tikus
- Jenis kelamin
- Berat badan
- Makanan dan minuman
- Temperatur
- Tempat luka yang sama
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
57/121
57
purified water ) tanpa penambahan zat aktif , diaplikasikan dalam jumlah yang
sama dengan salep mengkudu sehari 2 kali.
3. Amoxicillin adalah antibiotik yang digunakan untuk mencegah infeksi
sekunder, diberikan secara oral dengan dosis 70/60 kg bb x 1500 mg
amoxicillin x 0,018 (untuk bb tikus 200 gram) = 31,5 mg amoxicillin sehari.
Dosis per sekali minum 31,5 : 3 = 10,5 mg. Diberikan selama 3 hari.
4. Regenerasi jaringan luka adalah proses penyembuhan jaringan luka dengan
parameter fibroblas, epitelisasi dan neovaskularisasi.
5. Fibroblas adalah sel-sel yang berbentuk fusiformis diantara serabut-serabut
jaringan ikat yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka. Dihitung
jumlahnya dengan menggunakan mikroskop elektron pembesaran objektif 40x.
Adanya peningkatan regenerasi jaringan luka, dilihat dari perbedaan jumlah
fibroblas secara signifikan dibandingkan dengan kontrol.
6. Epitelisasi adalah tahapan perbaikan luka, terjadi migrasi keratinosit, proliferasi
keratinosit, diferensiasi neoepitel menjadi epitel berlapis-lapis. Dihitung
tingkat kerapatannya dengan menggunakan metoda morfometri, satuannya
mikrometer. Adanya peningkatan regenerasi jaringan luka, dilihat dari
perbedaan ukuran kerapatan epitel yaitu perbedaan ketebalan epitel dan lebar
celah epitel luka secara signifikan dibandingkan dengan kontrol.
Ketebalan epitel adalah ukuran ketebalan lapisan-lapisan epidermis yang
terbentuk pada daerah luka. Lebar celah epitel luka adalah ukuran celah pada
lapisan epitel di daerah luka yang belum menutup sempurna.
8/20/2019 kulit, tinjauan pustaka mengkudu.pdf
58/121
58
7. Neovaskularisasi adalah pertumbuhan kapiler baru pada daerah luka berupa
tunas-tunas yang terbentuk dari pembuluh darah dan akan berkembang menjadi
percabangan baru pada jaringan luka. Dihitung jumlahnya dengan
menggunakan mikroskop elektron pembesaran objektif 40x. Adanya
peningkatan regenerasi jaringan luka, dilihat dari perbedaan jumlah
neovaskularisasi secara signifikan dibandingkan dengan kontrol.
8.Tikus putih jantan jenis Wistar adalah hewan percobaan yang berupa tikus jenis
Wistar umur 3-4 bulan, jenis kelamin jantan, dengan berat 200-250 gram.
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian, Hewan Percobaan
4.5.1 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah: sediaan salep ekstrak daun
mengkudu, sediaan salep plasebo, larutan neutral buffer formalin 10% untuk
fiksasi, kapas, ketamin dan xylazin untuk anestesi, dan bahan-bahan untuk sediaan
histopatologi yaitu larutan Mayer‟s Hematoxylin, larutan eosin, alkohol dengan
konsentrasi yang bert