17
1 KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS AGROWISATA DAN AGRO FISHERIES Nopi Andayani 1 *, Miftah Faiz Ali Ramdhani 2 , Robin 3 , Reni Tania 4 *correspondent author:[email protected] Abstract The government has implemented poverty alleviation programs for various decades of the leadership of the President of the Republic of Indonesia. These programs include Direct Cash Assistance (BLT), Family Hope Program (PKH), Smart Indonesia Card (KIP) and Healthy Indonesia Card (KIS). However, the poverty rate in Indonesia has not shown a significant decrease. BPS RI recorded that in September 2015 there were 28.51 million people (11.13 percent), September 2016 there were 27.76 million people (10.70 percent). The purpose of this study: to provide an overview of poverty alleviation policies in disadvantaged and conflict-prone areas with the development of agro-tourism and agrofisheries. This research is included in a qualitative descriptive study by promoting the concept of solutions to poverty alleviation policies based on agro-tourism and agrofisheries. In this study, an evaluation of all poverty reduction policies and programs in Indonesia is used. The analysis used is descriptive qualitative and content analysis. The results of the discussion indicate that poverty alleviation strategies need to use multidimensional and prioritize local potential and wisdom. In addition, Indonesian poverty is more centralized on the agricultural and coastal bases, so it needs a policy concept that refers to agro-tourism-based poverty alleviation and agrofisheries. Keywords: Policies, Poverty, Agrofisheries, Agro-tourism

KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

1

KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS

AGROWISATA DAN AGRO FISHERIES

Nopi Andayani1*, Miftah Faiz Ali Ramdhani2, Robin3, Reni Tania4

*correspondent author:[email protected]

Abstract

The government has implemented poverty alleviation programs for various decades of the

leadership of the President of the Republic of Indonesia. These programs include Direct

Cash Assistance (BLT), Family Hope Program (PKH), Smart Indonesia Card (KIP) and

Healthy Indonesia Card (KIS). However, the poverty rate in Indonesia has not shown a

significant decrease. BPS RI recorded that in September 2015 there were 28.51 million

people (11.13 percent), September 2016 there were 27.76 million people (10.70 percent).

The purpose of this study: to provide an overview of poverty alleviation policies in

disadvantaged and conflict-prone areas with the development of agro-tourism and

agrofisheries.

This research is included in a qualitative descriptive study by promoting the concept of

solutions to poverty alleviation policies based on agro-tourism and agrofisheries. In this

study, an evaluation of all poverty reduction policies and programs in Indonesia is used. The

analysis used is descriptive qualitative and content analysis.

The results of the discussion indicate that poverty alleviation strategies need to use

multidimensional and prioritize local potential and wisdom. In addition, Indonesian poverty

is more centralized on the agricultural and coastal bases, so it needs a policy concept that

refers to agro-tourism-based poverty alleviation and agrofisheries.

Keywords: Policies, Poverty, Agrofisheries, Agro-tourism

Page 2: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

2

Abstrak

Pemerintah telah melaksanakan program pengentasan kemiskinan berbagai dekade

kepemimpinan Presiden RI. Program tersebut diantaranya Bantuan Langsung Tunai (BLT),

Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat

(KIS). Walaupun demikian, tingkat kemiskinan di Indonesia belum menunjukkan

penurunan signifikan. BPS RI mencatat pada bulan September tahun 2015 sebesar 28,51 juta

orang (11,13 persen), September 2016 sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen). Tujuan

penelitian ini: memberikan gambaran kebijakan pengentasan kemiskinan di daerah tertinggal

dan rentan konflik dengan pengembangan agrowisata dan agrofisheries.

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif kualitatif dengan mengedepankan

konsep solusi terhadap kebijakan pengentasan kemiskinan berbasis agrowisata dan

agrofisheries. Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap semua kebijakan dan

program penanganan kemiskinan di Indonesia Analisis yang digunakan dengan deskriptif

kualitatif serta analisis isi (content analysis).

Hasil pembahasan menunjukkan bahwa Strategi pengentasan kemiskinan perlu

menggunakan multidimensi dan mengedepankan potensi dan kearifan lokal. Selain itu,

Kemiskinan Indonesia lebih banyak tersentral di basis pertanian dan pesisir sehingga perlu

konsepsi kebijakan yang mengacu pada pengentasan kemiskinan berbasis agrowisata dan

agrofisheries.

Kata Kunci: Kebijakan, Kemiskinan, Agrofisheries, Agrowisata

Page 3: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

3

LATAR BELAKANG

Pembangunan nasional sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

adalah melindungi segenap bangsa, dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dalam

mengimplementasikan amanah mewujudkan kesejahteraan umum, berupa kesejahteraan

rakyat Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai program dalam rangka pengentasan

kemiskinan, diantaranya Program Keluarga Harapan (PKH), Beras Sejahtera, bantuan

hunian sederhana dengan nama Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu), dan Komunitas Adat

Terpencil (KAT), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Upaya untuk mengentaskan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah pada

berbagai dekade. Pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Pemerintah

menggulirkan program sebagai, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga

Harapan (PKH) dan lainnya. Beberapa kebijakan tersebut berdampak pada pengurangan

tingkat kemiskinan, pada tahun 2004 sebesar 16,7% (BPS 2005), sedang di tahun 2014

menurun 5,7 persen menjadi sebesar 16,7% (BPS 2015). Walaupun Rasio Gini antara orang

kaya dan miskin mengalami peningkatan dari 0,363 tahun 2005 (BPS 2006) menjadi 0,413

tahun 2013 (BPS 2014). Kondisi wajar karena upaya peningkatan kesejahteraan selalu

diiringi dengan pertumbuhan ekonomi, yang didalamnya ada investasi para pengusaha

walaupun kadang tidak diiringi peningkatan purchasing power (daya beli) dari masyarakat

miskin. Pada Era Pemerintah Presiden Joko Widodo, program pengentasan kemiskinan

dilakukan melanjutkan pemerintahan sebelumnya diperkuat lagi dengan dikeluarkannya

Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Berbagai program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah pusat

dan daerah belum menunjukkan penurunan angka kemiskinan yang signifikan. Badan Pusat

Statistik (BPS) RI mencatat angka kemiskinan di Indonesia pada bulan September tahun

2015 sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen), September 2016 sebesar 27,76 juta orang

(10,70 persen) dan September 2017 sebesar 26,58 juta (10,12 %). Tingkat kemiskinan

tersebut menunjukkan intervensi pemerintah dalam berbagai kebijakan dan program

pengentasan kemiskinan belum berdampak signifikan dalam penurunan angka kemiskinan.

Gambar 1 Jumlah dan Persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 2007-2018

menurut BPS (Bappenas 2018)

Page 4: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

4

Meskipun secara statistic terjadi penurunan angka kemiskinan di Indonesia, namun secara

jumlah penurunan angka kemiskinan tersebut mengalami perlambatan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan program pengentasan kemiskinan belum

berjalan optimal, diantaranya adalah pertama data dan definisi masyarakat miskin yang

belum disepakati banyak pihak. Sayogyo (1978) mengukur tingkat kemiskinan berdasarkan

pendapatan rumah tangga (bukan per kapita), yaitu setara dengan beras. Alasannya adalah

karena beras merupakan komoditas strategis, makanan pokok dan kemungkinan dijadikan

menentukan standar upah (gaji) minimum sehingga perubahan harga beras bisa

memungkinkan diikuti perubahan harga barang kebutuhan pokok lain. Indikator inipun

dipakai oleh instansi pemerintah seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kedua lembaga tersebut mendefinisikan bahwa

orang miskin sebagai orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan (beras) dan non

pangan.

Faktor kedua, kebijakan pengentasan kemiskinan belum tepat sasaran serta belum

dilakukan dengan upaya yang sistematis dan berkelanjutan (sustainability) sehingga terjadi

perubahan pada berbagai pergantian rezim kekuasaan (Pattinama 2009). Kebijakan tersebut

penting agar strategi penanganan kemiskinan tidak bersifat parsial dan lima tahunan tapi

merupakan kerangka kebijakan nasional yang dilakukan secara sistematis oleh pemerintah

dengan tanpa mengurangi inovasi dan kreatifitas dari decision maker (pemerintahan yang

terpilih dari hasil pemilu). Faktor ketiga yang menjadi titik krusial adalah program

pengentasan kemiskinan cenderung tersentralisasi, belum menggunakan pendekatan kearifan

lokal padahal persoalan yang dihadapi tiap wilayah berbeda-beda (Pattinama 2009; Satria

2009; Hakim et al 2017). Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, maka urgen untuk

mengkaji secara lebih mendalam pola pengentasan kemiskinan dengan mengacu pada

potensi wilayah masing-masing daerah beserta kearifan lokalnya serta aktor yang mesti

dilibatkan agar tercipta kebijakan pengentasan kemiskinan yang efektif dan efisien serta

menjadi benchmarking kebijakan pada daerah yang memiliki karakteristik yang sejenis.

Program pengentasan kemiskinan telah dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia

bahkan Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 131 tahun

2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019. Perpres ini sebagai upaya

pemerintah dalam memfokuskan pengentasan kemiskinan pada daerah yang tertinggal.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif kualitatif dengan

mengedepankan konsep solusi terhadap kebijakan pengentasan kemiskinan berbasis

agrowisata dan agrofisheries. Penelitian dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap

semua kebijakan dan program penanganan kemiskinan di Indonesia Analisis yang digunakan

dengan deskriptif kualitatif serta analisis isi (content analysis).

Page 5: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Konsep Kemiskinan dan Pengukurannya

Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi yang dianggap sebagai

sumber berbagai kejahatan dan kegiatan sumbang, sehingga harus disembuhkan atau paling

tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan

bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan

secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat dan dilaksanakan secara

terpadu (Benazir dan Azharsyah, 2017). Kemiskinan merupakan fenomena multi aspek bisa

dipandang dalam perspektif ekonomi dan sosial (Yenny 2009) sehingga definisi kemiskinan

bisa dilihat dalam berbagai perspektif. Supriatna (1997) menjelaskan kemiskinan sebagai

situasi yang serba terbatas yang terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan. BPS

RI (2002) menjelaskan Kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai

kebutuhan atau suatu kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak

mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

Bank Dunia (2002) memberikan 4 karakter utama kemiskinan, yaitu kurangnya

kesempatan (lack of opportunity), rendahnya kemampuan (low capabilities), rendahnya

tingkat ketahanan (low level of security), rendahnya pemberdayaan (empowerment). Emil

Salim dalam Supriatna (1997) mengemukakan lima karakteristik penduduk miskin. Kelima

karakteristik penduduk miskin tersebut adalah: 1) Tidak memiliki faktor produksi sendiri, 2)

Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri,

3) Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, 4) Banyak di antara mereka yang tidak

mempunyai fasilitas, dan 5) Di antara mereka berusia relatif muda dan tidak mempunyai

keterampilan atau pendidikan yang memadai.

Raihana Kaplale (2012) juga menjelaskan bahwa faktor-faktor penyebab kemiskinan

adalah menurunnya produktivitas tanaman, lapangan kerja yang sulit diperoleh, rendahnya

tingkat pendidikan kepala keluarga, ketergantungan masyarakat terhadap alam dan kondisi

yang ada, biaya dalam proses ritual adat, serta terbatasnya akses terhadap modal (uang

tunai). Suliswanto (2010) mengatakan bahwa permasalahan kemiskinan tidak cukup hanya

dipecahkan melalui meningkatkan pertumbuhan ekonomi semata dengan mengharapkan

terjadinya efek menetes ke bawah (trickle down effect). Akan tetapi, peningkatan kualitas

Sumber Daya Manusia akan mampu memberikan pengaruh yang besar terhadap

pengurangan angka kemiskinan yang terjadi. Agar manusia berkualitas dan beretika,

manusia harus memiliki modal, yaitu pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh melalui

pendidikan, mulai dari program untuk anak-anak sampai dengan pelatihan dalam pekerjaan

(on the job training) untuk para pekerja dewasa (Mankiw et al, 1992). Strategi pengentasan

kemiskinan seharusnya tidak terpaku pada aspek ekonomi dan fisik saja, tetapi aspek

nonfisik (rohaniah) juga perlu mendapatkan porsi yang cukup dalam kebijakan ini, dimana

Pendidikan agama dan budi pekerti sangat penting untuk penanaman nilai-nilai agama dan

budi pekerti terutama bagi anak-anak dan pemuda dalam menghadapi problematika

kemiskinan di masa akan datang (Abrar, 2009).

Page 6: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

6

Persoalan kemiskinan menurut Bank Dunia (1990) dalam laporannya dijelaskan

bahwa: "The case for human development is not only or even primarily an economic one.

Less hunger, fewer child death, and better change of primary education are almost

universally accepted as important ends in themselves". Artinya, pembangunan manusia tidak

hanya diutamakan pada aspek ekonomi, tapi yang lebih penting ialah mengutamakan aspek

pendidikan secara universal bagi kepentingan diri orang miskin guna meningkatkan

kehidupan sosial ekonominya, dampaknya kualitas SDM menjadi rendah baik dari segi fisik

maupun mental.

Problematika dan strategi pengentasan kemiskinan

Beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan pedesaan di Indonesia seperti

halnya Negara Berkembang lainnya menurut Firdaussy (1992) dan Booth, A(1992) adalah

pertama, pertumbuhan cepat populasi di pedesaan sering di lihat sebagai faktor utama yang

mendorong ke arah kemiskinan pedesaan. Kedua, meningkatnya tekanan populasi dapat

mengarah pada masalah penyediaan pendidikan, meningkatnya pengangguran di pedesaan

dan ketiga, berkurang nya ketersediaan modal dan secara keseluruhan mengurangi per kapita

pendapatan.

Menurut Saldanha (1998) menjelaskan problema kemiskinan terdiri enam masalah

utama. Pertama, kerentanan pendapatan akibat perubahan musim khususnya bagi nelayan

dan petani. Kedua, tertutupnya akses peluang kerja. Ketiga, masalah ketidakpercayaan,

perasaan impotensi emosional dan sosial menyikapi berbagai kebijakan atau faktor

kesehatan. Keempat, Kemiskinan berdampak pada alokasi penghasilan dihabiskan untuk

konsumsi kebutuhan pokok. Kelima, Kemiskinan diindikasikan dengan besarnya

ketergantungan keluarga sehingga bisa berdampak pada kemiskinan yang diturunkan. 6.

Kemiskinan juga terefleksikan dalam budaya kemiskinan yang diwariskan dari satu generasi

ke generasi lainnya.

Strategi pengentasan kemiskinan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah

seharusnya memberikan perubahan yang cukup signifikan diindikasikan dengan semakin

berkurangnya jumlah penduduk miskin. Realitasnya kebijakan yang telah diimplementasikan

belum berjalan maksimal sehingga tingkat kemiskinan masyarakat masih tinggi. Kondisi

tersebut terjadi karena berbagai program pengentasan kemiskinan pemerintah masih

menggunakan leader-follower hierarchy model yang lebih mengedepankan pendekatan

ekonomi makro, mikro dibandingkan pembangunan sosial, yang berdampak pada kebijakan

ekonomi makro sebagai acuan utama dengan mengesampingkan kebijakan sosial (Alhumami

2008; Saharudin 2009).

Beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam program pengentasan kemiskinan,

diantaranya: pertama, perlu adanya sistem identifikasi pemberian bantuan kemiskinan yang

tepat bagi warga miskin berdasarkan parameter yang ada sehingga dapat memberikan

percepatan pengentasan kemiskinan (Redjeki et al 2014). Kedua, lingkungan strategis

berupa revolusi teknologi telekomunikasi yang melahirkan bentuk sistem informasi

geografis berbasis web interaktif dan dinamis. Pengentasan kemiskinan memerlukan

perhatian khusus terutama pada ketepatan sasaran bantuan yang akan disalurkan. Ketepatan

sasaran berhubungan erat dengan distribusi keluarga miskin pada suatu wilayah calon target

Page 7: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

7

bantuan (Baba, J. A et al 2019). Ketiga, kebijakan dan program pengentasan kemiskinan

yang ada belum menggunakan local wisdom dan sosial capital masyarakat setempat.

Keempat, program pengentasan kemiskinan yang telah dijalankan belum memaksimalkan

program pemberdayaan masyarakat miskin dalam bentuk pengembangan usaha padahal

beberapa studi menunjukkan adanya keterikatan sosial, psikologi, dan biologi antara

pengangguran dengan kemiskinan relatif, isolasi sosial, hilangnya rasa percaya diri, serta

perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Bertley 1994). Studi Gelberg (1995) juga

menunjukkan adanya korelasi positif antara pendapatan yang rendah dengan gizi yang

rendah dan kemiskinan. Kelima, program pengentasan kemiskinan belum memaksimalkan

pengembangan potensi lokal. Pengembangan perekonomian wilayah dengan

mengembangkan potensi lokal dan pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu kunci

strategi pengentasan kemiskinan yang efektif sebagaimana studi Satria (2009) di Kabupaten

Malang.

Kemiskinan di wilayah Pesisir

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, penduduk miskin di Indonesia

mencapai 26,58 juta jiwa dan 61,36 persen % di antaranya adalah masyarakat yang hidup di

kawasan pesisir dan pedesaan. Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh

tingginya angka kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula memicu sebuah

lingkaran setan karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan

pesisir, namun penduduk miskin pulalah yang akan menanggung dampak dari kerusakan

lingkungan.

Konsep Penanganan Kemiskinan Nelayan

Anugerah (2018) menjelaskan terkait Keterpaduan penanganan kemiskinan nelayan

sangat dibutuhkan sekali, tujuannya adalah untuk menghilangkan egosektor dari masing –

masing pemangku kepentingan. Keterpaduan tersebut adalah sebagai berikut : pertama,

keterpaduan sektor dalam tanggung jawab dan kebijakan. Keputusan penanganan

kemiskinan nelayan harus diambil melalui proses koordinasi di internal pemerintah, yang

perlu digaris bawahi adalah kemiskinan nelayan tidak akan mampu ditangani oleh secara

kelembagaan oleh sektor kelautan dan perikanan, mulai dari pusat sampai ke daerah. Kedua,

keterpaduan keahlian dan pengetahuan, untuk merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan

program harus didukung berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keahlian, tujuannya adalah

agar perencanaan yang disusun betul – betul sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat

nelayan. Ketiga, keterpaduan masalah dan pemecahan masalah sangat diperlukan untuk

mengetahui akar permasalahan yang sesungguhnya, sehingga kebijakan yang dibuat bersifat

komprehensif, dan tidak parsial. Keempat, keterpaduan lokasi, memudahkan dalam

melakukan pendampingan, penyuluhan dan pelayanan (lintas sektor), sehingga program

tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Untuk mewujudkan keterpaduan tersebut, diperlukan proses perencanaan yang harus

sesuai dengan unsur – unsur sebagai berikut : pertama, perumusan sasaran yang jelas, berupa

; hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan yang dibuat, kelembagaan yang bertanggung

jawab, serta objek dari kegiatan. Kedua, pengidentifikasian situasi yang ada, yaitu dengan

mempertimbangkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan

ancaman), tujuannya untuk mengetahui kondisi sesungguhnya tentang objek yang akan

Page 8: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

8

ditangani. Selanjutnya akan memudahkan dalam menyusun berbagai strategi yang

mendukung penanganan kemiskinan nelayan. Ketiga, penentuan tujuan harus bersifat

spesifik (objek, kegiatan, dibatasi waktu dan terukur), sehingga pengentasan kemiskinan

nelayan jelas siapa sasarannya dan jenis kegiatan yang akan dilakukan, dan selanjutnya

berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan dapat ditentukan dengan jelas.

Keempat, menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus disesuaikan antara ketentuan

yang telah ditetapkan dengan realitas yang ada di lapangan, dan apabila terjadi permasalahan

di luar dugaan, maka perlu segera dibuatkan strategi dan tindakan baru untuk menutup

jurang perbedaan. Kelima, pendampingan, monitoring dan evaluasi, pendampingan harus

dilakukan awal kegiatan dilaksanakan, sampai pasca kegiatan, sehingga akan menjadi bahan

evaluasi, apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Kesemua unsur – unsur tersebut akan terpenuhi apabila didukung oleh : pertama,

penyusunan program harus dimulai dari identifikasi masalah, tujuannya adalah untuk

mengumpulkan data dan fakta yang aktual, sehingga akar permasalahan (isu, penyebab,

dampak, lokasi, dll) dapat diketahui dengan jelas. Kedua, dalam pengelolaan program harus

jelas proses pengelolaan (perumusan, pelaksanaan rencana, pengawasan dan evaluasi), tidak

hanya terfokus pada proses administrasi. Ketiga, tindakan yang betul – betul untuk

memecahkan setiap masalah, bukan untuk kepentingan politik penguasa dan pengusaha.

Selanjutnya melalui konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan berbagai strategi

pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan kelembagaan

masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan sosial, dan

penataan kemitraan global.

Penyebab Kemiskinan Pada Nelayan

Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multidimensi

sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi yang menyeluruh, dan bukan

solusi secara parsial. Untuk kita, terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang menjadi

penyebab terjadinya kemiskinan nelayan sebagai berikut :

1) Kondisi Alam.

Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan terjadi disebabkan

masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi

ketidakpastian dalam menjalankan usahanya. Musim paceklik yang selalu datang tiap

tahunnya dan lamanya pun tidak dapat dipastikan akan semakin membuat masyarakat

nelayan terus berada dalam lingkaran setan kemiskinan setiap tahunnya.

2) Tingkat Pendidikan Nelayan

Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas

sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat

rendah. Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus dengan teknologi yang dapat

dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini teknologi di bidang penangkapan dan

pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan

makanan lain disebabkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karena itu,

diperlukan teknologi pengawetan ikan yang baik. Selama ini, nelayan hanya

menggunakan cara yang tradisional untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya

Page 9: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

9

disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan penguasaan nelayan terhadap

teknologi.

3) Pola Kehidupan Nelayan Itu Sendiri

Stereotipe semisal boros dan malas oleh berbagai pihak sering dianggap menjadi

penyebab kemiskinan nelayan. Padahal kultur nelayan jika dicermati justru memiliki etos

kerja yang handal. Bayangkan mereka pergi subuh pulang siang, kemudian

menyempatkan waktunya pada waktu senggang untuk memperbaiki jaring. Memang ada

sebagian nelayan yang mempunyai kebiasaan dan budaya boros dan hal tersebut

menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah

4) Pemasaran Hasil Tangkapan

Tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal tersebut

membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak

dengan harga yang jauh di bawah harga pasaran.

Babak Baru Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan

Robin (2019) mengungkapkan bahwa pada akhir tahun 2014 konsep mengenai

perlindungan dan pemberdayaan nelayan telah digabungkan baik itu pada saat Presiden Joko

Widodo dilantik menjadi Presiden dengan semboyan menjadikan indonesia sebagai poros

maritim dunia, telah memberikan perhatian khusus terhadap nelayan ini sebagai salah satu

faktor yang mendukung visi luar biasa tersebut. Di Sisi yang lain Dewan Perwakilan Rakyat

telah merumuskan Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan pemberdayaan nelayan,

pembudidaya ikan dan petambak garam yang kemudian menjadi usul inisiatif DPR dalam

Prolegnas. Saat ini undang-undang tersebut disahkan menjadi UU 07 tahun 2016 tentang

perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. Berbagai

harapan muncul terhadap RUU ini untuk menjadi salah satu solusi atas permasalahan yang

banyak dihadapi nelayan saat ini.

1. Meningkatkan kualitas sumberdaya nelayan

Salah satu permasalahan serius yang dihadapi komunitas nelayan adalah rendahnya kualitas

sumberdaya nelayan, hal ini terlihat dari data BPS (2013).

Page 10: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

10

Terlihat dari data diatas bahwa nelayan dan pembudidaya ikan mayoritas hanya mengenyam

bangku pendidikan sampai sekolah dasar saja, implikasinya nelayan yang tidak memiliki

pengetahuan yang cukup akan sangat lambat dalam menyerap informasi dan

mengaplikasikan teknologi. Sehingga tidak mengherankan ketika mayoritas nelayan

Indonesia merupakan nelayan kecil/nelayan tradisional yang sangat terbatas dalam

penggunaan teknologi dan peralatan kapal. Hal ini terlihat dari data BPS dibawah ini.

Sumber: ST2013-Survey rumah tangga usaha penangkapan ikan, 2013

Dari gambar diatas persentase nelayan yang menggunakan alat bantu tangkap berupa echo

sounder/GPS/Fish finder dan powerblock hanya berkisar antara 0,04%-15% dari jumlah

nelayan, ini merupakan bukti nyata lambatnya penyerapan teknologi dari nelayan. Dengan

pengembangan sumberdaya nelayan melalui pendidikan, pelatihan dan pendampingan

diharapkan dapat meningkatkan kapasitas nelayan dimasa yang akan datang. Satu hal lagi

yang sangat penting adalah dengan menjadikan nelayan sebagai profesi yang terpandang

maka dapat menarik kembali para mahasiswa jurusan perikanan untuk kembali menggeluti

profesi tersebut.

2. Membuka dan Memudahkan Akses Terhadap Modal

Modal merupakan faktor produksi penting dalam melakukan usaha perikanan. Keterbatasan

terhadap akses modal akan menyebabkan pelaku usaha perikanan akan kesulitan melakukan

aktivitasnya sehingga produktivitas mereka menjadi rendah. Saat ini sumber permodalan

0

20

40

60

80

100

KM PMT PTM KM PMT PTM TP

Penangkapan di Laut Penangkapan di Perairan Umum

Per

sen

tase

Echo Sounders/GPS/Fish Finder Rumpon Power Block Lampu Lainnya

Page 11: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

11

nelayan bersumber dari bank (umumnya kurang compatible meskipun suku bunga yang

ditawarkan rendah), micro-finance (secara umum lebih diminati, namun suku bunga tinggi),

koperasi nelayan (kurang diminati karena prosesnya berbelit-belit), tengkulak (gampang,

cepat namun memonopoli penjualan).

Distribusi sumber modal bagi para nelayan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Sumber: ST2013-Survey rumah tangga usaha penangkapan ikan, 2013

Terlihat dari gambar diatas bahwa modal sendiri lebih mendominasi usaha penangkapan

ikan, jika diuraikan lagi secara umum modal sendiri ini bisa jadi bersumber dari pinjaman

kepada pemilik modal yang menyebabkan posisi nelayan sebagai kreditur menjadi

tergantung kepada debitur, pada beberapa kasus di daerah contohnya nelayan Palabuhanratu

dan beberapa kasus nelayan di Jakarta Utara, hasil tangkapan nelayan merupakan jaminan

yang akan dibeli tanpa melihat harga yang sedang berlaku di pasaran. Berdasarkan hasil

diskusi dengan beberapa aktivis nelayan teluk jakarta, mereka menyebutkan bahwa

kesepakatan dengan pemilik modal bersifat berat sebelah dimana hasil tangkapan hanya

dihitung per bakul (basket) tanpa melihat jenis ikan yang tertangkap. Praktik-praktik seperti

ini menyebabkan nelayan sangat dirugikan. Di sisi yang lain bank sebagai penyedia layanan

pinjaman tidak mampu berbuat banyak dan terkesan pilih kasih, hal ini terlihat dari jumlah

kredit yang diukurkan untuk sektor perikanan sangatlah rendah jika dibandingkan dengan

sektor lain.

Sumber: ST2013-Survey rumah tangga usaha penangkapan ikan, 2013

60

70

80

90

100

KM PMT PTM KM PMT PTM TP

Penangkapan di Laut Penangkapan di Perairan Umum

PER

SEN

TASE

Modal Sendiri Kredit Bank Kredit Non Bank Lainnya

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

2011 2012 2013 2014 2015 (AGUSTUS)

0.32 0.29 0.27 0.29 0.29

23.14 19.93 17.26 18.40 17.86

76.54 79.79 82.47 81.31 81.85

Pe

rse

nta

se

Fisheries Non-fisheries Industry

Page 12: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

12

Dari gambar diatas terlihat bahwa sektor perikanan belum menjadi prioritas dalam

pemberian kredit. Selama ini memang ada anggapan bahwa sektor perikanan memiliki

resiko yang cukup tinggi sehingga akan memperbesar potensi kredit macet yang merugikan

pihak bank, selain itu persyaratan mengenai peminjaman kredit yang cukup rumit di bank

merupakan masalah lain yang masih sulit ditemukan solusinya. Terdapat beberapa alasan

rendahnya nilai kredit

1. Perikanan masih dianggap penuh resiko dan ketidakpastian

2. Asuransi perikanan belum berkembang

3. Rendahnya kompatibilitas sistem perbankan

4. Rendahnya keanggotaan koperasi

kesimpulannya bank kurang kompatibel terhadap usaha perikanan khususnya perikanan

tangkap sehingga tengkulak merupakan satu-satunya sumber kredit yang dapat diandalkan

oleh para nelayan.

3. Membangun dan Mengembangkan Kelembagaan Nelayan

Berbicara mengenai permasalahan kelembagaan memang bukan sesuatu yang baru lagi,

telah banyak program yang dilakukan baik itu inisiasi dari pemerintah maupun program-

program donor yang memilih indonesia sebagai target site-nya. Akan tetapi program

pemberdayaan nelayan melalui kelembagaan nelayan banyak mengalami kegagalan. Sebut

saja koperasi nelayan yang justru banyak ditinggalkan.

Sumber: ST2013-Survey rumah tangga usaha penangkapan ikan, 2013 Terlihat dari diagram diatas bahwa sebagian besar nelayan tidak menjadi anggota koperasi :

Laut : 92-96%; Darat : 96-99%. Padahal melihat dari fungsi koperasi yang menjadi sokoguru

perekonomian bangsa, seharusnya keberadaannya menjadi solusi nelayan khususnya dalam

perencanaan usaha perikanan dan akses permodalan. Oleh sebab itu perlunya mengambil

sikap yang jelas mengenai optimalisasi fungsi koperasi nelayan sebagai kelembagaan utama

bagi nelayan, namun tidak menafikan kelembagaan lain diluar koperasi selama tidak

melanggar peraturan yang berlaku dan memiliki visi perlindungan dan pemberdayaan.

93.54, 14%

91.65, 14%

96.21, 14%

98.57, 15%

96.04, 14%

97.32, 14%

97.48, 15%

Penangkapan di Laut KM

Penangkapan di Laut PMT

Penangkapan di Laut PTM

Penangkapan di Perairan UmumKM

Penangkapan di Perairan UmumPMT

Penangkapan di Perairan UmumPTM

Penangkapan di Perairan UmumTP

Page 13: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

13

4. Memaksimalkan Sistem Logistik Perikanan

Mungkin yang tidak banyak dibahas namun sangat penting untuk diperhatikan adalah

logistik perikanan. Logistik perikanan hadir sebagai solusi dari isolasi geografis dan

memiliki fungsi penting untuk memendekan rantai pasok (supply chain) dari usaha

perikanan. Telah banyak cerita bahkan telah dilakukan penelitian mengenai rantai pasok

perikanan, kasus yang sangat menarik untuk dicermati adalah sulitnya mendatangkan ikan

segar dari wilayah timur Indonesia yang memiliki produksi perikanan tinggi ke pulau jawa

sebagai pasar. Contoh kasus pada saat indonesia Timur mengalami musim ikan maka hasil

panen dan tangkapan para nelayan sebagian besar tidak terserap oleh pasar, akibatnya

banyak ikan yang dibuang karena over supply. Salah satu alasan mengapa hal tersebut terjadi

adalah biaya angkut yang tinggi akibat buruknya sarana dan prasarana logistik.

Pada masa pemerintahan SBY telah dicanangkan konsep SLIN (Sistem Logistik Ikan

Nasional) jauh sebelum Presiden Jokowi “booming” dengan istilah tol laut-nya, namun

sayangnya hingga saat ini SLIN mati suri. Oleh karena itu konsep SLIN atau apapun

namanya harus dihidupkan kembali sebagai salah satu bentuk perlindungan terhadap nelayan

mengenai akses pasar. Selain itu pengembangan SLIN juga merupakan wujud cita-cita

maritim yang dicanangkan sejak awal pemerintahan, jika Tol laut dirasakan sulit atau mahal,

maka SLIN bisa jadi downgrade dari tol laut yang menjadi program stimulus tol laut

kedepannya.

5. Perlindungan Terhadap Sumberdaya Pesisir dan Lautan Serta Perairan Secara

Umum

Perlindungan terhadap sumberdaya perikanan baik di daerah pesisir dan lautan maupun

perairan umum menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan, melalui mekanisme legislasi yang

ketat sehingga menjadikan eksistensi nelayan di suatu daerah menjadi salah satu

pertimbangan utama dibandingkan dengan pendekatan ekonomi yang saat ini menjadi

prioritas utama pembangunan. Lihat saja reklamasi teluk jakarta, teluk benoa dan beberapa

tempat lainnya di indonesia, dimana reklamasi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan

bagi sebagian pemerintah daerah. Oleh karena itu kita perlu mendorong agar negara dapat

memberikan jaminan terhadap pemanfaatan air dan ruang termasuk tanah kepada nelayan.

Sangat sulit untuk menyamakan kehidupan petani yang cenderung sedentary dibandingkan

nelayan yang sangat mobile, maka dinamika nelayan ini harus menjadi perhatian utama antar

wilayah dapat membuat kerjasama agar ekspansi nelayan antar wilayah menjadi lebih

dinamis tanpa ada batas administratif tapi dengan catatan kapabilitas nelayan antar wilayah

dapat dikalibrasi atau disamakan.

Konsep Agrowisata dan Kelembagaan Pengentasan Kemiskinan

Salah satu program pengembangan perekonomian masyarakat yang mengikuti pola

pembangunan berkelanjutan (sustainability) adalah mengembangkan perekonomian yang

berbasis pada potensi lokal dan kearifan masyarakat, salah satunya melalui agrowisata.

Muzha (2013) mendefinisikan agrowisata sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang

memanfaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk

memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian.

Page 14: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

14

Secara spesifik, Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha

pertanian (agro) sebagai objek wisata. Definisi yang relatif sama juga disampaikan Jolly dan

Reynolds (2005) bahwa agrowisata merupakan suatu bisnis yang dilakukan oleh para petani

yang bekerja di sektor pertanian bagi kesenangan dan edukasi para pengunjung. Berdasarkan

definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa agrowisata adalah wisata berbasis pertanian. Pada

agrowisata dituntut pemberdayaan petani dan masyarakat lokal dalam seluruh proses

pengembangannya karena mereka tinggal dan mengembangkan usaha di lokasi tersebut

(Damanik dan Weber, 2006). Konsepsi ini memberikan ruang yang besar bagi petani untuk

meningkatkan kesejahteraan dan mengembangkan keilmuan serta keterampilannya (Lobo et

al 1999). Hal lain yang turut bisa dikembangkan adalah budaya lokal dalam memanfaatkan

lahan, pelestarian lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous

knowledge) yang sesuai dengan kondisi lingkungan (Utama, 2011). Kondisi tersebut

memaksa masyarakat terlibat secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, melakukan

evaluasi, dan memonitor pembangunan desa wisata (Yoeti, 2008).

Pola pemberdayaan masyarakat dan petani akan menghasilkan pembangunan

manusia yang berkualitas. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan ilmu pengetahuan

dan skill masyarakat. Dampaknya adalah terjadi peningkatan kinerja dan kesejahteraan

(Meier, 1995). Pengembangan agrowisata juga dapat mendorong pada pemberdayaan

perempuan. Pelibatan kaum perempuan ini urgen karena beberapa studi menunjukkan

produktivitas kaum perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Studi Suman (2007)

menunjukkan produktifitas pinjaman perempuan (SPP) lebih mampu mengentaskan

kemiskinan ketimbang pinjaman lelaki (UEP).

Solusi Pengentasan kemiskinan tidak cukup pada aspek pemberdayaan masyarakat

tetapi juga menyangkut masalah kelembagaan. Acemoglu dan Robinson (2012) menyatakan

bahwa institusi publik yang baik akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga.

Kelembagaan politik, birokrasi, penegakan hukum yang korup menjadikan kehidupan

masyarakat yang buruk. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Yustika (2013) menyatakan

bahwa kelembagaan sangat penting dalam mendukung keberhasilan desentralisasi

pembangunan daerah.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Strategi pengentasan kemiskinan perlu menggunakan multidimensi dan

mengedepankan potensi dan kearifan lokal

2. Kemiskinan di Indonesia lebih banyak tersentral di basis pertanian dan pesisir

sehingga perlu konsepsi kebijakan yang mengacu pada pengentasan kemiskinan

berbasis agrowisata dan agro-Fisheries.

Page 15: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

15

DAFTAR PUSTAKA

1 Acemoglu D, Robinson JA. 2012. Why Nations Fail. New York: Crown Publishers.

2 BPS. 2018. Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin dan Garis

Kemiskinan, 1970–

2017.(online)https://www.bps.go.id/statictable/2014/01/30/1494/jumlah-penduduk-

miskin-persentase-penduduk-miskin-dan-garis-kemiskinan-1970-2017.html Diakses

pada tanggal 20 Maret 2018 pukul 13.00 WIB

3 BPS. 2013. Analisis rumah tangga usaha perikanan di Indonesia. Badan Pusat Statistik.

4 Booth, A. 1992. Income Distribution and Poverty” in A. Booth, ed The Oil Boom and

After: Indonesian Economic Policy and Performance During the Soeharto Era.

Singapore; Oxford University Press, 321-362

5 Bartley. M. 1994. Unemployment and Ill Health: Understanding the Relationship.

Journal of Epidemiology and Community Health. 48 (4):333–37

6 B. Benazir and A. Azharsyah, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan

di Kabupaten Pidie Jaya,” in Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah,

2017, pp. 79–85.

7 Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke

Aplikasi. Yogyakarta: Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM.

8 Firdaussy, CM and Tisdell, Clem. 1992. Determinant of Rural Income and Poverty at the

Village Level in Bali, Indonesia. Malaysian Journal of Economic Studies, vol.xxix, No.

1: 19-34.

9 Gelberg, L., Stein, J.A., Neumann, C.G. 1995. Determinants of Undernutrition among

Homeless Adults. Public Health Report. 110(4):448–54.

10 Hakim AL, Kolopaking LM, Siregar H, Putri EK. 2017. Struggle for Resources Water:

Analysis Conflict and Politics of Spatial Planning. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan.

Vol 5 No. 2: 81-91. DOI: http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v5i2.17901

11 Jolly, A. D., & Reynolds, A. K. 2005. Consumer Demand for Agricultural and On-Farm

Nature Tourism. Uc Small Farm Center Research Brief. Retrieved from

http://sfp.ucdavis.edu/files/143466.pdf

12 Baba, J. A., Lestari, K., & Dwiyani, E. (2019, August). Implementasi Aplikasi Berbasis

Website untuk Identifikasi Kemiskinan di KabupatenPringsewu. In Prosiding Seminar

Nasional Darmajaya (Vol. 1, pp. 185-191).

13 Lobo, R. E., Goldman, G. E., Jolly, D. A., Wallace, B. D., Schrader, W. L., & Parker, S.

A. 1999. Agricultural tourism: agritourism benefits agriculture in San Diego County.

Retrieved June 4, 2008, from the University of California-Davis Small Farm Center Web

site: http://www.sfc.ucdavis.edu/agritourism/ agritourSD.html

14 Mankiw, N.G., D.Romer.. 1992. A Contribution to The Empirics of the Economic

Growth. Quarterly Journal of Economics, 127(2): h: 407-437.

15 Meier, G. M. 1995. Leading Issues in Economic Development, New York: Oxford Univ.

Press.

16 Muzha, Vianda Kushardianti. 2013. Pengembangan Agrowisata Dengan Pendekatan

Community Based Tourism (Studi Pada Dinas Pariwisata Kota Batu Dan Kusuma

Agrowisata Batu). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 1, No.3:135-141

Page 16: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

16

17 Pattinama, Marcus J. 2009. Pengentasan kemiskinan dengan kearifan lokal (studi kasus

di pulau buru-maluku dan surade-jawa barat). Makara, sosial humaniora Vol. 13, No 1:

1-12.

18 Raihana Kaplale, S. P. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan

di Kota Ambon (Study Kasus di Dusun Kranjang Desa Waiyame Kec. Teluk Ambon dan

Desa Waiheru Kec. Teluk Ambon Baguala Kota Ambon).

19 Redjeki S, Guntara, Anggoro P. 2014. Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan

untuk Identifikasi Warga Miskin di Kabupaten Bantul Menggunakan Pendekatan Metode

Analytical Hierarchy Process, Prosiding KNTIA: D36-D44.

20 Saharudin.2009. Pemberdayaan Masyarakat Miskin Berbasis Karifan Lokal. Sodality:

Jurnal Sosiologi Pedesaan. Vol. 03 No. 01: 17-44.

21 Saldanha, J.1998. Pertumbuhan Ekonomi, Survei Ekonomi Politik di Indonesia. Analisis

CSIS Studi Pembangunan Politik, Pertumbuhan dan Kerja Intelektual. Vol 02:126-151.

22 Satria, Dias. 2009. Strategi pengembangan ekowisata berbasis ekonomi lokal dalam

rangka program pengentasan kemiskinan di wilayah kabupaten Malang. Journal of

Indonesian applied economics. Vol. 3 No. 1: 37-47

23 Sayogyo. 1978. Lapisan masyarakat yang paling lemah di pedesaan Jawa. Prisma No.3,

LP3ES, 3-14.

24 Suliswanto, M. S. W. (2010). Pengaruh produk domestik bruto (pdb) dan indeks

pembangunan manusia (ipm) terhadap angka kemiskinan di indonesia. Jurnal Ekonomi

Pembangunan, 8(2), 357-366.

25 Suman, Agus. 2007 Pemberdayaan Perempuan, Kredit Mikro, dan Kemiskinan: Sebuah

Studi Empiris. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol. 9, No. 1: 62-72.

26 Supriatna, T. (1997). Birokrasi, pemberdayaan, dan pengentasan kemiskinan. Humaniora Utama

Press.

27 Utama, I Gusti Bagus Rai. 2011. Agrowisata Sebagai Pariwisata Alternatif.

28 Yenny, Novida.2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di Kota

Medan (Studi Kasus Di Kawasan Kumuh. Jurnal Geografi Vol. 1 No.1

29 Yoeti, Oka. A. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya

Paramita.

30 Yustika AE. 2013. Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori dan Kebijakan. Jakarta:

Penerbit Erlangga

31 Peraturan Presiden (Perpres) No. 131 tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal

Tahun 2015-2019.

32 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tentang Pembangunan Nasional

33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2016 tentang perlindungan dan

pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

Page 17: KONSEPSI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN …

17