85
KONSEP PENDIDIKAN MENURUT IBN KHALDŪN DAN JOHN LOCKE Skripsi Diajukan Ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) Oleh: Rahmi Febrina NIM: 1110033100019 PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H./2016 M.

KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

KONSEP PENDIDIKAN

MENURUT IBN KHALDŪN DAN JOHN LOCKE

Skripsi

Diajukan Ke Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi

Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Rahmi Febrina

NIM: 1110033100019

PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H./2016 M.

Page 2: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id
Page 3: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id
Page 4: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id
Page 5: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

i

Pedoman Transliterasi

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

ṭ ṭ ط a a ا

ẓ ẓ ظ b b ب

„ ‘ ع t t ت

gh gh غ ts th ث

f f ف j j ج

q q ق ḥ ḥ ح

k k ك kh kh خ

l l ل d d د

m m م dz dh ذ

n n ن r r ر

w w و z z ز

h h ه s s س

, , ء sy sh ش

y y ي ṣ ṣ ص

h h ة ḍ ḍ ض

Vokal Panjang

Arab Indonesia Inggris

ā ā أ

ī ī إى

ū ū أو

Page 6: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

ii

ABSTRAK

Tulisan ini mengkaji tentang konsep pendidikan menurut Ibn Khaldūn dan John

Locke yang bertumpu pada analisis komparatif untuk memperoleh deskripsi

mengenai pemikiran pendidikan keduanya sekaligus implikasi bagi perkembangan

ilmu pengetahuan zaman sekarang. Untuk memperoleh jawaban yang rinci mengenai

pemikiran Ibn Khaldūn dan John Locke, dalam tulisan ini akan diungkapkan

persamaan dan perbedaan konsepsi pemikiran pendidikan menurut keduanya.

Menurut Ibn Khaldūn, manusia semenjak lahir telah membawa potensi

(kemampuan dasar) yang cenderung mengarah kepada kebaikan. Potensi tersebut

akan berkembang terus-menerus melalui pengalaman dan pendidikan (lingkungan

atau sesuatu yang berada di luar diri manusia tersebut). Oleh karena itu, fitrāh adalah

landasan manusia memperoleh pengetahuan yang berbasis pada ajaran Islam (al-

Qur‟ān dan Ḥadīts) sehingga menuntun manusia tersebut ke arah yang lebih baik dan

benar. Tentang pendidikan, Ibn Khaldūn menganut prinsip keseimbangan antara

kecerdasan intelektual dan spiritual.

Berbeda dengan Ibn Khaldūn, menurut John Locke manusia hanyalah selembar

kertas kosong yang masih bersih putih (tabularasa) tanpa adanya potensi. Sebelum

memperoleh pengalaman akal manusia belum berfungsi, dalam proses pendidikan

seorang pendidik berperan penting untuk anak didik. Pendidikan adalah salah satu

sarana untuk memperoleh pengalaman bagi anak didik, melalui pengalaman tersebut

akan membentuk tingkah laku, sikap serta watak anak didik sesuai dengan tujuan

pendidikan yang diharapkan.

Implikasi pendidikan menurut Ibn Khaldūn dan John Locke akan

mempengaruhi peradaban manusia, artinya semakin bagus dan baik kualitas

pendidikan maka akan bertambah maju perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan semakin sejahtera peradaban tersebut.

Kata kunci: Manusia, pendidikan, teori fitrāh dan teori tabularasa.

Page 7: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

iii

ABSTRACT

This paper examines the concept of education according to Ibn Khaldun and

John Locke who rely on comparative analysis to obtain a description of the

educational thinking both at the same implications for the development of science

today. To obtain a detailed answer about Ibn Khaldūn and John Locke, in this paper

will be revealed similarities and differences in the conception of educational thought

by both.

According to Ibn Khaldūn, the human at birth has brought potential (basic

capabilities) that tend towards goodness. That potential will grow constantly through

experience and education (the environment or something that is outside the human

self). Therefore, nature is the cornerstone of human beings acquired the knowledge

that is based on the teachings of Islam (al- Qur'an and hadith) that leads men into a

better direction and correct. On education, Ibn Khaldūn adheres to the principle of

balance between the intellectual and the spiritual.

In contrast to Ibn Khaldūn, according to John Locke man is just a blank piece

of paper that is still clean white (tabula rasa) without any potential. Prior to gain

experience of the human mind does not work, an educator in the educational process

plays an important role for students. Education is one of the means to gain experience

for the students, through that experience will shape the behavior, attitude and

character of the students in accordance with the purpose of education is expected.

Implications of education according to Ibn Khaldūn and John Locke will affect

human civilization, meaning the great and the good quality of education it will look

up the development of science, technology, and increasingly prosperous civilizations.

Keywords: Man, education, nature theory and the theory of tabula rasa.

Page 8: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

iv

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji dan rasa syukur kepada Allah Swt yang memelihara segenap

semesta. Berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana

Theologi Islam (S.Th.I) pada jurusan Aqidah Filsafat Falkutas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Salawat dan salam untuk Nabi Muḥammad Saw

yang telah membawa dan menuntun manusia dari kegelapan menuju cahaya terang

benderang.

Skripsi yang berjudul “KONSEP PENDIDIKAN MENURUT IBN

KHALDŪN DAN JOHN LOCKE’’ ini mampu penulis selesaikan dengan banyak

bantuan, dorongan, dan bimbingan dari segenap pihak. Kepada mereka lembar

sederhana ini di khususkan sebagai wujud terima kasih yang tak terhingga.

Karyaku ini dipersembahkan untuk keluarga tersayang dan tercinta almarhum

Ayahanda Muhammad Nasir, M dan Ibunda Kasima yang selalu mencurahkan do‟a,

kasih sayang, dan cinta mereka. Uda-uda dan abangku: Syofyan, M, Salman, M.Ag.

Faisal Adisa Putra, A.md. Ketiga kakak iparku: Zurmawati, Ermalinda, M. Hum,

Asmila Marwida, yang selalu memberi dukungan moral dan morilnya.

Page 9: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

v

Keponakan-keponakanku: Zikra Hayatul Nufus, Hibatul Alya, Iqbal

Mahmudy, Asyraf Hayatul Nufus, Alifia Raudhatul Jannah, Alisha Raudhatul

Jannah, dan Ichsan Mahmudy sebagai penyemangat untuk belajar.

Selanjutnya untuk segenap civitas kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah banyak memberikan ilmu, motivasi, saran, dan berbagai kritikan positif:

Prof. Dr. Masri Mansoer, MA sebagai Dekan Ushuluddin. Dr. Syamsuri, M.Ag

sebagai ketua Jurusan, Dra.Tien Rohmatien, MA sebagai Sekjur. Agus Darmaji, M.

Fils sebagai Penasehat Akademik. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, MA sebagai

Dosen Pembimbing.

Para Dosen Ushuluddin: Drs.Nanang Tahqiq, MA, Dr. Edwin Syarif, MA,

Prof. Drs. Aziz Dahlan, Drs. Fakhrudin, MA, Prof. Drs. Mulyadi Kartanegara, MA.

Dr. Fariz Pari, Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA. Dr. Sri Mulyati, dan lain-lainnya. Para

pegawai staf Ushuluddin dan pegawai staf bagian akademik pusat serta bagian

perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Teman-teman seperjuangan Aqidah Filsafat 2010 yang istimewa. Terima

kasih atas kebersamaan kita dalam berbagi cerita suka, duka, berdiskusi (rumah

peradaban), berbagi pengalaman dan ilmu bahkan berbagi makanan.

Page 10: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

vi

Khususnya buat kalian yang sering mampir dan berkumpul di kosan Liliput:

Ruha, Nina, Kacung, Syakur, Diana, Diah, Ratu, Bindan, Kusuma, Amir, Sofi,

Fatimah, Misbah, Caryono. Kak Dhani sebagai senior terima kasih bimbingan

dan pencerahannya. Teman-teman KKN DESAIN: Brata dan Obie. Terakhir

kepada semua keluarga besar dari pihak Ayahanda dan Ibunda yang selalu

mendo‟akan dan memotivasi penulis.

Semoga Allah Swt melimpahkan karunia dan pahala yang setinggi-

tingginya atas semua bantuan dan keikhlasan mereka semua. Setiap ilmu yang

diperoleh berkah dunia dan akhirat, amin. Demikianlah semoga tulisan ini

memberi manfaat dan segala kekurangan semoga mendapat saran dan kritikan

yang konstruktif.

Ciputat, 07 Januari 2016

Rahmi Febrina

1110033100019

Page 11: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ i

ABSTRAK ........................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................. 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 12

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan .................................................. 12

E. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 13

F. Sistematika Penulisan ............................................................................... 14

BAB II: BIOGRAFI IBN KHALDŪN DAN JOHN LOCKE

A. Biografi Ibn Khaldūn

1. Riwayat Pendidikan .............................................................................. 16

2. Karya-karya ........................................................................................... 21

B. Biografi John Locke

1. Riwayat Pendidikan .............................................................................. 24

2. Karya-karya ........................................................................................... 26

BAB III: KONSEP PENDIDIKAN IBN KHALDŪN DAN JOHN LOCKE

A. Landasan Epistemologi Ibn Khaldūn dan John Locke .............................. 30

B. Konsep Pendidikan Menurut Ibn Khaldūn ................................................ 32

C. Konsep Pendidikan Menurut John Locke ................................................. 37

D. Teori Teori Fitrah Ibn Khaldūn dan Tabularasa John Locke .................. 42

BAB IV: STUDI ANALISIS PEMIKIRAN IBN KHALDŪN DAN JOHN

LOCKE

A. Analisis Konsep Pendidikan Menurut Ibn Khaldūn ................................. 49

B. Analisi Konsep Pendidikan Menurut John Locke ..................................... 59

C. Analisis Teori Fitrāh Ibn Khaldūn dan Tabularasa John Locke .............. 61

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 68

B. Saran-Saran ............................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 70

Page 12: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai pendidikan tak terlepas dari kegiatan berpikir,

berkreasi, beraktifitas memperoleh pengalaman-pengalaman, serta tujuan-tujuan

hidup yang ingin dicapai dengan cara atau metode tertentu. Pendidikan adalah

segala usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak

untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani mereka supaya berguna bagi

diri sendiri maupun masyarakat.1 Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, yang

dikutip Azyumardi, pendidikan pada umumnya berarti daya upaya memajukan

budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak selaras dengan alam dan masyarakatnya.2

Pendidikan sebagai tolok ukur untuk kemajuan suatu bangsa akan menjadi

cerminan kepribadian masyarakat yang mendiami wilayah tersebut.3 Artinya

pendidikan mempunyai peran dalam menentukan eksistensi dan perkembangan

masyarakat dalam sebuah peradaban manusia. Maka pendidikan tidak terlepas

dari kehidupan manusia baik kalangan primitif maupun modern. Tanpa

1 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja

Rosdakarya), 2006, h. 10. 2 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru

(Jakarta: PT Logos Kencana Ilmu, 2002), h. 4. 3 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1996), h. 27.

Page 13: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

2

pendidikan manusia tidak lebih dari binatang yang tak mampu mengembangkan

sumber daya manusianya yang berkualitas maupun sumber daya alam yang

dimiliki.

Melalui pendidikan, anak didik akan diberi pengajaran dan pelatihan serta

bimbingan tentang berbagai ilmu pengetahuan agar mengetahui berbagai hal

untuk meningkatkan kedewasaannnya sehingga mampu memikul tanggung jawab

moral dari segala perbuatannya.4 Pendidikan bertujuan untuk menciptakan

keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dengan cara

melatih jiwa, akal pikiran, perasaan, dan fisik manusia tersebut. Oleh karena itu,

pendidik seharusnya mempunyai kualitas sehingga mampu membimbing dan

mengarahkan anak didik ke arah yang lebih baik dan kreatif dalam berbagai

bidang.

Pendidikan dimulai dari keluarga dimana orang tua sangat berperan dalam

menjadikan anak menjadi dirinya sendiri melalu didikan dan limpahan kasih

sayang yang diberikan, selanjutnya melalui sekolah sebagai sarana untuk

memperkenalkan dasar-dasar ilmu pengetahuan yang akan membentuk pola

pemikiran anak, dan terakhir adalah lingkungan masyarakat yang akan

memantapkan jiwa anak untuk bersosialisasi dengan kehidupan sosial.

Mengenai pendidikan, banyak sekali pemikir yang membahasnya baik di

Barat maupun di Timur. Dalam karya akademik ini penulis akan membahas dan

menganalis pemikiran Ibn Khaldūn dan John Locke tentang pendidikan.

4 Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: IAIN Jakarta, 1984), h.118.

Page 14: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

3

Abū Zaid Abdu al-Raḥman Ibn Muḥammad Ibn Khaldūn Waliu al-Din at

Tunisi atau yang lebih dikenal dengan nama Ibn Khaldūn, lahir di Tunisia pada

tanggal 1 Ramadhan 732 H bertepatan dengan tanggal 27 Mei 1332 M.5 Ia

dikenal sebagai filosof sejarah muslim yang jenius dalam berbagai bidang ilmu

pengetahuan.6 Beberapa ilmu pengetahuan yang pernah digeluti Ibn Khaldūn

adalah: bidang ekonomi, politik, sosiologi, sejarah, teologi, dan pendidikan.

Selain itu, Ibn Khaldūn termasuk sebagai pemikir yang menganut aliran

rasionalis,7sekaligus empiris

8 sehingga ia adalah tokoh modern pada masanya.

9

Ibn Khaldūn hidup pada abad XIV M (kedelapan Hijriyah). Abad ini

merupakan periode perubahan besar bagi dunia Barat dan Timur. Bagi dunia Barat

periode ini merupakan periode tumbuhnya cikal bakal zaman Renaisans. Namun

bagi dunia Islam periode ini merupakan periode kemunduran dan disintegrasi

(keadaan perpecahan atau konflik).10

Pada zaman itu di wilayah Islam terjadi

kemandegan pemikiran, kekacauan politik, banyak negara bagian yang

melepaskan diri dari pemerintahan pusat dan setiap orang berambisi untuk meraih

kekuasaan.11

Dengan demikian orang-orang hanya berfokus pada kehidupan

duniawi saja tanpa memperdulikan kehidupan ukhrowi.

5 Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, terj. Nasrudin dan

Ahmadie Thaha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), h. 9. 6 Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedia Islam (Jakarta: PT Ichtiar Bara Van

Hoeve, 2002), h. 158. 7 Rasionalis adalah penganut paham atau aliran yang menyatakan bahwa kebenaran

(sumber pengetahuan) berasal dari akal. 8 Empiris adalah penganut paham atau aliran yang menyatakan bahwa kebenaran (sumber

pengetahuan) berasal dari pengalaman inderawi. 9 Andi Hakim Nasution, Pengantar Filsafat Sains (Jakarta: Lentera Antar Nusa, 1999), h.

55. 10

Zainab al Khudairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun (Bandung: Pustaka, 1987), h. 16. 11

Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, h. 9.

Page 15: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

4

Terlahir pada masa kekacauan dan ketidakstabilan terhadap berbagai hal

memberikan kontribusi besar terhadap pemikiran Ibn Khaldūn. Sebagai penerus

para ilmuan sebelumnya, ia memberikan respon terhadap dunia pendidikan

dengan menghadirkan model pendidikan baru sehingga lebih menarik dan

bermanfaat baik bagi kehidupan duniawi maupun ukhrowi.

Ibn Khaldūn mencoba membandingkan sistem pendidikan yang ada di

negara Islam Timur hanya berfokus pada pelajaran al-Qu‟ān saja. Al-Qur‟ān

merupakan sumber Islam dan semua ilmu pengetahuan. Sedangkan orang

Andalusia (Islam bagian Barat) tidak membatasi pengajaran anak-anak

untuk mempelajari al-Qur‟ān saja, akan tetapi memadukan antara al-Qur‟ān dan

ilmu pengetahuan umum. Sehingga pemikiran mereka jauh lebih maju

dibandingkan dengan yang hanya berfokus pada hafalan al-Qur‟ān saja.

Pemikiran Ibn Khaldūn tentang pendidikan menganut keseimbangan antara

kecerdasan intelektual (ilmu-ilmu pengetahuan umum) dan spiritual (ilmu-ilmu

syariat yang bersumber dari al-Qur‟ān dan Ḥadīts). Ibn Khaldūn mendefinisikan

bahwa pendidikan bukanlah suatu aktifitas semata-semata bersifat pemikiran dan

perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi

merupakan gejala konklusif kebudayaan yang lahir dari terbentuknya masyarakat

dan perkembangannya dalam peradaban.12

Pandangan Ibn Khaldūn ini di dorong oleh konsep pendidikan yang bersifat

filosofi-empiris. Sebagai salah satu tokoh empiris, Ibn Khaldūn berpendapat

12

Fathiyah Hasan Sulaiman, Pandangan Ibn Khaldun tentang Ilmu dan Pendidikan

(Bandung: Diponegoro, 1987), h. 31

Page 16: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

5

bahwa setiap pengalaman empiris akan memperkaya pengetahuan manusia tak

terkecuali dalam dunia pendidikan.

Ibn Khaldūn mengistilahkan pengetahuan empiris itu dengan istilah

“zaman”, maka di dalam kitab Muqaddimahnya ia mengatakan:

Barang siapa yang tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh

zaman. Maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang

dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tuanya yang

mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak memelajari hal itu dari

mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-

peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, dan zaman akan mengajarkannya.13

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa manusia secara sadar

menangkap, menyerap dan menghayati peristiwa-peristiwa alam maupun

peristiwa hidup sepanjang zaman dan selalu berkembang sesuai perkembangan

dan kemajuan peradaban manusia. Dengan demikian bagi Ibn Khaldūn bangsa

yang maju, damai dan tentram dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang ada di

dalamnya. Semakin bagus kualitas pendidikan suatu negara maka semakin baik

peradaban yang dibangunnya.

Menurut Ibn Khaldūn, manusia adalah makhluk yang fitrāh berlandaskan

pada sebuah Ḥadīts “setiap anak dilahirkan menurut fitrāhnya”.14

Secara fitrāh

berarti manusia baik dan suci, tetapi ia bisa menjadi jahat dan kotor jika

dipengaruhi faktor luar dan proses aktualisasi yang menyimpang dari arahnya.

Dengan demikian pendidikan yang baik akan menjadikan manusia tersebut baik

sebaliknya pendidikan yang buruk akan mengakibatkan buruk pula.

13

Ibn Khaldūn, Muqaddimah, terj Ahmadie Thaha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), h.

527. 14

Ibn Khaldūn, Muqaddimah, h. 123.

Page 17: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

6

Pendidikan terhadap manusia dipengaruhi oleh faktor keluarga dan

juga lingkungan tempat manusia tersebut hidup dan bergaul. Sebelum

memperoleh pengetahuan manusia termasuk jenis binatang yang bisa melihat,

makan, minum namun yang membedakan ialah akal dan kesadarannya sebagai

subjek terhadap objek di luar diri. Melalui akal dan kemampuan berpikir yang

luar biasa tersebut manusia dapat melahirkan ilmu dan teknologi dan masyarakat

yang berkebudayaan. Oleh karena itu, manusia sebagai subjek sekaligus objek

pendidikan tidak akan berkembang tanpa adanya pendidikan.15

Pendidikan yang

baik akan menjadikan manusia baik, begitupun sebaliknya. Dengan demikian

pendidikan dan manusia adalah dua hal yang saling melengkapi, artinya

pendidikan tidak akan ada arti tanpa manusia di dalamnya.

Dalam dunia Barat John Locke juga dikenal sebagai salah satu tokoh

pendidikan yang beraliran empiris. John Locke lahir di Wrington dekat Bristol,

Inggris pada tahun1632 M dan wafat 1704 M. Ia mendalami berbagai ilmu

pengetahuan: hukum, filsafat, teologi, kedokteran dan penelitian kimia.16

Pendidikannya ditempuh di Universitas Oxford dan memperoleh gelar sarjana

muda pada tahun 1656, sedangkan gelar sarjana penuh diperoleh pada tahun

1658 dengan mempelajari agama Kristen.17

Latar belakang kehidupan John Locke tidak jauh berbeda dengan Ibn

Khaldūn. Di masa kecil, John Locke juga mengalami kehidupan yang ironis dan

sangat tragis karena pada saat itu terjadi peperangan dan perebutan kekuasaan

dimana-mana. Peristiwa-peristiwa tersebut mendorong John Locke untuk berpikir

15

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2001), h. 85. 16

Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 117. 17

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 175.

Page 18: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

7

bahwa kebebasan dan ilmu pengetahuan sangat penting untuk kemajuan dan

perdamaian suatu bangsa. Maka selama hidupnya dicurahkan waktunya untuk

mendalami berbagai ilmu pengetahuan, termasuk dalam dunia pendidikan. Oleh

karena itu, tidak berlebihan menjadikan John Locke sebagai seorang revolusioner

besar pada era modern (abad ke-17).

Pemikiran John Locke tentang manusia, berbeda dengan Ibn Khaldūn yang

mengakui bahwa manusia semenjak lahir telah membawa potensi berupa fitrāh.

Menurut John Locke manusia adalah tabularasa. Menurut teori tabularasa ini

manusia seperti kertas putih yang masih kosong, kertas tersebut akan terisi oleh

ide-ide melalui pengalaman inderawi.18

Dalam dunia pendidikan, kertas putih

tersebut diibaratkan dengan anak didik, sebelumnya pikiran mereka belum

berfungsi seutuhnya. Maka melalui pendidikan dan lingkunganlah kertas tesebut

menjadi berwarna-warni, entah itu warna merah, hijau dan sebagainya.19

Seorang

pendidik bisa diibaratkan juga seperti pemahat patung kayu yang membuat patung

sekehendak dirinya.20

Oleh karena itu, peran pendidik dan lingkungan sangat

penting karena akan mempengaruhi pemikiran manusia yang kosong untuk

dididik apa saja, ke arah yang baik maupun yang buruk.21

Menurut John Locke, pengetahuan manusia tergantung pada penglihatan

aktual dan pengalaman indrawi mengenai objek-objek material yang berada di

18

Aceng Rahmat, dkk. Filsafat Umum Lanjutan (Jakarta: Kencana, 2011), h. 171. 19

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2003), h. 98. 20

Prasetya, Filsafat Pendidikan untuk UIN, STAIN, PTAIS (Bandung: Pustaka Setia,

1997), h. 188. 21

Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam sebuah Pendekatan Psikologis

(Jakarta: Darul Falah, 1999), h. 96.

Page 19: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

8

luar dirinya.22

Akal manusia tidak akan bisa memberikan pengetahuan tentang

realitas tanpa adanya pengalaman inderawi. Dengan demikian sumber

pengetahuan manusia berasal dari setiap setiap pengalaman yang diperolehnya.23

Melalui perantara pancaindera (pengalaman inderawi) manusia memperoleh

kesan-kesan dari setiap realitas dan kesan-kesan tersebut berkumpul dalam

dirinya, kemudian melahirkan pengetahuan.24

Pancaindera manusia menangkap

setiap objek yang ada di luar dirinya, kemudian akal menganalisa pengalaman

tersebut dan direfleksikan menjadi sebuah pengetahuan. Dengan demikian

sumber pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman inderawi sesuai

dengan apa yang dialaminya.25

Misalnya seseorang bisa mengetahui es membeku

adalah melalui perantara inderanya dengan melihat dan merasakannya. Dengan

demikian, manusia memperoleh pengetahuan dan pendidikan melalui pengalaman.

Proses manusia memperoleh pengetahuan berkembang melalui dua cara,

yaitu: pertama, pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation). Kedua,

pengalaman batiniah (internal sense atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah

pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material

yang berhubungan dengan pancaindera manusia. Sedangkan pengalaman batiniah

ialah manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara

mengingat, menghendaki, meyakini dan sebagainya. Kedua pengalaman

manusia inilah yang akan melahirkan dan membentuk ide. Ide tersebut akan

22

Harun Hadiwijoyono, Sari Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 1980), h. 36. 23

N. Tarcov, Locke’s Education for Liberty (Chicago: The Univercity of Chicago Press,

1969), h. 8 24

Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Agama (Jakarta:

Rajawali Pers, 2009), h. 41. 25

Louis. O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1986), h. 137.

Page 20: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

9

berkembang melalui dua tahap yaitu: pertama, ide yang sederhana (simple ideas)

berupa ide langsung yang diperoleh melalui indera seperti warna jingga, rasa

asam, bau harum, suara merdu, dan lain-lain. Kedua, ide yang kompleks

(complex ideas) yaitu ide hasil penggabungan dari dua atau lebih ide-ide

yang sederhana dan diolah oleh pikiran. Misalnya konsep kuda, kursi, binatang,

manusia, laki-laki, perempuan, dan lain-lain. Ide kompleks tidak harus selalu

nyata, misalnya kuda terbang yaitu gabungan antara kuda dan hewan lain yang

punya sayap (burung).26

Manusia sebagai kertas kosong tidak bisa menghasilkan pengetahuan dari

dirinya sendiri.27

Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan sebagai sarana

pengembangan pengetahuan manusia tersebut sehingga menjadi aktual melalui

setiap pengalamannya. Dalam proses belajar-mengajar John Locke tidak

menyetujui metode pangajaran yang menggunakan hukuman, karena hukuman

tidak baik untuk perkembangan psikis anak didik.28

Selain itu, John Locke juga

mengutamakan pendidikan yang dimulai dari keluarga agar anak didik tersebut

berkembang dengan kepribadian yang baik.

Mengenai pendidikan John Locke mengemukakan beberapa tujuan yang

hendak dicapai di antaranya:29

pertama, pendidikan bertujuan untuk mencapai

kesejahteraan dan kemakmuran setiap manusia (bangsa). Oleh sebab itu,

pendidikan hendaknya membantu menusia untuk memperoleh kebenaran,

26

Zainal Abidin, Pengantar Filsafat Barat (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h.

118-9. 27

Harun Hadiwijoyono, Sari Filsafat Barat, h. 36. 28

J.W. Yolton, John Locke and The Way of Ideas (Oxford: The Oxford Univercity Press,

1968), h. 26. 29

John, Locke, The Encyclopedia of Philosophy, edited by Paul Edwards (New York:

Simon and Schuster and Prencite Hall Internsational, 1996), h. 501.

Page 21: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

10

kemakmuran, dan kebijaksanaan hidup. Kedua, pendidikan bertujuan untuk

mencapai kecerdasan setiap individu dalam menguasai ilmu pengetahuan sesuai

dengan tingkatannya. Pendidikan ialah sebagai usaha untuk memberantas

kebodohan dalam hidup masyarakat. Setiap manusia diarahkan pada usaha untuk

mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Ketiga, pendidikan

membentuk karakter dasar manusia untuk menjadi pribadi yang dewasa dan

bertanggungjawab. Dalam arti ini, pendidikan sebagai sarana untuk membentuk

manusia menjadi pribadi yang bermoral sehingga berprilaku baik. Keempat,

pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan memperbaharui

sistem pemerintahan yang ada.

Pandangan John Locke tentang proses manusia mendapat pengetahuan

memiliki dua makna yaitu: pertama, seluruh pengetahuan manusia berasal dari

pengalaman. Kedua, semua hal yang manusia ketahui melalui pengalaman,

bukanlah objek atau benda pada dirinya sendiri melainkan hanya kesan-kesan

indrawi yang diterima oleh pancaindera manusia tersebut. Sehingga pemikiran

John Locke tentang pengetahuan tersebut memiliki pengaruh besar terhadap

para filosof setelahnya, David Hume di Inggris dan Immanuel Kant di Jerman.

Berdasarkan uraian di atas Ibn Khaldūn sebagai pemikir Islam mempunyai

kejeniusan dalam berbagai ilmu pengetahuan: teologi, politik, sosiologi, sejarah,

dan pendidikan. Sehingga Ibn Khaldūn mempunyai andil sangat besar dalam

dunia pendidikan, ia dikenal dengan pembaharu (mujaddid fī al-tarbiyyah).

Tidak jauh berbeda dengan John Locke ia adalah tokoh Barat yang terkenal

dalam berbagai ilmu pengetahuan: ilmu alam, kedokteran, sastra, diplomat,

Page 22: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

11

dan tak terkecuali dalam pendidikan. Konsep pendidikan yang dirancang Ibn

Khaldūn dan John Locke adalah mengembangkan potensi (kemampuan dasar)

manusia untuk menambah kecerdasan intelektual manusia, pertumbuhan moral

(perilaku) yang baik, dan pengetahuan teknologi sehingga akan mempengaruhi

dan mendorong perkembangan peradaban atau bangsa. Pendidikan dan manusia

adalah dua hal yang saling melengkapi, artinya pendidikan tidak akan ada

arti tanpa manusia di dalamnya.

Pada intinya menurut Ibn Khaldūn dan John Locke, manusia pada

hakikatnya dapat bertumbuh dan berkembang pengetahuannya melalui proses

pendidikan. Pemikiran kedua tokoh tersebut masih layak dan relevan dengan

pendidikan zaman sekarang, artinya metode yang mereka gunakan masih

diterapkan dalam proses pendidikan kekinian.

B. Batasan Dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, penulis melihat ada persamaan

pemikiran Ibn Khaldūn dan John Locke tentang pendidikan walaupun tidak

menutup kemungkinan ada perbedaan di sisi yang lainnya. Oleh karena itu penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dan perbandingan terhadap pemikiran

kedua tokoh tersebut. Dalam karya akademik ini pembahasan penulis hanya

berfokus dalam pemikiran pendidikan sesuai dengan pemikiran Ibn Khaldūn dan

John Locke

Sedangkan rumusan masalah yang akan dibahas adalah: Bagaimana

pemikiran Ibn Khaldūn tentang pendidikan?. Bagaimana pemikiran John Locke

Page 23: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

12

tentang pendidikan?. Apa persamaan dan perbedaan teori fitrāh Ibn Khaldūn

dan tabularasa John Locke dalam pendidikan?.

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulisan ini untuk menggambarkan dan membandingkan

pemikiran Ibn Khaldūn dan John Locke tentang konsep pendidikan. Manfaatnya

adalah untuk menambah wawasan dan menjadi sumbangan pemikiran akademik

tentang pendidikan sehingga bisa dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti

selanjutnya pada kajian yang sama dalam ruang lingkup yang lebih luas.

Sedangkan sebagai karya akademik adalah untuk memenuhi persyaratan

mencapai gelar sarjana dalam bidang akademik Aqidah Filsafat di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metode Penelitian Dan Teknik Penulisan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode studi pustaka (library

research) dengan menggunakan karya Ibn Khaldūn dan John Locke sebagai

sumber primer. Sedangkan sumber sekunder yang digunakan adalah karya-karya

penulis lain yang memiliki relevansi dengan tema penelitian ini. Metode

pembahasan adalah deskriptif-analitif yang bertujuan untuk menggambarkan dan

menganalisis pemikiran kedua tokoh tersebut tentang konsep pendidikan.

Teknik penulisan Proposal Skiripsi ini disesuaikan dengan Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang diterbitkan Center for

Quality Development and Assurance (CeQDA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Adapun transliterasi Arab menggunakan jurnal Ilmu Ushuluddin terbitan HIPIUS

(Himpunan Peminat Ilmu-Ilmu Ushuluddin) tahun 2010.

Page 24: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

13

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang “Konsep Pendidikan menurut Ibn Khaldūn dan John

Locke” yang dibahas secara spesifik sejauh ini penulis belum menemukan baik

dalam bentuk skripsi, tesis maupun disertasi. Namun yang berhubungan dengan

pendidikan menurut Ibn Khaldūn, penulis menemukan skripsi dan disertasi yang

membahasnya di antaranya ialah: Skripsi Kesnimia Nivianti “Studi perbandingan

pendidikan Islam menurut Ibn Khaldūn dan Miskawayh”. Dalam skripsi ini dia

menyatakan bahwa pendidikan Ibn Khaldūn lebih mengarahkan anak didik untuk

memahami al-Qur‟ān supaya manusia dapat meyakini Allah melalui ajaran-ajaran

syariat dan pengetahuan umum lainnya. Teori belajar yang digunakan Ibn

Khaldūn adalah penyampaian pelajaran secara berangsur-angsur dan berlanjut.

Khususnya pelajaran agama Islam agar anak didik mendapatkan pemahaman yang

mendalam tentang ilmu-ilmu pengetahuan agama disamping pengetahuan umum.

Sedangkan Ibn Miskawayh lebih menekankan pada etika dan moral, sehingga

dengan akhlak yang baik akan mendorong manusia untuk melakukan perbuatan

baik. Metode pembelajaran yang digunakan Ibn Miskawayh adalah menghafal dan

penelitian.30

Disertasi Azra‟ie Zakaria “Konsep Pendidikan Ibn Khaldūn: Relevansinya

dengan Pendidikan Modern”. Dalam disertasi ini ia menyatakan bahwa konsep

pendidikan Ibn Khaldūn masih relevan dengan pendidikan modern pada zaman

sekarang dengan metode yang digunakan Ibn Khaldūn pada zamannya, di adalah

30

Kesnamia Nivianti, Studi Perbandingan Pendidikan Islam menurut Ibn Khaldūn dan

Miskawayh (Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Falkutas Tarbiyah UIN Syarif

Hidayatullah, 2012).

Page 25: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

14

penggunaan alat peraga (contoh) sebagai perlengkapan agar mempermudah

anak menerima dan memahami apa yang disampaikan oleh pendidik sehingga

meningkatkan kualitas pendidikan.31

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas penulis hanya berfokus pada tulisan

tentang gambaran umum dan perbandingan konsep pendidikan Ibn Khaldūn dan

John Locke, sehingga berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya.

F. Sistematika Penulisan

Pembahasan tentang konsep pendidikan menurut Ibn Khaldūn dan John

Locke dalam penelitian ini dibagi ke dalam beberapa bab. Bab I merupakan bab

pendahuluan yang berisi persoalan mendasar yang mencakup latar belakang

masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian dan teknik penulisan, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab II menguraikan tentang biografi Ibn Khaldūn dan John Locke yang

mencakup silsilah dan kehidupan, situasi sosial, riwayat pendidikan dan karya

karya yang dihasilkan Ibn Khaldūn dan John Locke semasa hidup mereka.

Bab III membahas tentang pemikiran Ibn Khaldūn dan John Locke tentang

konsep manusia dan pendidikan, pembahasan tentang teori fitrāh Ibn khaldūn

dan tabularsa John Locke.

Bab IV analisis terhadap pemikiran Ibn Khaldūn dan John Locke tentang

konsep manusia dan pendidikan serta uraian-uraian penulis tentang pemikiran

kedua tokoh tersebut.

31

Azra‟ie Zakaria, Konsep Pendidikan Ibn Khaldūn: Relevansinya dengan Pendidikan Modern (Jakarta: Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2004).

Page 26: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

15

Selanjutnya Bab V yang berisi kesimpulan tentang pemikiran Ibn

Khaldūn dan John Locke serta saran-saran yang mungkin diperlukan sebagai

bahan perbaikan dan pembahasan lebih lanjut berkaitan dengan tema penelitian

ini.

Page 27: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

16

BAB II

BIOGRAFI IBN KHALDŪN DAN JOHN LOCKE

A. Biografi Ibn Khaldūn

1. Riwayat Pendidikan

Ibn Khaldūn adalah tokoh pemikir muslim pada Abad Pertengahan, nama

lengkapnya Abu Zaid Abd al-Raḥman Ibn Muḥammad Ibn Khaldūn Walīu al-Dīn

at-Tunisi, lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732 H atau tanggal 27 Mei

1332 M.32

Namun dalam tulisan lain nama Ibn Khaldūn disebutkan, Walī ad-Dīn

Abu Zaid „abd al-Raḥman bin Muḥammad „Ibn Khaldūn al-Hadramī al-Ishbili.33

Gelar walī Dīn diperoleh Ibn Khaldūn ketika menjadi hakim di Mesir, sedangkan

gelar Abu Zaid diambil dari nama anak tertuanya. Nama al-Hadramī karena ia

berasal dari daerah Hadramaut, Yaman. Selain itu, Ibn khaldūn juga mempunyai

gelar al-Malikī karena ia adalah seorang penganut mazhab Malikī. Ibn Khaldūn

wafat di Mesir usia 74 tahun pada tanggal 26 Ramdhan tahun 808 H atau tanggal

16 Maret 1406 M.34

Ibn Khaldūn adalah filosof muslim yang jenius dalam

berbagai bidang ilmu pengetahuan.35

Ini disebabkan karena Ibn Khaldūn berasal

dari keturunan bangsawan dan ilmuan.

32

Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, terj. Nasrudin dan Ahmadie Thaha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), h. 9.

33 Ahmad Syafi‟i Ma‟arif, Ibn Khaldun dalam Pandangan Penulia Barat dan Timur

(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 11. 34

Ali Abdul wahid Wafi, Ibn Khaldun riwayat dan karyanya, terj. Ahmadie Thaha

(Jakarta: PT Grafitifers, 1985), h. 77. 35

Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedia Islam (Jakarta: PT Ichtiar Bara Van Hoeve, 2002), h. 158.

Page 28: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

17

Silsilah keluarga Ibn Khaldūn berasal dari sahabat Rasulullah yaitu Wail bin

Ḥujr yang terkenal meriwayatkan kurang lebih dari 70 Ḥadits.36

Daerah asal

keluarga Ibn Khaldūn adalah Hadramaut (Yaman), yang kemudian pergi merantau

ke daerah Andalusia. Nenek moyang Ibn Khaldūn, Khalid bin Utsman masuk ke

Andalusia (Spanyol) bersama para penakluk berkebangsaan Arab sekitar abad ke

VII M. Mereka menetap di Carmona, suatu kota kecil yang terletak di tengah-

tengah antara tiga kota yaitu Cordova, Granada dan Seville, yang kemudian

menjadi pusat kebudayaan Islam di Andalusia.37

Di Andalusia keluarga Khaldūn memainkan peranan yang cukup menonjol

baik dari segi ilmu pengetahuan, pemerintahan maupun politik.38

Akan tetapi,

ayah Ibn Khaldūn, Ᾱbu „Abdullāh Muḥammad lebih tertarik bidang ilmu

pengetahuan dan tasawuf, selain itu ia juga ahli di bidang bahasa Arab.

Nama Ibn Khaldūn sendiri diambil dari garis keturunan kakeknya yang

kesembilan, yaitu Khalid bin Utsman. Orang Andalusia dan Maghrib terbiasa

menambahkan huruf waw (و) dan nun (ن) di belakang nama orang-orang

terkemuka sebagai penghormatan dan takzim, maka Khalid menjadi Khaldūn.

Tradisi intelektual dan politikus yang diwarisi keluarganya menyatu dalam

diri Ibn Khaldūn sehingga menjadikan ia ahli dalam berbagai bidang serta

mempunyai kecerdasan yang luar biasa untuk perkembangan pemikirannya.39

36

Ali Abdul Wahid Wafi, Ibn Khaldun Riwayat dan Karyanya, h. 4. 37

Osman Raliby, Ibn Khaldun tentang Masyarakat dan Negara (Jakarta: Bulan

Bintang1978), h. 13. 38

Ali Abdul Wahid Wafi, Ibn Khaldun Riwayat dan Karyanya, h. 5. 39

Toto Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibn Khaldun (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), h. 34.

Page 29: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

18

Guru pertama Ibn Khaldūn adalah ayahnya sendiri.40

Semenjak kecil, Ibn

Khaldūn telah bisa menghafal al-Qur‟ān dan mempelajari tajwidnya. Ia juga

mempelajari beberapa ilmu pengetahuan lainnya seperti: tafsir, Ḥadīts, ushul,

tawḥid, fiqh, matematika, fisika, naḥu, balagḥah, logika dan filsafat. Selain dari

ayahnya, Ibn Khaldūn juga diajari oleh ulama terkenal di Tunisia pada

zamannya.41

Guru-guru Ibn Khaldūn di antaranya adalah: Bidang bahasa adalah

Abu Abdillah Muḥammad Ibn Al-„Arabī al-Ḥasāyyrī, Abu al-„Abbas Aḥmad Ibn

al-Qassar, Abu „Abdillah Ibn Baḥar. Bidang keilmuan ḥadīts, Syamsuḍin Abu

„Abdillah al-Wadiyasi. Bidang fiqh, ia belajar pada sejumlah guru, di antaranya

Abu „Abdillah Muḥammad al-Jiyani dan Abu Qahirī. Selain ilmu-ilmu keislaman,

Ibn Khaldūn juga belajar ilmu-ilmu rasional (filosofis) yaitu teologi, logika, ilmu

alam, matematika dan astronomi, kepada Abu „Abdillah Muḥammad Ibn Al-Abilī.

Semasa hidup Ibn Khaldūn, dinasti-dinasti Islam mengalami jatuh-bangun

dalam dunia intelektual terutama dinasti Umayyah dan Abbasiyah.42

Sedangkan

bagi dunia Barat adalah masa kebangkitan dan kemajuan dalam berbagai ilmu

pengetahuan dan teknologi. Pada usia 18 tahun, di sebagian besar wilayah dunia

bagian Timur dan Barat meliputi Negara-negara Islam dari Samarkand hingga

Magribi, Italia, sebagian besar Negara Eropa, Andalusia, dan Tunisia terjangkit

penyakit Pes. Hal ini menyebabkan Ibn Khaldūn terhenti belajar sementara waktu

karena ia banyak kehilangan para guru termasuk kedua orang tuanya tepatnya

40

Mukti Ali, Ibn Khaldun dan Asal-usul Sosiologinya (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1970), h. 16.

41 Muhammad Abdullah Enan, Biografi Ibn Khaldun, terj. (Jakarta; Mizan, 2003),

h. 21. 42

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta. 2005),

221.

Page 30: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

19

pada tahun 1349 M/ 749 H. Sebelum penyakit Pes mewabah, kota Tunisia

adalah pusat segala ilmu pengetahuan terutama sastra.

Awal karir Ibn Khaldūn dimulai pada umur 20 tahun, ia terjun ke dunia

politik sebagai sekretaris Sultan Fez di Maroko.43

Namun disebabkan pemikiran

Ibn Khaldūn yang ekstrim membuatnya sering dijebloskan ke dalam penjara.

Secara garis besar masa kehidupan Ibn Khaldūn bisa digolongkan menjadi empat

tahap: pertama, kelahiran dan masa studi yang dimulai dari tahun 732 H sampai

751 H di Tunisia. Periode ini ia belajar berbagai ilmu pengetahuan. Selama

periode ini Ibn Khaldūn memperoleh hasil yang sangat memuaskan dari para

gurunya. Kedua, bekerja di bidang pemerintahan dan dunia politik tahun 751

sampai 776 H. Sebagai politisi, Ibn Khaldūn banyak berpindah dari satu tempat ke

tempat lain. Mulai dari Tunisia, Andalusia, Granada, kemudian Fez dan Maroko.

Semasa terjun dalam bidang politik Ibn Khaldūn sempat menduduki jabatan

penting dalam kenegaraan, salah satunya adalah sebagai hakim tertinggi (qadhī

al-qhūdat). Namun akibat fitnah dari lawan-lawannya Ibn Khaldūn sempat

dijebloskan ke dalam penjara.

Ketiga, masa mengarang yang dimulai tahun 776 H sampai 784 H. Karena

karir politiknya seringkali terganggu sehingga Ibn Khaldūn mengalami kejenuhan,

sehingga ia meninggalkan dunia politik dan menekuni dunia keilmuan. Periode ini

Ibn Khaldūn melengkapi dan merevisi catatan-catatan yang pernah dibuat

sebelumnya. Tulisan-tulisan Ibn Khaldūn tersebut menjadi karya-karya orisinal

yang termasyhur sepeninggal hayatnya baik di dunia Islam maupun Barat.

43

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 171.

Page 31: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

20

Keempat, memberi kuliah dan memimpin pengadilan tinggi pada tahun 784

H hingga akhir hayatnya di Mesir.44

Selama di Mesir Ibn Khaldūn mengajar di

universitas al-Azhar, mengadakan seminar-seminar berbagai macam keilmuan.

Selain itu, Ibn Khaldūn juga pernah diangkat menjadi guru besar fiqh Malikyyah

di perguruan al-Zahiriah al-Barquqiah, pada tahun 788 H dan tahun 791 H ia

kembali menjadi guru besar Ḥadist di perguruan Sharghatmusy.45

Ibn Khaldūn

menghabiskan waktu selama 23 tahun di Mesir. Salah satu peristiwa besar yang

terjadi selama Ibn Khaldūn berada di Mesir adalah pertemuannya dengan Timur

Lank,46

penakluk negara Khawarazmi, Kasygar, Persia dan Mesir. Pertemuan Ibn

Khaldūn dengan Timur Lank adalah salah satu upaya untuk perdamaian dan Ibn

Khaldūn berhasil mencapai perdamaian dengan Timur Lenk. Di Mesir, Ibn

Khaldūn menjadi guru yang dikagumi banyak orang karena kemampuan

mengajarnya yang luar biasa. Selain itu ia juga memangku jabatan qadī (mazhab

Malikī) yang bertindak dengan seadil-adilnya dalam kegiatan kenegaraan.47

Perjalanan hidup Ibn Khaldūn yang sarat dengan berbagai pengalaman, baik

dalam bidang keilmuan, kemasyarakatan, kebudayaan, perpolitikan serta

persinggahan di berbagai daerah dengan kondisi geografis yang berbeda-beda

memberi banyak kontribusi dalam pemikirannya untuk menghasilkan karya-karya

yang komprehensif. Dengan demikian corak pemikiran Ibn Khaldūn tergolong

44

Ali Abdul Wahid Wafi, Ibn Khaldun: Riwayat dan Karyanya, h. 4. 45

Zainab al-Khudhairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, terj. Ahmad Rofi‟ Ustmani

(Bandung: Pustaka, 1987), h. 18. 46

Raja Moghul yang mempunyai kaki pincang, lahir di Kusy dekat Samarkand (Turkistan). Ia adalah raja yang yang menghalalkan segala cara dalam tahta kerajaannya dan menjelajah setiap daerah untuk ditaklukkan dalam rangka memperluas kekuasaanya. Mesir salah satu negara yang sempat dijajahnya. Hidup periode 1336 M-1405 M.

47 Ahmad Syafii Ma‟arif, Ibn Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur, h.

17.

Page 32: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

21

maju pada zamannya, karena ia adalah petualang ilmu yang memiliki hubungan

istimewa dan erat dengan para pembesar-pembesar negara dan tokoh-tokoh

agama, para ilmuan kalangan muslim maupun non-muslim. Hal ini menandakan

Ibn Khaldūn adalah orang yang giat belajar dan tak pernah berhenti untuk

memperoleh ilmu pengetahuan.48

Sehingga tak heran menjadikan ia ilmuan yang

handal dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Pola pemikiran Ibn Khaldūn juga tidak terlepas dari pengaruh filsafat Islam

dan filsafat Yunani. Misalnya tentang kemasyarakatan (al-Umrān) dipengaruhi

oleh pemikir Islam seperti: al-Farabī, Ibn Sīnā, Ibn Rusyd, dan Aristoteles.

Dengan demikian, Ibn Khaldūn digolongkan sebagai salah seorang pemikir

muslim dengan metode pemikiran yang bercorak rasional dan empiris. Salah

satunya adalah dalam kitab al-Muqadimmah yang dihasilkan dari pemikiran

kritisnya terhadap fenomena sejarah yang dikaji secara rasional dan empiris

terhadap ayat al-Qur‟ān dan Ḥadīts.

2. Karya-karya

Ibn Khaldūn adalah tokoh yang paling berjaya dari dunia Islam dan bangsa

Arab di mata para pemikir Barat dan Timur. Oleh sebab itu banyak yang tertarik

untuk mengkaji pemikiran Ibn Khaldūn dan diterjemahkan kedalam berbagai

bahasa seperti: bahasa Arab, Eropa maupun Perancis.49

Dalam dunia Islam Ibn Khaldūn juga dikenal sebagai peletak dasar ilmu

sosial dan politik Islam. Selain itu, ia juga sebagai sejarahwan, ahli hukum, ahli

48

Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Grafindo

Persada, 2004), h. 357. 49

Yusri Abdul Ghani Abdullah, Historiografi Islam dari Klasik hingga Modern (Jakarta:

PT Raja Grafindo, 2004), h. 66.

Page 33: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

22

filsafat dan sastrawan. Tidak heran jika ia menghasilkan berbagai karya dari hasil

pemikirannya yang luar biasa. Meskipun Ibn Khaldūn hidup pada masa peradaban

Islam mulai mengalami anti klimaks perkembangan (kehancuran). Namun Ibn

Khaldūn muncul sebagai pemikir muslim yang kreatif dengan melahirkan

pemikiran-pemikiran besar yang dituangkan dalam beberapa karyanya yang

hampir semuanya adalah orisinal.50

Karya-karya Ibn Khaldūn: pertama, Lubab al-Muhaṣal fi Uṣul-al Dīn ini

adalah berupa ikhtisar yang ditulis tangan oleh Ibn Khaldūn ketika masih berusia

19 tahun dan masih tinggal di Tunisia. Kedua, Burḍah al-Buṣairī tentang logika

dan aritmatika dan beberapa resume ilmu fīqh. Ketiga, kitab Syifā ‘al syail lī

Tahdzib al-Masat ditulis Ibn Khaldūn ketika berada di Fez yang berisi

pembahasan teologi dan mistisisme.51

Keempat, Kitāb al-I’bar wa Diwān al-Mubtada’ wa al-khabar fī Ayyami al-

‘Arāb wa al-Ajam wa al-Barbar wa man ‘Asaruhun min Dzami as-Sulṭan al-

Akbar. Terdiri dari tiga buku dan beberapa jilid. Buku pertama, adalah sebagai

kitab Muqaddimah, jilid pertama berisi tentang: Masyarakat dan ciri-cirinya

(pemerintahan, kekuasaan, pencaharian, penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu

pengetahuan dengan segala sebab dan alasan-alasannya). Buku kedua terdiri dari

empat jilid, yaitu jilid kedua, ketiga, keempat, dan kelima (menguraikan tentang

sejarah bangsa Arab, generasi-generasi mereka serta dinasti-dinasti mereka. Di

samping itu juga mengandung ulasan tentang bangsa-bangsa terkenal dan negara

50

Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1997), h.

152. 51

Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2003), h. 20.

Page 34: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

23

yang sezaman dengan mereka, seperti bangsa Syiria, Persia, Yahudi , Yunani,

Romawi, Turki dan Franka). Terakhir buku ketiga terdiri dari dua jilid yaitu jilid

keenam dan ketujuh (berisi tentang sejarah bangsa Barbar dan Zanata yang

merupakan bagian dari mereka, khususnya kerajaan dan negara-negara Maghribi).

Kitab ini dikenal dengan al-I’bār atau Tarikh Ibn Khaldūn.52

Kelima, Muqadimmah terdiri tujuh jilid menyangkut masalah-masalah

sosial, dan orang-orang cenderung menganggap kitab ini sebagai ensiklopedia

tentang Ibn Khaldūn.53

Muqadimmah sebagai pengantar dari kitab al-I’bār sangat

terkenal dalam sejarah intelektualisme, kitab ini diselesaikan pada Abad

Pertengahan sekitar tahun 799 H selama 5 bulan.54

Keenam, Al-Ta’arīf bī Ibn Khaldūn wa Riḥlatuhu Gharbam wa Syarqam

berisi autografi (Merupakan bagian terakhir dari kitab al-‘Ibār yang berisi tentang

beberapa bab mengenai kehidupan Ibn Khaldūn).55

Melihat karya-karya di atas dapat disimpulkan bahwa Ibn Khaldūn adalah

ilmuan yang kritis, objektif, rasional, dan juga agamawan yang taat. Dari

pemikirannya tersebut tersebut terlihat bahwa Ibn Khaldūn adalah filosof yang

seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Selain itu, dalam penulisan dan

pembahasan karya-karyanya Ibn Khaldūn juga berdasarkan pada setiap peristiwa

sosial, politik, ekonomi dan pengalaman-pengalaman hidup yang dialami pada

zamannya.

52

Ahmad Syafi‟I Ma‟arif, Ibn Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur, h.

12. 53

Toto Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibn Khaldun,, h. 65. 54

Warul Waliudin, Konseltlasi Pemikiran Pedagogik Ibn Khaldun Perspektif Pendidikan

Modern (Banda Aceh: Suluh Press Yogyakarta, 2005), h. 28-9. 55

Zainab al Khudairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, h.29.

Page 35: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

24

B. Biografi John Locke

1. Riwayat Pendidikan

John Locke adalah seorang revolusioner, ia menandai lahirnya era Modern

(pencerahan) dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan

Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam

pendekatan filsafat pada zamannya. John Locke lahir 1632 M di Wrington,

Inggris. Ayahnya adalah seorang pengacara yang bekerja sebagai juru tulis hakim

di Somersetshire dan menjadi kapten angkatan bersenjata di Long Parliament,

pemerintahan Raja Charles I. John Locke menempuh pendidikan di sekolah klasik

Westminster (salah satu sekolah yang terkenal pada masa itu di Inggris) selama 6

tahun. Selain mempelajari pelajaran-pelajaran umum di sana John Locke juga

belajar bahasa Latin dan Yunani. Pada tahun 1652 M John Locke melanjutkan ke

Christ Chruch College, Oxford Univercity, ia meraih gelar sarjana muda pada

tahun 1656 M dan sarjana penuh pada tahun 1658 M.56

Selama di Oxford di John

Locke mempelajari retorika bahasa, filsafat moral, ilmu ukur, fisika, dan lain-lain.

Perjalanan karir John Locke dimulai pada tahun 1661 M, ia menjadi dosen

di gereja Kritus mengajar bahasa Yunani dan Latin dan pada tahun 1664 M

diangkat sebagai seorang penyensor buku-buku filsafat moral di Oxford. Pada

tahun 1665 M John Locke pernah menjadi sekretaris diplomatik kerajaan Inggris.

John Locke adalah ilmuan yang menyukai berbagai bidang ilmu

pengetahuan, termasuk ilmu medis yang berhubungan dengan kesehatan dan

pengobatan. Maka pada tahun 1666 M John Locke melanjutkan pendidikannya di

56

Donald C. Abel, Fifty Readings in Philosophy (Amerik, New York Press, 2004), h.

124.

Page 36: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

25

falkutas kedokteran Universitas Oxford. John Locke memperoleh gelar dokter

1674 M dan memperoleh izin untuk membuka praktik.57

Selain menjadi dokter John Locke juga terjun ke dalam dunia politik

menjadi orang kepercayaan penasehat Raja Shaftesbury, salah satu pemimpin

politik di London, Inggris. Karena profesi diplomatnya ini John Locke

mengunjungi banyak Negara. Selama bergelut dalam bidang politik bersama Raja

Shaftesbury, John Locke juga berkesempatan menjadi dokter pribadi raja tersebut.

Namun pada tahun 1683 M kekuasaan Raja Shaftesbury terancam, akhirnya John

Locke mengungsi ke Belanda. Setelah revolusi dan kemenangan politik tahun

1688 M, John Locke kembali ke Inggris bersama Raja Willem III. Namun setelah

tahun 1690 M kesehatan John Locke mulai menurun, sehingga ia akhirnya

mengundurkan diri dari pemerintahan dan perpolitikan. John Locke kemudian

meninggalkan London dan hidup dan menetap di Oates sampai meninggal di sana

pada 28 Oktober 1704 M.58

John Locke menghabiskan waktu hidupnya selama 30 tahun di kota Oxford.

Selama di sana ia mempelajari logika dan metafisika Aristoteles secara berangsur-

angsur serta mengembangkan eksprimen tentang sains yang dipengaruhi oleh

pemikiran Robert Boyle.59

John Locke menulis beberapa karangan yaitu: The

Reasonableness of Christianity, An Essay Concerning Teleration and

57

Samuel Enoch Stumf dan James Fieser, Philosophy History and Problems, (New York/SIAE: Artist Rights Society, 2002), h. 251.

58 Ag.Soejono, Aliran Baru dalam Pendidikan (Bandung: C.V. ILMU, 1978), h. 18.

59 Samuel Enoch Stumf dan James Fieser, Philosophy History and Problems, h.

251.

Page 37: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

26

Concequences of the Lowering of Interest and Raising the Value of Money, yang

menandakan bahwa ia aktif berpartisipasi dalam dunia publik selama hidupnya.

Ketika berumur 57 tahun tepatnya pada tahun 1690 M, John Locke

mempublikasikan dua buah buku yang menjadikan ia terkenal sebagai seorang

filosof dan politikus, yaitu: An Essay Concerning Human Understanding dan Two

Treaties on Civil Government.60

Tidak jauh berbeda dengan Ibn Khaldūn masa kecil John Locke di Inggris

adalah masa tragis dan ironis. Peperangan ada dimana-mana seperti yang terjadi di

negara Eropa Abad ke-17, antara kaum Protestan dan Katolisisme. Ketika John

Locke berumur 10 tahun terjadi perang saudara dan perang agama antara kaum

Puritan dan Raja Charles I. Ayah John Locke berpihak pada kaum puritan.

Melihat situasi dan kondisi yang sulit tersebut John Locke mulai berpikir betapa

pentingnya kebebasan, demokrasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi untuk

kemajuan dan kedamaian suatu bangsa. Maka John Locke mencurahkan waktunya

untuk mendalami berbagai ilmu pengetahuan selama hidupnya.

2. Karya-karya

Sebagai seorang filosof, politikus, dokter medis dan pendidik John Locke

menghasilkan berbagai macam tulisan dari hasil pemikirannya. Karya-karya John

Locke diantaranya: pertama, A Letter Concerning Toleration (masalah yang

berkaitan dengan toleransi) terbit tahun 1689 M, berisi tentang kebebasan warga

negara untuk menjalankan ibadah menurut kepercayaan agama masing-masing

60

Samuel Enoch Stumf dan James Fieser, Philosophy History and Problems, h. 252.

Page 38: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

27

tanpa campur tangan pemerintahan negara.61

Hak negara hanyalah untuk

menindas teori-teori dan ajaran-ajaran yang akan membahayakan keberadaan

negara tersebut.62

Pandangan Locke yang mengenai agama bersifat Deistis. Bagi

John Locke agama Kristen adalah agama yang hakiki dibandingkan dengan

agama-agama yang lain, karena dapat dibuktikan melalui keberadaan manusia

sebagai makhluk yang mempunyai “akal” diciptakan oleh Sang Pencipta yang

mutlak dan maha kuasa. Akal tersebut ialah sebagai pembeda manusia dengan

makhluk lain.63

Kedua, Two Treatises of Government (karangan tentang pemerintahan)

terbit tahun 1689 M menekankan arti penting konstitusi demokrasi liberal. Tugas

utama pemerintah adalah melindungi penduduk dan hak milik warga negara.

pemerintah baru dapat menjalankan kekuasaannya atas persetujuan yang

diperintah. Buku Two Treatises of Government sering disebut sebagai Bibel

Liberalisme modern. Buku ini ditulis untuk mempertahankan penyelesaian

revolusioner tentang pemerintahan sebagaimana ketika Raja William dipilih

melalui persetujuan rakyat.64

Dengan demikian negara wajib menjamin hak-hak

warganya dan bertindak hanyalah dalam batas-batas yang telah disepakati

bersama antara pemerintahan dan rakyat.

Ketiga, An Essay Concerning Human Understanding (esai tentang

pengertian manusiawi) yang ditulis pada saat berada di Belanda ketika John

Locke melarikan diri dari Inggris. Buku ini terbit pada tahun 1690 M berisi asal-

61 Donald C. Abel, Fifty Readings in Philosophy, h. 124.

62 Simon Petruss Tjahjadi, Petualangan Intelektual (Yogyakarta: Kanisius, 2004), h. 38.

63 Simon Petruss Tjahjadi, Petualangan Intelektual, h. 39.

64 Hendry, J. Schmadt, Filsafat Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 336.

Page 39: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

28

usul, hakikat, dan keterbatasan pengetahuan manusia. Dalam buku ini dinyatakan

bahwa pengetahuan manusia berasal dari pengalaman, sebagaimana yang dikutip

Ahmad Tafsir dalam bukunya yang berjudul “filsafat umum”, John Locke

mengatakan bahwa jiwa manusia laksana kertas kosong, tidak berisi apa-apa juga

tidak ada idea di dalamnya. Jiwa tersebut akan terisi melalui pengalaman. Oleh

karena itu pengalaman adalah dasar semua pengetahuan.65

Keempat, Some

Thoughts Concerning Education tahun 1693. Kelima, The Reasonableness of

Christianity tahun 1695 M.66

Pemikiran John Locke banyak berpengaruh kepada tokoh-tokoh setelahnya

melalui karya-karya yang dihasilkannya baik bidang politik, pendidikan,

epistemologi, maupun psikologi. Para tokoh tersebut diantaranya adalah:

Immanuel Kant, David Hume, Voltaire, Montesquieu. Sedangkan dalam bidang

pendidikan pada Abad ke-18 pengaruh John Locke masih terlihat di Inggris, yakni

public school (sekolah untuk anak-anak bangsawan).

Sebagai salah satu tokoh pendidikan John Locke adalah salah seorang

penganut aliran empiris, yang menganggap pengalaman inderawi sebagai sumber

pengetahuan.67

Akal manusia hanyalah bersifat pasif yang menerima pengetahuan

dari setiap pengalaman nyata dan faktual melalui pancaindera. Teori empirisme

John Locke berasal dari konsep epistemologinya yaitu tabularasa yang

mengatakan bahwa semua pengetahuan manusia berasal dari setiap pengalaman.

Manusia digambarkan seperti kertas kosong tanpa terisi ide apa-apa (persepsi atau

65

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 173. 66

Donald C. Abel, Fifty Readings in Philosophy, h. 124. 67

Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan

Aksiologis (Jakarta: Bumi Aksara, 21011), h. 37.

Page 40: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

29

pemikiran tentang suatu objek dan sifatnya atau kualitas dari objek tersebut).

Dengan demikian, bagi John Locke manusia tidak mempunyai innate idea ketika

ia dilahirkan.68

Beberapa alasan John locke menolak innate idea diantranya

adalah: pertama, pengetahuan manusia diperoleh dari setiap kesan-kesan alamiah

tanpa bantuan ide-ide bawaan. Kedua, tidak ada persetujuan umum yang

mengatakan bahwa innate idea ada, sehingga menjadikan John Locke menepis

keberadaannya. Ketiga, tidak dicapkan pada setiap jiwa sebab pada anak idiot

innate idea tidak ada padahal anak normal dan idiot sama-sam berpikir.69

Oleh

karena itu, kebenaran adalah segala sesuatu yang bersumber dari setiap

pengalaman yang diperoleh manusia.

68

Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 794. 69

Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Soebani, Filsafat Umum: dari Metologi sampai

Teofilosofi (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 272-3.

Page 41: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

30

BAB III

KONSEP PENDIDIKAN IBN KHALDŪN DAN JOHN LOCKE

A. Landasan Epistemologi Ibn Khaldūn dan John Locke

Epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat yang dijadikan sebagai

landasan untuk memperoleh pengetahuan, sumber, dan keabsahan pengetahuan

tersebut. Ada beberapa sumber manusia memperoleh pengetahuan di antaranya

adalah melalui proses berpikir yang disebut dengan rasionalisme dan melalui

pengalaman inderawi dikenal dengan empirisme. Rasionalisme berpendapat

bahwa sumber kebenaran (pengetahuan) berasal dari akal, sedangkan empirisme

berpendapat bahwa sumber kebenaran berasal dari pengalaman pancaindera.

Ibn Khaldūn dan John Locke adalah dua tokoh modern penganut aliran

empiris. Di dunia Timur (Islam) jauh sebelum Ibn Khaldūn, Ibn Taimiyyah adalah

pembaharu dalam bidang empirisme. Ibn Taimiyyah dilahirkan pada 661 H./1263

M. di Harran dalam situasi zaman yang amat kritis dan tidak kondusif melanda

kaum Muslim. Sementara itu, John Locke adalah tokoh Barat yang pertama kali

John Locke merupakan tokoh yang pertama kali menerapkan metode empiris

tentang persoalan-persoalan pengenalan atau pengetahuan.1 John Locke menolak

aliran rasionalisme yang dianut oleh para ilmuan mulai dari tokoh Plato sampai

Descartes. Menurut John Locke akal manusia hanyalah lembaran kertas kosong

1 Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 1980), h. 36.

Page 42: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

31

(tabularasa), seluruh isinya berasal dari pengalaman (induksi). Dengan demikian

John Locke menolak metode penalaran (deduktif) Descartes, oleh karena itu bagi

John Locke penting melakukan eksprimen-eksprimen dalam mengembangkan

ilmu pengetahuan.

Dalam membahas sumber pengetahuan, baik Ibn Khaldūn maupun John

Locke menggaris bawahi akan pentingnya hasil pengalaman indrawi sebagai

sumber pengetahuan. Hanya saja yang membedakan empirisme Ibn Khaldūn dan

John Locke adalah selain melalui pengalaman inderawi manusia juga bisa

memperoleh pengetahuan melalui alam spiritual (mistik dan wahyu).2

Ibn Khaldūn membangun konsep epistemologisnya dengan fitrāh (ide

bawaan atau innate ideas), sedangkan John Locke mendasarkan pandangannya

dengan penolakannya terhadap fitrāh tersebut. Bagi John Locke manusia ialah

kertas kosong tanpa ide bawaan (tabularasa). Konsep epistemologis Ibn Khaldūn

memberikan pengakuan terhadap dimensi fenomenal sekaligus dimensi metafisis

dari realitas, artinya meskipun secara esensial manusia merujuk pada dimensi

spiritual tetapi sama sekali tidak mengingkari realita fisiknya. Sementara John

Locke hanya mengakui pengalaman empiris sebagai satu-satunya sumber

pengetahuan. John Locke dengan konsepsi epistemologis empirisme berusaha

membebaskan diri dari bentuk-bentuk spekulasi spiritual yang menandai tradisi

metafisika tradisional. Sehingga John Locke memisahkan filsafat dari teologi.3

2 Ibn Khaldūn, Muqaddimah, terj. Ahmadi Thaha (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1986), h.

531. 3 Paul Edward, The Encyclopedia of Philosopy (New York: Macmillan Publishing, 1972),

h. 502.

Page 43: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

32

Pemikiran John Locke dalam hal keagamaan menolak segala pengetahuan yang

diperoleh melalui kitab suci atau wahyu. Pandangan inilah yang kemudian

melahirkan paham agama deistis (agama yang dogma-dogma hakikinya dapat

dibuktikan oleh akal). Dengan demikian empirisme Ibn Khaldūn yang memuat

spiritualitas dan moralitas dan empirisme John Locke bertumpu pada realitas-

objektif.

B. Konsep Pendidikan Menurut Ibn Khaldūn

Menguraikan tentang manusia dan pendidikan, Ibn Khaldūn berpendapat

bahwa manusia dan pendidikan adalah dua hal sangat yang diperlukan dalam

peradaban. Berkembang dan maju sebuah peradaban dipengaruhi oleh pendidikan

yang ada di dalamnya. Bagi Ibn Khaldūn manusia merupakan produk sejarah,

lingkungan sosial, lingkungan alam, dan adat istiadat. Hal ini memberikan

arti bahwa lingkungan dan pendidik menempati posisi sentral dalam membentuk

manusia yang ideal.4

Manusia adalah baik sesuai dengan firāhnya namun tergantung kepada

kebiasaan, jika jiwanya terbiasa dengan kebaikan maka dia akan menjauhkan diri

dari segala macam keburukan. Tetapi sebaliknya jika keburukan merasuki jiwanya

maka ia akan melakukan segala macam tindakan keburukan.5 Maka pendidikan

dibutuhkan sebagai sarana pengembangan kemampuan dasar manusia tersebut

untuk memperoleh ilmu pengetahuan agar manusia tetap di jalan yang benar dan

mengarah kepada kebaikan.

4 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,

Ciputat Press, Jakarta, 2002, h. 93. 5 Ibn Khaldūn, Muqaddimah, h. 145.

Page 44: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

33

Sebagaimana diterangkan Ibn Khaldūn bahwa potensi manusia pada

awalnya belum berkembang seutuhnya. Potensi manusia tersebut akan optimal

melalui proses belajar, pengalaman (pancaindera), dan berpikir sehingga

memperoleh pengetahuan. Pengetahuan akan diperoleh melalui pendidikan, dalam

pendidikan manusia adalah subjek sekaligus objek yang terdiri dari dua unsur

yaitu: unsur jasmani (materi) dan rohani (immateri atau spritual). Unsur jasmani,

sifat manusia mengarah kepada binatang dan jiwanya berhubungan dengan raga

(dunia fisik atau realitas). Sedangkan unsur rohani, sifat manusia lebih mengarah

kepada dunia spiritual. Dengan kata kata lain disebut sebagai dunia malaikat

(transendental) yang biasanya di alami oleh para Nabi atau Rasul.6

Berangkat dari penjelasan tentang pengertian manusia tersebut, Ibn Khaldūn

mengklasifikasikan bahwa manusia dalam memperoleh ilmu pengetahuan melalui

dua macam cara yaitu: pertama, adalah ilmu ‘aqlī yang diperoleh manusia

melalui kemampuan berpikir dan alat untuk memperolehnya adalah indera dan

akal, yang termasuk ke dalam ilmu ini adalah matematika, fisika, logika dan

filsafat. Kedua, ilmu naqlī dikenal juga dengan ilmu tradisonal yang diperoleh

dari wahyu dan bersumber dari al-Qu’ān dan Ḥadīts. Yang termasuk ke dalam

ilmu ini adalah tafsīr, Ḥadīts, ushul, tauḥid, fiqh, naḥu, balagḥah. Ilmu-ilmu

tersebut sepenuhnya disandarkan pada autoritas syariat, akal hanya sebagai

penghubung terhadap persoalan-persoalan yang mendasar.7

6 Ibn Khaldūn, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thaha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h.

530. 7 Ibn Khaldūn, Muqaddimah, h. 543-4.

Page 45: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

34

Manusia sebagai makhluk yang berpikir, dengan kemampuannya dapat

menangkap dan memahami hal-hal yang berada di luar dirinya. Kemampuan atau

potensinya akan menjadi aktual dan berkembang melalui pendidikan (al-ta’līm).8

Pendidikan adalah salah satu media manusia untuk bersosialisasi dengan

lingkungan sekitarnya. Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap

sifat dan karakter manusia. Artinya manusia dipengaruhi oleh faktor geografis

baik bentuk bumi, letak, cuaca, kesuburan, maupun jenis hasil makanan yang

dihasilkannya. Karena ini semua akan membentuk bentuk fisik maupun akhlak

manusia tersebut. Manusia yang mendiami daerah subur dengan cuaca yang baik

(pedesaan) akan lebih bagus rupa dan akhlaknya dibandingkan dengan orang yang

tinggal di daerah yang kering dan keadaan iklim panas (perkotaan). Maka melalui

pendidikan, manusia akan terus berkembang sehingga tercipta berbagai ilmu

pengetahuan dan keahlian-keahlian yang akan mengatur kehidupan sosialnya.

Oleh karena itu, pendidikan adalah salah satu faktor yang membentuk manusia

menjadi ideal.9

Ibn Khaldūn bukan hanya sekedar pengembang teori namun dia ikut serta

terjun ke dalam dunia pendidikan sebagai seorang pendidik. Pendidikan bagi Ibn

Khaldūn bukanlah suatu aktifitas semata-semata bersifat pemikiran dan

perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi

8 Al- Ta’līm adalah kata yang lebih sering digunakan Ibn Khaldūn dibandingkan dengan

kata at-Tarbiyyah. Meskipun berbeda makna namun menurut Ibn Khaldūn al-Ta’līm mempunyai

arti pendidikan. Ada beberapa tokoh yang sependapat dengan Ibn Khaldūn dalam mempergunakan

istilah kata tersebut diantaranya: Ibn Miskwayyh, Ibn Sahnūn, al- Qabisī dan al- Ẓarnuji. 9 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 93.

Page 46: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

35

merupakan gejala konklusif kebudayaan lahir dari terbentuknya masyarakat

dan perkembangannya dalam peradaban.10

Ibn Khaldūn merumuskan pemikiran tentang pendidikan sesuai dengan

pengalaman yang pernah ia lalui pada masa hidupnya. Sebagai makhluk sosial,

manusia tidak mampu mengatur kehidupannya dengan sempurna secara sendiri

untuk itu manusia tersebut butuh bantuan dan bersosialisasi dengan manusia yang

lainnya untuk memenuhi kebutuhannya sepanjang hayat.11

Dengan demikian

perkembangan manusia tidak selalu ditentukan oleh faktor keluarga namun juga

bisa melalui pergaulan serta pengalaman yang dialami sepanjang hidupnya.

Dalam pendidikan sedikit banyak sosiologi Ibn Khaldūn ikut mewarnai

pemikirannya, hal ini terbukti mengenai pendapatnya tentang pendidikan yang

bercorak realistis dan praktis. Beberapa tujuan pendidikan secara paraktis adalah:

pertama, pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam berbagai

bidang. Orang awam bisa memiliki pemahaman yang sama tentang suatu

persoalan dengan ilmuan namun belum tentu memiliki kemahiran yang sama

kecuali jika benar-benar memahami. Untuk itu perlu sistem pendidikan yang

sistematis dan mendalam. Kedua, penguasaan keterampilan professional sesuai

dengan tuntutan zaman (link and match). Dalam hal ini pendidikan bertujuan

untuk memperoleh ketrampilan yang tinggi pada profesi tertentu, sehingga ini

dapat diartikan sebagai upaya mempertahankan dan memajukan peradaban secara

keseluruhan. Ketiga, pembinaan pemikiran yang baik yakni memperhatikan

10 Fathiyah Hasan Sulaiman, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan

(Bandung: Diponegoro, 1987), h. 31 11

Ibn Khaldūn, Muqaddimah, h.526.

Page 47: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

36

pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi psikologis peserta didik sehingga

bisa menciptakan hubungan kerja sama sosial dan menjalankan praktek ibadah

dengan benar yang baik dalam kehidupannya.12

Dengan kata lain pendidikan

bertujuan untuk pemikiran yang aktif dan bekerja karena melalui ilmu

pengetahuan yang diperoleh dalam dunia pendidikan akan membantu manusia

ntuk memperoleh lapangan pekerjaan sehingga mempermudah mendapatkan

rezeki.

Sebagai ilmuan dari kalangan muslim Ibn Khaldūn menganut prinsip

keseimbangan dalam pendidikan yakni, antara kehidupan duniawi dan ukhrowi.

Oleh karena itu, pendidikan bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan dan

keahlian di duniawi saja namun juga dalam urusan ukhrowi (mendalami ilmu-

ilmu agama). Sehingga Ibn Khaldūn menganjurkan untuk menerapkan pelajaran

bahasa Arab pada anak-anak sebelum adanya ilmu-ilmu lainnya, karena bahasa

merupakan kunci untuk menyingkap semua ilmu pengetahuan.

Dalam teori pendidikan, Ibn Khaldūn mengemukakan beberapa hal yang

harus diterapkan oleh pendidik di antaranya: pertama, anak didik diberikan

pengetahuan tentang prinsip-prinsip permasalahan secara universal (umum).

Kedua, anak didik diberikan perincian masalah-masalah dan perbedaan yang

ada di dalamnya dan berbagai hal yang masih tertutup atau belum dimengerti

oleh anak didik.13

Pendidik harus memperhatikan kemampuan atau potensi anak

didiknya supaya bisa memahami pelajaran yang disampaikan. Dengan demikian

12

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 94. 13

Anwar Jundi, Pancaran Pemikiran Islam, terj. Alif Muhammad (Bandung: Pustaka,

1985), h. 124-25.

Page 48: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

37

inti pendidikan yang dirancang Ibn Khaldūn ialah menyampaikan persoalan

bersifat universal kemudian membahasnya secara mendetail sehingga anak didik

bisa mengerti dan memahami makna dari ilmu yang disampaikan.

Melalui pendidikan, manusia yang awalnya bodoh akan menjadi paham

karena potensinya terus dikembangkan. Konsep pendidikan Ibn Khaldūn

mengajarkan manusia untuk bersosialisasi dengan realitas yang ada di sekitarnya

baik material maupun immaterial memberikan pemahaman yang mendalam

kepada anak didik. Dengan demikian konsep Ibn khaldūn layak untuk diterapkan

dalam perkembangan pengetahuan dan peradaban zaman sekarang yang sudah

semakin materialis.

C. Konsep Pendidikan Menurut John Locke

Tidak jauh berbeda dengan Ibn khaldūn, John Locke juga seorang tokoh

empiris. Baginya proses manusia memperoleh pengetahuan ialah bersumber

dari pengalaman.14

Pada mulanya pikiran atau rasio manusia yang berupa

selembar kertas kosong belum berfungsi. Melalui pendidikanlah kertas tersebut

akan terisi.15

Hakikat manusia saat dilahirkan ialah putih bersih tanpa terisi sifat

maupun idea, manusia tersebut akan memperoleh pengetahuan berdasarkan

pengalaman melalui sensasi berupa pengalaman lahiriah dan refleksi pemikiran.

Pengalaman lahiriah atau inderawi berhubungan dengan objek yang berada di

luar diri manusia.

14

N. Tarcov, Locke’s Education for Liberty (Chicago: The Univercity of Chicago Press,

1969), h. 83. 15

Hasan Bakti Nasution, Filsafat umum (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h. 171.

Page 49: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

38

Pemikiran John Locke tentang cara memperoleh ilmu pengetahuan hampir

sama dengan Ibn Khaldūn, bahwa seluruh pengetahuan manusia diperoleh

melalui proses belajar melalui percobaan (experiment) dan pengalaman

(exprience) yang mencakup dua kegiatan sensasi (perasaan) yakni pengalaman

inderawi dan refleksi (berpikir).16

Namun yang membedakan dengan Ibn

Khaldūn ialah manusia bagi John Locke adalah state blank, tanpa pembawaan

apapun semenjak ia lahir.

Sebagai makhluk tabularasa manusia tidak dapat menghasilkan

pengetahuannya dari dirinya sendiri. Semua pengetahuan manusia tergantung

pada penglihatan dan pengalaman indrawinya mengenai objek-objek material.

Dalam kontak tersebut, pancaindera menangkap objek-objek kemudian dengan

bantuan akal budinya objek-objek tersebut dianalisa dan direfleksikan menjadi

pengetahuan.17

Menurut John Locke pengalaman manusia berlandaskan pada pengamatan

(observasi) internal (subjektif) yaitu kesadaran manusia terhadap realitas

inderawi dan eksternal (objektif) yaitu observasi terhadap aktivitas pikirannya.

Dengan demikian menurutnya tak ada realitas lain yang lebih tinggi dari pada

dunia empiris. Pengetahuan manusia diperoleh pengalaman lahiriah (sense atau

eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection).

Pengalaman lahiriah adalah menangkap segala aktivitas indrawi yang

berhubungan dengan pancaindera manusia. Akal manusia dalam proses

16

Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius,1985), h. 179. 17

Harun Hadiwijoyono, Sari Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 1980), h. 36.

Page 50: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

39

pengamatan hanya bersifat pasif yang menerima rangsangan dari dunia luar apa

adanya. Sedangkan pengalaman batiniah ialah manusia memiliki kesadaran

terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara mengingat, menghendaki, meyakini,

menggabungkan, membandingkan, mengevaluasi, dan sebagainya. Isi pikiran

terdiri atas dua ide yaitu; pertama, simple ideas (gagasan sederhana) berasal dari

pengalaman langsung. Kedua, complex ideas (gagasan kompleks) merupakan

hubungan dari ide-ide tunggal atau simpe ideas tersebut, misalnya: sebab, relasi,

dan syarat. Kedua bentuk bentuk pengalaman (lahiriah dan batiniah) inilah yang

akan membentuk pengetahuan manusia.18

Dalam memperoleh pengetahuan terdapat hubungan antara ide dan objek.

Hal ini dikarenakan objek memiliki kualitas-kualitas (primer dan sekunder) yang

menghasilkan ide-ide dalam pikiran. Kualitas primer adalah benar-benar ada

dalam objek itu sendiri. Sedangkan kualitas sekunder berada dalam pikiran.

Misalnya kualitas primer berhubungan dengan objek (buah apel: beratnya,

kerasnya, volumenya) sedangkan kualitas sekunder adalah warnanya. Dengan

demikian ide hanya merupakan gambaran atau pengertian yang ditarik dari setiap

pengalaman. Maksudnya yang kita tangkap melalui sensasi adalah ide bukan

bendanya. Sensasi berarti persepsi melalui indera dan refleksi muncul mengikuti

sensasi tersebut.19

Bagi John Locke, pendidikan dimulai dari keluarga, orang tua sangat

berperan dalam menjadikan anak menjadi dirinya sendiri melalui kasih sayang

18

Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Kalsik hingga Kontemporer (Jakarta: Rajawali

Pers, 2015), h. 120. 19

Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Kalsik hingga Kontemporer , h. 121

Page 51: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

40

yang diberikan. Selanjutnya sekolah sebagai sarana untuk memperkenalkan

dasar-dasar ilmu pengetahuan untukk membentuk pola pemikiran anak. Dan

terakhir adalah lingkungan masyarakat yang akan memantapkan jiwa anak untuk

bersosialisasi dengan kehidupan sosial. Selain itu, dalam dunia pendidikan tidak

dibenarkan hukuman ataupun hadiah, karena akan membuat anak didik

mempunyai perbuatan yang semu, artinya berpu-pura dalam menyukai

pelajaran.20

Dengan demikian menurut John Locke, pendidikan harus bersifat

praktis, berguna, dan menyenangkan bagi anak didik. Orang tua dan pendidik

harus menjadi contoh dan memperlihatkan kepribadian yang baik. Jika anak

didik melakukan kebaikan dia terus di bimbing. Namun jika melakukan

keburukan ditegur dan dikritik agar memperbaiki sikapnya.

Menurut John Locke sekolah dalam dunia pendidikan mempunyai tujuan

sebagai sarana pendidikan anak sesuai dengan kepentingan anak didik

tersebut.21

Artinya sekolah menyajikan ilmu yang sesuai dengan kebutuhan

anak tersebut berdasarkan tingkat pemahamannya. Karena sekolah ada sebagai

sarana pembinaan dan pendidikan anak-anak untuk mengembangkan segala bakat

dan potensi yang dimilikinya.

Perihal pendidikan John Locke menekankan tentang pengajaran dengan

mengutamakan pengalaman, pengamatan, dan budi pekerti. Metode pengajaran

menurut John Locke ialah melalui praktik dan aktifitas-aktifitas lainnya yang

20

Ag.Soejono, Aliran Baru dalam Pendidikan (Bandung: C.V.ILMU, 1978), h. 20 21

Suparlan, Aliran-aliran Baru dalam Pendidikan (Yogyakarta: Andi Offset, 1984), h.

48.

Page 52: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

41

menarik tanpa ada paksaan terhadap anak didik.22

karena pendidikan merupakan

serangkaian proses manusia dalam membentuk dan mengembangkan sikap,

bentuk-bentuk tingkah laku yang bernilai dan berguna bagi diri sendiri bagi anak

didik maupun kehidupan sosial. Dalam proses pendidikan manusia dipengaruhi

oleh lingkungannya sehingga memperoleh ilmu pengetahuan dan berbagai

keahlian agar berkembang dengan optimal untuk kehidupan sosial.23

Dalam dunia pendidikan ada 4 point pemikiran John Locke, yaitu:

pertama, tentang kebaikan yaitu pendidikan bertujuan untuk mengarahkan

diri manusia kepada hal yang lebih baik dari sebelumnya sehingga bisa

mengendalikan nafsu (kejahatan). Ini lebih ditekankan kepada individual.

Kedua, kealiman atau kearifan yakni menjadikan manusia yang bijaksana dalam

menjalani kehidupan baik pribadi maupun sosial. Ketiga, menjadikan manusia

mampu memimpin diri sendiri untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial.

Artinya manusia bisa menempatkan dirinya sebagaimana semestinya. Keempat,

pengetahuan yakni manusia memperoleh kebenaran tentang segala sesuatunya,

Tuhan, alam maupun manusia.24

Perbedaan pemikiran Ibn Khaldūn dan John Locke tentang pendidikan ialah

bagi Ibn Khaldūn manusia semenjak lahir telah mempunyai “potensi” yang

dikembangkan dan diaktualisasikan melalui pendidikan. Namun bagi John Locke,

potensi manusia akan tumbuh dan berkembang melalui setiap pengalaman dan

22

Ag.Soejono, Aliran Baru dalam Pendidikan, h. 21. 23

Alisuf Sabari, Pengantar Ilmu Pendidikan (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005), h. 6. 24

William Boyd, Sejarah Pendidikan Barat dari Plato sampai Kant (Bandung: Jemmars,

1978), h. 126

Page 53: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

42

pendiidkan yang dipeolehnya, sebab sewaktu lahir manusia belum mempunyai

apa-apa. Oleh karen itu, perkembangan anak manusia menjadi dewasa ditentukan

oleh pendidikan. Selain itu Ibn, Khaldūn mengakui bahwa sumber pengetahuan

di samping indera dan akal juga dari intuisi (wahyu). Hal ini membuktikan bahwa

epistemologi Ibn Khaldūn tidaklah sama sekali menolak terhadap pengetahuan

rasional. Hal inilah yang membedakan empirisme pendidikan Ibn Khaldūn

dengan John Locke yang menekankan bahwa segala pengetahuan berasal dari

pengalaman semata-mata.25

D. Teori Fitrāh Ibn Khaldūn dan Tabularasa John Locke

Sebagai ciptaan Tuhan, manusia semenjak lahir sudah membawa fitrāh

(potensi). Potensi ini yang dikenal dengan ḥidayah al-dīniyyat.berupa dorongan

untuk mengabdi kepada Sang Pencipta. Dalam Islam, potensi (fitrāh) di sini

menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk yang beragama.26

Artinya fitrāh

keimanan telah menetap dalam diri manusia semenjak lahir untuk menuju jalan

yang lurus. Oleh karena itu, melalui didikan orang tualah seorang anak manusia

tersebut akan menjadi baik.

Dalam konteks bahasa Arab, kata fitrāh berasal dari fathāra yang berarti

membuka, atau membelah. Dalam al-Qur’ān kata ini berkaitan dengan ciptaan

25

Menurut John Locke akal tidak akan melahirkan pengetahuan dari diri sendiri karena

akal hanyalah secarik kertas tanpa tulisan. Kertas tersebut akan terisi melalui segala sesuatu yang

datang dari pengalaman manusia. lihat Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat barat 2

(Yogyakarta: Kanisius, 1996), h. 36-9. 26

Jalaluddin, Psikologi Agama Edisi Revisi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h,

67.

Page 54: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

43

Allah baik berupa alam semesta maupun manusia.27

Dalam kamus Arab-

Indonesia, fitrāh mempunyai banyak arti di antaranya adalah ciptaan, agama,

sunnah, dan sifat pembawaan sejak lahir.28

Sedangkan menurut Muthahari, fitrāh

ialah permulaan sesuatu dan tidak ada sesuatu itu sebelumnya.29

Secara umum oleh para pemikir muslim kata fitrāh cenderung dikaitkan

dengan merujuk firman Allah:

ولكه أكثر ديه حنيفا فطرت الله التي فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الديه القيم فأقم وجهك لل

الناس لا يعلمىن.

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah

atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada

peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan

manusia tidak mengetahui. (Q.S. Ar Rum:30).

Dalam hal ini, para ahli memaknai fitrāh sebagai potensi manusia untuk

beragama Islam (tauhid) sebagai agama yang lurus. Dengan kata lain fitrāh

sebagai iman bawaan yang telah diberikan Allah S.wt sejak manusia masih dalam

kandungan (rahim ibunya).30

Hasan Langgulung dalam manusia dan pendidikan

sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Nisar dalam bukunya yang berjudul

“Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam” menyebutkan bahwa fitrāh

27

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedia al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-

konsep Kunci (Jakarta: Paramadina,2002), h. 39-40. 28

Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka

Progressif, 2002), h.1063. 29

Murtadha Muthahari, Fitrah Menyingkap Hakikat Potensi dan Jati Diri Manusia

(Jakarta:Lentera, 2008), h. 19. 30

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya

Gramedia Pratama, 2001, h. 73.

Page 55: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

44

merupakan potensi-potensi atau kemampuan yang dimiliki manusia untuk

mengetahui segala sesuatunya.31

Manusia sebagai makhluk yang fitrāh berkembang karena dipengaruhi oleh

pembawaannnya (potensi) dan lingkungan, ini adalah salah satu hakikat wujud

manusia tersebut.32

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, potensi mempunyai

arti kemampuan, kekuatan, kesanggupan atau daya yang dapat dikembangkan.33

Sedangkan Sutan Rajasa mengartikan potensi sebagai kekuasaan dan daya

kefungsian manusia.34

Dalam mengembangkan seluruh potensi manusia, baik potensi jasmani

maupun rohani secara efektif dapat dilakukan melalui pendidikan. Walaupun

secara fitrāh manusia ialah baik, interaktif dan berakidah tauhidn, namun tak luput

diiringi sifat buruk. Oleh karena itu, setiap kebiasaan yang dilakukan akan

membawa kepada potensi keduanya. Jika manusia terbiasa melakukan kebaikan

maka ia akan menjadi baik begitu pula sebaliknya.35

Dalam Muqadimmah, Ibn

Khaldūn menyatakan bahwa:

Fitrāh (potensi) manusia berasal dari dua unsur yakni: pertama, indera

dalam (internal sense atau batiniah) yang berhubungan dengan dunia

maujud. Oleh karena itu, pemahaman tentang ini diperoleh melalui akal,

misalnyanya ruh manusia tidak dapat dilihat tetapi bisa diamati melalui

tubuh. Tubuh manusia diibaratkan bagaikan mesin yang digerakkan oleh ruh

dan kekuatannya. Dimana kekuatan tersebut terbagi dua yaitu: gerak (al-

fa’liyyah) contohnya ialah berjalan kaki, berbicara dan lain-lain dan

pemahaman (al-mukhīrah) ialah kemampuan untuk memahami. Kedua,

31

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, h.75. 32

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam (Bandung:

Rosdakarya, 2007), h. 27. 33

Depdikbud, Kamus Besar Bahsa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h, 697. 34

Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Karya Utama, 2009), h, 490. 35

Ibn Khaldūn, Muqaddimah, h. 145.

Page 56: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

45

indera luar (external sense) adalah yang dialami manusia dunia ujud berupa

penglihatan, pendengaran, peraba, pembau.36

Ibn Khaldūn memaknai fitrāh manusia adalah sebagai potensi-potensi dasar

yang bertransformasi menjadi aktual setelah mendapat rangsangan dari dunia luar

terutama pendidikan. Artinya manusia akan berkembang jika potensi tersebut

terus ditumbuh-kembangkan. Sebagai makhluk yang fitrāh manusia siap

menerima kebaikan sekaligus kejahatan, dan ia bebas untuk menentukan dirinya

melalui kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dalam membentuk dan menentukan

karakternya tersebut (baik atau buruk). Manusia yang hidup di daerah pedesaan

(Badui) lebih cenderung mengarah kepada kebaikan karena jiwanya masih bersih

dengan kehidupan dan rutinitas yang sederhana sehingga lebih banyak waktu

untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Berbeda dengan kehidupan

perkotaan (Metropolitan) yang lebih mengarah kepada kejahatan atau hawa nafsu.

Hal ini disebabkan manusia yang hidup di perkotaan umumnya lebih terpedaya

dengan kemewahan maupun kesenangan duniawi sehingga jauh dari kehidupan

ukhrowi.

Konsep fitrāh dalam dunia pendidikan menuntut para pendidik untuk

menanamkan tingkah laku yang baik, sehingga sifat dasar manusia yang

sebelumnya adalah baik akan menjadi lebih baik dan sempurna sebagai khalifah

bagi makhluk lainnya di muka bumi. Melalui pendidikan, fitrāh manusia tersebut

akan menjadikannya lebih dekat dan mengenal Tuhan sehingga mentaati perintah

dan menjauhi segala larangan-Nya.

36

Ibn Khaldūn, Muqaddimah, h. 115-16.

Page 57: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

46

Dalam mengembangkan seluruh potensi manusia, baik potensi jasmani

maupun rohani secara efektif dapat di lakukan melalui pendidikan. Melalui

pendidikan manusia mampu membentuk kepribadiannya, mentransfer kebudayaan

dari satu komunitas kepada komunitas lainnya, mengetahui nilai baik dan buruk,

dan lain sebaginya.37

Teori fitrāh Ibn Khaldūn sejalan dengan Ibn Thufaīl,38

yang mengatakan

bahwa manusia semenjak lahir telah memiliki potensi, yakni potensi keimanan

yang mana manusia dapat mengenal Tuhan melalui perantaraan akal. Manusia

mengenal Tuhannya mellaui objek-objek inderawi (material) tentang wujud

adanya Tuhan sebagai pencipta tanpa harus diberitahukan atau diberi petunjuk

oleh orang lain. Potensi yang sudah dimiliki oleh manusia manurut Ibn Thufaīl

harus dikemabangkan dengan pemikiran yang bersih dan jernih.

Berbeda dengan Ibn Khaldūn, menurut John Locke akal (pikiran) manusia

tidak lebih dari sehelai kertas yang masih putih yang akan terisi melalui

pengalaman.39

Kebenaran dan keabsahan pengetahuan berasal dari setiap

pengalaman yang bersumber dari pancaindera.

Teori tabularasa John Locke mengatakan bahwa anak yang baru lahir

diibaratkan dengan kertas putih yang bersih dan belum ditulis. Manusia

semenjak lahir tidak mempunyai bakat atau pembawaan apa-apa, oleh karena itu

37

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, h.132. 38

Nama lengkapnya Abū Bakar Muḥammad Abd’ al-Malik Ibn Muḥammad Ibn

Thufaīl al-Qaisī. Ia berasal dari daerah al-Qaisī, di daerah Barat dikenal dengan nama Abu Bacher.

Lahir di Wadiash, Maroko provinsi Granada pada tahun 506H/1110 M dan meninggal 1185 M

(masa Dinasti Muwahidin). 39

Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, h. 171.

Page 58: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

47

ia dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Di sini pendidik mempunyai peran

yang sangat penting dalam membentuk karakter anak didik. Dengan kata lain,

pendidik dan lingkungan berkuasa atas pembinaan anak didik.

Pendapat John Locke seperti di atas dapat disebut juga dengan empirisme,

yaitu suatu aliran atau paham yang berpendapat bahwa segal kecakapan dan

pengetahuan manusia timbul dari pengalaman yang masuk melalui alat indera.

Kaum behaviorisme juga berpendapat senada dengan teori tabularasa yang

dikemukakan oleh John Locke tersebut. Behaviorisme tidak mengakui adanya

pembawaan atau sifat turun-temurun. Pendidikan menurut kaum behaviorisme

adalah pembentukan kebiasaan, yaitu menurut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku

dalam lingkungan seorang anak.40

John Locke berpendapat bahwa pada permulaanya jiwa anak manusia

adalah bersih dan kosong yang kemudian sedikit demi sedikit terisi melalui

pengalaman (empiris). Perkembangan jiwa anak untuk memperoleh pengetahuan

ialah melalui pengalaman yang dialaminya. Dengan demikian pendidikan dan

lingkungan sangat mempengaruhi karena jiwa manusia yang kosong tersebut

dapat dididik apa saja, ke arah yang baik maupun yang buruk.41

Manusia yang dilahirkan seperti kertas putih (tabularasa) tidak mempunyai

potensi, ia akan berkembang dengan pengaruh alam sekitar termasuk orang tua,

guru, institusi pendidikan dan lain-lainnya. Dengan demikian alam sekitar

40

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Rosdakarya Offset,

1995), h. 15-6. 41

Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam Sebuah Pendekatan Psikologis (Jakarta:

Darul Falah, 1999), h. 96.

Page 59: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

48

berkuasa untuk membentuk manusia sekehendaknya.42

Artinya melalui

pendidikan manusia mengetahui nilai-nilai kebenaran, etika, cara bersosialisasi,

sehingga pendidikan akan membentuk disiplin hidup dan pertumbuhan serta

perkembangan kehidupan masyarakatnya.

42

Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa Sosio-psikologi

(Jakarta: Pustaka al Husna, 1985), h. 213.

Page 60: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

49

BAB IV

STUDI ANALISIS PEMIKIRAN IBN KHALDŪN DAN JOHN LOCKE

Dalam dunia pendidikan manusia disebut dengan animal educandum

sekaligus animal educandus yaitu sebagai makhluk yang di didik (objek) dan

mendidik (subjek). Dengan kata lain, manusia ikut terlibat dan melibatkan diri

dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap diri sendiri maupun

orang lain.1 Manusia sebagai subjek pendidikan ialah karena ia mengembangkan

dan mengaktualisasikan potensinya sendiri, pendidik hanya memberi motivasi

terhadap proses tersebut. Sedangkan manusia sebagai objek pendidikan ialah

karena ia menjadi sasaran dan transformasi ilmu pengetahuan yang diajarkan.

Manusia disebut juga sebagai sebagai hayawān al-nathīq telah menjadikan dirinya

sebagai subjek berpikir sekaligus objek yang dipikirkan.

Pendidikan merupakan usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan

anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani mereka melalui

pengajaran dan pelatihan agar berguna bagi diri sendiri (anak-anak tersebut)

maupun masyarakat.2

A. Studi Analis Konsep Pendidikan Menurut Ibn Khaldūn

Manusia adalah makhluk hidup yang terdiri dari jasad dan jiwa (roh), bisa

bergerak dan merasakan sesuatu melalui pancainderanya. Kebutuhan jasad

1 M. Sukardjo dan Ukim Komaruddin, Landasan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 1. 2 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 20060, h. 10.

Page 61: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

50

manusia adalah makan, minum dan tuntutan materi yang dapat dirasakan

badannya. Sedangkan kebutuhan jiwa adalah iman kepada Sang pencipta,

melaksanakan perintah dan meninggalkan-Nya, dan berbudi pekerti baik yang

dapat diwujudkan melalui pendidikan.

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia untuk

menentukan perjalanan suatu bangsa oleh generasi muda penerus. Sebab tujuan

pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan

pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan

pendidikan tersebut.3 Melalui pendidikan akal manusia akan terus berkembang

menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menopang kehidupannya

menjadi lebih maju

Dalam konteks Islam kata pendidikan mengacu kepada term al-tarbiyāh, al-

ta’dīb, dan al-ta’līm. Namun kata al-tarbiyāh lebih sering digunakan yang

berasal rabbayāni yang bermakna memelihara, mendidik, dan mengurus. Dalam

surat al-Isrā ayat 24: “sebagaimana mereka mendidikku sewaktu kecil. Sedangkan

M. Quraish Sihab memaknai kata al-tarbiyāh mengacu kepada pengembangan,

peningkatan, ketinggian, kelebihan, dan perbaikan terhadap manusia”.4

Dalam Undang-undang RI nomor 20, bab 1 pasal 1, tahun 2003 tentang

sistem pendidikan Nasional dinyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual,

3 Umar Tirtarahardja,S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan Edisi Revisi (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2005), h. 37. 4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’ân al-Karīm: Tafsir atas Surat-surat Pendek

Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h. 19.

Page 62: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

51

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.5

Dari uraian di atas pendidikan bukan hanya sekedar menangkap atau

memperoleh ilmu pengetahuan dari sesuatu yang diucapkan pendidiknya, akan

tetapi keseluruhan kepribadian yang tergambar pada tingkah dan prilaku pendidik

tersebut. Oleh sebab karena itu, pendidik harus mencerminkan kepribadian yang

baik dalam berinteraksi dengan anak didiknya.6

Sebagai makhluk istimewa, pada diri manusia terdapat potensial yang

bersifat baik sekaligus jahat oleh karena itu ia perlu mengenal dan memahami

hakikatnya melalui pendidikan.7 Pendidikan yang baik akan mewujudkan

eksistensi manusia tersebut ke arah kebaikan begitupun sebaliknya.

Pendidikan adalah upaya transformasi mengoptimalkan potensialitas

manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan peradaban. Dalam pendidikan

terdapat usaha dan proses yang ingin dicapai, yakni untuk mengarahkan anak

didik kepada titik optimal kemampuannya dan bertujuan untuk pembentukan

kepribadiaan yang utuh sebagai manusia individual, makhluk sosial, serta

hamba yang mengabdi kepada Sang Penciptanya.8

Menurut Ibn Khaldūn, manusia terdiri atas dua unsur yaitu: jasmani dan

rohani. Unsur jasmani mengarah kepada binatang, jiwa manusia berhubungan

dengan raga (dunia fisik). Sedangkan unsur rohani lebih mengarah kepada dunia

spiritual. Dunia spiritual dalam bahasa lain disebut dunia malikyyah yakni

5 Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Bandung: Media Pratama, 2009), h. 2. 6 Hadhari Nawawi, Pendidikan dalam Islam (Surabaya: al-Ikhlas, 1993), h. 216.

7 Murtadha Muthahari, Perspektif al-Qu’an tentang manusia dan Agama (Bandung:

Mizan, 1998), h. 123. 8 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h, 12.

Page 63: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

52

persepsi yang dihasilkan murni melalui akal absolut (menghasilkan pengalaman

transendental, ini biasanya dialami para Nabi atau Rasul).9

Konsep malaikyyah ini dialami oleh para Nabi dan para Rasul didasarkan

pada kesaksaksian Nabi sebagaimana yang tertuang dalam Muqadimmah Ibn

Khaldūn:

Bahwasanya, aku (Nabi) hanyalah seorang manusia seperti kamu

(umatnya), diwahyukan kepadaku bahwasa Tuhan kamu adalah Tuhan

yang maha Esa. Maka tetaplah pada jalan lurus menuju kepada-Nya dan

mohon ampunlah kepada-Nya.10

Dari uraian di atas kesempurnaan manusia menurut Ibn Khaldūn terletak

pada optimalisasi dirinya dalam proses mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Manusia yang pada mulanya hanyalah insān biasa namun akan menjadi

sempurna (al-insān kamīl) melalui pendidikan yang seimbang antara kehidupan

duniawi maupun ukhrowi.

Dilatarbelakangi dengan pendidikan Ibn Khaldūn semasa kecilnya yang

bercorak tradisional, yakni hanya belajar membaca al-Qur‟ān, Ḥadīts, fīqh,

sastra, naḥu, dan sharaf pada ulama-ulama pada zaman itu dengan cara

mendengarkan pidato atau cermah yang mereka sampaikan. Maka Ibn Khaldūn

hadir sebagai salah satu murabbī (pendidik) yang mempunyai pandangan tentang

keseimbangan antara pendidikan duniawi dan ukhrowi. Sehingga Ibn tak lupa

untuk menganjurkan pembelajaran al-Qur‟ān terlebih dahulu kepada anak di

usia dini. Karena dengan mempelajari al-Qur‟ān akan menyingkap semua ilmu

pengetahuan. Dengan demikian, pemikiran pendidikan Ibn Khaldūn bukan hanya

sebagai kecerdasan intelektual, personal, sosial yang dibangun dengan landasan

9 Ibn Khaldūn, Muqaddimah, h. 528.

10 Ibn Khaldūn, Muqaddimah, h. 532.

Page 64: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

53

rasio saja akan tetapi inspirasi, kreativitas, moral, intuisi (emosi) dan spiritual

sehingga menjadikan manusia tersebut lebih baik dari sebelumnya.

Sebagaimana yang dikutip Abuddin Nata, sebagai seorang sosiolog yang

sering berpindak-pindah tempat semasa hidupnya Ibn Khaldūn memiliki perhatian

yang besar terhadap dunia pendidikan.11

Dengan demikian pemikiran Ibn

Khaldūn tentang pendidikan ialah hasil dari berbagai pengalaman hidupnya, ia

menghubungkan konsep dengan realita yang ada atau yang dikenal dengan konsep

pendidikan filosofis-empiris.

Dalam Muqadimmah Ibn Khaldūn menyatakan bahwa:

Proses manusia memperoleh pengetahuan terbagi atas tingkatan kemampuan

berpikir yaitu: pertama, akal pembeda (al-„Aql at-Tamyizī) menjelaskan

perbedaan manusia dengan binatang yakni mempunyai akal. Kedua, akal

eksprimental (al-„Aql at-Tagribī) adalah kemampuan manusia memperoleh

pengetahuan melalui pengalaman. Ketiga, akal spekulatif (al-„Aql an-

Nadharī) adalah kemampuan manusia memperoleh sesuatu yang nyata

maupun gaib.12

Sesuai dengan tradisi zaman, manusia adalah makhluk yang berkembang

dan terus-menerus dan mengalami perubahan baik dari pertumbuhan fisik

maupun pola pikir. Perubahan itu terjadi karena pengaruh kebiasaan-kebiasaan

dan pendidikan yang ada dalam lingkungannya. Pengetahuan manusia akan

diperoleh sedikit demi sedikit dan berangsur-angsur melalui pengalaman atau

persepsi alat indera terhadap dunia luar dirinya. Bagi Ibn Khaldūn, kesempurnaan

manusia dalam pendidikan akan di peroleh ketika ia telah mencapai tahap

11

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 91. 12

Ibn Khaldūn, Muqadimmah terj. Ahmadie Thaha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), h.

532.

Page 65: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

54

tamyīz (memahami), yakni manusia mempunyai pemahaman intelektual terhadap

segala sesuatu yang ada di dalam maupun luar dirinya.13

Berdasarkan uraian di atas metode belajar yang digunakan Ibn Khaldūn

adalah: pertama, Malakah, suatu kegiatan belajar yang sungguh-sungguh dan

sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga mampu mengusai

materi keilmuan tersebut. Kedua, tadrij yaitu belajar secara sedikit demi sedikit

atau bertahap dan dilakukan terus-menerus. Hal ini disebabkan kemampuan

manusia terbatas untuk mendalami atau mengetahui hakikat segala sesuatunya.

Ketiga, pengenalan secara umum (generalistik). Keempat, kontinuitas (berlanjut).

Kelima, memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik. Keenam,

menghindari kekerasan dalam mengajar.14

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia.

Dengan pendidikan yang baik manusia sebagai khalīfah di muka bumi akan

mampu menjalankan tugasnya dengan baik pula untuk diri sendiri maupun

lingkungannya. Manusia adalah sebagai landasan dalam mengembangkan teori

dan praktik pendidikan. Dengan demikian, masalah pendidikan tidak dapat

dipisahkan dari persoalan hidup dan kehidupan manusia.

Dalam proses pendidikan Ibn Khaldūn menekankan bahwa seorang

pendidik harus mengetahui perkembangan akal dan kepribadian anak didiknya.

Metode pembelajaran hendaknya dengan sistem bertahap dan sesuai dengan

tingkat kemampuan anak didik. Agar anak didik tersebut dapat memahami ilmu

yang disampaikan. Selain itu, seorang pendidik sebaiknya mempergunakan

13

Ibn Khaldūn, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thaha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), h.

533. 14

Ibn Khaldūn, Muqaddimah, h. 400.

Page 66: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

55

contoh-contoh yang lebih konkret dan mudah diterima oleh indera anak didik.

Hukuman atau kekerasan tidak dibenarkan karena akan membuat anak didik

menjadi malas belajar, sehingga akan menjadikannya berdusta dan berpura-pura

untuk menyukai pelajaran. Selain itu, metode diskusi juga bagus untuk diterapkan

supaya anak didik lebih kreatif dan aktif baik dalam berbicara maupun bertindak.

Ibn Khaldūn memandang bahwa ilmu dan pendidikan sudah merupakan

tabiat di dalam diri manusia. Ia juga menganggap bahwa ilmu dan pendidikan

sebagai suatu gejala konklusif kebudayaan yang lahir dari terbentuknya

masyarakat dan perkembangannya di dalam tahapan peradaban. Ilmu dan

pendidikan merupakan salah satu industri, sedangkan industri lahir di dalam

masyarakat karena urgensinya yang begitu penting bagi kehidupan individu,

yang merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan rezeki.15

Manusia dapat menata kehidupannya dan peradaban melalui pendidikan

yang baik.16

Artinya melalui pendidikan manusia mengetahui nilai-nilai

kebenaran, etika, cara bersosialisasi, sehingga pendidikan akan membentuk

disiplin hidup dalam pertumbuhan dan perkembangan kehidupan

masyarakatnya. Dengan demikian, pendidikan terus dikembangkan melalui setiap

generasi.

Menurut Ahmad Tafsir, untuk merealisasikan tujuan pendidikan seorang

pendidik dapat menyusun sistem pendidikan dengan menggunakan metode atau

15

Fathiyyah Hasan Sulaiman, Pandangan Ibn Khaldun tentang Ilmu dan Pendidikan, terj. Herry Noer Ali (Bandung: Diponegoro. 1987), h. 35.

16 Samsul Nizar, Memperbincangakan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka

tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), h, 132.

Page 67: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

56

strategi sebagai pedoman atau acuan.17

Sebagaimana halnya dengan Ibn

Khaldūn yang menggunakan berbagai metode dalam proses kegiatan belajar-

mengajarnya. Pendidikan dalam pandangan Ibn Khaldūn bukan hanya sekedar

proses untuk mencapai materi pendidikan, tapi diharapkan menjadikan perilaku

yang baik sehingga melahirkan masyarakat yang berbudaya positif.

Pemikiran Ibn Khaldūn tentang tujuan manusia dididik adalah untuk

memiliki kekuatan moral spritual, mengembangkan potensi dan bakatnya (fitrāh)

untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan hidup yang dilakukan secara prose

yang bertahap dan terus berkelanjutan sehingga manusia mampu menyimbangkan

kebutuhan duniawi dan ukhrowi.

Melalui pendidikan, manusia yang awalnya bodoh akan menjadi paham

karena potensinya terus dikembangkan. Oleh karena itu, peran pendidik penting

untuk anak didik agar potentsi intelektualnya berkembang secara sempurna.

Ibn Khaldūn menempatkan pendidikan sebagai kekuatan yag utama dalam

sebuah peradaban. Karena ketika masyarakat berada pada posisi kebodohan maka

ia akan sulit keluar darin kemiskinan dan menjadi apatis. Sedangakan jika

masyarakatnya cerdas ia akan menjadi mandiri dalam berbagai bidang seperti:

ilmu pengetahuan, politik, dan ekonomi sehingga akan menjadikan negara

tersebut tentram, sejahtera, dan maju.

Tujuan manusia dididik adalah untuk memiliki kekuatan moral spritual,

mengembangkan potensi, dan bakatnya agar dapat mencapai kebaikan serta

kesempurnaan hidup. Melalui proses pendidikan yang bertahap dan terus

17

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1992), h. 142.

Page 68: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

57

berkelanjutan serta membekali anak didik dengan ilmu-ilmu syar’i, akan

menjadikan anak didik menguasai berbagai keterampilan untuk menunjang

hidupnya mencapai kesuksesan duniawi maupun kebahagiaan kehidupan ukhrowi

nantinya. Maka, sesuai dengan ajaran Islam pendidikan Ibn Khaldūn bertujuan

untuk menanamkan dan menumbuh-kembangkan ajaran serta nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya. Pendidikan yang tidak hanya mengutamakan ilmu-ilmu

pengetahuan umum tetapi juga berlandaskan pada al-Qur‟ān dan Ḥadīst akan

mampu sebagai penyelamat kehidupan manusia.

Klasifikasi ilmu dalam dunia pendidikan menurut Ibn Khaldūn terbagi dua

yaitu: pertama, ilmu naqlī (tekstual) yang diperoleh melalui al-Qu‟ān dan Ḥadīts

(tradisi) misalnya tafsir al-Qur‟ān, hukum Islam, dan teologi. Kedua, ilmu ‘aqlī

(rasional) berupa pengetahuan yang membutuhkan akal untuk memahaminya,

misalnya pengetahuan fisika dan filsafat. Selain itu terdapat ilmu lain sebagi

penopang ilmu pengetahuan-pengetahuan tersebut, misalnya logika sebagai

pendukung filsafat.18

Sedangkan Abduddin Nata, membagi tiga macam klasifikasi

ilmu pendidikan yang dikemukakan oleh Ibn Khaldūn yaitu: pertama, ilmu lisan

(bahasa) adalah ilmu tentang bahasa sasta yang tersusun dalam syair. Kedua, ilmu

naqlī yaitu berasal dari kitab suci al-Qur‟ān dan sunnah Nabi. Ketiga, ilmu ‘aqlī

yaitu bersumber dari daya pikir manusia.19

Dengan demikian konsep pendidikan Ibn Khaldūn ialah membantu dan

menjadikan peserta didik untuk dapat mengembangkan potensinya ke arah

tingkah laku yang lebih baik berlandaskan pada kecerdasan intelektual (ilmu-ilmu

18

Ziauddin Alvi, Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan

(Bandung: Angkasa, 2003), h. 71. 19

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, h. 175-6.

Page 69: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

58

umum) dan spiritual (sesuai dengan ajaran agama yang belandaskan al-Qur‟ān dan

Ḥadīts). Maka dari itu Ibn Khaldūn juga menganjurkan untuk menerapkan

pelajaran bahasa Arab pada anak-anak karena merupakan kunci untuk

menyingkap semua ilmu pengetahuan.20

Artinya selain memperoleh ilmu

pengetahuan umum, teknologi, manusia juga di tuntut untuk meningkatkan

keimanan, pemahaman, penghayatannya kepada Allah SWT tanpa meninggalkan

nila-nilai dan norma yang ada dalam lingkungan.

Menurut Ibn Khaldūn dalam proses pendidikan tidak harus terpaku dengan

menggunakan satu metode, tetapi sebaiknya menggunakan metode yang

bervariasi agar tidak membosankan sehingga menarik perhatian anak didik.

Seorang pendidik dianjurkan untuk mempergunakan alat sebagai contoh untuk

merangsang pengetahuan anak. Selain itu, menggunakan metode diskusi juga

penting untuk memberi kebebasan berpikir dan meningkatkan kepercayaan diri

anak dalam mengembangkan potensinya serta memeroleh pemahaman yang

benar dan mendalam.21

Oleh karena itu, Ibn khaldūn menolak memaksakan anak

didik untuk mengusai materi pelajaran dan juga kekerasan terhadap anak

didik karena itu akan membuat mereka menjadi malas dan menjadi tidak baik.

Samsul Nizar mengemukakan ada 6 (enam) prinsip utama yang di

kemukakan Ibn Khaldūn dan perlu diperhatikan oleh pendidik, di antaranya:

prinsip pembiasaan, prinsip tadrij (berangsur-angsur), prinsip pengenalan umum

20

Al- Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun, Mukadimmah, Terj, Masturi

Irham, dkk., (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2011). 21

Abudin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan

(Bandung: Angkasa Bandung, 2003), h. 102.

Page 70: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

59

(generalistik), prinsip kontinuitas, memperhatikan bakat dan kemampuan

peserta didik serta menghindari kekerasan dalam mengajar.22

B. Studi Analisis Konsep Pendidikan Menurut John Locke

Menurut John Locke manusia sebelum memperoleh pengalaman akal

manusia belum berfungsi, menolak adannya potensi dalam diri manusia atau

dikenal dengan teori Inneatisme.23

Secara kodrati manusia adalah baik dan

alamiah karena ia terlahir bersih seperti kertas putih tanpa ada coretan. Secara

alamiah manusia tersebut bebas untuk menentukan eksistensinya tanpa tergantung

pada kehendak orang lain. Walaupun demikian manusia tidak bisa menghasilkan

pengetahuan dari dirinya sendiri.24

Manusia tersebut membutuhkan pendidikan untuk memperoleh

pengetahuan. Karakter manusia akan dibentuk oleh lingkungan sekitarnya, pola

kehidupan masyarakat yang baik akan menjadikan manusia sebagai insan yang

sempurna, begitupun sebaliknya.

Dalam sistem pendidikan John Locke, pendidik mempunyai peran yang

penting untuk membentuk karakter anak didik. Pendidik sebagai fasilitor bagi

anak didik untuk menerima pendidikan sebagai pengalamannya. Melalui

pengalaman tersebut akal akan mengolah menjadi pengetahuan. Sehingga akan

membentuk tingkah laku, sikap, dan watak anak sesuai dengan tujuan

pendidikan yang diharapkan.

22

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, h. 95. 23

Inneatisme adalah paham yang mengakui bahwa adanya ide-ide bawaan diri manusia

sejak lahir. 24

Harun Hadiwijoyono, Sari Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 1980), h. 36.

Page 71: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

60

Bagi John Locke, pendidikan manusia tergantung kepada setiap

penglihatan dan pengalaman aktualnya, melalui inilah akal manusia akan

menganalisa dan merefleksikan setiap objek yang ada di luar dirinya

sehingga memperoleh ilmu dan pengetahuan.

John Locke menekankan sistem pendidikan dengan budi pekerti yang baik

sehingga jiwa manusia yang awalnya kosong menjadi optimal dan menjadi

manusia yang sempurna. John Locke menolak kekerasan atau hukuman

dalam metode pendidikannya dan juga tidak menyukai pujian. Karena hal yang

demikian akan menjadikan anak didik berkelakuan tidak baik. Dalam arti lain

kekerasan akan membuat anak didik membentuk karakter yang jelek dan ini akan

terus berlanjut sehingga menimbulkan rasa malas, dendam, dan tidak semangat

dalam diri anak didik. Sementara pujian akan menjadikan anak didik sombong

dan angkuh.

Pemikiran John Locke menolak kekerasan dan hukuman dalam pendidikan

senada dengan Ibn Khaldūn sangat bersesuaian dengan ajaran al Qur‟ān. Diantara

ayat yang berbicara tentang ini adalah:

ل عن ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والمىعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن إن ربك هى أعم بمن

.سبيه وهى أعم بالمهتدين

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu

Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan

Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. An

Nahl: 125)

Page 72: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

61

Dengan demikian pendidikan bagi Ibn Khaldūn dan John Locke sesuatu

yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan zaman. Melalui

pendidikan manusia akan memperoleh pengetahuan, keahlian, dan berbagai

keterampilan sehingga mereka memperoleh pekerjaan untuk kelangsungan

kehidupannya. Dengan demikian semua pengetahuan menurut John Locke

adalah disimpulkan dari pengalaman (data inderawi) kecuali logika dan

matematika.

Dengan demikian pendidikan adalah tanggungjawab semua pihak, yang di

mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, kemudian masyarakat. Pendidikan

seharusnya melahirkan masyarakat yang berbudaya, punya etos kerja yang tinggi,

akhlak yang baik, mempunyai skill dan keterampilan, toleran dan sebagainya.

Lingkungan dan pendidikan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan untuk membentuk manusia menjadi mahkluk yang rasional dan

bermoral.25

Selain itu, menurut kondisi alamiahnya manusia bebas untuk

menentukan dirinya dan menggunakan hak miliknya tanpa tergantung pada

kehendak orang lain.26

C. Studi Analisis Teori Fitrāh Ibn Khaldūn dan Tabularasa John Locke

Pemikiran Ibn Khaldūn tentang manusia sesuai dengan ajaran Islam yakni:

pertama, manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kedua, manusia adalah fitrāh

(suci dan beriman). Ketiga, manusia mempunyai rūh disamping adanya raga,

25

J. W. Yolton, John Locke and the Way of Ideas (Oxford: The Oxford University Press,

1968), h. 27. 26

J.Ohoitimur, Aliran-aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer (Traktat Kuliah

STF, Seminare Pineleng, 2003), h. 77.

Page 73: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

62

yang mana posisi ruh lebih tinggi daripada akal yang sudah ada sebelum manusia

dilahirkan dan akan tetap ada setelah manusia meninggal.27

Manusia dikatakan baik dan mulia apabila rūh mendominasi jasadnya,

sebaliknya manusia akan jahat dan hina apabila jasad mendominasi rūhnya.

Oleh sebab itu, kehidupan manusia dimuka bumi ini segala macam kegiatannya

terangkum dalam amal perbuatannya baik berupa dosa maupun pahala. Menurut

Ibn Khaldūn semenjak lahir hakikat manusia ialah fitrāh, yakni telah membawa

potensi baik dan akan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Lingkungan

adalah faktor pendukung yang akan membentuk kepribadian menjadi aktual dan

optimal, terutama lingkungan pendidikan.

Manusia secara fitrāh cenderung mempunyai potensi ke arah kebaikan

namun perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan kehidupan

masyarakat dan pendidikan. Oleh karena itu, orang tua adalah guru pertama bagi

anak untuk membentuk kepribadian yang baik. Fitrāh adalah keadaan yang masih

asli atau suci dan keadaan asal.28

Salah satu bukti manusia dilahirkan fitrāh atau suci semenjak lahir

adalah melalui tanda-tanda yang dibawa oleh para Rasul dan Nabi serta kaum

sufi. Mereka selalu berusaha untuk mensucikan diri dengan sifat dan perangai

yang mulia. Mereka selalu mengajak manusia untuk mengikuti ajaran Tuhan

sebagaimana yang mereka tunjukkan. Dengan demikian manusia yang awalnya

fitrāh selalu berupaya untuk melakukan penyucian diri.

27

Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi

Islami (Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar, 1995), h. 92. 28

Amran Y.S Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia: Dilengakapi dengan

singkatan-singkatan umum (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 192.

Page 74: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

63

Hasan Langgulung menyatakan bahwa manusia terdiri dari fitrāh (potensi),

rūh, kemauan bebas, dan akal.29

Ia mengartikan potensi adalah sesuatu yang

berkaitan dengan kemampuan akal, hati, ruhiyah yang dikembangkan sesuai

dengan petunjuk Tuhan atau ajaran syariat menurut Islam. Potensi-potensi

tersebut akan berkembang melalui dunia pendidikan.30

Menurut Ibn Khaldūn bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan

fitrāh, oleh karena itu orang tua mempunyai kewajiban untuk memulai dan

menerapkan kebiasaan baik, pengajaran, dan pendidikan serta menumbuhkan dan

mengajak anak ke dalam tauhid yang murni dan akhlak yang mulia. Fitrāh

tersebut hanya bisa dikembangkan melalui pendidikan baik keluarga, sekolah,

maupun lingkungannya.

Dalam pandangan Islam, fitrāh adalah sesuatu yang melekat pada diri

manusia dan terbawa semenjak lahirnya.31

Artinya fitrāh adalah kejadian

(bawaan) semenjak semula lahir. Teori fitrāh ini lebih mengarah kepada aliran

nativisme yang menitikberatkan bahwa peranan sifat bawaan, keturunan, sebagai

penentu perkembangan tingkah laku manusia. Semuanya tergantung kepada

faktor-faktor alamiah atau pembawaan dari lahir.32

Dengan kata lain,

perkembangan manusia semata-mata tergantung faktor dasar atau pembawaan.33

29

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisis Psikologi, Filsafat, dan

Pendidikan (Jakarta: PT Pustaka al-Husna, 2004), h. 49. 30

Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Abad ke-21 (Jakarta:PT Pustaka al-Husna, 2003),

h. 73. 31

M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qura’an Tafsir Maudhu’i atas berbagai persoalan

umat (Bandung: PT Mizan Pustaka. 2005), h.375. 32

Abdul Mujib Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), h.115. 33

M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, 1993), h. 173.

Page 75: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

64

Sedangkan pendidikan, pengalaman dan lingkungan adalah faktor penunjang

kemajuannya.

Ibn Khaldūn memandang manusia dalam segi fitrāhnya, lahir membawa

bakat (potensi dasar). Secara fitrāh manusia ialah baik, interaktif, dan berakidah

tauhid. Walaupun demikian kebaikan tersebut juga diiringi keburukan, oleh

karena itu setiap kebiasaan yang dilakukan akan membawa kepada potensi

keduanya. Jika manusia terbiasa melakukan kebaikan maka ia akan menjadi baik

begitu pula sebaliknya.34

Aliran empirisme, nama aslinya adalah the School of British Empiricism

yang dipelopori John Locke sejatinya berasal dari Inggris akan tetapi aliran ini

lebih berpengaruh terhadap pemikir Amerika Serikat. Kemudian melahirkan

aliran filsafat yang bernama environmentalisme (aliran lingkungan) dan psikologi

yang bernama environmental psychology.35

Aliran empirisme ini mendasari

bahwa manusia lahir dalam keadaan netral tidak memiliki pembawaan apapun. Ia

bagaikan kertas putih (tabularasa) yang dapat ditulisi apa saja yang dikehendaki.

Perwujudan tingkah laku ditentukan oleh luar diri yang disebut dengan

lingkungan.36

Menurut aliran ini perkembangan manusia sepenuhnya ditentukan

oleh faktor lingkungan atau pendidikan sedangkan faktor dasar atau pembawaan

tidak berpengaruh sama sekali.

John Locke berpendapat bahwa pada permulaanya jiwa anak manusia

adalah bersih dan kosong yang kemudian sedikit demi sedikit terisi melalui

34

Ibn Khaldūn, Muqaddimah, h. 145. 35

Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Offset, 2010), h. 43. 36

Abdul Mujib Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), h.118.

Page 76: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

65

pengalaman (empiris). Perkembangan jiwa anak untuk memperoleh pengetahuan

ialah melalui pengalaman yang di alaminya. Dengan demikian pendidikan dan

lingkungan sangat mempengaruhi karena jiwa manusia yang kosong tersebut

dapat dididik apa saja, ke arah yang baik maupun yang buruk.37

Dalam proses belajar-mengajar pendidik mempunyai peran yang sangat

penting untuk membantu anak didik memperoleh pengalaman dan pengetahuan

sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada. Sesuai dengan teori tabularasa John

Locke bahwa jiwa manusia ibarat kertas putih, kertas ini kemudian akan

mendapat tulisan dari luar yaitu berupa pendidikan. Maka baik buruknya perilaku

manusia tersebut tergantung pada pendidikan yang diperolehnya.38

Menurut John Locke, pengetahuan objek pada diri manusia secara

tidak langsung dikenal dalam bentuk data inderawi yang dinamakan

ideas. Ideas merupakan representasi objek pada diri manusia atau dalam

kata lain adanya kesesuain ide dengan kenyataan. Analoginya sinar matahari

pada siang hari, melalui silau sinar tersebut manusia tidak bisa menolak tentang

ide-ide matahari. Dengan kata lain dari pengalaman tersebut manusia

memperoleh pengetahuan.39

Namun data inderawi (pengalaman) tersebut tidak

selalu akurat, oleh karena itu John Locke membedakan kualitasnya menjadi dua

yaitu: pertama, kualitas primer ialah kulitas yang melekat pada benda itu sendiri

dan terlepas dari persepsi-persepsi. Misalnya bentuk, luas, posisi dan gerak.

37

Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam sebuah Pendekatan Psikologis (Jakarta:

Darul Falah, 1999), h. 96. 38

Sudirman, Interaksi dan Motivasi Belajar-mengajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003), h. 79. 39

Donny Gabral Adian, Menyoal Objoktivisme Ilmu Pengetahuan dari david Hume

sampai Thomas Kuhn (Jakarta: TERAJU, 2002), h. 120.

Page 77: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

66

Kedua, kualitas sekunder yaitu kualitas yang bergantung kepada kondisi

subjeknya. Misalnya warna, bau, panas dan dingin. Ini mendasarkan pemahman

Jon Locke tentang pengetahuan bersifat material yakni adanya substansi material

mendasari objek terlepas dari persepsi-persepsi.

Menurut pendapat penulis teori tabularasa yang hanya mementingkan

pengalaman sebagai sumber pengetahuan memiliki kelemahan, sebab walaupun

lingkungan dapat menghasilkan perkembangan anak menjadi optimal tanpa

adanya bakat dalam diri anak tersebut tidak akan berjalan sesuai yang diinginkan.

Sebaliknya, anak yang sudah memiliki potensi semenjak lahir tanpa adanya faktor

lingkungan yang mendukung tidak akan berkembang dengan baik. Oleh karena

itu dalam ajaran Islam, teori tabularasa ini tidak sepenuhnya bisa diterima karena

potensi dan lingkungan (pendidikan) memiliki pengaruh dan peran yang

sama dalam pembentukan pribadi anak.

Sejatinya manusia tidak terlepas dari kehidupan bermasyarakat untuk

mempertahankan kelangsungan dan kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu,

pendidikan perlu baginya untuk proses interaksi antara sesama. Manusia adalah

makhluk yang berpikir, yang memiliki sikap hidup bermasyarakat saling tolong-

menolong yang kemudian akan membentuk suatu peradaban.40

Dari peradaban

tersebut lahirlah berbagai ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui media

pendidikan. Pertumbuhan ilmu pengetahuan dan pendidikan dipengaruhi oleh

peradaban. Dengan demikian, adanya hubungan timbal-balik antara pendidikan

dan peradaban.

40

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 174.

Page 78: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

67

Setiap hasil kreasi pemikiran manusia mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Demikian pula halnya dengan pemikiran Ibn Khaldūn dan John

Locke tentang manusia dan konsep pendidikan. Walaupun mereka mempunyai

persamaan pemikiran tentang kedua hal tersebut, namun dalam hal tertentu juga

mempunyai perbedaan.

No Pandangan Ibn Khaldūn John Locke

1 Manusia Fitrāh (manusia adalah

baik, bersih dan suci)

dan telah memperoleh

innate (sifat bawaan se-

jak lahir atau potensi

dasar).

Tabularasa (manusia ada-

lah lembaran kertas putih

yang masih kosong) dan

tidak memperoleh innate

sejak lahir.

2 Epistemologi Empirisme (induktif yai-

tu pengetahuan manusia

diperoleh melalui penga-

laman dan pengamatan).

Namun di sisi lain Ibn

Khaldūn tidak menolak

pengetahuan manusia bi-

sa diperoleh melalui in-

tuisi (wahyu).

Empirisme (setiap penge-

tahuan manusia diperoleh

melalui pengalaman inde-

rawi karena sesungguhnya

manusia pada awalnya ha-

nyalah lembaran kertas ko-

song yang belum terisi

apa-apa). Dimana manusia

memperoleh pengetahuan

melalui rangsangan dari

objek terhadap pancaindera

yang kemudian ditersukan

ke otak dan dianalisa men-

jadi sebuah pengetahuan.

3 Metode Mendi-

dik

Berangsur-angsur, meto-

de diskusi dan tidak me-

nggunakan sistem pe-

ngajaran dengan paksa-

an atau hukuman.

Bertahap dan tidak meng-

gunakan sistim kekerasan

maupun pujian.

Page 79: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

68

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Ibn Khaldūn, manusia adalah makhluk yang suci (fitrāh) yang

semenjak lahir telah membawa potensi baik sebagai pemberian dari Tuhan.

Namun potensi tersebut masih belum optimal seutuhnya, melalui pendidikan

potensi tersebut akan berkembang. Walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa

disamping kebaikan manusia juga membawa potensi yang jahat. Jika pendidikan

yang diterima manusia adalah baik maka akan menuntun manusia tersebut menuju

kebaikan dan menjadi manusia sempurna (insān kamil), sehingga sulit membawa ia

ke arah kejahatan. Oleh karena itu konsep pendidikan Ibn Khaldūn menganut prinsip

keseimbangan antara kecerdesan intelektual dan kecerdasan spiritual.

Sedangkan menurut John Locke, manusia semenjak lahir adalah putih bersih

seperti kertas (tabularasa) yang tidak membawa potensi apa-apa. Manusia tidak

bisa di katakan baik atau jahat. Pengalaman inderawi yang diterimanya akan

menjadikan akalnya semakin aktif untuk memperluas dan memperkaya

wawasannya sehingga memperoleh pengetahuan. John Locke menyatakan bahwa

pengaruh lingkungan dan pengalaman inderawi seutuhnya dalam dunia

pendidikan akan menjadikan manusia baik.

Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan bagi kedua tokoh tersebut akan

mempengaruhi sebuah peradaban. Semakin bagus kualitas pendidikannya maka

akan semakin maju dan baik peradabannya.

Page 80: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

69

B. Saran-saran

Berdasarkan uraian diatas, menurut pendapat penulis sistem pendidikan Ibn

Khaldūn yang mengandung keseimbangan duniawi dan ukhrowi tersebut cocok di

terapkan sesuai dengan kehidupan zaman sekarang, terutama kalangan umat

Islam. Selain berlandaskan pada ajaran agama pendidikannya juga tidak

meninggalkan ilmu pengetahuan umum.

Page 81: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

70

DAFTAR PUSTAKA

Abel, Donald C, Fifty Readings in Philosophy. Amerika: New York

Press, 2004.

Abidin, Zainal, Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2012.

Abdullah, Yusri Abdul Ghani, Historiografi Islam dari Klasik hingga Modern.

Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004.

Adian, Donny Gabral, Menyoal Objoktivisme Ilmu Pengetahuan dari David

Hume sampai Thomas Kuhn. Jakarta: Teraju, 2002.

Ahmadi, Asmoro, Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Ali, Mukti, Ibn Khaldun dan Asal-usul Sosiologinya. Yogyakarta: Yayasan Nida,

1970.

Alvi, Ziauddin, Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan

Pertengahan Bandung: Angkasa, 2003.

Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium

Baru. Jakarta: PT Logos Kencana Ilmu, 2002.

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan

Agama. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Bastaman,H anna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju

Psikologi Islam. Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil dan Pustaka Pelajar,

1995.

Boyd, William, Sejarah Pendidikan Barat (The History of Western

Education) dari Plato sampai Kant. Bandung: Jemmars, 1978.

Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedia Islam. Jakarta: PT Ichtiar Bara

Van Hoeve, 2002.

Enan, Muhammad Abdullah, Biografi Ibnu Khaldun, terj. Jakarta: Mizan, 2003.

Fieser, James dan Samuel Enoch Stumf, Philosophy History and Problems. New

York/SIAE: Artist Rights Society, 2002.

Garvey, James, Dua Puluh Karya Filsafat Terbesar, terj. Mulyatno. Yogyakarta:

KANISIUS, 2010.

Hadiwijoyono, Harun, Sari Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius, 1980.

Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Soebani, Filsafat Umum: dari Metologi

sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1996.

Ibn Khaldūn, Muqaddimah, terj. Ahmadi Thoha. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.

-------, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thaha. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.

-------, Muqadimmah, jilid III Taẖqiq ‘Ali Abd al Waẖid. Kairo

Nahdiah Mishr, t.t.

Jalaluddin, Psikologi Agama Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2009.

J.Ohoitimur, Aliran-aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer. Traktat

Kuliah STF, Seminare Pineleng, 2003.

Page 82: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

71

Jundi, Anwar, Pancaran Pemikiran Islam. terj. Alif Muhammad. Bandung:

Pustaka, 1985.

Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta:

Grafindo Persada, 2004.

Kattsoff, Louis. O, Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986.

al-Khudairi, Zainab, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, terj. Ahmad Rofi’

Ustmani. Bandung: Pustaka, 1987.

Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa

Sosio-psikologi. Jakarta: Pustaka al Husna, 1985.

-------,Manusia dan Pendidikan Suatu Analisis Psikologi Filsafat dan

Pendidikan. Jakarta: PT Pustaka al-Husna, 2004.

-------, Pendidikan Islam Abad ke-21. Jakarta:PT Pustaka al-Husna, 2003.

Lubis, Akhyar Yusuf, Filsafat Ilmu: Kalsik hingga Kontemporer. Jakarta:

Rajawali Pers, 2015.

Locke, John The Encyclopedia of Philosophy. Edited by Paul Edwards, jilid III

and IV. New York: Simon and Schuster and Prencite Hall

International,1996.

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bina Aksara, 1987.

-------, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

Maarif, Ahmad Syafii. Ibn Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan

Timur. Jakarta: Gema Insan Press, 1996.

Madjid, Nurcholis Kaki Langit Peradaban. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1997.

Mudzakir, Abdul Mujib Jusuf, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana,2008.

-------, Fitrah dan kepribadian Islam sebuah Pendekatan Psikologis. Jakarta:

Darul Falah, 1999.

Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya Offset, 2010.

Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia.

Surabaya: Pustaka Progressif, 2002.

Muthahari, Murtadha, Perspektif al-Qu’an tentang manusia dan Agama.

Bandung: Mizan, 1998.

-------, Fitrah Menyingkap Hakikat Potensi dan Jati Diri Manusia. Jakarta:

Lentera, 2008.

Nasution, Andi Halim, Pengantar ke Filsafat Sains. Jakarta: Lentera Antar Nusa,

1999.

Nasution, Hasan Bakti, Filsafat umum. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.

Nata, Abudin, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: Rajawali Pers,

2012.

------, Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan.

Bandung: Angkasa Bandung, 2003.

-------, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama. 2005.

-------, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

-------, Memperbincangakan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka

tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2008.

Page 83: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

72

Nawawi, Hadhari, Pendidikan dalam Islam. Surabaya: al Ikhlas, 1993.

Nivianti, Kesnamia, Studi Perbandingan Pendidikan Islam menurut Ibn Khaldūn

dan Miskawayh. Jurusan Pendidikan Agama Islam Falkutas Tarbiyah UIN

Syarif Hidayatullah. 2012.

Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-dasar Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya

Media Pratama, 2001.

-------, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis.

Ciputat Press, Jakarta, 2002.

N. Tarcov, Locke’s Education for Liberty. Chicago: The Univercity of Chicago

Press, 1969. Prasetya, Filsafat Pendidikan untuk UIN, STAIN, PTAIS.

Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2006.

Rahardjo, M. Dawam, Ensiklopedia al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan

Konsep-konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 2002.

Rahmat, Aceng, dkk. Filsafat Umum Lanjutan. Jakarta: Kencana, 2011.

Raliby, Osman, Ibn Khaldun tentang Masyarakat dan Negara. Jakarta: Bulan

Bintang, 1978.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2011.

Rapar, Jan Hendrik, Pengantar Filsasat. Yogyakarta: Anggota IKAPI, 1996.

Rohman, Arif, Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:

Laskbang Mediatma, 2009.

Russell, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Sabari, M. Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan. Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005.

-------, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu

Jaya, 1993.

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2003.

Soejono, Ag, Aliran Baru dalam Pendidikan. Bandung: C.V. ILMU, 1978.

Sudirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Menagajar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2003.

Suharto, Toto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibn Khaldun. Yogyakarta: Fajar

Pustaka Baru, 2003.

Sulaiman, Fathiyah Hasan, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan

Pendidikan. Bandung: Diponegoro, 1987.

Suparlan, Aliran-aliran Baru dalam Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset, 1984.

Susanto, Filsafat Ilmu Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,

Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

al-Syaybānī, Muḥammad al-Tawmī, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan

Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang, 1997.

Schmadt. J, Hendry, Filsafat Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qura’an Tafsir Maudhu’i atas Berbagai

Persoalan Umat. Bandung: PT Mizan Pustaka. 2005.

Page 84: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

73

Syaith’i, Aisyah Abdurrahman Bintu, Manusia dalam Perspektif al-Qur’an.

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.

-------, Manusia Sensitivitas Hermeneutika al-Qur’an. Yogyakarta: LKPSM

Tompeyan, 1997.

Tarcov, N, Locke’s Education for Liberty. Chicago: The Univercity of Chicago

Press, 1969. Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2004.

-------, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Islam. Bandung:

Rosdakarya, 2007.

-------, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya,

1992.

Tjahjadi, Simon Petruss, Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Ukim Komaruddin dan M. Sukardjo, Landasan Pendidikan: Konsep dan

Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

Wafi, Ali Abdul wahid, Ibn Khaldun riwayat dan karyanya, terj. Ahmadie

Thaha. Jakarta: PT Grafitifers, 1985.

Waliudin, Warul, Konseltasi Pemikiran Pedagogik Ibn Khaldun Perspektif

Pendidikan Modern. Nanggro Aceh Darussalam: Yayasan Nadya, 2003.

Wardi Ali dan Fuad Baali, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam.

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989.

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,

1991.

Yolton, J.W, John Locke and The Way of Ideas. Oxford: The Oxford Univercity

Press, 1968.

Zakaria, Azra’ie, Konsep Pendidikan Ibn Khaldūn: Relevansinya dengan

Pendidikan Modern. Jakarta: Program Pasca Sarjana UIN Syarif

Hidayatullah, 2004.

Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: IAIN Jakarta, 1984.

Page 85: KONSEP PENDIDIKAN - repository.uinjkt.ac.id

BIODATA PENULIS

Nama : Rahmi Febrina

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Padang, 17 Februari 1992

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat lengkap : Alahan Panjang, Solok-SUMBAR

Telepon, HP : 087895885069

E-mail : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

1998 – 2004 : SDN 06 HILGUM Tartel

2004 – 2007 : MTs Negeri 01 LEGUM Alahan Panjang

2007 – 2010 : SMAN 01 LEGUM Alahan Panjang

2010 – 2016 : Jurusan Aqidah Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta