52
KARYA TULIS ILMIAH TINJAUAN KEPUSTAKAAN MENINGIOMA Tim Penulis : Ellen Riorita Wiyono (10-1??) Ongko Setunggal Wibowo (10-212) Pembibing : dr. Jovrizal Azmi

Kti Meningioma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kti Meningioma

Citation preview

KARYA TULIS ILMIAH

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

MENINGIOMA

Tim Penulis :

Ellen Riorita Wiyono (10-1??)

Ongko Setunggal Wibowo (10-212)

Pembibing :

dr. Jovrizal Azmi

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2013

LEMBARAN PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah yang berjudul “ Meningioma ” ini telah disetujui ,dan siap untuk

diperiksa kebenarannya dihadapan tim penguji Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran

Universitas Baiturrahmah.

Padang , Oktober 2012

Pembimbing

dr. Jovrizal Azmi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapakan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan

kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang telah

dievaluasi oleh pembimbing skill lab C1 tepat pada waktunya. Shalawat serta salam juga kami

tuturkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia

dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan bagi umat yang

bertaqwa kepada -Nya .

Karya tulis ilmiah yang berjudul “ MENINGIOMA “ ini penulis buat sebagai tugas akhir

Skill Lab semester V Modul Gawat Darurat Medik dan sebagai wadah untuk menambah

wawasan mengenai pemeriksaan terhadap pasien yang menderita pielonefritis.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya

tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis

dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis banyak mendapat

bimbingan dari berbagai pihak yang sangat membantu semasa penulisan dilakukan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya

kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Penulis menyadari

bahwa penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan

karena keterbasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Penulis mengharapkan kritik dan

saran yang berguna untuk membaiki kesilapan dan juga untuk menambah ilmu pengetahuan agar

karya yang dihasilkan berkualitas.

Penulis mengharapkan agar karya tulis ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmiah

kepada pihak Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah serta kepada siapa saja yang ingin

memanfaatkannya. Kami tim penulis amat sadar karena keterbatasan yang kami miliki saat

menulis karya tulis ini. Untuk itu, para pembaca dipersilahkan menelusuri kepustakaan yang

telah dicantumkan sebagai bacaan anjuran di akhir karya tulis ilmiah dengan memegang asas

medicine is a life-long study.

Padang, Oktober 2012

Tim penulis

ABSTRACT

Meningiomas are the most common primary intracranial tumors. They are usually durally based

and are often found adjacent to venous sinuses and dural infoldings. The majority of these

tumors are WHO grade I, although a minority is WHO grade II, atypical, or WHO grade III,

anaplastic. Grade II and III meningiomas show a greater tendency than Grade I tumors to recur

and metastasize. The current WHO scheme recognizes 15 histologic subtypes of meningiomas.

Nine of these are WHO grade I , three are grade II, and three are grade III. In addition to these

histologic subtypes, meningiomas can also be graded on the basis of mitotic activity, evidence of

brain invasion, growth pattern cellular density, nuclear atypia, and necrosis. Loss of the long

arm of chromosome 22, which is usually with inactivation of the NF2 gene, is the most common

genetic abnormality found in meningiomas. Other chromosomal abnormalities associated with

tumorogenesis and increased grade of meningiomas include loss of heterozygosity for

chromosome 1p, loss of 14q, deletion of 9p21, abnormalities of chromosome 10 and

17q.telomerase activity increases with meningiomas grade as well. The only proven environment

risk factor meningiomas radiation. Radiation-induced meningiomas are more often multiple and

have higher recurrence rates than standard meningiomas.

ABSTRAK

Meningioma adalah tumor yang paling umum intrakranial primer. Mereka biasanya

durallyberbasis dan sering di temukan berdekatan dengan sinus vena dan infoldings dural.

Sebagian besar tumor ini WHO grade I, walaupun minoritas adalah WHO grade II, atipikal atau

WHO grade III, anaplastik. Grade II dan III meningioma menunjukan kecenderungan lebih besar

dari kelas I tumor kambuh an bermetastasis. Skema WHO saatn ini mengakuia 15 subtipe

histologis dari meningioma. Sembilan diantaranya WHO kelas I, tiga grade II dan tiga adalah

kelas III. Selain subtipe histologis ini, meningioma juga dapat dinilai berdasarkan aktivitas

mitosis, bukti invasi otak, pertumbuhan kepadatan pola seluler, nuklir atypia, dan nekrosis.

Kehilangan lengan panjang kromosom 22, yang biasanya dikaitkan dengan inaktivasi gen NF2,

adalah kelainan genetik yang paling umum ditemukan di meningioma. Kelainan kromosom lain

yang terkait dengan tumorogenesis dan meningkatkan meningioma gradeof termasuk hilangnya

heterozigositas untuk kromosom 1p, hilangnya 14q, penghapusan 9p21, kelainan kromosom 10

dan 17q. Aktivitas telomerase meningkat dengan grade meningioma juga faktor resiko hanya

terbukti lingkungan untuk meningioma adalah radiasi pengion. Radiasi meningioma lebih sering

multipel dan memiliki tingkat kekambuhan lebih tinggi dari meningioma standar.

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ............................................................................................... i

Kata pengantar ……………………………………….……………………...ii

Abstract ……………………………………………………………...iii

Abstrak ……………………………………………………………...iv

Daftar isi ……………………………………………………….....…. v

Daftar table …………………………………………………………….. vi

Daftar gambar …………………………………………………………….. vii

Bab I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

…………………………………………………………......... 1

1.2. Tujuan

………………………………………………………………. 3

1.2.1. Tujuan umum ………………………………………………………..

1.2.2. Tujuan khusus ……………………………………………………….

1.3. Manfaat …………………………………………..…………………..

3

1.3.1. Manfaat bagi penulis ….......................................................................

1.3.2. Manfaat bagi pembaca ………………………………………………

Bab II. Tinjauan Kepustakaan

2.1. Definis ………………………………………………………………………

2.2. Anatomi Meningen ………………………………………………………….

2.3. Epidemiologi …………………………………………………………………

2.4. Etiologi ……………………………………………………………………….

2.5. Faktor Resiko ……………………………………………………………….

2.6. Patofisiologi ………………………………………………………………….

2.7. Gambaran Histopatologi …………………………………………………….

2.8. Klasifikasi …………………...…………………………………………………

2.9. Manifestasi Klinis …………………………………………………………

2.10. Diagnosa ……………………………………………………………………..

2.10.1. Anamnesis ………………………………………………………….

2.10.2. Pemeriksaan fisik …………………………………………………..

2.10.3. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang ………………………..

2.11. Diagnosa Banding …………………………………………………………..

2.12. Penatalaksanaan ……………………………………………………………...

2.13. Prognosis …………………………………………………………………….

BAB III. Kesimpulan dan saran …………………………………………………………….

BAB IV. Daftar pustaka ……………………………………………………………………

Daftar Tabel

Daftar Gambar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus intrakranial menjadi

lebih sering dilaporkan. Pada umumnya, tumor intrakranial timbul dengan cepat dan progressif,

sehingga mendorong penderitanya untuk segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun

tidak demikian hanya dengan kasus-kasus meningioma dimana penderita datang pada keadaan

yang sudah lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh karena

perjalanannya yang sangat lambat sebagian besar kasus tanpa disertai adanya gejala-gejala

klinik. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal sering kali ditemukan secara

kebetulan. Dari semua otopsi tumor, dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang

sebagian besar tanpa adanya gejala-gejala klinik.

Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari

meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel

pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk.

Meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan

merupakan 13-20% dari tumor susunan saraf pusat. Etiologi dari tumor ini diduga berhubungan

debgan genetic, terapi radiasi, hormone sex, infeksi virus dan riwayat kepala. Patofisiologi

terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.

1.2 Tujuan

1.2.1. Tujuan umum

Setelah menyelesaikan tinjauan pustaka ini diharapkan mahasiswa dapat

mengerti, memahami dan menjelaskan mengenai meningioma.

1.2.2. Tujuan khusus

Setelah mempelajari tinjauan pustaka ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Memahami dan menjelaskan definisi meningioma.

2. Memahami dan menjelaskan etiologo meningioma.

3. Memahami dan menjelaskan patofisiologi meningioma.

4. Memahami dan menjelaskan faktor resiko dari meningioma.

5. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan dari meningioma.

1.3 Manfaat

1.3.3. Bagi penulis.

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan karya tulis ilmiah

ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi penulis tentang penyakit

meningioma terutama mengenai penegakan diagnosa dan penatalaksanaan

penyakit tersebut.

1.3.4. Bagi pembaca.

1. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang meningioma.

2. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang penegakan diagnosa dan

penatalaksanaan meningioma bagi teman sejawat.

3. Membantu memberikan informasi tambahan pada pembaca mengenai

meningioma.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Meningioma adalah tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan

meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel meningen itu belum dapat dipastikan sel

mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan vili

arachnoid. Tumbuhnya meningioma kebanyakan di tempat ditenukan banyak vili arachnoid. Dari

observasi yang dilakukan Mallary (1920) dan didukung Penifield (1923) didapatkan suatu

konsep bahwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast sehingga mereka menyebutnya

arachnoid fibroblast atau meningeal fibroblast. Meningioma berasal dari leptomening yang

biasanya berkembang jinak. Chusing, 1922 menamakannya meningioma karena tumor ini yang

berdekatan dengan meningen.

Ahli patologi pada umumnya lebih menyukai label histology dari pada label anatomi

untuk suatu tumor. Namun istilah meningioma yang diajukan Cushing (1922) ternyata dapat

diterima dan didukung oleh Bailey dan Bucy (1931).

Orville Bailey (1940) mengemukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal dari neural crest,

sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat ini didukung Harstadius (1950), bermula dari

unsure ectoderm. Zuich tetap menggolongkan meningioma ke dalam tumor mesodermal.

Gambar 1

2.2. ANATOMI MENINGEN

Meningea adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan medulla

spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid da piamater, yang letaknya berurutan dari superfisial

ke profunda. Bersama-sama arachnoid dan piamater disebut leptomening.

Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina

meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada

dinding canalis vertebralis, menjadi endosteum (=periosteum), sehingga di antara lamina

meningialis dan lamina endostealis terdapat spatium extradualis (spatium epiduralis) yang berisi

jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara duramater dan arachnoidterdapat

spatium subdurale yang berisi cairan lymphe. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat

pada permukaan interior cranium, terutama pada sutura, bais crania dan tepi foramen occipital

magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan

sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu :

1. Falx cerebri

2. Tentorium cerebelli

3. Falx cerebelli

4. Diaphragma sellae

Gambar 2 : Lapisan Meningen

Gambar 3 : Kavitas Kranium

Arachnoid bersama-sama dengan piamater disebut leptomeninges. Kedua lapisan ini

dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoidae. Arachnoid adalah suatu selubung tipis,

membentuk spatium subdurale dengan duramater. Antara arachnoid dan piamater terdapat

spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis

serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparan.

Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam

sinus venosus, terutama sinus sagitalis superior.

Lapisan disebelah profunda meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri,

membentuk tela choridea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi

oleh pembuluh–pembuluh darah cerebral. Piamater terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis

seperti endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini menutupi semua permukaan

otak dan medulla spinalis.

Gambar 4 : kulit kepala, kalvaria dan meningen

2.3. EPIDEMIOLOGI

Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun paling banyak dijumpai pada usia

pertengahan. Meningioma intrakranial merupakan 15-20% dari semua tumor primer di region

ini. Meningioma juga bisa timbul di sepanjang kanalis spinalis, dan frekuensinya relatif lebih

tinggi dibandingkan tumor lain yang tumbuh di region ini.

Di intrakranial, meningioma banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (2:1),

sedangkan pada kanalis spinalis lebih tinggi lagi (4:1). Meningioma pada bayi lebih banyak pada

pria.

Meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma,

merupakan 13-20% dari tumor susunan saraf pusat. Meningioma dapat terjadi pada semua usia

namun jarang didapatkan pada bayi dan anak-anak. Angka tertinggi penderita meningioma

adalah pada usia 50-50 tahun. Meskipun demikian dilaporkan juga dua kasus meningioma

kongenital pada bayi. KOOS dan MULLER menyatakan mulai usia 12 tahun insidens

meningioma meningkat secara progressif. Meningioma ini lebih banyak didapatkan pada wanita

dari pada laki-laki. Perbandingan antara wanita dan laki-laki adalah 3:2, sedangkan JACOBSON

dkk mendapatkan perbandingan wanita dan laki-laki adalah 7:4.

Tabel 1 : Tumor otak yang berasal dari saraf

Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital, yang terletak

di krista sphenoid, parellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar. Bilamana

meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati dan di samping medial os petrosum di

dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk memilih

tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada

tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis.

Meningioma dapat tumbuh dimana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan

manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40%

meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis.

Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti

impulsif, apati, disorganisasi, deficit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan

ketidakmampuan mengatur mood.

2.4. ETIOLOGI

Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningiomaadalah trauma, kehamilan, dan

virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada beberapa

kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor.

Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa

penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara

meningioma dengan trauma.

Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering pada akhir kehamilan, mungkin hal ini

dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu.

Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan

dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma.

Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron microscope inclusion

bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran inti.

Pada sisi lain, radiasi juga merupakan penyebab yang berperan.

Pasien yang mendapatkan radiasi dosis kecil untuk linea kapitis dapat

berkembang menjadi meningioma.

Radiasi kepala dengan dosis yang besar, dapat menimbulkan meningioma dalam

waktu singkat.

Umumnya abnormalitas kromosom juga menjadi penyebab.

2.5. FAKTOR RESIKO

Selain peningkatan usia, faktor lain yang dinilai konsisten berhubungan dengan risiko

terjadinya meningioma yaitu, sinar radiasi pengion; faktor lingkungan berupa gaya hidup dan

genetik telah dipelajari namun perannya masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah diteliti yaitu

penggunaan hormon endogen dan eksogen, penggunaan telepon genggam, dan variasi genetik

atau polimorfisme. Faktor lain yang dinilai berperan adalah keadaan penyakit yang sudah ada

seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan epilepsi; pajanan timbale, pemakaian pewarna rambut,

pajanan gelombang micro atau medan magnet, merokok; trauma kepala; dan alergi. Sebagian

faktor risiko diatas dinilai tidak signifikan atau tidak konsisten bila dihubungkan dengan risiko

yang ditemukan pada pasien meningioma, hal ini dpat disebabkan jumlah sampel penelitian yang

sedikit, waktu follow up yang singkat, dan adanya perbedaan kriteria dan pajanan.

Radiasi Pengion

Faktor yang dinilai memiliki bukti kuat ilmiah dalam meningkatkan risiko kejadian

meningioma adalah pajanan radiasi pengion. Penelitian mengenai radiasi pengion sebagai faktor

risiko dilakukan pada cohort tinea capitis di Israel, korban bom atom yang masih hidup, dan

pasien pajanan radiasi terapeutik atau diagnostic. Bukti terkuat radiasi pengion dosis tinggi

mempengaruhi insidensi meningioma ditemukan pada individu yang mendapatkan pajanan

radiasi dosis tinggi dalam pengobatan tumor leher dan kepala, sedangkan contoh radiasi pengion

dosis rendah sebagai factor risiko meningioma dapat diketahui dalam penelitian cohort tinea

capitis.

Periode laten munculnya meningioma setelah pajanan radiasi pengion bergantung pada

dosis radiasi; sekitar 35,2 tahun untuk dosis rendah, 26,1 tahun untuk dosis menengah, dan 19,5

tahun umtuk dosis radiasi pengion tinggi. Dengan kata lain, usia saat dietemukannya

meningioma pada seseorang semakin rendah bila dosis pajanan radiasi pengion semakin besar,

selain itu dosis radiasi yang semakin tinggi memiliki kecenderungan akan munculnya tumor

multiple atau sifat meningioma yang atipikal atau malignant.

Hormon

Melihat dari dominannya insidensi meningioma pada wanita dibanding pria, adanya

ekspresi hormone pada beberapa tumor tertentu, kemungkinan adanya hubungan dengan kanker

payudara dan laporan perubahan ukuran tumor saat kehamilan, siklus menstruarsi, dan

menopause; beberapa peneleti menyatakanadanya hubungan antara hormone sebagai faktor

risiko meningioma.

Pada sebuah penelitian telah meneliti mengenai hubungan antara pemakaian kontrasepsi

oral dan terapi pengganti hormone pada wanita pre-menopause dan post-menopause untuk

melihat risiko kemungkinan meningioma;secara umum data-data tidak memperlihatkan bukti

yang kuat bahwa kontrasepsioral sebagai faktor risiko meningioma namun sebaliknya pemakaian

terapi pengganti hormone mengindikasikan kemungkinan hubungan sebagai faktor risiko.

Wigertz dan kawan-kawan menemukan bahwa terdapat peningkatan signifikan risiko

meningioma pada wanita post-menopause di Swedia yang pernahmenggunakan terapi pengganti

hormone (OR [95%CI] 1.7 [1.0-2.8]), hasil ini mengkonfirmasi penemuan Jhawar dan kawan-

kawan dalam penelitian Nurse health study. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua penelitian

menunjukkan hubungan antara pemakaian terapi pengganti hormone dengan meningioma.

Pemakaian telepon genggam

Pertanyaan mengenai penggunaan telepon genggam dapat menyebabkanmeningioma

sangat marak di masyarakat namun sampai sekarang bukti yangmenunjukkan hal tersebut masih

sedikit. Berbagai penelitian kasus kontrol sudahdilakukan di populasi Amerika Serikat, Eropa,

dan Israel untuk mencari hubungan pemakaian telepon genggam dengan risiko tumor otak;

semua penelitian di atas tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Namun demikian

beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian telepon genggam jangka panjang

(>10tahun) menunjukkan peningkatan risiko neuroma akustik, suatu tipe glioma high grade.

Genetik

  Sebagian besar meningioma merupakan tumor sporadik; pasien dengan lesi sporadic

tidak memilii riwayat tumor otak pada keluarganya. Sindrom genetik yang diketahui menjadi

faktor risiko pertumbuhan meningioma hanya sedikit dan jarang. Meningioma dapat ditemukan

pada pasien dengan NF2, sebuah kelainan autosom dominan yang disebabkan oleh mutasi pada

gen NF2 di 22q12; kelainanini memiliki insidensi 1 per 30.000 – 40.000 di Amerika Serikat.

Namun demikian, terdapat kemungkinan banyak gen disamping NF2 yang terlibat dalam

meningioma familial. Dilaporkan meningioma pada keluarga-keluarga di Swedia tanpa

ditemukan adanya gen NF2, terdapat hubungan signifikan antara diagnosis meningioma dengan

riwayat meningioma pada orang tua ([95% CI] 3.06 [1.84– 4.79]). Penelitian cohort tinea capitis,

pasien meningioma yang sebelumnya mendapat radiasi pengion lebih banyak insidensinya pada

pasien yang memiliki orang tua dengan riwayat pajanan radiasi pengion; hal ini menggambarkan

kerentanan genetik. Selain itu, sekitar 50% pasien meningioma sporadic juga memiliki mutasi

pada gen NF2 atau mutasi gen lain yang melibatkan lengan kromosom 22q12.

2.6. PATOFISIOLOGI

Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum

diketahui dari meningioma. Tumor otak yang yang tergolong jinak ini secara

histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang

mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini

masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan

perkembangan edema peritumoral.

Meningioma juga berhubungan dengan hormone seks dan seperti halnya

factor etiologi lainnya mekanisme hormone sex hingga memicu meningioma hingga

saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan

reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada

tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk  platelet derived

growth factor. Beberapa reseptor hormon sex diekspresikan oleh meningioma. Dengan teknik

imunohistokimia yang spesifik dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen

diekspresikan dalam konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam

sitosol dari meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma.

Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan pada

meningioma soliter. Reseptor progesterone yang ditemukan pada meningioma sama dengan yang

ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan meningioma secara bermakna

tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan

hubungan karsinoma mammae dengan meningioma.

Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan tidak

menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus hormon merupakan faktor yang

penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertumbuhan meningioma dapat menjadi cepat selama

periodic peningkatan hormone, fase luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan.

Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma telah diteliti, tapi belum

didapatkan bukti nyata hubugan trauma dan virus sebagai penyebab meningioma. Philips et al

melaporkan adanya sedikit peningkatan kasus meningioma setelah trauma kepala.

2.7. GAMBARAN HISTOPATOLOGI

Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio parasagital, selanjutnya di daerah

permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis spinalis meningioma lebih sering

menempati region torakal. Pertumbuhan tumor ini mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan

sekitarnya, namun jarang menyebuk ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan focus-fokus

kalsifikasi kecil-kecil yang berasal dari psammona bodies, bahkan dapat ditemukan

pembentukan jaringan tulang yang baru.

Secara histologist, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi dura secara

luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah kecoklatan homogen serta

dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan

pandang electron atau terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nuclei sitoplasma

yang tinggi, uninterrupted patternless dan sheel-like growth. Sedangkan pada anaplastik akan

ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuclear pleomorphism, abnormalitas pola

pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia adanya epithelial membrane

antigen (EMA) yang positif. Stain negative untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada

Schwannomas) dan glial fibrillary acidid protein (GFAP).

2.8. KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu:

1. Meningioma meningiotheliomatosa (syncytial, endothclimatous).

2. Meningioma fibroblastic

3. Meningioma angioblastik

Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai haemangioperisitoma tipe transisional

atau tipe campuran digolongkan ke dalam kelompok meningioma meningiotheliomatosa.

Meningioma meningotheliomatosa

Terdiri atas sel-sel uniform, berinti bulat atau oval, mengandung satu atau dua nuklcoii

nyata, sedangkan membrane sel tidak jelas, sebagian dari kelompok-kelompok sel tersebut

tersusun dalam lobules-lobulus membentuk massa yang solid. Jaringan ikat pada batas-batas

lobules. Whorls dan psammona bodies juga merupakan gambaran khas tumor ini.

Meningioma fibroblastic

Terdiri atas sel-sel yang pipih yang membentuk berkas-berkas yang saling beranyaman,

kadang-kadang dengan bagian-bagian menyerupai struktur palisade. Sel-sel tersebut mirip

dengan fibroblast, namun inti sel identik dengan inti sel meningioma meningiomatosa. Adanya

serabut retikulin yang berlebihan dan serabut kolagen yang menjadi pemisah antara sel pada

meningioma tipe ini, merupakan tanda yang khas.

Meningioma angioblastik

Terdiri atas sel-sel yang tersusun padat, batas-batas sitoplasma tidak jelas, inti sel

tersusun rapat. Sel-sel tersebut umunya menempel pada dinding kapiler, namun kapiler-kapiler

tersebut sebagian mengalami dilatasi, sebagian lagi kompresi, sehingga sukar untuk di

identifikasi. Bailey dkk. (1928) beranggapan bahwa sel-sel tumor ini berasal dari elemen

dinding pembuluh darah. Beberapa penulis melaporkan bahwa meningioma angioblastik lebih

sering kambuh.

WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang

telahdiketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada

hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda- beda di tiap

derajatnya.

a. Grade I (Tipikal / Meningioma benign 90%)

Meningioma tumbuh dengan lambat. Tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin

pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor semakin

berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian

penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi

dengan tindakan bedah dan observasi secara berterusan.

Gambar 5

b. Grade II (Atipikal meningioma 6-7%)

Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat

dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga.

Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya

membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.

c. Grade III

Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant atau

meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1% dari seluruh kejadian

meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuri

dengan terapi radiasi.Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.

Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari tumor :

1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah

selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan

kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital

meningioma terdapat di sekitar falx.

2. Meningioma convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.

3. Menigioma sphenoid (20%) daerah sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata.

Banyak terjadi pada wanita.

4. Meningioma olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang

menghubungkan otak dengan hidung.

5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian

belakang otak.

6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi dibagian belakang sella tursic, sebuah kotak

pada dasar terngkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.

7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara

40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis dapat menyebabkan gejala

seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.

8. Meningioma intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar

mata cavum orbita.

9. Meningioma intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di

selurubagian otak.

Gambar 6 :Lokasi umum meningioma

2.9. MANIFESTASI KLINIS

Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema

otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat

destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah,

kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental , gangguan visual dan sebagainya.

Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.

Gejala umumnya seperti :

a. Sakit kepala

Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bias juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi

hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, dating pergi (rekuren) dengan

interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering

dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk,

bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepala juga

bertambah beratwaktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk.

Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure

seperti dura, serabut saraf atau pembuluh darah.

b. Kejang

Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang

korteksmotorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat

lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum/general sukar dibedakan dengan kejang

karena epilepsy. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus

diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.

c. Mual muntah

Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil (menyemprot)

tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala.

d. Edema papil

Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop.

Gambarannya berupa kaburnya batas pupil, warna pupil berubah menjadi kemerahan dan pucat,

pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui

gambaran edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal terlebih

dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan terhadap

vena sentralis retinae.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :

a) Meningioma falx dan parasagital

- Nyeri tungkai

b) Meningioma convexitas

- Kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status mental

c) Meningioma sphenoid

- Kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang, kebutaan dan penglihatan

ganda

d) Meningioma olfaktorius

- Kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus

e) Meningioma fossa posterior

- Nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya

pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan

f) Meningioma suprasellar

- Pembengkakan duktus optikus, masalah visus

g) Spinal meningioma

- Nyeri pungggung, myeri dada dan lengan

h) Meningioma intraorbital

- Penurunan visus, penonjolan bola mata

i) Meningioma intraventrikular

- Perubahan mental, sakit kepala, pusing.

Gambar 7 : posisi klasik pada meningioma

Tanda-tanda yang menyesatkan (False Localizing Signs = FLS)

FLS dari tumor-tumor intrakranial adalah tanda-tanda yang tidak semuanya berhubungan

dengan gangguan fungsi pada tempat tumor tersebut. Biasanya terlihat sebagai gejala fokal dari

tempat-tempat yang jauh dari tumor dimana hal ini dapat membingungkan untuk menentukan

lokalisasi tumor tersebut. Seperti biasanya diagnosa klinik dutegakkan dari kumpulan atau tanda-

tanda, tetapi kurangnya pengetahuan akan FLS menyebabkan kesalahn-kesalahan pada diagnosa,

apabila pada kasus-kasus yang tanda-tandanya tidak jelas. Dari 250 kasus meningioma

intrakranial didapatkan 101 kasus dengan FLS. Diagnosa yang salah karena gejala-gejala yang

tidak jelas disertai adanya FLS. Gejala-gejala yang tidak jelas dapat disebabkan oleh karena

adanya silent area dimana tumor-tumor itu pada permulaannya tidak menunjukkan gejala. Yang

termasuk silent area; parasagital anterior, convexitas frontal dan intraventrikular.

2.10. DIAGNOSA

2.10.1. Anamnesa

2.10.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan untuk mengetahui apabila ada gejala-gejala

meningioma yang dapat dilihat melalui inspeksi, palpasi, dan auskultasi.

Inspeksi

a. Bentuk dada : normal

b. Pola napas : tidak teratur, 27x/menit

c. Suara napas : tidak ada bising paru

d. Sesak napas : +

e. Batuk : -

f. Retraksi otot bantu napas : +

Persyarafan B3 (brain)

a. Penglihatan (mata) : penurunan penglihatan pada mata kiri, hilangnya ketajaman atau

diplopia

b. Pendengaran (telinga) : terganggu karena terdapat tonjolan pada daerah temporal

c. Penciuman (hidung) : mengeluh bau yang tidak biasanya

d. Pengecapan (lidah) : penurunan sensasi (parathesia)

e. Afasia : ketika di ajak komunikasi, jawaban pasien tidak sesuai dengan

pertanyaan perawat, pasien tidak mampu menyebutkan nama ibu pasien yang selalu menunggu

pasien

f. Ekstremitas : kelemahan atau paralysis genggaman tangan tidak seimbang,

berkurangnya reflex tendon

g. Kesadaran : compos mentis

auskultasi

Kardiovaskular B2 (blood)

a. Irama jantung : irregular

b. Nyeri dada : -

Palpasi

a. Nadi : bradikardi, 52x/menit

b. Tekanan darah : 170/110 mmHG

c. Bunyi jantung : normal

2.10.3. Pemeriksaan Labor dan Penunjang

Pemeriksaan labor

Pembiakan jaringan (Tissue Culture)

Sejak tahun 1928 pembiakan jaringan meningioma telah dilakukan, tetapi tidak

didapatkan bentuk-bentuk pertumbuhan, sampai COSTERO dkk pada tahun 1955 mendapatkan

pertumbuhan meningioma whorls yang khusus. Bentuk whorls tidak selalu didapatkan pada

semua pembiakan jaringan meningioma, tetapi whorls ini merupakan tanda khas adanya

meningioma dan tidak pernah didapatkan pada tumor-tumor yang lain baik intra maupun

ekstraserebral.

Pemeriksaan Penunjang

Dahulu mendiagnosa suatu tumor otak, selain klinis peranan radiologi sangat besar.

Dahulu angiografi, kemudian CT Scan dan terakhir MRI; terutama untuk tumor-tumor di daerah

fossa posterior, Karena CT Scan sukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya artefak,

sekalipun dengan kontras. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di

potongan 3 dimensi sehingga memudahkan ahli bedah saraf untuk dapat menentukan teknik

operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat di operasi mengingat risiko atau komplikasi

yang akan timbul.

1. Foto polos

Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Di

indikasikan untuk tumor pada meningen. Tampak erosi tulang dan dekstr uksi sinus

sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah

mening menggambarkan dilatasi arteri meningea yang mensuplai darah ke tumor.

Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.

2. CT Scan

Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi tidak cukup spesifik apabila

diagnosis tanpa dilengkapi pemeriksaan angiografi dan eksplorasi bedah. Angiografi penting

untuk menentukan suplai pembuluh darah ke meningiomanya dan untuk menilai efek di sekitar

struktur arteri dan venanya.

CT tanpa kontras

Kebanyakan meningioma memperlihatkan lesi hiperdens yang homogen atau berbintik-

bintik, bentuknya reguler dan berbatas tegas. Bagian yang hiperdens dapat memperlihatkan

gambaran psammomatus calcifications. Kadang-kadang meningioma memperlihatkan

komponen hipodens yang prominen apabila disertaidengan komponen kistik, nekrosis,

degenerasi lipomatous atau rongga-rongga.

CSF yang loculated

Sepertiga dari meningioma memperlihatkan gambaran isodens yang biasanya dapat

dilihat berbeda dari jaringan parenkim di sekitarnya dan, hampir semua lesi-lesi isodens ini

menyebabkan efek masa yang bermakna.

CT dengan kontras

Semua meningioma memperlihatkan enchancement kontras yang nyata kecuali lesi-lesi

dengan perkapuran. Pola echancement biasanya homogeny tajam (intense) dan berbatas tegas.

Duramater yang berlanjut ke lesinya biasanya tebal, tanda yang relative sspesifik karena bias

tampak juga pada glioma dan metastasis.

Disekitar lesi yang menunjukkan enchancement, bisa disertai gambaran hypodense

semilunar collar atau berbentuk cincin. Meningioma sering menunjukkan enchancement

heterogen yang kompleks.

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi

meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa,dengan gejala tergantung pada

lokasi tumor berada.

4. Angiografi

Umunya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran “spoke

wheel appearance”. Selanjutnya arteridan kap i l e r memper l i h a tkan gamba r an

va s cu l a r yan g hom oge n dan  prominen yang disebut dengan mother and law

phenomenon.

2.11. DIAGNOSA BANDING

Diagnosa banding tergantung dari bentuk gejala sebenarnya dan usia penderita. Telah

dibuat sejumlah diagnosa banding pada beberapa penyelidikan. Kira-kira separo dari kasus-kasus

dengan insuffisiensia serebral sepintas dan berulang-ulang pada penderita yang tua menyerupai

infark otak atau insuffisiensia serebro vaskuler. Seringkali juga menyerupai chronic subdural

hematoma, perdarahan subarachnoid dan meningitis serosa.

2.12. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan meningioma terganting darilokasi dan ukuran tumor itusendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa factor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dm tujuannya berubah berdasarkan factor risiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulanguntuk menurunkan kejadian rekurensi.

Rencana Preoperatif

Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera

diberikan, dekametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum

operasi dilaksanakan. Pembe r i an an t i b io t i k    perioperatif digunakan sebagai

profilaksis pada semua pasien untuk organism stafilokokkus, dan pemberian

cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisme

pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organism anaerob) ditambahkan

apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga,

atau mastoid.

Klasifikasi symptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial :

- Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal

- Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dan perlekatan dura

- Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura,

atau mungkin perlekatan ekstradural (misalnya sinus yang terserang atau tulsng ysng

hiperostotik)

- Grade IV : Reseksi parsial tumor

- Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)

Operasi

Meningioma yang terletak di vault biasanya dapat dioperasi seluruhnya. Pada basis otak

terdapat kesukaran teknis untuk diambil seluruhnya.

Drainage Ventrikel

Cara ini digunakan umpamanya pada neoplasma dari fossa posterior dengan obstruksi

akut dari system ventrikel, tekanan intrakranial meningkat secara massif dan oedema otak yang

ikut menyertainya.

Terapi Adjuvan

Radioterapi

Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin

banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan

efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi

baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus

meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan  pasien

yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external  beam

irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir  menyatakan

terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma

yang agresif (atypical, malignant), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum

banyak dikemukakan.

Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan perti mbangan

komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf  optikus sangat

rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yan g dapa t

d i t imb u lkan be r upa i n su f i s i e ns i p i t u i t a r i a t au pun nek ros i s ak iba t radioterapi.

Radiasi Stereotaktik

Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun

1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik

radioterapi ini semakin banyak dilakukanuntuk meningioma. Sumber energi yang

digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan

adalah sinar foton yang berasal dari Cogamma (gamma knife) atau linear

accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua

teknik radioterapi stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi

dengandiameter kurang dari 2,5 cm.

Kemoterapi

Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui

efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapisebagai terapi ajuvan

untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada

pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-

platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (De

monte dan De yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan

lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,

adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapanhidup dengan rata-rata sekitar

5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam

penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan

menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada

satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi

dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat

memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan

juga terapi ini kurang menimbulkan toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.

Pemberian hormon antagonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan

meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti

progesterone). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari)

telah digunakan oleh kelompok onkologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang

sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi

sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien.

Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari

selama 2 minggu hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien

menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat

pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat

pengurangan massa tumor, terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada

studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan

pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan

ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian

dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada

terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.

2.13. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang

sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya

relative lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah

75%. Pada anak-anak lebih agresif,  perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor

dapat menjadi sangat besar.Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari

10% meningioma akanmengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.

Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah

dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada :

- Invasi dan kerusakan tulang

- Tumor tidak berkapsul pada saat operasi

- Invasi pada jaringan otak

Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi karang dilaporkan, dengan kemajuan

teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil.

Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942-1946) adalah 7,9% dan

(1957-1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yaitu perdarahan dan

oedema otak.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Meningioma adalah tumor pada meningen yang berasal dari jaringan

duramater dan arakhnoid. Dengan insiden paling banyak pada usia pertengahan.

Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Diduga penyebab

meningioma ini adalah trauma, kehamilan dan virus. Lokalisasi tersering didaerah supratentorial.

Factor resiko selain usia yaitu dipengaruhi oleh genetic, hormone, radiasi pengion dan pemakain

telepon genggam.

Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema

otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat

destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah,

kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental , gangguan visual dan sebagainya.

Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.

Diagnose ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang sering digunakan termasuk CT Scan, MRI dan angiografi. Diagnose banding

seringkali menyerupai insufisiensi serebral sementara dan berulang seperti, infark otak, chronic

subdural hematoma, perdarahan sub arakhnoiddan meningitis serosa.

Penatalaksaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor sendiri. Terapi

meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan utama, drainage ventrikel,

radioterapi dan kemoterapi. Prognosa meningioma pada umumnya adalah baik, dengan angka

harapan hidup lima tahun sebesar 75%.

b. Saran

Dari karya tulis ilmiah yang berjudul “ meningioma “ ini diharapkan para pembaca dapat

mengambil manfaat dari karya tulis ini. Apabila ada kesalahan dalam penulisan karya tulis

ilmiah ini, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar dilain kesempatan tim

penulis dapat menyempurnakan karya tulis ini sehingga dapat dijadikan sumber tambahan untuk

menambah ilmu pengetahuan.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA