1
E KONOMI NASIONAL KAMIS, 1 DESEMBER 2011 INSAN AKBAR KRISNAMUSI P ENAIKAN tarif cukai rokok yang dilakukan pemerintah dinilai terlalu kecil dan lam- bat. Hal itu ikut berkontribusi pada pemiskinan masyarakat. Demikian disampaikan oleh Pengurus Harian Yayasan Lem- baga Konsumen Indonesia Tulus Abadi dan peneliti lem- baga demograFEUI Abdillah Hasan dalam diskusi di Jakarta, kemarin. Tulus mengatakan, sistem cukai rokok yang dilakukan pemerintah Indonesia meru- pakan salah satu faktor pemicu pemiskinan masyarakat. Kebijakan cukai rokok saat ini, menurutnya, melenceng dari filosofi pemberlakuan cukai yang merupakan ‘pajak dosa’ ( sin tax) dari produk- produk yang dinilai membawa efek buruk bagi masyarakat. Alih-alih digunakan untuk menanggulangi dan membatasi konsumsi rokok, tudingnya, pemerintah justru memakai hasil cukai untuk memberdaya- kan industri rokok. Penaikan cukai rokok hingga maksimal sebesar 57% pun di- anggap Tulus terlalu kecil dan lambat. Alhasil, harga rokok di Indonesia termasuk yang pa- ling murah bila dibandingkan dengan negara-negara lain se- hingga masyarakat kecil terus membeli dan mengisap rokok. “Praktik penaikan cukai di Malaysia dan Thailand sudah 75%,” ucap Tulus. Keterangan Tulus diperkuat oleh penyampaian Abdillah, bahwa pada 2009 jumlah ru- mah tangga termiskin yang menghabiskan pendapatan mereka untuk rokok meningkat dari 2005. Menurut data Survei Ekonomi Sosial Nasional, pada 2009 terdapat 57,1% rumah tangga termiskin yang memi- liki pengeluaran untuk mem- beli rokok. Persentase itu naik dari hasil survei serupa pada 2005, yaitu 40,74%. Adapun rata-rata pengeluaran rumah tangga tersebut sekitar Rp500 ribu per bulan. “Sejak 2005 hingga 2009, pengeluaran untuk rokok se- cara konsisten merupakan yang terbesar kedua setelah untuk makanan pokok,” kata Abdillah. Ironisnya, penge- luaran rumah tangga untuk rokok enam kali lipat lebih besar ketimbang pengeluaran untuk pendidikan. Menurutnya, salah satu in- dikasi kegagalan cukai rokok adalah harga jual eceran mini- mal sigaret keretek tangan go- longan 3 yang konsisten Rp234 per batang. “Harga rokok lebih murah dari permen,” kata dia. Selain itu, juga jumlah perokok yang makin meningkat. Ia pun setuju jika cukai rokok ditingkatkan untuk memaksa produsen menaikkan harga. Peta industri Berdasarkan UU No 39/2007 Pasal 66A ayat 1 tentang Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau akan dibagi- kan kepada provinsi peng- hasil cukai sebesar 2%, atau pada 2010 lalu sekitar Rp1,1 triliun. “Dana itu digunakan untuk peningkatan kualitas ba- han baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial dan sosialisasi di bidang cukai, dan pemberantasan kena cukai ilegal,” imbuh Abdillah. Adapun pemerintah sudah menegaskan akan menaikkan tarif cukai rokok di kisaran 8,3%-51,1%, atau rata-rata 16%, mulai 1 Januari 2012. Penaikan cukai ditentukan atas dasar jenis rokok dan kelompok produksi dengan tujuan me- ngelompokkan industri rokok kecil, menengah, dan besar. Menurut Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar, penaikan tarif cukai rokok se- jalan dengan peta industri hasil tembakau. Dalam peta itu, produksi rokok akan dibatasi 260 miliar batang per tahun mu- lai 2015. Hal itu sesuai dengan prioritas 2015-2020 pada aspek kesehatan. (ML/Ant/E-2) [email protected] KEMENTERIAN Perdagangan bakal mengeluarkan sejumlah peraturan untuk memproteksi pasar domestik dari gempuran produk impor. Sebab, Indone- sia tidak diuntungkan dengan adanya perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) yang ada saat ini dan hanya di- jadikan pangsa pasar potensial bagi produk asing. Demikian diungkapkan Men- teri Perdagangan Gita Wirjawan di Jakarta, kemarin. Dia men- janjikan, sebagai langkah awal, Kemendag menerbitkan aturan tentang larangan ekspor bahan baku rotan yang diteken ke- marin. Selanjutnya, Kemendag akan mengeluarkan aturan soal produk hortikultura. “Kita harus menjalankan proteksi bagi produk dalam negeri dari gempuran produk impor, seperti rotan, kentang, baju bekas, dan lain-lain.” Lebih lanjut, Kemendag juga akan bekerja sama dengan Ba- dan Karantina untuk mencegah masuknya barang-barang im- por ilegal ke pasar domestik. Langkah proteksi lainnya ialah melalui pengetatan pe- nerapan standar nasional In- donesia (SNI). Ia menyayang- kan masih minimnya produk- produk asing yang berlabel SNI. “Hanya 28 produk ber-SNI dari ribuan produk asing yang membanjiri pasar domestik. Itu harus diimplementasikan secara tegas,” tandas Gita. Menurut mantan bankir in- vestasi itu, proteksi harus di- lakukan agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar poten- sial bagi produk asing. Adapun konsumsi rumah tangga Indo- nesia mencatatkan rata-rata pertumbuhan Rp350 triliun per tahun. Diakui Gita, peningkatan proteksi ini akan menyebabkan adanya praktik perilaku negatif dari negara lain. Negara-negara ASEAN yang memiliki posisi unggul bisa jadi melenceng dari kesepakatan kerja sama. Seperti Brunei Darusalam, Malaysia, dan Singapura yang sudah membuat kesepakatan perdagangan secara bilateral dengan AS. Menurut Gita, kesepakatan itu tanpa memper- hatikan keterikatan antarnega- ra ASEAN. “Namun, proteksio- nisme pasar domestik menjadi fundamental yang harus di- lakukan saat ini.” (WR/E-2) UPAYA pemerintah merene- gosiasi kontrak karya pertam- bangan demi merealisasikan amanah UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dinilai lamban. Padahal, menurut anggota Komisi VII DPR Satya W Yud- ha, UU itu secara gamblang mengamanatkan pemerintah untuk merenegosiasi kontrak- kontrak karya pertambangan yang ditengarai belum meng- untungkan Indonesia. Namun, dua tahun telah berlalu sejak diterbitkan, hingga kini belum tampak tanda-tanda renego- siasi kontrak akan rampung. “Landasan hukumnya kan sudah jelas. Kita minta rene- gosiasi itu dijalankan dengan cepat, tidak berlarut-larut,” ujarnya di Jakarta, kemarin. Satya mengatakan dalam UU Minerba dinyatakan bahwa kontrak karya yang telah ada sebelum UU itu berlaku harus disesuaikan. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi per- usahaan-perusahaan tambang untuk menolak renegosiasi. Pengamat pertambang an Simon F Sembiring pun meng- amini kelambanan pemerintah. “Ini sudah terlalu lama, sejak UU Minerba diterbitkan dua tahun lalu dan sejak instruksi Presiden SBY pada 1 Juni 2011 lalu untuk merenegosiasi.” Dalam UU No 4/2009, re- negosiasi kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusa- haan pertambangan batu bara (PKP2B) dilakukan selambat- lambatnya satu tahun sejak UU tersebut diundangkan. “Renegosiasi itu tidak haram kok. Jangan takut dibawa ke arbitrase, yang dipakai UU Indonesia, jadi apa yang dita- kutkan?” kata dia. Berdasarkan data Kemente- rian ESDM, status renegosiasi KK saat ini adalah 24,32% setu- ju seluruhnya, 48,65% setuju sebagian, dan 27,03% belum setuju seluruhnya. Sementara itu, status rene- gosiasi PKP2B adalah 81,58% setuju seluruhnya dan 18,42% setuju sebagian. Berdasarkan data itu, pemerintah meng- klaim proses renegosiasi kon- trak tambang telah selesai hingga 65%. Saat ini setidaknya masih ada enam isu strategis yang men- jadi pembahasan utama dalam proses renegosiasi. Ke enam isu strategis itu mencakup luas wilayah kerja, perpan- jangan kontrak, penerimaan negara atau royalti, kewajiban pengolahan dan pemurnian, kewajiban divestasi, dan kewa- jiban penggunaan barang/jasa pertambangan dalam negeri. (Atp/E-2) TAMBAHAN dana kontingensi atau dana ketahanan pangan yang disiapkan pemerintah tahun depan sebesar Rp1 triliun bisa digunakan untuk memper- baiki sarana atau infrastruktur pertanian. Kebijakan tersebut akan berdampak mendorong meningkatkan produktivitas pertanian dan menjaganya dari ancaman krisis perubahan iklim tahun depan. “Saya lihat memang ada ke- butuhannya dana kontingensi ini, tapi menurut saya dapat lebih diarahkan untuk mem- perbaiki atau membangun infrastruktur pertanian. Bukan hanya digunakan untuk meng- antisipasi perubahan iklim yang ekstrem tahun depan atau ganti rugi lahan yang puso,” ujar pengamat pertanian Insti- tut Pertanian Bogor (IPB) Her- manto Siregar kepada Media Indonesia, kemarin. Menurutnya, alokasi total Rp4 triliun dana kontingensi yang akan dialirkan pemerin- tah merupakan jumlah yang memadai termasuk untuk memperbaiki infrastruktur pertanian seperti irigasi dan jalan. “Dengan memperbaiki in- frastruktur, maka dapat me- motong biaya ekonomi tinggi di sektor pertanian. Ini kan berguna untuk ketahanan pa- ngan, agar petani dapat lebih produktif lagi dengan hasil yang berkualitas dan harga jualnya di pasaran tidak terlalu tinggi,” urai Hermanto. Ia mengkritisi pola penggu- naan dana kontingensi oleh Ke- menterian Pertanian yang masih belum fokus dan hanya berkutat pada upaya pemberian ganti rugi bagi sawah yang puso. “Jangan dipukul rata untuk program-program atau wilayah lain. Harus pada wilayah atau program yang benar-benar membutuhkan dan menjaga dari perubahan iklim ke de- pan.” Sementara itu, menurut pengamat ekonomi pertanian dari Indef, Bustanul Arifin, penyaluran dana ketahanan pangan berbelit-belit yang membuat petani kesulitan mendapatkan penggantian dari lahan yang puso. Dari total dana kontingensi Rp4 triliun, alokasi ganti rugi mencapai Rp380 miliar untuk penggantian 2,6 juta hektare lahan yang puso. (Fid/E-6) Kemendag Perketat Pengamanan Pasar Domestik Renegosiasi Kontrak Tambang Lamban Dana Pangan untuk Perbaiki Sarana Pertanian Cukai Rokok Berkontribusi pada Pemiskinan Kebijakan cukai rokok saat ini melenceng dari filosofi pemberlakuan cukai. 18 KENAIKAN CUKAI ROKOK: Sejumlah buruh melinting rokok keretek di salah satu pabrik di Kudus, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Penaikan tarif cukai rokok yang dilakukan pemerintah dinilai terlalu kecil dan lambat. Hal itu ikut berkontribusi pada pemiskinan masyarakat. ANTARA/WIHDAN HIDAYAT RENEGOSIASI TAMBANG: Sejumlah alat berat mengangkut batu bara di areal pertambangan di Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu. Kinerja pemerintah dalam merenegosiasi kontrak karya pertambangan mineral dan batu bara dinilai lamban. ANTARA/YUSRAN UCCANG

KONOMI NASIONAL - ftp.unpad.ac.id · adalah harga jual eceran mini- ... akan mengeluarkan aturan soal produk hortikultura. ... perdagangan secara bilateral dengan AS

  • Upload
    buicong

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONOMI NASIONAL - ftp.unpad.ac.id · adalah harga jual eceran mini- ... akan mengeluarkan aturan soal produk hortikultura. ... perdagangan secara bilateral dengan AS

EKONOMI NASIONAL KAMIS, 1 DESEMBER 2011

INSAN AKBAR KRISNAMUSI

PENAIKAN tarif cukai rokok yang dilakukan pemerintah dinilai terlalu kecil dan lam-

bat. Hal itu ikut berkontribusi pada pemiskinan masyarakat.

Demikian disampaikan oleh Pengurus Harian Yayasan Lem-baga Konsumen Indonesia Tulus Abadi dan peneliti lem-baga demografi FEUI Abdillah Hasan dalam diskusi di Jakarta, kemarin.

Tulus mengatakan, sistem cukai rokok yang dilakukan pemerintah Indonesia meru-pakan salah satu faktor pemicu pemiskinan masyarakat.

Kebijakan cukai rokok saat ini, menurutnya, melenceng dari filosofi pemberlakuan cukai yang merupakan ‘pajak dosa’ (sin tax) dari produk-produk yang dinilai membawa efek buruk bagi masyarakat.

Alih-alih digunakan untuk menanggulangi dan membatasi konsumsi rokok, tudingnya, pemerintah justru memakai hasil cukai untuk memberdaya-kan industri rokok.

Penaikan cukai rokok hingga maksimal sebesar 57% pun di-

anggap Tulus terlalu kecil dan lambat. Alhasil, harga rokok di Indonesia termasuk yang pa-ling murah bila dibandingkan dengan negara-negara lain se-hingga masyarakat kecil terus membeli dan mengisap rokok.

“Praktik penaikan cukai di Malaysia dan Thailand sudah 75%,” ucap Tulus.

Keterangan Tulus diperkuat oleh penyampaian Abdillah, bahwa pada 2009 jumlah ru-mah tangga termiskin yang menghabiskan pendapatan mereka untuk rokok meningkat dari 2005. Menurut data Survei Ekonomi Sosial Nasional, pada 2009 terdapat 57,1% rumah tangga termiskin yang memi-liki pengeluaran untuk mem-beli rokok. Persentase itu naik dari hasil survei serupa pada 2005, yaitu 40,74%. Adapun rata-rata pengeluaran rumah tangga tersebut sekitar Rp500 ribu per bulan.

“Sejak 2005 hingga 2009, penge luaran untuk rokok se-cara konsisten merupakan yang terbesar kedua setelah untuk makanan pokok,” kata Abdillah. Ironisnya, penge-luaran rumah tangga untuk rokok enam kali lipat lebih besar ketimbang pengeluaran untuk pendidikan.

Menurutnya, salah satu in-dikasi kegagalan cukai rokok adalah harga jual eceran mini-mal sigaret keretek tangan go-longan 3 yang konsisten Rp234 per batang. “Harga rokok lebih murah dari permen,” kata dia.

Selain itu, juga jumlah perokok yang makin meningkat.

Ia pun setuju jika cukai rokok ditingkatkan untuk memaksa produsen menaikkan harga.

Peta industriBerdasarkan UU No 39/2007

Pasal 66A ayat 1 tentang Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau akan dibagi-kan kepada provinsi peng-hasil cukai sebesar 2%, atau pada 2010 lalu sekitar Rp1,1 triliun. “Dana itu digunakan untuk peningkatan kualitas ba-han baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial dan sosialisasi di bidang cukai, dan pemberantasan kena cukai ilegal,” imbuh Abdillah.

Adapun pemerintah sudah menegaskan akan menaikkan tarif cukai rokok di kisaran 8,3%-51,1%, atau rata-rata 16%, mulai 1 Januari 2012. Penaikan cukai ditentukan atas dasar jenis rokok dan kelompok produksi dengan tujuan me-nge lompokkan industri rokok kecil, menengah, dan besar.

Menurut Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar, penaikan tarif cukai rokok se-jalan dengan peta industri hasil tembakau. Dalam peta itu, produksi rokok akan dibatasi 260 miliar batang per tahun mu-lai 2015. Hal itu sesuai dengan prioritas 2015-2020 pada aspek kesehat an. (ML/Ant/E-2)

[email protected]

KEMENTERIAN Perdagangan bakal mengeluarkan sejumlah peraturan untuk memproteksi pasar domestik dari gempuran produk impor. Sebab, Indone-sia tidak diuntungkan dengan adanya perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) yang ada saat ini dan hanya di-jadikan pangsa pasar potensial bagi produk asing.

Demikian diungkapkan Men-teri Perdagangan Gita Wirjawan di Jakarta, kemarin. Dia men-janjikan, sebagai langkah awal, Kemendag menerbitkan aturan tentang larangan ekspor bahan baku rotan yang diteken ke-marin. Selanjutnya, Kemendag akan mengeluarkan aturan soal produk hortikultura.

“Kita harus menjalankan proteksi bagi produk dalam

negeri dari gempuran produk impor, seperti rotan, kentang, baju bekas, dan lain-lain.”

Lebih lanjut, Kemendag juga akan bekerja sama dengan Ba-dan Karantina untuk mencegah masuknya barang-barang im-por ilegal ke pasar domestik.

Langkah proteksi lainnya ialah melalui pengetatan pe-nerapan standar nasional In-donesia (SNI). Ia menyayang-kan masih minimnya produk-produk asing yang berlabel SNI. “Hanya 28 produk ber-SNI dari ribuan produk asing yang membanjiri pasar domestik. Itu harus diimplementasikan secara tegas,” tandas Gita.

Menurut mantan bankir in-vestasi itu, proteksi harus di-lakukan agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar poten-

sial bagi produk asing. Adapun konsumsi rumah tangga Indo-nesia mencatatkan rata-rata pertumbuhan Rp350 triliun per tahun.

Diakui Gita, peningkatan proteksi ini akan menyebabkan adanya praktik perilaku negatif dari negara lain. Negara-negara ASEAN yang memiliki posisi unggul bisa jadi melenceng dari kesepakatan kerja sama.

Seperti Brunei Darusalam, Malaysia, dan Singapura yang sudah membuat ke sepakatan perdagangan secara bilateral dengan AS. Menurut Gita, kesepakat an itu tanpa memper-hatikan ke terikatan antarnega-ra ASEAN. “Namun, proteksio-nisme pasar domestik menjadi fundamental yang harus di-lakukan saat ini.” (WR/E-2)

UPAYA pemerintah merene-gosiasi kontrak karya pertam-bangan demi merealisasikan amanah UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dinilai lamban.

Padahal, menurut anggota Komisi VII DPR Satya W Yud-ha, UU itu secara gamblang mengamanatkan pemerintah untuk merenegosiasi kontrak-kontrak karya pertambangan yang ditengarai belum meng-untungkan Indonesia. Namun, dua tahun telah berlalu sejak diterbitkan, hingga kini belum tampak tanda-tanda renego-siasi kontrak akan rampung. “Landasan hukumnya kan sudah jelas. Kita minta rene-gosiasi itu dijalankan dengan cepat, tidak berlarut-larut,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Satya mengatakan dalam UU Minerba dinyatakan bahwa kontrak karya yang telah ada sebelum UU itu berlaku harus disesuaikan. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi per-usahaan-perusahaan tambang untuk menolak renegosiasi.

Pengamat pertambang an Simon F Sembiring pun meng-ami ni kelambanan pemerintah. “Ini sudah terlalu lama, sejak UU Minerba diterbitkan dua

ta hun lalu dan sejak instruksi Pre siden SBY pada 1 Juni 2011 la lu untuk merenegosiasi.”

Dalam UU No 4/2009, re-negosiasi kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusa-haan pertambangan batu bara (PKP2B) dilakukan selambat-lambatnya satu tahun sejak UU tersebut diundangkan. “Renegosiasi itu tidak haram kok. Jangan takut dibawa ke arbitrase, yang dipakai UU Indonesia, jadi apa yang dita-

kutkan?” kata dia.Berdasarkan data Kemente-

rian ESDM, status renegosiasi KK saat ini adalah 24,32% setu-ju seluruhnya, 48,65% setuju sebagian, dan 27,03% belum setuju seluruhnya.

Sementara itu, status rene-gosiasi PKP2B adalah 81,58% setuju seluruhnya dan 18,42% setuju sebagian. Berdasarkan data itu, pemerintah meng-klaim proses renegosiasi kon-trak tambang telah selesai

hingga 65%.Saat ini setidaknya masih ada

enam isu strategis yang men-jadi pembahasan utama dalam proses renegosiasi. Ke enam isu strategis itu mencakup luas wilayah kerja, perpan-jangan kontrak, penerimaan negara atau royalti, kewajiban pengolahan dan pemurnian, kewajiban divestasi, dan kewa-jiban penggunaan barang/jasa pertambangan dalam negeri. (Atp/E-2)

TAMBAHAN dana kontingensi atau dana ketahanan pangan yang disiapkan pemerintah tahun depan sebesar Rp1 triliun bisa digunakan untuk memper-baiki sarana atau infrastruktur pertanian. Kebijakan tersebut akan berdampak mendorong meningkatkan produktivitas pertanian dan menjaganya dari ancaman krisis perubahan iklim tahun depan.

“Saya lihat memang ada ke-butuhannya dana kontingen si ini, tapi menurut saya dapat lebih diarahkan untuk mem-perbaiki atau membangun infrastruktur pertanian. Bukan hanya digunakan untuk meng-antisipasi perubahan iklim yang ekstrem tahun depan atau ganti rugi lahan yang puso,” ujar pengamat pertanian Insti-tut Pertanian Bogor (IPB) Her-manto Siregar kepada Media Indonesia, kemarin.

Menurutnya, alokasi total Rp4 triliun dana kontingensi yang akan dialirkan pemerin-tah merupakan jumlah yang memadai termasuk untuk memperbaiki infrastruktur pertanian seperti irigasi dan jalan.

“Dengan memperbaiki in-frastruktur, maka dapat me-motong biaya ekonomi tinggi di sektor pertanian. Ini kan berguna untuk ketahanan pa-ngan, agar petani dapat lebih produktif lagi dengan hasil yang berkualitas dan harga jualnya di pasaran tidak terlalu tinggi,” urai Hermanto.

Ia mengkritisi pola penggu-naan dana kontingensi oleh Ke-menterian Pertanian yang masih belum fokus dan hanya berkutat pada upaya pemberian ganti rugi bagi sawah yang puso.

“Jangan dipukul rata untuk program-program atau wilayah lain. Harus pada wilayah atau program yang benar-benar membutuhkan dan menjaga dari perubahan iklim ke de-pan.”

Sementara itu, menurut pengamat ekonomi pertanian dari Indef, Bustanul Arifin, penyaluran dana ketahanan pangan berbelit-belit yang membuat petani kesulitan mendapatkan penggantian dari lahan yang puso.

Dari total dana kontingensi Rp4 triliun, alokasi ganti rugi mencapai Rp380 miliar untuk penggantian 2,6 juta hektare lahan yang puso. (Fid/E-6)

Kemendag Perketat Pengamanan Pasar Domestik

Renegosiasi Kontrak Tambang Lamban

Dana Pangan untuk

Perbaiki Sarana

Pertanian

Cukai Rokok Berkontribusi

pada Pemiskinan Kebijakan cukai rokok saat ini melenceng dari filosofi pemberlakuan cukai.

18

KENAIKAN CUKAI ROKOK: Sejumlah buruh melinting rokok keretek di salah satu pabrik di Kudus, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Penaikan tarif cukai rokok yang dilakukan pemerintah dinilai terlalu kecil dan lambat. Hal itu ikut berkontribusi pada pemiskinan masyarakat.

ANTARA/WIHDAN HIDAYAT

RENEGOSIASI TAMBANG: Sejumlah alat berat mengangkut batu bara di areal pertambangan di Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu. Kinerja pemerintah dalam merenegosiasi kontrak karya pertambangan mineral dan batu bara dinilai lamban.

ANTARA/YUSRAN UCCANG