KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    1/37

    USULAN PENELITIAN

    FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

    TBC-PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ..........

    KABUPATEN ..........

    TAHUN ..........

    . . . . . . . . . .

    ..........

    PEMINATAN ..........

    FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    UNIVERSITAS ..........

    ..........

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    2/37

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL  ..................................................................................... i

    HALAMAN SAMPUL DALAM ..................................................................... ii

    HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iii

    LEMBAR PERSETUJUAN   ............................................................................ iv

    LEMBAR PENGESAHAN USULAN PENELITIAN   .................................. vi

    KATA PENGANTAR   ...................................................................................... viiDAFTAR ISI   ..................................................................................................... viii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ...............................................................................

    B. Rumusan Masalah ..........................................................................

    C. Tujuan Penelitian.............................................................................

    D. Manfaat Penelitian .........................................................................

    BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR 

    DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    A. Kajian Pustaka................................................................................1. Penyebab TBC Paru .................................................................

    2. Cara Penularan .........................................................................

    3. Riwayat terjadinya TBC Paru ..................................................

    4. Penemuan Penderita .................................................................

    5. Penegakan Diagnosa ................................................................6. Pemeriksaan Radiologis (Foto Rontgen) .................................

    B. Kerangka Konseptual Penelitian....................................................

    1. Dasar Pemikiran .......................................................................

    2. Bagan Kerangka Konseptual Penelitian...................................

    C. Hipotesis Penelitian.........................................................................

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian...............................................................................

    B. Waktu dan Lokasi Penelitian .........................................................

    1. Waktu Penelitian......................................................................

    2. Lokasi Penelitian......................................................................

    C. Populasi dan Sampel ......................................................................

    1. Populasi ...................................................................................

    2. Sampel......................................................................................

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    3/37

    D. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif ...................................1. Kejadian TBC Paru BTA (+) ...................................................

    2. Kontak Serumah.......................................................................

    3. Lama Kontak............................................................................

    4. Kepadatan Penghuni Rumah....................................................E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................

    F. Teknik Analisis Data ......................................................................

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    4/37

    BAB I

    PENDAHULUAN

    C. Latar Belakang

    Penyakit Tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan

    masyarakat dunia. Penyakit tuberkulosis paru banyak menyerang usia kerja

     produktif, kebanyakan dari kelompok sosial ekonomi rendah dan berpendidikan

    rendah. Meningkatnya kasus HIV/AIDS yang menurunkan daya tubuh juga

    menyebabkan meningkatnya kembali penyakit TBC dinegara-negara yang sudah

     berhasil mengendalikan penyakit. Banyak penderita yang tidak berhasil

    disembuhkan, penderita dengan basil tahan asam (BTA) positif berisiko

    menularkan penyakit pada orang lainnya. Tahun 1993, WHO mencanangkan

    kedaruratan global penyakit TBC. Diperkirakan setiap tahun ada 9 juta penderita

    TBC baru dengan kematian 3 juta orang. 95% penderita TBC berada di negara

     berkembang dan beban terbesar terutama adalah di Asia Tenggara. Di negara-

    negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang

    sebenarnya dapat diadakan pencegahan (Depkes, 2000).

    Indonesia merupakan negara terpadat nomor 4 di dunia dengan jumlah

     penduduk 210 juta pada tahun 2004, penyakit TBC menduduki tempat ke 3

    terbesar didunia setelah China dan India. Dari hasil survey kesehatan rumah

    tangga , penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga terbesar setelah

     penyakit Kardiovasculer dan penyakit saluran pernapasan atas (ISPA) pada semua

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    5/37

    golongan umur dan penyebab penyakit nomor satu pada kelompok penyakit

    infeksi.(Depkes 2004)

    WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahun terjadi 583.000

    kasus untuk semua jenis TBC dan 282.000 kasus baru dengan BTA (+).

    Prevalensi kasus TBCC-Paru BTA (+) diperkirakan 715.000 dengan kematian

    sekitar 140.000 atau secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia

    terdapat 130 penderita TBC-Paru baru dengan BTA (+) dan menyerang sebagian

     besar usia produktif, kelompok ekonomi lemah dan berpendidikan rendah

    (Depkes 2000).

    Dalam upaya penanggulangan TBC di Indonesia telah ditetapkan tujuan

     program pemberantasan yang meliputi tujuan jangka panjang yaitu menurunkan

    angka kesakitan, kematian dan penularan TBC dengan cara memutuskan rantai

     penularan sehingga penyakit TBC tidak lagi menjadi masalah kesehatan

    masyarakat di Indonesia, dan tujuan jangka pendek yaitu menyembuhkan minimal

    85% penderita baru BTA (+) yang ditemukan, tercapinya cakupan penemuan

     penderita secara bertahap sampai dengan tahun 2007, 70% mencegah timbulnya

    resistensi obat TBC di masyarakat  (Depkes, 1999).

    Sejak tahun 1995 pemerintah telah berusaha melakukan pemberantasan

     penyakit tuberkulosis dengan melaksanakan strategi DOTS yang

    direkomendasikan oleh WHO. Dengan strategi DOTS diharapkan dapat

    memberikan angka penemuan dan kesembuhan yang tinggi untuk menurunkan

    angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit tuberkulosis.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    6/37

    Strategi DOTS terdiri dari :

    a) Komitmen politisi dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.

     b) Diagnosa TBC paru dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis terhadap

    semua tersangka TBC diunit pelayanan kesehatan.

    c) Pengobatan jangka pendek dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan

     pengawasan langsung oleh PMO (Pengawas Makan Obat).

    d) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita.

    e) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan

    evaluasi program.

    Dengan strategi DOTS program sudah masuk keseluruh Puskesmas di

    Indonesia, namun Rumah Sakit, Poliklinik dan praktek dokter masih sangat

    sedikit menerapkan program DOTS ini. Dari hasil evaluasi diseluruh Indonesia

    menunjukkan bahwa dengan strategi DOTS angka kesembuhan (Cure rate) telah

    mencapai 87% dari target nasional 85%, namun cakupan penemuan (Case

    detection rate) baru mencapai 10% dari target nasional 70% yang seharusnya

    dicapai untuk mendapatkan dampak ..........s (Info Gerdunas, 2001).

    Adapun program pemberantasan TBC paru berbasis masyarakat

    (community based TBC control program) telah meningkatkan jumlah penderita

    yang ditemukan dan diperiksa dan juga mendekatkan pelayanan pengobatan

    kepada penderita yang ditemukan tetapi kenaikannya sangat sedikit dan sangat

    kurang dari target yang diharapkan.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    7/37

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Runggu tahun 2003 di Kota

    Samarinda didapatkan bahwa pendidikan, kontak serumah, lama kontak,

    kepadatan penghuni dan ventilasi rumah merupakan faktor risiko terhadap

    kejadian TBC paru dengan nilai OR > 1. Kontak serumah dan lama kontak 

    merupakan faktor risiko tertinggi terhadap kejadian TBC paru. Faktor risiko

     pendidikan, pekerjaan, kepadatan penghuni dan ventilasi rumah tidak ada

     pengaruh terhadap kejadian TBC paru.

    Di Kabupaten .......... dengan penduduk 65.452 orang tahun 2007 dengan

    strategi DOTS perkirakan 531 suspek dan BTA (+) 33 kasus,(0,05%) dari 38

     penderita yang diobati 38 sembuh. Tahun 2008 dari jumlah penduduk 66.282

    orang perkiraan suspek 796 dan terdapat kasus TBC paru BTA (+) 78 kasus,

    (0,11%) dari 78 penderita yang diobati 39 orang sembuh. Sedangkan pada Tahun

    2009 dengan jumlah penduduk 68.874 orang dan dari perkiraan suspek 977

    ditemukan kasus TBC paru BTA (+) 111 kasus (0,16%) dari 94 penderita yang

    diobati tidak ada yang sembuh.

    Di wilayah Puskesmas .......... dengan jumlah penduduk 13.166 tahun 2007

    dengan perkiraan suspek 113 di temukan kasus TBC paru BTA(+) 11 kasus,

    (0,08%) dari 9 penderita yang diobati 9 orang sembuh, Tahun 2008 jumlah

     penduduk 13.521, orang perkiraan suspek 78 terdapat TBC paru BTA (+) 11

    kasus, (0,08%) dari 11 penderita yang diobati 5 orang yang sembuh, Tahun 2009

     jumlah penduduk 13.830 orang, dengan perkiraan suspek 272 terdapat kasus TBC

    Paru BTA (+) 22 kasus, (0,15%) dari 22 penderita yang diobati tidak ada yang

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    8/37

    sembuh, dan pada tahun .......... dari januari hingga maret dengan perkiraan suspek 

    67 terdapat kasus TBC Paru BTA (+) 5 kasus, (0,4%) 5 penderita sementara

    dalam masa pengobatan dari 13.861 jumlah penduduk, sehingga jika di rata-rata 5

    kasus dalam tiap trimester maka akan akan terdapat 20 kasus dalam 1 tahun

    (Register Puskesmas ..........,...........

    Berdasarkan data tersebut, mendorong peneliti untuk mengetahui faktor-

    faktor yang berhubungan dengan kejadian TBC paru di wilayah kerja Puskesmas

    .......... Kabupaten .......... tahun ...........

    D. Rumusan Masalah

    Berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TBC paru,

    maka perumusan masalah sebagai berikut :

    1. Apakah faktor kontak serumah berhubungan dengan kejadian TBC Paru di

    Wilayah kerja Puskesmas .......... Kabupaten .......... ..........?

    2. Apakah faktor lama kontak berhubungan dengan kejadian TBC Paru di

    Wilayah kerja Puskesmas .......... Kabupaten .......... tahun ..........?

    3. Apakah faktor kepadatan penghuni rumah berhubungan dengan kejadian TBC

    Paru di Wilayah kerja Puskesmas .......... Kabupaten .......... tahun ..........?

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    9/37

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian TBC paru

    di Wilayah Puskesmas .......... Kabupaten .......... tahun ...........

    2. Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui hubungan faktor kontak serumah dengan kejadian

    TBC paru di Wilayah Puskesmas .......... Kabupaten .......... tahun ...........

    2. Untuk mengetahui hubungan faktor lama kontak dengan kejadian TBC

     paru di Wilayah Puskesmas .......... Kabupaten .......... tahun ...........

    3. Untuk mengetahui hubungan faktor kepadatan penghuni rumah dengan

    kejadian TBC paru di Wilayah Puskesmas .......... Kabupaten ..........

    tahun ...........

    D. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

    1. Manfaat Ilmiah

    Hasil penelitian sebagai sumbangan ilmiah dan bahan bacaan bagi masyarakat

    dan peneliti selanjutnya.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    10/37

    2. Manfaat Institusi

    Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan

     bagi pengambil keputusan untuk perbaikan program pemberantasan dan

     penanggulangan TBC paru.

    3. Manfaat Praktis

    Hasil penelitian ini sebagai informasi bagi instansi terkait khususnya di ..........

    dan Indonesia pada umumnya.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    11/37

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR 

    DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    B. Kajian Pustaka

    6. Penyebab TBC Paru

    Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

    kuman TBC (Mycobacterium Tuberkulosis), pertama kali ditemukan oleh

    Robert Koch pada tahun 1882.

    Ciri-ciri kuman tersebut adalah sebagai berikut :

    a. Kuman ini berbentuk batang berwarna merah.

     b. Ukuran panjang sekitar 4 mikron dan tebalnya 0,3 – 0,6 mikron.

    c. Mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap penghilangan warna dengan

    asam dan alkohol pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula dengan

    Basil Tahan Asam (BTA). Kuman akan tumbuh optimal pada suhu 370

    C,

    dengan PH 6,4 – 7 (Aditama dkk, 2000).

    d. Kuman ini cepat mati (sekitar 5 menit) dengan sinar matahari langsung

    tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang lembab dan gelap.

    e. Basil ini dilindungi oleh lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid.

    f. Kuman dapat tertidur lama (dormant) selama beberapa tahun.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    12/37

    7. Cara Penularan

    Sumber penularan penyakit TBC paru adalah penderita dengan TBC

     paru BTA (+). Penderita menyebarkan kuman ke udara pada waktu batuk atau

     bersin dalam bentuk percikan dahak (droplet), percikan yang mengandung

    kuman tuberkulosis dapat bertahan diudara beberapa jam pada suhu kamar,

    terhirup oleh orang sehat sewaktu bernapas, selanjutnya akan berkembang

     biak dalam jaringan paru-paru, kemungkinan pula masuk kebagian tubuh

    lainnya melalui pembuluh darah, saluran limfe, atau penyebaran langsung

    ketubuh lainnya ( Enarson, 1996 ).

    Makin tinggi gradasi kuman BTA hasil pemeriksaan dahak makin

    menular penderita tersebut, bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat

    kuman dibawah mikroskop) maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

    Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh konsentrasi droplet

    dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor lain yang

    mempengaruhi seseorang terinfeksi TBC adalah daya tahan tubuh yang

    rendah diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS ( Depkes 2001 ).

    Sekitar 80 – 90% orang telah terinfeksi kuman TBC tetapi belum tentu

     penderita TBC, untuk sementara waktu kuman yang ada dalam tubuh bisa

     berada dalam keadaan dormant (tidur), keberadaan kuman dormant dapat

    diketahui hanya dengan test tuberculin. Apabila penyakit TBCC tidak diobati

    maka setiap orang dengan penyakit TBC paru BTA (+) akan dapat

    menularkan kepada sekitar 10 – 15 orang setiap tahunnya (WHO,1999).

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    13/37

    Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran kuman

    tuberkulosis adalah kasus sebagai sumber, faktor lingkungan, kesempatan

    mendapat pemaparan dan faktor individu.( Hilips C Hopewell)

    8. Riwayat terjadinya TBC Paru

    a. Infeksi Primer 

    Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan

    kuman TBC Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat

    melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan

    sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat

    kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri

    diparu yang mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limfe akan

    membawa kuman TBC ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini

    disebut sebagai kompleks primer.

    Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer 

    adalah sekitar 4 – 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan

    terjadinya perubahan reaksi tuberculin dari negatif menjadi positif.

    Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang

    masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada

    umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan

     perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman

    akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-

    kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    14/37

    kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi

     penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai

    terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan.

     b. Tuberkulosis Pasca Primer ( Post Primary TBC )

    Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

    setahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh

    menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari

    tuberculosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan

    terjadinya kavitasi atau efusi pleura.

    9. Penemuan Penderita

    a. Penemuan Penderita Pada Orang Dewasa

    Penemuan kasus adalah komponen yang sangat penting dalam

     pemberantasan penyakit tuberkulosis paru dan hampir semua penyakit

    menular lainnya. Tujuan penemuan kasus adalah untuk menentukan

    sumber infeksi dalam masyarakat yang berarti mencari orang yang

    mengeluarkan basis tuberkulosis untuk diobati.

    Pada program penanggulangan dan pemberantasan TB paru di

    Indonesia dengan strategi DOTS, angka kesembuhan sudah cukup

    meningkat namun angka penemuan masih sangat rendah   ( Info Gerdunas,

    2002 ). Penemuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa dilaksanakan

    secara pasif, artinya penyaringan penderita tersangka TBC paru yang

    dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    15/37

    kesehatan, ini sangat dipengaruhi oleh faktor individu penderita untuk 

     berkunjung ke pelayanan kesehatan. Karena tersangka yang mempunyai

    gejala TBC dengan kemauan sendiri memeriksakan diri ke sarana

    kesehatan ( Depkes, 2002 ).

    Kegiatan ini harus didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh

     petugas kesehatan maupun oleh masyarakat untuk meningkatkan cakupan

     penemuan, cara ini disebut passive promotive case finding.

     b. Penemuan Penderita Pada Anak 

    Penemuan penderita pada anak sebagian besar didasarkan pada

    gambaran klinis, foto rontgen dan uji tuberculin.

    10. Penegakan Diagnosa

    Penegakan diagnosis penyakit TBC paru dapat dilakukan berdasarkan :

    a. Gejala Klinis

    Gejala klinis pada orang dewasa :

    1) Batuk terus-menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih

    2) Batuk berdahak campur darah merah segar, sesak napas dan rasa nyeri

    dada

    3) Badan lemah, nafsu makan menurun, rasa kurang enak badan

    (malaise)

    4) Berkeringat malam tanpa kegiatan, demam, meriang lebih dari sebulan

    Lebih menguatkan apabila gejala tersebut diperkuat dengan riwayat

    kontak dengan seorang penderita TBC paru BTA (+).

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    16/37

     b. Pemeriksaan Bakteriologi/Laboratorium

    Penemuan basil tuberkulosis ditemukan pertama kali oleh Robert

    Koch pada tahun 1882, dan untuk prinsip penemuan kuman tahan asam ini

    tetap merupakan pilihan utama walaupun dengan berbagai keterbatasan

    (Adiatma T.J).

    Penemuan basil tahan asam merupakan suatu alat penentu yang amat

     penting dalam diagnosis tuberkulosis paru. Untuk mendapat hasil yang

    akurat diperlukan rangkaian kegiatan yang akurat mulai dari cara

     pengumpulan dahak, pemilihan dahak, teknik pewarnaan dan pengolahan

    sediaan dahak yang diperiksa serta kemampuan membaca hasil pada

    mikroskopis. Untuk mengetahui adanya kuman TBC dalam dahak 

    diperlukan dahak yang minimal 5000 basi/ml dahak, sedangkan untuk 

    menentukan diagnosis pasti dengan melaksanakan pemeriksaan melalui

    kultur yang membutuhkan 50 – 100 kuman/ml dahak.

    Tujuan pemeriksaan dahak :

    1) Menegakkan diagnosis dan klasifikasi

    2) Menilai kemajuan pengobatan

    3) Menentukan tingkat penularan ( Depkes 2000 ).

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    17/37

    Pada pemeriksaan dahak perlu diperhatikan :

    1) Pelaksanaan pengumpulan dahak 

    Pemeriksaan dahak dengan mikroskopis yang digunakan oleh

     program P2TBC paru saat ini sesuai dengan buku pedoman tahun 2002

    adalah dengan memeriksa dahak secara mikroskopis pada 3 spesimen

    yang dikenal dengan istilah SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu). Dahak yang

     baik untuk diperiksa adalah dahak mukopurulent (nanah berwarna hijau

    kekuning-kuningan) jumlahnya 3-5 ml tiap pengambilan.

    Menurut WHO 2001 semua tersangka penderita yang datang

    dengan kemauan sendiri ke pelayanan kesehatan dengan gejala klinis TBC

     paru (suspek) pada orang dewasa harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam

    waktu 2 hari berturut-turut.

    a) Sewaktu : Dahak dikumpulkan pada saat suspek TBC datang

     berkunjung pertama kali datang pelayanan kesehatan. Pada saat pulang

    suspek membawa sebuah pot untuk mengumpulkan dahak hari kedua.

     b) Pagi : Dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua segera

    setelah bangun tidur. Pot tersebut diantar sendiri ke laboratorium

     pelayanan kesehatan. Volume dahak sebaiknya 3-5 ml.

    c) Sewaktu : Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat

    menyerahkan dahak pagi.

    d) Hasil pemeriksaan dinyatakan (+) apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen

    SPS BTA hasil positip.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    18/37

    e) Bila hanya 1 dari pemeriksaan SPS positif maka pemeriksaan lanjut

    dengan foto rontgen dada, apabila hasil rontgen mendukung TBC

    maka penderita di diagnosis TBC paru BTA positip.

    f) Hasil rontgen tidak mendukung maka di diagnosis bukan penderita

    TBC.

    Untuk mendapat kualitas dahak yang baik beberapa hal yang perlu

    diperhatikan oleh petugas kesehatan yaitu :

    a) Memberikan penjelasan kepada penderita mengenai pentingnya

     pemeriksaan dahak, baik pemeriksaan dahak pertama maupun

     pemeriksaan dahak ulang.

     b) Memberi penjelasan kepada penderita tentang cara batuk yang benar 

    untuk mendapat dahak yang kental dan purulen.

    c) Petugas memeriksa kekentalan, warna dan volume dahak, warna dahak 

    yang baik untuk pemeriksaan adalah warna kuning kehijau-hijauan

    (mukopurulen), kental dengan warna 3-5 ml, bila volume kurang,

     petugas harus meminta penderita batuk lagi sampai volume dahak 

    cukup.

    d) Jika tidak ada dahak yang keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai

    dan harus dimusnahkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya

    kontaminasi kuman TBC.

    Bila sulit mengeluarkan dahak dapat dilakukan dengan :

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    19/37

    a) Malam hari sebelum tidur, minum satu gelas teh manis atau menelan

    tablet gliseril guayacolat 200 mg.

     b) Melakukan olah raga ringan (lari-lari kecil) kemudian menarik nafas

    dalam beberapa kali. Bila terasa agak batuk, nafas ditahan selama

    mungkin lalu penderita disuruh batuk.

    Pengumpulan dahak dilakukan sebagai berikut :

    a) Beri label pada dinding pot yang memuat nomor identitas sediaan

    dahak.

     b) Buka pot dahak pegang tutupnya dan berikan pot itu kepada suspek.

    c) Berdiri dibelakang suspek, minta dia memegang pot dekat ke bibirnya

    dan membatukkan dahak kedalam pot.

    d) Tutup pot dengan erat.

    2) Pembacaan hasil pemeriksaan

    Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dilakukan dengan

    menggunakan skala International Union Againt Tuberculosis and Lung

    Diseases (IUATLD) dan diperiksa paling sedikit 100 lapang pandang atau

    dalam waktu kurang lebih 10 menit sebagai berikut :

    a) Tidak ditemukan BTA per 100 lapang pandang = negatif.

     b) Ditemukan 1-9 BTA per 100 lapang pandang = ditulis jumlah kuman

    yang ditemukan.

    c) Ditemukan 10-99BTA per 100 lapang pandang = + atau 1+.

    d) Ditemukan 1-10 BTA per 1 lapang pandang = ++ atau 2+

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    20/37

    e) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang = +++ atau 3+.

    Bila ditemukan 1-3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan

    harus diulang dengan spesimen dahak yang baru, bila hasilnya tetap 1-

    3 BTA maka hasilnya dilaporkan negatif, bila hasilnya 4-9 BTA

    dilaporkan positif.

    7. Pemeriksaan Radiologis (Foto Rontgen)

    Pemeriksaan rontgen ini membantu penegakan diagnosis TBC bila

    dari 3 kali pemeriksaan dahak BTA hanya 1 negatif atau semuanya negatif 

    sedangkan secara klinis mendukung sebagai TBCC, maka perlu pemeriksaan

    rontgen.

    a. Klasifikasi Penyakit TBC

    Menurut Depkes pada Pedoman Nasional Penanggulangan

    Tuberkulosis tahun 2000 bahwa klasifikasi penyakit tuberkulosis perlu

    ditentukan sebelum pengobatan dengan tujuan untuk menetapkan panduan

    Obat Anti Tuberkulosis (OAT).

    Klasifikasi penyakit TBC sebagai berikut :

    1) Tuberkulosis paru adalah bentuk yang sering dijumpai yaitu sekitar 80

    % dari semua penderita tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,

    tidak termasuk pleura (selaput paru) merupakan bentuk dari TBC yang

    dapat menular.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    21/37

    Berdasarkan pemeriksaan dahak TBC paru dibagi dalam :

    a) Tuberkulosis paru BTA (+) yaitu :

    (1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya

    BTA positif.

    (2) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan rontgen

    menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

     b) Tuberkulosis paru BTA (-) yaitu dari pemeriksaan 3 spesimen

    dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto rontgen menunjukkan

    gambaran tuberkulosis.

    TBC paru BTA negatif, rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat

    keparahan penyakitnya yaitu berat dan ringan. Berat bila gambaran

    foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang

    luas dan keadaan umum penderita buruk.

    2) Tuberkulosis extra paru

    Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru seperti pleura,

    selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang

     belakang, persendian, kulit, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-

    lain.

     b. Tipe Penderita

    Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

    sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    22/37

    1) Kasus baru adalah penderita tuberkulosis yang belum pernah dengan

    OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

    2) Kambuh (relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya

     pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan

    sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat

    dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

    3) Pindahan (transfer in) adalah penderita yang sedang mendapat

     pengobatan di suatu Kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke

    Kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat

    rujukan/pindahan (Form TBC 09).

    4) Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out)

    adalah penderita yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan

    dahak BTA positif setelah putus berobat (drop-out) 2 bulan atau lebih.

    5) Gagal adalah :

    (a) Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

    menjadi positif pada akhir bulan ke 5 atau lebih.

    (b) Penderita BTA negatif, rontgen positif yang menjadi BTA positif 

     pada akhir bulan ke 2 pengobatan.

    6) Lain-lain

    Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut di

    atas, termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik yaitu penderita

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    23/37

    yang masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang

    dengan kategori 2.

    c. Pengobatan TBC Paru

    Pengobatan tuberkulosis sudah dimulai sejak tahun 1882, sejak 

    Robert Koch menemukan basil tuberkulosis. Di Indonesia menurut Maidin

     program penanggulangan TBC paru secara nasional telah dilaksanakan

     pengobatan TBC paru 3 tahap yaitu :

    1) Obat jangka panjang (1969-1978)

    2) Obat jangka menengah (1978-1995)

    3) Obat jangka pendek 3 kategori dengan strategi DOTS (1995-

    sekarang).

    Tujuan pengobatan TBC paru adalah untuk menyembuhkan

     penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan

    risiko penularan ( Depkes 2001 ).

    Pengobatan yang dianjurkan oleh WHO dan IULTLD tahun 1996

    dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) standar yang terdiri dari :

    Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomycin dan Ethambutol dengan

    standar yang dinyatakan dalam kategori 1, kategori 2, kategori 3 dan

    sisipan.

    Berdasarkan paduan obat tersebut diatas maka program TBC paru

    di Indonesia menggunakan paduan OAT yang disediakan dalam bentuk 

     paket dengan tujuan memudahkan pemberian obat kepada penderita dan

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    24/37

    menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai satu paket untuk 

    setiap penderita dalam satu masa pengobatan.

    Pada pengobatan dengan strategi DOTS OAT dibagi dalam 3

    kategori yaitu :

    1) Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

    Pada tahap intensif obat ini terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,

    Pirasinamid dan Etambuto. Obat ini diberikan setiap hari selama 2

     bulan (2 HRZE). Kemudian dilanjutkan dengan tahap lanjutan yang

    terdiri dari Isoniazid dan Rifampisisn diberikan 3 kali dalam seminggu

    selama 4 bulan.

    Obat ini diberikan untuk penderita :

    (a) Penderita baru TBC paru BTA positif.

    (b) Penderita baru TBC paru BTA negatif, rontgen positif yang sakit

     berat.

    (c) Penderita TBC extra paru berat.

    Untuk seorang penderita baru BTA positif diberikan satu paket

    kombipak kategori 1 berisi 114 blister harian yang terdiri 60 blister 

    HRZE untuk tahap awal (intensif) dan 54 blister HR untuk tahap

    lanjutan masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan

    dalam 1 dos besar.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    25/37

    Fase pengobatan pada kategori 1 :

    (a) Pengobatan fase intensif yaitu pemberian OAT setiap hari selama

    2 bulan (2 HRZE). Bila hasil pemeriksaan dahak ulang BTA

     positif pada akhir bulan ke 2 maka pengobatan diteruskan dengan

    obat sisipan (HRZE) selama 1 bulan. Setelah pengobatan sisipan

    maka dilakukan pemeriksaan dahak ulang, kemudian diteruskan

    dengan fase lanjutan tanpa melihat hasil pemeriksaan BTA.

    (b) Pengobatan fase lanjutan bila pemeriksaan dahak ulang BTA (-)

     pada akhir bulan ke 2 maka diteruskan dengan pengobatan (4

    H3R3) fase lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam

    seminggu, demikian pula fase lain untuk diberikan pada yang telah

    selesai OAT.

    2) Kategori 2 (2HRZES/HRSE/5H3R3E3)

    OAT ketegori 2 ini diberikan untuk penderita BTA positif yang sudah

     pernah makan OAT selama lebih sebulan yaitu :

    a) Penderita kambuh (relaps)

     b) Penderita gagal (failure)

    c) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

    Fase pengobatan ketegori 2 yaitu :

    a) Pengobatan fase intensif yaitu pemberian OAT setiap hari selama

    3 bulan terdiri dari 2 bulan diberikan HRZE dan suntikan

    Streptomycin setiap hari, suntikan diberikan setelah menelan obat

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    26/37

    di UPK. Kemudian dilanjutkan setiap hari HRZE selama satu

     bulan. Bila hasil pemeriksaan dahak ulang BTA positif pada akhir 

     bulan ke 3, pengobatan diteruskan dengan OAT sisipan selama

    satu bulan. Setelah pengobatan sisipan dilanjutkan pemeriksaan

    dahak ulang, kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa

    melihat hasil pemeriksaan BTA.

     b) Pengobatan fase lanjutan bila : pemeriksaan dahak ulang BTA

    negatif pada akhir bulan ke 3 maka diteruskan dengan pengobatan

    (5H3R3E3), fase lanjutan selama 5 bulan diberikan 3 kali dalam

    seminggu, demikian pula fase lanjutan diberikan pada penderita

    yang telah selesai OAT sisipan.

    3) Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)

    Kategori 3 ini diberikan untuk :

    a) Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan.

     b) Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe, pleuritis

    eksudativa, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang),

    sendi dan kelenjar adrenal.

    Fase pengobatan pada kategori 3 yaitu :

    a) Pengobatan fase intensif yaitu pemberian OAT setiap hari selama

    2 bulan (2HRZ). Setelah fase intensif perlu dilakukan pemeriksaan

    dahak ulang pada bulan ke 2.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    27/37

     b) Pengobatan fase lanjutan bila pemeriksaan dahak ulang BTA

    negatif, selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu.

    4) OAT sisipan (HRZE)

    Pada akhir bulan ke 2 maka diteruskan dengan pengobatan (4H3R3)

    fase lanjutan. Apabila pada pemberian pengobatan kategori 1 atau

    kategori 2 pemeriksaan dahak setelah fase intensif hasil BTA masih

    (+) maka diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.

    8. Tinjauan Umum Tentang Faktor Risiko Yang Berhubungan Terhadap

    Kejadian TBC Paru

    a. Kontak Serumah dengan Sumber Penular 

    Kontak serumah dengan penderita TBC merupakan salah satu faktor 

    risiko terjadinya TBC. Semua kontak penderita TBC positif harus

    diperiksa dahak. Kontak erat seperti dalam keluarga dan pemaparan besar-

     besaran seperti pada petugas kesehatan memungkinkan penularan lewat

     percikan dahak.

    Faktor risiko tersebut semakin besar bila kondisi lingkungan

     perumahan jelek seperti kepadatan penghuni, ventilasi yang tidak 

    memenuhi syarat dan kelembaban dalam rumah merupakan media transisi

    kuman TBC untuk dapat hidup dan menyebar. Untuk itu penderita TBC

    dapat menularkan secara langsung terutama pada lingkungan rumah,

    masyarakat di sekitarnya dan lingkungan tempat bekerja, makin

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    28/37

    meningkatnya waktu berhubungan dengan penderita memberi

    kemungkinan infeksi lebih besar pada kontak.

    Hal tersebut memberikan gambaran bahwa pemaparan kuman TBC

    dapat dipengaruhi oleh faktor individu, keeratan kontak dan faktor 

    lingkungan rumah seseorang.

     b. Lama Kontak 

    Lama kontak adalah kurun waktu kontak tinggal bersama dengan

     penderita secara terus-menerus sehingga pada proses ini melalui batuk 

    atau bersin, penderita TBC paru BTA (+) menyebarkan kuman ke udara

    dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).Sekali batuk dapat

    menghasilkan sekitar 3000 percikan, Selain itu faktor yang

    memungkinkan seseorang terpajan kuman TBC paru ditentukan oleh

    konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut

    karena risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan

    dahak dimana pasien TBC paru dengan BTA (+) memberikan

    kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TBC paru BTA (-)

    (Depkes 2008).

    Masa inkubasi kuman TBC mulai dari masuknya kuman sampai

    terjadi infeksi diperkirakan 6 bulan sampai dengan 2 tahun (Depkes,2002).

    c. Kepadatan penghuni rumah

    Menurut Proyono Tjiptoheryanto 1983, beberapa faktor sosial

    ekonomi diperkirakan mempengaruhi tingkat kesakitan maupun kematian

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    29/37

    akibat penyakit tuberkulosis termasuk faktor kepadatan penduduk.

    Besarnya prosentase penduduk yang berdiam di kota akan mempengaruhi

     bukan saja kepadatan namun juga hubungan antara seseorang dengan

    orang lainnya. Keadaan perumahan memberikan dampak langsung kepada

    kesehatan lingkungan dan termasuk didalamnya jumlah orang dalam satu

    rumah. Lingkungan tempat tinggal diyakini beberapa peneliti sebagai

    faktor risiko. Dalam program penyehatan lingkungan pemukiman, telah

    ditetapkan syarat-syarat kesehatan untuk rumah tinggal antara lain :

    1) Luas ruangan rumah dibanding penghuni tidak kurang dari 9 m2/jiwa.

    2) Lantai dan dinding kamar tidur kering (tidak lembab)

    3) Pencahayaan memanfaatkan sinar matahari sebanyak mungkin untuk 

     penerangan dalam rumah pada siang hari.

    B. Kerangka Konseptual Penelitian

    3. Dasar Pemikiran

    Penyakit TBC paru disebabkan oleh microbacterium tuberkulosis

    sebagai faktor agent (virulensi kuman) yang menular dari orang sakit TBC

    aktif ke orang sehat yang sangat dipengaruhi oleh kondisi penjamu yaitu daya

    tahan tubuh sebagai faktor host, keeratan kontak terutama kontak serumah dan

    lama kontak diperburuk oleh kondisi lingkungan perumahan antara lain

    kepadatan penghuni dan ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    30/37

    Faktor risiko adalah semua faktor yang dapat memberikan risiko

    terjadinya penyakit. Variabel yang diteliti adalah :

    a. Variabel independen (faktor risiko) yaitu kontak serumah, lama kontak,

    dan kepadatan penghuni.

     b. Variabel dependen (akibat/efek) adalah penderita TBCC paru.

    4. Bagan Kerangka Konseptual Penelitian

    Gambar 2 : Kerangka konsep penelitian

    C. Hipotesis Penelitian

    a. Ada hubungan kontak serumah dengan kejadian TBC paru.

     b. Ada hubungan lama kontak dengan kejadian TBC paru.

    c. Ada hubungan kepadatan penghuni dengan kejadian TBC paru.

    FAKTOR KONTAK :

    -   KONTAK SERUMAH

    -   LAMA KONTAK

    FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH :

    -   KEPADATAN PENGHUNI

    KEJADIANTBC PARU

    BTA (+)

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    31/37

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    F. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian observasional dengan

    rancangan Potong lintang (cross sectional study).

    G. Waktu dan Lokasi Penelitian

    1.   Waktu Penelitian

    Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama 1 bulan yaitu dari

    15 April .......... sampai dengan 15 Mei ...........

    2.   Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas ..........

    Kecamatan .......... Barat Kabupaten ...........

    Wilayah Puskesmas .......... terdiri dari 16 Desa yaitu desa .......... 1,

    Desa .......... 2, Desa Bolangitng Induk, Desa Jambu sarang, Desa Telaga,

    Desa Telaga tomoagu, Desa Sunuo, Desa Olot 1, Desa Olot 2, Desa Olot

    Induk, Desa Langi, Desa Iyok, Desa Tote, Desa Paku utara, Desa Paku

    selatan, Desa wakat.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    32/37

    H. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi adalah semua penduduk suspek TBC paru dan penderita TBC

     paru BTA (+) yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas .......... tahun ..........

     berjumlah 501 jiwa

    2. Sampel

    Sampel ádalah penduduk suspek TBC paru dan penderita TBC paru

    BTA (+) di wilayah kerja puskesmas .......... Kabupaten .......... selang Februari

    - Maret .........., beralamat yang jelas dan bersedia diwawancarai.

    a. Cara pemilihan sampel

    Sampel diambil secara  Simple Random Sampling , yaitu pengambilan

    sampel secara acak sederhana.

     b. Besar sampel

    Untuk menghitung besar sampel berdasarkan rumus :

     N. Z². p. qn =

    d². (N-1) + Z². p. Q

    I. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif 

    1.   Kejadian TBC Paru BTA (+)

    Kejadian TBC Paru (+) adalah infeksi kuman mycobacterium tuberkulosis

     baik secara langsung atau tidak langsung berdasarkan diagnosis petugas

    kesehatan Puskesmas ...........

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    33/37

    Kriteria objektif :

    Menderita TBC Paru BTA (+) : Bila hasil pemeriksaan mikroskopis

    minimal 2 kali dari 3 kali pemeriksaan

    mikroskopis sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)

    hasilnya positif, 1 spesimen dahak SPS

    hasilnya (+) dan foto rontgen dada

    menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

    Tidak Menderita TBC BTA (-) : Bila tidak sesuai kriteria pemeriksaan

    mikroskopis minimal 2 kali dari 3 kali

     pemeriksaan mikroskopis sewaktu, pagi,

    sewaktu (SPS) hasilnya positif, 1 spesimen

    dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen

    dada menunjukkan gambaran tuberkulosis

    aktif.

    2. Kontak Serumah

    Adalah responden tinggal serumah dengan penderita TBC paru BTA

    (+) sebelum responden sakit.

    Kriteria objektif :

    Risiko tinggi : Bila responden tinggal satu rumah dengan penderita TBC

     paru BTA (+) sebelum responden sakit.

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    34/37

    Risiko rendah : Bila responden tidak tinggal serumah dengan penderita TBC

     paru BTA (+).

    3. Lama Kontak 

    Adalah lama kontak atau lama tinggal serumah/bergaul responden

    dengan penderita TBC paru BTA (+) sebelum responden sakit.

    Kriteria objektif ( Depkes RI.Tahun 2000 ) :

    Lama : bila lama kontak    6 bulan

    Belum lama : bila lama kontak < 6 bulan

    4. Kepadatan Penghuni Rumah

    Pengukuran kepadatan penghuni rumah dilakukan dengan menghitung

    luas lantai bangunan dengan menggunakan alat ukur meteran standar)

    kemudian dibagi dengan jumlah penghuninya yaitu 9 M2

     perorang (Depkes,

    2006).

    Kriteria objektif :

    Padat : bila luas bangunan < 9 M2

     perorang

    Tidak padat : bila luas bangunan ≥ 9 M2  perorang

    J. Teknik Pengumpulan Data

    1. Data Primer 

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    35/37

    Data primer diperoleh berdasarkan wawancara langsung dengan responden

    yang terpilih dengan menggunakan kuesioner dan observasi langsung ke

    rumah responden.

    2. Data Sekunder 

    Data sekunder diperoleh melalui buku register penderita TBCC paru

    Puskesmas .......... tahun ...........

    F. Teknik Analisis Data

    1. Pengolahan dan Penyajian Data

    Data akan diolah dengan   software   program SPSS, kemudian Data hasil

     penelitian disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan narasi.

    2. Analisis Data

    Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square dengan

    rumus :

    n ([ad-bc] – ½ n)2

     x2 =(a+b)(c+d)(a+c)(b+d)

    Interpretasi :

     x2 Hitung > x2 tabel tolak Ho

     x2 Hitung

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    36/37

    DAFTAR PUSTAKA

    Adiatama, T. Y 2000,   Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalahnya, Lab.

    Mikrobiologi RSUP Persahabatan Yakarta.

    Bhisma Murti, 1995,  Prinsip dan Metode Reset Epidemiologi,   Fakultas KedokteranUniversitas Gajah Mada, Yogyakarta.

    Buku Pegangan untuk Workshop, 2003,   Pengembangan Comunitas Laboratorium

    TBC. Indonesia Australia Spesialised Training Project Phase II , Yakarta.

    Bustam M. N,   nalisis Tabel Lipat Empat , 1998, Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Hasanudin, Ujung Pandang.

    Depkes RI, 2002,  Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis, Cetakan ke 8,

    Yakarta

    Depkes RI, 2002,   Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2002-2006 , Jakarta.

    Depkes RI, Press Relise, Jakarta, April 2002,  Rumah Sakit erupakan Mata Rantai Penting Dalam Penanggulangan TBCC .

    Depkes RI, 1989,   Buku Petunjuk Survei Dasar Tentang Perumahan dan

     Lingkungannya Serta Penanggulangan Kartu Rumah Bagi Kader Kesehatan

     Lingkungan.

    Dinas Kesehatan Provinsi .........., 2007, Profil Kesehatan Provinsi ...........

    Dinas Kesehatan Kabupaten .........., 2008, Profil  Kesehatan Kabupaten .........., ...........

    Hamzah Asiah, Burhanuddin, Rostiinah, 2002,   Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru Strategi DOTS di Puskesmas

     Alliritengae Kabupaten Maros.

    Info Gerdunas 2002, Sekilas   sejarah Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia

    Bulan April, Jakarta.

    John Croffin dkk, Tuberkulosis Klinis, Edisi ke 2

  • 8/20/2019 KTI Skripsi No.240 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC-Paru (Proposal)

    37/37

    Toman K, 1979, Tuberculosis Case-Finding And Chemotherapy, WHO Geneva.

    Retno dkk, Cermin Dunia Kedokteran No. 137, 2002,  Studi Kasus Hasil Pengobatan

    Tuberkulosis Paru di 10 Puskesmas di DKI Jakarta.

    Stanley Lemeshow dkk,   Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Rungngu Lucia, 2003,   Analisis Beberapa Faktor Risiko Kejadian TBCC paru di

    wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kota Samarinda, Tesis tidak diterbitkan,

    Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

    Soekidjo N, 2002,   etodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi

    Sudirman, 2003,   Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keberhasilan

     Program Pengobatan TBCC Paru Melalui Strategi DOTS di Kabupaten

     Jeneponto

    Wayan A, 2001,  Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TBC Paru Di Kab. Donggala, Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan MasyarakatUI, 2001.

    Salahuddin, 2002, Analisis Beberapa Faktor Risiko Tuberkulosis Paru Di Puskesmas

     Bantimurung Kabupaten Maros,   Tesis Program Pasca Sarjana Universitas

    Hasanudin, 2002.