Upload
trinhtruc
View
247
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SKRIPSI
KONSEP PENDIDIKAN ANAK DALAM
PENGEMBANGAN AKHLAK PERSPEKTIF HAMKA
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program sarjana (S1) di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
DISUSUN OLEH:
Hayatun Nufus
1110011000130
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
PENGESAEAN SKRIPSI
KONSEP PENDIDIKAI\ ANAK DALAM PENGEMBANGAN AKELAKPERSPf,KTIFHAMKA
Skipsi
Diajukan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan Islam (S.pd.I)
Oleh:
HAYATUNNUFUS
NIM: 1110011000130
Di bawah bimbingan
c'\Drs. H. Achmad Gholib. M.Ae
NIP. 19541015 t9790 2 t001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAE I}AN KEGURUAN
UMYERSITAS ISLAM IYEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARIIA
2017
i
L
f
PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Slaipsi berjudul Konsep Pendidikan Anak dalam pengembangan AkhlakPerspektif Eamka disusun oleh Eayatun Nufus, NIM. 1110011000130, Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Fa"kultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan
dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukaa pada sidang
munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkaa oleh fakultas.
Jakarta, 2l Juni 2017
Yang mengesahkan,
Pembimbing
Drs. H. Achmad Gholib. M.Ae
NIP. 19541015 19790 2 1001
11
PENGESAHANPANITIA UJIAN MUNAQASAH
Skripsi beriudul Konsep Pcndidikan Anak dalam Pengembangan Akhlak Perspektif Hamka
disuiun oleh 1]AYATUN NUFLJS, Nomor Induk Mahasiswa 111001 1000130, diajukan kepada
Fakultas llnru Tarbiyah dan Keguruan universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarla, dan
telah dinyatakan t,tilus clalam ttl ian Munaqasah pada 22 Juni 2017 dihadapan dewan penguji.
Karcna iiu penulis berhak meniperoleh geiar Sarjana 51 (S. Pd.I) dalam bidang Pendidika,
Agama Islam.
Jakarta, 3"2 iual r 2011
Ketua Panitia (Kepala Jurusan/PLodi Studi),
Dr. H. Abdul M4jid Khon. M.A,INll': 1q580707 lqtt703 I 005
Sekrelaris (Sekretaris .l urusan/Prodi)Marhamah Saleh. Lc. MANIP: 19720313 200801 2 010
Penguii I
Dr. Surulin. M.AsNIP : 19710319 199803 2 001
Penguji IlDr. Sapiudin. M.AsNII'): 19670328200003 I 001
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal
zne
2?/pt*o
8{-,..9..s.a.t.,2p,t
Q6,Juui,2oo
Tanda Tar.rgan
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Hayatun Nufus
1110011000130
Pendidikan Agama lslam (PAI)
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Konsep Pendidikan Anak dalam Pengembangan Akhlak
Perspektif Hamka adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen :
Nama
NIM
JuusarVprodi
Fakultas
Nama Pembirnbing
NIP
: Drs. H. Achmad Gholib.M,Ag
: 19541015 19790 2 l00l
1V
Dernikian sulat pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menedma segala
konsekuensi apabila terbukti bahwa sklipsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakalta, 2l .luni 2017
Havatun Nufus
NtM. 1l l00l1000040
v
ABSTRAK
Hayatun Nufus (1110011000130) Konsep Pendidikan Anak dalam
Pengembangan Akhlak Perspektif Hamka
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep serta metode yang digagas
oleh hamka dalam pengembangan pendidikan akhlak anak. Penelitian ini saya
lakukan dengan mencari berbagai sumber bacaan yang bersangkutan atau
berkaitan dengan pendidikan akhlak anak.
Hamka adalah seorang tokoh yang banyak berkontribusi dalam dunia
pendidikan. Walaupun tulisan Hamka sendiri yang spesifik membahas masalah
pendidikan sangat jarang ditemui, akan tetapi ide-ide serta berbagai macam
konsep serta metode pendidikannya itu dapat digalih dari berbagai macam tulisan
Hamka sendiri ataupun tulisan karya orang lain yang membahas seorang Hamka.
Di masa ini, banyak kita temui anak-anak ataupun orang dewasa sudah tidak
lagi mengindahkan akhlak, padahal akhlak adalah salah satu kunci keberhasilan
hidup. Bahkan Rasullullah pun diutus untuk menyempurnakan akhlak, maka dari
itu penulis menginginkan skripsi yang penulis susun ini dapat memberikan banyak
manfaat bagi para pendidik untuk menjadikan isi dari skripsi ini sebagai bahan
tambahan dalam bekal mendidik akhlak siswa.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh pengetahuan tentang
konsep, materi ajar serta metode pendidikan anak dalam pengembangan akhlak
menurut Hamka.
Kata kunci : Akhlak Hamka, Pendidikan Akhlak
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Syukur Alhamdulilah kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam
selalu tercurah kepada nabi Muhammad SAW.
Terimakasih teramat banyak penulis haturkan kepada ibunda tercinta
Tisah, atas segala doa dan pengorbanannya telah mendidik penulis dengan penuh
kasih sayang.
Dalam pembuatan dan penulisan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan
dorongan semua pihak. Penulis menyadari selama pembuatan skripsi ini banyak
terdapat hambatan dan kendala yang dihadapi baik yang bersifat materil maupun
moril. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag dan Marhamah Saleh, Lc. MA, Ketua dan
Seketaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3. Drs.H. Achmad Gholib M,Ag. Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi.
4. Dr. Zaimudin M,Ag, Dosen Pembimbing Akademik.
5. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam
6. Teman-teman saya yang selalu mensupport saya agar saya cepat
menyelesaikan studi saya.
7. Suami dan anak saya tercinta yang selalu mendampingi saya dalam pembuatan
skripsi ini.
8. Kakak saya yang selalu membantu saya dalam mengerjakan skripsi ini dengan
memberikan masukan-masukannya.
9. Dan untuk semua pihak yang berjasa pada penulis baik yang disadari ataupun
tidak sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan skripsi ini dengan baik
vii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran dan kritik sehingga dapat
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini.
Demikian, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama
bagi para pengembang produk pendidikan.
Jakarta, 21 Juni 2017
Hayatun Nufus
viii
DAFTAR ISI
PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................................... i
PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................................ ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH .......................................... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ...................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................................... 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................................ 5
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 7
A. Pengertian Pendidikan Anak ...................................................................... 7
B. Dasar-dasar Pendidikan .............................................................................. 13
C. Tujuan Pendidikan ...................................................................................... 16
D. Akhlak ........................................................................................................ 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 37
A. Metode Penelitian ....................................................................................... 37
B. Prosedur Pengmpulan dan Pengolahan Data .............................................. 38
C. Teknik Analisis Data .................................................................................. 38
D. Teknik Penulisan ........................................................................................ 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 39
A. Biografi Hamka .......................................................................................... 39
B. Konsep Pendidikan Anak dalam Pengembangan Akhlak Perspektif Hamka .. 43
1. Kajian Terhadap Buku Tasawuf Modern Hamka ................................... 43
2. Tasawuf Perspektif Hamka ........................................................................... 44
3. Konsep Pendidikan Anak dalam Pengembangan Akhlak Perspektif Hamka45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 66
A. Kesimpulan ................................................................................................. 66
B. Saran-saran ................................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan yang mendasar bagi manusia, karena dengan
pendidikan manusia bisa mengetahui segala hal yang belum ia ketahui. Dilihat dari
maknanya, pendidikan tidaklah semata-mata menyekolahkan anak untuk memperoleh
wawasan baru ataupun menimba ilmu pengetahuan, akan tetapi pendidikan
mempunyai makna yang lebih luas. Seorang anak akan tumbuh berkembang dengan
baik manakala ia memperoleh pendidikan yang komprehensif, agar ia kelak menjadi
manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara, dan agama.
Menjadi orang yang berpendidikan merupakan sebuah kebanggaan, baik
kebanggaan untuk diri sendiri, orang tua ataupun bangsa. Karena dengan pendidikan,
orang akan memandang diri kita tidak sebelah mata. Pendidikan dilakukan pada masa
kanak-kanak, karena pada masa tersebut merupakan masa paling subur, paling
panjang, dan paling dominan untuk membentuk karakter, menanamkan norma-norma
yang mapan dan arahan jiwa dan sepak terjang pada anak tersebut.
Anak merupakan sebuah amanah yang Allah titipkan kepada orang tuanya agar
diasuh, diberikan pengajaran serta dididik agar menjadi anak yang taat kepada
Tuhannya dan berguna untuk masyarakat dan bangsanya. Jika pada masa kecilnya
anak tersebut dibiasakan untuk melakukan kebaikan, kelak pada masa dewasa nanti ia
akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang bahagia baik di dunia ataupun di
akhirat. Sebaliknya, jika pada masa kecilnya dibiasakan untuk melakukan keburukan,
kelak pada masa dewasa nanti ia akan ditelantarkan dan menjadi orang yang celaka
dan merugi.
Hal ini merupakan sebuah pesan moral yang ditujukan kepada orang tua agar
dapat mendidik anaknya dengan mengarahkannya ke arah yang baik. Untuk itu,
2
pendidikan harus dilakukan pada masa sedini mungkin agar terciptanya seorang insan
yang berbudi pekerti yang taat kepada Tuhannya dan berguna untuk bangsanya.
Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apapun. Ia menjadi
tempat curahan kasih sayang orang tua. Namun sejalan dengan bertambahnya usia
sang anak, muncul “agenda persoalan” baru yang tiada kunjung habisnya. Ketika
beranjak dewasa anak dapat menampakkan wajah manis dan santun, penuh berbakti
kepada orang tua, berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan
masyarakatnya, tapi di lain pihak dapat pula sebaliknya. Perilakunya semakin tidak
terkendali, bentuk kenakalan berubah menjadi kejahatan, dan orangtua pun selalu
cemas memikirkanya.
Mendidik anak dan mengajar anak bukanlah perkara yang mudah, bukan pekerjaan
yang dapat dilakukan secara serampangan dan bukan pula hal yang bersifat
sampingan. Mendidik dan mengajar anak sama kedudukannya dengan kebutuhan
pokok dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap muslim yang mengaku
dirinya memeluk agama yang hanif ini. Bahkan mendidik anak dan mengajarkan
anak merupakan tugas yang harus dan mesti dilakukan oleh setiap orang tua.1
Dari pernyataan tersebut jelaslah bahwa dalam mendidik anak dan memberikan
tuntunan merupakan sebaik-baiknya hadiah dari perhiasan yang paling indah yang
diberikan orang tua kepada anaknya dengan nilai jauh lebih baik dari pada dunia dan
isinya.
Dalam rangka mempersiapkan para generasi yang akan menata dunia di masa
yang akan datang, wajib bagi kita untuk menghadapi secara terus menerus
kebudayaan yang menghegemoni, yang memiliki kekuatan dahsyat. Untuk
menghadapi hal itu, yaitu dengan memanfaatkan khazanah peradaban kita yang
mampu memberikan peringatan bagi seluruh umat Islam yang ada di dunia sekaligus
sebagai pedoman hidup kita yaitu al-Qur‟an dan Hadits.
Berbagai pemikiran tentang pendidikan anak menjadi sangat urgen untuk
diperbincangkan ketika hal tersebut dikaitkan dengan kondisi pendidikan anak di
Indonesia pada masa sekarang ini. Masih banyak sekali pihak yang memiliki ambisi
1 Jamaal „Abdur Rahman, TahapanMendidik Anak, Terj. Dari AthfalulMuslimin oleh Bahrun
Abu Bakar Ihsan Zubaidi, (Bandung: Irsyadbaitus Salam, 2000), h. 17
3
dan obsesi yang begitu besar terhadap diri anaknya. Akan tetapi, sebagian besar dari
mereka hanya berorientasi pada hasil bukan pada proses pendidikan yang dialami
oleh anaknya. Oleh karenanya, banyak peristiwa yang tidak diinginkan pun terjadi
seperti anak yang diperkosa dan ditekan untuk melakukan hal-hal yang bersifat
akademis, padahal pada masa anak-anak tersebut mereka lebih sesuai dengan
berbagai permainan.
Namun, tampaknya sebagian dari mereka belum menyadari akan perlakuan
buruk tersebut. Mereka lebih bangga ketika anaknya mampu berprestasi lebih tinggi
dibanding dengan yang lainnya. Dari sini sudah terlihat dengan jelas bahwa semua
prestasi yang telah dicapai anak bukan berasal dari keinginan anak itu sendiri.
Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apapun. Ia menjadi
tempat curahan kasih sayang orang tua. Namun sejalan dengan bertambahnya usia
sang anak, muncul "agenda persoalan" baru yang tiada kunjung habisnya. Ketika
beranjak dewasa anak dapat menampakkan wajah manis dan santun, penuh berbakti
kepada orang tua, berprestasi di sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan
masyarakatnya, tapi di lain pihak dapat pula sebaliknya. Perilakunya semakin tidak
terkendali, bentuk kenakalan berubah menjadi kejahatan, dan orang tua pun selalu
cemas memikirkanya.
Seorang anak dilahirkan membawa fitrah kesucian, namun fitrah tersebut berada
dalam lubuk jiwanya. Orang tua (ibu bapak, keluarga) dan lingkungan harus
mengembangkan dan menampakkan fitrah tersebut dalam dunia nyata. Anak
bukanlah barang atau binatang yang hanya membutuhkan makan, minum, atau
bermain, dan tidur saja, akan tetapi dia adalah manusia yang memiliki potensi
yang sangat memadai untuk diolah yang dapat menjadikannya manusia yang
berprestasi dan bermanfaat.2
Dalam mendidik dan mengajar anak hendaklah seorang guru ataupun orang tua
juga mengutamakan pendidikan akhlak, bukan hanya mengedepankan pendidikan
yang bersifat akademis, karena bagaimanapun akhlak adalah hal yang harus
ditanamkan kepada anak, jika sejak dini anak tidak diperkenalkan dan tidak diajarkan
2QuraishShihab, Membumikan Al-Qur’an, (Jakarta: LenteraHati, 2010), hal. 756-757.
4
bagaimana cara berakhlak baik maka sudah pasti kelak ia akan menjadi manusia yang
tidak berbudi pekerti.
Untuk membentuk anak yang dapat berkepribadian, berakhlak serta berbudi
pekerti, maka diperlukan adanya usaha untuk memperbaiki keadaan pendidikan anak
di Indonesia. Perubahan akhlak yang terjadi pada setiap individu itu sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, tempat yang menjadi tempat tinggalnya individu
tersebut. Lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian
seseorang, baik lingkungan pra kelahiran maupun lingkungan pasca kelahiran adalah
masalah yang tidak bisa dipungkiri khususnya lingkungan keluarga, lebih utama
adalah pendidiknya yaitu orang tua individu tersebut.
Permasalahan akhlak atau kemerosotan akhlak ini sudah terjadi pada seluruh
lapisan masyarkat terutama pada kalangan anak-anak. Akhlak pada masa ini sudah
tidak begitu diindahkan, karena sebagian besar dari mereka sudah banyak terpengaruh
oleh budaya barat yang sudah menjamur dan tersebar melalui media elektronik seperti
televisi, internet dan lain sebagainya. sehingga mereka tidak lagi mengindahkan
budaya timur yang mana pada zaman dahulu menjadi kiblat peradaban yang kita
terapkan.
Sejalan dengan hal diatas, menurut penulis Hamka adalah salah satu tokoh ulama
yang konsep pembinaanya lebih bisa diterapkan atau pas dengan keadaan masyarakat
saat ini.
Hamka merupakan salah seorang tokoh pembaharu Minangkabau yang berupaya
mengunggah dinamika umat dan mujaddid yang unik. Meskipun hanya sebagai
produk pendidikan tradisional, namun ia merupakan intelektual yang memiliki
wawasan generalistik dan modern. keintelektualan Hamka terlihat dari tanggung
jawabnya membina akhlak umat dimana selama masa hidupnya beliau aktif
melakukan pengajian-pengajian dan tak pernah surut dalam menuangkan buah pikiran
atau gagasan-gagasannya dalam berbagai tulisan.
Hamka juga merupakan tokoh pemikir pendidikan yang ada di Indonesia. Dalam
pemikirannya, beliau banyak menawarkan pemikiran-pemikiran mengenai konsep
5
pendidikan Islam yang benar yaitu sejalan dengan al-Qur‟an dan Hadits. Hanya saja,
kajian khusus yang membicarakan mengenai pendidikan anak belum pernah
ditemukan sebelumnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, sekaligus mempertimbangkan pemikiran
Hamka yang sangat relevan, modern, problem solving, dan berkesinambungan
dengan masalah di atas, maka penulis bermaksud mengadakan penelitian terhadap
pemikiran Hamka yang berkaitan dengan konsep pendidikan anak. Karenanya,
penulis mengambil judul ”Konsep Pendidikan Anak dalam pengembangan akhlak
perspektif Hamka”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka permasalahan yang
dapat dirumuskan yaitu ; “Bagaimana konsep dan metode pendidikan anak
perspektif Hamka?”
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka untuk memperjelas dan
memberi arah yang tepat dalam pembahasan skripsi ini. Pembatasan masalah
dalam karya ilmiah ini adalah “Bagaimana konsep dan metode pendidikan anak
dalam pengembangan akhlak perspektif Hamka dalam bukunya Tasawuf
Modern”.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperoleh jawaban tentang konsep
pendidikan anak dalam pengembangan akhlak perspektif Prof. Hamka. Adapun
tujuan dari permasalahan ini adalah memperoleh pengetahuan tentang konsep dan
metode pendidikan anak dalam pengembangan akhlak menurut Hamka.
Adapun kegunaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah
6
1. Untuk menambahkan wawasan khususnya bagi para calon pendidik dan
pengajar bagaimana cara menanamkan atau mengajarkan akhlak yang baik
pada anak atau peserta didik.
2. Memperkaya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan anak
dealam mengembangkan akhlak.
3. Memberikan pemahaman-pemahaman menurut ajaran Islam bagaimana cara
mendidik dan mengajar anak dengan baik.
4. Menyumbang kontribusi mengenai pendidikan anak yang bisa diharapkan
pada lembaga-lembaga terkait, semisal pendidikan anak usia dini, madrasah,
sekolah dan sebagainya.
5. Memberikan pertimbangan kebijakan pendidikan bagi pengelola lembaga
pendidikan tentang pentingnya penanaman akhlak terhadap anak.
6. Penelitian ini dilakukan untuk melengkapi tugas dan syarat-syarat guna
mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) pada jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Konsep Pendidikan Anak
1. Pengertian Konsep
Adapun pengertian Konsep menurut para Ahli/Pakar adalah sebagai berikut:
a. Konsep adalah sejumlah ciri yang berkaitan dengan suatu objek dimana
konsep diciptakan dengan menggolongkan dan mengelompokkan objek-
objek tertentu yang mempunyai ciri yang sama.
b. Menurut Tan, konsep adalah unsur pokok di dalam suatu penelitian, kalau
masalah dan kerangka teorinya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula
fakta mengenai hal yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep yang
sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau
gejala itu.1
c. Sedangkan menurut Umar, konsep adalah sejumlah teori yang berkaitan
dengan suatu objek. Konsep diciptakan dengan menggolongkan dan
mengelompokkan objek-objek tertentu yang mempunyai ciri-ciri yang
sama.2
2. Pengertian Pendidikan
Pengertian pendidikan banyak dikemukakan oleh para ahli di bidang
pendidikan, di sini penulis mencoba memaparkan beberapa pengertian di
antaranya.
Makna pendidikan dapat ditinjau dari dua segi, Pertama dari sudut pandangan
masyarakat, dan kedua dari segi pandangan individu. Dari segi pandangan
masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada
generasi muda, agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan. Atau dengan kata
lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari
generasi kegenerasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Dilihat
dengan kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi
yang terpendam dan tersembunyi.Ada lagi pandangan ketiga tentang
1 Koentjarajingrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat/Redaksi Koentjaraningrat, (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal.32 2 Umar, Husein, Metode Riset Ilmu Administrasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004),
hal.51
8
pendidikan, yaitu yang sekaligus memandang dari segi masyarakat dan dari
segi individu.3
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “istilah pendidikan berarti proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.4 Adapun dalam
pengertian pendidikan secara umum menurut Zurinal dan Wahdi Sayuti,
“pendidikan diartikan sebagai proses bimbingan, pengajaran dan pelatihan dalam
rangka pencapaian kedewasaan”.5
Berikut ini merupakan definisi-definisi pendidikan menurut beberapa tokoh
pendidikan. Ki Hajar Dewantoro mendefinisikan pendidikan sebagai barikut:
“daya upaya untuk mewujudkan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelect) dan tumbuh anak, dalam taman siswa tidak boleh
dipisah-pisahkan bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan
hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak jang kita didik selaras dengan
dunianya”.6
Nurani Soyomukti menyebutkan bahwa pendidikan merupakan proses tanpa
akhir yang diupayakan oleh siapapun, terutama sebagai tanggung jawab
negara. Sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran dan ilmu
pengetahuan, pendidikan telah ada seiring dengan lahirnya peradaban manusia.
Dalam hal inilah, letak pendidikan dalam masyarakat sebenarnya mengikuti
perkembangan corak sejarah manusia.7
Dalam perkembangannya, menurut Rama Yulis “istilah pendidikan berarti
bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik
oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya,
pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang
agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih
tinggi dalam arti mental.”8
3Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra,2000), h. 3-4
4Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2012), h.326 5Zurinal Z, Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar & Dasar-dasar Pelaksanaan
Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press), h.1 6Ki Hajar Dewantoro, Karya Bagian Pertama; Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa, 1977), h. 14-16 7Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis,
Postmodern, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 29 8Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), h.29-30
9
Menurut Nana Syaodih, Pendidikan merupakan kegiatan mengoptimalkan
perkembangan potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik.
Kegiatan pendidikan diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan tertentu yang
disebut tujuan pendidikan. Ada pula yang menyebutkan pendidikan itu
merupakan suatu kegiatan yang berintikan interaksi antara peserta didik dengan
para pendidik serta berbagai sumber pendidikan.9
Zuhairini mendefinisikan pendidikan dalam pengertian yang luas yang mana
pendidikan itu meliputi “semua perbuatan atau semua usaha dari generasi tua
untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan
serta keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan
mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun
rohaniah.”10
Ahmad D. Rimba memberikan definisi, “pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.11
M.J Lengeveld
menyatakan bahwa “pendidikan atau paedagogi adalah kegiatan membimbing
anak manusia menuju pada kedewasaan dan kemandirian”.12
Adapun Menurut Abuddin Nata, "Tarbiyah atau pendidikan secara harfiah
atau ahli kebahasaan mengandung arti mengembangkan, menumbuhkan,
memelihara dan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Kata ini digunakan oleh
Tuhan terhadap seluruh ciptaan-Nya".13
Sebagaimana firman Allah swt:
Artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al- Fatihah: 2)
Menurutnya, ayat tersebut mengandung arti “Segala puji bagi Allah yang
memelihara, menumbuhkan dan mengembangkan sekalian alam”, jadi lafadz رة
tersebut berarti memelihara, menumbuhkan dan mengembangkan. Selain itu,
9Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2009),
h. 24 10
Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 92 11
Ahmad D. Rimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al- Ma‟arif, 1980), cet. Ke 4, h.
19 12
Kartini Kartono, Pengantar Mendidik: Apakah Pendidikan masih Diperlukan?, (Bandung:
CV. Mandar maju, 1992), h. 22 13
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012), h, 19
10
terdapat pula lafadz رة yang digunakan oleh orang tua terhadap anak-anaknya,
sebagaimana firman Allah swt:
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. Al-Isra: 24)
Dan menurutnya, lafadz رثيبني pada ayat tersebut mengandung arti mendidik.
Sedangkan secara lebih luas berdasarkan kutipan yang beliau ambil dari Mu’jam
al-Lughah, “tarbiyah bermakna pendidikan (education), pengembangan
(upbringing), pengajaran (teaching), perintah (instruction), pembinaan kepribadian
(paedagogy), memberi makan (breading), dan pertumbuhan (raising)”.14
Berdasarkan definisi pendidikan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwasannya pendidikan adalah suatu proses perkembangan sikap, potensi,
karakter, maupun psikologi seorang atau sekelompok orang dengan adanya
interaksi antara peserta didik, pendidik dan sumber pendidikan melalui upaya
pengajaran maupun pelatihan. Pendidikan merupakan hal yang teramat penting
bagi kehidupan. Karena dengan pendidikan, berbagai permasalahan akan
terselesaikan.
3. Pengertian Anak
Dalam perspektif Islam, anak merupakan titipan atau amanah yang Allah
swt. Firman Allah swt:
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa
yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang
Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia
kehendaki” (QS. Asy-Syuura:49)
14
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat,…, h.19
11
Dengan demikian, semua orang tua berkewajiban untuk mendidik anaknya
agar dapat menjadi insan yang shaleh, berilmu dan berakhlak.
Kata “anak” dalam ungkapan Al-Qur‟an disebutkan dengan istilah “athfal”
dengan pengertian anak mulai lahir sampai usia baligh. Sebagaimana yang tertera
dalam Firman Allah swt:
Artinya: “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, Maka hendaklah
mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya.dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.” (QS. An-Nur:59)
”Meskipun anak dalam kandungan masih abstrak, namun dalam pendidikan
itu sudah bisa dimulai dengan memiliki keterkaitan pada ibu yang
mengandungnya (pendidikan pre-natal).Sedangkan secara nyata, pendidikan Islam
tentang anak banyak diarahkan pada pendidikan (setelah kelahiran), tepatnya
dimulai sejak penamaan anak”.15
Anak adalah individu yang rentang karena perkembangan kompleks yang
terjadi di setiap tahap anak-anak dan masa remaja.Anak juga secara fisiologis
lebih rentan dibandingkan orang dewasa dan memiliki pengalaman terbatas yang
memengaruhi pemahaman dan persepsimereka mengenai dunia.
Anak secara umum dipahami oleh masyarakat sebagai keturunan kedua
setelah ayah dan ibu. Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam kaca mata
hukum, Ia tetap dinamakan anak.
“Adapun pengertian anak manurut KUHP pasal 45 adalah orang yang belum
cukup umur, yaitu mereka yang melakukan perbuatan (tindak pidana) sebelum
umur 16 tahun”.16
“Sedangkan dalam hukum perkawinan Indonesia, anak yang
belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan,
15
Miftahul Huda, Idealitas Pendidikan Anak; Tafsir Tematik QS Luqman, (Malang: UIN
Press, 2009), h. 49-50 16
Agung Wahyono dan Siti Rahayu, Tinjauan tentang Pendidikan Anak di Indonesia,
(Jakarta: Sinar Grafika, 1993), h. 19
12
ada di bawah kekuasaan orang tuanya. Selama mereka tidak dicabut dari
kekuasaan”.17
Dalam perkembangan anak diklarifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Anak sah
Yaitu anak yang dilahirkan dalam atau akibat dari perkawinan yang sah
atau hasil perbuatan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan
oleh istri tersebut.
b. Anak terlantar
Yaitu anak yang tidak memenuhi kebutuhannya yang wajar, baik fisik,
mental, spiritual ataupun social.
c. Anak yang menyandang cacat
Yaitu anak yang mengalami hambatan secara fisik dan atau mental
sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.
d. Anak yang memiliki keunggulan
Yaitu anak yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa atau memiliki
potensi atau bakat istimewa.
e. Anak angkat
Yaitu anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga
orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas
perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam
lingkungan keuarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atas
penetapan pengadilan.
f. Anak asuh
Yaitu anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan
bimbingan, perawatan, pemeliharaan,pendidikan dan kesehatan karena
orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin
tumbuh kembangnya anak secara wajar.18
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga masa remaja. Masa anak merupakan
masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi sekitar usia 0-1
tahun, usia bermain/ oddler sekitar usia 1-5 tahun, usia sekolah sekitar 5-11 tahun
hingga usia remaja yaitu sekitar 11-18 tahun. Rentang ini berada antara anak satu
dengan yang lain mengingat latar belakang setiap anak berbeda.Adapun
periodisasi anak atau manusia secara umum adalah seperti yang dikemukakan
oleh Muhammad Musthofa Zaidan, mengklasifikannya berdasarkan tinjauan
kejiwaan dan pendidikan. Dalam klasifikasi tersebut terdapat lima periode, yaitu:
1) Periode sebelum lahir yaitu sejak dalam kandungan sampai lahir;
17
Pasal 47 UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan 18
Undang-undang No. 23 Pasal 1 tahun 2002 tentang Perlindungan anak
13
2) Periode ayunan adalah setelah lahir sampai dua minggu pertama ditambah
usia menyusui sampai akhir dua tahun;
3) Periode kanak-kanak awal (usia 3-5 tahun)atau usia pra sekolah;
4) Periode kanak-kanak pertengahan (usia 6-8 tahun);
5) Periode kanak-kanak akhir (usia 9-12 tahun);
Dari beberapa pengertian anak di atas, dapat disimpulkan bahwa anak
merupakan seseorang yang terlahir ke dunia dari seorang perempuan yang telah
mengandung selama 9 bulan yang belum cukup umur untuk merawat, menjaga
diri dia sendiri serta belum melangsungkan pernikahan.
Anak adalah titipan Allah yang harus dijaga oleh orang tua, bukan hanya
harus dijaga tetapi anak juga harus diberikan kasih sayang dan pendidikan yang
layak agar kelak anak tersebut menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan
bangsa.
Pendidikan anak dalam Islam pada dasarnya merupakan bagian dari
pendidikan Islam. Pendidikan Islam itu sendiri mempunyai tujuan yang
diharapkan yaitu membuat seseorang berkepribadian menjadi insan kamil.
Pendidikan anak dalam Islam ini diharapkan menghasilkan manusia yang berguna
bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang mengamalkan dan mengembangkan
ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah sebagai sang khaliq dan dengan
manusia sebagai sesamanya.
Pendidikan terhadap anak dilaksanakan sejak anak masih dalam kandungan
ibunya. Untuk mendidik seorang anak, hendaknya kedua orang tua harus
memperhatikan beberapa aspek yang diperlukan untuk mengembangkan fitrah
anak. Aspek tersebut meliputi aspek pendidikan jasmani atau kesehatan,
pendidikan akhlak atau moral, pendidikan intelektual, pendidikan psikologi dan
emosi serta pendidikan agama dan sosial.
B. Dasar-dasar Pendidikan
Dasar ialah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar
sesuatu tersebut berdiri tegak dan kokoh. Sebuah bangunan harus
memiliki landasan yang kuat berupa pondasi dasar agar mampu
menopang beban yang berat sehingga sebuah bangunan dapat berdiri
14
dengan tegak dan kokoh. Demikian juga halnya dengan dasar pendidikan
Islam yang menjadi asas atau landasan supaya pendidikan Islam dapat
tetap tegak berdiri seperti kokohnya karang di lautan yang tidak goyah
diterjang derasnya ombak samudera.
“Secara garis besar, dasar pendidikan Islam ada 3 yaitu: Al-Qur‟an,
As-Sunnah dan Perundang-undangan yang berlaku di negara kita”.19
1. Al-Qur‟an
Sebagai agama yang sempurna, Islam menjunjung tinggi ilmu pengetahuan
dan mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Salah satu caranya adalah
dengan menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Ayat Al-Qur‟an yang
berhubungan dengan pendidikan adalah wahyu pertama yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yakni surat al-Alaq
ayat 1-5.
artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1)
Dia telahmenciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Mahapemurah (3) Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam(4) Dia mengajarkepada manusia apa yang tidak
diketahuinya (5)”
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Tuhan seolah-olah berkata
hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan Pencipta manusia,
selanjutnya untuk memperkokoh keyakinannya dan memeliharanya agar tidak
luntur, hendaklah melaksanakan pendidikan dan pengajaran. Dalam ayat lain,
Allah juga memberikan bahan (materi/pendidikan agar manusia hidup
sempurna di dunia).
2. As-Sunnah.
19
Nur Uhbiyati, Abu Achmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997),
h. 24
15
As-Sunnah adalah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan (taqrir)
Rasulullah saw. Yang dimaksud dengan pengakuan Rasulullah saw adalah
kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau
membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan
sumber kedua setelah Al-Qur‟an. Seperti Al-Qur‟an, sunnah juga berisi aqidah
dan syariah.
Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia
dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau
muslim yang bertaqwa. Untuk itu Rasulullah menjadi guru dan pendidik
utama. Beliau sendiri mendidik, pertama dengan menggunakan rumah al-
Arqam ibn Abi Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang
untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat kedaerah-
daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka
pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam. Oleh karena itu sunnah
merupakan landasan kedua bagi pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah
selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya,
mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah
yang berkaitan dengan pendidikan.
Berikut ini merupakan hadits yang menjelaskan tentang dasar-dasar
pendidikan
برالن نم هذقعم أىجتليف لمع يرغث رآنالق يف بلق نم
Artinya : “Siapa yang membicarakan Al-Qur’an tanpa ilmu, maka dia benar-
benar telah mempersiapkan tempatnya di neraka”20
Dalam lapangan pendidikan, as-Sunnah mempunyai faedah yang sangat
besar, yaitu:
a. Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan
menerangkan hal-hal yang kecil yang tidak terdapat didalamnya.
20
Musnad Abdullah ibn Abbas “hal. 501 dan 578, hadis no.2069 dan 2429, selanjutnya
ditulis 501/2069”, Diriwayatkan oleh Abdullah ibn Ahmad dari Ahmad ibn Muhammad ibn
Hanbal dari Waki dan Muammal – Sufyan Abdu l-A‟la Ats-Tsa‟labiy – Said ibn Jubair – ibn
Abbas dalam bukunya Imam Ahmad ibn Hambal. “Hadis-hadis Imam Ahmad Menyoal Al-Quran,
Sirah, Khilafah dan Jihad.. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2009Hal. 2
16
b. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah saw dan
para sahabatnya, perlakuannya terhadap anak-anak, penanaman keimanan
kedalam jiwa yang dilakukannya.
3. Perundang –undangan yang berlaku di Indonesia
a. UUD 1945, pasal 2 Ayat 1 berbunyi: “Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa”.Ayat 2 berbunyi : “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu ...”.
Pada pasal 29 UUD 1945 ini jelas memberikan jaminan kepada
warganegara Republik Indonesia untuk memeluk agama dan beribadat
sesuai dengan agama yang dipeluknya, bahkan mengadakan kegiatan yang
dapat menunjang bagi pelaksanaan ibadat. Dengan demikian pendidikan
Islam yang searah dengan bentuk ibadat yang diyakininya diizinkan dan
dijamin oleh negara.
b. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1:“Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pendidikan
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara”.21
C. Tujuan Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian dari sebuah proses untuk mencapai suatu
tujuan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah
suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia
yang diinginkan. Tujuan-tujuan diperintahkan oleh tujuan-tujuan akhir yang pada
esensinya ditentukan oleh masyarakat dan dirumuskan secara singkat dan padat,
seperti kematangan dan integritas atau kesempurnaan pribadi dan terbentuknya
kepribadian muslim. Hal ini merupakan cita-cita paedagogis atau dunia cita-cita
yang ditemukan sepanjang sejarah hampir di semua negara.
Sebagai contoh tujuan pendidikan sebagai cita-cita paedagogis, antara lain:
1. Tujuan pendidikan di Amerika Serikat
a. The objective of self-realization
b. The objective of human relationship
c. The objective of economics efficiency
21
Tim Redaksi Fokus Media, UUSPN Nomor 20 tahun 2003 (Bandung: Fokus Media, 2003),
h.3
17
d. The objective of civic responcibility22
2. Tujuan pendidikan di Jerman Barat:
a. Kesehatan dan kecakapan
b. Kesanggupan umum untuk hidup bermasyarakat, khusus yang diperlukan
untuk pekerjaannya dan pendidikan untuk masyarakat berpolitik.
c. Membawa anak didik secara humanistis ke dunia kerohanian yang
menjadikannya betah dalam lingkungannya.
d. Memahami dan melaksanakan agamanya sebaik mungkin.23
3. Tujuan pendidikan di Indonesia
Adapun tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana terdapat dalam
Undang-undang RI nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional
Bab II pasal 4, menyebutkan: “pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepata Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.24
Adapun tujuan pendidikan nasional
Indonesia menurut UU no. 4 Tahun 1950 adalah membentuk manusia susila
yang cakap, warga negara yang demokratis dan manusia bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.25
Dan tujuan pendidikan menurut UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yaitu sebagai berikut, “Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggungjawab”.26
“Pendidikan bertujuan mewujudkan kehidupan bahagia di dunia dan di
akhirat berdasarkan keimanan kepada Allah swt. Untuk itu perlu dibina dan
22
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, ... h. 59 23
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, ... h. 59-60 24
Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, Islam dan Pendidikan Nasional, ... h. 90 25
Muhammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 45 26
Muhammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional, ... h. 48
18
dikembangkan kepribadian beradab dan berbudaya yang dilandasi iman kepada
Allah swt”.27
“Ketika pendidikan dihubungkan dengan Tuhan, maka tujuan
pendidikan yang utama adalah membentuk manusia agar beriman kepada Allah
swt, yang dilanjutkan dengan berbuat amal saleh, yakni amal yang sesuai dengan
kehendak Allah swt”.28
“Ketika pendidikan dihubungkan dengan filsafat manusia,
maka tujuan pendidikan dapat dirumuskan sebagai usaha untuk mewujudkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia yang tergali, terbina dan terlatih potensi
intelektual, spiritual, emosional, sosial dan fisiknya, sehinga dapat menolong
dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya”.29
“John Dewey merumuskan tujuan pendidikan untuk diarahkan pada upaya
melahirkan manusia yang terbina seluruh potensi dirinya, terutama potensi
intelektual dan keterampilannya, sehingga ia dapat melaksanakan tugas-tugas di
masyarakat, dan menjadi orang yang dapat menolong dirinya, masyarakat, bangsa
dan negaranya”.30
Menurut Hasan Langgulung tujuan pendidikan menurut Islam adalah sama
dengan tujuan hidup manusia dalam Islam yaitu memikul amanah Allah swt.
Adapun secara terperrinci menjadi:
a. Membina generasi muda agar menyembah Allah swt dengan menjalankan
apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala yang dilaran-Nya.
b. Mendidik generasi muda agar dapat hidup bersosialisasi dengan masyarakat
dengan mengakui adanya prisip kerja sama, persaudaraan serta persamaan.
c. Mendidik generasi muda agar dapat menggunakan akal pikirannya dengan
cermat dan produktif.
d. Membentuk pribadi yang terbuka dan bergaul dengan orang lain serta
menghindari sikap menyendiri dan menonjolkan dirinya.
e. Mendidik generasi muda agar dapat menggunakan pemikiran ilmiah.31
Tujuan yang dirumuskan oleh Hasan Langgulung tersebut diarahkan pada
pembentukan lisan yang saleh, yaitu mendekati kesempurnaan yang ditandai
dengan memiliki sifat-sifat terpuji seperti menghargai diri, perikemanusiaan,
jujur, adil dan sebagainya. Selain itu tujuan pendidikan tersebut diarahkan pada
pengembangan masyarakat yang saleh, yaitu masyarakat yang percaya bahwa
ia memiliki jiwa sebagai pengemban misi kebenaran dan kebaikan.32
27
Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, Islam dan Pendidikan Nasional, (Jakarta: Lembaga
Penelitian IAIN Jakarta, 1983), h. 109 28
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, ... h. 51 29
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, ... h. 89 30
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, ... h.218 31
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, ... h. 342 32
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, ... h. 342
19
“Adapun tujuan pendidikan menurut Rifa‟ah Ath-Thahthawi adalah
mengajarkan ilmu pengetahuan, untuk membentuk rasa kepribadian dan untuk
menanamkan rasa Patriotisme ( الىطن حت )”.33
Di dalam bukunya Beknopte Theoretische Paedagogiek, Langeveld
mengutarakan macam-macam tujuan pendidikan sebagai berikut:
1) Tujuan umum
Tujuan umum disebut juga tujuan sempurna, tujuan terakhir, atau tujuan
bulat. Tujuan umum ialah tujuan di dalam pendidikan yang seharusnya
menjadi tujuan orang tua atau pendidik lain, yang telah ditetapkan oleh
pendidik dan selalu dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terdapat
pada anak didik itu sendiri dan dihubungkan dengan syarat-syarat dan alat-alat
untuk mencapai tujuan umum itu.
Tujuan umum itu tidak akan dan tidak dapat selalu diingat oleh si pendidik
dalam melaksanakan pendidikannya. Oleh karena itulah, tujuan umum itu
selalu dilaksanakan dalam bentuk-bentuk yang khusus (diperkhususkan)
mengingat keadaan-keadaan dan faktor-faktor yang terdapat pada anak didik
sendiri dan lingkungannya seperti:
a) Sifat pembawaan anak didik: umurnya dan jenis kelaminnya, watak dan
kecerdasannya.
b) Kemungkinan-kemungkinan dan kesanggupan-kesanggupan keluarga anak
didik itu, miskin atau kaya, terpelajar atau tidak dan lain-lain. Masih
primitif atau sudah majukah masyarakat sekitar anak itu?Apakah adat-
istiadat masyarakat di situ menghambat atau melancarkan jalannya
pendidikan anak-anak itu? Dan sebagainya.
c) Tempat dalam masyarakat yang menjadi tujuan anak didik itu. Jabatan-
jabatan, pekerjaan-pekerjaan, dan fungsi-fungsi masyarakat apakah yang
diperlukan? Pertanian, perindustrian, perekonomian, pemerintahan,
perdagangan, dan sebagainya adalah lapangan-lapangan kemasyarakatan
yang memerlukan syarat-syarat tertentu dari tiap-tiap orang. Dengan kata
33
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1982), h. 48
20
lain, tidak kepada semua anggota masyarakat meminta syarat-syarat yang
sama.
d) Tugas badan-badan dan tempat pendidikan. Keluarga atau rumah tangga,
sekolah, badan-badan sosial, dan sebagainya sudah tentu mempunyai tugas
yang berbeda-beda dalam mendidik anak-anak. Masing-masing akan
memperhatikan kepribadian anak didik dari sudutnya sendiri-sendiri.
e) Tugas negara dan masyarakat di sini dan sekarang. Tugas suatu bangsa
atau umat manusia di dalam suatu negara yang dijajah atau yang sudah
merdeka berlainan. Demikian pula, keadaan bangsa dan umat manusia
dahulu berbeda dengan sekarang. Maka dari itu, tujuan sempurna dengan
sendirinya mengalami penentuan yang berlainan pula.
f) Kemampuan-kemampuan yang ada pada pendidik sendiri. Seperti pernah
diuraikan, hidup si pendidik turut menentukan arah tujuan pendidikan.
Demikian pula, kecakapan-kecakapan, kesanggupan, pengetahuan, dan
kehidupan si pendidik itu. Tujuan umum ini dengan demikian harus
ditentukan yang sungguh-sungguh kongkret dengan memperhitungkan dan
memperhatikan segala kenyataan.
2) Tujuan-tujuan tak sempurna (tak lengkap)
Yang dimaksud dengan tujuan tak sempurna atau tak lengkap ini ialah
tujuan-tujuan mengenai segi-segi kepribadian manusia yang tertentu yang
hendak dicapai dengan pendidikan itu, yakni segi-segi yang berhubungan
dengan nilai-nilai hidup yang tertentu, seperti keindahan, kesusilaan,
keagamaan, kemasyarakatan, dan seksual. Oleh karena itu, kita dapat juga
mengatakan, pendidikan keindahan, pendidikan kesusilaan, pendidikan
kemasyarakatan, pendidikan intelektual, dan lain-lain yang masing-masing
dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang terkandung di dalam masing-
masing seginya.
Tujuan tak sempurna ini bergantung kepada tujuan umum dan tidak dapat
terlepas dari tujuan umum itu.Memisahkan tujuan tak lengkap menjadi tujuan
sendiri sehingga merupakan tujuan terakhir atau tujuan umum dari pendidikan,
21
menjadi berat sebelah, dan berarti tidak mengakui kepribadian manusia
sebulat-bulatnya. Ingatlah: pendidikan hendaklah harmonis.
3) Tujuan-tujuan sementara
Tujuan sementara ini merupakan tempat-tempat perhentian sementara pada
jalan yang menuju ke tujuan umum, seperti anak-anak dilatih untuk belajar
keberhasilan, belajar berbicara, belajar berbelanja, dan belajar bermain-main
bersama teman-temannya.
Umpamanya, kita melatih anak belajar berbicara sampai anak itu sekarang
dapat berbicara.Dalam hal ini tujuan kita telah tercapai (tujuan sementara),
yaitu anak dapat berbicara.Tetapi, tidak hanya sampai di situ tujuan kita. Anak
kita diajarkan berbicara agar anak itu dapat berbicara dengan baik dan sopan
santun terhadap sesama manusia, agar ia berbuat susila (tujuan tak lengkap),
dan seterusnya. Demikian pula melatih anak untuk belajar kebersihan, belajar
berbelanja, dan sebagainya adalah tujuan sementara.
Tujuan sementara ini merupakan tingkatan-tingkatan untuk menuju kepada
tujuan umum.Untuk mencapai tujuan-tujuan sementara itu di dalam praktik
harus mengingat dan memperhatikan jalannya perkembangan pada anak.
Untuk ini maka perlulah psikologi perkembangan.
4) Tujuan-tujuan perantara
Tujuan ini bergantung pada tujuan-tujuan sementara.Umpamanya, tujuan
sementara ialah si anak harus belajar membaca dan menulis. Setelah
ditentukan untuk apa anak belajar membaca dan menulis itu, dapatlah
sekarang berbagai macam kemungkinan untuk mencapainya itu dipandang
sebagai tujuan perantara, seperti metode mengajar dan metode membaca.
Contoh lain, tujuan tak sempurna ialah pembentukan kesusilaan: sebagai
tujuan sementaranya dapat ditentukan pada suatu umur yang tertentu si anak
belajar membeda-bedakan “kepunyaanku” dan “ kepunyaanmu”. Dengan
memperhatikan tujuan sementara itu si anak kita beri permainannya sendiri
(tujuan perantara).
Dengan memperhatikan tujuan-tujuan di atas dan hubungan-hubungannya
satu sama lain, mempermudah usaha kita hendak mengerti pekerjaan mendidik
22
dan memungkinkan kita meninjau apa yang dianjurkan oleh aliran-aliran
modern atau aliran-aliran kuno dalam pendidikan. Sedangkan tujuan umum itu
bermuara dalam pandangan hidup yang mendukung sebagai batu dasarnya.
5) Tujuan insidental
Tujuan ini hanya sebagai kejadian-kejadian yang merupakan saat-saat
yang terlepas pada jalan yang menuju kepada tujuan umum.Contoh, seorang
ayah memanggil anaknya supaya masuk ke dalam rumah, agar mereka tidak
menjadi terlalu lelah, atau untuk makan bersama-sama; ayah itu menuntut
supaya perintahnya itu ditaati. Tetapi, dalam situasi yang lain mungkin si ayah
itu akan mengurangi tuntutan ketaatan itu dan hanya bersikap netral saja.
Nyatalah bahwa di dalam tiap-tiap situasi ada tujuan-tujuan terpisah yang
kita laksanakan, meskipun tujuan-tujuan itu masih ada hubungannya dengan
tujuan umum.Tetapi, jika yang dimaksud oleh si ayah tadi ialah agar anaknya
mempunyai kebiasaan-kebiasaan tetap untuk makan bersama-sama keluarga
sehingga dengan demikian bermaksud pula untuk memperkuat rasa sama-
sama terikat dalam ikatan keluarga, maka hal itu dapatlah dipandang sebagai
tujuan perantara.
“Macam-macam “tujuan” tesebut di atas (tujuan tak sempurna, tujuan
sementara, tujuan perantara, dan tujuan insidental) dapat dicapai dengan nyata.
Adapun bagaimana menetapkan tujuan-tujuan itu dan bagaimana cara
melaksanakannya adalah tugas pedagogik praktis”.34
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwasannya tujuan
pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian peserta didik yang berakhlakul
karimah, berbudi pekerti, berwawasan luas, mandiri, serta dapat memberi manfaat
bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.
D. Akhlak
1. Pengertian Akhlak
34
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Rosda, 2011), cet. 20,
h. 20-23.
23
“Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa arab akhlaqa, yukhliqu,
ikhlaqan, jama‟nya khuluqun yang berarti perangai, adat kebiasaan, budi
pekerti, tingkah laku atau tabiat, perbedaan yang baik dan agama”.35
Menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan
budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran
sifat batin manusia, akhlak merupakan gambaran bentuk lahir manusia,
seperti raut wajah dan body. Khuluq atau akhlaq adalah sesuatu yang
tercipta atau terbentuk melalui sebuah proses. Karena sudah terbentuk,
akhlak disebut juga dengan kebiasaan. Kebiasaan adalah tindakan yang
tidak lagi banyak memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Kebiasaan
adalah perbuatan yang muncul dengan mudah. Dalam bahasa Yunani,
pengertian ini dipakai kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan,
perasaan batin, kecendrungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos
kemudian berubah menjadi etika.36
“Akhlak adalah suatu istilah agama yang dipakai untuk menilai
perbuatan manusia apakah itu baik atau buruk. Sedangkan ilmu akhlak
adalah suatu ilmu pengetahuan agama islam yang berguna untuk
memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia bagaimana cara berbuat
kebaikan dan menghindarkan keburukan”.37
Menurut Hamka, “Akhlak adalah sifat yang timbul dalam diri
manusia untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan hingga dengan mudah untuk melakukan tanpa ada
dorongan dari luar”.38
Ibnu Miskawaih mendefinisikan akhlak sebagai:
ولبرويخ فكر غير من أفعبلهب إلى لهب داعيخ للنفس حبل الخلق“Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong untuk melakukan
perbuatan tanpa pemikiran dan pertimbangan”.39
Sedangkan menurut Abu Hamid Al Ghazali dalam bukunya Ihya‟
Ulum al-Din mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
35
Tiswarni, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Bina Pratama, 2007) h. 1 36
Nasir, Tinjauan Akhlak, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1991), h. 14 37
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h.7. 38
Hamka, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983), h. 1 39
Ibnu Miskawaih, Tahdzib al- Akhlaq, Bab I, Maktabah Syamilah, h. 10
24
ثسقققهىلخ األفعقققبل تصقققذر عنهقققب راسققق خ القققنفس فقققى هيئقققخ عقققن عجقققبرح فلخلقققق
يخورو فكر إلى حبجخ غير من ويسر“Akhlak merupakan keadaan yang melekat dengan jiwa dan darinya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan.”40
Menurut Dr. M. Abdullah Daraz, ada dua syarat yang menjadikan
perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai akhlak yaitu
sebagai berikut: pertama, perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali
sehingga perbuatan-perbuatan itu menjadi kebiasaan; kedua, perbuatan-
perbuatan itu dilakukan dengan kehendak sendiri bukan karena adanya
tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti ancaman dan paksaan atau
sebaliknya melalui bujukan dan rayuan.
Ahmad Amin menjelaskan bahwa akhlak adalah ilmu yang
menjelaskan baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh sebagian manusia kepada yang lainnya, menyatakan
tujuan yang harus dituju oleh manusia kepada yang lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat. Dalam konteks ke Islaman, kajian falsafah etika ini dapat
kita sebut dengan ak-falsafah al-akhlaqiyah.41
Melihat pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa arti dari
pada akhlak adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang dilakukan
dengan kehendak sendiri dan dilakukan secara berulang kali.
Dalam ajaran Islam, bahwa akhlak adalah meliputi semua aktifitas manusia
dalam segala aspek kehidupan.Namun secara global pembagian akhlak
menurut sifatnya terdiri dari dua macam. Pertama akhlak yang baik dan benar
menurut syariat Islam, disebut juga akhlak mahmudah atau akhlakul karimah.
Kedua adalah akhlak yang buruk, disebut akhlak madzumah.42
Islam memandang akhlak sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari,
bahkan Islam menegaskan akhlak merupakan misinya yang paling utama.
Rasulullah saw. banyak berdoa kepada Allah agar dirinya dihiasi dengan akhlak
40
Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, (Beirut: Dar Ihya‟ al-Kutub al-Arabiyyah „Isa al-Baabi al-
Halabi, tt), h. 10 41
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta; Rajawali Pers, 2011), h. 42-
43 42
Masam Alfat, Dkk, Akidah Akhlak, (Semarang: CV. Toha Putra, 1994), h. 60
25
dan perangai yang mulia. Beliau berdoa, “Ya Allah, perbaiki parasku dan
akhlakku”.
Sedangkan pembagian akhlak menurut objeknya atau kepada siapa akhlak itu
ditujukan, adalah sebagai berikut:
a. Akhlak kepada Allah
Akhlak terhadap Allah pada prinsipnya, sebagaimana dalam al-Qur‟an
dapat diartikan penghambaan diri kepadanya atau dapat diartikan sebagai
sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk kepada Tuhan sebagai Khaliq.Sebagai makhluk yang dianugrahi akal
sehat, kita wajib menempatkan diri kita pada posisi yang tepat, yakni sebagai
hamba dan menempatkannya sebagai satu-satunya Zat yang kita per-
Tuhankan.
Ada tiga alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT:
1) Allah yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia dari air
yang ditumpahkan keluar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk,
sebagaimana dalam al-Qur‟an surat at-Tariq ayat 5-7, yang berbunyi:
Artinya: “Maka hendaklah manusia memeperhatikan dari apakah dia
diciptakan? (5) dia diciptakan dari air yang terpancar (air mani) (6) yang
keluar dari antara tulang sulbi laki-laki,dan tulang dada perempuan (7)”
Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan
bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak, dan sebagainya.
Sebagaimana dalam al-Qur‟an surat al-Jaatsiyah ayat 12-13 yang berbunyi:
26
Artinya: “Allahlah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-
kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat
mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur (12) Dan Dia
telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir(13)”.
2) Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannnya kemampuan
menguasai daratan dan lautan. Sebagaimana dalam al-Qur‟an surat al-Isra
ayat 70 yang berbunyi:
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.( QS. Al-
Isra :70 )
Beberapa akhlak yang menunjukkan akhlak kepada Allah swt,
diantaranya:
a) Takut kepada Allah SWT
Takut kepada Allah SWT merupakan ungkapan hati terhadap sesuatu
yang tidak disukai yang akan terjadi di masa yang akan datang dan
mengetahui sebab-sebab yang akan menimbulkan sesuatu yang tidak
disukai itu. Maksudnya bahwa segala perbuatan manusia itu nantinya akan
dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Maka hal seperti itulah
yang menjadikan seseorang takut kepada Allah SWT. Takut kepada-Nya
bukan berarti menjauh, akan tetapi sebaliknya harus berusaha dekat
kepada-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala yang menjadi larangan-Nya. Firman Allah SWT dalam surat Al-
Anfal ayat 29 yang artinya: “Hai orang-orang beriman, jika kamu
bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan
kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni
27
(dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar tersebut”. Ayat
di atas menjelaskan kepada setiap muslim agar jangan melebihkan dirinya
dari orang lain, selain dari jasa-jasa baiknya atau takwa yang berarti budi
kebaikannya kepada sesama manusia. Karena itu Rasulullah Saw tidak
dapat menunjukkan selain dari itu, bahwa kemuliaan itu tetap berdasarkan
kepada takwa semata-mata.
b) Taubat
Taubat adalah kembali kejalan kebenaran atas dosa-dosa yang telah
dilakukan. Taubat merupakan aktifitas menghapus dosa dengan cara
menyesali dan memohon ampun dan berhenti dari kemaksiatan dan
menutup dengan perbuatan baik. Taubat tidak hanya cukup berhenti dari
kemaksiatan tanpa menutupi dengan kebaikan. Orang yang bertuabat
berarti telah menyadari bahwa perbuatannya merugikan orang lain.
Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa tingkatan orang yang bertuabat ada
empat :
(1) Orang yang bertuabat dengan sebenar-benarnya, yakni dengan taubat
nashuha;
(2) Orang yang bertaubat dengan meninggalkan dosa-dosa besar, namun
masih sering melakukan dosa-dosa kecil, tetapi ia cepat menyadarinya
dan kembali kepada Allah SWT.
(3) Orang yang bertaubat dan tidak akan mengulanginya lagi, tetapi ia
tidak berdaya melawan hawa nafsunya untuk berbuat dosa.
(4) Orang yang bertaubat, tetapi setelah itu ia berbuat dosa lagi dan tidak
ada penyesalan dalam dirinya.43
b. Akhlak Terhadap Rasulullah Saw
Berakhlak terhadap Rasulullah berarti taat dan cinta kepadanya. Setiap
muslim wajib untuk mentaati segala perintah dan larangan yang disampaikan
oleh Nabi SAW. Mentaati dan mencintai Rasulullah Saw dapat dilakukan
dengan cara:
1) Mencintai dan memuliakan Rasul. Setiap orang yang beriman kepada
Allah SWT tentulah harus mengakui Muhammad Saw sebagai Nabi dan
Rasul yang terakhir (khatamul anbiyaa’a).
2) Mengikuti Rasulullah Saw. Ini adalah salah satu bukti kecintaan seorang
hamba kepada Alah SWT. Ketaatan kepada Rasulullah Saw bersifat
mutlak, karena taat kepada beliau merupakan bagian taat kepada Allah.
43
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz IV, (Maktabah Usaha Keluarga Semarang),
h. 3
28
Apa sajayang datang dari Rasulullah Saw harus diterima, apa yang
diperintahkannya harus diikuti dan apa yang dilarangnya harus
ditinggalkan.
3) Mengucapkan shalawat dan salam. Allah SWT memerintahkan kepada
orang-orang yang beriman untuk mengucapkan shalawat dan salam kepada
Nabi, bukan karena Nabi membutuhkannya. Sebab tanpa doa dari siapapun
beliau sudah pasti akan selamat dan akan mendapatkan tempat yang paling
mulia dan terhormat di sisi Allah SWT.44
c. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Berakhlak terhadap diri sendiri berarti berbuat baik terhadap dirinya, ini
berarti tidak mencelakakan atau menjerumuskan dirinya kedalam perbuatan
dosa. Akhlak tersebut meliputi :
1) Sabar
Sabar berarti mengekang dan menahan diri dari segala sesuatu yang
tidakdisukai karena mengharap ridha Allah SWT. Menurut Imam al-
Ghazali, sabarmerupakan ciri khas manusia. Binatang dan malaikat tidak
memerlukan sifatsabar. Macam-macam sabar antara lain :
a) Sabar menerima cobaan hidup
b) Sabar dari keinginan hawa nafsu
c) Sabar dalam taat kepada Allah SWT
d) Sabar dalam berdakwah
e) Sabar dalam berperang
f) Sabar dalam pergaulan
2) Pemaaf
Pemaaf adalah sikap lapang dada terhadap segala persoalan, baik yang
menimpa dirinya maupun orang lain. Memberi maaf terlebih dahulu
kepada orang lain memang dirasakan sangat berat, apalagi yang harus
diberi maaf adalah orang yang pernah menyakiti. Tetapi jika kita sanggup
melaksanakannya berarti kita telah mengikuti apa yang di ajarkan oleh
Rasulullah Saw. Beliau selalu memaafkan orang-orang yang pernah
menyakitinya bahkan mau membunuhnya.
3) Tawadhu‟
Tawadhu‟artinya rendah hati. Orang yang rendah hati tidak
memandang dirinya lebih dari orang lain. Rendah hati tidak sama dengan
rendah diri, karena rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri. Meski
dalam pelaksanaannya orang yangrendah hati terkadang cenderung
merendahkan dirinya dihadapan orang lain,tetapi sikap tersebut bukan
lahir dari rasa tidak percaya diri. Orang yang tawadhu‟ menyadari bahwa
apa yang dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilmu
pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan dan
sebagainya semua itu adalah karunia dari Allah SWT.
44
Muhamad Lazim, Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam perspektif Islam,
(Semarang: Skripsi IAIN Walisongo, 2011), h. 37
29
4) Istiqamah
Istiqamah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan
keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan.
Istiqamah apabila dipandang sekilas kelihatannya merupakan suatu hal
yang remeh dan tidak berarti. Maka jarang sekali orang yang menghayati
dan mengamalkan isi dari istiqamah tersebut. Padahal sudah terbukti
banyak orang yang bisa menghasilkan cita-cita mereka dengan melakukan
istiqamah dan tabah dalam menanggulangi segala cobaan dan rintangan.
5) Sidiq
Sidiq artinya benar atau jujur. Seorang muslim diuntut untuk selalu
berada dalam keadaan benar lahir batin, benar hati, benar perkataan, benar
perbuatan. Antara hati dan perkataan haruslah sama, tidak boleh berbeda
apalagi antara perkataan dan perbuatan. Rasulullah Saw memerintahkan
setiap Muslim untuk selalu shidiq, karena shidiq membawa kepada
kebaikan dan kebaikan akan mengantarkannya ke sorga. Sebaliknya beliau
melarang untuk berbohong karena kebohongan akan membawa kepada
kejahatan dan akan berakhir ke neraka.
6) Disiplin
Disiplin berarti taat kepada tata tertib. Disiplin adalah kepatuhan
untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan
orang untuk tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku.
Dalam kehidupan pribadi diperlukan tata tertib yang mengikat diri agar
dapat memanfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin. Dengan disiplin
maka akan terbentuk sikap tanggungjawab dan menghindari sifat malas.45
d. Akhlak terhadap sesama manusia
Akhlak terhadap sesama manusia pada dasarnya bertolak kepada
keluhuran budi dalam menempatkan diri kita dan menempatkan diri orang lain
pada posisi yang tepat. Hal ini merupakan refleksi dari totalitas kita dalam
menghambakan diri kepada Allah swt, sehingga akhlakul karimah yang kita
alamatkan terhadap sesama manusia semata-mata didasari oleh akhlakul
karimah yang kita persembahkan kepadanya.
Akhlak terhadap sesama manusia, bukan hanya dalam bentuk larangan
melakukan hal-hal yang negatif seperti membunuh, menyakiti badan atau
mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada
menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang, tidak peduli apakah
hal itu benar atau salah.
45
Muhamad Lazim, Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam perspektif Islam,...
h.38
30
Adapun bentuk-bentuk akhlak terhadap sesama manusia diantaranya adalah
jujur, ikhlas, amanah, tawadhu, sabar, kasih sayang, pemaaf, penolong, berani,
adil, rajin, displin, kreatif, sederhana, baik sangka, dermawan, toleransi,
berbakti kepada kedua orang lain, iffah. Bila akhlakul karimah diamalkan
(dipraktekan) oleh setiap muslim dalam kehidupannya maka akan terwujud
keharmonisan atau kerukunan diantara sesama dan masyarakat.46
e. Akhlak terhadap lingkungan
Lingkungan yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang berada
disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak
bernyawa.Akhlakul karimah terhadap lingkungan pada prinsipnya
menempatkan sesuatu itu pada posisinya masing-masing.Ia merupakan
refleksi dari totalitas penghambaan diri kita kepada Allah swt, sehingga apa
yang kita perbuat terhadap mereka, semata-mata hanya didasari oleh akhlakul
karimah kita kepada Allah swt.
Akhlak yang diajarkan al-Qur‟an terhadap lingkungan bersumber dari
fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi
antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan
mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan agar setiap
makhluk mencapai tujuan penciptanya.
Berarti manusia dituntut mampu menghormati proses-proses yang sedang
berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Keadaan ini
mengantarkan manusia menjadi bertanggung jawab, sehingga tidak melakukan
pengrusakan. Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa
semuanya diciptakan oleh Allah swt, serta semuanya memiliki ketergantungan
kepadanya. Keyakinan ini mengantarkan seorang muslin untuk menyadari
bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar
dan baik.47
“Adapun bentuk-bentuk perbuatan yang termasuk akhlakul karimah
terhadap lingkungan diantaranya adalah memelihara tumbuh-tumbuhan,
menyayangi hewan, menjaga kebersihan dan menjaga ketentraman”.48
46
Abudin Nata, op. cit., h.149-150. 47
M. Quraish Shihab, op. cit., h. 270. 48
Abudin Nata, op. cit., h. 152.
31
2. Sumber Akhlak
Ajaran yang dibawa oleh para Nabi sejak awal hingga masa sebelum lahirnya
agama Islam, selalu menjaga martabat kemanusiaan agar tidak mengalami
penurunan yang berakibat menyamai martabat kebinatangan. Kedudukan akhlak
dalam Islam sangatlah penting, karena akhlak merupakan buah dari tauhid yang
tertanam dalam jiwa manusia. Untuk menjadi manusia yang baik dan berbudi
luhur Hamka membagi Sumber akhlak sebagai berikut :
a. Al-Qur‟an dan As-Sunnah
Dalam agama Islam, landasan normatif akhlak manusia adalah al- Qur‟an
dan Sunnah. Di antaranya adalah firman Allah Swt dalam surah al- Qalam
ayat 4:
Artinya : “dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung” (QS. al Qalam:4)
Hamka menyatakan “inilah satu pujian yang paling tinggi yang diberikan
Allah kepada Rasulnya, yang jarang diberikan kepada Rasul yang lain”.49
Hamka juga menyatakan bahwa dalam menentukan baik dan buruk juga
mengacu kepada al- Quran dan Sunnah, yaitu dalam surat Ali-Imran ayat 110:
Artinya :” kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.” (QS: Ali Imran: 110)
Allah berfirman pada ayat di atas “kamu adalah sebaik-baik umat, yang
di keluarkan Tuhan untuk seluruh manusia.”Supaya umat Islam jangan
49
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu’XXIX, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983), h. 45
32
tersesat dan timbul penyakit bangga, sebagai yang telah menimpa saudaranya,
Yahudi dan Nasrani, Hamka menyatakan didalam membaca ayat itu jangan
sepotong kalimat yang pertama saja. Wajiblah dibaca sampai ke ujungnya.
Firman Allah tersebut terbagi kepada empat bagian:
Kamu adalah yang sebaik-baik umat yang dikeluarkan Tuhan untuk seluruh
manusia.
1) Karena kamu menyuruh berbuat yang ma`ruf.
2) Kamu melarang berbuat yang mungkar.
3) Kamu percaya kepada Allah.
Ini adalah satu ayat yang tidak terpotong-potong dan tidak boleh
dipotong-potong. Huruf “waw” artinya ”dan” yang mempersambungkan di
antara keempat patah kata tersebut, menyebabkan ia berangkai dan tidak
dapat dipisahkan diantara satu dengan yang lain. Umat Nabi Muhammad akan
menjadi sebaik-baik umat yang timbul di antara prikemanusiaan selama ia
mempunyai tiga sifat keutamaan itu. Berani menyuruh berbuat ma`ruf, berani
melarang dari berbuat mungkar, dan percaya kepada Allah.Jika ketiganya itu
ada pastilah mereka mencapai kedudukan yang tinggi di antara pergaulan
manusia. Suatu masyarakat yang mencapai setinggi-tingginya di dunia ialah
bila mana ia mempunyai kebebasan. Inti sari dari kebebasan ada tiga yaitu:
a) Kebebasan kemauan (iradah) atau karsa.
b) Kebebasan menyatakan pikiran atau cipta.
c) Kebebasan jiwa dari keraguan dan hanya satu jadi tujuan atau rasa.50
Setelah al-Qur‟an sumber akhlak adalah as-Sunnah, membahas as-
Sunnah adalah membahas Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rasul terakhir
yang menerima risalah ajaran tauhid setelah berakhirnya masa kerasulan Nabi
Isa a.s.51
Akhlak umat Islam wajib berlandaskan secara normatif pada as-Sunnah,
artinya mencontoh perilaku Nabi Muhammad Saw, terutama dalam masalah
ibadah, sedangkan dalam masalah muamalah, umat Islam harus menjadikan
50
Hamka, Pandangan Hidup Muslim, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992). cet, 4, h. 64 51
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), h.63
33
Nabi Muhammad Saw sebagai acuan dasar yang dapat dikembangkan
sepanjang tidak menyimpang dari prinsip-prinsip alam. Beberapa ayat al-
Qur‟an memerintahkan agar umat Islam yang beriman dan berpegang teguh
pada as-Sunnah sebagai cermin dari ketaatan kepada Rasulullah Saw adalah
adalah. Surah An-Anfal ayat 20:
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-
Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar
(perintah-perintah-Nya)”.(QS. Al Anfal : 20)
Dalam ayat ini Hamka menafsirkan:
Di sinilah terletak rahasia kemenangan, orang yang suka dan duka, pada
berat dan ringan, jangan bertindak sendiri-sendiri, jangan lebih
mementingkan kehendak diri sendiri sehingga berpaling dari Rasul. Padahal
kamu selalu mendengarkan perintah dan kerahan beliau. Maka dengarkanlah
perintah itu dengan sepenuh perhatian, masukkan kedalam hati dan
amalkan, sekali-kali jangan menyimpang kepada yang lain, terutama
didalam menghadapi suatu hal yang sulit. Disebut taat kepada Allah dan
Rasul, karena apa yang disampaikan oleh Rasul itu sekali-kali tidak datang
dari yang lain, melainkan diterimanya langsung dari Allah, didalam perintah
Rasul itu terkandung Iman, Islam, Ihsan, oleh sebab itu yang dimaksud
mendengar pada ayat ini ialah menghadapkan segenap perhatian kepadanya,
sehingga tidak ada yang lepas buat diamalkan.52
Dengan pernyataan tersebut Terlihat jelas bahwa, Hamka menekankan
agar seorang Mu‟min harus benar-benar menjadi Muslim yang sejati, yakni
taat kepada perintah Allah dan taat kepada perintah Rasulullah dengan
sebenar-benarnya. Maka selama jejak nabi Muhammad SAW masih kita ikuti
tapak demi tapak dan al-Qur‟an dan Hadits kita jadikan pedoman hidup,
selama itu kita pula tidak hilang dari kasih sayang Allah SWT.
b. Tauhid
Tiga belas tahun lamanya Nabi Muhammad Saw di Mekkah menjelaskan
tujuan hidup dan menegakkan sesuatu yang dapat membentuk budi, yaitu
tujuan keesaan kepada Zat yang meliputi dan menguasai seluruh yang ada.
52
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu‟IX, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992), h. 277
34
Belum ada perintah mengenai hukum-hukum syari‟at diturunkan di Mekkah,
sebelum kokoh tauhid itu didalam jiwa, maka tauhid itulah yang
menyebabkan segenap manusia yang merasakannya, memandang kecil segala
urusan di dalam hidup, kecil kepentingan diri sendiri, kecil harta benda yang
tiada kekal, dari bumi hingga langit, bintang, bulan, matahari, sampai kepada
perkara-perkara yang belum tercapai oleh kepandaian manusia, jika
dibandingkan kepada kehendak dari Yang Maha Esa.
Perasaan bertauhid itulah yang menyebabkan terpandangnya harga diri
dan bersedia mati untuk memperjuangkannya. Karena pada ajaran tauhid itu
hakikat mati tidaklah begitu besar lagi, Yang Maha Besar adalah menuntut
ridha Allah Swt, itulah yang dinamai i‟tikad atau kepercayaan, mabdaa atau
pokok pertama dari pendirian dan itulah hakikat yang membentuk budi dalam
ajaran Nabi dan junjungan kita Muhammad Saw.53
Hamka menyatakan bahwa, pandangan hidup muslim adalah tauhid,
sehingga semua aktifitas hidup berdasar padanya, termasuk didalamnya
akhlak atau moral. Sebagaimana pernyataannya sebagai berikut:
Sungguh kepercayaan Tauhid yang ditanamkan demikian rupa melalui
agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw membentuk akhlak
penganutnya. Akhlak yang tabah dan teguh. Sebab tidak ada tempat takut,
tidak ada tempat menyerah, tempat berlindung melainkan Allah. Akhlak
yang teguh ini dikuatkan lagi oleh suatu pokok kepercayaan, yaitu takdir,
segala sesuatu dialam ini, sejak dari kejadian langit dan bumi, sampai
kepada makhluk yang sekecil-kecilnya, adanya dengan ketentuan dan
jangka (waktu). Hiduppun menurut jangka (waktu), matipun menurut ajal.54
Menurut Hamka, tauhid inilah yang sebenarnya sumber kekuatan dalam
kehidupan seorang muslim dan sekaligus sebagai sumber akhlak. Ia
menyatakan bahwa “ percaya kepada Allah itulah yang menghilangkan segala
rasa takut, ragu, waham, dan syakwasangka.” Kemudian Ia menguatkan
dengan pernyataan sebagai berikut:
Perasaan tauhid itulah yang menyebabkan terpandangnya murahnya harga
diri dan bersedia mati untuk memperjuangkannya, karena pada ajaran tauhid
itu hakikat mati tidaklah begitu besar lagi, Yang Maha Besar adalah
53
Hamka, Lembaga Budi, … h. vii-viii 54
Hamka, Dari Hati ke Hati tentang Agama, Sosial Budaya, Politik, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 2002), cet. Ke -1, h. 13
35
menuntut ridha Allah SWT, itulah yang dinamai I‟tikadatas kepercayaan,
mabdaa atau pokok pertama dari pendirian dan itulah hakikat yang
membentuk budi dalam ajaran Nabi dan junjungan kita Muhammad SAW. 55
Tauhid dan akhlak memiliki hubungan erat, karena tauhid menyangkut
aqidah dan keimanan, sedangkan akhlak yang baik menurut pandangan Islam,
haruslah berpijak pada keimanan. Iman tidak cukup sekedar disimpan
didalam hati, tetapi harus dilahirkan dalam perbuatan nyata dan dalam bentuk
amal saleh. Jika keimanan melahirkan amal saleh, barulah dikatakan iman itu
sempurna karena telah direalisasikan. Dengan demikian, jelaslah bahwa
akhlaqul karimah merupakan mata rantai dari keimanan.56
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sumber akhlak atau tindakan
akhlak bagi seorang muslim seharusnya berasal dari kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, karena menurut Hamka tauhid itulah yang sebenarnya
menggerakkan segala aktifitas yang dilakukan oleh seorang muslim. Tanpa
kepercayaan tauhid itu, maka tindakan atau perbuatan seseorang tidak
mempunyai nilai dalam pandangan Islam.
c. Akal
Akal menurut Hamka ialah anugerah Tuhan kepada makhluk yang
dipilihnya, yakni manusia.57
Sebagai anugerah terhadap makhluk pilihan, akal
memiliki hubungan yang menjadi dasar yang membedakan antara manusia
dengan makhluk yang lain untuk berbuat sesuatu. Dengan akal itulah manusia
melakukan perenungan, dan pada giliran berikutnya melakukan penelitian
terhadap fenomena yang ada dialam semesta.58
Apa yang di paparkan oleh Hamka di atas menunjukkan bahwa sebagai
pemberian Tuhan, akal mempunyai hubungan dengan akhlak, akal memiliki
kebebasan untuk mencari, walaupun wilayah pencarian akal itu hanya sebatas
wilayah yang dapat di jangkaunya. Menurut Hamka, dengan akal itu manusia
mempunyai kecerdasan, dan kecerdasan itulah yang memberikan kemampuan
55
Hamka, Lembaga Budi.,.. h. viii 56
Muhammad Alfan, Filsafat Etika Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 66 57
Hamka, Pelajaran Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 185 58
Hamka, Pelajaran Agama Islam,…h. 182
36
untuk menilai dan mempertimbangkan dalam pelaksanaan perbuatan manusia
sehari-hari.59
Dengan kecerdasanlah yang memberikan nilai serta pertimbangan bagi
manusia, Hamka sebenarnya hendak menunjukkan bahwa kelebihan manusia
dari makhluk lain dengan akalnya tersebut, yang terletak pada kesanggupan
manusia untuk membedakan dan menyisihkan antara yang buruk dan yang
baik. Hamka menyatakan:
Yang terpenting pada diri manusia adalah akalnya ,dengan akal tersebut
manusia sanggup membedakan dan menyisihkan diantara yang baik dan
yang buruk. Manusia melihat alam dengan panca indranya, maka
menggetarlah yang kelihatan atau yang kedengaran itu kedalam jiwa.Maka
tergambarlah bekasnya itu didalam jiwa dan menjadi kenangan.Dengan
melihat dan mendengar, tergambar dan mengenang itulah manusia
membentuk persediaanya menempuh hidup. Dengan itu pulalah ia dapat
mengenal mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang jelek dan mana
yang indah.60
Dengan demikian Hamka menempatkan akal pada posisi penting dalam
diri manusia, dengan akal manusia dapat membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk, dan sebagai pembeda dengan makhluk lainnya sekaligus
akal mempunyai kecerdasan yang menjadi nilai dan pertimbangan manusia
dalam menjalani kehidupan.
59
Hamka, Pelajaran Agama Islam,…h. 184 60
Hamka, Pelajaran Agama Islam,…h. 182
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Adapun jenis penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian kualitatif artinya penelitian yang menggunakan data informasi
berbagai macam teori yang diperoleh dari kepustakaan dengan jenis penelitian
library research dengan klasifikasi pada penelitian biografi.
Dalam penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk memaparkan
konsep para cendekiawan, tokoh dan ahli di bidang pendidikan yang nantinya
dapat mempermudah memahami dan menghubungkan jalan pikiran maupun
makna yang terkandung di dalamnya secara tersusun dan komprehensif.
Sedangkan yang dimaksud analisis di sini ialah menelaah secara kritis tentang
istilah, pengertian yang dikemukakan oleh para tokoh atau pemikir sehingga
dapat diketahui kekurangan dan kelebihannya. Kemudian menemukan
pengertian baru untuk melengkapinya.
Adapun sumber data yang digunakan dalam skripsi ini dikelompokkan
menjadi dua kategori, yaitu sumber primer dan sumber sekunder.
1. Sumber primer
Yang dimaksud dengan sumber primer dalam penelitian ini adalah
sumber-sumber yang memberikan data langsung dari sumber asli, baik
yang berbentuk dokumen maupun sebagai peninggalan lain. Diantara
sumber primer yang penulis jadikan referensi ada Tasawuf Modern karya
Hamka
2. Sumber sekunder
Yang dimaksud dengan sumber sekunder adalah sumber data yang
mendukung dan melengkapi sumber-sumber data primer. Dalam sumber
data sekunder, penulis mengambil karya beberapa yang relevan dengan
subyek kajian, seperti:
38
a. HAMKA, Lembaga Hidup
b. HAMKA, Renungan Tasawuf
c. Buku yang berjudul Memperbincangkan Dinamika Intelektual Dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam (2008) karya Samsul
Nizar.
d. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan (2005) karya Rama yulis dan Samsul
Nizar.
B. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Sesuai dengan metode yang digunakan, maka pengumpulan data dilakukan
dengan studi dokumentasi. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu, dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari
seseorang. Dengan mengumpulkan dan menelaah sumber referensi berupa
buku-buku, jurnal, internet dan literatur ilmiah lainnya dari karya para pakar,
intelektual, praktisi, maupun para pengambil kebijakan yang berkompeten,
yang mana karya-karya tersebut mempunyai keterkaitan dengan kajian yang
akan diteliti.
Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan
adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi dan mengklasifikasikan
data-data yang relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk kemudian
penulis analisis, dan menyimpulkannya dalam satu pembahasan yang utuh.
C. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan jenis serta sifat data yang diperoleh dalam penelitian ini,
Maka teknik analisis data atau pengolahan data yang digunakan adalah content
analysis atau analisis isi dengan tahapan penelitian meliputi: pengumpulan
data, kritik data, penyimpulan data, serta penulisan data.
D. Teknik Penulisan
Teknik yang penulis pakai pada penelitian ini merujuk pada buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Hamka
1. Riwayat Hidup Hamka
Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrulloh, atau biasa
disebut dengan HAMKA yang merupakan singkatan dari nama panjang beliau.
Beliau lahir di Maninjau,Sumatra Barat pada tanggal 17 Februari 1908 M/ 13
Muharram 1326 H.Belakangan ia diberikan sebutan Abuya, yaitu panggilan
untuk orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya yang berarti
ayahku atau orang yang dihormati.Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim ibn
Amrulloh, yang dikenal dengan Haji Rosul dan merupakan pelopor Gerakan
Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada 1906.1
Sejak kecil Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca Al-Qur‟an
langsung dari ayahnya. Ketika usianya 6 tahun, ia dibawa ayahnya ke Padang
Panjang, kemudian pada usia 7 tahun ia dimasukkan ke sekolah desa yang ia
enyam hanya 3 tahun, karena kenakalannya ia dikeluarkan dari sekolah. Ia
memperoleh pengetahuan agama secara otodidak. Selain itu, ia juga mendalam
berbagai ilmu pengetahuan yang lain.
Hamka kecil sangat gemar menonton film. Ia tergolong anak yang
membuat pusing kepala karena kenakalannya. Ia suka keluyuran ke mana-
mana, sering berbelok niat dari pergi ke surau menjadi ke gedung bioskop
unutk mengintip filn bisu yang sedang diputar. Selain itu, ia juga sering
memanjat pohon jambu milik orang lain, mengambil ikan di kolam orang.
Kalau keinginanya tidak dipenuhi oleh kawannya, maka ia akan terus
mengganggunya.
Secara formal, pendidikan yang ditempuh Hamka tidaklah tinggi. Pada
usia 8-15 tahun, ia mulai belajar agama di sekolah Diniyyah School dan
Sumatera Thawalib di Padang Panjang dan Parabek. Diantara guru-guru yang
pernah mengajarinya yaitu Syeikh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul
Hamid, Sutan Marajo dan Zaimuddin Labay el-Yunusy.
1Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 225
40
Keadaan padang Panjang pada saat itu ramai dengan penuntut ilmu agama
Islam. Pelaksanaan pendidikan saat itu masih bersifat tradisional yaitu dengan
menggunakan system Halaqoh. Pada tahun 1916, system klasikan baru
diperkenalkan di Sumatera Thawalib Jembatan Besi. Hanya saja, pada saat itu
sistem klasikal yang diperkenalkan belum memiliki bangku, meja, kapur dan
papan tulis. Materi pendidikan masih berorientasi pada pengajian kitab-kitab
klasik, seperti nahwu, sharaf, manthiq, bayan, fiqh, dan yang sejenisnya.
Pendekatan pendidikan dilakukan dengan menekankan pada aspek hafalan.
Pada waktu itu, sistem hafalan merupakan cara yang paling efektif bagi
pelaksanaan pendidikan. Meskipun kepadanya diajarkan membaca dan menulis
huruf arab dan latin, akan tetapi yang lebih diutamakan adalah mempelajari
dengan membaca kitab-kitab arab klasik dengan standar buku-buku pelajaran
sekolah agama rendah di Mesir. Pendekatan pelaksanaan pendidikan tersebut
tidak diiringi dengan belajar menulis secara maksimal. Akibatnya banyak
diantara teman-teman Hamka yang fasih membaca kitab, akan tetapi tidak bisa
menulis dengan baik. Meskipun tidak puas dengan sistem pendidikan waktu
itu, namun ia tetap mengikutinya dengan seksama.
Di antara metode yang digunakan guru-gurunya, hanya metode pendidikan
yang digunakan Engku Zainuddin Labay el-Yunusy yang menarik hatinya.
Pendekatan yang dilakukan Engku Zainuddin, bukan hanya mengajar (transfer
of knowledge), akan tetapi juga melakukan proses ‟mendidik‟ (transformation
of value). Melalui Diniyyah School Padang Panjang yang didirikannya, ia telah
memperkenalkan bentuk lembaga pendidikan Islam modern dengan menyusun
kurikulum pendidikan yang lebih sistematis, memperkenalkan sistem
pendidikan klasikal dengan menyediakan kursi dan bangku tempat duduk
siswa, menggunakan buku-buku di luar kitab standar, serta memberikan ilmu-
ilmu umum seperti, bahasa, matematika, sejarah dan ilmu bumi.2
2. Karya-karya Hamka
2Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 21-22
41
Hamka merupakan orang yang sangat ulet. Di sela-sela waktunya ia selalu
menyempatkan diri untuk membaca dan menulis, sehingga pantaslah banyak
buku yang beliau karang sendiri. Berikut ini merupakan hasil karya
beliau,yaitu:
a. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
b. Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932, di Makassar.
c. Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
d. Keadilan Ilahy 1939.
e. Tashawwuf Modern 1939.
f. Falsafah Hidup 1939.
g. Lembaga Hidup 1940.
h. Lembaga Budi 1940.
i. Pandangan Hidup Muslim,1960.
j. Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.
k. Tafsir Al-Azhar. Juzu' 1-30, ditulis pada masa beliau dipenjara oleh
Sukarno.
Dan masih banyak lagi karya-karya Hamka yang telah beliau hasilkan
selama masa hidupnya.
3. Karir Hamka
Secara kronologis, karir Hamka yang tersirat dalam perjalanan hidupnya
adalah sebagai berikut:
a. Pada tahun 1927 Hamka memulai karirnya sebagai guru Agama di
Perkebunan Medan dan guru Agama di Padang Panjang.
b. Pendiri sekolah Tabligh School, yang kemudian diganti namanya menjadi
Kulliyyatul Muballighin (1934-1935).
c. Ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia (1947), Konstituante
melalui partai Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya
Umum (1955).
d. Koresponden pelbagai majalah, seperti Pelita Andalas (Medan), Seruan
Islam (Tanjung Pura), Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah
(Yogyakarta), Pemandangan dan Harian Merdeka (Jakarta).
42
e. Pembicara kongres Muhammadiyah ke 19 di Bukittinggi (1930) dan
kongres Muhammadiyah ke 20 (1931).
f. Anggota tetap Majelis Konsul Muhammadiyah di Sumatera Tengah
(1934).
g. Pendiri Majalah al-Mahdi (Makassar, 1934)
h. Pimpinan majalah Pedoman Masyarakat (Medan, 1936)
i. Menjabat anggota Syu Sangi Kai atau Dewan Perwakilan Rakyat pada
pemerintahan Jepang (1944).
j. Ketua konsul Muhammadiyah Sumatera Timur (1949).
k. Pendiri majalah Panji Masyarakat (1959), majalah ini dibrendel oleh
pemerintah karna dengan tajam mengkritik konsep demikrasi terpimpin
dan memaparkan pelanggaran-pelanggaran konstitusi yang telah dilakukan
Soekarno. Majalah ini diterbitkan kembali pada pemerintahan Soeharto.
l. Memenuhi undangan pemerintahan Amerika (1952), anggota komisi
kebudayaan di Muangthai (1953), menghadiri peringatan mangkatnya
Budha ke-2500 di Burma (1954), di lantik sebagai pengajar di Universitas
Islam Jakarta pada tahun 1957 hingga tahun 1958, di lantik menjadi
Rektor perguruan tinggi Islam dan Profesor Universitas Mustapo, Jakarta.
menghadiri Konferensi Islam di Lahore (1958), menghadiri Konferensi
Negara-Negara Islam di Rabat (1968), Muktamar Masjid di Makkah
(1976), Seminar tentang Islam dan Peradapan di Kuala Lumpur,
menghadiri peringatan 100 tahun Muhammad Iqbal di Lahore, dan
Konferensi ulama di Kairo (1977), Badan pertimbangan kebudayaan
kementerianPP dan K, Guru besar perguruan tinggi Islam di Universitas
Islam di Makassar.
m. Departemen Agama pada masa KH Abdul Wahid Hasyim, Penasehat
Kementerian Agama, Ketua Dewan Kurator PTIQ.
n. Imam Masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta, yang kemudian namanya
diganti oleh Rektor Universitas Al-Azhar Mesir, Syaikh Mahmud Syaltut
menjadi Masjid Agung Al-Azhar.
43
o. Ketua MUI (1975-1981), Buya Hamka, dipilih secara aklamasi dan tidak
ada calon lain yang diajukan untuk menjabat sebagai ketua umum dewan
pimpinan MUI.
B. Konsep Pendidikan Anak dalam pengembangan akhlak perspektif Hamka
1. Kajian terhadap Buku Tasawuf Modern Hamka
Pada tahun 1936 Hamka hijrah ke Medan. Ia beserta temannya yang
bernama M Yunan Nasution mendapat tawaran dari H. Asbiran Ya‟kub dan
Muhamad Rosami untukmemimpin majalah mingguan “Pedoman
Masyarakat”. Pada majalah ini, Hamka juga dipercaya untuk menulis pada
sebuah rubrik yang bertajuk “tasawuf modern”.
Pada rubrik tersebut Hamka mulai menulis sebuah tulisan berseri sejak
tahun 1937 dengan mengambil judul “Bahagia”. Tulisan ini menerangkan
tentang bentuk-bentuk dan cara-cara menggapai kebahagiaan menurut ajaran
Islam dan diperkaya dengan kutipan yang diambil dari pemikir dan filosof
barat dan kontemporer.
Bagi Hamka, tulisannya tersebut diharapkan dapat membantu setiap
pembacanya yang mengalami kegundahan dan keresahan untuk menemukan
ketentraman jiwa bukan tidak hanya sebagai kekayaan ilmu pengetahuan saja.
Bahkan Hamka pun mengakui bahwasannya tulisan tersebut kerap dibacanya
sendiri guna menasehati dan menentramkan jiwa. Jadi, tulisan ini
sesungguhnya lebih banyak bersifat tuntutan aplikatif dan mengambil
permasalahan kehidupan sehari-hari sebagai objek kajiannya.
Seiring berjalannya waktu, banyak dari para pembaca yang sangat
menaruh perhatian dan apresiasi kepada artikel berseri tersebut. Setiap edisi
baru keluar, maka hampir semua mata tertuju pada rubric “tasawuf modern”.
Karena animo masyarakat yang cukup tinggi itu, setelah seri tulisan “bahagia”
ini berakhir pada tahun 1938 dengan 43 edisi, Hamka membukukan tulisannya
untuk pertamakali pada bulan agustus 1939 dengan dukungan dari majalah
“pedoman masyarakat” dan penerbit “as-Syura”. Buku tersebut diberi nama
44
Tasawuf Modern karena diambil dari nama rubrik majalah “pedoman
masyarakat” yang telah membesarkan dan mempopulerkan tulisan tersebut.
2. Tasawuf perspektif Hamka
Pengertian tasawuf dapat dilihat dari beberapa pengertian. Tasawuf berasal dari
Ístilah yang dikonotasikan dengan ahlu suffah, yang berarti sekelompok orang
di masa Rasulullah yang hidupnya banyak berdiam di serambi -serambi masjid,
dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah swt.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa istilah Tasawuf derasal dari bahasa
Yunani yaitu Sophos atau Shofia artinya hikmah atau bijaksana. Pendapat ini
merupakan pendapat mayoritas kaum orientalis. Ahli-ahli sofia adalah orang
yang ahli dalam filsafat atau kebijaksanaan. Mereka menambahkan bahwa
dalam tradisi Arab kata sofia direduksi menjadi kata shufiya untuk
menunjukkan kepada orang-orang ahli ibadah dan ahli filsafat agama.3
“Ada juga yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shaf (صف)
artinya barisan atau barisan terdepan”.4
“Orang yang ingin dekat dengan Allah, pasti sudah kuat imannya. Oleh
karena itu selalu ada pada barisan terdepan dalam hal ibadah”.5
“Pengertian tasawuf secara terminology, diantaranya menurut Abu Qasim
al-Qusyaeri, tasawuf ialah penjabaran ajaran Alquran, sunnah, berjuang
mengendalikan hawa nafsu, menjauhi perbuatan bid‟ah, mengendalikan
syahwat, dan menghindari sikap meringankan ibadah”.6
Menurut Zakaria al- Anshari ialah “mengajarkan cara untuk mensucikan
diri, meningkatkan akhlak, berlaku zuhud terhadap yang diburu oleh orang
banyak, dan menghindari dari mahluk dalam berkhalwat untuk beribadah
mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh hubungan langsung
dengannya”.7
Sedangkan al-Junaid mengungkapkan pengertian dari tasawuf berarti
membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk,
berjuang meninggalkan pengaruh budi yang asal (insthink) kita, memadamkan
sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa
3Abdul Halim Mahmud, Tasawuf di Dunia Islam, (Bandung: PustakaSetia, 2002), h. 16
4Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Bahasa Arab Indonesia Lengkap,
(Yogyakarta: PustakaProgresif, 1997), h. 783 5Ummu Kalsum, Ilmu Tasawuf, (Makassar: Yayasan Fatiyah Makassar, 2002), h. 3
6Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve,
jilid 5, 1993), h. 74. 7A. Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 207
45
nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian dan bergantung pada ilmu-ilmu
hakikat, memakai barang yang penting dan lebih kekal, menaburkan nasihat
kepada semua umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah swt dalam
hal hakikat dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari‟at.8
“Sedangkan tasawuf menurut Hamka adalah seperti yang telah dikatakan
oleh al-Junaid yaitu keluar dari budi perangai yang tercela dan masuk pada
budi perangai yang terpuji”.9 “Lebih lanjut Hamka mendefinisikan tasawuf
dengan istilah membersihkan. Yang dimaksud membersihkan di sini adalah
membersihkan hati dari sifat khizit, khianat, loba, tamak, takabbur, dan sifat
tercela yang lainnya dan mengisi jiwa dengan sifat-sifat mulia”.10
3. Konsep Pendidikan Anak dalam pengembangan akhlak perspektif Hamka
Salah satu perhiasan dunia yang paling didamba oleh setiap orang tua
adalah kehadiran sang buah hati. Dan kebahagiaan orang tua seakan sempurna
ketikamemiliki anak yang shaleh dan shalehah yang berbakti kepada orang
tuanya,agama,nusa dan bangsanya. Allah swt menyebut anak tersebut dengan
sebutan “Qurrata A‟yuni” yang artinya penyejuk jiwa sebagaimana terdapat
dalam surat Al. Furqan ayat 74
Artinya : “Dan orang-orang yang berkata: ya tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati
(kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa “. (QS.
Al-Furqan.74)
Kata “Qurrata A‟yuni” tersebut mengandung makna keturunan yang
mengerjakan ketaatan, sehingga dengan ketaatannya itu membahagiakan orang
tuanya di dunia dan di akhirat. Adapun Imam Qurtubi menjelaskan makna
“Qurrata A‟yuni” adalah sesungguhnya jika manusia diberi berkah dalam harta
dan anaknya, maka matanya menunjukkan kebahagiaan karena keluarga dan
kerabatnya. Sehingga ketika ia memiliki seorang istri niscaya berkumpul di
dalam dirinya angan-angan kepada istrinya berupa kecantikan, harga diri,
pandangan, dan kewaspadaan. Jika ia memiliki keturunan yang senantiasa
menjaga ketaatan dan membantunya dalam menunaikan tugas-tugas agama dan
8Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h.13-14
9 Hamka, Tasawuf Modern, (jakarta: Pustaka Firdaus, 1983), h. 5
10 Hamka, Renungan Tasawuf, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985), h. 21
46
keduniaan, serta tidak berpaling kepada suami yang lain sehinga matanya
menjadi tenang dan tidak berpaling kepadayang lainnya, maka itulah
kebahagiaan dan ketenangan jiwa.11
Akan tetapi pada masa sekarang ini, sulit kiranya mencari atau mempunyai
sosok anak yang memiliki predikat “Qurrata A‟yuni”. Ditambah lagi dengan
berkembangnya teknologi dan informasi yang kalau kita tidak mampu
memfilternya, maka akan berdampak negatif bagi kita, utamanya pada si anak
yang notabene sebagai generasi penerus, pelangsung dan penegak kalimat
tauhid di muka bumi ini.
Dalam ajaran Islam, orang tua mempunyai peranan yang sangat penting
dalam membentuk karakter dan perilaku anak. Orang tua biasa disebut dengan
“Madrasatul Ula” atau sekolah pertama bagi anaknya. Orang tua wajib
hukumnya untuk memberikan pendidikan kepada si anak, karena pendidikan
merupakan upaya strategis untuk membentuk karakter si anak. Selain dari
orang tua, si anak juga dapat memperoleh pendidikan dari guru dan
lingkungan. Karena guru dan lingkungan pun mempunyai peranan yang sangat
penting bagi pembentukan karakter si anak.
Pendidikan wajib diberikan kepada si anak sejak usia dini. Pendidikan
yang ideal perspektif Islam adalah pendidikan yang seimbang antara
pendidikan agama dan umum. Menurut Hamka, pendidikan tersebut wajib
diberikan kepada anak agar memiliki kecerdasan spritual dan intelektual.
Tujuan tersebut sangat penting dalam sistem kependidikan karena akan
mengantarkan anak didik pada tujuan pendidikan. Pendidikan yang dimaksud
di sini adalah orang tua, guru di sekolah dan lingkungan.
Berikut merupakan konsep pendidikan menurut Hamka:
a. Pengertian dan Tujuan pendidikan
Dalam Islam, mendidik tidaklah hanya sekedar proses terjadinya interaksi
pengajaran antara guru dan peserta didik. Selain dari pada hal tersebut,
mendidik juga berarti mengajak, mendorong dan membimbing peserta didik
untuk memhami dam melaksanakan ajaran Islam, aktivitas pendidikan Islam
yang berlangsung kapan dan dimana saja bahkan oleh siapapun sepanjang
11
Asrori Mukhtarom, Urgensi Pendidikan Anak dan Peran Pendidik perspektif Hamka
47
memenuhi syarat dan prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran dalam
perspektif pendidikan Islam.12
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu hal yang berbeda. Menurut Hamka,
pendidikan adalah serangkaian upaya yang dilakukan pendidik untuk
mendidik membantu membentuk watak budi akhlak dan kepribadian peserta
didik, sedangkan pengajaran yaitu upaya untuk mengisi intelektual peserta
didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan. Kedua pengertian tersebut
memuat makna yang integral dan saling melengkapi dalam rangka mencapai
tujuan yang sama, sebab setiap proses pendidikan di dalamnya terdapat
proses pengajaran. Demikian sebaliknya proses pengajaran tidak akan
banyak berarti apabila tidak dibarengi dengan proses pendidikan.13
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa bagi Hamka, pendidikan
merupakan upaya strategis sekaligus wasilah yang paling utama bagi
kemajuan bangsa, mencapai kedudukan yang mulia di dunia. Karena
menurutnya, berkat pendidikanlah tercapai cita-cita yang tinggi. Sebab tiap-
tiap bangsa mesti mempunyai cita-cita tinggi.14
Adapun tujuan pendidikan menurut Hamka memiliki 2 dimensi yaitu
bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.Untuk mencapai hal tersebut dapat
diperoleh melalui ibadah. Oleh karena itu, segala proses pendidikan pada
akhirnya bertujuan agar dapat menuju dan menjadikan anak didik sebagai
hamba Allah.Dengan demikian tujuan pendidikan Islam menurut Hamka
sama dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri yakni untuk mengabdi
dan beribadah kepada Allah.Ia mengatakan bahwa ibadah adalah mengakui
diri sebagai budak atau hamba Allah, tunduk kepada kemauan-Nya,baik
secara sukarela maupun terpaksa.
Selain itu, pendidikan merupakan wadah untuk membentuk watak dan
karakter pribadi manusia agar berguna bagi masyarakatnya dan supaya ia
mengetahui dan membedakan antara yang baik dan buruk.
Melihat dari tujuan dari pendidikan tersebut, maka pendidikan wajib
diberikan kepada anak sejak dini. Terlebih lagi pendidikan agama, karena
pendidikan agama dirasakan sangat perlu ditanamkan kepada anak. Hal ini
selaras dengan apa yang telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an dan Sunnah
12
Asrori Mukhtarom, Urgensi Pendidikan Anak dan Peran Pendidik perspektif Hamka 13
Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam (Ciputat: Quantum
Teaching, 2005), h. 226 14
Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: Pustaka Panjimas), h. 303
48
misalnya dalam Al-Qur‟an surat Luqman dijelaskan bahwa Allah swt
menyuruh agar setiap orang tua wajib mendidik anak-anaknya.
Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Luqman ketika memberikan
pelajaran tauhid, ibadah dan dilanjutkan dengan pendidikan akhlak kepada
anak-anaknya. Pendidikan yang diberikan kepada si anak haruslah
berimbang antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Pendidikan
modern menurut Hamka tidak bisa meninggalkan agama. Kecerdasan otak
tidaklah menjamin keselamatan kalau nilai rohani keagamaan tidak
dijadikan sebagai dasarnya.
Rasulullah saw telah menjelaskan di dalam sunnahnya agar setiap orang
tua mendidik anak-anaknya dengan pendidikan ibadah, misalnya usia tujuh
tahun si anak disuruh shalat oleh orang tuanya. Dan apabila telah mencapai
sepuluh tahun si anak masih belum juga melaksanakan shalat, masih
bermalas-malasan untuk melaksanakannya, maka orang tua diperkenankan
memukulnya.Disinilah tuntutan peran orang tua serta sebagai uswatun
hasanah bagi anaknya.
Jika si anak hanya terkuku pada pendidikan di sekolah saja, si anak
hanya akan mendapatkan pengajaran saja bukan pendidikan. Oleh karena
itu, orang tua dan lingkungan merupakan pendukung terjadinya proses
pembentukan karakter pada si anak. Pendidikan diberikan tidak hanya di
sekolah saja, di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakatpun
pendidikan haruslah diberikan.
b. Tugas dan Tanggungjawab Pendidik
Terciptanya suatu pendidikan, tidaklah terlepas dari adanya seorang
pendidik. Seorang pendidik adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik. Dalam pandangan masyarakat, pendidik
adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu,
tidak mesti di lembaga pendidikan formal (Sekolah atau institusi pendidikan
dengan kurikulum yang jelas dan terakreditasi), tetapi bisa juga di lembaga
pendidikan non formal.
49
Pendidik diibaratkan sebagai pelita segala zaman, Orang yang hidup
semasa dengannya akan memperoleh pancaran nur keilmuannya. Jika di
dunia ini tidak ada pendidik, niscaya manusia akan seperti binatang. Sebab
pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan
(hayawaniyah) kepada sifat kemanusiaan (insaniyah).
Tugas pendidik secara umum adalah memantau mempersiapkan dan
mengantarkan peserta didik untuk memiliki ilmu pengetahuan yang
luas,berakhlak mulia dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara
luas.Dengan pelaksanaan pendidikan yang demikian peserta didik
diharapkan mampu mewujudkan tujuan hidupnya baik secara horizontal
(kholifah fil ard) maupun vertikal (‘abd Allah).
Sedangkan tugas utama seorang pendidik adalah menyempurnakan,
menbersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam hal ini setidaknya ada tiga
intitusi atau pihak yang ikut andil dalam bertugas dan bertanggungjawab
dalam pelaksanaan pendidikan yaitu:
1) Lembaga pendidikan formal
Lembaga pendidikan formal yang dimaksud di sini adalah sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang tersusun secara terencana
dan sistematis. Sekolah bertugas mengembangkan seluruh potensi yang
ada dalam peserta didik secara maksimal sehingga memiliki sejumlah
kemampuan yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan fungsinya di
tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini seorang guru bertugas
membimbing peserta didiknya untuk memiliki ilmu yang luas, berakhlak
mulia dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
2) Lembaga pendidikan informal
Lembaga pendidikan informal yang dimaksud di sini adalah
keluarga. Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi
perkembangan akhlak dan pola pikir anak, dan hanya keluarga yang
demokratis akan mampu mengembangkan dinamika secara maksimal.
Orang tua memegang peranan penting bagi pembentukan kepribadian
50
terutama akhlak seorang anak. Dalam hal ini orang harus menjadi contoh
yang baik dan berakhlak sebelum membentuk karakter anak untuk
mempunyai keprubadian yang baik. Adapun rambu-rambu untuk kedua
orang tua dalam melaksanakan pendidikan terhadap anak yaitu:
a) Mengajarkan anak untuk cepat bangun dan jangan banyak
tidur.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengajaran agar anak
memiliki jiwa disiplin, tidak bermalas-malasan, dapat
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
b) Menanamkan didikan akhlak yang mulia dan hidup sederhana.
Hal ini dilakukan sebagai upaya agar anak memiliki
kepribadian yang baik, berbudi pekerti dan bermoral serta
hidup dalam kesederhanaan.
c) Mengajarkan cinta kasih dan kehidupan harmonis melalui
cerita-cerita.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengajaran kepada anak
untuk menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap sesama tanpa
membeda-bedakan suatu apapun agar terciptanya kehidupan
yang harmonis.
d) Membiasakan untuk selalu percaya diri dan mandiri.
Hal ini dilakukan agar anak memiliki sikap percaya diri ketika
menghadapi segala sesuatu apapun dan berjiwa mandiri tidak
selalu bergantung kepada orang lain.15
3) Lembaga pendidikan non formal
Yang dimaksud lembaga pendidikan non formal di sini adalah
masyarakat. Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang sangat
luas dan berpengaruh dalam proses pembentukan kepribadian seorang
anak. Masyarakat merupakan lembaga pendukung dalam pelaksanaan
proses pendidikan secara praktis. Sesuai dengan fitrahnya yakni makhluk
15
Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam,...h.268
51
sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya interaksi dan membutuhkan
bantuan orang lain yang ada di sekitarnya.
Eksistensi daripada masyarakat ini yakni saling bekerja sama dan
saling mempengaruhi antara satu dan yang lainnya.Melalui bentuk
komunitas masyarakat yang harmonis, penegakkan akhlak dan hidup
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam akan dapat mewujudkan tatanan
kehidupan yang tentram.Kondisi masyarakat yang seperti inilah yang
merupakan ciri masyarakat ideal bagi terlaksananya pendidikan secara
efekif dan dinamis.
Oleh karena itu, memformulasikan sistem pendidikan diperlukan
pendekatan psikologis dan sosiologis, serta pendekatan. Pendekatan
dilakukan dengan mengakomodir dan menyeleksi sistem nilai sosial
(adat). Dan melalui pendekatan ini pendidikan mampu memainkan
perannya sebagai agent of change dan agent of social culture.
c. Tugas dan Tanggung Jawab peserta didik
Menurut Buya Hamka tugas dan tanggung jawab peserta didik ialah
berupaya mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan seperangkat
ilmu pengatahuan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang telah
dianugerahkan oleh Allah SWT melalui fitrah-Nya. Sebagai seorang yang
berupaya mencari ilmu pengetahuan maka peserta didik dituntut untuk:
1) Jangan putus asa. 2) Jangan lalai.
3) Tidak merasa terhalang karena faktor usia.
4) Bertingkah laku sesuai dengan ilmu yang dimiliki.
5) Memperbagus tulisan agar mudah dibaca.
6) Sabar dan meneguhkan hati.
7) Mempererat hubungan dengan guru.
8) Khusyu‟dan tekun.
9) Berbuat baik pada orang tua dan abdikan ilmu untuk maslahat
umat.
10) Jangan menjawab sesuatu yang tidak berfaedah.
11) Menganalisa fenomena alam semesta secara seksama dan
bertafakur.16
d. Materi Pendidikan
16
Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam,... h. 276-277
52
Menurut Hamka materi pendidikan dapat dibagi menjadi empat bentuk,
yaitu:
1) Ilmu agama
Di dalam ilmu agama ini berisi tauhid, fiqih, tafsir, hadits, nahwu, shorof,
mantiq dan lain-lain. Materi ini dimaksudkan menjadi alat kontrol dan
pewarna kepribadian peserta didik.
2) Ilmu umum
Di dalam ilmu umum ini berisi sejarah, filsafat, sastra, ilmu berhitung,
falak dan sebagainya. Dengan ilmu umum ini akan membuka wawasan
keilmuan terhadap perkembangan zaman.
3) Keterampilan seperti olahraga. Materi keterampilan ini dimaksudkan
untuk membuat tubuhnya sehat dan kuat.
4) Kesenian seperti musik, menggambar, menyanyi dan sebagainya. Ilmu
ini dimaksudkan agar peserta didik akan memiliki rasa keindahan dan
akan memperhalus budi rasanya.17
e. Metode Pendidikan
Dan agar proses pendidikan bisa terlaksana secara efektif dan efisien,
maka di dalam proses pendidikan itu hendaknya perlu mempergunakan
berbagai macam metode yang bisa mengantarkan peserta didik memahami
semua materi dengan baik, terutama mengenai akhlak. Adapun metode
mengajar Hamka dalam mengembangkan akhlak terhadap anak ini adalah
sebagai berikut:
1) Metode Alami
Metode alami ini merupakan suatu metode dimana akhlak diperoleh
bukan melalui didikan, pengalaman ataupun latihan, akan tetapi
diperoleh melalui insting atau naluri yang dimiliki seorang anak secara
alami. Karena kita sebagai manusia merupakan makhluk yang paling
sempurna yang telah dilengkapi dengan akal, syahwat dan nafsu.
Pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat
baik, seperti halnya berakhlak yang baik. Sebab bila dia berbuat jahat,
sebenarnya sangat bertentangan dan tidak dikehendaki oleh jiwa (hati)
yang mengandung fitroh tadi. Meskipun demikian metode ini tidak dapat
diharapkan secara pasti tanpa adanya metode atau faktor lain yang
mendukung seperti pendidikan, pengalaman, latihan dan lain sebagainya.
17
Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam,... h. 278-279
53
Tetapi paling tidak metode alami ini jika dipelihara dan dipertahankan
akan melakukan akhlak yang baik sesuai fitroh dan suara hati manusia.
Metode ini cukup efektif untuk menanamkan kebaikan pada anak, karena
pada dasarnya manusia mempunyai potensi untuk berbuat kebaikan
tinggal bagaimana memelihara dan mengajarnya.
2) Metode Mujahadah dan Riadhoh
Orang yang ingin dirinya menjadi penyantun, maka jalannya dengan
membiasakan bersedekah, sehingga menjadi tabiat yang mudah
mengerjakannya dan tidak merasa berat lagi. Mujahadah atau perjuangan
yang dilakukan guru menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baik memang
pada awalnya cukup berat, namun apabila manusia berniat sungguh-
sungguh pasti menjadi sebuah kebiasaan. Metode ini sangat tepat untuk
mengajarkan tingkah laku dan berbuat baik lainnya agar anak didik
mempunyai kebiasaan berbuat baik sehingga menjadi akhlak baginya,
walaupun dengan usaha yang keras dan melalui perjuangan yang
sungguh-sungguh. Oleh karena itu guru harus memberikan bimbingan
yang kontinyu kepada anak didiknya, agar tujuan pengajaran akhlak ini
dapat tercapai secara optimal dengan melaksanakan program-program
pengajaran yang telah ditetapkan.
3) Metode Teladan
Akhlak yang baik tidak hanya diperoleh melalui mujahadah latihan
atau riadhoh dan diperoleh secara alami berdasarkan fitroh/alami, akan
tetapi juga bisa diperoleh melalui teladan, yaitu mengambil contoh atau
meniru orang yang dekat dengannya. Oleh karena itu dianjurkan untuk
bergaul dengan orang-orang yang berbudi tinggi.
Pergaulan sebagai salah satu bentuk komunikasi manusia, memang
sangat berpengaruh dan akan memberikan pengalaman-pengalaman yang
bermacam-macam. Metode teladan ini memberikan kesan atau pengaruh
atas tingkah laku perbuatan manusia. Sebagaimana dikatakan Hamka
(1984) bahwa “alat dakwah yang paling utama adalah akhlaki”. Budi
yang nyata dapat dilihat pada tingkah laku sehari-hari, maka meneladani
nabi adalah cita-cita tertinggi dalam kehidupan muslim.
54
Metode ini sangat efektif untuk pendidikan akhlak, maka
seyogyanya guru menjadi ikatan utama bagi murid-murid dalam segala
hal, misalnya kelembutan dan kasih sayang banyak senyum dan ceria,
lemah lembut dalam tutur kata, disiplin ibadah dan menghias diri dengan
tingkah laku sesuai misi yang dimebannya. Jadi metode ini harus
diterapkan seorang guru jika tujuan pengajaran hendak dicapai. Tanpa
guru yang memberi contoh, tujuan pengajaran sulit dicapai.
Selain metode yang telah dijelaskan di atas, ada metode lain yang
bisa dijadikan metode mengajar dalam mengembangkan akhlak anak.
Metodenya dibagi ke dalam 2 macam, yaitu metode secara umum, dan
metode secara Islami.
Metode secara umum diantaranya: diskusi, karya wisata, resitasi.18
Metode secara Islami, diantaranya:Amar ma‟ruf nahi mungkar dan
observasi.19
f. Evaluasi pendidikan
Secara harfiah, evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu evaluation
dalam bahasa Arab al-taqdir, dan dalam bahasa Indonesia adalah penilaian.
Evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai penilaian dalam pendidikan
atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
pendidikan.20
Evaluasi merupakan tahap akhir yang dilakukan dalam proses
pendidikan, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses belajar
mengajar uantuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebagai landasan
berpijak aktivitas suatu pendidikan.
“Di dalam buku lain, evaluasi disebutkkan proses menggambarkan,
memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai
18
Ramayulis & Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam,... h. 281 19
Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,...h. 246 20
Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996),
h. 1
55
alternatif keputusan. Dan evaluasi pendidikan adalah kegiatan menilai yang
terjadi dalam kegiatan pendidikan”.21
Pandangan Hamka dalam evaluasi pendidikan ini sama halnya seperti
para tokoh-tokoh pendidikan Islam lainnya yakni mengarah pada ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi dapat dilakukan dengan
memberikan beberapa tugas, seperti yang terdapat pada metode
pembelajaran yang berupa resitasi. Ini merupakan evaluasi yang
dilakukan secara global atau yang biasa dilakukan secara umum.
Sedangkan dalam pendidikan tauhid, evaluasi mengarah pada sesuatu
yang menyadarkan diri (introspeksi diri) dimana syu’ur (perasaan)
sebagai barometernya.22
g. Pendidikan Anak dalam Pengembangan Akhlak
Sebagaimana telah dijelaskan bahwasannya pada buku “Tasawuf
Modern” yang telah ditulis oleh Hamka ini, isi dari tasawuf ini adalah
mengenai tasawuf akhlaki. Hal ini tercermin dalam pemaknaan yang telah
dikemukakan oleh Hamka sendiri yang mana pemaknaan ini sejalan dengan
pemaknaan yang dikemukakan oleh al-Junaid, yaitu “membersihkan jiwa
dan mempertinggi derajat budi, menekankan segala kerasukan dan
memerangi syahwat”.
Tasawuf akhlaki ini berorientasi pada pembinaan akhlak yang mulia.
Sebagaimana Hamka telah menjelaskan bahwa tujuan dari tasawuf adalah
untuk membersihkan jiwa, mendidik dan mempertinggi derajat budi. Oleh
karena itu, hal ini tentu saja relevan dengan definisi dan tujuan pendidikan
yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik melalui
proses pengajaran, pembinaan, pelatihan, pengasuhan dan tanggung jawab
untuk diarahkan kepada suatu arah dan kebiasaan yang baik dan mulia baik
untuk segi jasmani maupun rohani.
Dalam buku Tasawuf Modern ini, Hamka juga menjelaskan mengenai
keutamaan budi. Menurutnya, “keutamaan budi adalah menghilangkan
segala perangai yang buruk-buruk, adat istiadat yang rendah, yang oleh
agama telah dinyatakan mana yang harus dibuang dan mana yang harus
dipakai. Serta biasakan perangai-perangai yang terpuji, yang mulia,
21
Daryanto, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 2 22
Syamsul Kurniawan dan Erwin Makhrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,... h.
248
56
berbekas di dalam pergaulan setiap hari dan merasa nikmat memegang adat
mulia”.23
“Untuk mencapai keutamaan budi tersebut, setidaknya ada tiga rukun
yang perlu dicapai, yaitu dengan tabi‟at, pengalaman dan pelajaran”.24
Jika
ketiga rukun tersebut sejalan, maka keutamaan budi akan tercapai. Jika
salah satu dari tiga rukun tersebut ada yang kendor, maka pincanglah
keutamaan budi tersebut. Hamka juga menjelaskan bahwa banyak orang
yang dari kecil bergaul dalam kalangan yang utama, tetapi pengalaman tidak
ada atau ilmu tidak ditambah, maka keutamaan budi tidak akan tercapai.
1) Tabiat
Tabiat adalah pembawaan dasar manusia. Tabiat sering pula disebut
“watak”. Setiap orang tidak lepas dari tabiat atau watak, dan dialah yang
sering dituding orang sebagai bagian kejiwaan manusia yang sulit
diubah. Orang yang bertabiat buruk dimana saja suka berbuat buruk.
Untuk mengubahnya tidak mudah, karena harus melalui tahapan yang
berat. Salah satunya adalah meninggalkan hubungannya dengan ikatan
sosial yang dominan pada kejahatan. Bukan berarti tabiat jahat atau
buruk tidak bisa dirubah. Suatu ketika tabiat buruk bisa di ubah asal
mampu memperjuangkannya.
Watak atau juga disebut Karakter, secara umum watak adalah
kepribadian yang dipengaruhi oleg motivasi yang menggerakkan
kemauan sehingga orang tersebut bertindak. Jadi, dimaksudkan bahwa
kepribadian seseorang menunjukkan tindakan akibat kemauan yang teguh
dan kukuh maka ia dinamakan seorang yang berwatak atau sebaliknya.
Tabiat atau juga disebut Temperamen, Tabiat adalah kepribadian yang
lebih bergantung pada keadaan badaniah. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa tabiat adalah konstitusi kejiwaan. Pengertian temperamen dan
kepribadian sering juga dipergunakan secara tertukar.
23
Hamka, Tasawuf Modern, ... h. 87 24
Hamka, Tasawuf Modern, ... h. 89
57
Menurut Sumadi (1985), watak adalah keseluruhan atau totalitas
kemungkinan-kemungkinan bereaksi secara emosional dan volisional
seseorang yang terbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari dalam
(dasar, keturunan, dan faktor-faktor endogen) dan unsur-unsur dari luar
(pendidikan dan pengalaman, serta faktor-faktor eksogen).25
Ada beberapa jenis tabiat yang diketahui terdapat dalam diri
manusia, yaitu:
a) Tabiat Bahimiyah
Tabiat yaitu tabiat binatang jinak yang memamah biak. Tabiat ini
memiliki kedekatan dengan manusia untuk memperoleh keperluan
pribadi, guna memenuhi nafsu sendiri.
b) Tabiat Sabu‟iyah
Tabiat Sabu‟iyah yaitu tabiat binatang binatang buas. Ia maunya
menang sendiri, enak sendiri, mulia sendiri, terpuji sendiri. Ia tidak
suka ada yang menyaingi. Karena itu kebaikan apa saja yang hendak
sampai ke orang lain, dicegah menurut kemampuannya.
c) Tabiat Syaithaniyah
Tabiat Syaithaniyah yaitu tabiat setan. Tabiat ini gemar berusaha
memperdayakan manusia. Ia suka memperngaruhi orang lain agar
terperosok ke jurang kenistaan. Hampir segala waktu dikuasai tabiat
ini untuk menyeret manusia menuju keburukan.
d) Tabiat Rububiyah
Tabiat Rububiyah yaitu tabiat yang diwarnai dengan sifat-sifat
ketuhanan. Tabiat ini cenderung memelihara segala perbuatan menuju
keridhoan Allah.26
Secara alamiah manusia itu peniru, tabiat seseorang tanpa sadar
dapat mendapatkan kebaikan dan keburukan dari tabiat orang lain. Jika
seseorang bergaul dengan orang-orang shaleh agak lama, secara tidak
sadar akan menumbuhkan dalam dirinya sendiri beberapa kebaikan orang
shaleh itu dan secara tidak sadar banyak belajar dari mereka, dan secara
tidak sadar pula nantinya akan melekat sifat-sifat pada dirinya sifat-sifat
yang dipunyai oleh orang-orang shaleh. Berhasil atau tidaknya
25
http://psikologiuntukmu.blogspot.co.id/2011/08/perbedaan-kepribadian-watak-dan-
tabiat.html diakses pada tanggal 07 September 2016 pkl. 11:35 wib 26
http://ayatsucialquran.blogspot.co.id/2013/09/tabiat-yang-ada-pada-manusia_14.html diakses
pada tanggal 07 September 2016 pkl. 10:23 wib
58
pendidikan anak untuk mengembangkan akhlak ini pada keseriusan dan
tekadnya serta ketekunan dirinya untuk mempunyai akhlak yang bagus.27
2) Pengalaman
Pengalaman adalah peristiwa yang benar-benar pernah dialami.
Pengungkapan pengalaman secara narasi berarti mengemukakan atau
memaparkan suatu peristiwa atau pengalaman yang pernah dialami
berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa.
Pengalaman timbul dari pribadi ataupun dari kelompok. Pengalaman
kelompok yang dilalui seseorang dalam sosialisasi cukup penting
perannya dalam mengembangkan kepribadian. Kelompok yang sangat
berpengaruh dalam perkembangan kepribadian seseorang dibedakan
menjadi dua sebagai berikut.
a) Kelompok Acuan (Kelompok Referensi). Sepanjang hidup seseorang,
kelompok-kelompok tertentu dijadikan model yang penting bagi
gagasan atau norma-norma perilaku. Dalam hal ini, pembentukan
kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh pola hubungan dengan
kelompok referensinya. Pada mulanya, keluarga adalah kelompok
yang dijadikan acuan seorang bayi selama masa-masa yang
paling peka. Setelah keluarga, kelompok referensi lainnya
adalahteman-teman sebaya. Peran kelompok sepermainan ini
dalam perkembangan kepribadian seorang anak akan
semakin berkurang dengan semakin terpencar nya mereka
setelah menamatkan sekolah dan memasuki kelompok lain yang
lebih majemuk (kompleks).
b) Kelompok Majemuk. Kelompok majemuk menunjuk pada kenyataan
masyarakat yang lebih beraneka ragam. Dengan kata lain,
masyarakat majemuk memiliki kelompok-kelompok dengan budaya
dan ukuran moral yang berbeda-beda. Dalam keadaan seperti
ini, hendaknya seseorang berusaha dengan keras
27
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.
276
59
mempertahankan haknya untuk menentukan sendiri hal yang
dianggapnya baik dan bermanfaat bagi diri dan kepribadiannya
sehingga tidak hanyut dalam arus perbedaan dalam kelompok
majemuk tempatnya berada. Artinya, dari pengalaman ini seseorang
harus mau dan mampu untuk memilah-milahkannya.
Pengalaman yang memengaruhi kepribadian tidak hanya timbul dari
kelompok, Pengalaman yang timbul dari sesuatu yang unik juga dapat
memengaruhi kepribadian seseorang. Kepribadian itu berbeda-beda
antara satu dan lainnya karena pengalaman yang dialami seseorang itu
unik dan tidak seorang pun mengalami serangkaian pengalaman yang
persis sama. Sekalipun dalam lingkungan keluarga yang sama, tetapi
tidak ada individu yang memiliki kepribadian yang sama, karena
meskipun berada dalam satu, setiap individu keluarga tidak
mendapatkan pengalaman yang sama. Begitu juga dengan pengalaman
yang dialami oleh orang yang lahir kembar, tidak akan sama. Sebagai
mana menurut Paul B. Horton, kepribadian tidak dibangun dengan
menyusun peristiwa diatas peristiwa lainnya. Arti dan pengaruh suatu
pengalaman bergantung pada pengalaman-pengalaman yang
mendahuluinya.28
3) Pelajaran
Pelajaran merupakan sesuatu yang dipelajari atau diajarkan.
Pelajaran dapat berupa materi ajar ataupun sesuatu yang berasal dari
pengalaman. Pelajaran yang berupa materi ajar ini biasanya dikumpulkan
dalam sebuah kurikulum pelajaran. Dimana setiap lembaga pendidikan
merancang kurikulum sesuai dengan tingkatan dan jurusannya.
Selain daripada itu, dalam membentuk karakter, sikap dan akhlak
setiap manusia biasanya dilihat dari asal keluarga/keturunan. Karena
keturunan sedikit banyaknya berpengaruh terhadap karakter, sikap
ataupun akhlak yang ia miliki. Selain itu, yang mempengaruhi hal
tersebut adalah dari pengalaman yang ia dapatkan dalam menjalani
kehidupan ia sehari-hari. Apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan apa
yang ia rasakan berpengaruh terhadap pembentukan karakter, sikap dan
akhlak, karena ia meniru, mempraktikkan, mengaplikasikannya pada diri
ia sendiri.
28
https://datakata.wordpress.com/2014/04/13/pembentukan-karakteristik-individu/ diakses
pada tanggal 14 sep pkl.14.10
60
Hal ini serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Sidi Gazalba,
bahwa kepribadian muslim sebagian besar berasal dari kapasitas atau
prediposisi tertentu yang dikuasai oleh keturunan, sebagian dari
keadaan individu yang diperolehnya selama hidupnya, dan sebagian
lagi dari kebiasaan-kebiasaan yang diberikan kepadanya oleh
kebudayaan tertentu.29
Dalam buku tasawuf ini, Hamka menyebutkan beberapa sifat yang
termasuk ke dalam keutamaan budi. Sifat yang disebutkan oleh
Hamka ini sejalan dengan pendapat imam al-Ghazali bahwa sifat ini
merupakan induk dari pada akhlak. Sifat-sifat ini diantaranya syaja‟ah,
adil, iffah dan hikmat. Dengan sifat-sifat ini dapat diketahui mana
yang benar dan mana yang salah.30
Di dalam buku Tasawuf ini juga Hamka menjelaskan beberapa sikap
terpuji yang lain, yaitu malu, amanat, sidiq, ikhlas, qanaah dan tawakal.
a) Syaja‟ah
Secara etimologi kata syaja‟ah berarti berani. Antonym dari kata
al-jabn yang berarti pengecut. Sisi positif dari sikap berani yaitu
mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan
mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya, tetapi
sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan
seorang muslim kepada kehinaan.
Sifat syaja‟ah bersedia bertanggung jawab atas segala
perbuatannya dengan pikiran yang jernih serta harapan yang tiada
hentinya. Keberanian tanpa pikiran yang jernih dan tanpa harapan
adalah nekad. Berani itu mampu mengendalikan diri walaupun betapa
beratnya rintangan yang ada, dan berhenti ditempatnya untuk
mengatur strategi dan disaatnya maju dengan pertimbangan yang
tepat.
Orang yang mempunyai sifat syaja‟ah memiliki ketenangan hati
dan kemampuan mengolah sesuatu dengan pikiran tenang. Menurut
Ibnu Miskawih, sifat syaja‟ah mengandung sebuah keutamaan yaitu
29
Sidi Gazalba, Masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1976), h. 53 30
Ahmad Muhammad al Hufy, Akhlak Nabi Muhammad SAW, Kemuliaan dan
Keluhurannya, (Jakarta: Bulan Bintang), h. 28
61
jiwa besar, yang mana dia sadar akan kemampuan diri dan sanggup
melaksanakan pekerjaan besar yang sesuai dengan kemampuannya,
bersedia mengalah dalam persoalan kecil dan tidak penting
Menghormati tetapi tidak silau kepada orang lain.
Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu;
(1) Rasa takut kepada Allah swt.
(2) Lebih mencintai akhirat daripada dunia,
(3) Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang
Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa syaja‟ah atau berani ini
adalah sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika
terancamkejahatan, dan ia menghadapi ancaman itu atas keyakinan hatinya
dan tidak mengelakkannya, maka itulah pemberani.
Dengan sikap syaja‟ah ini diharapkan si anak dapat menghadapi
permasalahan hidup yang beraneka rasa, ancaman dan godaan ia hadapi
dengan keyakinan hatinya.
b) Adil
Kata “adil” berarti “tidak berat sebelah, tidak memihak,
sepatutnya, tidak sewenang-wenang.” Dalam hal tertentu, kata “adil”
berarti sama rata, yang satu tidak berlebih dari yang lain. Dalam hal
tertentupula, adil terkadang berarti sepatutnya, sesuai dengan
kebutuhan.
Keadilan adalah perangai yang mulia dari akal budi, dari pada
nafsu marah dan daripada syahwat. Maksud dari keadilan di sini
adalah kepandaian mencampurkan “garam” hidup, sehingga timbul
marah, timbul syahwat dan berlakulah akal budi.
Adil tidak hanya diterapkan ketika bergaul dengan masyarakat,
adil juga diterapkan pada diri sendiri. Tak hanya itu, kita juga harus
adil dalam melakukan siasat dan muslihat. Di dalam budi pekerti, adil
dianggap sebagai perangai Iffah. Dan ketika adil menghadapi lawan,
maka adil memakai perangai syaja‟ah.
62
Di dalam pergaulan, kita harus berlaku adil yaitu dengan
menghindari kelengahan dan kelalaian. Dan berlaku adil dalam
melakukan sisat masyarakat adalah dengan menenggelamkan
kepentingan diri sendiri ke dalam kepentingan bersama.
Orang yang tidak berlaku adil merupakan orang yang zalim. Entah
itu untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Orang yang zalim
kepada dirinya sendiri seperti jika ia seharusnya tampil di muka
umum, akan tetapi dia mengelak mundur dan tak melakukannya,
dan ketika dia mempunyai kesempatan dan tidak memanfaatkan
kesempatan itu, sehingga kesempatan itu terbuang sia-sia. Ini
merupakan contoh sikap zalim atau tidak adil terhadap diri
sendiri.31
Dengan sikap adil ini, si anak diharapkan mampu menempatkan
dirinya dan berlaku tidak sebelah menuruti hawa nafsunya.
c) Iffah
Secara bahasa, „iffah adalah menahan.Secara istilah, menahan diri
sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan. Dengan
demikian, seorang yang „afif adalah orang yang bersabar dari perkara-
perkara yang diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada
perkara tersebut dan menginginkannya.
Secara etimologis, „iffah adalah bentukmasdardari „affa-ya‟iffu-
„iffah yangberarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik,
iffah juga berarti kesucian tubuh. Secara terminologis, iffah adalah
memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan
merendahkan, merusak dan menjatuhkannya. Iffah(al-iffah) juga
dapat dimaknai sebagai usaha untuk memelihara kesucian diri (al-
iffah) adalah menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah, dan
memelihara kehormatan.32
Dengan sikap iffah ini, si anak diharapkan dapat menahan diri
dari perbuatan yang telah dilarang Allah swt, si anak mampu menjaga
kehormatan dirinya sendiri dari hal-hal yang akan merendahkannya,
merusaknya ataupun menjatuhkannya.
d) Hikmat
31
Hamka, Tasawuf Modern, ... h. 148 32
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 43-44
63
Secara bahasa al-hikmah berarti kebijaksanaan, pendapat atau
pikiran yang bagus, pengetahuan, filsafat, kenabian, keadilan,
peribahasa (kata-kata bijak), dan al-Qur'an. Menurut Al-Maraghi
dalam kitab Tafsirnya, menjelaskan al-Hikmah sebagai perkataan
yang tepat lagi tegas yang diikuti dengan dalil-dalil yang dapat
menyingkap kebenaran. Sedangkan menurut Toha Jahja Omar,
hikmah adalah bijaksana, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya,
dan kitalah yang harus berpikir, berusaha, menyusun, mengatur cara-
cara dengan menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak
bertentangan dengan hal-hal yang dilarang oleh Allah sebagaimana
dalam ketentuan hukum-Nya.
“Maksud dari bijaksana di sini adalah dia dapat mengendalikan
syahwat dan kemarahannya”.33
Bijaksana merupakan sebuah penilaian
terhadap suatu pemikiran, ucapan dan perbuatan seseorang yang
didasarkan pada ruang lingkup sekitarnya dengan tidak memaksakan
kehendak pada apa dan siapapun berdasarkan etika dan hati.
Seseorang yang bijaksana itu menyuarakan kebenaran dengan
cara yang bijak (mempertimbangkan etika, dampak kedepannya juga
mempertimbangkan keefektifan dan efisien dari suatu tindakan).
Keempat akhlak ini dapat dimasukkan ke dalam salah satu materi
kurikulum bidang akhlak. Dengan materi tersebut, diharapkan dapat
membantu siswa dalam mengembangkan kepribadiannya dan dapat
diaplikasikan dalam kehidupannya.
Selain itu, Hamka juga menjelaskan secara spesifik tentang beberapa
perilaku terpuji yang ada dalam buku tasawuf modern ini. Perilaku
terpuji itu diantaranya yaitu malu, amanat, sidiq, ikhlas, qanaah dan
tawakal.
(1) Malu
Menurut Hamka, perasaan malu ini sangat berpengaruh terhadap
pergaulan hidup seseorang. Karena dengan malu, orang yang berakal
33
Hamka, Tasawuf Modern, ... h. 147
64
akan enggan untuk mengerjakan perbuatan tercela. Sebelum adanya
penggunaan undang-undang, orang terlebih dahulu telah dilindungi
oleh hukum malu yang telah melekat dalam budi pekertinya. Hamka
juga menjelaskan bahwasannya rasa malu tidak akan hidup dalam
budi pekerti seseorang jika orang itu tidak merasakan rasa
kehormatan diri.
(2) Amanat
Menurut Hamka, amanat adalah salah satu sifat yang harus
dimiliki manusia terutama dalam konteks hubungan diri dengan
sesama manusia. Amanat ini merupakan tiang kedua dari masyarakat
yang utama. Lawan dari kata amanat adalah khianat, yaitu dia tidak
dapat dipercaya, dia menyia-nyiakan kepercayaan yang telah
diberikan kepadanya.
(3) Sidiq
Sidiq artinya jujur. Jujur merupakan dasar pembinaan akhlak
yang sangat penting dalam islam. Jujur merupakan akhlak yang tidak
mudah untuk dilakukan karena banyaknya godaan di sekitar yang
menggoda kita untuk tidak berlaku jujur. Oleh karenanya berprilaku
jujur membutuhkan sebuah perjuangan.
(4) Ikhlas
Ikhlas merupakan salah satu sifat terpuji yang harus ditanamkan
kepada peserta didik. Dalam ibadah misalnya, peserta didik tidak
hanya diajarkanmengenai materi dan praktik ibadah saja. Peserta
didik juga harus ditanamkan rasa ikhlas dalam dirinya dalam
menjalani ibadahnya. Terlebih lagi ikhlas dalam menjalani
kehidupannya.
(5) Qanaah dan Tawakal
Menurut Hamka, qanaah adalah menerima dengan cukup, dan
qanaah mengandung arti menerima dengan rela apa adanya,
memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas dan
mengusahakannya, menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan,
bertawakal kepada Tuhan dan tidak tertarik oleh tipu daya manusia.
65
Tawakal bukan semata-mata menyerahkan seluruhnya kepada
kehendak Allah tanpa berusaha sama sekali, akan tetapi tawakal
adalah menyerahkan kepada ketetapan Allah setelah manusia
melakukan ikhtiar semaksimal mungkin.
Qanaah dan tawakal ini merupakan salah satu materi dalam
pendidikan Islam. Oleh karenanya, sifat qanaah dan tawakal ini
hendaknya dimiliki oleh peserta didik. Dengan sifat qanaah ini,
orang tidak akan tergila-gila untuk menindas yang lain guna
mendapatkan jabatan dan kekayaan, karena mereka yakin bahwa
rizki datang dari Allah swt, dan tugas sebagai manusia adalah
mengikhtiyarkannya. Qanaah bukan berarti menerima apa yang ada
dengan tidak mengikhtiyarkannya.
Menyuruh percaya yang benar-benar akan adanya kekuasaan
yang melebihi kekuasaan manusia, menyuruh sabar akan ketentuan
ilahi jika ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan bersyukur akan
dipinjaminya nikmat. Maka, bekerja dan berusaha adalah kewajiban
kita sebagai manusia.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Konsep pendidikan anak dalam mengembangkan akhlak perspektif Hamka
di dalam bukunya Tasawuf Modern berpangkal pada tiga hal yaitu (1) tabiat
sebagai pembawaan dasar manusia, Jika seseorang bergaul dengan orang shaleh
secara tidak sadar akan menumbuhkan dalam dirinya sendiri beberapa kebaikan
orang shaleh itu dan secara tidak sadar banyak belajar dari mereka, dan secara
tidak sadar pula nantinya akan melekat sifat-sifat pada dirinya sifat-sifat yang
dipunyai oleh orang-orang shaleh. (2) pengalaman, Pengalaman yang timbul dari
pengalaman kelompok dan dari sesuatu yang unik dapat memengaruhi
kepribadian seseorang. (3) Pelajaran, pelajaran merupakan sesuatu yang dipelajari
atau diajarkan dapat berupa materi ajar ataupun sesuatu yang berasal dari
pengalaman.
Sementara itu, metode yang digunakan oleh Hamka adalah (a) Metode
alami, metode dimana akhlak diperoleh bukan melalui didikan, pengalaman
ataupun latihan, akan tetapi diperoleh melalui insting atau naluri yang dimiliki
seorang anak secara alami. (b) metode mujahadah atau perjuangan yang dilakukan
guru, yang kemudian menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baik memang pada
awalnya cukup berat, namun apabila manusia berniat sungguh-sungguh pasti
menjadi sebuah kebiasaan. (c) metode teladan, yaitu mengambil contoh atau
meniru orang yang dekat dengannya.
B. Saran-saran
Banyak peneliti yang membahas konsep pendidikan anak dalam berbagai literatur
yang ditulis oleh para sarjana dan teolog muslim. Dan pembahasan ini banyak
diteliti oleh para sarjana dan calon sarjana. Oleh karena itu, penulis ingin
memberikan beberapa saran, yaitu:
1. Para peneliti selanjutnya agar bisa mengomparasikan berbagai literatur
sehingga didapatkan sari pendidikannya.
67
2. Sarjana muslim seyogyanya bisa mendorong pemerintah untuk menerapkan
pola pendidikan yang bermuara pada pendidikan karakter agar terbentuk
manusia yang utuh, berakhlak mulia dan sehat lahir batin.
3. Sekolah sebagai institusi pendidikan dapat mengaplikasikan konsep pendidikan
anak menurut Hamka ini dalam mengembangkan akhlaknya.
68
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Jamaal. Tahapan Mendidik Anak, Terj. Dari Athfalul Muslimin
oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi. Bandung: Irsyad baitus Salam. 2000.
Al Hufy, Ahmad Muhammad. Akhlak Nabi Muhammad SAW, Kemuliaan dan
Keluhurannya. Jakarta: Bulan Bintang.
Alfat, Masam. Dkk. Akidah Akhlak. Semarang: CV.TohaPutra.1994.
Al-Ghazali. Ihya’ Ulumal-Din. Beirut: Dar Ihya’al-Kutub al-Arabiyyah ‘Isaal-
Baabial-Halabi. Tt.
Anwar, Rosihon dan Solihin, Mukhtar. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
2006.
Assegaf, Abd.Rachman. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta; Rajawali Pers. 2011.
Awwad, Jaudah Muhammad. Mendidik Anak secara Islam. Penerjemah:
Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani.1995.
Daryanto. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 1999.
Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2012.
Dewantoro, Ki Hajar. Karya Bagian Pertama; Pendidikan. Yogyakarta: Majelis
Luhur Persatuan Taman Siswa.1977.
Gazalba, Sidi. Masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi. Jakarta:
Bulan Bintang. 1976.
Hamka. Lembaga Hidup. Jakarta: Pustaka Panji mas.
Hamka. Renungan Tasawuf. Jakarta: Pustaka Panji Mas.1985.
Hamka. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Firdaus.1983.
http://ayatsucialquran.blogspot.co.id/2013/09/tabiat-yang-ada-pada-manusia_14.
html diakses pada tanggal 07 September 2016 pkl.10:23 wib.
http://psikologiuntukmu.blogspot.co.id/2011/08/perbedaan-kepribadian-watak-
dan-tabiat.html diakses pada tanggal 07 September 2016 pkl.11:35 wib.
https://datakata.wordpress.com/2014/04/13/pembentukan-karakteristik-individu/
diakses pada tanggal 14 September pkl.14.10 wib.
Huda, Miftahul. Idealitas Pendidikan Anak; Tafsir Tematik QS Luqman. Malang:
UIN Press. 2009.
Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka
Setia. 2001.
Kalsum, Ummu. Ilmu Tasawuf. Makassar: Yayasan Fatiyah Makassar. 2002.
Kartono, Kartini. Pengantar Mendidik: Apakah Pendidikan masih Diperlukan?.
Bandung: CV.Mandarmaju. 1992.
70
Kurniawan, Syamsul dan Makhrus, Erwin. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011.
Kurniawan, Syamsul dan Makhrus, Erwin. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011.
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra.
2000.
Lazim, Muhamad. Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam
perspektif Islam. Semarang: Skripsi IAIN Walisongo. 2011.
Lembaga Penelitian IAIN Jakarta. Islam dan Pendidikan Nasional. Jakarta:
Lembaga Penelitian IAIN Jakarta. 1983.
Mahjuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia. 2009.
Mahmud, Abdul Halim. Tasawuf di Dunia Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2002.
Mansur. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2009.
Miskawaih, Ibnu. Tahdzibal-Akhlaq. Maktabah Syamilah.
Mukhtarom, Asrori.Urgensi Pendidikan Anak dan Peran Pendidik perspektif
Hamka.
Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir Bahasa Arab Indonesia
Lengkap. Yogyakarta: Pustaka Progresif. 1997.
Mustafa, A. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.1997.
Nasir. Tinjauan Akhlak. Surabaya: Al-Ikhlas.1991.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang. 1982.
Nata, Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2012.
Nata, Abuddin.Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.
Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka
tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008.
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Rosda. 2011.
Rifai, Muhammad. Politik Pendidikan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
2011.
Rimba, Ahmad D. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.1980.
Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Jakarta:Lentera Hati. 2010.
Soyomukti, Nurani. Teori-teori Pendidikan Tradisional (Neo), Liberal, Marxis-
Sosialis, Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2013.
Sudjiono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.1996.
70
Syaodih, Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya. 2009.
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ictiar Baru Van
Hoeve. 1993.
Tim Redaksi Fokus Media. UUSPN Nomor 20 tahun 2003. Bandung: Fokus
Media. 2003.
Tiswarni. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Bina Pratama. 2007.
Uhbiyati, Nur dan Achmadi, Abu. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka
Setia.1997.
Wahyono, Agung dan Rahayu, Siti. Tinjauan tentang Pendidikan Anak di
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.1993.
Yulis, Rama & Nizar, Syamsul. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam. Ciputat:
Quantum Teaching. 2005.
Yulis, Rama. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2010.
Z, Zurinal dan Sayuti, Wahdi. Ilmu Pendidikan Pengantar & Dasar-dasar
Pelaksanaan Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2009.
LEMBAR UJI REFERENSI
Nama : Hayatun Nufus
NIM :1110011000130
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul Skripsi :"Konsep Pendidikan Anak dalam Pengembangan Akhlak
Perspektif Hamka"
NO REFERI,NSI
PARAF
PembimbingDrs, II.Achmad
eholib M.Ae.
1
Abdurahman, lamaal. Tahapan Mendidik Anak, Terj. Dari
Athfalul Muslimin oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi.
Bandung: Irsyad baitus Salam, 2000.
2
Al Huflz, Ahmad Muhammad,. Akhlak Nabi Muhammad
SAII, Kemuliaan dan Keluhurannya. Jakarta: Bulan
Bintang.
3
Alfat, Masam. Dkk. Akidah Akhlak. Semmang:
CV.TohaPutra, 1994.
/)
4Al-Ghazali. Ihya' Ulumal-Din. Beirut: Dar Ihya'a1-Kutub
al-Arabiyyah'Isaal-Baabial-Halabi. Tt.
5 Al-Quran dan Terjemah.
6Anwar, Rosihon dan Solihin, Mukhtar. Ilmu Tasawuf.
Bandung: Pustaka Setia, 2006.
7Assegaf, Abd.Rachman. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta; Rajawali Pers, 201 1.
8Awwad, Jaudah Muhammad. Mendidik Anak secara Islam.
Penerjernah: Shihabuddin. Jakarta: Gerna Insani,l995. \
9Daryanto. Eyaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cip\1999.
t0Dewantoro, Ki Hajar. Karya Bagian Pertama; Pendidikan.
Yogyakarla: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1977. \
llGazalba, Sidt. Masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan
Sosiografi. Jakafta: Bulan Bintang, 1976.
12 Hamka. Lembaga Hidup. Jakarta: Pustaka Panji mas.
13Hamka. Renungan TasawuJ. Jakarla: Pustaka Panji
Mas,1985.
14 Hamka. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka Firdaus,1983.
l5Huda, Miftahul. Idealitas Pendidikan Anak; Tafsir Tematik
QS Luqman. Malang: UIN Press, 2009.
16Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fwd. Filsafat Pendidikan
Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2001.
11Kalsum, Ummu'. Ilmu Tasawuf . Makassar: Yayasan Fatiyah
Makassar,2002.
t8Kafiono, Kartini. Pengantar Mendidik: Apakah Pendidikan
masih Diperlukar?. Bandung: CV.Mandarmaju, 1992. l19
Kumiawan, Syamsul dan Makhus, Erwin. Jejak Pemikiran
Tokoh Pendidikan Islam. lo$akafia: Ar-Ruzz Media, 201 1.l
21Langgulung, Hasal. Asas-asas Pendidikan Islam. Iakarta:
PT. Al-Husna Zikra, 2000.
24 Mahjuddin. Akhlak TasawuJ. Jakarta: Kalam Mulia. 2009.
25Mahmud, Abdul Haiim. Tasawuf di Dunia Islam. Bandutg:
Pustaka Setia, 2002.
26Mansur. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
27 Miskawaih, Ibnt. Tahdzibal-Akhlaq. Maktabah Syamilah.
29
Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir Bahasa
Arab Indonesia Lengkap. Yogyakarta: Pustaka Progresif,
1997.
30Mustafa, A. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia,
t997.
31 Nasir. Tinjauan Akhlak. Surabaya: Al-Ikhlas, 1991 .
32Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah
Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
33Nata, Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
34Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers,
2010.
35
Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual
dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. I akarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008.
36Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.
Bandung: Rosda, 201 1.
3lRifai, Muhammad. Politik Pendidikan Nasional.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 201 1.
38Rimba, Ahmad D. Filsafat Pendidikan Islam. Bandtng.
Al-Ma'arif, 1980. /)
39Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur' an. Jakarla:Lentera
Hati,2010.?/7
40
Soyomukti, Nurani. Ieori-leori Pendidikan Tradisional
QVeo), Liberal, Marxis-Sosialis, Postmodern. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013.
\i41
Sudjiono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. lakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1996.
42Syaodih, Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya, 2009.
45 Tiswami. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Bina Pratarna,200'1 .
46Uhbiyati, Nur dan Achmadi, Ab.t. Ilmu Pendidikan Islam.
Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997.
4'.7
Wahyono, Agung dan Rahayu, Siti. Tinjauan tentang
Pendidikan Anak di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,
1993.
48Yulis, Rama & Nizar, Syamsul. Ensiklopedi Tohal,t
Pendidikan Islam. Ciputat: Quantum Teaching, 2005.-J
49Yulis, Rama. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam
Mu1ia,2010. 750
Z, Ztxinal dan Sayuti, Wahdi. Ilmu Pendidikan Pengantar
& Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan. Jakarta: UIN
Jakarta Press.
(4>/
51Zuhainnl, dkk. Filsafat Pendidikan Islatn. Jakarta: Bumi
Atsara, 2009. (