26
KONSTITUSI DAN DEMOKRASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi dalam praktek bernegara dewasa ini, semakin mengalami puncak perkembangannya, dimana demokrasi dalam pengertian yang sederhana, sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh dan untuk rakyat begitu gencar melanda setiap negara. Bahkan saat ini telah terjadi kecenderungan global dimana demokrasi tidak sekedar menjadi wacana intelektual (Intellectual Discourse) melainkan juga impian politik berbagai negara, khususnya negara- negara berkembang. Hal ini mensyaratkan diakuinya suatu negara dalam pergaulan Internasional terletak pada pengakuannya akan demokrasi. Konsep demokrasi bukanlah konsep yang mudah dipahami, sebab ia memiliki banyak konotrasi makna, variatif, evolutif dan dinamis. Maka tidaklah mudah membuat suatu defenisi yang jelas mengenai Demokrasi. Demokrasi bermakna variatif karena sangat 1

Konstitusi Dan Demokrasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Konstitusi Dan Demokrasi

KONSTITUSI DAN DEMOKRASI

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Demokrasi dalam praktek bernegara dewasa ini, semakin mengalami puncak

perkembangannya, dimana demokrasi dalam pengertian yang sederhana, sebagai pemerintahan

dari rakyat, oleh dan untuk rakyat begitu gencar melanda setiap negara. Bahkan saat ini telah

terjadi kecenderungan global dimana demokrasi tidak sekedar menjadi wacana intelektual

(Intellectual Discourse) melainkan juga impian politik berbagai negara, khususnya negara-negara

berkembang. Hal ini mensyaratkan diakuinya suatu negara dalam pergaulan Internasional

terletak pada pengakuannya akan demokrasi.

Konsep demokrasi bukanlah konsep yang mudah dipahami, sebab ia memiliki banyak

konotrasi makna, variatif, evolutif dan dinamis. Maka tidaklah mudah membuat suatu defenisi

yang jelas mengenai Demokrasi. Demokrasi bermakna variatif karena sangat bersifat

interpretatif. Setiap penguasa negara berhak mengklaim negaranya sebagai penganut kedaulatan

rakyat atau penganut paham demokrasi, bahkan negara-negara yang menganut paham komunis

dengan pemerintahan yang otoriter seperti RRC pun menyebut dirinya sebagai negara demokrasi.

Karena sifatnya yang interpretatif itu, kita mengenal berbagai tipologi demokrasi seperti

demokrasi liberal, demokrasi rakyat, demokrasi protelar, demokrasi komunis, demokrasi

terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi parlementer, dan lain-lain.Demokrasi juga

merupakan konsep evolutif dan dinamis, bukan konsep yang statis. Artinya, konsep demokrasi

1

Page 2: Konstitusi Dan Demokrasi

selalu mengalami perubahan, baik bentuk-bentuknya maupun substansialnya sesuai dengan

konteks dan dinamika sosio historis dimana konsep demokrasi lahir dan berkembang.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar masalah dalam pendahuluan di atas, agar penulisan makalah ini tidak

membingungkan dan supaya terarah, maka dapat penulis rumuskan permasalahan dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut:

1.      Apa yang di maksud dengan Konstitusi dan Demokrasi?

2.      Apa yang dimaksud dengan Nilai, Sifat, dan Tujuan Konstitusi?

3.      Bagaimana Konsep Negara Hukum dan Demokrasi?

4.      Bagaimana Konstitusi Sebagai Bentuk Perwujudan Negara Hukum dan Demokrasi?

5.      Apa yang dimaksud dengan Konstitusi Demokrasi?

C.    Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan Rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam penulisan

makalah ini antara lain :

1.      Mengetahui apa yang di maksud dengan Konstitusi dan Demokrasi.

2.      Mengetahui Nilai, Sifat, dan Tujuan Konstitusi.

3.      Mengetahui Konsep Negara Hukum dan Demokrasi.

4.      Mengetahui Konstitusi Sebagai Bentuk Perwujudan Negara Hukum dan Demokrasi.

5.      Mengetahui Konstitusi Demokrasi.

2

Page 3: Konstitusi Dan Demokrasi

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Konstitusi dan Demokrasi

1.      Pengertian Konstitusi

Makna konstitusi dapat kita tinjau dalam berbagai bahasa;  Berasal bahasa

Perancis “constituer”berarti membentuk (Pembentukan suatu negara atau menyusun dan

menyatakan suatu negara). Berasal bahasa Inggris “constitution” bisa diartikan sama dengan

UUD atau Grondwet (bahasa Belanda) bisa dalam arti yang lebih luas, karena meliputi semua

peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengikat cara-cara bagaimana

pemerintahan diselenggarakan dalam masyarakat. Berasal bahasa Latin “cume” dan

“statuere”. Cume bararti “bersama dengan…”, sedangkan Statuere berasal dari “sta” (yang

membentuk) dan Stare (berdiri). Berarti Konstitusi diartikan sebagai membuat sesuatu agar

berdiri atau mendirikan/menetapkan. Jadi “Constitutio” (bentuk tunggal) berarti menetapkan

seuatu secara bersama -sama. Dan “Constitutiones” (jamak) berati segala sesuatu yang telah

ditetapkan. Konstitusi dalam bahasa belanda “Grondwet” dan dalam bahasa

jerman “Grundgesetz”, yang berarti Undang-Undang Dasar.

Sedangkan secara terminologis, menurut Jimly Konstitusi adalah hukum dasar yang

dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. konstitusi dapat berupa hukum dasar

tertulis yang lazim di sebut undang- undang dasar, dan juga dapat  dalam bentuk tidak tertulis.

[1] Konstitusi menurut Chairul Anwar juga mengatakan bahwa konstitusi adalah pemerintahan

suatu negara dan nilai-nilai fundamentalnya.[2] Sedangkan menurut pendapat Sri Soemantri,

3

Page 4: Konstitusi Dan Demokrasi

konstitusi adalah suatu naskah yang memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem

pemerintahan negara.[3] Jadi, secara terminologi, konstitusi adalah sejumlah aturan dasar dan

ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan

termasuk dasar hubungan kerjasama antara negara dan masyarakat dalam konteks kehidupan

berbangsa dan bernegara.

Konstitusi pada hakekatnya lebih luas daripada Undang-Undang Dasar, karena konstitusi

itu sendiri bersifat yuridis, sosiologis dan politis. Yuridis dalam konstitusi ini adalah suatu

naskah yang memuat bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan. Sedangkan sosiologis dan

politis merupakan faktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat yang menggambarkan

hubungan antara kekuasaan dalam suatu negara.

Mengapa konstitusi di suatu negara itu penting? Karena negara yang menyebut dirinya

demokrasi konstitusional, Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi yang khas yakni membatasi

pemerintah agar penyelenggara kekuasaan tidak bersifat semena-mena dan hak warga negara

akan lebih terlindungi. Dan juga hakekat konstitusi yang merupakan perwujudan paham tentang

pemerintah dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak lain.

Undang-Undang Dasar hanyalah sebagian pengertian dari konstitusi yakni konstitusi tertulis dan

dokumen formal yang berisi :

1.      Hasil perjuangan politik bangsa di masa lalu

2.      Tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan

3.      Pandangan tokoh yang hendak diwujudkan

4.      Suatu keinginan memimpin perkembangan kehidupan ketatanegaraan.

4

Page 5: Konstitusi Dan Demokrasi

2.      Pengertian Demokrasi

Dikenal bermacam-macam istilah demokrasi, dan dalam sejarah demokrasi di Indonesia

dikenal demokrasi Parlementer, demokrasi Terpimpin, demokrasi Pancasila, dan mungkin juga

demokrasi (era) Reformasi. Menurut asal usulnya "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos

yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan. Dengan demikian secara

harfiah dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Suatu bentuk pemerintah dimana hak

untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga

negara yang bertindak berdasar prosedur mayoritas. Demokrasi langsung (direct democracy)

pada negara-kota Yunani Kuno dapat berlangsung efektif karena berlangsung dalam kondisi

sederhana, wilayahnya terbatas, serta jumlah penduduk yang sedikit, dan itupun hanya berlaku

untuk warga negara resmi, dimana sebagian besar penduduk merupakan budak yang tidak

mempunyai hak membuat keputusan politik. Dalam negara modern, demokrasi tidak lagi bersifat

langsung, tetapi bersifat demokrasi berdasar perwakilan (representative democracy).

B.     Nilai, Sifat, dan Tujuan Konstitusi

1.      Nilai Konstitusi

Pengertian nilai konstitusi di sini adalah nilai (values) sebagai hasil penilaian atas

pelaksanaan norma-norma dalam suatu konstitusi dalam kenyataan praktik. Karl Loewenstein

dalam bukunya Reflection on the Value of Constitutions membedakan tiga macam nilai atau the

values of the constitution, yaitu: (1) normative value; (2) nominal value; dan (3) semantical

value. Karl Loewenstein, yang dikutip Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa dalam setiap

konstitusi selalu terdapat dua aspek penting, yaitu sifat idealnya sebagai teori dan sifat nyatanya

5

Page 6: Konstitusi Dan Demokrasi

sebagai praktek. Artinya, sebagai hukum tertinggi di dalam konstitusi itu selalu terkandung nilai-

nilai ideal sebagai das solen yang tidak selalu identik dengan das sein atau keadaan nyatanya di

lapangan.[4]

Konstitusi dapat dikatakan memiliki nilai normatif, jika antara norma yang terdapat

dalam konstitusi yang bersifat mengikat itu dipahami, diakui, diterima, dan dipatuhi oleh subjek

hukum yang terikat padanya. Akan tetapi, apabila suatu undang-undang dasar, sebagian atau

seluruh materi muatannya, dalam kenyatannya tidak dipakai sama sekali sebagai referensi atau

rujukan dalam pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara, konstitusi

tersebut dapat dikatakan sebagai konstitusi yang bernilai nominal. Sedang konstitusi yang

bernilai semantik adalah konstitusi yang norma-norma yang terkandung di dalamnya hanya

dihargai di atas kertas yang indah dan dijadikan jargon, semboyan, ataupun "gincu-gincu

ketatanegaraan" yang berfungsi sebagai pemanis dan sekaligus sebagai alat pembenaran belaka.

Dalam setiap pidato, norma-norma, konstitusi itu selalu dikutip dan dijadikan dasar pembenaran

suatu kebijakan, tetapi isi kebijakan itu sama sekali tidak sungguh-sungguh melaksanakan isi

amanat norma yang dikutip itu. Kebiasaan seperti ini lazim terjadi di banyak negara, terutama

jika di negara yang yang bersangkutan tersebut tidak tersedia mekanisme untuk menilai

konstitusionalitas kebijakan-kebijakan kenegaraan (state's policies) yang mungkin menyimpang

dari amanat undang-undang dasar. Dengan demikian dalam praktik ketatanegaraan, baik bagian-

bagian tertentu ataupun keseluruhan isi undang-undang dasar itu, dapat bernilai semantik saja.[5]

2.      Sifat Konstitusi

Konstitusi atau Undang-Undang Dasar dapat bersifat luwes (fleksibel) atau kaku (rigid).

Untuk menentukan apakah undang-undang dasar itu bersifat luwes atau kaku adalah: (1) apakah

terhadap naskah konstitusi itu dimungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara

6

Page 7: Konstitusi Dan Demokrasi

mengubahnya cukup mudah atau sulit, dan (2) apakah naskah konstitusi itu mudah atau tidak

mudah mengikuti perkembangan kebutuhan zaman.[6]

Untuk menentukan apakah suatu naskah konstitusi bersifat luwes atau tidak, pertama-

tama kita dapat mempelajari mengenai kemungkinannya berubah atau tidak, dan bagaimana pula

perubahan itu dilakukan. Pada umumnya, dalam setiap naskah undang-undang dasar, selalu

diatur tata cara perubahan konstitusi itu sendiri dalam pasal-pasal atau bab yang tersendiri.

Perubahan-perubahan yang dilakukan menurut tata cara yang ditentukan sendiri oleh undang-

undang dasar itu dinamakan verfassungs-anderung. Ketentuan mengenai perubahan tersebut

selalu ditentukan dalam undangundang dasar itu sendiri, karena walaupun dimaksudkan untuk

jangka waktu yang lama, tetapi teks suatu undang-undang dasar selalu cenderung untuk dari

perkembangan masyarakat. Pada saat perubahan masyarakat sudah sedemikian rupa, selalu

muncul kebutuhan objektif untuk mengadakan perubahan pula atas teks undang-undang dasar.

3.      Tujuan Konstitusi

Di kalangan para ahli hukum, pada umumnya dipahami bahwa hukum mempunyai tiga

tujuan pokok, yaitu: (1) keadilan (justice); (2) kepastian (certainty atau zekerheid); dan (3)

kegunaan (utility). Keadilan itu sepadan dengan keseimbangan (balance, mizan) dan kepatutan

(equity), Serta kewajaran (proportionality). Sedangkan, kepastian hukum terkait dengan

ketertiban (order) dan ketenteraman. Sementara itu, kegunaan diharapkan dapat menjamin bahwa

semua nilai-nilai tersebut akan mewujudkan kedamaian hidup bersama.[7]

Karena konstitusi itu sendiri merupakan hukum yang dianggap paling tinggi

tingkatannya, tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk mencapai dan

mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan yang dianggap tertinggi itu adalah: (a) keadilan; (b)

ketertiban; dan (c) perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan

7

Page 8: Konstitusi Dan Demokrasi

kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan bernegara

oleh para pendiri negara (the founding fathers and mothers). Misalnya, empat tujuan bernegara

Indonesia adalah seperti yang termaktub dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945. Keempat

tujuan itu adalah: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;

(2) memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4) ikut

melaksanakan ketertiban dunia (berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan

sosial.

Sehubungan dengan itulah, beberapa sarjana merumuskan tujuan konstitusi itu seperti

merumuskan tujuan negara, yaitu negara konstitusional, atau negara berkonstitusi. Menurut J.

Barents, ada tiga tujuan negara, yaitu: (1) untuk memelihara ketertiban dan ketenteraman; (2)

mempertahankan kekuasaan; dan (3) mengurus hal-hal yang berkenaan dengan kepentingan-

kepentingan umum.[8] Sementara itu, Maurice Hauriou menyatakan bahwa tujuan konstitusi

adalah untuk menjaga keseimbangan antara: (1) ketertiban (orde); (2) kekuasaan (gezag); dan (3)

kebebasan (vrijheid).[9] Kebebasan individu warga negara harus dijamin, tetapi kekuasaan

negara juga harus berdiri tegak sehingga tercipta tertib bermasyarakat dan bernegara. Ketertiban

itu sendiri terwujud apabila dipertahankan oleh kekuasaan yang efektif dan kebebasan warga

negara tetap tidak terganggu. Sementara itu, G.S. Diponolo merumuskan tujuan konstitusi ke

dalam lima kategori, yaitu: (i) kekuasaan, (ii) perdamaian, keamanan, dan ketertiban, (iii)

kemerdekaan, (iv) keadilan, Berta (v) kesejahteraan dan kebahagiaan.[10]

C.    Konsep Negara Hukum dan Demokrasi

Sebagaimana telah disinggung di muka, bahwa demokrasi dapat diartikan sebagai

kekuasaan Negara itu dianggap bersumber dan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

8

Page 9: Konstitusi Dan Demokrasi

Rakyatlah penentu akhir penyelenggaraan kekuasaan dalam suatu Negara. Dizaman modern ini

demokasi secara luas dianggap sebagai konsep yang diidealkan oleh semua Negara di dunia.

Meskipun dalam praktik penerapannya, tergantung kepada penafsiran masing-masing Negara

dan para penguasa di Negara-negara yang menyebut dirinya demokrasi.

Demokrasi mempunyai kelemahan yaitu pada demokrasi terlalu mengandalkan diri pada

prinsip suara mayoritas sesuai dengan doktrin “one man one vote” dimana pihak mana yang

paling banyak suaranya, ialah yang paling menentukan keputusan. Padahal, mayoritas suara

belum tentu mencerminkan kebenaran dan keadilan.

Atas dasar kelemahan yang dimiliki demokrasi tersebut proses pengambilan keputusan

dalam dinamika kekuasaan Negara harus diimbangi dengan prinsip keadilan, nomokrasi, atau the

rule of the law.[11] Prinsip inilah yang dinamakan prinsip Negara hukum, yang mengutamakan

kedaulatan hukum, prinsip supremasi hukum (supremacy of law), atau kekuasaan tertinggi di

tangan hukum.[12] Menurut Bagir Manan dalam bukunya  Teori dan politik Konstitusi, untuk

melaksanakan prinsip Negara berdasarkan hukum harus memenuhi syarat tegaknya tatanan

kerakyatan atau demokrasi, karena Negara berdasarkan atas hukum tidak mungkin tumbuh

berkembang dalam tatanan kediktatoran, merendahkan hukum dan melecehkan hukum

merupakan bawaan kediktatoran, tidak ada paham kediktatoran yang menghormati hukum, yang

ada dalam kediktatoran adalah kesewenang-wenangan, kalaupun ada hukum semata-mata

dilakukan untuk mempertahankan kepentingan rezim kediktatoran tersebut.[13]Dalam hal

tersebut rakyat semata-mata menjadi objek hukum dan bukan subjek hukum, karena itu setiap

upaya untuk mewujudkan tatanan Negara berdasarkan hukum tanpa diikuti dengan usaha

mewujudkan tatanan kerakyatan atau demokrasi akan sia-sia.[14]

9

Page 10: Konstitusi Dan Demokrasi

Adapula apabila demokrasi juga dapat berkembang menjadi demokrasi yang berlebihan

yaitu mengembangkan kebebasan tanpa keteraturan dan kepastian sehingga Negara tersebut

kacau. Negara demokrasi yang seperti ini bukanlah demokrasi yang diidealkan. Demokrasi yang

yang ideal itu demokrasi yang teratur berdasarkan hukum. karena itu, antara ide demokrasi dan

Negara hukum (nomokrasi) dipandang harus bersifat sejalan dan seiring, baru suatu Negara itu

dapat disebut sebagai Negara demokrasi dan sekaligus sebagai Negara hukum.[15] demokrasi

dan Negara hukum tidak dapat dipisahkan, oleh karena itu kualitas demokrasi suatu Negara akan

menentukan kualitas hukum Negara tersebut, begitu pula sebaliknya.

D.    Konstitusi Sebagai Bentuk Perwujudan Negara Hukum dan Demokrasi

Berbicara tentang konstitusi tidak dapat dilepaskan dari konstitusionalisme.

Konstitusionalisme adalah suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak

rakyat melalui konstitusi.[16]Menurut Carl J Friedrich, konstitusionalisme merupakan gagasan

bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas

nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin

bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka

yang mendapat tugas untuk memerintah. [17]

Yang menjadi dasar dari konstitusionalisme adalah kesepakatan umum atau persetujuan

(consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang di idealkan berkenaan dengan

Negara. Organisasi Negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan

mereka bersama dapat dilindungi atau di promosikan melalui pembentukan dan penggunaan

mekanisme yang disebut Negara. [18] Konsensus tersebut yang menjamin tegaknya

10

Page 11: Konstitusi Dan Demokrasi

konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya, dipahami bersandar pada tiga elemen

kesepakatan (consensus), yaitu : [19]

1.      Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama

2.      Kesepakatan tentang the rule of the law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan

Negara

3.      Kesepakatan tentang bentuk-bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan

Kesepakatan yang pertama berkenaan dengan cita-cita bersama adalah puncak abstraksi

paling mungkin mencerminkan kesamaan-kesamaan kepentingan diantara  sesama warga

masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup ditengah pluralism atau kemajemukan. Oleh

karena itu suatu masyarakat untuk menjamin kebersamaan dalam kerangka kehidupan bernegara,

diperlukan perumusan tentang tujuan atau cita-cita bersama.[20] Kesepakatan kedua adalah

kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi,

kesepakatan kedua ini juga sangat prinsipil, karena dalam setiap Negara harus ada keyakinan

bersama bahwa apapun yang hendak dilakukan dalam konteks penyelenggaraan Negara haruslah

didasarkan atas the rules of the game yang ditentukan bersama. [21] Kesepakatan yang ketiga

adalah berkenaan dengan bangunan organ Negara dan prosedur-prosedur yang mengatur

kekuasaannya,hubungan-hubungan antar organ Negara itu satu sama lain, serta hubungan antara

organ Negara dengan warga Negara. [22]

Kesepakatan-kesepakatan itulah yang dirumuskan didalam konstitusi. Kesepakatan itu

menjadi pegangan hidup dalam bernegara sehingga ditempatkan di posisi yang tinggi. Karena

ditempatkan diposisi yang tinggi maka konstitusi dijadikan sebagai supremacy of law.

Supremacy of law merupakan salah satu unsure didalam Negara hukum. Konstitusi sebagai dasar

11

Page 12: Konstitusi Dan Demokrasi

hukum yang tertinggi dibentuk atas dasar kesepakatan rakyat sehingga konstitusi haruslah

mempunyai nilai-nilai demokrasi. Oleh karena suatu konstitusi yang baik harus menjamin

kedaulatan hukum yang mengedepankan demokrasi.

Didalam undang-undang dasar 1945 menjelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan

Negara demokrasi yang mempunyai kedaulatan ditangan rakyat sekaligus sebagai Negara dengan

kedaulatan hukum. Hal ini ditegaskan didalam pasal 1 ayat (2) yang menyatakan :

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”

Ketentuan ini mencerminkan bahwa UUD 1945 menganut kedaulatan rakyat atau

demokrasi berdasarkan undang-undang dasar atau “constitutional democracy”. [23] Sedangkan

pasal 1 ayat (3) menegaskan :

“Negara Indonesia adalah Negara hukum”

Inilah yang dimaksud dengan paham kedaulatan hukum yang pada pokoknya menganut

prinsip supremasi hukum.

E.     Demokrasi Kostitusi

Definisi dari konstitusi demokrasi adalah konstitusi yang mengandung prinsip dasar

demokrasi. Dalam negara demokrasi, konstitusi demokrasi merupakan aturan yang dapat

menjamin terwujudnya demokrasi sehingga melahirkan pemerintahan yang demokratis pula.

Demokrasi konstitusi dibangun berdasarkan pada gagasan bahwa pemerintah yang

demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak

sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Rumusan Lord Acton, seorang ahli sejarah

Inggris, dengan dalil yang termashurnya ”Power tends to corrupt, but absolute power corrupts

absolutely”. Untuk itu sebagai suatu program dan sistim politik yang konkrit pembatasan

12

Page 13: Konstitusi Dan Demokrasi

kekuasaan negara diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis. Kekuasaan harus dibagi

sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaan diperkecil, caranya dengan menyerahkan

kekuasaan kepada beberapa orang atau badan. Prinsipnya, semakin kecil keterlibatan negara

semakin baik. Keterlibatan negara hanya dibenarkan untuk campur tangan dalam kehidupan

rakyatnya dalam batas-batas yang sangat terbatas. Peran negara hanya dapat dilihat manfaatnya

sebagai Penjaga Malam (Nachtwachtersstaat). Dalam dinamika perkembangan demokrasi telah

menggeser pandangan keterlibatan negara yang terbatas pada pengurusan kepentingan bersama,

negara juga bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat, dan negara harus aktif berusaha untuk

menaikkan kehidupan warganya. Dari konsep peran sebagai Nachtwachtersstaat bergeser ke

Welfare State atau Social Service State. Kemudian berkembang lagi konsep peran negara tidak

saja terbatas pada demokrasi politik, namun berkembang pada konsep peran negara dalam

demokrasi ekonomi.

Prinsip- prinsip  dasar demokrasi dalam kehidupan bernegara adalah sebagai berikut :

1.      Menempatkan warga negara sebagai sumber utama kedaulatan

2.      Mayoritas berkuasa dan terjamin hak minoritas

3.      Pembatasan pemerintahan

4.      Pembatasan dan pemisahan kekuasaan negara

5.      Pemisahan wewenang kekuasaan berdasarkan Trias Politica

6.      Kontrol dan keseimbangan lembaga pemerintahan

7.      Proses hukum

8.      Adanya pemilu sebagai mekanisme peralihan kekuasaan

13

Page 14: Konstitusi Dan Demokrasi

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

             Menurut Jimly Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam

penyelenggaraan suatu negara. konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim di sebut

undang- undang dasar, dan juga dapat  dalam bentuk tidak tertulis.

             Demokrasi adalah Suatu bentuk pemerintah dimana hak untuk membuat keputusan-

keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasar

prosedur mayoritas.

             Atas dasar kelemahan yang dimiliki demokrasi tersebut proses pengambilan keputusan

dalam dinamika kekuasaan Negara harus diimbangi dengan prinsip keadilan, nomokrasi, atau the

rule of the law.  Prinsip inilah yang dinamakan prinsip Negara hukum, yang mengutamakan

kedaulatan hukum, prinsip supremasi hukum (supremacy of law), atau kekuasaan tertinggi di

tangan hukum.

             Konstitusi demokrasi adalah konstitusi yang mengandung prinsip dasar demokrasi.

Dalam negara demokrasi, konstitusi demokrasi merupakan aturan yang dapat menjamin

terwujudnya demokrasi sehingga melahirkan pemerintahan yang demokratis pula.

B.     Kritik dan Saran

14

Page 15: Konstitusi Dan Demokrasi

Kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan subtansi materi pada makalah ini

sangat penulis harapkan,  semoga tulisan ini bermanfaat adanya bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

                                 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi,  Yogyakarta : FH UII Press, 2004.

                                 Chairul Anwar, Konstitusi dan Kelembagaan Negara, Jakarta: Novindo Pustaka

Mandiri, 1999.

                                 Dahlan Thaib, Teori dan Hukum Konstitusi,  Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2008.

                                 G.S. Diponolo, Ilmu Negara,  Jakarta: Balai Pustaka, 1951.           

                                 J. Barents, De Wetenschap de Politiek, Een Tereiverkenning, 1952, diterjemahkan L.M.

Sitorus, Ilmu Politik: Suatu Perkenalan Lapangan, Jakarta: PT Pembangunan, 1958.

                                 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, PT Raja Grafindo, Jakarta,

2009.

                                 Jimmly Asshidiqie, Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,

Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2008.

                                 Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan konstitusionalisme, Jakarta : Konstitusi Press, 2005.     

                                 K.C. Wheare, Modern Constitution, London: Oxford University Press, 1975.

                                 Maurice Hauriou, Precis de Droit Constitutionnel, dalam Abu Daud Busro, Ilmu

Negara,  Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

                                 Sri Soemantri, Prosedur Dan Sistem Perubahan Konstitusi, Bandung: Alumni, 1987

15

Page 16: Konstitusi Dan Demokrasi

[1]  Jimmly Asshidiqie, Konstitusi dan konstitusionalisme, (Jakarta : Konstitusi Press,

2005), Hlm.  29

[2] Chairul Anwar, Konstitusi dan Kelembagaan Negara, (Jakarta: Novindo Pustaka

Mandiri, 1999), Hlm. 13

[3] Sri Soemantri, Prosedur Dan Sistem Perubahan Konstitusi, (Bandung: Alumni, 1987)

[4] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,(PT Raja Grafindo, Jakarta,

2009), Hlm. 108

[5] Ibid, Hlm. 109

[6] K.C. Wheare, Modern Constitution, (London: Oxford University Press, 1975), Hlm.14.

[7] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Hlm. 119

[8] J. Barents, De Wetenschap de Politiek, Een Tereiverkenning, 1952, diterjemahkan

L.M. Sitorus, Ilmu Politik: Suatu Perkenalan Lapangan, (Jakarta: PT Pembangunan, 1958), Hlm.

38.

[9] Maurice Hauriou, Precis de Droit Constitutionnel, dalam Abu Daud Busro, Ilmu

Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), Hlm. 99

[10] G.S. Diponolo, Ilmu Negara, (Jakarta: Balai Pustaka, 1951), Hlm. 23.

[11] Jimmly Asshidiqie, Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,

(Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2008), Hlm. 146

[12] Ibid, Hlm. 147

[13] Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi,  (Yogyakarta : FH UII Press, 2004),

Hlm.  125-126

[14] Ibid, Hlm. 126

16

Page 17: Konstitusi Dan Demokrasi

[15] Jimmly Asshidiqie, Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,

Hlm. 147

[16] Dahlan Thaib, Teori dan Hukum Konstitusi, ( Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2008),

Hlm. 1

[17] Ibid, Hlm. 19

[18] Jimmly Asshidiqie, Konstitusi dan konstitusionalisme, (Jakarta : Konstitusi Press,

2005), Hlm.  20

[19] Ibid, Hlm. 21

[20] Ibid, Hlm 21

[21] Ibid, Hlm 22

[22] Ibid, Hlm 22

[23] Jimmly Asshidiqie, Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi,

Hlm. 149

17