Upload
vuongdang
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KONSTITUSI DAN DEMOKRASI (KODE) INISIATIF
ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG ISU KEPEMILUAN (2003 – 2016)
Oleh:
Veri Junaidi
Adelline Syahda
Adam Mulya B Mayang
Konstitusi dan Demokrsi (KODE) Inisiatif
Jakarta
2016
1. Profile Putusan tentang UU Isu Kepemiluan
Putusan mahkamah konstitusi terhadap pengujian UU mengenai Kepemiluan Nasional baik itu pemilu legislatif dan pemilu
eksekutif melingkupi pengujian terhadap UU Pemilu Anggota DPR,DPD dan DPRD atau disebut pemilu legislatif yaitu UU No
UU No 10/2008, 12/2003, UU No 17/2009 dan UU Nomor 08/2012 dan UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yaitu UU
Nomor 23/2003, UU Nomor 42/2008 dan UU Nomor 18/2012 serta UU Penyelenggaraan Pemilu (UU 15 /2011 dan UU
22/2007).
Pengujian delapan Undang-Undang ini telah diputus dalam 110 putusan. Putusan ini terhitung dari permohonan yang
telah diregistrasi di Mahkamah dan diputus sejak tahun 2003 sampai dengan bulan Agustus tahun 2016. Jika dilihat dari
jumlahnya Pengujian terhadap UU Pemilu (baik eksekutif legislatif dan penyelenggara pemilu) merupakan pengujian UU
terbanyak dari total seluruh pengujian UU yang ada di MK. Apalagi ketiga UU isu Kepemiluan saat ini tengah disatukan dalam
bentuk simplifikasi RUU Penyelenggaraan pemilu oleh para pembentuk UU. Maka semakin urgent untuk kembali melacak
keberadaan pasal-pasal inkonstitusional sebagaimana diputus MK. Jangan sampai pasal-pasal ini kemudian hidup kembali
dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu nanti.
Besarnya jumlah pengujian sekaligus menjadi parameter untuk melihat sejauh mana kualitas substansial suatu UU yang
dibuat oleh Pemerintah dan DPR. Karena asumsi dasar menunjukkan bahwa semakin banyak pengujian yang masuk ke MK
berarti sebanding dengan jumlah hak konstitusional dari subjek hukum yang terlanggar akibat pemberlakuan normal dalam
UU tersebut. Mengingat MK merupakan satu- satu nya lembaga yang bertindak untuk menafsir konstitusionalitas suatu norma
dalam UU terhadap UUD 1945. Penafsiran tersebut tak lain adalah untuk menjamin terselenggaranya negara hukum
(rechtstaat) yang demokratis yang melindungi hak asasi warga negaranya.
Kehadiran MK sebagai lembaga Judicial review pun bisa mengindikasikan pembatasan terhadap kuatnya kekuasaan
pembentuk UU, terlebih jika dikuasi oleh suara mayoritas. Maka bisa disimpulkan peran judisial review dimaksudkan untuk
mengatasi “abuse” dari produk hukum ( UU).
Terlebih lagi karena Pemilu merupakan agenda rutin 5 tahunan sebagai sarana untuk mendapatkan jabatan dan
kekuasaan. Baik jabatan di tingkat Pusat sebagai Presiden dan Wakil Presiden, sebagai wakil rakyat atau di tingkat Daerah
wakil rakyat daerah hingga pimpinan didaerah. Semua diselenggrakan dalam suatu mekanisme yang disebut pemilihan
dengan mengusung asas- asas langsung umum bersih rahasia jujur dan adil sebagai mana amanat Pasal 22E UUD 1945 tentang
Pemilu.
Pada tabel berikut dapat dilihat jumlah perkara disertai nomor perkara dan pengujian UU yang masuk ke MK.
Tabel 1. Putusan MK mengenai Pengujian UU Kepemiluan
No No
Putusan tentang UU Pemohon UU diuji
Jumlah
Pemohon
identitas pemohon
kerugian konstitusi
onal Isu Pengujian Pasal yang diuji Putusan
1 7/PUU-I-
2003 Pemilu
Legislatif 1
perorangan 12/2003 1
warga negara
tidak dicantumk
an tidak dicantumkan tidak dicantumkan Ketetapan
2 17/PUU-
I-2003 Pemilu
Legislatif 28
perorangan 12/2003 28
warga negara
langsung
syarat caleg bukan berasal dari organisasi terlarang PKI dan ormas lainnya
Pasal 60 huruf (g) Dikabulkan
sebagian
3 11/PUU-
I-2003 Pemilu
Legislatif 28
perorangan 12/2003 28
warga negara
tidak langsung
syarat caleg bukan berasal dari organisasi terlarang PKI dan ormas lainnya
pasal 60 huruf (g) Dikabulkan
sebagian
4 2/PUU-II-
2004 Pemilu
Legislatif 6
perorangan 12/2003 6 caleg DPR langsung
calon yang tidak memenuhi BPP
Pasal 107 ayat (2) huruf (b)
Tidak dapat
diterima
5 55/PUU-II-2004
Pemilu Legislatif
1 perorangan
12/2003 1 anggota DPRD
langsung
ancaman pidana dan kewenagan PN mengadili pertama dan terakhir
pasal 133 ayat (2) Ditolak
6 16/PUU-V-2007
Pemilu Legislatif
13 Badan Hukum Privat
12/2003 13 partai politik
langsung dan tidak langsung
perolehan suara minimal partai politik untuk pemilu berikutnya
pasal 9 ayat (1),(2) Ditolak
7 10/PUU-VI-2008
Pemilu Legislatif
50 perorangan, 1 lembaga
negara
10/2008 50 + 1
Anggota DPD, DPD
dan Masyarak
at sipil
langsung kelengkapan syarat calon
pasal 12, 67
Tidak dapat
diterima dan ditolak
8 12/PUU-VI-2008
Pemilu Legislatif
7 badan hukum privat
10/2008 7 partai politik
langsung dan tidak langsung
frasa "memiliki kursi di DPR RI hasil pemilu 2004"
pasal 316 huruf (d) Dikabulkan
9 15/PUU-VI-2008
Pemilu Legislatif
1 perorangan
10/2008 1 caleg DPR langsung persyaratan menjadi bakal calon anggota DPR,DPD, dan DPRD
Pasal 50 ayat (1) huruf (g)
Ditolak
10 22/PUU-VI-2008
Pemilu Legislatif
1 perorangan
10/2008 1 caleg DPRD
langsung
penetapan calon terpilih anggoat DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dari parpol/gabungan parpol didasarkan pada perolehan kursi parpol/gabungan parpol peserta pemilu disuatu daerah pemilihan
Pasal 55 (2), 214 huruf (a,b,c,d,e)
Dikabulkan sebagian
11 24/PUU-VI-2008
Pemilu Legislatif
3 perorangan
10/2008 3 warga negara
langsung dan tidak langsung
penetapan calon terpilih anggoat DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dari parpol/gabungan parpol didasarkan pada perolehan kursi parpol/gabungan parpol peserta pemilu disuatu daerah pemilihan
Pasal 55 (2), 214 huruf (a,b,c,d,e)
Dikabulkan sebagian
12 32/PUU-VI-2008
Pemilu Legislatif
8 perorangan
10/2008 8 warganeg
ara
langsung dan tidak langsung
soal penjatuhan sanksi yang diberikan oleh KPI atau Dewan Pers atas pelanggaran berdasarkan ketentuan pasal
Pasal 98 (2,3,4), 99 (1,2)
Dikabulkan
13 4/PUU-
VII-2009 Pemilu
Legislatif 1
perorangan 10/2008 1
mantan terpidana
langsung tentang persyaratan tidak pernah dijatuhi pidana penjara
Pasal 12 huruf (g), 51 ayat (1) huruf (g)
Dikabulkan sebagian
14 107/PUU-VII-2009
Pemilu Legislatif
3 perorangan
10/2008 3 anggota DPR dan swasta
langsung
penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR parpol peserta pemilu
Pasal 205 ayat (1) Tidak Dapat
Diterima
15 132/PUU-VII-2009
Pemilu Legislatif
1 perorangan
10/2008 1 swasta langsung
syarat mengundurkan diri sebagai PNS, anggota TNI , Polri, pengurus BUMN/D serta badan lainnya yg anggarannya bersumber dari keuangan negara sebagai calon anggota DPR
Pasal 50 ayat (1) huruf (k)
Tidak Dapat
Diterima
16 119/PUU-VII-2009
Pemilu Legislatif
4 perorangan
10/2008 4 caleg DPR langsung sisa kursi yang belum terbagi dengan BPP
pasal 206 Tidak Dapat
Diterima
17 130/PUU-VII-2009
Pemilu Legislatif
1 perorangan
10/2008 1 swasta langsung penetapan kursi tahap kedua yaitu 50% suara BPP untuk DPR
Pasal 2111, 205 Ditolak
18 114/PUU-VII-2009
Pemilu Legislatif
3 perorangan
10/2008 3
caleg DPRD, swasta
dan mahasisw
a
langsung syarat mencalonkan hanya di 1 lembaga perwakilan
Pasal 12 huruf (n), 51 ayat (1) huruf (o)
Tidak dapat
diterima
19 131/PUU-VII-2009
Pemilu Legislatif
3 perorangan
10/2008 3
Dosen,Swasta dan Anggota DPR RI
langsung UU No 10/2008 keseluruhan
uji matril UU 10/2008
Tidak Dapat
Diterima
20 100/PUU-VII-2009
Pemilu Legislatif
3 perorangan
10/2008 3
warga negara
dan caleg DPRD
langsung laporan pelanggaran pemilu dan hasil penyidikan
pasal 247 ayat (4), 253 ayat (1)
Tidak Dapat
Diterima
21 9/PUU-
VII-2009 Pemilu
Legislatif
2 Badan Hukum Privat
10/2008 2 lembaga
riset langsung
pengumuman hasil penghitungan suara cepat hanya dibolehkan paling cepat satu hari setelah pemilihan
Pasal 245 (2),(3),(5), 282, 307
Dikabulkan sebagian
22 15/PUU-VIII-2010
Pemilu Legislatif
5 perorangan
10/2008 5 anggota parpol
langsung penataan daerah pemilihan
Pasal 29 ayat (4),(5) Tidak Dapat
Diterima
23 45/PUU-VIII-2010
Pemilu Legislatif
1 perorangan
17/2009 1 Caleg DPD langsung surat pengunduran diri
pasal 12 huruf (k), (n)
Ditolak
24 55/PUU-X-2012
Pemilu Legislatif
2 Badan Hukum privat
08/2012 2
Ketua dan Sekjen Partai
Nasdem
langsung Ambang batas perolehan suara
Pasal 8 (1),(2) Tidak Dapat
Diterima
25 52/PUU-X-2012
Pemilu Legislatif
17 Badan Hukum privat
08/2012 17 Parpol langsung Ambang batas perolehan suara
Pasal 8 (1) Dikabulkan
sebagian
26 54/PUU-X-2012
Pemilu Legislatif
1 badan hukum privat
08/2012 1 Parpol langsung UU No 8/2012 keseluruhan
uji formil UU No 8/2012
Ditolak
27 51/PUU-X-2012
Pemilu Legislatif
1 Badan hukum
privat, 8 perorangan
08/2012 2
Badan Hukum
Privat dan peroranga
n
langsung dan tidak langsung
ambang batas perolehan suara parpol
Pasal 208 Tidak Dapat
Diterima
28 106/PUU-
X-2012 Pemilu
Legislatif
5 Badan Hukum Privat
08/2012 5 Parpol tidak
dicantumkan
tidak dicantumkan Ketetapan
29 109/PUU-
X-2012 Pemilu
Legislatif 1
perorangan 08/2012 1
caleg DPRD
tidak langsung
tentang alokasi kursi pemilihan anggota DPRD Provinsi
Pasal 24 (4), 27 (4) Tidak Dapat
Diterima
30 89/PUU-X-2012
Pemilu Legislatif
1 perorangan
08/2012 1 Anggota
DPR tidak
langsung
kesetian pada pancasila, UUD 1945, dan cita-cita proklamasi 17 Agustus.
Pasal 12 huruf (m) Tidak Dapat
Diterima
31 89/PUU-X-2012
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 Anggota
DPR tidak
langsung
kesetian pada pancasila, UUD 1945, dan cita-cita proklamasi 17 Agustus.
Pasal 5 huruf (m) Tidak Dapat
Diterima
32 108/PUU-
X-2012 Pemilu
Legislatif 2
perorangan 08/2012 2
Caleg DPR dan DPRD
langsung
persyaratan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 51 (a-p) Ditolak
33 12/PUU-XI-2013
Pemilu Legislatif
2 perorangan
08/2012 2 caleg DPD langsung
syarat dukungan calon minimal untuk anggota DPD dan ketentuan pengunduran diri
Pasal 12 huruf (k), 68 ayat (2)
Ditolak
34 15/PUU-XI-2013
Pemilu Legislatif
1 perorangan
08/2012 1 Kepala Daerah
langsung
frasa"kepala daerah dan wakil kepala daerah" pada ketentuan pengunduran diri
Pasal 12 huruf (k), 51 (1) huruf (k), 51
(2) huruf (h) , 68 (2) huruf (h).
Ditolak
35 79/PUU-X-2012
Pemilu Legislatif
2 perorangan
08/2012 2 mantan
terpidana langsung
syarat tidak pernah dijatuhi pidana penjara 5 thn
Pasal 12 huruf (g), 51 ayat (1) huruf (g)
Ditolak
36 94/PUU-X-2012
Pemilu Legislatif
2 perorangan
08/2012 2 warga negara
langsung syarat parpol peserta pemilu
Pasal 8 (2) huruf (b,cd)
Ditolak
37 114/PUU-XII-2014
Pemilu Legislatif
3 perorangan
08/2012 3 caleg dan Mahasisw
a langsung
syarat dicalonkan hanya pada 1 lembaga perwakilan
Pasal 12 huruf (n), 51 ayat (1) huruf (o)
Tidak dapat
diterima
38 22/PUU-XI-2013
Pemilu Legislatif
1 Badan Hukum Privat
08/2012 1 parpol langsung kepengurusan 50% di jumlah kecamatan di kabupaten/Kota
Pasal 8 (2) huruf (d) Tidak Dapat
Diterima
39 51/PUU-XI-2013
Pemilu Legislatif
2 Badan Hukum Privat
08/2012 2 parpol langsung partai politik yang tidak memenuhi abang batas
Pasal 8 (2), 15,16, 17 (2,3)
Tidak Dapat
Diterima
40 96/PUU-X-2012
Pemilu Legislatif
2 Badan Hukum Privat
08/2012 2 Perludem,
IPC tidak
langsung Penentuan dapil anggota DPR
Pasal 22 (4) Ditolak
41 6/PUU-XI-2013
Pemilu Legislatif
9 perorangan
08/2012 9 warganeg
ara tidak
langsung
daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi
Pasal 22 (5) Ditolak
42 2/PUU-XI-2013
Pemilu Legislatif
31 perorangan
08/2012 31 warganeg
ara langsung
daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi
Pasal 22 (1, 5) Ditolak
43 57/PUU-XI-2013
Pemilu Legislatif
1 perorangan
08/2012 1 Caleg DPRD
tidak langsung
syarat mengundurkan diri sebagai PNS, anggota TNI , Polri, pengurus BUMN/D serta badan lainnya yg anggarannya bersumber dari keuangan negara
Pasal 51 (1) huruf (k)
Ditolak
44 59/PUU-XI-2013
Pemilu Legislatif
1 perorangan
08/2012 1 warga negara
tidak langsung
syarat mengundurkan diri sebagai PNS, anggota TNI , Polri, pengurus BUMN/D serta badan lainnya yg anggarannya bersumber dari keuangan negara
Pasal 51 (1) huruf (k)
Tidak Dapat
Diterima
45 20/PUU-XI-2013
Pemilu Legislatif
21 badan hukum
Privat dan 9
perorangan
08/2012 21 LSM dan
warga negara
tidak langsung
penempatan urutan bakal calon perempuan
Pasal 56 (2) Dikabulkan
46 24/PUU-XII-2014
Pemilu Legislatif
4 Badan Hukum Privat
08/2012 4 Badan Hukum Privat
tidak langsung
pengumamn hasil survey ataujajak pendapat pada masa tenang
Pasal 247 (2),(5),(6), 291, 317 (1,2)
Dikabulkan
47 56/PUU-XI-2013
Pemilu Legislatif
1 perorangan
08/2012 1 warga negara
tidak langsung
Batas perolehan suara parpol peserta pemilu , hak parpol,
pasal 208 Ditolak
48 56/PUU-XI-2013
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
tidak langsung
pelaksanaan Pemilu Presiden setalah legislatif
Pasal 208 Ditolak
49 62/PUU-XII-2014
Pemilu Legislatif
5 Badan Hukum
Privat dan1 Perorangan
08/2012 5
Organisasi Tuna
Netra dan warga negara
langsung perlengkapan pemungutan suara
Pasal 142 (2)
Tidak dapat
diterima dan ditolak
50 39/PUU-XII-2014
Pemilu Legislatif
1 perorangan
08/2012 1 warga negara
tidak langsung
hak pilih dan penggunaannya
pasal 19 (1) Ditolak
51 39/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
tidak langsung
hak pilih dan penggunaannya
Pasal 28 Ditolak
52 43/PUU-XII-2014
Pemilu Legislatif
2 perorangan
08/2012 dosen dan
warga negara
langsung dan tidak langsung
syarat sebagai pemilih, kewajiban penghitungan suara, jumlah surat suara
Pasal 40 (5), 151 (2), 173 (1)
Tidak Dapat
Diterima
53 43/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
2 perorangan
42/2008 dosen dan
warga negara
langsung dan tidak langsung
sanksi pidana bagi orang yang sengaja merusak sistem informasi penghitungan suara pemilu dan tentang hak pilih , dfatar pemilih dan KPU
Pasal 248 Tidak Dapat
Diterima
54 14/PUU-XIII-2015
Pemilu Legislatif
1 perorangan
08/2012 1 warga negara
tidak dicantumk
an
tentang pengunduran diri sebagai kepala daerah
Ketetapan
55 31/PUU-XII-2014
Pemilu Legislatif
1 perorangan
08/2012 1 anggota
DPR langsung
cara memberikan suara pada pemilu legislatif
pasal 154 Ditolak
56 29/PUU-XII-2014
Pemilu Legislatif
1 perorangan
08/2012 1
bakal calon
anggota DPRD
Toli- Toli dan
mantan narapidan
a
langsung
persyaratan bagi calon yang telah menjalankan pidannya
Pasal 51 (1) huruf (g)
Tidak Dapat
Diterima
57 29/PUU-XII-2014
Pemilu Legislatif
2 Badan Hukum Privat
08/2012 2 Ketua dan Sekretaris DPP PKB
langsung
sistem proposional terbuka, penetapan calon berdasarkan perolehan kursi parpol
Pasal 5 , 215 Tidak Dapat
Diterima
58 1/PUU-II-
2004 Pemilu Pres dan Wapres
5 Badan Hukum
Privat dan 1 Perorangan
23/2003 5 LSM dan
warga negara
tidak langsung
syarat calon Presiden dan wakil Presiden
5 (4,3) Tidak Dapat
Diterima
59 8/PUU-II-
2004 Pemilu Pres dan Wapres
2 perorangan
dan 2 badan hukum privat
23/2003 2
warga negara
dan Parpol
langsung persyaratan calon presiden
Pasal 6 Tidak Dapat
Diterima
60 7/PUU-II-
2004 Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
23/2003 1 Capres
Independen
langsung dan tidak langsung
calon presiden dan wapres diusulkan oleh parpol atau gabungan
pasal 25 Tidak Dapat
Diterima
61 57/PUU-II-2004
Pemilu Pres dan Wapres
1 Perorangan
23/2003 2 Capres
Independen
langsung
usul pasangan calon presiden dan wapres serta pelaksanaan oleh KPU
pasal 5, 9 (1), 10 Tidak Dapat
Diterima
62 54/PUU-II-2004
Pemilu Pres dan Wapres
8 perorangan
23/2003 8 Capres
Independen
langsung pendaftaran capres dan cawapres dari non-politik
Pasal 50 Tidak Dapat
Diterima
63 24/PUU-IV-2006
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
23/2003 1 Anggota
DPD tidak
langsung
larangan anggota TNI dan Polri menggunakna hak pilih dalam Pilpres 2004
pasal 102 Tidak Dapat
Diterima
64 24/PUU-IV-2006
Pemilu Legislatif
1 perorangan
12/2003 1 Anggota
DPD tidak
langsung
larangan anggota TNI dan Polri menggunakna hak pilih dalam Pilpres 2004
pasal 145 Tidak Dapat
Diterima
65 14-
17/PUU-V-2007
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
23/2003 1 Anggota
DPRD langsung
calon Presiden dan Wapres tidak pernah dihukum penjara
Pasal 6 huruf (t) Ditolak
66 23/PUU-VI-2008
Pemilu Pres dan Wapres
3 perorangan
23/2003 3 warga negara
tidak dicantumk
an tidak dicantumkan Ketetapan
67 56/PUU-VI-2008
Pemilu Pres dan Wapres
3 perorangan
42/2008 3 warga negara
langsung
penetapan calon presiden dan wakil setelah memenuhi persyaratan
Pasal 1 (4), 8,9, 13 (1)
Ditolak
68 98/PUU-VII-2009
Pemilu Pres dan Wapres
1 badan hukum privat
42/2008 1 LSM riset langsung
hasil survey atau jajak pendapat tidak boleh disebarluaskan pada masa tenang
Pasal 188 (2),(3),(5), 228, 255
Dikabulkan sebagian
69 99/PUU-VII-2009
Pemilu Pres dan Wapres
7 perorangan
42/2008 7 warga negara
langsung tentang media masa dan lembaga penyiaran
Pasal 47 (5), 56 (2,3,4)
Dikabulkan
70 102/PUU-VII-2009
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
langsung Daftar pemilih tetap pemilu
Pasal 28, 111 Dikabulkan
sebagian
71 26/PUU-VII-2009
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
langsung capres dan cawapres diusulkan parpol atau gabungan parpol
Pasal 1 (2),8,9,10 (1,2,3,4), 14 (2)
Ditolak
72 104/PUU-VII-2009
Pemilu Pres dan Wapres
3 perorangan
42/2008 3 warga negara
tidak langsung
syarat capres dan cawapres berkaitan dengan NPWP
Pasal 2 hurf (k) Tidak Dapat
Diterima
73 101/PUU-
X-2012 Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
tidak dicantumk
an
persyaratan pengusulan pasangan calon oleh partai politik atau gabungan partai politik
tidak dicantumkan Ketetapan
74 25/PUU-X-2012
Pemilu Pres dan Wapres
5 perorangan
42/2008 5 warga negara
langsung perolehan suara Pasal 159 (1,2,3,4,5),
176 Ditolak
75 118/PUU-
X-2012 Pemilu Pres dan Wapres
3 perorangan
42/2008 3 warga negara
tidak dicantumk
an
syarat bagi pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol
tidak dicantumkan Ketetapan
76 89/PUU-X-2012
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 anggota
DPR tidak
langsung
tentang kesetian pada pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita proklamasi
Pasal 5 huruf (m) Tidak Dapat
Diterima
77 4/PUU-XI-2013
Pemilu Pres dan Wapres
1 Badan Hukum Privat
42/2008 1 warga negara
tidak langsung
susunan keanggotaan parpol sebagai pengusul pasangan Capres&cawapres
Pasal 1 (2),9, 10 (1), 14 (2)
Tidak Dapat
Diterima
78 46/PUU-XI-2013
Pemilu Pres dan Wapres
2 perorangan
42/2008 2 Advokat langsung
pengusulan Capres melalui koalisi dan syarat perolehan suara
Pasal 1,4,8,9 13 Ditolak
79 14/PUU-XI-2013
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
langsung
Pemilu Presiden dan wakil Presiden dilaksanakan setelah pemilu DPR, DPRD Provinis, Kabupaten/Kota dan DPD karena Presiden/Wakil dilantik oleh MPR.
Pasal 3 (5), 9, 12 (1,2), 14 (2), 112
Dikabulkan sebagian
80 61/PUU-XI-2013
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
langsung warga negara yang punya hak pilih
Pasal 27 (1), 28 Ditolak
81 108/PUU-
XI-2013 Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
langsung
pelaksanaan Pemilu legislatif, syarat perolehan kursi paling sedikit, masa pendaftaran dan jadwal pemilu presiden dan wapres setelah pemilu legislatif
Pasal 3 (5),9,14 (2), 112
Tidak dapat
diterima
82 13/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
tidak langsung
pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, usulan parpol
Ketetapan
83 17/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
langsung asas pemilu Pasal 2 Ditolak
84 17/PUU-XII-2014
Pemilu Legislatif
perorangan 08/2012 1 warga negara
langsung asas pemilu pasal 1 (1) Ditolak
85 22/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
2 perorangan
42/2008 2 Advokat tidak
langsung
anggota TNI dan Polri tidak menggunakan hak pilih pada pemilu 2009
Pasal 260 Dikabulkan
86 48/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
langsung syarat pencalonan pasal 5 huruf (o) Gugur
87 49/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
1 perorangan
42/2008 1 warga negara
langsung pasangan calon yang diusulkan oleh parpol
Pasal 1 (2,3,4),5 huruf (p), 6 (1,2,3),
7 (1,2), 8,, 9, 10 (1,2,3), 15 huruf
(a,b,c,d)
Tidak Dapat
Diterima
88 50/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
15 perorangan
42/2008 15 warga negara
tidak langsung
pasangan calon yang terpilih adalah pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilu Pres/Wapres dengan sedikitnya 20% suara disetiap provinsi yang tersebar lebih dari 1/2 jumlah provinsi di Indonesia
pasal 159 (1) Dikabulkan
89 51/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
2 Badan hukum
privat dan1 perorangan
42/2008 2 Perludem,
warga negara
tidak langsung
pasangan calon yang terpilih adalah pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilu Pres/Wapres dengan sedikitnya 20% suara disetiap provinsi yang tersebar lebih dari 1/2 jumlah provinsi di Indonesia
Pasal 159 (1) Tidak Dapat
Diterima
90 53/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
2 perorangan
42/2008 2 warga negara
tidak langsung
pasangan calon yang terpilih
pasal 159 (1) Tidak Dapat
Diterima
91 39/PUU-XII-2014
Pemilu Legislatif
1 perorangan
08/2012 1 warga negara
tidak langsung
hak pilih dan penggunaannya
Pasal 19 (1), 20 Ditolak
92 52/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
2 perorangan
42/2008 2 warga negara
tidak langsung
tentang pejabat negara yang dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden
Pasal 6 ayat (1), 7 (1,2)
Ditolak
93 78/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
11 perorangan
42/2008 11 warga negara
tidak langsung
keberatan ke MK terhadap hasil pemilu
Pasal 201 (1,2) Tidak Dapat
Diterima
94 69/PUU-XII-2014
Pemilu Pres dan Wapres
12 perorangan
42/2008 12 warga negara
tidak langsung
rekapitulasi berjenjang
Pasal 141,156 Tidak Dapat
Diterima
95 51-52-
59/PUU-VI-2008
Pemilu Pres dan Wapres
3 badan hukum
publik dan 1
perorangan
42/2008 3 warga negara
langsung dan tidak langsung
syarat pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik
Pasal 3 (5), 9 Ditolak
96
110-111-112-
113/PUU-VII-2009
Pemilu Legislatif
11 perorangan
10/2008 11 warga negara
langsung penentuan sisa kursi tahap dua
205 (4) Dikabulkan
sebagian
97 48/PUU-XIV-2016
Penyelenggara Pemilu
1 Perorangan
15/2011 1 peroranga
n langsung
mengenai ketentuan umum dan asas penyelengaraan pemilu
Pasal 1 (1,3,4,5,6,7,22) Pasal
2
Tidak Dapat
Diterima
98 16/PUU-VII-2009
Penyelenggara Pemilu
3 Perorangan
22/2007 3 peroranga
n tidak
langsung
kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan
Pasal 30 ayat (1) huruf d
Tidak Dapat
Diterima
99 11/PUU-VIII-2010
Penyelenggara Pemilu
5 perorangan
22/2007 5 peroranga
n langsung
anggota panwaslu provinsi ditetapkan dengan keputusan Bawaslu sebanyak 6 (enam) orang sebagai Panwaslu Provinsi terpilih setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan.
pasal 93,94,95) Dikabulkan
sebagian
100 24/PUU-VII-2009
Penyelenggara Pemilu
3 Badan Hukum privat
22/2007 3 Badan Hukum publik
tidak langsung
tentang tim seleksi calon anggota KPU
pasal 12, 14-18, 22,23,27-29,
39,40,41,43,50,56,57,58,59,89,90,91,10
5,106,107,122
Tidak Dapat
Diterima
101 76/PUU-IX-2011
Penyelenggara Pemilu
1 perorangan
22/1007 1 peroranga
n
tidak dicantumk
an
frasa "mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik, …. Pada saat mendaftar sebgai calon" serta PAW anggota DKPP
pasal 85 huruf (i) Ketetapan
102 81/PUU-IX-2011
Penyelenggara Pemilu
23 Badan Hukum
Privat, 113 perorangan
15/2011 136
Badan hukum
privat dan peroranga
n
tidak langsung
frasa "mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik, …. Pada saat mendaftar sebgai calon" serta PAW anggota DKPP
Pasal 14 ayat (1) huruf (i)
Dikabulkan sebagian
103 80/PUU-IX-2011
Penyelenggara Pemilu
1 perorangan
15/2011 1 peroranga
n langsung
anggota KPU mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima dan dikenakan sanksi denda 2x lipat
Pasal 27 ayat (1) huruf (b) dan Pasal
27 ayat (3) Dikabulkan
104 8/PUU-X-
2012 Penyelenggara
Pemilu
3 perorangan
1 Badan Hukum Privat
15/2011 4
perorangan dan Badan Hukum Privat
tidak langsung
tim sel melaporkan hasil pelaksanaan tiap seleksi ke DPR
Pasal 13 ayta (5) Ditolak
105 10/PUU-XI-2013
Penyelenggara Pemilu
1 perorangan
15/2011 1 peroranga
n
tidak dicantumk
an
terkait dengan rapat Pleno DKPP
28 ayat (3,4) Ketetapan
106 45/PUU-XI-2013
Penyelenggara Pemilu
12 perorangan
15/2011 12 peroranga
n tidak
langsung
tugas dan kewenangan KPU dalam penyelenggara pemilu legislatif
pasal 8 ayat (1) huruf c,
Ditolak
107 74/PUU-XI-2013
Penyelenggara Pemilu
1 perorangan
15/2011 1 peroranga
n langsung
komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memeprhatikan keterwakilab perempuan sekurang-kurangnya 30%
Pasal 6 ayat (5) Ditolak
108 31/PUU-XI-2013
Penyelenggara Pemilu
1 perorangan
15/2011 1 peroranga
n langsung
tentang rapat pleno pengembilan keputusan yang sifatnya final dan mengikat.
Pasal 112 ayat (12)
Dikabulkan sebagian
109 36/PUU-XII-2014
Penyelenggara Pemilu
1 Badan Hukum Privat
15/2011 1 Badan Hukum Privat
tidak dicantumk
an
tentang Kepala daerah dan wakil yang dipilih dalam satu pasangan sesuai asas pemilu
tidak dicantumkan Ketetapan
110 101/PUU-XIII-2015
Penyelenggara Pemilu
2 perorangan
15/2011 2 peroranga
n tidak
langsung
peraturan KPU, peraturan Bawaslu, peraturan DKPP
Pasal 119 (40, 120 (4), 121 (3)
Tidak Dapat
Diterima
Grand Total : 469 Perorangan Warga Negara Indonesia, 137 Badan Hukum Privat dan 1 Lembaga Negara. 58 Kerugian langsung, 36 Kerugian tidak langsung, 9 Langsung dan tidak langsung, serta 9 tidak dicantumkan
2. Jumlah pengujian UU Kepemiluan
Dari data kuantitatif berupa tabeldibawah ini, Putusan Mahkamah konstitusi terhadap pengujiam UU isu Kepemiluan telah
dipetakan berdasarkan pengelompokkan UU yang diuji. Total UU Pemilu legislative/ Pemilihan anggota DPR,DPD dan DPRD
Provinsi Kabupaten Kota diujikan sebanyak 57 kali dalam empat kali perubahan UU sejak tahun 2003, 2008 dan 2009 dan
2012. Pengujian ini adalah terhadap UU No 12/2003 jo UU No 10/2008 jo UU No 17/2009 jo UU No 08/2012.
Lalu UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diujikan sebanyak 39 kali dalam 2 kali perubahan UU yaitu tahun 2003
dan 2008. Perubaan tersebut adalah UU No 23/2003 jo UU No 42 /2008. Dan UU Penyelenggara Pemilu mengalami 2 kali
perubahan yaitu UU No 22/ 2007 dan UU No 15/2011 sebanyak 14 kali pengujian. Dari tabel dibawah terlihat bahwa
pengujian paling banyak itu terhadap UU Pemilu legislative serta UU Pemilu legislative adalah UU yang paling sering direvisi
setiap kali tahun pemilihan.
Tabel 2. Tentang UU Isu Kepemiluan yang diujikan
UU yang di Uji Jumlah Pengujian
Pemilu Legislatif 57
08/2012 31
10/2008 18
12/2003 7
17/2009 1 Pemilu Pres dan Wapres 39
23/2003 8
42/2008 31 Penyelenggara pemilu 14
UU 22/2007 4
UU 15/2011 10
Grand Total 110
Dari tabel menunjukkan bahwa UU Pemilu legislative merupakan UU yang paling sering mengalami perubahan setiap
masanya. Tercatat pada masa pemberlakuan UU Nomor 12 Tahun 2003 mengalami pengujian sebanyak 7 kali, saat perubahan
menjadi UU 10 Tahun 2008 mengalami pengujian sebanyak 18 kali. Kemudian UU 17 Tahun 2009 tentang penetapan
Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2009 sebagai pengganti UU No 19 Tahun 2008 diujikan hanya sebanyak 1 kali. Jika
dilihat masa pemberlakuannya UU ini berlaku lebih kurang dalam kurun waktu 3 tahun namun hanya mengalami pengujian 1
kali, berbeda dengan UU 10 Tahun 2008 yang masa pemberlakuanya kurang dari 1 tahun namun mengalami 18 kali pengujian.
Namun pada pengujian ini pula lah yang permohonannya paling banyak diputus dengan amar dikabulkan, dari 18 kali
permohonan pengujian, 8 diantaranya atau sekitar 44 % diputusan dikabulkan oleh Mahkamah. Kemudian yang terakhir
adalah pada pemberlakuan UU 8 Tahun 2012 yang mengalami pengujian sebanyak 32 kali. Pada masa pemberlakuan UU No 8
Tahun 2012 ini lah yang paling sering diujikan, sebanding dengan masa pemberlakuan UU nya yang lama. Namun jika
dibandingkan dnegan amar, 15 permohonan atau sekitar 46% nya ditolak oleh mahkamah.
Baru disusul kemudian oleh UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang hanya mengalami dua kali perubahan. Yaitu
UU No 23 Tahun 2003 yang diujikan sebanyak 8 kali, dan UU No 42 Tahun 2008 yang mengalami pengujian sebanyak 31 kali.
Untuk UU Pilpres yang paling banyak dikabul oleh Mahkamah adalah pada pengujian UU UU 42 Tahun 2008. 6 putusan
dikabulkan dari 31 permohonan. Ini artinya sekitar 19%. Untuk UU penyelenggara pemilu yang paling banyak diuji adalah
pada masa pemberlakuan UU No 15 Tahun 2011 sebanyak 10 kali. 3 dari 10 permohonan dikabulkan pada pengujian UU No
15 Tahun 2011.
Diagram 1. Persentase pengujian UU Kepemiluan
Terdapat trend fluktuatif yang tidak beraturan dari jumlah pengujian UU isu kepemiluan dari tiap masa periode UU nya.
Dan Putusan Mahkamah pun bervariasi selama pemberlakuan UU tersebut. Lebih lanjut dalam kajian kualitatif kedepannya
Pemilu Legislatif
52%Pemilu Pres dan Wapres
35%
Penyelenggara Pemilu
13%
Total
Pemilu Legislatif
Pemilu Pres danWapres
Penyelenggara Pemilu
perlu diteliti apa yang menyebabkan pengujian suatau UU Legislatif yang satu lebih sering diujikan ke MK dibanding dengan
UU Legislatif lainnya dengan disandingkan dengan rentang waktu masa pemberlakuan UU tersebut. Begitu juga dengan UU
Pemilu Presiden dan UU Penyelenggara pemilu. Sehingga akan didapat latar belakang perbedaan trend pengujian suatu UU.
3. Putusan dan UU Yang di Uji
Adapun trend putusan dalam pengujian UU yang berhubungan dengan kepemiluan ini sesuai dengan tabel 1 diatas. Dari
110 permohonan yang diputus oleh Mahkamah, komposisi putusannya adalah sebagai berikut : 23 dikabulkan (baik
seluruhnya atau sebahagian), 35 ditolak,1 gugur, 9 Ketetapan, 40 tidak diterima dan 2 tidak dapat diterima dan ditolak. Jika
dilihat komposisi tersebut permohonan yang dikabulkan hanya sekitar 20% dari total pengujian UU.
Namun dari keseluruhan yang dikabulkan tersebut tentu akan berdampak pada pendefinisian norma hukum pasca
putusan MK tersebut. Setidaknya implikasi bunyi/makna pasal yang mengalami perubahan inilah yang kemudian akan
berdampak pada proses legislasi atau perumusan norma baru sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah yang sifatnya
final dan mengikat. Analisi kualitatif akan menyigi tindak lanjut tersebut, apakah dalam bentuk kebijakan yang sama yaitu
revisi UU, ataukah kebijakan lainnya .
Begitu juga dengan RUU Pneyelenggaraan Pemilu yang saat ini telah diajukan oleh Pemerintah. Sebagai draft awal, RUU ini
patut dibongkar untuk mensinkronkan kembali pasal-pasal yang telah diputuskan Mahkamah Konstitusi terhadap isu
Kepemiluan.Idealnya RUU tersebut telah mengakomodir Putusan MK terdahulu sebagai bentuk ketertiban dalam proses
legislasi dan kepatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.
Tabel 2. Putusan dan UU yang diuji
Row Labels 08/12 10/08 12/03 12/03 15/11 17/09 22/07 23/03 42/08
Grand Total
Dikabulkan 2 2 1 3 8
Dikabulkan sebagian 1 6 2 2 1 3 15
Ditolak 15 2 2 3 1 1 10 35
Gugur 1 1
Ketetapan 1 1 2 1 1 3 9
Tidak dapat diterima 11 6 1 1 2 2 6 11 40
Tidak dapat diterima dan ditolak 1 1 2
Grand Total 31 17 6 1 10 1 4 8 31 110
4. Legal Standing Pemohon
Pada dasarnya pengertian legal standing adalah hak yang dipunyai oleh subjek hukum tertentu untuk berperkara di
lembaga peradilan. Lebih lanjut menurut Maruarar Siahaan secara khusu berpendapat tentang legal standing atas pengujian
suatu UU bahwa pemohon yang memiliki legal standing (hak gugat) untuk mengajukan review UU terhadap UUD 1945 harus
secara jelas menguraikan hak atau kewenangan konstitusional nya yang dirugikan oleh berlakunya suatu UU.
Secara normatif legal standing menjadi bagian dari hak masyarakat untuk berperan serta. Menurut pasal 51 UU Mahkamah
Konstitusi, ada 5 subjek yang dapat mengajukan diri sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk melakukan juidsial
review di Mhakamah Konstitusi. Kelima subjek itu adalah perseorangan warga Negara Indonesia, Badan Hukum Privat, dan
Badan Hukum Publik, Lembaga Negara dan kesatuan Masyarakat Hukum adat.
Dalam peraturan Mahkamah Konstitusi No 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam perkara pengujian Undnag-
Undnag, ketentuan pasal 3 disebutkan pemohon yang dimaksud itu adalah merujuk pada ketentuan UU MK sebagaimana
uraian sebelumnya.
Table dibawah memperlihatkan kualifikasi yang paling sering mengajukan pengujian UU mengenai kepemiluan. Dari data
Untuk Pemilu Legislatif paling sering diajukan oleh perorangan secara mandiri, sedangkan pemilu Presiden dan wakil
Presiden paling banyak diajukan oleh Perorangan juga.
Tabel 3 Pemohon dalam pengujian UU Isu Kepemiluan
Pemohon penyelenggara pemilu
Pemilu Legislatif
Pemilu Pres dan Wapres
Grand Total
Badan Hukum Privat
2 7 2 11
Badan hukum privat dan perorangan
2 2 2 6
Badan Hukum publik
3 3
badan hukum publik dan perorangan
1 1 2
perorangan 10 42 33 85
perorangan dan badan hukum public
1 2
perorangan, lembaga negara
1 1
Grand Total
14 57 39 110
Kualifikasi persorangan yang menjadi subjek hukum paling sering mengujikan UU terkait Kepemiluan di MK. Subjek
Hukum terbagi 2 yaitu natuurlijkpersoon adalah orang dan rechtspersoon atau badan hukum. Pada dasarnya setiap orang oleh
berperkara di pengadilan, kecuali orang yang belum dewasa/belum cukup umur, orang yang sakit ingatan atu tidak cakap
hukum dihadapan pengadilan atau orang yang di bawah pengampuan. Mereka ini tidak boleh berperkara sendiri melainkan
harus diwakilkan.
Jika diteliti lagi dalam UU MK sendiri tidak memberikan pembatasan umur terhadap perorangan warga negara yang dapat
mengajukan permohonan JR di MK. Namun jika merujuk pada aturan yang ada seperti UU Kepemiluan misalnya, maka
peroragan warga negara yang dapat memohonkan JR adalah yang sudah berumur 17 tahun / sudah kawin .ini artinya
perorangan warga negara yang belum berumur 17 atau belum kawin tidak memiliki hak konstitusional sebagai pemohon
meskipun ia secara nyata tetap memiliki hak konstitusional tersebut.Apabila ada hak konstitusional mereka dirugikan, maka
dapat bertindak di muka peradilan jika diwakili wali.
Subjek hukum yang terlibat dalam pengujian UU Kepemiluan secara persentase di dominasi dari perseorangan dengan
jumlah 86, baru kemudian Badan Hukum Privat sejumlah 11. Jika diuraikan lebih lanjut Perorangan itu 72%, , Perorangan dan
Badan Hukum privat = 14% dan Badan Hukum Privat = 14%. Sementara untuk melihat korelasi kerugian yang dialami oleh
pemohon adalah 53 % mengalami kerugian secara langsung, 33 % tidak langsung , 8% secara sekaligus dan yang tidak
dicantumkan sebanyak 6%.
Diagram 2. Kepentingan Pemohon dalam pengujian UU Isu kepemiluan
Diagram 3. Pemohon dalam pengujian UU Isu Kepemiluan
14%
14%
72%
Badan Hukum Privat
Badan hukum privat dan perorangan
Badan Hukum publik
badan hukum publik dan perorangan
perorangan
perorangan dan badan hukum public
perorangan, lembaganegara
Terkait dengan kerugian konstitusional merupak salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon. Selain pemohon
menjelaskan kedudukan / legal standingnya, maka pemohon jugaharus menjelaskan kerugian hak dan atau kewenangan
konstitusional yang dideritanya akibat pemeberlakuan suatu norma hukum tersebut.
5. Isu dalam pengujian UU mengenai Kepemiluan
Dari gambaran pada tabel 1 diatas isu pengujian UU sangatlah beragam. Namun jika dikategorikan pada isu pengujian
dengan amar putusan yang diterima oleh mahkamah, maka isu-isu tersebut adalah sebagai berikut :
a. Syarat Caleg yang bukan berasal dari Ormas terlarang, anggota PKI dan ormas lainnya
b. Syarat penentuan kursi Parpol yang harus memiliki kursi di DPR-RI hasil pemilu sebelumnya
c. Penetapan calon terpilih yang harus didasarkan pada perolehan kursi parpol/gabungan parpol
d. Kewenangan KPI dan Dewan Pers memberikan sanksi bagi pelanggar terkait penyiaran
e. Syarat Calon tidak pernah dijatuhi pidana penjara
f. Pelanggraan yang terkualifikasi dalam tindak pidana pemilu terkait dengan publikasi kampanye atau jajak
pendapat yang dilakukan pada masa tenang dan sanksi pidana yang mengikutinya.
g. Calon terpilih anggota DPR/DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota
h. Ambang Batas Perolehan suara Parpol
kerugian tidak langsung
33%
kerugian langsung
53%
langsung dan tidak langsung
8%
tidak dicantumkan
6%
i. Penempatan urutan Bakal calon perempuan dalam daftar
j. Pelanggraan yang terkualifikasi dalam tindak pidana pemilu terkait dengan hasil hitung cepat yang diumumkan
pada hari pemilihan dan sanksi pidana yang mengikutinya.
k. Larangan menyiarkan berita , iklan dan kampanye.
l. Daftar pemilih tetap Pemilu
m. Pemilu presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan serentak setealh pemilihan tahun 2014
n. Hak pilih anggota TNI/Polri
o. Syarat Pasangan Calon Presiden dan Wapres terpilih
p. Pennetuan sisa kursi tahap 2
q. Mengundurkan diri dari keanggotaan parpol pada saat mendaftarkan diri sebagai calon
r. Sifat putusan DKPP Final dan mengikat bagi pelanggaran etik penyelenggara pemilu
s. Pengunduran Anggota KPU dnegan alasan yang tidak dapat diterima dan kewajiban memebayar denda 2x lipat
t. Penetapan anggota panwaslu Prov ditetapkan sebanyak 6 orang dengan keputusan Bawasl.
Terhadap isu-isu yang pengujiannya lebih satu kali tersebut mestinya dilihat muatan pasal yang diujikan, apa yang
menyebabkan pasal tersebut diujikan lebih dari satu kali. Dan dilihat juga bagaimana konsistensi putusan MK terhadap pasal-
pasal tersebut apakah dIkabulkan, ditolak atau tidak diterima. Jika putusannya adalah dikabulkan maka harus dilihat implikasi
sebagai tindak lanjut dari Putusan mK tersebut. Apakah pembentuk UU kemudian mengadopsi Putusan MK dalam proses
legislasi terkait dnegan penyusunan pasal-pasal yang telah di putus MK.
6. Ahli yang diajukan oleh Pemohon
Dalam sidang MK memeriksa dan menguji suatu UU yang dimohonkan tidak hanya membaca permohan pemohon,
mendengarkan keterangan pemohon, mendengarkan keterangan pihak terkait baik dari Presiden atau DPR selaku pihak dari
Pemerintah. Melainkan juga terdapat agenda dalam sidang MK yang membahas tentang pokok permohonan, dalam hal ini baik
pemohon dan pemerintah tak jarang menggunakan Ahli untuk menambahkan keterangan yang menguatkan berkaitan dengan
posisi nya.
Begitu pula dengan pengujian UU Kepemiluan , dari 98 permohonan yang diujikan sebagian besarnya diajukan juga ahli
pemohon. Kehadiran Ahli ini tentu menjadi pihak yang akan menguatkan permohonan permohon disatu pihak dan penguatan
substansi UU sebagai ahli di Pihak pemerintah ataupun DPR disisi lain. Namun berbanding terbalik dengan jumlah ahli
pemohon, justru ahli pemerintah yang diajukan tidak seberapa. Berikut adalah daftar ahli yang diajukan oleh pemohon dalam
pengujian UU Kepemiluan. Mayoritas, ahli yang dihadirkan adalah ahli dari pihak pemohon.
Gambaran tabel dibawah ini menunjukkan Saldi Isra merupakan ahli pemohon yang paling sering, kemudian diikuti oleh
Andi Irman Putra Siddin. Berikut adalah daftar nama ahli pemohon yang digunkan dalam pengujian UU Isu Kepemiluan :
Tabel 4 Ahli yang diajukan oleh Pemohon Pengujian UU Isu Kepemiluan
Ahli Pemohon Jumlah
Agung Wijaya 1 Abdul Hakim Garuda Nusantara 1
Arman Salam 1
Arbit Sanit 1
Asep Warlan Yusuf 1
August Mellaz 1
Andrinof Caniago 1
Budiman 1
Bernard L Tanya 1
Didi Achdijat 1
Bima Arya 1
Frans Magnisuseno 2
Bambang Eka Cahyadi 1
Hafiz Anshary 1
Chairul Huda 2
HAS Natabay 1
Didik Supriyanto 1
Hasyim Asyhari 2
Didin Sudirman 1
Indra Jaya Piliang 2
denny Indrayana 2
Irman Putra Sidin 5
Eep Saefullah Fatah 1
Kamsul Hasan 1
Enny Suprapto 2
Kris Nugroho 1
Fajrul Falakh 1
Laica Marzuki 1
Hamdi Muluk 1
M. Rifqinizamy Karsayuda 1
Harjono 1
Margarito Kamis 1
Hastu Cipto handoyo 1
Mudzakir 1
Hadar Nafis Gumay 1
Muhammad Ali 1
Hari Wibowo 1
Nico Harjono 1
Indria Samego 1
Rocky Gerung 1
Ifdal Kasim 1
Saldi Isra 6
I Gde Pantja Astawa 2
Sribintang Pamungkas 1
Justiani 1
Sutanto Supiadhy 1
John Pieris 1
Sutrisno Rachmadi 1
J Kristiadi 1
OC Kaligis 1
Johson Panjaitan 1
Wikrama Iryans Abidin 1
Nicolas Teguh Budi 1
Wahyu Susilo 1
Muhammad Qodari 1
Yusril Ihza 1
Maruarar Siahaan 1
Yuliandri 1
Sholehuddin 1
Zen Zanibar 1
Sjamsiah Ahmad 1
Phipilpus M Hadjon 1
Sukamto Satoto 2
Sukardi 2
Surjanto Puspowardoyo 1
Thamrin Amal Tomagola 1
Thomas A Legowo 1
Sri Satia Tjatur Sasangka 1
Topo Santoso 1
Ubaedillah Badrun 1
7. Tabel pengujian UU Kepemiluan dan jangka waktu putusan
Dalam tabel berikut dapat dilihat pengujian UU terlama itu adalah dalam rentang waktu 24 bulan dan tersingkat itu 7 hari.
Dari tabel dibawah ini terdapat sebaran waktu diputuskan pengujian UU tentang UU Kepemiluan. Mulai dari durasi 7 Hari – 24
Bulan. Sangat bervariatif sekali. Waktu rata- rata ini semestinya menjadi tolak ukur untuk Mahkamah memutuskan suatu
permohonanya. Terbanyak permohonan diputuskan dalam durasi bulanan.
Tabel 5. Durasi lama waktu pengujian UU Isu Kepemiluan
UU yang di Uji
dalam bulan dalam hari Grand Total 4 1 10 8 9 12 13 14 15 2 23 24 3 4 5 6 7 7 10 24 20 21
08/2012 2 2 4 3 1 3 5 4 2 4 1 32
10/2008 1 1 6 3 3 3 1 18
12/2003 1 1 1 2 2 6
17/2009 1 1
23/2003 1 1 1 2 2 1 8
42/2008 1 2 3 1 2 9 1 2 3 2 1 1 3 31
15/2011 2 2 1 1 1 1 2 10
22/2007 1 1 1 1 4
Grand Total 3 4 1 5 6 8 4 4 2 21 2 1 12 9 15 4 1 1 1 3 1 3 110
Grafik 1. Durasi waktu pengujian UU Isu Kepemiluan
8. Jumlah Hakim yang hadir dalam RPH dan Putusan
Ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU MK menyebutkan bahwa, “MK memeriksa, mengadili dan memutus dalam sidang pleno MK dengan 9 orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua MK.” Meskipun sidang pleno wajib dihadiri oleh 9 hakim, namun faktanya tidak demikian. Lebih dari separuh sidang pleno tidak dihadiri oleh hakim secara lengkap. Adapun data tentang tingkat kehadiran hakim adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Kehadiran hakim dalma RPH dan Pleno Putusan
UU yang di Kehadiran Pleno Kehadiran RPH
4
1
108 9
12 13 14 15
2
23 24
3 4 5 6 7 7
10
24
20 21
34
15
6
8
4 4 2
212 1
129
15
41 1
1
3
1
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Chart Title
bulan hari
Uji
7 8 9
Grand Total
7 8 9 Grand Total
Penyelenggara Pemilu 4 3 7 14 - 3 11 14
Pemilu Legislatif 6 17 34 57 - 16 41 57
Pemilu Pres dan Wapres 2 13 24 39 2 4 33 39
Grand Total 12 33 65 110 2 23 85 110
Berdasarkan 110 Perkara mengenai UU Kepemiluan,komposisi kehadiran terhadap sidang Pleno Putusan adalah : kehadiran 7 hakim 12 , kehadirab 8 hakim 33 putusan, keharian lengkap 9 hakim konstitusi 65 Putusan. Mayoritas pada sidang pembacaan putusan ini idhadiri lengkap oleh 9 hakim konstitusi.
Mengenai kehadiran dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Pengambilan Putusan untuk rapat memutuskan amar putusan terhadap permohonan yang diajukan oleh pemohon dapat dilihat komposisi kehadiran hakim konstitusi sebagai berikut : dihadiri 7 hakim dalam 2 kali sidang, dihadiri 8 hakim dalam 23 Putusan dan dihadiri lengkap 9 hakim konstitusi dalam 85 putusan.
Dari perbandingan kedua komposisi kehadiran hakim tersebut, terlihat bahwa hakim konstitusi lebih memprioritaskan kehadiran dalam RPH. Hal ini terbukti dari tingkat kehadiran hakim, dimana 86 dari 110 perkara dihadiri lengkap oleh 9 hakim. Bandingkan dengan sidang pleno pembacaan putusan, dari 110 perkara hanya 65 perkara yang lengkap dihadiri oleh 9 orang hakim.
9. Dasar Pengujian Pemohon dan Dasar Pertimbangan Hakim MK
Setiap permohonan yang diajukan di MK, mesti menerangkan dan menjelaskan pasal dalam UUD 1945 yang digunakan sebagai rujukan. Pasal dalam konstitusi ini merupakan tolak ukur untuk mengatakan apakah suatu undang-undang yang diuji
bertentangan dengan UUD atau tidak. Adapun pasal konstitusi yang banyak digunakan baik oleh pemohon pada saat mengajukan permohonan dan pasal konstitusi yang banyak digunakan MK sebagai pertimbangan dalam putusan adalah sebagai berikut:
no
Pemohon Mahkamah
dasar pengujian
Jumlah dasar
pertimbangan jumlah
1 1 (1) 1 6 1
2 1 (1) 2 6A (5) 1
3 1 (2) 21 6A (3) 2
4 1 (3) 14 6A (2) 8
5 4 (1) 4 6A (1) 1
6 6A 1 6A 1
7 6 (2) 2 6 (1) 1
8 6A (1) 7 28J (2) 8
9 6A (3) 1 28J (1) 1
10 6A (4) 4 28I (4) 1
11 7C 1 28I (3) 1
12 8 (3) 1 28I (2) 11
13 6A (2) 8 28G (2) 1
14 18 (3) 1 28F 3
15 18 (1) 2 28E (3) 5
16 18 (2) 1 28E (2) 1
17 18 (4) 1 28D (3) 6
18 18 (5) 1 28D (3) 1
19 18B (2) 2 28D (2) 2
20 19 (1) 7 28D (1) 18
21 22B 2 28C (2) 9
22 22A 2 28A 1
23 22C(1) 1 27 (2) 1
24 22E (1) 24 27 (1) 17
25 22E (2) 13 23E (1) 1
26 22E (3) 7 23A 1
27 22E (4) 2 22E (6) 5
28 22E (5) 1 22E (5) 2
29 22E (6) 1 22E (4) 1
30 23 (1) 2 22E (2) 1
31 23A 1 22E (1) 12
32 24C (1) 1 22E 1
33 25E (5) 1 22C (1) 1
34 27 2 22A 2
35 27 (1) 37 18 B (2) 1
36 27 (2) 4 1 (3) 2
37 28 4 1 (2) 7
38 28A 4 1 (1) 1
39 28B 2 31 1
40 28C (2) 22 28 1
41 28C 2 28 2
42 28D 2 tidak
dicantumkan 38
43 28D (1) 63 nebis in idem 6
44 28D (2) 2
45 28D (3) 26
46 28E 2
47 28E (2) 2
48 28E (3) 5
49 28F 8
50 28G 2
51 28G (1) 3
52 28H (1) 2
53 28H (2) 13
54 28H 2
55 28I 2
56 28I (1) 4
57 28I (2) 27
58 28I (3) 1
59 28I (4) 11
60 28I (5) 5
61 28J (1) 6
62 28J (1) 4
63 28J (2) 5
64 31 (1) 1
65 31 (3) 1
66 31 (5) 1
67 33 (4) 3
68 Uud 1945 5
Dalam pengujian suatu Undang-Undang, Pemohon harus dapat menerangkan ketentuan apa dalam Undang-Undang yang bertentangan dengan pasal dalam Undang-Undang Dasar atau Dasar Pengujian, hal ini diperlukan untuk hakim memberikan pertimbangan hukum dalam menentukan batu uji dalam memutus pengujian Undang-Undang.
Namun terkadang pasal dasar pengujian yang digunakan oleh Pemohon dan yang digunakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum dalam memutus berbeda. Sebagaimana dalam tabel diatas jelas terlihat batu uji yang digunakan pemohon paling banyak adalah Pasal 28D ayat (1) yang menerangkan hak untuk pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebanyak 63 kali, serta urutan kedua yakni Pasal 27 ayat (1) mengenai segala warga negara yang bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya sebanyak 37 kali.
Lain halnya dengan Mahkamah Konstitusi, dasar pengujian yang digunakan dalam pertimbangan hukum hakim guna memutus suatu perkara pengujian Undang-Undang mengenai Kepemiluan juga mengunakan Pasal 28D (1) “hak untuk pengakuan , jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil” sebanyak 18 kali, bahkan mahkamah tak jarang tak mencantumkan pasal dasar pengujiannya, terlihat 38 kali mahkamah tak mencantumkan dasar pengujiannya. Baru posisi berikutnya, menggunakan Pasal 27 (1) ayat (1) seperti keinginan para pemohon sebanyak 17 kali.
Terlihat Pasal 28D ayat (1) yang menjadi pasal paling sering digunakan Perkara oleh Pemohon dan juga Mahkamah. Bahkan terdapat perkara yang diputus berdasarkan pasal dasar pengujian oleh hakim yang tidak digunakan oleh Pemohon sebagai dasar pengujian yakni pasal 23E (1) .
Artinya pandangan antara para pemohon dengan Mahkamah Konstitusi cenderung sama dalam hal dasar pengujian permohonan dan dasar putusan, bahwa mengenai isu Kepemiluan ini erat kaitannya dengan Pasal 28D (1) dan Pasal 27 (1) Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana yang menjadi dasar pengujian terbanyak digunakan oleh Pemohon dan dasar Pertimbangan oleh Mahkamah Konstitusi.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa pasal 28D ayat (1) ini paling banyak digunakan oleh pemohon dan MK ? Apabila melihat kaitan antara isu pengujian yang diajukan dengan dasar pengujian, maka semestinya pasal yang menjadi sandaran pertama untuk isu- isu kepemiluan ini adalah pasal yang termuat dalam Bab VIIB tentang Pemilihan Umum yaitu pasal 22E ayat (1) sampai (6). Pasal – pasal ini tetap digunakan oleh pemohon atau Mahkamah namun tidak menjadi pasal vital bagi keduanya.
Hal ini dapat terlihat efektifitas penggunaan Pasal dasar pengujian dan dasar pertimbangan pada Undang-Undang Dasar yang digunakan Pemohon dan Mahkamah dalam isu Kepemiluanini tidak begitu efektif.